Tetanus

33
6 Pasien Tertusuk Paku 12 Hari yang lalu, Tidak Diobati Timothy Osho* Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna no. 6 Jakarta 11510 Pendahuluan Tetanus merupakan penyakit yang akut dan seringkali fatal, penyakit ini disebabkan oleh eksotoksin yuang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos, yang diambil dari kata teinein yang berarti teregang. Penyakit ini merupakan penyakit yang serius namun dapat dicegah kejadiannya pada manusia. Tetanus merupakan salah satu penyakit yang jika tidak segera diobati akan menyebabkan kematian. Negara-negara yang beriklim tropis dan negara-negara berkembang masih belum terbebas dari tetanus, salah satunya termasuk Indonesia.

Transcript of Tetanus

Page 1: Tetanus

6

Pasien Tertusuk Paku 12 Hari yang lalu, Tidak Diobati

Timothy Osho*

Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna no. 6

Jakarta 11510

Pendahuluan

Tetanus merupakan penyakit yang akut dan seringkali fatal, penyakit ini disebabkan

oleh eksotoksin yuang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Kata tetanus berasal dari bahasa

Yunani tetanos, yang diambil dari kata teinein yang berarti teregang. Penyakit ini merupakan

penyakit yang serius namun dapat dicegah kejadiannya pada manusia. Tetanus merupakan

salah satu penyakit yang jika tidak segera diobati akan menyebabkan kematian. Negara-

negara yang beriklim tropis dan negara-negara berkembang masih belum terbebas dari

tetanus, salah satunya termasuk Indonesia.

* Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

* NIM: 10-2010-133

* Kelompok C1

* Email:[email protected]

Page 2: Tetanus

6

Definisi

Tetanus adalah gangguan neurologia yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot

dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang

dihasilkan oleh Clostridium tetani. 1

Clostridium tetani sebenarnya memproduksi 2 toksin, yaitu tetanolisin dan

tetanospamin. Tetanolisin adalah suatu hemolisin yang dapat diinaktivasi oleh kolestrol dan

tidak berperan pathogenesis. Tetanospamin adalah neurotoksin yang bersifat spasmogenik

(menimbulkan kekakuan otot) dan menyebabkan timbulnya gejala klasik tetanus.2

Menurut WHO Neonatal tetanus adalah suatu penyakit yang terjadi pada anak yang

memiliki kemampuan menghisap dan menangis di hari pertama setelah lahir tapi kehilangan

kemampuan itu diantara hari ketiga dan kedua puluh delapan dan menjadi kaku dan kejang.2

Menurut WHO Maternal tetanus adalah tetanus yang terjadi pada saat kehamilan atau

6 minggu setelah berakhirnya masa hamil.2

Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan

memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan nonverbal mengenai riwayat penyakit si

pasien.3

Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan

Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan tehnik

autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien

sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini

adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan

apa yang sesungguhnya dia rasakan.3

Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat dilakukan.

Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan,

atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahnnya.

Anamnesis yang didapat dari informasi orang lain ini disebut Alloanamnesis atau

Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari anamnesis dilakukan bersama-sama

auto dan alloanamnesis.3

Seorang laki-laki berusia 20 tahun, dibawa oleh keluarganya ke UGD karena kejang.

Anamnesis yang didapat berdasarkan skenario adalah alloanamnesis, dikarenakan kondisi

Page 3: Tetanus

6

yang tidak memungkinkan pasien untuk memberikan informasi. Pada alloanamnesis

didapatkan informasi bahwa pasien pernah tertusuk paku pada kaki kanannya 12 hari yang

lalu namun tidak diobati.

Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang, terdapat kekakuan pada

wajah, leher, dan anggota gerak. Perut kaku seperti papan dan telapak kaki kanan bengkak,

dan kulit tegang kemerahan. Pada telapak kaki kanan juga ditemukan luka tusuk yang dalam

dan bernanah. TD 130/80 mmHg, nadi 88 kali/menit frekuensi napas 28 kali/menit, suhu

tubuh 38,80C.

Pada klien tetanus biasanya didapatkan peningkatan suhu lebih dari normal 38-40

derajat celcius. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan toksin

tetanus yang sudah menganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi

berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan otak. Apabila disertai peningkatan laju

frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum.

Tekanan darah biasanya normal.4

B1 (breathing)

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan

peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien tetanus yang diserti

adanya ketidakefektifan bersihan jalan napas. Palpasi torak didapatkan taktil fremitus

seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan

peningkatan produksi secret dan kemamapuan batuk yang menurun4

B2 (blood)

Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan syok hipovolemik (shock karena

kekurangan plasma) yang sering terjadi pada klien tetanus. Tekanan darah biasanya normal,

peningkatan denyut jantung, adanya anemia karena hancurnya eritrosit.4

B3 (brain)

Page 4: Tetanus

6

Pengkajian tingkat kesadaran. Kesadaran klien biasanya compos mentis (sepenuhnya sadar).

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien tetanus dapat mengalami letargi, stupor, dan

semikomatosa, dan bisa terjadi koma.4

Pengkajian fungsi serebral. Status mental : observasi penqmpilan, tingkah laku, nili gaya

bicara, ekspresi wajah, dan ativitas motorik lien. Pada klien tetanus tahap lanjut biasanya

status mental lien alami perubahan. 4

Saraf 1 tidak ada kelainan

Saraf 2 tidak ada kelainan

Saraf 3, 4, 6 biasanya klien tetanus mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive

terhadap cahaya. Respons kejang umum akibat stimulus cahaya perlu diperhatikan

perawat guna memberikan intervensi untuk menurunkan stimulasi cahaya tersebut.

