TABLOID INSTITUT EDISI 34

16
Sempat tak dijagokan, Dede Rosyada berhasil menepis keraguan publik UIN Jakarta. Kemunduran Bahtiar Effendy ditengarai menjadi faktor kemenangan Dede. Selasa, 14 Oktober lalu nampaknya menjadi hari bersejarah bagi Dede Rosya- da. Bagaimana tidak, Direk- tur Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) itu dipastikan men- jadi pengganti Komarud- din Hidayat sebagai orang nomor satu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Kepas- tian itu didapat, pasca Dede meraup suara terbanyak da- lam pemilihan rektor (pilrek) UIN Jakarta pada Selasa (14/10). Dalam pemilihan tertutup yang digelar di ruang Di- orama itu, Dede yang bersa- ing de- ngan dua nama lain—Amin Suma (eks Dekan Fakultas Syariah dan Hukum) dan Jamhari (Wakil Rektor IV Bidang Pengembangan Lembaga)—berhasil mengantongi 43 suara dari total 92 suara anggota senat. Sementara Amin dan Jamhari, masing-masing mengan- tongi 11 dan 38 suara. Mulanya, Dede Rosyada diprediksi bakal menemui jalan terjal lantaran nama Bahtiar Effendy—yang dinilai lebih populer—dikabarkan menjadi lawannya di pilrek. Namun, kabar itu pupus setelah nama Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Potitk (FISIP) itu tak terdaftar sebagai salah satu kontestan pilrek. “Nah, posisi ini yang sebenarnya menguntungkan Pak Dede,” kata salah satu tim pemena- ngan Dede di pilrek, Yusron Razak, Jumat (7/11). Menurut Yusron, ada tiga faktor uta- ma yang mengantarkan Dede keluar sebagai rektor terpilih. Selain kare- na mundurnya Bahtiar, menurutnya, pengalaman Dede sebagai Direktur Diktis, juga menjadi alasan kuat eks Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Ilmu Keguruan itu memenangi pilrek. Faktor lain, kata Yusron, sosok Dede lebih diterima oleh mayoritas anggota senat UIN Jakarta karena dinilai lebih akomodatif dan menerima perbe- daan. Sementara Jamhari, lanjut Yusron, dipandang muda dan masih memiliki kesempatan. Soal Amin, dosen Pro- gram Studi Sosiologi itu menilai, perolehan suara yang terlalu sedikit mengganjal langkah Amin menjadi rektor UIN. Menanggapi kemenangan Dede, Amin dan Jamhari belum bersedia dimintai keterangan. Saat di- hubungi melalui pesan singkat, Amin mengaku belum ada waktu untuk diwawancara. Sementara Jamhari masih enggan untuk berkomentar. “Saya kira cukup sama Pak Dede saja,” katanya saat ditemui di ruangannya, Kamis (13/11). Seperti diketahui, sebelum terpilih men- jadi rektor, Dede sempat menjabat dekan FITK selama ham- pir dua periode (2005-2011) hingga akhirnya hijrah ke Kementerian Agama. Oleh Menteri Agama (Me- nag), peraih gelar doktor di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta itu diminta memimpin Diktis. Sebelumnya, atas permintaan Menag, Dede juga sem- pat menjadi rektor sementara di IAIN Jambi pada Maret sampai Oktober 2011. Kini, setelah mengepalai Diktis se- lama tiga tahun, Dede akan kembali ke UIN Jakarta dengan posisi yang berbeda. Bapak tiga anak ini bakal memimpin UIN Jakarta hingga 2019 mendatang. Menurut Yusron, niat Dede menjadi orang nomor satu di UIN Jakarta su- dah ada sejak pilrek 2010. Namun, beberapa orang di internal Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)—organisasi Dede selama menjadi mahasiswa— tak memberinya restu untuk bersaing dengan Komaruddin Hidayat, Amin Suma, dan Abuddin Nata yang kala itu menjadi kontestan pilrek. “Di ka- langan HMI terjadi semacam penola- kan pada pak Dede untuk maju,” ucap Yusron. Namun, Dede menampik kabar mengenai dirinya yang berniat men- calonkan diri menjadi rektor sejak 2010 silam. Dede mengaku, saat itu dirinya tengah mengikuti pelati- han Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) selama delapan bulan dari Februari sampai Oktober. “Jadi, tidak benar itu,” tandas Dede saat dimintai keterangan lewat pesan sing- kat, Minggu (16/11). Saat pilrek kemarin, primordial- isme dan kemitraan sesama organi- sasi ekstra (oreks) menjadi isu santer di kalangan rektorat UIN Jakarta. Kabar ini juga diamini oleh salah satu anggota senat universitas, Oman Fathurrahman. “Sampai sekarang, saya mendengar kabar itu memang kental,” ujarnya kepada INSTITUT, Selasa (16/9). Namun, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora ini menolak jika kabar mengenai kuatnya primordialisme maupun kemitraan oreks menjadi penyebab nepotisme di kalangan rek- torat. Menurut Oman, terpilihnya be- berapa orang menjadi rektor ataupun posisi lainnya di kampus hanya kebe- Bersambung ke hal. 15 kol. 2 Thohirin Edisi XXXIV / November 2014 Email: [email protected] / [email protected] Telepon Redaksi: 085694801232 Terbit 16 Halaman lpminstut @lpminstut www.lpminstut.com LAPORAN UTAMA Statuta Baru Picu Rektor Berndak Otoriter Hal: 2 LAPORAN KHUSUS Gara-gara SK Baru, HMJ Ulangi Pemilihan Hal: 3 WAWANCARA Dede Rosyada: UIN Jakarta Harus Go Internaonal Hal: 12 Pemenang yang Tak Dijagokan

description

 

Transcript of TABLOID INSTITUT EDISI 34

Page 1: TABLOID INSTITUT EDISI 34

Sempat tak dijagokan, Dede Rosyada berhasil menepis keraguan publik UIN Jakarta. Kemunduran Bahtiar Effendy ditengarai menjadi faktor kemenangan Dede.

Selasa, 14 Oktober lalu nampaknya menjadi hari bersejarah bagi Dede Rosya-da. Bagaimana tidak, Direk-tur Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) itu dipastikan men-

jadi pengganti Komarud-din Hidayat sebagai orang

nomor satu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatu l lah Jakarta. Kepas-

tian itu didapat, pasca Dede meraup suara terbanyak da-

lam pemilihan rektor (pilrek)

UIN Jakarta pada Selasa (14/10).

Dalam pemilihan tertutup yang

digelar di ruang Di-orama itu, Dede yang

b e r s a -ing de-n g a n d u a

nama lain—Amin Suma (eks Dekan Fakultas Syariah dan Hukum) dan Jamhari (Wakil Rektor IV Bidang Pengembangan Lembaga)—berhasil mengantongi 43 suara dari total 92 suara anggota senat. Sementara Amin dan Jamhari, masing-masing mengan-tongi 11 dan 38 suara.Mulanya, Dede Rosyada diprediksi

bakal menemui jalan terjal lantaran nama Bahtiar Effendy—yang dinilai lebih populer—dikabarkan menjadi lawannya di pilrek. Namun, kabar itu pupus setelah nama Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Potitk (FISIP) itu tak terdaftar sebagai salah satu kontestan pilrek. “Nah, posisi ini yang sebenarnya menguntungkan Pak Dede,” kata salah satu tim pemena-ngan Dede di pilrek, Yusron Razak, Jumat (7/11).Menurut Yusron, ada tiga faktor uta-

ma yang mengantarkan Dede keluar sebagai rektor terpilih. Selain kare-na mundurnya Bahtiar, menurutnya, pengalaman Dede sebagai Direktur Diktis, juga menjadi alasan kuat eks Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Ilmu Keguruan itu memenangi pilrek. Faktor lain, kata Yusron, sosok Dede lebih diterima oleh mayoritas anggota senat UIN Jakarta karena dinilai lebih akomodatif dan menerima perbe-daan. Sementara Jamhari, lanjut Yusron,

dipandang muda dan masih memiliki kesempatan. Soal Amin, dosen Pro-

gram Studi Sosiologi itu menilai, perolehan suara yang terlalu sedikit mengganjal langkah Amin menjadi rektor UIN. Menanggapi kemenangan Dede, Amin dan Jamhari belum bersedia

dimintai keterangan. Saat di-hubungi melalui pesan singkat,

Amin mengaku belum ada waktu untuk diwawancara. Sementara Jamhari masih enggan untuk berkomentar. “Saya kira cukup sama Pak Dede saja,” katanya saat

ditemui di ruangannya, Kamis (13/11).

Seperti diketahui, sebelum terpilih men-

jadi rektor, Dede sempat menjabat

dekan FITK s e l a m a

h a m -

pir dua periode (2005-2011) hingga akhirnya hijrah ke Kementerian Agama. Oleh Menteri Agama (Me-nag), peraih gelar doktor di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta itu diminta memimpin Diktis. Sebelumnya, atas permintaan Menag, Dede juga sem-pat menjadi rektor sementara di IAIN Jambi pada Maret sampai Oktober 2011.Kini, setelah mengepalai Diktis se-

lama tiga tahun, Dede akan kembali ke UIN Jakarta dengan posisi yang berbeda. Bapak tiga anak ini bakal memimpin UIN Jakarta hingga 2019 mendatang. Menurut Yusron, niat Dede menjadi

orang nomor satu di UIN Jakarta su-dah ada sejak pilrek 2010. Namun, beberapa orang di internal Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)—organisasi Dede selama menjadi mahasiswa—tak memberinya restu untuk bersaing dengan Komaruddin Hidayat, Amin Suma, dan Abuddin Nata yang kala itu menjadi kontestan pilrek. “Di ka-langan HMI terjadi semacam penola-kan pada pak Dede untuk maju,” ucap Yusron.Namun, Dede menampik kabar

mengenai dirinya yang berniat men-calonkan diri menjadi rektor sejak 2010 silam. Dede mengaku, saat itu dirinya tengah mengikuti pelati-han Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) selama delapan bulan dari Februari sampai Oktober. “Jadi, tidak benar itu,” tandas Dede saat dimintai keterangan lewat pesan sing-kat, Minggu (16/11).Saat pilrek kemarin, primordial-

isme dan kemitraan sesama organi-sasi ekstra (oreks) menjadi isu santer di kalangan rektorat UIN Jakarta. Kabar ini juga diamini oleh salah satu anggota senat universitas, Oman Fathurrahman. “Sampai sekarang, saya mendengar kabar itu memang kental,” ujarnya kepada INSTITUT, Selasa (16/9).Namun, Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora ini menolak jika kabar mengenai kuatnya primordialisme maupun kemitraan oreks menjadi penyebab nepotisme di kalangan rek-torat. Menurut Oman, terpilihnya be-berapa orang menjadi rektor ataupun posisi lainnya di kampus hanya kebe-

Bersambung ke hal. 15 kol. 2

Thohirin

Edisi XXXIV / November 2014 Email: [email protected] / [email protected] Telepon Redaksi: 085694801232

Terbit 16 Halaman lpminstitut @lpminstitut www.lpminstitut.com

LAPORAN UTAMAStatuta Baru Picu RektorBertindak Otoriter

Hal: 2

LAPORAN KHUSUSGara-gara SK Baru,HMJ Ulangi Pemilihan

Hal: 3

WAWANCARADede Rosyada:UIN Jakarta Harus Go International

Hal: 12

PemenangyangTakDijagokan

Page 2: TABLOID INSTITUT EDISI 34

LAPORAN UTAMA Edisi XXXIV / November 2014 2

Koordinatur Liputan: Erika Hidayanti Reporter: Abdurrohim Al Ayubi, Adea Fitriana, Adi Nugroho, Ahmad Sayid Muarief, Anastasia Tovita, Azizah Nida Ilyas, Dewi Maryam, Erika Hidayanti, Gita Juniarti, Gita Nawangsari Estika Putri, Karlia Zainul, Maulia Nurul Hakim, Muawwan Daelami, Nur Hamidah, Nurlaela, Nur Azizah, Selamet Widodo, Siti Ulfah Nurjanah, Syah Rizal, Thohirin Fotografer & Editor: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Erika Hidayanti, Syah Rizal Karikaturis & Ilustrator: Nur Hamidah, Syah Rizal, Maulia Nurul Editor Bahasa: Maulia Nurul, Nur Hamidah, Thohirin

Alamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307, Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan 15419. Telp: 0856-948-01232Web: www.lpminstitut.com Email: [email protected]

Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apa pun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.______

Pemimpin Umum: Selamet Widodo | Sekretaris Umum: Gita Juniarti | Bendahara Umum: Dewi Maryam | Pemimpin Redaksi: Muawwan Daelami | Redaktur Cetak: GitaNawangsari E.P | Redaktur Online: Adea Fitriana | Web Master: Abdurrohim Al Ayyubi | Pemimpin Perusahaan: Azizah Nida Ilyas | Iklan & Marketing: Nur Azizah & AhmadSayid Muarief | Sirkulasi & Promosi: Nurlaela | Pemimpin Litbang: Karlia Zainul | Pendidikan: Siti Ulfah Nurjanah | Riset & Dokumentasi: Anastasia Tovita & Adi Nugroho

Salam Redaksi

Selama bertahun-tahun, perangkat pembantu rektor yang terdiri dari wakil rektor, dekan, dan wakil dekan dipilih oleh senat universitas. Kini, jabatan-jabatan tersebut akan dipilih langsung oleh rektor. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (Permenag) No. 17 Tahun 2014 tentang Statuta UIN Syarif Hidayatullah Ja-karta yang menyatakan perangkat pembantu rektor diangkat dan diberhentikan oleh rektor.

Kepala Sub-Direktorat (Kasubdit) Kelembagaan Diktis, Mastuki, me-ngatakan perubahan statuta terjadi karena ada peraturan baru. Seba-gaimana yang tertera dalam Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi dan Pera-turan Pemerintah (PP) No. 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Per-guruan Tinggi dan Pengelolaan Per-guruan Tinggi.Ia menjelaskan, dalam PP No. 4 Ta-

hun 2014, senat universitas memiliki fungsi penetapan dan pertimbangan pelaksanaan kebijakan akademik. Hal inilah yang menurutnya menjadi penyebab tak dilibatkannya senat da-lam pemilihan perangkat rektor.Peraturan itu dibuat, kata Mastuki,

untuk mengembalikan fungsi senat di bidang akademik yang diabaikan. Karena menurutnya, selama ini senat hanya sibuk mengurus hal-hal yang bersifat politis, seperti pemilihan rektor. “Peraturan ini dibuat untuk memperjelas posisi senat,” tuturnya, Selasa (11/11).Mastuki menambahkan, pemilihan

Sumber Daya Manusia (SDM) se-perti perangkat rektor, sepenuhnya kewenangan rektor. Selain itu, pe-rencanaan pembangunan di luar bi-dang akademik yang ingin dilakukan rektor pun tak perlu atas persetujuan senat. “Selain masalah akademik, senat tidak perlu ikut campur,” ka-tanya.Lebih lagi, kata Mastuki, permain-

an politik rentan terjadi ketika senat memilih perangkat rektor. Menurut-nya, jika tidak dekat dengan anggota senat maka akan sulit untuk men-jadi calon rektor atau perangkatnya. “Kampus malah jadi civitas politika bukan civitas akademika,” katanya.Sementara itu, Wakil Rektor (Warek)

II Bidang Adminstrasi Umum, Am-sal Bakhtiar, berpendapat lain. Ia mengatakan, sistem pemilihan lang-sung oleh rektor justru menyebabkan permainan politik rentan terjadi. “Bisa saja rektor hanya memilih orang-orang terdekatnya,” tutur Am-sal, Selasa (11/11).Bagi Amsal, pemilihan perang-

kat rektor melalui senat akan lebih demokratis. Apalagi, saat ini banyak isu mengenai kepentingan kelompok tertentu di UIN Jakarta. “Bahayanya, kalau rektor otoriter, dia hanya akan memilih pendukungnya. Jika pilihan-nya bagus sih enggak apa-apa, tapi kalau salah pilih bisa menurunkan kualitas UIN Jakarta,” paparnya. Mastuki pun menyadari kecen-

derungan rektor bersikap otoriter

Assalamualaikum Wr. Wb

Salam sejahtera bagi kita semua.

Pembaca budiman, di tangan pembaca kini kami hadirkan kembali Tabloid INSTITUT untuk pem-baca sekalian nikmati. Setelah proses peliputan yang panjang, kami harapkan tabloid ini mampu memenuhi hasrat keingintahuan pembaca sekalian.Dengan kesibukan pembaca sekalian, semoga tab-

loid ini masih memiliki tempat bagi Anda untuk dapat dibaca serta diserap segala informasi di da-lamnya. Pada edisi kali ini, dengan pertarungan di-alektika dalam rapat redaksi, kami mencoba meng-hadirkan berbagai informasi. Dalam tabloid edisi 34 ini, menarik bagi kami

untuk mengawal jalannya pemilihan rektor. Dari itu, pada rubrik laporan utama, kami ulas menge-nai pemilihan rektor bulan lalu. Pemilihan rektor yang tertutup itu pastinya tak dapat didatangi oleh sembarang orang. Agar pembaca budiman dapat mengetahui hasil dari pemilihan rektor tersebut, di halaman muka tabloid ini kami mengulas kembali proses pemilihannya.Selain informasi pemilihan rektor, kami pun me-

muat informasi mengenai pemberhentian sementara dua mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poli-tik. Pemberhentian sementara tersebut dinilai ka-rena pelanggaran kode etik mahasiswa. Lebih leng-kapnya dapat dibaca pada rubrik laporan khusus.Selain berita-berita di atas, sebagai hiburan dan

melengkapi pengetahuan budaya pembaca sekalian, kami menghadirkan ulasan mengenai tarian Pa Gel-lu yang berasal dari tanah Toraja. Tak luput kami juga memuat tulisan kawan-kawan mahasiswa yang memiliki opini untuk kampus.Dalam peliputan tabloid ini, tentunya reporter-

reporter kami masih menemukan masalah dan ke-sulitan. Namun, kesulitan itu tidak membuat kami berhenti untuk menyajikan tabloid ini di hadapan pembaca sekalian.Tabloid ini adalah bentuk kerja kami sebagai

sebuah lembaga pers di kampus. Juga, sebagai sa-rana pendekatan kami terhadap pembaca sekalian. Semoga sajian kami ini bermanfaat, selamat mem-baca.

akan lebih besar. Namun hal itu, kata Mastuki, dapat diatasi oleh panitia yang membantu rektor dalam proses pemilihan. “Rektor akan membentuk panitia pemilihan perangkat rektor, kalau pun mau meminta pendapat senat boleh-boleh saja,” jelasnya.Sehubungan dengan itu, Rektor UIN

Jakarta terpilih, Dede Rosyada meng-ungkapkan belum berpikir terlalu jauh tentang pemilihan perangkat rektor. Ia akan tetap meminta pendapat para petinggi kampus terkait hal itu.Tak hanya itu, Dede juga tidak akan

begitu saja memberhentikan dekan

yang sekarang sedang menjabat. “Jika dekan yang menjabat sekarang masih memenuhi persyaratan, ya bisa saja masa jabatannya dilanjutkan,” ujarnya, Kamis (5/11).Menanggapi hal itu, Dekan Fakultas

Adab dan Humaniora (FAH), Oman Fatturahman, mengatakan jika menye-suaikan masa jabatan rektor, kemung-kinan dekan yang menjabat sekarang bisa diberhentikan. “Kalau rektornya semena-mena ditambah tidak ada pengawalan dari senat, secara statuta, rektor bisa melakukan itu,” tuturnya, Rabu (8/10).

Erika Hidayanti

Statuta Baru Picu RektorBertindak Otoriter

Dok. Institut

KIRIMSURAT TERBUKA

UNTUKREKTOR TERPILIH

Silakan sampaikan gagasan, kritik, dan saranAnda untuk UIN Jakarta yang lebih baik

Kirim Email Anda ke:[email protected]

Tulisan yang masuk akan diterbitkan di www.lpminstitut.com

Page 3: TABLOID INSTITUT EDISI 34

LAPORAN KHUSUSEdisi XXXIV / Oktober 20143

Dalam Buku Saku Panduan Kode Etik Mahasiswa mengenai Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemberian Sanksi Kode Etik, ada delapan tahapan yang harus dilewati sebelum vonis dijatuhkan pada pelanggar kode etik. Namun, hal berbeda dirasakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Habibi Fahmi dan Imam Fitra, akhir September lalu. Mereka menilai, Surat Keputusan (SK) skors dari dekanat terkesan sepihak dan tak prosedural.

“Pemilihan Umum Mahasiswa diadakan satu tahun sekali dan dilaksanakan secara serentak.” Itulah Pasal 15, Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta No: UN.01/R/HK. 00.5/548/2014. Aturan itu pun memaksa beberapa Organisasi Kemahasiswaan (OK) jurusan mengulangi pemilihan.

Dalam SK nomor 17 tahun 2014 tentang pemberian sanksi atas pelang-garan kode etik mahasiswa, Habibi Fahmi dijatuhi skors selama dua se-mester karena dinilai melanggar pasal 23 Kode Etik Mahasiswa tentang tin-dak pemalsuan. Sedangkan Imam, melanggar pasal 25 tentang tindakan pencemaran nama baik dan dikenai skors selama satu semester. Sebelum nasib nahas itu menimpa

Habibi dan Imam, mereka mengaku saat itu akan mengadakan acara semi-nar mencegah Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) pada masa orientasi ma-hasiswa baru. Namun, karena pihak dekanat memiliki acara yang serupa, ditambah lagi tidak adanya konfirma-si dari pihak pembicara, maka Habibi selaku ketua panitia membatalkan ac-ara tersebut. Namun, satu hari sebelum pelaksan-

aan, pihak undangan dari Polri men-ghubungi Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim, dan meminta konfirma-si atas acara yang mengatasnamakan BEM FISIP itu. Sedari awal, Sudar-noto yang mengaku tidak mengetahui acara tersebut lantas meminta maaf kepada Polri. Tidak lama kemudian, ia memanggil Habibi dan Imam serta melaporkannya pada pihak dekan FI-SIP.Menurut Habibi, setelah menghadap

Sudarnoto, keduanya diberi waktu untuk mengajukan pembelaan. Tak menunggu lama, Habibi segera me-nyampaikan surat keberatan pada pihak dekanat, namun belum ada res-pons sampai akhirnya SK skors tu-

Begitu juga yang dikatakan Amzar Fadliatma, Wakil Ketua Senat Maha-siswa Universitas (SEMA-U) tentang pemilihan ketua dan wakil ketua Him-punan Mahasiswa Jurusan (HMJ)/Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS), Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (DEMA-F), De-wan Eksekutif Mahasiswa Univer-sitas (DEMA-U), Senat Mahasiswa Fakultas (SEMA-F), dan SEMA-U diadakan serentak pada 25 November mendatang. Namun, beberapa OK ju-rusan telah menyelenggarakan pemili-han lebih dulu.“Pemilihan Umum Raya (Pemira)

yang serentak bertujuan agar seluruh periode kepengurusan berlangsung bersama-sama demi mengikuti tahun periode keuangan,” kata Amzar yang juga mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) itu, Jumat (30/10). Menurut ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hilman A. Hakim, terkait dengan pemilihan dini, hasil

pemilihan tersebut tidak akan diteri-ma di KPU pusat. Salah satu OK yang telah melakukan

pemilihan adalah HMJ Bahasa dan Sastra Inggris (HMJ BSI). Ayif Am-rullah, ketua HMJ BSI yang baru saja dilantik pada Juni lalu menyayangkan sosialisasi mengenai aturan pergantian kepengurusan OK yang tergolong lambat. Sedangkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) OK baru saja disahkan pada September lalu. Padahal, kongres su-dah dilaksanakan sejak bulan April.Mengacu pada AD/ART jurusan,

HMJ BSI melakukan regenerasi kepengurusan pada Agustus lalu. Saat itu, mereka menyangka aturan SEMA-U mengharuskan kepengu-rusan HMJ dipegang oleh semester tiga. “Maka, agar sempat merasakan kepengurusan, mahasiswa semester 5 maju di HMJ walaupun hanya menja-bat hanya beberapa bulan saja,” kata Ayif, Jumat (7/11).

Ia mengatakan, namanya memang belum diakui sebagai pengurus HMJ di struktur DEMA-F maupun DEMA-U. Sejak ia dilantik, ia hanya bertugas sebagai ketua pelaksana di lapangan. Sedangkan, dalam tatanan birokrasi, HMJ BSI masih menggunakan nama seniornya. Meski begitu, HMJ BSI akan tetap mengikuti pemira serentak. Enam dari tujuh jurusan di Fakultas

Sains dan Teknologi (FST) juga telah menyelenggarakan pemira dini. De-ngan mengacu pada AD/ART masing-masing jurusan, mereka melakukan pemilihan dengan metode tersendiri. Nur Ikhsan Yusuf, ketua DEMA FST mengatakan, aturan SEMA-U yang baru ini berbeda dengan AD/ART OK jurusan.Dalam melakukan pemilihan, ju-

rusan tersebut terbiasa melakukan musyawarah untuk menghasilkan ke-tua baru. Terkait dengan jurusan yang sudah melakukan pemilihan, lanjut-nya, saat itu memang belum ada me-

kanisme yang jelas dari pusat. Meski begitu, jurusan-jurusan tersebut akan tetap mengikuti pemira. “Ketua yang telah terpilih akan dinaikkan kembali. Jika hasilnya tidak sesuai, mereka akan melakukan musyawarah,” katanya, Ju-mat (14/11).Walapun begitu, Nur Ikhsan sepakat

dengan pengangkatan yang serentak demi OK UIN yang lebih baik. Himpu-nan mahasiswa akan lebih terkoordina-si dengan pusat. “Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya,” tambahnya. Ahmad Akmaludin, ketua HMJ

Teknik Informatika yang baru saja dilantik pada Oktober lalu menga-takan, himpunannya terbiasa melaku-kan pemilihan ketua dengan cara

musyawarah dan voting oleh anggota aktif HMJ. Ia mengaku, saat dilantik, dirinya

tidak mengetahui adanya pemira se-rentak yang akan dilaksanakan SE-MA-U. Di pemira serentak nanti, ia telah mendaftarkan dirinya kembali menjadi calon ketua HMJ. Wakil Rektor III Bidang Kemaha-

siswaan, Sudarnoto Abdul Hakim pun mengatakan, pemira yang dilakukan serentak merupakan hasil kongres dari mahasiswa perwakilan fakultas dan ju-rusan. Hasil tersebut telah ditetapkan oleh rektor. “AD/ART yang lama di-anggap sudah tidak berlaku. Sekarang berlaku yang terbaru. Itu namanya logi-ka hukum,” katanya, Jumat (14/11).