Saraf 5 refleks maseter meningkat, mulut condong ke depan seperti mulut ikan (ini

merupakan gejala khas tetanus)

Saraf 7 dan 8 tidak ada kelainan

Saraf 9 dan 10 kemampuan menelan kurang baik kesulitan membuka mulut (trismus)

Saraf 11 diadapatkan kaku kuduk, ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)

Saraf 12 tidak ada kelainan

Pengkajian system motorik. Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi

pada tetanus tahap lanjut mengalami perubahan. 4

Pengkajian system reflek semua respons reflek profunda, pengetukan pada tendon, ligament

atau periosteum normal. 4

Pengkajian sensoris perabaan, perasaan nyeri, perasaan suhu, perasaan propriosefsi dan

perasaan diskriminatif normal. 4

B4 (Bladder)

Penurunan volume urine output berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah

jantung ke ginjal. Adanya retensi urine karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang

sebaikknya urine dikeluarkan dengan menggunakan kateter. 4

B5 (bowel)

Page 5: Tetanus

6

Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi

pada klien tetanus menurun karena anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut

papan) merupakan gejala khas tetanus. Adanya spasme otot yang menyebabkan kesulitan

BAB. 4

B6 (Bone)

Adanya kejang umum sehinggaa mengganggu mobilitas klien dan menurunkan aktivitas

sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien mengalami patah tulang terbuka yang memungkinkan

port de entrée kuman Clostridium tenani, sehingga memerlukan perawatan luka yang optimal.

Adanya kejang memberikan risiko pada fraktur vertebra pada bayi, ketegangan, dan spasme

otot pada abdomen. 4

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang penyakit tetanus meliputi :

Pemeriksaan laboratorium bakteriogenika, ditemukan Clostridium tetani.5

Pemerikasan darah, mungkin leukosit meningkat.1

Etiologi

Tetanus disebabkan oleh basil gram positif, Clostridium tetani. Bakteri ini terdapat

dimana-mana, dengan habitat alamnya di tanah, tetapi dapat diisolasi dari kotoran binatang

peliharaan dan manusia. Clostridium tetani merupakan bakteri gram positif berbentuk batang

yang selalu bergerak, dan merupakan bakteri anaerob obligat yang menghasilkan spora.

Spora yang dihasilkan tidak berwarna, berbentuk oval, menyerupai raket tenis atau paha

ayam. Spora ini dapat bertahan selama bertahun-tahun pada lingkungan tertentu, tahan

terhadap sinar matahari dan bersifat resisten terhadap berbagai desinfektan dan pendidihan

selama 20 menit. Spora bakteri ini dihancurkan secara tidak sempurna pada pendidihan, tetapi

dapat dieliminasi dengan autoklav pada tekanan 1 atmosfer dan 120 0C selama 15 menit. Sel

yang terinfeksi oleh bakteri ini dengan mudah dapat diinaktivasi dan bersifat sensitive

terhadap beberapa antiobiotik (metronidazole, penisilin, dan lainnya). Bakteri ini jarang

dikultur, karena diagnosanya berdasarkan klinis.1

Epidemiologi

Page 6: Tetanus

6

Tetanus terjadi secara sporadic dan hampir selalu menimpa individu non imun,

individu dengan imunitas parsial dan individu dengan imunitas penuh yang kemudian gagal

mempertahankan imunitas secara adekuat dengan vaksinasi ulangan. Walaupun tetanus dapat

dicegah dengan imunisasi, tetanus masih merupakan penyakit yang membebani di seluruh

dunia terutama di Negara beriklim tropis dan Negara-negara berkembang, sering terjadi di

Brazil, Filipina, Vietnam, Indonesia, dan Negara-negara lain dibenua Asia. Penyakit ini

umum terjadi di daerah pertanian, di daerah pedesaan pada daerah dengan iklim hangat,

selama musim panas dan pada penduduk pria. Pada Negara-negara tanpa program imunisasi

yang komprehensif, tetanus terjadi terutama pada neonatus dan anak-anak.1

Patogenesis

Clostridium tetani tidak menyebabkan inflamasi dan port d’entrae tetap tampak

tenang tanpa tanda inflamasi, kecuali apabila ada infeksi oleh mikroorganisme lain.

Clostridium tetani tidak bersifat invasive.1 Kumannya tetap diluka, apabila keadaannya

memungkinkan, yaitu keadaan anaerob yang biasanya terjadi karena adanya:6

Jaringan nekrotik

Adanya garam kalsium

Adanya kuman piogenik lainnya maka spora akan jadi bentuk vegetative dan

eksotoksin akan dibentuk akan menjalar menuju SSP melalui jaringan

perineural, pembuluh darah atau pembuluh limfe

Pada kondisi anaerobik jaringan nekrotik dan terinfeksi, basil tetanus mensekresi dua

macam toksin: tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin mampu secara lokal merusak

jaringan yang masih hidup dan mengoptimalkan kondisi untuk multiplikasi bakteri.

Tetanospasmin menghasilkan sindroma klinis tetanus dan memungkinkan masuknya toksin

ke dalam sel serta berperan untuk mencegah pelepasan neurotransmitter dari neuron yang

dipengaruhi. 1

Jika toksin yang dihasilkan banyak, ia akan memasuki aliran darah yang kemudian

berdifusi untuk terikat pada ujung-ujung saraf di seluruh tubuh. Toksin kemudian akan

menyebar dan ditransportasikan dalam axon dan secara retroged ke dalam badan sel di batak

otak dan saraf spinal. Transport pertama kali terjadi pada saraf motorik, lalu saraf sensorik

dan saraf otonom. Toksin masuk ke dalam sel dan berdifusi keluar dan akan masuk

Page 7: Tetanus

6

mempengaruhi neuron di dekatnya. Apabila interneuron inhibitori spinal terpengaruh, gejala-

gejala tetanus akan muncul.1

Toksin ini mempunyai efek dominan pada neuron inhibiori, ia akan memblokade

pelepasan neurotransmitter inhibitori, yaitu glisin dan asam aminobutirik (GABA).

Interneuron yang menghambat neuron motorik alfa yang pertama kali dipengaruhi, sehingga

neuron motorik kehilangan fungsi inhibisinya. Lalu neuron simpatik preganglionic pada

ujung lateral, pusat parasimpatik, dan neuton motoric juga diperharuhi. 1

Aliran eferen yang tidak terkendali dari saraf motorik pada korda dan batang otak

akan menyebabkan kekakuan dan spasme muskuler, yang dapat menyerupai konvulsi. Otot

rahang, wajah, dan kepala sering terlibat pertama kali karena jalur aksonnya lebih pendek.

Tubuh dan anggota tubuh mengikuti, sedangkan otot-otot perifer tangan dan kaki jarang

terlibat. Terikatnya toksin pada neuron bersifat ireversibel. Pemulihan membutuhkan

tumbuhnya ujung saraf yang baru yang menjelaskan mengapa tetanus berdurasi lama.1

Manifestasi Klinis

Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma. Kontaminasi luka dengan tanah,

kotoran binatang, atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus dapat pula

berkaitan dengan dengan luka bakar, infeksi telinga tengah, pembedahan, aborsi dan

persalinan. Trauma yang menyebabkan tetanus dapat hanyalah trauma ringan, dan sampai

Gambar 1.1 Tetanus

Page 8: Tetanus

6

50% kasus trauma terjadi di dalam gedung yang tidak dianggap terlalu serius untuk mencari

pertolongan medis. Pada 15-20% pasien, tidak terdapat bukti adanya perlukaan baru.1

Pada bentuk yang paling umum dari tetanus, yaitu tetanus generalisata, otot-otot

diseluruh tubuh terpengaruh. Otot-otot di kepala dan di leher yang biasanya pertama kali

terpengaruh dengan penyebaran kaudal yang progresif untuk mempengaruhi seluruh tubuh.1

Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila berat disfungsi

otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan untuk membuka mulut, sering

merupakan gejala awal tetanus.1

Spasme otot masseter menyebabkan trismus atau rahang terkunci. Spasme secara

progesif meluas ke otot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah yang khas, risus

sardonicus dan meluas ke otot-otot menelan yang menyebabkan disfagia.1

Rigiditas otot leher menyebabkan retraksi kepala. Rigiditas tubuh menyebabkan

opsitotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya kelenturan dinding dada. Reflex

tendo dalam meningkat. Pasien dapat demam, walaupun banyak yang tidak, sedangkan

kesadaran tidak berpengaruh.1

Spasme yang terjadi dapat bervariasi berdasarkan keparahannya dan frekuensinya

tetanus dapat sangat kuat sehingga menyebabkan fraktur atau rupture tendon. Spasme yang

terjadi dapat sangat berat, terus-menerus, nyeri bersifat generalisata sehingga menyebabkan

sianosis dan gagal nafas. Spasme faringeal sering diikuti dengan spasme laryngeal dan

berkaitan dengan terjadinya aspirasi dan obstruksi jalan nafas akut yang mengancam nyawa.1

Akibat trauma perifer dan sedikitnya toksin yang dihasilkan, tetanus local dijumpai.

Spasme dan rigiditas terbatas pada daerah tubuh tertentu. Mortalitasnya sangatlah berkurang.

Pengecualian untuk ini adalah tetanus sefalik di mana tetanus local yang berasal dari luka di

kepala mempengaruhi saraf kranial; paralisis lebih mendominasi gambaran klinisnya,

daripada spasme. Tetapi progresi ke tetanus generalisata umum terjadi dan mortalitasnya

tinggi.1

Tetanus neonatarum baisanya terjadi dalam bentuk generalisata dan biasanya fatal

apabila tidak diterapi. Tetanus neonatarum terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu

yang tidak diimunisasi secara adekuat, terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat

Page 9: Tetanus

6

yang tidak steril. Rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, dan spasme merupakan gambaran

khas tetanus neonatarum.1

Sebelum adanya ventilasi buatan, banyak pasien dengan tetanus berat yang meninggal

akibat gagal nafas akut. Dengan perkembangan perawatan intensif, menjadi jelas bahwa

tetanus yang berat berkaitan dengan instabilitas otonomik yang nyata. System saraf

simpatiklah yang paling jelas dipengaruhi. Secara klinis, peningkatan tonus simpatik

menyebabkan takikardia persisten dan hipertensi. Dijumpai vasokonstriksi yang tampak jelas,

hiperpireksia, keringat berlebihan.1

Perjalanan Klinis

Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 7-10

hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan spasme

pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Inkubasi dan onset yang lebih pendek berkaitan dengan

tingkat keparahan penyakit yang lebih berat. Minggu pertama ditandai dengan rigiditas dan

spasme otot yang semakin parah. Gangguan otonomik biasanya dimulai beberapa hari setelah

spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu. Spasme berkurang setelah 2-3 minggu tetapi

kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan terjadi karena timbulnya lagi akson terminal

dan karena penghancuran toksin. Pemulihan bisa memerlukan waktu sampai 4 minggu. 1

Derajat Keparahan

Klasifikasi beratnya tetanus oleh Ablett:1

Derajat I (ringan) : trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa

gangguan pernapasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.1

Derajat II (sedang) : trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat

ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang dengan frekuensi pernapasan

lebih dari 30, disfagia ringan.1

Derajat III (berat) : trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks

berkepanjangan, frekuensi pernapasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagia berat

dan takikardia lebih dari 120.1

Page 10: Tetanus

6

Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan

sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan

hipotensi dan brakikardia, salah satunya dapat menetap. 1

Diagnosis

Diagnosis tetanus mutlak didasarkan pada gejala klinis dan riwayat cedera, meskipun

hanya 50% pasien tetanus yang menderita cedera mencari pertolongan medis. Meningkatnya

tonus pada otot sentral (wajah, leher, dada, punggung dan perut) yang tumpang tindih dengan

spasme generalisata dan tidak terlibatnya tangan dan kaki secara kuat menyokong diagnosa