run. Padahal, Habibi dan Imam baru mengikuti proses pengajuan pembe-laan diri.“Setelah SK turun, saya mulai pela-

jari buku kode etik. Sebelum SK tu-run, ternyata ada tahap wawancara, pengujian bukti-bukti yang bersang-kutan, pengajuan hak pembelaan, dan tahap lainnya,” tutur Habibi, Rabu (12/11). Terkait dugaan pencemaran nama

baik, Imam mengatakan, tidak mera-sa mencemarkan nama UIN. “Justru, saya ingin membersihkan nama UIN yang saat itu disebut sebagai sarang ISIS,” ujarnya, Jumat (14/11).Mengenai tahapan penurunan SK

yang tidak prosedural, ketua BEMJ HI, Khairi Fuadi turut angkat bicara. Ia menyayangkan adanya tahapan yang dilangkahi oleh Dewan Kehor-matan Agung (DKA). “Kalau sudah menjatuhkan hukuman berat tanpa melewati tahapan yang seharusnya, itu namanya bermasalah,” tambah-nya, Jumat (14/11).Ahmad Abrori, selaku Wakil Dekan

III Bidang Kemahasiswaan FISIP me-nyatakan, proses turunnya SK skors untuk Imam dan Habibi terhitung cepat. Setelah ada pemanggilan dari Sudarnoto, ia beserta jajaran dekan langsung melakukan rapat DKA. Se-telah memeriksa data-data yang ada, dua mahasiswa itu dipanggil.Pemanggilan pertama, ujar Abrori,

dilakukan oleh Sudarnoto. “Awalnya kita rapat dengan jurusan, lalu mereka dipanggil. Di saat itulah kita meme-riksa data, seraya menerima pembe-laan yang mereka lakukan,” ungkap-

Maulia Nurul Hakim

Putusan DKA Dinilai Tak Prosedural

Gara-gara SK Baru,HMJ Ulangi Pemilihan

Nur Hamidah

Dok.

Insti

tut

Foto

: Nur

Aziz

ah

Beberapa mahasiswa sedang menggunakan hak pilihnya pada Pemira FIDIKOM, Selasa (27/3) tahun 2013 silam.

nya, Jumat (14/11).Setelah pemanggilan kedua, DKA

kembali menggelar rapat untuk men-jatuhkan vonis hingga turunlah SK. Imam dan Habibi menyerahkan surat keberatan dan telah ditanggapi oleh pihak dekanat. “Namun, keputusan ini sudah bulat, karena berasal dari DKA. Kita hanya mengikuti prose-dur yang sudah ada,” tegasnya.Mengenai hal-hal apa saja yang

dikategorikan masuk dalam sanksi skors, Abrori menjawab dengan tegas bahwa segala sesuatu yang membuat nama UIN menjadi jelek, itu ter-masuk pencemaran nama baik dan mendapat hukuman yang berat. Seharusnya, seperti yang tertera da-

lam SOP, ada delapan prosedur yang harus dilewati. Tahap awal pembe-rian sanksi pada pelanggar berupa pemanggilan terduga, pengujian ter-hadap bukti, pengajuan hak membela diri, pengajuan sanksi, penjatuhan sanksi oleh dekan, lalu pengajuan pembelaan oleh mahasiswa. Setelah beberapa tahapan itu, barulah pihak dekan menerima keberatan maha-siswa dan kemudian putusan akhir dijatuhkan. Menanggapi hal ini, Sudarnoto eng-

gan banyak bicara. Menurutnya, se-mua peraturan mengenai pemberian sanksi telah diatur dalam Buku Kode Etik Mahasiswa. Ia mengharuskan segala keputusan yang dibuat, sesuai dengan kode etik termasuk prosedur pemberian sanksi. “Untuk kasus di dalam fakultas, kami serahkan sep-enuhnya pada pihak dekanat,” jelas-nya, Kamis (14/11).

Page 4: TABLOID INSTITUT EDISI 34

KAMPUSIANA Edisi XXXIV / November 2014 4

Ragam Cara Oreks Tarik Mahasiswa

Ranita Ajak Warga Kurangi Risiko Bencana

Seperti yang dilakukan Muhammad Afif. Untuk mendapatkan kader baru, anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini, gencar melaku-kan pendekatan personal kepada mahasiswa baru. “Kita melakukan pendekatan pada mahasiswa baru de-ngan cara face to face, semisal meng-ajak ngobrol dan nongkrong bareng,” ungkap mahasiswa Konsentrasi Jur-nalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), Senin (10/11). Menurut Afif, mahasiswa baru yang

berasal dari pesantren lebih mudah untuk direkrut. “Kalau ada maha-siswa dari persantren, kita tanya dari pesantren mana, diajak tahlilan, lalu kita tunjukkan kalau PMII juga ada tahlilan. Apalagi kalau bertemu ma-hasiswa yang suka Nadlatul Ulama, lebih mudah diajak,” jelas Afif.Lain Afif lain Ridho Anhar. Maha-

siswa Jurusan Sistem Informasi (SI), Fakultas Sains dan Teknologi itu me-nawarkan pelatihan ke mahasiswa se-suai dengan jurusan masing-masing. Misalnya, dengan memberikan pelati-han coding ke mahasiswa Jurusan SI. “Setelah kedekatan emosional terjalin,

Tujuan acara tersebut untuk mem-peringati Hari Pengurangan Risiko Bencana yang jatuh di setiap bulan Oktober. “Tak hanya memperingati, SEBENTAR juga menjadi wadah pembelajaran bagi masayarakat da-lam mengantisipasi bencana banjir yang sering melanda daerah terse-but,” ujar ketua acara KMPLHK Ra-

nita, Nur Hidayat.Ia menambahkan, akhir Januari ke-

marin, ketika banjir besar melanda Desa Buni Bakti, beberapa warganya terserang penyakit mulai dari diare hingga gatal-gatal. “Warga tidak tahu harus bagaimana jika terjadi bencana, mereka hanya mengandalkan bantu-an dari relawan. Padahal, sebenarnya

mereka juga bisa melakukan antisi-pasi sebelum bencana tiba,” ujar pria yang akrab disapa Bledig itu, Jumat (24/10). Kegiatan di hari pertama dan kedua

acara SEBENTAR, dimulai dengan Diskusi Panel bertajuk Peran Lintas Sektor dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana. Pembicara yang

hadir di antaranya, Bah-rul Alam (Perwakilan Pertamina EP), Andi Suhandi (Dinas Kes-ehatan Bekasi), dan Hi-dayatulloh (Kades Buni Bakti). Saat sesi diskusi, Ketua

RT 16, Marullah Yakul menceritakan kelu-hannya. Menurutnya, salah satu penyebab ter-jadinya banjir di Desa Buni Bakti karena tak ada ruang yang cukup bagi aliran air. Seperti tak adanya tanggul pengatur debit air dan sempitnya sungai yang membuat turunnya air di musim penghujan menjadi tak terkendali.Senada dengan Yakul,

perwakilan pemuda Desa Buni Bakti Lukman

Hakim, menyayangkan sikap peme-rintah dalam menanggulangi ben-cana. Khususnya banjir yang sering melanda daerah tempat tinggalnya. “Seharusnya pemerintah mempunyai program yang jelas dalam menanggu-langi bencana, agar banjir tak menja-di langganan di daerah sini,” jelasnya, Sabtu (25/10).Pada hari ketiga, digelar pasar mu-

rah yang menjual berbagai macam dagangan. Mulai dari pakaian, tas, sepatu, hingga makanan tradisional, dan malam harinya, dilanjutkan de-ngan pesta rakyat yang dimeriahkan oleh Sujiwo Tejo, Imas Tamborin, dan Kong Guntur. Tak hanya itu, UKM Komunitas Musik Mahasiswa (KMM) Ruang Inspirasi Atas Kegeli-sahan (RIAK) dan Justino N’ Friends turut serta memeriahkan acara terse-but.Sujiwo Tejo menyampaikan, jangan

pernah menganggap banjir yang se-ring melanda daerah tersebut sebagai bencana, melainkan sabda alam. “Kar-ena bencana itu ada bukan hanya dari faktor alam, tapi juga karena ulah ma-nusia,” tegasnya, Minggu (26/10).Ia menambahkan, pesta rakyat yang

diselenggarakan oleh KMPLHK Ra-nita sangat sederhana dan berkesan norak. Namun, karena kenorakannya itulah yang membuat inti dari aca-ra

itu sampai ke hati warga di sana. “Saya harap, dengan adanya acara ini, warga lebih welcome lagi dengan mahasiswa-mahasiswa yang berniat membantu,” tutupnya.Sementara itu, dalam sebuah ke-sem-

patan, Bledig menjelaskan, KMPLHK Ranita merupakan salah satu UKM yang bergerak di bidang kemanusiaan dan peduli terhadap lingku-ngan. Ia juga mengajak kepada seluruh maha-siswa UIN untuk bergabung bersama Ranita. “Jika Anda ingin berpartisipa-si, bergabunglah bersama sahabat Ra-nita. Tapi, jika Anda berminat menjadi anggota atau penggiat lingkungan dan kemanusiaan, ikutilah Training Dasar (Tradas),” katanya. Sahabat Ranita terbuka untuk indi-

vidu atau organisasi yang peduli ter-hadap lingkungan dan kemanusiaan. Sedangkan bagi mahasiswa yang ber-minat menjadi anggota, Ranita tengah mengadakan open recruitment bagi ma-hasiswa semester satu dan tiga dari 17 November – 19 Desember 2014.Untuk kegiatan Tradas akan dilaksa-

nakan pada 20 Desember 2014 menda-tang. Info lebih lanjut, mahasiswa bisa menghubungi 08567727876 (Berpa), 087808644121 (Lina). Atau juga bisa mengikuti Twitter @ranita_uin, dan Facebook KMPLHK Ranita, serta kun-jungi www.ranita.org.

barulah di sela-sela pelatihan, maha-siswa diberikan pemahaman tentang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Metode seperti itu terbilang efektif,” jelasnya, Selasa (11/11).Tak jauh berbeda dengan Ridho,

Arif Darmawan anggota Ikatan Ma-hasiswa Muhammadiyah (IMM) juga melakukan pendekatan melalui pelati-han. Pelatihan yang dibuat seperti pelatihan pembuatan makalah. “Usai pelatihan, kita akan menghubungi mereka agar ikut pelatihan lebih in-tens lagi. Dari pelatihan itu kami bisa memancing psikologis mahasiswa un-tuk lebih tahu tentang IMM,” ujar ma-hasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Jumat (13/11). Aditya Dwi Prayudi, salah satu ma-

hasiswa baru Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum me-ngaku pernah menjadi sasaran salah satu oreks—HMI. Ia kerap didekati secara personal, mulai dari diajak ngo-pi bareng, futsal, sampai kajian. “Tapi saya tidak ikut bergabung dengan HMI karena saya malas ikut oreks,” ujar Adit, Jumat (7/11).

Hal yang sama juga dialami Mu-hammad Azmi. Ia diajak seniornya di Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) untuk ber-gabung dengan PMII. “Biasanya sih senior ngajakinnya lewat nongkrong bareng,” tutur mahasiswa semester satu tersebut, Jumat (14/11)

Menanggapi hal itu, Dosen FITK, Rosidah Erowati menilai gerakan-gerakan perekrutan yang dilakukan oreks adalah kegiatan positif yang bertujuan untuk memperkenalkan di-namika kampus ke mahasiswa baru. “Meskipun banyak cara yang dilaku-kan oreks dalam perekrutan, mere-

ka harus fair dan cerdas,” tegas Ros, Kamis, (13/11).Ros menambahkan, mahasiswa baru

juga harus melihat latar belakang oreks, bersikap kritis, dan memaknai kritisisme mereka sendiri. “Seperti kata Bung Karno, jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah,” tutup Ros.

Kala memasuki ajaran baru, organisasi ekstra (oreks) berlomba-lomba merekrut kader baru. Beragam cara me-reka lakukan demi mendapat penerus organisasi, mulai dari pendekatan personal hingga menawarkan pelati-han. Mahasiswa baru pun menjadi sasaran utama yang sangat potensial. Hal ini laiknya de javu yang berulang setiap tahun di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demi menarik minat masyarakat dalam mengurangi risiko bencana, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kelom-pok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan (KMPLHK) Kembara Insani Ibnu Battuta (Ranita) mengadakan Sekolah Bencana Terpadu (SEBENTAR) sekaligus pesta rakyat di Desa Buni Bakti, Babelan, Bekasi. Acara ini berlangsung dari 24 hingga 26 Oktober 2014 kemarin.

Syah Rizal

Warga Desa Buni Bakti, Babelan, Bekasi mengunjungi pesta rakyat yang diselenggarakan oleh KMPLHK Ranita, Minggu (26/10).

Acara tahlilan yang diada-kan Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Tebo.

Maulia Nurul Hakim

Sum

ber:

pmiit

ebo.

blog

spot

.com

Foto

: KM

F Ka

laci

tra

Page 5: TABLOID INSTITUT EDISI 34

KOMUNITASEdisi XXXIV / November 20145

Meski serupa dengan olahraga parkour, Jumpers bukanlah parkour. Jumpers mencakup cabang olahraga lain, seperti taekwondo, break-dance, dan gymnastycs.

Rabu sore, (28/10) sekitar pukul 16.30, taman depan Aula Madya ter-lihat ramai. Tidak seperti hari-hari biasanya yang ramai oleh mahasiswa duduk melingkar dan sibuk berdis-kusi. Sore itu, mereka yang berjumlah sekitar 20 mahasiswa, tengah asyik melompati tanaman yang mengitari taman. Diiringi alunan musik rap, mereka melompat berulangkali se-cara bergantian dengan teknik yang beragam.Sejak dua bulan terakhir, pada hari

Senin, Rabu, dan Jumat jelang sore di taman depan Aula Madya, mereka memang memiliki kesibukan yang ber-beda. Pada tiga hari itu, sekelompok mahasiswa yang berjumlah tak kurang dari 20 terlihat akan sibuk memeraga-kan berbagai teknik lompatan—front flip, back flip dan semacam-nya. Jump-ers UIN Jakarta. Begitu mereka mena-mai komunitasnya.Mulanya, Ridho, bersama teman-

nya Danar, hanya menyalurkan hobi yang sudah keduanya tekuni sejak duduk di bangku SMA. Saban sore, Ridho berlatih parkour di taman Aula Madya bersama Danar. Tak lama kemudian, Agung, Imam, Haikal, Khairul, dan Sidqin mulai bergabung. Sejak itu, mereka akhirnya sepakat untuk mendirikan sebuah komunitas. Tepatnya pada 29 Juli lalu Komunitas Jumpers resmi berdiri di UIN Jakarta.Ridho mengaku, niatnya mendiri-

Thohirin

kan Jumpers tak lain hanya karena hobi. Ridho sendiri belajar parkour sejak duduk di kelas dua bangku SMP. Awalnya, dulu selepas pulang sekolah, ia sering melihat orang-orang melaku-kan olahraga parkour. Sejak saat itu Ridho mulai tertarik masuk parkour dan berhasil menekuninya hingga lu-lus SMA. Sejak resmi berdiri, Jumpers cukup

mendapat respons positif dari maha-siswa. Mereka yang bergabung awal-nya tertarik karena melihat komuni-tas yang didirikan Ridho ini berlatih. “Mereka penasaran, karena enggak semua orang bisa,” ujar Ridho saat ditemui di sela-sela latihan. Kini, Jumpers yang beranggota tak

kurang dari 32 orang ini didominasi laki-laki. Tiga di antaranya perem-puan. Meski didirikan di UIN Ja-karta, Jumpers juga menerima maha-siswa dari kampus lain yang hendak bergabung. “Kita welcome, yang mau saja,” ujar Ridho yang kini menjadi mahasiswa semester satu Bahasa dan Sastra Arab kepada INSTITUT. Model olahraga Jumpers sebenarnya

bukan model olahraga baru. Olahraga ini mirip parkour. Bedanya, Jumpers mencakup bidang olahraga lain se-perti beladiri, senam, dan breakdance. Layaknya parkour, push up dan hand stand adalah beberapa olah badan kh-susus yang harus dilakukan bagi pe-mula Jumpers.

Alasanya, kedua olah badan itu dapat menguatkan bahu dan tangan. Menu-rut Ridho, dibanding kaki, tangan ada-lah salah satu bagian tubuh manusia yang jarang berolahraga. Oleh karena itu, tangan maupun bahu perlu dilatih secara khusus dalam Jumpers.Selain olah badan, roll (lompat hari-

mau) adalah salah satu trik dasar yang juga harus dikuasai pemula Jumpers agar dapat menguasai trik-trik dalam olahraga Jumpers seperti front flip (sal-to depan), back flip (salto belakang), maupun side flip (salto sisi). “Ada enam jenis roll yang harus dikuasai pemula Jumpers,” kata Ridho.Meski baru dua bulan berdiri, Jump-

ers sudah dua kali tampil di luar kam-pus. Pada 28 Oktober lalu, Jumpers berlaga di Senayan dalam perayaan Sumpah Pemuda. Setelah itu, Jump-ers berlaga di Universitas Muham-madiyah Jakarta (UMJ) masih dalam perayaan yang sama. Rencananya, pada perayaan tahun baru 2015 nanti Jumpers juga bakal berlaga di Monu-men Nasional dan Kota Tua.Saat ini, Ridho berharap komunitas

yang digawanginya ini bisa bergabung ke Unit Kegiatan Mahasiswa Federa-si Olahraga Mahasiswa (Forsa) agar bisa menunjang latihan Jumpers ke depannya. Selain itu, ia dan teman-temannya juga tengah mengusaha-kan agar anggota Jumpers memiliki seragam latihan. “Kalo misalnya da-pat tanggapan positif, kita bernaung di Forsa. Kan bisa dikasih fasilitas,” ujar anak kedua dari tiga bersaudara ini.

Jurus Lompat Jumpers

Aksi front flip (salto depan) salah satu anggota komunitas Jumpers saat latihan di taman de-pan Aula Madya, Rabu (8/11). Sejak didirikan 7 Januari lalu, komunitas ini mempunyai niat bergabung ke Federasi Olahraga Mahasiswa (Forsa) UIN Jakarta.

Muhammad Ibnu, S.S.Redaktur Foto LPM INSTITUT

Periode 2011-2012

Abdul Charis, S.Pd.Pemimpin LitbangPeriode 2011-2012

Muhammad Fanshoby, S.Ud.Pemimpin Redaksi LPM INSTITUT

Periode 2011-2012

Dok.

Jum

per

Page 6: TABLOID INSTITUT EDISI 34

SURVEI Edisi XXXIV / November 2014 6

Mahasiswa Tak Rasakan Peran DEMA-U & SEMA-USejak menggantikan Student Government

2010 silam, penerapan sistem Senat Maha-siswa (SEMA) di UIN Jakarta belum banyak dikenal atau diketahui oleh kebanyakan ma-hasiswa. Seperti pemilihan ketua di tingkat jurusan, fakultas, dan universitas yang tak serempak dan sistem pemilihan yang ber-beda.Penerapan sistem SEMA ternyata belum

sepenuhnya diberlakukan sebagai sistem yang utuh di UIN. Sebagai sistem baru, SEMA juga tak banyak diketahui mahasiswa. Guna menilai kinerja Dewan Mahasiswa Universi-tas (DEMA-U) dan Senat Mahasiswa Uni-versitas (SEMA-U) selama satu periode lalu, Divisi Litbang INSTITUT melakukan survei kepada 348 mahasiswa UIN Jakarta.Berdasarkan hasil survei 74% responden

tidak mengetahui sistem senat yang ada di UIN Jakarta saat ini, hanya 26% mahasiswa yang tahu hal itu. Sementara itu, sebanyak

30% responden mengaku sudah mengetahui sistem pemilihan senat baik di jurusan, fakul-tas, maupun universitas. Sedangkan 70% lainnya tidak tahu.Tak hanya itu, sebanyak 81% responden

juga tak mengetahui fungsi DEMA-U dan SEMA-U, hanya 19% responden yang menge-tahui fungsinya. Hasil survei juga menunjuk-kan bahwa 47% responden tidak tahu kinerja DEMA-U dan SEMA-U, sedangkan sebanyak 33% menyatakan biasa saja, 13% tidak baik, dan 7% baik. Bukan hanya kinerja, sebanyak 86% responden juga tak mengetahui apa saja program kerja DEMA-U dan SEMA-U, ha-nya 14% responden yang mengaku tahu.Hasil survei ini pula menunjukkan sebagian

besar responden tidak merasakan manfaat dari program kerja DEMA-U dan SEMA-U. Pada pertanyaan terbuka yang disajikan rata-rata responden menjawab tidak ada manfaat-nya.

COMING SOON

MAJALAH INSTITUTBACA, TULIS, LAWAN!

Page 7: TABLOID INSTITUT EDISI 34

BERITA FOTOEdisi XXXIV / November 20147

Pasang IklanSejak didirikan 30 tahun silam, LPM INSTITUT selalu konsisten mengembangkan

perwajahan pada produk-produknya, semisal Tabloid INSTITUT, MajalahINSTITUT, dan beberapa tahun ini secara continue mempercantik portal www.lpminstitut.com.

Space iklan menjadi salah satu yang terus dikembangkan LPM INSTITUT. Olehsebab itu, yuk beriklan di ketiga produk kami! Kenapa? Ini alasannya:

Tabloid INSTITUTTerbit 4000 eksemplar setiap bulan

Pendistribusian Tabloid INSTITUT ke seluruh universitas besar se-Indonesia dan instansipemerintahan (Kemenpora, Kemenag dan Kemendikbud)

INSTITUT OnlineMemiliki portal online dengan sajian berita seputar kampus dan nasional terbaru dengan kunjungan 800-1000

per hari

Majalah INSTITUTsajian berita bercorak investigatif dan terbit per semester

Hub: Azizah Nida IlyasTelp: 085717019957

Twitter: @nidailys

Salah satu adegan dalam pementasan teater Cannibalogy yang diadakan Teater Syahid UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (16/10) di Hall SC. Teater karya Benny Yohannes ini bercerita tentang dua tokoh bernama Suman(to) dan Suhar(to) yang digambarkan sebagai homo homini lopus atau manusia yang menjadi ‘serigala’ bagi sesamanya.

Pementasan Tari Ratoeh Jaroeh dalam Inaugurasi 2014 di Lapangan Parkir Student Center (SC), Sabtu (18/10). Inaugurasi merupakan agenda rutin mahasiswa baru pasca mengikuti Orientasi Pengenalan Akademik dan Kebangsaan (OPAK).

Aep Saeful Bahri tengah membacakan puisi dalam acara Emperan Budaya pertama yang digelar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Selasa (28/10). Emperan Budaya merupakan acara rutin yang diadakan setiap bulan oleh beberapa komu-nitas, organisasi, dan forum kajian yang ada di UIN Jakarta.

Page 8: TABLOID INSTITUT EDISI 34

OPINI Edisi XXXIV / November 2014 8

EditorialBukan Harapan Utopis

Pemilihan rektor (pilrek) UIN Jakarta Oktober kemarin, memang tak se-riuh pemilihan presiden. Kampus senyap seolah tak terjadi apa-apa. Satu persatu elit kampus menutup diri dan meredam keran informasi.Dalam pemilihan ini, mahasiswa bagai terselimut gulita dengan kosong

kepentingan. Mahasiswa cukup menjadi penonton sebuah adegan pilrek yang eksklusif. Dan menanti hasil perhitungan suara dari salah satu akun di media sosial, Twitter. Begitulah, kiranya suasana kampus saat pilrek kemarin. Mahasiswa tak

lagi inklusif dalam beberapa hajatan strategis. Kerap dianggap partisan dan tak perlu ambil peran. Kekuatan sebuah sistem senat tampaknya kian meneguhkan posisi para

pimpinan kampus di jabatan istimewa. Bak ingin memberi identitas sebuah perbedaan kelas. Walhasil, besaran jarak antara pimpinan kampus dan ma-hasiswa pun tambah melebar. Meski begitu, yang perlu kita sadari dan kawal bersama; kini kampus kita

sudah memiliki rektor baru. Rektor yang akan memimpin sekaligus men-jadi penentu dalam berbagai kebijakan. Soal kebijakan, tentulah menjadi harga mati bagi lestarinya kedaulatan mahasiswa di kampus ini. Bila kita mengingat kembali, dari masa ke masa, rektor UIN Jakarta—

mulai dari Mahmoed Joenoes hingga yang terakhir Komaruddin Hidayat—kesemuanya, sedikit-banyak telah mengubah dan menelurkan pelbagai ke-bijakan. Di usia UIN yang kian meninggi, tak sedikit capaian yang sudah direng-

kuh. Pastilah, semua pencapaian itu merupakan nilai yang perlu dievaluasi bersama. Lebih lagi, bagi rektor anyar, Dede Rosyada.Kurang lebih dua bulan, Direktur Pendidikan Tinggi Islam itu bakal me-

nempati posnya di ruang rektorat. Tak lama lagi juga, ia yang akan mengam-bil alih semua kendali kebijakan di kampus ini. Karenanya, salah satu aspek yang tengah disoroti adalah soal kabinet. Ber-

dasarkan permenag nomor 17 tahun 2014 tentang Statuta UIN Syarif Hi-dayatullah Jakarta, Dede memiliki hak prerogatif dalam menentukan siapa yang akan menduduki pos-pos wakil rektor (warek) dan jabatan lain. Pasalnya, penetapan para sosok warek di kabinet Dede nanti, juga me-

nentukan bagaimana visi dan misi rektor baru ini terealisasi. Adanya hak istimewa tersebut, diharapkan bisa dimanfaatkan secara proporsional dan bukan atas kesamaasn warna partai.Terpilihnya rektor baru ini, pula diharapkan tak dibebani dengan hu-

tang politik semasa pilrek. Terlebih, ini menyangkut institusi pendidikan. Sudah sepantasnya, inkubator intelektual ini menjadi persemaian para in-telektual bermoral dan bukan persemaian para intelektual hipokrit yang mengedepankan kepentingan golongan di atas kepentingan bersama. Tatkala pemimpin baru terpilih, acap kali teriring harapan yang mem-

buncah. Harapan memang ‘dagangan’ seorang pemimpin, kata Napoleon. Harapan itulah yang mendorong para pengikutnya untuk bergerak. Namun, pergerakan seorang pemimpin adalah ketika mewujudkan harapan menjadi kenyataan dan tidak utopis.