tetanus. 1

Tetanus tidaklah mingkin apabila terdapat riwayat serial vaksinasi yang telah

diberikan secara lengkap dan vaksin ulangan yang sesuai telah diberikan. Secret luka

hendaknya dikultur pada kasus yang dicurigai.1 Kultur yang positif bukan merupakan bukti

bahwa organisme tersebut menghasilkan toksin dan menyebabkan tetanus. Karena bakteri ini

mungkin bagian dari flora normal.6 Lekosit mungkin meningkat.1

Diagnosis diferensial mencakup kondisi lokal yang menyebabkan trismus, seperti

abses alveolar, keracunan striknin, reaksi obat distonik (misalnya terhadap fenotiasin dan

metoklorpramid), tetanus hipokalsemik, perubahan-perubahan metabolik dan neorologis pada

neonatal, meningitis (kaku kuduk), abses gigi (trismus), peritonitis (kekakuan abdomen),

rabies (disfagia), epilepsy, dan nacrotic withdrawal.1,4

Reaksi distonik terhadap obat antiepilepsi dapat dibedakan dengan adanya riwayat

minum obat dan berkurangnya gejala pada pemberian benztropin atau difenhidramin.

Keracunan striknin dapat menyerupai tetanus dengan peningkatan eksitabilitas neuron akibat

gangguan pada inhibisi postsinaps, dan pemeriksaan biokimia untuk striknin dapat

menegakkan diagnosis.4

Rabies dapat dibedakan dengan tetanus melalui masa inkubasinya yang pendek,

adanya trismus, LCS normal. Ensefalitis dapat dibedakan dengan metode pemeriksaan virus

dan tidak dijumpai hidrofobia. 1

Secara klinik, gejala utama hipokalsemia adalah peningkatan iritabilitas

neuromuscular yang dapat kesemutan pada ujung-ujung jari dan sekitar mulut.1

Page 11: Tetanus

6

Penatalaksanaan

Ada tiga prinsip penatalaksanaan: organisme yang terdapat dalam tubuh hendaknya

dihancurkan untuk mencegah pelepasan toksi lebih lanjut; toksin yang terdapat di dalam

tubuh, di luar system saraf pusat hendaknya dinetralisasi; dan efek dari toksin yang telah

terikat pada system saraf pusat diminimisasi.1

Penatalaksaan Umum

Pasien ditempatkan di ruangan yang tenang ICU, dimana observasi dan pemantauan

kardiopulmoner dapat dilakukan terus-menerus, dan stimulasi dieliminasi.1

Perlindungan terhadap jalan napas bersifat vital. 1

Luka dieksplorasi, dibersihkan secara hati-hati dan dilakukan debridemen secara

menyeluruh. 1

Netralisasi dari Toksin yang Bebas

Antitoksin menurunkan mortalitas dengan menetralisasi toksin yang beredar di

sirkulasi dan toksin pada luka yang belum terikat, walaupun toksin yang terlah melekat pada

jaringan saraf tidak terpengaruh. Immunoglobulin tetanus manusia (TIG) merupakan pilihan

utama dan hendaknya diberikan segera dengan dosis 3000-6000 unit intramuscular, biasanya

dengan dosis terbagi karena volumenya besar. Dosis maksimal belum diketahui. Pemberian

secara intratekal masi dalam penelitian. Akan tetapi, sudah ada bukti pada pemberian TIG

secara intratekal menghambat perkembangan penyakit dan menuju ke hasil yang lebih baik. 1

Dapat juga diberikan 10.000-20.000 unit Equine antitoxin intramuscular dalam satu

dosis. Antitoksin tetanus kuda tidak tersedia di Amerika Serikat, tapi masih dipergunakan di

tempat lain. Lebih murah dibanding antitoksin manusia, tapi waktu paruhnya lebih pendek

dan pemberiannya sering menimbulkan hipersensitifitas dan serum sickness syndrome. 1

Menyingkirkan Sumber Infeksi

JIka ada, luka yang tampak jelas hendaknya didebridemen secara bedah. Walaupun

manfaat belum terbukti, terapi antibiotic diberikan pada tetanus untuk mengeradikasi sel-sel

vegetative, sebagai sumber toksin. Penggunaan penisilin (10 sampai 12 juta unit intravena

setiap hari selama 10 hari) , tetapi merupakan antagonis GABA dan berkaitan dengan

konvulsi. Metronidazole mungkin merupakan antibiotic pilihan (400mg rectally or 500 mg

Page 12: Tetanus

6

intravena setiap 6 jam selama 7 hari). Metronidazole aman dan pada penelitian yang

membandingkan dengan penisilin menunjukan angka harapan hidup yang lebih tinggi. 1

Pengendalian Rigiditas dan Spasme

Regimen yang ideal adalah regimen yang dapat meneken aktivitas spasmodic tanpa

menyebabkan sedasi berlebihan dan hipoventilasi. Harus dihindari stimulasi yang tidak perlu,

tetapi terapi utamanya adalah sedasi dengan menggunakan benzodiazepine. Benzodiazepine

memperkuat agonisme GABA dengan menghambat inhibitor endogen pada reseptor GABAA.