Setelah dua periode—2006/2010 dan 2010/2014—menduduki pos rektorat, kurang lebih dua bulan ke depan, ke-jayaan Komaruddin Hidayat sebagai rektor UIN Jakarta bakal berakhir. Tak lama lagi, Komar akan tercatat dalam buku sejarah UIN layaknya nama-na-ma rektor beken sebelumnya. Jika mengingat kembali, semasa

Azyumardi memimpin UIN, Komar pernah menjabat sebagai Direktur Pascasarjana UIN Jakarta hingga akhirnya, di tahun 2006 Komar me-menangi kontes pemilihan rektor UIN Jakarta mengalahkan pesaingnya kala itu, Prof. Dr. Masykuri Abdillah dan Prof. Dr. Suwito. Di tangan Komar, UIN sudah ba-

nyak mengalami perubahan (nilai saja sendiri). Saya pun salah satu maha-siswa yang merasakan kepemimpinan pria yang meraih gelar doktor bidang Filsafat Barat di Middle East Techical University, Ankara, Turkey ini. Komar memang bukan sosok asing

bagi UIN. Dia adalah alumnus UIN Jakarta, Jurusan Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Se-lama menjadi mahasiswa, ia diketahui aktif di berbagai organisasi intra mau-pun ekstra kampus. Karena itu, Ko-mar tentu cukup tahu dan paham ba-gaimana kultur di kampus Ciputat ini.Selama delapan tahun Komar men-

jabat rektor, saya hanya separuh ja-batan “menikmati” kepemimpinan pria kelahiran Magelang ini. Selama masa baktinya, saya sering mendengar celotehan mahasiswa yang menyoal dirinya dan kepemimpinannya.Pula, tak sedikit mahasiswa yang

menanyakan keberadaan sosok rek-tor satu ini. Dalam beberapa obrolan, salah satu pertanyaan yang seingat

saya tak pernah alpa; “Rektor kita di mana sih?,” kicau salah satu maha-siswa. Bagi saya, pertanyaan itu cukup menarik lagi menggelitik.Selain sederhana, pertanyaan ini

juga yang memang mencerminkan ke-beradaan rektor di kampus ini. Setahu saya, tak pernah rasanya saya melihat rektor sekadar menengok kegiatan ma-hasiswa atau cuma bertegur sapa. Ja-ngankan bertegur, melihat saja jarang. Mungkin, satu-satunya kesempatan mahasiswa bertemu dan bersalaman langsung dengan rektor ketika wisuda nanti. Bak anak yang kering perhatian ayah-

nya. Itulah celotehan yang belakangan terakhir meninggi di kalangan maha-siswa. Kini, kampus kita sudah memi-liki rektor anyar. Rektor yang terpilih pada pertengahan Oktober lalu mela-lui sistem senat. Rektor yang juga tak kikuk bagi sivitas akademika UIN Ja-karta. Adalah Direktur Pendidikan Tinggi

Islam, Dede Rosyada yang nanti akan “menahkodai” kampus ini. Eks Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan itu yang bakal mengambil alih kursi rek-tor Komaruddin. Namun, saya sedikit khawatir, Dede akan bertindak serupa laksana kacang yang lupa kulitnya. Saya juga khawatir, Dede silau de-

ngan jabatan yang didudukinya nanti. Dia justru asyik dengan jabatan baru-nya sebagai rektor UIN Jakarta peri-ode 2015/2019. Namun, saya percaya, nilai dan jiwa mahasiswa Dede, bisa menjadi modal kedekatan dan jami-nan tersendiri bagi kita yang saat ini masih mengenakan baju kebesaran mahasiswa. Terpenting, janganlah jabatan rek-

tor hanya menjadi posisi prestige yang

menjadi perburuan para anggota senat belaka. Tapi dalam pelaksanaannya, dia (rektor) tak siap untuk berperan layaknya orang tua kepada anak (mahasiswa)—keberadaannya ada, tapi seolah tak ada. Galibnya, setelah terpilih, rektor

menimbun diri dengan pengawalan para birokrat super ketat sehingga su-lit untuk ditemui. Dia sibuk dengan posisi istimewanya. Tapi, saya harap, rektor yang memimpin nanti, bisa lebih bersahabat dan bersinergi den-gan mahasiswa. Menurut saya, hal ini perlu, sesekali

rektor mampir ke kelas-kelas untuk ke-mudian berbincang langsung dengan mahasiswa soal akademis dan nim-brung bareng mahasiswa yang aktif di lembaga-lembaga kemahasiswaan. Sebab, aktivitas semisal demikian bisa menjadi pijakan bagi rektor un-tuk mengetahui benar kondisi dan kebutuhan mahasiswa. Bukan hanya “duduk” menanti laporan dari para wakil rektor. Mungkin, hal itu terbilang sangat re-

meh. Tapi percayalah, kehadiran dan dukungan rektor dalam setiap kegia-tan mahasiswa baik akademis mau-pun nonakademis, bisa memberikan kekuatan dan kepercayaan tersendiri bagi kami—yang selama delapan ta-hun terakhir ini kering perhatian rek-tor. Apalagi, kalau tidak salah, tugas rektor adalah memimpin kampus baik di bidang akademik maupun nonaka-demik. Karena itu, sudah setepatnya jika rektor nanti bisa berpadu dengan mahasiswa.

*Penulis adalah mahasiswa yang ingin bersahabat dengan rektor

Harapan Sederhana untukRektor

Bang Peka

Menerima:Tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen.Opini dan cerpen: 3000 karakter. Puisi

2000 karakter.Kami berhak mengedit tulisan yang

dimuat tanpa mengurangi maksudnya.Tulisan dikirim melalui email:[email protected]

Kirimkan keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor 085694801232.

Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat PembacaTabloid INSTITUT berikutnya.

REDAKSI LPM INSTITUT

Oleh: Awang*

Kalau rumahkebakaran,

kamu harusbelakangan

menyelamatkan diri. Kalau musuh

datang menyerang,kamu harus

berdiri palingdepan untuk

Kalau panenmenyongsongnya.

melimpah, kamu harusbelakangan makan. Itulah Pemimpin.

Cak Nun

Page 9: TABLOID INSTITUT EDISI 34

OPINIEdisi XXXIV / November 2014

Puluhan mahasiswa terlihat menu-naikan ibadah aksi, mereka menolak rencana Presiden Joko Widodo yang berencana mengurangi subsidi BBM. Aksi dilakukan di depan kampus UIN Jakarta, dengan harapan para war-tawan mendokumentasikan ibadah itu untuk disajikan pada khalayak bersa-ma ibadah serupa yang dilaksanakan oleh mahasiswa se-nusantara.Sementara itu, di dalam kampus te-

ngah dilaksanakan operasi senyap. Anggota lembaga eksekutif maha-siswa beserta para senator yang juga mahasiswa, tengah mempersiapkan hajat besar demokrasi kampus. Na-mun sekali lagi, persiapan dilang-sungkan dengan senyap, tanpa banyak diketahui aktivis kampus apalagi ma-hasiswa biasa.Sedari dulu, peran mahasiswa dalam

sejarah pergerakan bangsa sangatlah besar. Perubahan-perubahan terjadi di tangan mereka (perihal ini tak perlu banyak dibahas, cukup lihat di inter-net). Hingga sekarang, beban sejarah

Hiruk pikuk aktivitas mahasiswa dalam pemerintahan kampus—Senat Mahasiswa Universitas (SEMA-U) dan Dewan Mahasiswa Universitas (DEMA-U) sebagai bukti konkrit terselenggaranya sistem lembaga pe-merintahan mahasiswa (Student Gov-ernment). Sejak dulu, sudah menjadi rutinitas

tahunan kampus menyelenggarakan Pemilihan Umum Raya (Pemira). UIN Jakarta akan menyelenggarakan-nya pada 25 November mendatang. Momentum ini diharapkan menjadi lahan pembelajaran politik maha-siswa, karena sistem yang digunakan adalah representasi dari pemerintahan nasional.

Sistem Pemerintahan KampusSistem yang digunakan di dalam

pemerintahan kampus, dalam hal ini UIN Jakarta merupakan adopsi dari pemerintahan nasional. Bila sistem pemerintahan di tingkat nasional memiliki lembaga Trias Politica, yakni Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, maka demikian pula di dalam sistem pemerintahan kampus UIN Jakarta. Hanya saja sektor Yudikatif bermuara pada kebijakan Rektorat atau Dekanat bidang kemahasiswaan yang sifat-nya mengadili sekaligus memberikan sanksi kepada para penyelenggara pe-merintahan kampus apabila terbukti melanggar kebijakan pemerintahan.Peran Eksekutif diisi oleh DEMA-U,

yang memiliki posisi strategis sebagai pemangku dan eksekutor kebijakan yang berhubungan dengan dinamika kemahasiswaan di dalam atau di luar lingkungan kampus. Sedangkan peran

tetap memaksa mahasiswa untuk ber-gerak, melakukan perjuangan-perjua-ngan nan heroik untuk menyelamat-kan bangsa.Itulah yang terus dilakukan aktivis-

aktivis mahasiswa di UIN (selanjut-nya disebut mereka). Mereka tetap lantang berteriak di jalanan, menuntut kebijakan yang berpihak pada rakyat. Dalam setiap orasinya, dengan tegas mereka menilai pemerintah selalu saja merenggut hak-hak masyarakat. Dan dalam perjuangan yang berat, mere-ka selalu melawan pemerintah yang tiran.Dalam hal ini, tidaklah salah jika

mereka melakukan perjuangan-per-juangan untuk rakyat Indonesia. Ka-rena, dalam setiap ospek yang dijalani mahasiswa, selalu didengungkan bah-wa mahasiswa adalah agen peruba-han, karena itu mahasiswa dituntut perlu untuk ikut dalam perjuangan perbaikan nasib bangsa. Namun, ada hal yang terlupakan, mengingat per-juangan yang mereka lakukan, apa

Legislatif diisi oleh SEMA-U yang mempunyai peran sebagai pengontrol segala kebijakan Eksekutif. Posisi ini juga strategis, guna mengawasi jalan-nya roda pemerintahan serta menjaga stabilitas kebijakan agar tidak berten-tangan atau melanggar etika kemaha-siswaan.Dari deskripsi ini, kampus sering-

kali dianalogikan sebagai negara kecil (Miniatur of State) sehingga dapat dika-takan lembaga pemerintahan kampus yang dianggap representasi dari pe-merintahan nasional. Artinya, segala bentuk aktivitas kenegaraan terwu-judkan dalam segala bentuk aktivitas pemerintahan kemahasiswaan kam-pus sebagai media artikulasi realitas kehidupan bernegara.

KepentinganSebuah kampus seharusnya bersi-

fat dan berprinsip akademik. Yakni melestarikan berpikir objektif, meng-andalkan kejujuran berdasarkan fakta, serta mencintai ilmu penge-tahuan, teknologi, seni, serta nilai-nilai kreativitas, dan akademis lain. Namun, dalam perkembangannya kampus seringkali dijadikan ‘Minia-tur Politik’. Memang pada realitanya, kampus tak bisa dilepas dari kepen-tingan politik. Meskipun dibingkai dengan kegiatan-kegiatan debat, ori-entasi, kuliah umum, seminar, dan idiom lain yang setingkat dengannya. Namun, perlu diketahui bahwa pada substansinya politik kampus sungguh berbeda dengan politik luar kampus (Politik Nasional). Meskipun pada pengejewantahan

pemerintahannya antara politik kam-

yang sudah dilakukan untuk dirinya?Hal ini sebaiknya menjadi perkara se-

rius untuk diperbincangkan. Karena, berbincang soal pergerakan, harus-nya tak lepas dari persoalan sektoral. Karena persoalan sektorallah, mereka yang kebutuhannya tak terpenuhi ak-hirnya bergerak.Perjuangan yang dilakukan gerakan

buruh tentunya takkan jauh-jauh dari kebutuhan sektoralnya, yakni upah layak. Dan isu inilah yang kemudian selalu menjadi alat pemersatu gera-kan buruh. Meski begitu, bukan tidak boleh buruh bergerak karena isu BBM, hanya saja perkara sektoral mereka tak pernah lupa untuk diperjuangkan.Inilah yang kemudian tidak berjalan

di kampus UIN Jakarta. Gerakan yang dilakukan aktivis mahasiswa dalam setahun terakhir tidak banyak memberikan porsi berlebih pada per-juangan akan kebutuhannya sebagai mahasiswa. Terkait karut-marut lem-baga kemahasiswaan, semua terhenti sejak rektorat secara sepihak member-

pus dan politik nasional hampir sama, tetapi pada substansinya berbeda. Politik kampus adalah pembelajaran mahasiswa bagaimana mengelola pemerintahan yang baik (Good Gov-ernment), serta berpartisipasi dalam sistem yang dilaksanakan kampus tersebut. Maka seharusnya tidak ada kepentingan politik praktis maupun politik pribadi dan kelompok di dalam pemerintahan kampus. Sedangkan politik nasional adalah politik prak-tis yang mengedepankan Who is Gets, When and How, atau kepentingan pri-badi maupun kelompok yang dijadi-kan sebagai landasan pragmatis.Faktanya, pemerintahan di kampus

selalu dijadikan perebutan kekuasaan organisasi-organisasi ekstra. Hingga melahirkan konflik-konflik baru serta berlanjut pada ketidakharmonisan antar organisasi. Hal inilah kekeliruan besar mahasiswa memahami etika dan substansi politik kampus. Sungguh sangat disayangkan, ru-

tinitas tahunan ini yang seharusnya menjadi lahan pembelajaran politik mahasiswa, berubah menjadi kon-tes buruk saling menjelekkan, saling gesek-menggesek dan tak jarang me-nimbulkan konflik. Penyalahgunaan sistem ini merupakan bukti nyata bahwa kampus seringkali dijadikan perebutan politik praktis mahasiswa. Maka, dampaknya adalah bukan pem-belajaran pemerintahan yang terjadi, melainkan pembusukan kampus.Saat ini, permasalahan kampus terus

saja berkembang di tengah pasang-su-rutnya kondisi sosial politik negeri ini. Sungguh sangat ironis, permasalahan yang berkembang di kampus hanya

lakukan sistem senat. Terkait fasilitas, kualitas dosen, dan administrasi kam-pus terselesaikan asal nilai yang diberi-kan dosen tidaklah jelek.Padahal, permasalahan-permasala-

han terkait kebutuhan mahasiswa di kampus belum juga terselesaikan. Masih ada dosen-dosen yang jarang hadir di kelas, toilet yang kurang layak pakai, kelas yang proyektornya rusak, dan sebagainya.Belum lagi soal lembaga internal

kampus. Persoalan dana kemaha-siswaan yang entah berapa jumlahnya dan entah dipakai untuk apa dan siapa saja dan berapa sisanya sudah jarang dipermasalahkan. Padahal, saat masih dalam koridor Student Government, mahasiswa sendiri yang berembuk, membagi dana untuk siapa saja, dan nantinya pertanggungjawabannya dibahas lagi dalam rembukan.Detik demi detik terus berjalan, pemi-

lu raya semakin dekat. Semua masih diam, melakukan operasi senyap. De-ngan persiapan serba senyap, pemira

yang demokratis pun semakin utopis. Dan kawan-kawan yang melakukan ibadah aksi, telah kembali masuk ke dalam kampus. Entah apa bisa kawan-kawan yang

baru kembali ini mendengar adanya operasi senyap pemira. Dan entah, apakah persoalan demokrasi di kam-pus adalah urusan sektoral mereka juga, atau hanya milik anggota ek-sekutif mahasiswa dan para senator yang juga mahasiswa.“Dan semoga, teman-teman tidak

lupa jika rektor terpilih adalah direk-tur yang mengesahkah pedoman or-ganisasi kemahasiswaan hingga mem-buat lembaga kemahasiswaan di UIN menjadi seperti di atas.”Terima kasih.

permasalahan yang sama sekali belum menunjukkan kekuatan bersama, me-lainkan saling unjuk kekuatan untuk memperebutkan kekuasaan kampus.Pernyataan fanatisme kelompok ser-

ingkali saya dengar dengan kata-kata “kamu bukan anggota organisasiku, maka kamu musuhku, kamu tidak sea-liran denganku, maka kamu salah,” entah siapa yang pertama kali melahir-kan teori fanatisme seperti ini. Yang pasti, amal buruk yang ditradisikan pada adik-adik maupun kader organi-sasi ekstra kampus oleh para senior merupakan tradisi buruk dan dosa-do-sanya akan terus mengalir. Sehingga mahasiswa hanya menjadi robot ok-num tertentu yang haus kekuasaan.Mahasiswa sebagai konstituen meru-

pakan subjek terpenting bagi Student Government (SG) untuk diperhatikan. SG muncul untuk memberikan pe-layanan, menyalurkan aspirasi, per-lindungan, pembelajaran, advokasi bagi mahasiswa. Bukan menjadi arena kekuasaan yang menjadi tolak ukur keberhasilan organisasi ekstra kampus. Karena sejatinya, keberhasilan orga-nisasi ekstra kampus adalah mencip-takan kader yang berjiwa pemimpin, akademis, intelektual, serta mempu-nyai moralitas dan idealisme sebagai lokomotif perubahan.

AsumsiTinggal menghitung hari menuju

pemira UIN Jakarta. Pertanyaannya, seberapa berhasilkah pemira tahun ini menjadi ajang pembelajaran dan demokrasi bagi mahasiswa? Maka sebagai jawaban ada beberapa ke-simpulan yang dapat saya asumsikan.

Pertama, apabila penerapan sistem demokrasi dalam pemerintahan kampus berjalan dengan baik, maka pembentukan ka-rakter mahasiswa yang demokratis akan terbentuk. Itu artinya, UIN Jakarta telah berhasil menjadikan pemilihan raya tahun ini sebagai ajang pembelajaran politik mahasiswa yang damai, adil, trans-paran, dan tanpa konflik.Kedua, partisipasi mahasiswa dalam

pemira tahun ini juga bisa dikatakan menjadi tolak ukur keberhasilan UIN Jakarta menyelenggarakan pemira se-cara demokratis. Sebagaimana menu-rut Althof (1971), bahwa partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada berbagai macam ting-katan di dalam sistem politik. Seba-liknya, jika mahasiswa apatis terhadap pemira tahun ini, maka penyelengga-raan demokrasi di UIN Jakarta diang-gap gagal dan hanya menjadi formali-tas tahunan yang tidak melahirkan pemimpin yang lahir dari partisipasi besar publik.Demikianlah perpolitikan kampus

yang setiap tahunnya berjalan sangat dinamis. Maka, meskipun di dalam kampus terdapat rutinitas tahunan yang disebut dengan pemilihan raya, jangan sampai kultur politik lebih dominan dari pada kultur akademik. Karena jika hal itu terjadi, maka kam-pus yang sejatinya merupakan lem-baga pembentukan para intelektual, menjadi lembaga perpolitikan beran-takan.

*Penulis adalah mahasiswa tingkat akhir yang tak kunjung lulus

*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora

Gerakan Mahasiswa dan Permasalahan Sektoral

Gambaran Pemerintahan Kampus

Oleh: Aditia Purnomo*

Oleh: Achmad Hifni*

AYO! #KawalPemira

Kalau musuh

berdiri paling

Kalau panenmenyongsongnya.

melimpah, kamu harus

9

Page 10: TABLOID INSTITUT EDISI 34

TUSTEL Edisi XXXIV / November2014 10

Lentera Harapan

Pahlawan tanpa tanda jasa kiranya pan-tas ditujukan kepada Ely Indahyani (39), guru di Sekolah Alam Tunas Mulia, Jl. Pangkalan 2 Rt. 02/Rw. 04 Sumur Batu, Bantargebang, Bekasi. Empat tahun su-dah sekolah itu berdiri untuk anak-anak pemulung. Hingga saat ini sudah ada 200 murid PAUD, SD, dan SMP. Letak sekolah ini tidak jauh dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) sehingga menim-bulkan bau yang khas. Namun, hal terse-but tidak menyulutkan semangat mereka dalam belajar. Banyak pelajaran berharga tentang hidup yang saya terima dari ke-hidupan anak-anak pemulung di sana.Ketika pertama kali menginjakkan kaki

di sana, saya disambut dengan senyu-man manis dan keceriaan anak-anak yang ha-ngat. Keramahannya membuat saya akrab dan mengantarkan saya men-genal lebih banyak lagi tentang sekolah ini. Tiga tahun sudah saya mengajar kelas 2 SD dengan 35 anak murid. Satu kilome-ter mengayuh sepeda ke sekolah, saya jalani dengan harapan anak didik men-jadi orang sukses. Semangat mendidik yang tinggi menja-

di energi positif tersendiri dan penyema-ngat anak-anak dalam belajar. Keikhlasan, kesabaran, dan kegigihannya tak pernah rapuh di makan waktu. Ia bagai cahaya bulan terang di tengah kegelapan malam yang sunyi. Laksana lentera yang selalu menerangi langkah menuju terang.

Foto dan Teks Oleh: Laili Rahmawati Anggota KMF Kalacitra

Berangkat Berhitung

Mengajar

PulangMenulis

Page 11: TABLOID INSTITUT EDISI 34

SOSOKEdisi XXXIV / November 201411

Salah satu pengamat politik Indonesia ini sering muncul di media untuk mengutarakan pendapatnya. Apalagi sewaktu Pemilu, opininya yang be-rani diburu banyak pewarta. Namun, siapa tahu pria yang dikenal dengan nama Ray Rangkuti itu sudah menjadi aktivis sejak di bangku kuliah.

Pria bernama asli Ahmad Fauzi ini merupakan salah satu aktivis di era 1990-an. Sejak dulu, ia tak pernah takut mengkritik mereka yang sedang berkuasa, baik di arena kampus mau-pun di luar kampus.Saat masih berstatus mahasiswa, ia

aktif di berbagai forum kajian. Antara lain menjadi anggota dalam Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) dan salah satu pendiri Lingkar Studi Aksi Demokrasi (LS ADI). Menurutnya, pada rezim orde baru organisasi se-perti ini lebih bebas ketimbang organi-sasi formal yang diawasi sangat ketat oleh pemerintah.Melalui forum-forum kajian itulah

Ray akhirnya menjadi aktivis. Ia rajin mengkaji isu-isu politik hingga ekono-mi dan melakukan aksi bila mengeta-hui ada sesuatu yang salah. “Ya, semi-nggu sekali itu pasti saja saya demo,” ujar pria kelahiran 1969 itu, Minggu (5/10).Pada 1997, Ray juga terlibat dalam

pendirian Komite Independen Peman-tau Pemilu (KIPP). Meski seharusnya organisasi ini bebas melakukan kegi-atan, namun ketika itu aktivitasnya justru dipantau oleh militer orde baru. Ray pun semakin merasa pemerintah saat itu terlalu berkuasa dan menge-kang hak publik.

Kegelisahan itu kemudian men-dorongnya untuk semakin sering melakukan aksi. Hingga pada tahun 1998, ia terlibat dalam aksi peng-gulingan rezim orde baru. Ia bahkan memimpin ribuan mahasiswa untuk pertama kalinya menduduki gedung DPR-MPR.“Jika anda menjadi mahasiswa IAIN

saat itu pasti akan tergerak untuk melakukan perubahan. Kalau tidak seperti itu, saya rasa anda hanya numpang belajar saja di IAIN,” tutur alumni Jurusan Aqidah dan Filsafat, IAIN Jakarta ini.Keruntuhan rezim orde baru tahun

1998 tak lantas membuat perjuangan Ray berhenti. Ia terus terlibat dalam berbagai kegiatan untuk mengawasi jalannya demokrasi di negara ini. Ter-bukti pada tahun 1999, ia kembali terli-bat memantau Pemilu bersama KIPP.Nampaknya, semenjak saat itu Pemi-

lu menjadi arena utama bagi Ray. Bah-kan, sampai dengan Pemilu 2014 lalu, Ray masih terus setia memantau jalan-nya pesta demokrasi tersebut. Ia juga sempat mendaftar menjadi anggota Ba-dan Pengawas Pemilu (Banwaslu). Na-mun, karena berbagai hal ia tak lolos.Meski kehidupannya begitu dekat

dengan politik, ia tidak pernah tertarik untuk bergabung dengan partai politik.

Ia cukup puas dengan menjadi aktivis dan pengamat politik. Baginya, terjun ke dunia politik bukan berarti harus masuk partai politik.Hingga saat ini, Ray mengaku menja-

di aktivis itu rentan terhadap berbagai gangguan. Tak hanya teror yang men-gancam namun berbagai sogokan pun sering ditawarkan kepadanya. Namun, ia tak pernah gentar dan tergiur dengan sogokan tersebut.Bagi Ray, menjadi aktivis dan

pengamat politik adalah caranya men-

jalankan peran sebagai masyarakat sipil yang baik. Ia juga menilai aksi demonstrasi dengan argumen yang te-pat adalah tindakan yang benar. “Bera-pa banyak aksi yang kau lakukan itu menunjukkan juga berapa banyak ilmu yang kau punya,” kata pria asal Man-dailing Natal itu.

Identitas Ganda Ada cerita unik ketika ia mendaftar

menjadi anggota Banwaslu. Saat itu, beberapa anggota dewan menanyakan

mengapa ia mendaftar dengan nama Ahmad Fauzi bukannya Ray Rang-kuti. Orang-orang seakan ragu akan identitasnya. Padahal, Ahmad Fauzi adalah namanya yang asli.“Ahmad Fauzi itu nama asli yang

diberikan oleh orang tua saya. Rang-kuti itu nama marga karena kepanjan-gan akhirnya disingkat jadi Ray, na-mun akhirnya orang-orang malah jadi memanggil saya Ray Rangkuti,” papar Direktur Lingkar Madani untuk Indo-nesia (LIMA) itu.