Diazepam dapat diberikan, pilihan lain adalah lorazepam dengan durasi yang lebih lama dan

midazoloam dengan waktu paruh yang lebih singkat. Sebagai sedasi tambahan dapat

diberikan antikonvulsan, terutama fenobarbital yang memperkuat aktivitas GABAergik dan

fenothiazin, biasanya klorpromazin. 1

Penatalaksanaan Respirasi

Intubasi atau trakeostomi dengan atau tanpa ventilasi mekanik mungkin dibutuhkan

pada hipoventilasi yang berkaitan dengan sedasi berlebihan atau laringospasme atau untuk

menghindari aspirasi oleh pasien dengan trismus, gangguan kemampuan menelan atau

disfagia. Kebutuhan akan prosedur ini harus diantisipasi dan diterapkan secara efektif dan

secara dini. 1

Pengendalian disfungsi otonomik

Banyak pendekatan yang berbeda dalam terapi disfungsi otonomik yang telah

dilaporkan. Sampai sejauh ini terapi optimal untuk overaktivitas simpatis belum ditetapkan .

metode non farmakologis untuk mencegah instabilitas otonomik didasarkan pada pemberian

cairan 8 L/hari. 1

Sedasi merupakan terapi pertama. Benzodiazepine, Antikonvulsan dan terutama

morfin sering digunakan. Morfin terutama bermanfaat karena stabilitas kardiovaskuler dapat

terjadi tanpa gangguan jantung. Dosisnya bervariasi antara 20-180 mg per hari. Mekanisme

aksi yang dipertimbangkan adalah penggantian opioid endogen, pengurangan aktifitas reflex

simpatis dan pelepasan histamine. Fenothiazin, terutama klorpromazin merupakan sedative

yang berguna, antikolinergik dan antagonis a adrenergic dapat berperan dalam stabilitas

kardiovaskular. 1

Page 13: Tetanus

6

Pada awalnya, obat-obatan pemblokade adrenergic β, seperti propanolol

dipergunakan untuk mengontrol hipertensi dan takikardia, namun hipotensi, edema paru berat

dan kematian mendadak terjadi. Labetolol, yang berefek kombinasi blockade andrenergik α

dan β adrenergic digunakan, tapi hasilnya tidak jauh berbeda (mungkin karena aktivitas α-nya

jauh lebih rendah dibandingkan dengan β) dan mortalitasnya tetap tinggi. Sekarang, obat

kerja singkat seperti esmolol berfungsi sangat baik untuk hipertensi berat, meskipun kadar

katekolamin arterial tetap tinggi. 1

Kematian mendadak akibat henti jantung merupakan karakteristik dari tetanus berat.

Penyebabnya masih belum jelas, tapi penjelasan yang dapat dipercaya mencakup mendadak

hilangnya pacuan simpatis, kerusakan jantung yang diinduksi oleh katekolamin, dan

meningkatnya tonus parasimpatik. Blokade bbeta yang menetap dapat memicu penyebab-

penyebab henti jantung ini karena aktivitas inotropik negative atau aktivitas vasokonstriksi

tanpa hambatan yang menyebabkan gagal jantung akut. Obat-obatan pemblokade adrenergic

α seperti nethanidin, guanetidin, dan fentolamin telah sukses dipergunakan bersama

propanolol bersama obat-obatan lain seperti trimetafan, fenoksibenzamin, dan reserpin.

Kerugian penggunaan kelompok obat ini adalah hipotensi yang terinduksi sulit teratasi,

takifilaksis terjadi, dan lepas obat bisa menyebabkan hipertensi. Telah dilaporkan

keberhasilan penatalaksanaan gangguan otonomik dengan menggunakan atropine IV dosis

mencapai 100 mg per jam yang digunakan pada 4 pasien. Tapi dikuatirkan dengan dosis yang

tinggi itu, tida hanya berakibat blockade muskarinik, tapi juga nikotinik, sedasi sentral dan

blockade neuromuscular. Blockade system saraf parasimpatis dilaporkan menurunkan sekresi

dan keringat. 1

Pemberian magnesium sulfat parenteral dan anesthesia spinal atau epidural telah

diterapkan, namun pemberian dan monitornya sulit, bupivakain epidural dan spinal telah

dipergunakan untuk mengurangi instabilitas kardiovaskuler. Namun demikian infuse

katekolamin diperlukan untuk mempertahankan tekanan arterial yang adekuat. Magnesium

sulfat telah dipergunakan untuk baik pada pasien yang terpasang ventilator maupun tidak

untuk mengontrol spasme. Magnesium sulfat merupakan pemblokade neuromuskuler pre-

sinaptik, yang memblokade pelepasan katekolamin dari saraf dan medulla adrenal,

mengurangi responsivitas reseptor terhadap katekolamin yang terlepas, dan merupakan

antikonvulsan sekaligu vasodilator. Magnesium merupakan antagonis kalsium di miokardium

dan pada hubungan neuromuskuler dan menghambat perlepasan hormone paratiroid sehingga

mengakibatkan penurunan kadar kalsium serum. Pada keadaan overdosis, dapat

Page 14: Tetanus

6

menyebabkan paralisis dan kelemahan dengn sedasi sentral, walaupun sedasi sentral masih

konroversial. Hipotensi dan bradiaritmia (denyut jantung dibawah normal). Oleh karena itu,

sangat penting untuk dapat menjaga kadar magnesium dalam rentang terapi. 1

Beberapa macam obat potensial untuk dipergunakan pada masa yang akan datang.

Natrium Valproat yang berfungsi menghambat katabolisme GABA. Pada penelitian klinis

dari hewan, Natrium Valproat menghambat efek klinis dari toksin tetanus. ACE inhibitor

mungkin membantu menghambat sintesis angiotensin II, yang meningkatkan sintesis

norepinefrin dan perlepasannya dai ujung syaraf. 1

Penatalaksanaan intensif suportif

Turunnya berat badan umum terjadi pada tetanus. Factor yang jadi penyebabnya

mencakup ketidakmampuan untuk menelan, meningkatnya laju metabolism akibat pireksia