Politik Aksi Ray RangkutiErika Hidayanti

Gelar sarjana menjadi sebuah cita-cita bagi mahasiswa yang memiliki keterbatasan pengelihatan kelahiran Bandar Lampung, 11 September 1991, Juanda Saputra. Dengan bangga, kini Juanda telah memasuki tahun keempat berkuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Keberuntungan memihak kepada Juanda sejak ia mendaftarkan diri, melakukan ujian, hingga ia diterima sebagai mahasiswa di UIN tahun 2011. Setelah proses yang panjang di kemahasiswaan kampus, ia pun di-ringankan dalam hal biaya dan diberi tempat tinggal di Mahad Ali. Rasa syu-kur tak henti-hentinya ia panjatkan, karena kemudahan yang terus me-nyertainya.“Saya dari kampung hanya mem-

bawa uang satu juta saja. Padahal, untuk biaya masuk (kuliah) memerlu-kan biaya empat juta,” ujarnya, Selasa (11/11). Empat juta tersebut termasuk biaya kuliah, kontrakan dan lain-lain. Juanda melakukan negosiasi dengan pihak rektorat dan berhasil. Hal ini tercapai berkat keinginannya yang be-sar dalam menuntut ilmu.Juanda bisa membutikan kegigihan-

nya dalam belajar. Dengan bantuan alat perekam, ia merekam penjelasan dosen selama di kelas, selepas itu ia bisa mengulanginya di rumah. Note-book miliknya pun telah diatur den-gan bantuan suara supaya Juanda tetap bisa belajar dan mengerjakan tugas sendiri.Bahkan, dukungan dari dosen pun

Juanda peroleh hampir di setiap mata kuliah. “Alhamdulillah, kalau di Fakultas Tarbiyah dosennya baik-

baik,” ujar Juanda ketika ditemui di pelataran FITK. Ia sering kali diberi-kan pilihan saat ujian dengan lisan atau take home.Bukan hanya belajar di bangku ku-

liah, namun ia juga menghidupi ke-butuhan dirinya tanpa pemasukan dari orang tua. Terbiasa dengan ke-mandirian, Juanda memang sudah mencari nafkah sejak di bangku seko-lah dasar.Berkeliling dari satu gedung fakultas

ke fakultas lain, Juanda juga menja-jakan makanan ringan selepas kuliah seperti cheese stick dan lanting. De-ngan untung yang ala kadarnya, ia tak bosan-bosan menawarkan barang dagangan kepada siapa saja yang ia temui. “Di mana kaki berpijak, ya di situ saya berjualan,” ujarnya sambil tersenyum.Juanda tidak mempermasalahkan

untung yang ia dapat setiap harinya, walaupun menjual makanan ringan memperoleh hasil yang sedikit. Jika dihitung, laba penjualan Juanda sebesar seribu per bungkus. Namun, pendapatan tersebut harus dikurangi dengan uang makan, ongkos, keper-luan lain hingga membeli modal ba-rang dagangan untuk esok hari.Berbeda ketika di bangku SMA, ia

memperoleh banyak laba dari hasil penjualan obat herbal seperti minyak

zaitun, habatussauda, dan sari kurma. Tetapi, konsumen obat herbal tidak sebanyak makanan ringan.Meski kini ia tinggal bersama kedua

orang tuanya, tidak berarti Juanda bisa hidup enak. Kemandirian te-lah terpatri dalam dirinya agar ia tidak membebani siapapun. Selain berjualan, Juanda pun memiliki ke-mampuan memijat sejak kelas dua di Sekolah Dasar. Tanpa memasang tarif, ia melakukan usaha jasa dengan membuka praktik di rumah hingga berkeliling kampung.Ia merasa percaya diri untuk mem-

peroleh gelar sarjana. Alasannya, Juanda ingin menjadi satu-satunya sarjana di keluarga dari tujuh ber-saudara. Keterbatasan memang tidak menjadi penghalang pria ini untuk berkarya. Ia berkali-kali menulis cer-pen untuk kemudian diubah menjadi naskah drama meski tulisan tersebut tidak dipublikasi di mana pun.Mahasiswa yang aktif nge-band saat

SMA ini berprinsip pada kekuatan, kesabaran, dan kegigihan untuk tidak menyerah dengan keadaan. “Untuk teman-teman yang punya pengliha-tan normal jangan lupa disyukuri. Saya saja bisa belajar sampai tahap ini, masa kalian enggak bisa,” pesan mahasiswa yang hobi bermain gitar ini.

Mahasiswa Difabel Impikan Gelar SarjanaMaulia Nurul Hakim

Foto: Maulia/Ins

Sumber: Internet

Page 12: TABLOID INSTITUT EDISI 34

WAWANCARA Edisi XXXIV / November 2014 12

Dede Rosyada:UIN Jakarta Harus Go International

Soal visi misi, Dede menyampaikan dalam masa jabatannya ia akan fokus pada internasionalisasi kampus. “Inti-nya ialah memperluas jaringan. Bu-kan jaringan rektor, namun jaringan dosen-dosen,” ujar pria kelahiran Ci-amis, 5 Oktober 1957 ini saat ditemui reporter INSTITUT, Nur Hamidah, Kamis (6/11). Berikut petikan wawan-caranya.

Kalau melihat visi rektor sebelum-nya yang lebih fokus pada integrasi keilmuan, lantas visi apa yang Anda fokuskan? UIN Jakarta tidak perlu lagi fokus

pada integrasi keilmuan. Saya rasa, integrasi keilmuan sudah cukup di tingkat wacana. Adapun yang akan dilakukan nanti adalah merumuskan kurikulum terintegrasi. Selebihnya, saat ini yang terpenting adalah mem-buka channel ke luar negeri agar UIN Jakarta diakui oleh dunia. Dengan begitu, alumni UIN akan lebih mudah bersaing di kancah internasional.

Pembahasan seputar WCU selalu menjadi bahan perbincangan. Sudah sampai tahap mana soal itu? Sebenarnya, yang disebut WCU me-

rupakan universitas yang masuk dalam peringkat 500 terbaik dunia. Namun, secara universal, standar universitas

terbaik itu tidak ada. Kriteria penila-ian selalu bergantung pada lembaga penyelenggara. Misalnya Times High-er Education Supplement (THES), salah satu lembaga yang mengadakan pemeringkatan universitas bertaraf in-ternasional. Bila berdasarkan penilaian THES,

terdapat tiga kriteria yang harus dimiliki universitas bertaraf WCU. Kriteria pertama, banyaknya jumlah tulisan dosen yang dikutip para akademisi dunia. Untuk itu, pihak kampus akan mendukung para dosen untuk melakukan pe-nelitian dan memub-likasikannya di jurnal ilmiah internasional bereputasi. Kriteria kedua, ba-

nyaknya dosen yang mengajar di perguruan tinggi di luar negeri. Kri-teria terakhir, banyaknya mahasiswa luar negeri yang kuliah di UIN. Saat tiga krite-ria itu terpenuhi, maka rancangan world class akan tercapai.

Lantas, UIN akan membuka jaring-an di negara mana saja?Demi mewujudkan hal itu, saya akan

berusaha untuk membuka channel di Timur Tengah, Aljazair, Maroko, Aus-tralia, dan Amerika dengan mengada-kan program kunjungan profesor-pro-fesor UIN Jakarta ke perguruan tinggi

luar negeri untuk mengajar selama beberapa waktu.

Langkah apa saja yang akan dilaku-kan UIN untuk mewujudkan itu se-mua?Pertama, saya akan fokus pada upaya

peningkatan partisipasi dosen dalam publikasi ilmiah di kancah interna-sional. Saya akan mendorong dosen untuk berpartisipasi aktif dalam me-mublikasikan karya ilmiah mereka

melalui jurnal internasional berepu-tasi. Ini bertujuan untuk membu-

ka channel bagi dosen agar dapat ikut serta dalam forum-forum akademik internasional.

Kedua, setelah mempu-nyai jaringan di luar nege-ri, para dosen di UIN Ja-karta diproyeksikan dapat melakukan kunjungan ke perguruan tinggi luar nege-ri untuk mengajar selama beberapa waktu. Namun, untuk mencapai hal itu,

diawali dengan mendorong dosen agar melakukan peneli-

tian.

Pada saat Anda menjabat seba-gai Dirjen Diktis, ada program 1000 Doktor. Apa maksud dari program itu? Apakah itu bagian dari langkah UIN menuju internasionalisasi?Program 1000 doktor adalah program

Kementerian Agama (Kemenag) yang

di dalamnya juga termasuk UIN Ja-karta. Program ini merupakan upaya memberikan kesempatan bagi dosen-dosen PTAIN yang belum berjenjang strata 3 (S3), untuk kuliah kembali di dalam atau luar negeri, dengan biaya dari pemerintah.Pada tahun 2025, saya mempunyai

target minimal 60% dari seluruh dosen di PTAIN, harus sudah memiliki gelar Doktor. Diawali tahun 2015 nanti, kami akan mendorong dosen-dosen UIN Jakarta untuk mengambil S3 di dalam dan luar negeri.

Menurut Anda, apa yang perlu dibe-nahi dari masa kepemimpinan rektor sebelumnya?Rektor sebelumnya sudah banyak

melakukan langkah progresif dan menghasilkan karya besar. Tapi, yang masih harus dibenahi adalah pember-dayaan dosen. Termasuk di dalamnya penelitian, konferensi, dan kunjun-gan dosen ke universitas di luar nege-ri untuk mengajar selama beberapa waktu.Mobilitas dosen-dosen masih berku-

tat di Ciputat, Karawang, dan Bekasi. Kampus akan membuka akses mere-ka ke luar negeri dengan fasilitas dari pemerintah. Dengan begitu, pengala-man akademik mereka meningkat dan mahasiwa juga akan diuntungkan.

Setelah dinyatakan sebagai rektor terpilih UIN Jakarta pada 14 Oktober lalu, nama Dede Rosyada mulai men-jadi sorotan segenap sivitas akademika UIN Jakarta. Visi misi yang diusungnya untuk memajukan UIN Jakarta pun tak luput menjadi perhatian.

INFO GRAFIS

Jadwal Pemilihan Rektor UIN Jakarta 2014

Info Grafis: Syah Rizal

l

Page 13: TABLOID INSTITUT EDISI 34

RESENSIEdisi XXXIV / November 201413

Aksi Nazi membasmi intelektual berpaham komunis dan yahudi membuat seorang gadis berumur 9 tahun, Liesel Meminger, berpisah dengan orang tuanya yang menganut paham komunis. Partai Nazi yang berkua-sa pada saat itu, ingin memberantas “penyakit” yang menjangkiti Jerman selama 20 tahun demi sebuah ke-jayaan.

Sebelum akhirnya Liesel dititipkan oleh ibunya kepada sepasang suami istri di Himmel, kota kecil di Molch-ing, ia menyadari bahwa ibunya telah menyelamatkannya dan membiarkan dirinya diasuh oleh orang lain. Na-mun dalam perjalanan menuju rumah orang tua asuhnya itu, Liesel terpukul atas kematian adiknya, Werner.Setelah dua hari kematian Werner,

Liesel mengambil sebuah buku hitam yang ia temukan di sekitar pemaka-man adiknya. Ia selalu mendekap buku itu ketika tidur demi mengenang Werner. Liesel dititipkan di rumah orang tua

asuh Hans Hubermann (Geoffrey Rush) dan Rosa Hubermann (Emily Watson). Tipikal ayah angkat yang lembut, berbeda dengan karakter ibu angkatnya yang kasar. Selama peng-asuhan keluarga Hubermann, Liesel diajarkan bagaimana cara membaca sebuah buku. Buku yang ia ambil dari makam adiknya pun menjadi buku pertama yang ia pelajari. Sejak saat itulah, akhirnya Liesel terobsesi untuk selalu membaca.Ketika parade revolusi sosial, selu-

ruh penduduk kota berkumpul untuk membakar buku-buku komunis dan yahudi. Revolusi itu bertujuan mem-basmi intelektual yang berasal dari

musuh Jerman saat itu. Selepas pa-rade berakhir, Liesel menemukan satu buku yang utuh. Buku yang berjudul “The Invisible Man” itu Liesel pelajari seperti buku-buku miliknya yang lain.Kecintaannya pada buku kian ber-

tambah sejak Max Vandenburg (Ben Schnetzer), pemuda beragama Ya-hudi, datang dan bersembunyi di ru-mahnya. Pemuda ini merupakan anak seorang pria yang pernah menyela-matkan ayah angkat Liesel saat Perang Dunia Pertama. Namun, keberadaan Max di rumah tersebut menjadi anca-man tersendiri bagi keluarga Hans.Demi keamanan keluarga Hans, Max

pun rela tinggal di ruang bawah tanah tempat Liesel belajar. Kedekatan Max dengan Liesel membuat gadis yang hobi bercerita ini semakin cerdas, ka-rena Max memberikan pemahaman tentang buku-buku yang Liesel baca.Melihat minat baca Liesel yang ting-

gi, Max pun menghadiahinya sebuah buku catatan kosong agar Liesel bisa berkarya setelah membaca banyak buku. Namun, sangat disayangkan, karena buku itulah kemudian Rudy Steiner (Nico Liersch), teman dekat Liesel mengetahui keberadaan Max di rumahnya.Ketika Liesel mengantarkan laundry

ke rumah walikota, Tn. Johann, Liesel

diberi kesempatan oleh Ny. Ilsa—istri walikota—untuk memasuki perpusta-kaan pribadinya. Liesel dipersilakan untuk membaca buku yang tersedia di dalamnya. Namun, kesempatan itu tak berlangsung lama karena ke-beradaan Liesel tak disukai oleh Tn. Johann.Kesempatan Liesel membaca buku-

buku di perpustakaan milik walikota pun akhirnya sirna. Meski begitu, hal tersebut tidak menyurutkan niat-nya untuk terus membaca. Bahkan, ia nekat memasuki ruang perpusta-kaan melalui jendela untuk kemudian mengambil sebuah buku. Sebagai teman dekat, Rudy berkali-

kali mengingatkan agar Liesel tidak mengambil buku di perpustakaan. Namun, karena “kegilaan” Liesel pada membaca, ia pun tidak menghi-raukan peringatan temannya itu. Akh-irnya, Rudy menjuluki Liesel sebagai si pencuri buku. Meski demikian, Lie-sel tetap menyanggah tuduhan Rudy. Ia mengaku hanya meminjam buku, bukan mencuri.Film yang diangkat dari novel

karya Markus Zusak dengan judul yang sama ini, menampilkan adegan terakhir “Malaikat Kematian” yang berbicara tentang kehidupan Liesel dan kematiannya di umur 90 tahun.