(demam) dan aktivitas muscular dan masa kritis yang berkepanjangan. Oleh karena itu,

nutrisi harus diberikan sedini mungkin. Komplikasi infeksi akibat masa kritis berkepanjangan

mencakup pneumonia berkaitan dengan ventilator umum terjadi pada tetanus. Melindungi

jalan nafas pada tahap awal penyakit dan mencegah aspirasi dan sepsis merupakan langkah

logis untuk mengurangi resiko ini. Pencegahan komplikasi respirasi mencakup perawatan

mulut secara cermat, fisioterapi dada, dan penghisapan tracheal secara teratur karena salvias

dan ekskresi bronchial sangat meningkat. Sedasi yang adekuat penting sebelum melakukan

intervensi pada pasien dengan resiko spasme tidak terkontrol dan gangguan otonomik an

keseimbangan antara fisioterapi dan sedasi mungkin sulit dicapai. Pemberian cairan juga

harus adekuat. Pemberian heparin atau antikoagulan lainnya juga penting untuk mencegah

emboli paru. Fungsi ginjal, kandung kenih dan GIT harus selalu dimonitor. Pendarahan GIT

dan ulkus dekubitus harus dicegah dan infeksi sekunder harus diatasi. Pentingnya bantuan

psikologis juga tidak dapat diabaikan. 1

Penatalaksanaan Lain

Hidrasi, untuk mengontrol kehilangan cairan yang tak nampak dan kehilangan cairan

yang lain. 1

Kecukupan gizi dengan meningkat dengan pemberian enteral maupun parenteral. 1

Fisioterapi untuk mencegah kontraktur. 1

Pemberian heparin dan antikoagulan yang lain untuk mencegah emboli paru. 1

Fungsi ginjal, kandung kemih dan saluran cerna harus dimonitor. 1

Page 15: Tetanus

6

Perdarahan gastrointestinal dan ulkus dekubitus harus dicegah dan infeksi sekunder

harus diatasi. 1

Vaksin

Pasien yang sembuh dari tetanus hendaknya secara aktif diimunisasi karena imunitas

tidak diinduksi oleh toksin dalam jumlah kecil yang menyebabkan tetanus. 1

Farmakologi obat-obatan yang biasa dipakai pad tetanus

Diazepam. Dipergunakan sebagai terapi spasme tetanik dan kejang tetanik. Mendepresi

semua tingkatan system saraf pust, termasuk bentukan limbic dan reticular, mungkin dengan

meningkatkan aktivitas GABA, suatu neurotransmitter inhibitori utama. 1

Dosis dewasa

Spasme ringan: 5-10 mg oral tiap 4-6 jam bila perlu

Spasme sedang: 5-10 mg IV apabila perlu

Spasme berat: 50-100 mg dalam 500 ml D5, diinfuskan 40 mg per jam

Dosis pediatric: spasme ringan 0,1-0,8 mg/kg BB?hari dalam dosis terbagi 3-4 kali

sehari. Sedangkan spasme sedang sampai berat 0,1-0,3 mg/kg/hari IV tiap 4-8 jam

Kontraindikasi: hipersensitivitas, glaucoma sudut sempit

Interaksi: toksisitas benzodiazepine pada system saraf pusat meningkat apabila

dipergunakan bersamaan dengan alcohol, fenothiazine, barbiturat; cisapride dapat

meningkatkan kadar diazepam secara bermakna

Kehamilan: tidak aman pada kehamilan (criteria D)

Perhatian: hati-hati pada pasien yang mendapatkan depresan system saraf pusat yang

lain, pasien dengan kadar albumin rendah atau gagal hati karena toksisitas diazepam

dapat meningkat.

Fenobarbital. Dosis obat harus demikian rendah sehingga tidak menyebabkan depresi

pernapasan. Jika pasien terpasang ventilator, dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk

mendapatkan efek sedasi yang diinginkan. 1

Dosis dewasa: 1 mg/kg IM tiap 4-6 jam, tidak melebihi 400 mg/hari

Dosis pediatric: 5 mg/kg IV/IM dosis terbagi 3-4 kali/hari

Page 16: Tetanus

6

Kontraindikasi: hipersensitivitas, gangguan fungsi hati, penyakit paru-paru berat,

dan pasien nefritis

Interaksi: dapat menurunkan efek kloranfenikol, digitosin, kortikosteroid,

karbamazepin, teofilin, verapamil, metronidazol, dan antikoagulan (pasien yang

mendapatkan antikoagulan harus ada penyesuaian dosis). Pemberian bersama alcohol

dapat menyebabkan efek aditif ke SSP dan kematian. Kloramfenikol dan asam

valproat dapat menyebabkan meningkatnya toksisitas fenobarbital. Rifamycin dapat

menurunkan efek fenobarbital; induksi enzim mikrosomal dapat menurunkan efek

kontrasepsi oral pada wanita.

Kehamilan: Kriteria D- tidak aman pada kehamilan

Perhatian: monitor fungsi ginjal, hati, dan system hematopoitik dalam penggunaan

jangka panjang. Hati-hati pada DM, miastenia gravis, miksedema, anemia berat

Baklofen. Merupakan relaksan otot kerja sentral telah dipergunakan secara experimental

untuk melepaskan pasien dari ventilator dan untuk menghentikan infuse diazepam. Balkofn

intratekal 600 kali lebih poten daripada baklofen oral. Injrksi intratekal brulang bermanfaat

untuk mengurangi durasi ventilasi buatan dan mencegah intubasi . mungkin brperan dlam

menginduksi hiperpolrisasi dari ujung aferen dan menghambat reflex monosimpatik dan

polisinaptik pada tingkat spinal. Keseluruhan dosis baklofen dapat diberikan sbagai bolus

injeksi. Dosis dapat diulang setelah 12 jam atau lebih jika spam paroksismal kembali terjadi. 1

Dosis dewasa: 100 mcg IT; pada usia >55 tahun: 800 mcg IT

Dosis pediatrik: 500 mcg IT

Kontraindikasi: hipersensitifitas

Interaksi: analgesic opiate, benzodiazepine, alcohol, TCAs, guanabens, MAOI,

klindasimin, dan obat anti hipertensi dapat meningkatkan efek Baklofen

Kehamilan: keamanannya pada wanita hamil belum diketahui (criteria c)

Perhatian: hati-hati pada penderita disrefleksia otonomik

Dantrolen. Dantrolen menstimulasi relaksasi otot dengan memodulasi konstraksi otot. Belum

disetujui oleh FDA tapi sudah digunakan dalam sebagian kecil kasus. 1

Dosis dewasa: 1 mg/kg IV selama 3 jam, diulang 4-6 jam apabila perlu

Dosis pediatric: 0,5 mg/kg/hari IV dua kali sehari pada permulaan, dapat ditingkatkan

sampai 4 kali sehari, dengan tidak melebihi 100 mg 4 hari sekali

Kontraindikasi: hipersnsitivitas, penyakit hati seperti hepatitis atau sirosis

Page 17: Tetanus

6

Interaksi: toksisitas meningkat apabila diberikan bersama klofibrat dan warfarin.

Pemberian bersama dengan estrogen dapat meningkatkan hpatoksisitas pada wanita

diatas 35 tahun

Kehamilan: criteria C

Prhatian: dapat menyebabkan hepatoksisitas; hati-hati pada gangguan fungsui paru

dan insufiensi kardiak berat, dapat menyebabkan fotosnsitivitas pada matahari.

Penisilin G. Berperan dengan mengganggu pembentukan polipeptida dinding otot selama

multiplikasi aktif, menghasilkan aktivitas bakterisidal terhadap mikroorganisme yang rentan.

Diperlukan terapi selama 10-14 hari. Dosis besar penicillin IV dapat menyebabkan anemia

hemolitik, dan neuro toksisitas. Henti jantung telah dilaporkan pada pasien yang mndapatkan

dosis masif penisilin G. 1

Dosis dewasa: 10-24 juta unit/hari IV

Dosis pediatric: 100.000 – 250.000 unit/kg/hari IV terbagi dalam dosis 4 kali sehari

Kontraindikasi: hipersensitivitas

Kehamilan: criteria B- biasanya aman, tapi dipergunakan apabila manfaatnya

melebihi resiko yang mungkin terjadi

Perhatian: hari-hati pada gangguan fungsi ginjal

Metronidazol. Berguna untuk melawan bakteri anaerob dan protozoa. Dapat diabsorpsi kke

dalam sel dan senyawa termetabolisme sebagian yang terbentuk mengikat DNA dan

menghambat sintesis protein, yang menyebabkan kematian sel. Direkomendasikan terapi

selama 10-14 hari. Bbrapa ahli merekomendasikan metronidazol sebagai antibiotika sebagai

antibiotika pada terapi tetanus karena penicillin G juga merupakan agonis GABA yang dapat

memperkuat efek toksin. 1

Dosis dewasa: 500 mg per oral tiap 6 jam atau 1 g IV tiap 12 jam, tidak lebih dari

4g/hari

Dosis pediatric: 15-30/kg BB/ hari IV terbagi tip 8-12 jam tidak lebih dari 2 g/hari

Kontraindikasi: hipersensitivitas, trimester pertama kehamilan

Kehamilan: criteria B- biasanya aman, tapi dipergunakan apabila manfaatnya

melebihi resiko yang mungkin terjadi

Perhatian: penyesuaian dosis pada penyakit hati, pemantauan kejang dan neuropati

perifer

Page 18: Tetanus

6

Doksisilin. Menghambat sintesis potein da pertumbuhan baktri pada pengikatan sub unit 30s

atu 50s ribosomal dri bakteri yang rentan. Direkomndasikan terapi 10-14 hari. 1

Dosis dewasa: 100 mg per oral/IV tiap 12 jam

Dosis pediatric: tidak direkomendasikan pada anak umur dibawah 8 tahun. Pada anak

dngan berat dibawah 5 kg 4,4 mg/kg/oral/IV dosis terbagi. Pada anak yang beratnya

diatas 45 kg sama dengan dosis dewasa.

Kontraindikasi: hipersensitivitas, disfungsi hati berat

Interaksi: bioavailabilitas menurun dengan antasida yang mengandung alumunium,

kalsium, besi, atau subsalisilat bismuth, tetrasiklin dapat meningkatkan efek

hipoprotombogenik dari antikoagulan.

Kehamilan: criteria D- tidak aman dipergunakan pada kehamilan

Perhatian: fotosensitivitas dapat terjadi pada paparan jangka lama terhadap sinar

matahari, dosis hendaknya dikurangi pada gangguan ginjal, perlu dipertimbangkan

untuk mmriksa kadar obat dalam serum untuk pemakaian jangka panjang.

Penggunaan pada masa pembentukan gigi dapat mengubah warna gigi secara

permanen.

Vekuronium. Merupakan agen pemblokade neuromuscular prototipik yng menyebabkan

trjadinya paralisis muskuler. Bayi bersifat lebih bersifat sensitive pada aktivitas blockade

neuromuscular, sehingga pada dosis yang sama, pmulihan terjadi lebih lambat pada 50%

kasus. Tidak direkomendasikan pada neonatus. 1

Dosis dewasa: 1 mg/kg IV, dapat dikurngi menjadi 0,05 mg/kg apabila sudah

diterapi dengan suksinilkolin.

Dosis pediatric: 1 mg/kg/dosis diikuti dengan dosis pemeliharaan 0,1 mg/kg tiap 1

jam pada anak umur diatas 10 tahun sama saja dengan orang dewasa.

Kontraindikasi: hipersensitivitas, miastenia gravis, dan sindrom yang berkaitan.

Interaksi: feknya menjadi lebih lama jika digunakan bersamaan dengan anestesi

inhalasi. Gagal hati, gagal ginjal dan pengunaan stroid dapat menyebabkan blockade

berkepanjangan meskipun obatnya telah distop

Kehamilan: kriteria C

Perhatian: pada penderita miastenia gravis atau sindroma miastenik, dosis kecil

dapat memberikan efek yang kuat.

Pencegahan

Page 19: Tetanus

6

Imunisasi aktif

Imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan tindakan pencegahan paling efektif

dalam praktek. Walaupun demikian, tetanus dapat terjadi pda individu yang telah diimunisasi,

diperkirakan mencapai 4 dari 100 juta individu imunokompeten. Mekanisme terjadi gagalnya

imunisasi belum jelas. Beberapa teori mencakup beban toksin yang melebihi kemampuan

pertahanan imunitas pasien, variabilitas antigenic antara toksin dan toksoid serta supresi

selektif dari respon imun. Semua individu dewasa yang imun secara parsial atau tidak sama

skali hendaknya mendapat vaksin tetanus. Serial vaksinasi untuk dewasa teriri atas tiga dosis:

dosis pertama dan kedua diberikan dengan jarak 4-8 minggu dan dosis ketiga diberikan 8-12

bulan stelah dosis pertama. Dosis ulangan dapat diberikan setiap 10 tahun sekali, namun

pembrian vaksin lebih dari 5 kali tidak diperlukan. 1

Penatalaksanaan Luka

Penatalaksanaan luka yang baik membutuhkan pertimbangan akan perlunya:

1) Imunisasi pasif dengan TIG. Dosis TIG sebagai imunisasi pasif pada individu dengan

luka derajat sedang adalah 250 unit intramuskuler yang menghasilkan kadar antibodi

serum protektif paling sedikit 4-6 minggu; dosis yang tepat untuk TAT suatu produk

yang berasal dari kuda adalah 3000-6000 unit. 1

2) Imunisasi aktif dengan vaksin, terutama Td untuk individu usia di atas 7 tahun. 1

Tetanus neonatorum

Penatalaksanaan yang dimaksudkan untuk mencegah tetanus neonatorum mencakup

vaksinasi maternal, bahkan selama kehamilan; upaya untuk meningkatkan proporsi kelahiran

yang dilakukan oleh rumah sakit dan pelatihan penolong kelahiran non-medis. 1

Prognosis

Penerapan metode untuk monitoring dan oksigentasi suportif telah secara nyata

memperbaiki prognosis tetanus. Trujilo dkk melaporkan penurunan mortalitas 44% ke 15%

setelah adanya penatalaksanaannya di Negara yang sedang berkembang tanpa fasilitas untuk

perawatan intensif jangka panjang dan bantuan ventilasi, kematian yang disebabkan tetanus

berat mencapai lebih dari 50%. Dengan obstruksi jalan napas, gagal napas, dan gagal ginjal

yang merupakan penyebab utama. Perawatan intensif modern hendaknya dapat mencegah

kematian akibat gagal nafas akut, tetapi sebagai akibatnya, pada kasus yang berat, gangguan

Page 20: Tetanus

6

otonomik menjadi lebih nampak. Trujilo dkk melaporkan bahwa 40% kematian setelah

adanya perawatan intensif adalah akibat henti jantung mendadak dan 15% akibat komplikasi

respirasi. Sebelum adanya ICU, 80% kematian terjadi karena gagal napas akut. Mortalitas

bervariasi berdasarkan usia pasien. Prognosis buruk pada usia tua, pada neonatus dan pasien

dengan masa inkubasi pendek. Di USA mortalitas pasien dewasa dibawah 30 tahun hampir

nol, tetapi pada pasien diatas 60 tahun mencapai 52%. di Afrika mortalitas pada tetanus

nonatorum tanpa ventilasi buatan mencapai 79% pada 1991. Dengan ketersediaan ventilasi

buatan mortalitasnya dapat serendah 11%. Mortalitas dan prognosis juga tergantung pada

status vaksinasi sebelumnya. 1

Tetanus yang berat umumnya mmbutuhkan perawatan ICU sampai 3-5 minggu,

pasien mungkin membutuhkan bantuan ventilasi jangka panjang. Tonus yang meningkat dan

spasme minor dapat terjadi hingga berbulan-bulan, namun pemulihan diharapkan sempurna,

kembali ke fungsi normalnya. Sering juga ditemui menetapnya problem fisik dan psikologis. 1

Kesimpulan

Tetanus diakibatkan oleh bakteri basil gram positif, berspora, obligat anaerob,

Clostridium tetani. Yang menghasilkan toxin yang dapat menyebabkan gejala penyakit

tetanus. Tetanus dikarakteristikan dengan kekakuan umum dan kejang kompulsif pada otot-

otot rangka. Kekakuan otot biasanya dimulai pada rahang dan leher, rigiditas, spasme dan

kemudian menjadi umum. Penyakit ini merupakan penyakit yang serius namun dapat dicegah

kejadiannya pada manusia. Tetanus merupakan salah satu penyakit yang jika tidak segera

diobati akan menyebabkan kematian. Luka dapat berukuran besar atau kecil. Tetanus juga

dapat terjadi melalui luka- luka yang kecil. Pengobatan dapat diberikan dengan penggunakan

obat diazepam untuk melemaskan otot, pemberian serum Globulin Imun Tetanus (GIT) dan

equine antitoxin. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif maupun

pasif.

Hipotesis yang dibuat dapat diterima.

Page 21: Tetanus

6

Daftar Pustaka

1. Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata S K, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jilid III. Edisi k-V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2911-30

2. Anthony S. Fauci, Eugene Braunwald, Dennis L. Kasper, Stephen L. Hauser, Dan L.

Longo, J. Larry Jameson, and et al. Harrison’s principles of internal medicine

18th Edition. New York: McGraw Hill; 2011.p.1197-200

3. Santoso M. Pemeriksaan fisik dan diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan

Diabetes Indonesia; 2004.h.2-14

4. Mutaqin A. Pengantar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem persarafan.

Jakarta: Salemba Medika. 2008; h.118-121

5. Muliawan S Y. Bakteri anaerob yang erat kaitannya dengan problem klinik: diagnosis

dan penatalaksanaan. Jakarta: EGC: 2009.h.44-5

6. Syahrurachman A, Chatim A, Soebandrio A W K, Karuniawati A, Santoso A U S,

Harun B M H. Buku ajar mikrobiologi kedokteran. Edisi revisi. Tanggerang: Bina

Rupa Aksara publisher; 2010.h.152-3