“Malaikat Kematian” tersebut ber-kata bahwa ia telah melihat banyak hal baik dan buruk yang terjadi se-lama bertahun-tahun. Tetapi, Liesel adalah satu dari sedikit orang yang membuatnya kagum.

Sutradara : Brian Percival

Produser : Karen Rosenfelt,

Ken Blancato

Tanggal Rilis: 8 November 2013

Bahasa : Inggris, Jerman

Genre : Drama, War

Maulia Nurul Hakim

Obsesi Gadis Si Penggila Buku

Liburan Sambil Belajar Bersama Maroon InstituteBosan dengan liburan yang begitu-

begitu saja? Ingin liburan Anda men-jadi lebih menarik? Maroon Institute menawarkan konsep liburan yang tak biasa. Bersama Maroon Institute Anda akan diajak berlibur sekaligus mencari ilmu.Kali ini, Maroon Institute menawar-

kan Holiday Program, program belajar bahasa Inggris sekaligus berlibur di Kampung Inggris, Pare, Jawa Timur. Program ini berlangsung selama satu bulan, mulai dari 19 Januari hingga 19 Februari 2015. Selama itu, Anda akan mendapatkan program kursus unggu-lan seperti speaking, grammar, pronoun-cation, dan free Test of Foreign Language (TOEFL).Selain itu, Anda akan tinggal di camp

dengan program english area dan se-orang tutor yang membimbing selepas salat subuh dan magrib. Berbeda den-gan program kelas yang diadakan pada Senin-Jumat, program di camp berjalan setiap harinya. Full english area pun membuat Anda semakin lan-car berbahasa Inggris dalam percaka-pan sehari-hari.Hanya dengan Rp2 juta Anda bisa

mendapatkan liburan yang tak ter-lupakan. Biaya ini sudah termasuk

asrama, tiket pulang pergi Jakarta – Pare dan Pare – Bali, hotel di Bali, serta biaya kursus selama sebulan. Se-mentara untuk biaya makan di Pare, hanya berkisar Rp5 ribu sampai Rp20 ribu saja.Tak hanya sekadar liburan, peserta

nantinya akan melakukan praktik ber-bicara langsung dengan orang asing di Bali. Selama di Bali, peserta akan dia-jak menikmati keindahan Pantai Kuta dan Pantai Sanur. Anda bisa langsung menyaksikan keindahan sunrise dari Pantai Sanur yang sudah mendunia.Tak berhenti pada wisata pantai,

Anda juga akan diajak berkeliling Bali untuk berburu oleh-oleh ke Joger, bersahabat dengan satwa di Monkey Forest, menikmati segarnya Danau Bedugul, dan lain sebagainya. Anda pun tak perlu khawatir untuk keper-luan akomodasi di sana karena akan menginap di hotel serta dipandu oleh tour guide.Program kursus seperti ini biasa di-

adakan Maroon Institute setiap libur semester genap dan ganjil. Sungguh waktu yang tepat untuk merasakan pengalaman liburan sambil belajar.

(Erika Hidayanti)Peserta Holiday Program periode ke-2 selepas praktik interaktif di Tanah Lot, Bali pada Januari - Februari 2014.

REKOMENDASI

Dok.

Mar

oon

Insti

tute

Page 14: TABLOID INSTITUT EDISI 34

SASTRA Edisi XXXIV / November 2014 14

Apakah kau tak mendesir? Dulu, kau pernah membuat banjir di sungai kecilnya? Sungai yang tak begitu pan-jang di bawah usus dan lambungnya, di atas paha dan kakinya. Wanita yang kau puja sekaligus kau hina.

***

Hidupnya baik-baik saja. Sebelum sekarang tentunya. Sebelum kau datang dengan cara yang berbeda. Hidupnya masih baik-baik saja. Sebe-lum wajahmu terpampang di mana-mana. Sebelum suaramu menggema di setiap sudut yang disinggahinya. Hidupnya kini tak baik-baik saja. Sete-lah kau hadir lagi dengan bentuk yang sungguh tak diinginkannya. Setelah kau menjelma menjadi makhluk yang hampir dibencinya. Hidupnya me-mang sudah tak baik-baik saja. Setelah ia sadar kenangan telah memudarkan segalanya. Setelah kau menganggap-nya sudah tak ada. Semenjak ramai pemilihan umum,

ia menjadi begitu was-was. Ia menge-nal wajah dalam baliho di depan gang dan wajah dalam poster-poster yang ditempel di pangkalan ojek. Ia me-ngenal lebih dari sekadar bentuk wa-jahnya. Tapi juga detail lekukan dan tata letak hidung, mata, alis, telinga, bahkan tulang rahang wajah itu. Ia terkejut sekaligus terkesima. Pertama kali melihat wajah itu, ia serasa ingin berteriak dan berjingkrak-jingkrak. Namun, perlahan ia mengetahui dan mengerti, ada yang amat berbeda dari wajah yang dulu dikenalnya dengan baik. Segalanya semakin membu-ruk. Ia mengenal, namun seperti tak mengenal. Ia tak mengenal, tapi sebe-narnya ia memang benar-benar kenal. Ia kenal. Wajah dalam baliho itu. Ia masih mengenalmu.Semuanya terasa begitu menghantui.

Berita di televisi, obrolan para tetang-ga, poster-poster yang ditempelkan

di sembarang tempat, baliho-baliho besar yang merusak pohon-pohon di pinggir jalan, stiker-stiker yang senan-tiasa mengotori tempat terbuka, juga bisikan jiwa yang berusaha mengutik kembali luka yang hampir binasa. Kenangan berderai, namun energi dalam dirinya mampu mendamik se-muanya. Ia memang tersiksa. Masa lalu yang disingkap kembali bukan-lah perkara biasa. Sebagian otaknya bekerja menggali lagi lekuk-lekuk lain kehidupan yang telah lama disem-bunyikan. Tubuhnya menolak. Tapi jiwanya terus menggali hingga tak ter-sisa penolakan lagi.Setiap melihat wajahmu--entah da-

lam angkot, warung kopi, atau se-panjang tembok komplek rumahnya--ia akan mengedip dan menelan ludah. Kemudian tertawa sendiri, merasa seolah sedang duduk berdampingan denganmu dan mendengarkanmu ber-bicara tentang teori Aristoteles. Kau bilang padanya bahwa di mana pun manusia berada, manusia akan selalu ada dalam masyarakat politik dengan jenisnya sendiri. Sedemikian dekatnya keseluruhan hidup manusia terangkai dalam kompleksitas masyarakat. Se-hingga akan asing baginya jika manu-sia tidak menyelidiki apa yang berada di bawah permukaan realitas sosial. Ia tak mengerti. Bahkan menurutnya, apa yang kau kemukakan hanyalah ocehan semata. Celotehan anak kecil yang belum mengerti kehidupan. Ia tertawa sembari menatap gambarmu dalam sebuah poster. Dahulu, mata-nya adalah mata yang tak pernah lepas memandangmu.Melihat wajahmu dalam baliho lagi,

ia seperti kembali mendengarkanmu menjabarkan hal-hal yang kau sukai dari sosok Karl Marx, Machiavelli, John Locke, dan entah siapa lagi. Ia tak begitu hafal tokoh favoritmu. Ia menggelengkan kepala. Menahan air-mata, sebetulnya. Menyadari betapa

kau telah benar-benar meninggalkan-nya begitu saja. Kepentinganmu ada-lah kepentingan yang mesti dinomor-satukan. Meski kau meninggalkan janji yang senantiasa dipegangnya, bahkan sampai ia memutuskan untuk tidak menikah, sebenarnya ia masih belum lega. Bertahun ia melihatmu berjuang sedemikian rupa. Demi apa yang kau sebut cita-cita. Kini, kau da-tang lengkap dengan cita-citamu yang hampir nyata. Ia bahagia. Tapi tidak dengan cinta yang ia punya.Kau menggandeng seorang wanita

dalam kampanyemu. Kau mengenal-kan ia, seorang wanita yang tak dike-nalnya dalam riwayat hidupmu. Semua orang tahu, tak terkecuali ia. Sebelum kau mampu berlari sekencang ini, ia ada di sisimu. Ia memapahmu ber-jalan, jatuh, dan merangkak, bangkit lalu pincang, hingga mampu berjalan kembali seperti yang kau inginkan. Tetapi di matamu, ia bukan siapa pun. Mungkin kau tak menyayanginya, atau sudah tak mencintainya. Ia tak begitu mengerti. Kau kini sungguh ter-lalu jauh untuk dirangkul lagi, untuk ditemani kembali. Ia hanya bisa terse-nyum dan tertawa sendiri, menelan masa lalu yang kau ciptakan dengan duka dan perih.Harimu tiba dan ia masih tidak

baik-baik saja. Pernahkah, yang me-rangkulmu sekarang, mendekapmu sehangat dekapannya? Mampukah, yang kau kasihi kini, bertahan seperti apa yang dipertahankannya? Bisakah, yang selalu di sisimu itu, menema-nimu berjuang menggapai cita seperti ia?Berita di radio dan televisi lokal se-

makin ramai. Sesekali ia membeli koran lokal dan membaca beritamu. Melihat kembali iklan kampanyemu, meski ia telah melihatnya berkali-kali. Kau masih memiliki senyum yang sama sejak berpisah lebih dari satu dasawarsa. Ia melihatmu lebih berka-

risma. Mungkin dari hasil kerasmu menggapai cita dan kegigihanmu me-lawan segala yang kau anggap salah. Kerutan di wajahmu masih diingat-nya. Alis tebal dan bibir tipis dipadu hidung setengah mancung-setengah pesek. Bedanya, jika dulu kau sering memakai kemeja bekas yang dibeli bersamanya di pasar loak, dalam gam-bar-gambar yang ditemukannya seka-rang, kau memakai kemeja putih, dasi, dan peci hitam. Rapi nan menawan. Ia tersenyum, lantas berdiri dan siap menemuimu dengan cara lain.Ia kini telah memegang kertas su-

ara di balik bilik kecil sebuah tempat pemungutan suara dekat rumahnya. Kedua tangannya bergetar. Ia mene-lisik sesekali mengelus gambar wa-jahmu di deretan paling atas pojok ka-nan. Suasana pos begitu hening. Sudah terlalu siang untuk mencoblos sekadar menyalurkan hak suara. Tapi ia tetap melangkahkan kaki, meski kenangan berlesatan di kepalanya, betapapun keraguan berlesakan dalam hatinya. Ia memantapkan diri di dalam bilik. Dengan segenap keutuhannya seba-gai warga negara, ia mulai mencoblos pilihannya. Perlahan ia menusuk wa-jahmu dengan paku. Deretan paling atas pojok kanan. Ia menghela napas-nya. Air mata perlahan jatuh, berke-mul membasahi wajah dan hatinya.

***

Apakah kau sungguh lupa? Ia meng-gelayut kepadamu, menyerahkan hidupnya dan berkorban untukmu demi cinta. Tapi kau melindasnya. Menguburnya sedalam mungkin demi cita-cita.

Wajah dalam Baliho

Bangsa Siapa? Nada Semesta

Oleh: Ayu Alfiah Jonas*

Oleh: Imam Budiman* Oleh: Ihya Ulumuddin*

*Penulis adalah mahasiswa semester satu, Jurusan Aqidah Filsafat, Fakul-tas Usluhuddin

*Penulis adalah pegiat forum diskusi Forum Mahasiswa Ciputat

*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Diras-at Islamiyah. Maha santri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences

Jika bangsamu seluas cangkang telur dan busuknya tercium, biar, itu negerimu.Bukankah kau menyukainya? Selama empat puluh delapan musim disetubuhi penguasa.Tapi, setidaknya kampungku bukan kaum penidur sepertimu!Di sini kami mengolah gambut rawa menjadi ladang pipit dan rempahMenyaring keruh kuning air tanah yang mulai merah di sawah-sawahKerja bocah-bocah yang mengaduk anak gabus agar si induk menikamBerangkat pagi, saat petang tiba kita justru lupa jalan pintas untuk pulangSebagian Bapak masih menimbang siul payah agar dibayar sesuai penatItu di sini, di kampungku–- kampung di lorong tanah yang satu jalan dengan penduduk cacing. Jika bangsamu sekaya rambutan berbuah dengan semut yang memenuhi gendang telinga,Biar, itu negerimu. Pahit yang tak lupa kau sambut setelahnya bukan?Keluh kesah mereka yang tertindih oleh tebalnya dompet pejabat korup,juga rongga mulut politisi dan caleg yang lekat berbuih, beradu, menjaja diri, melacur diri.Menjanjikan kemakmuran umpama Saba’ dalam pangkuan hariba.Mengerti dibodohi, sadar ditipu mentah-mentah kau!Selaku perlu, benakmu justru menampik: “Yang penting cukup untuk dikawani asap kretek!”Atau mereka yang terpaksa: “Bagaimana sekadar mengepul aroma lalap jantung pisang?”Ah, terkadang hidup memang sulit dan terlalu murahan.

Jakarta, Maret 2014

Semua jiwa menikmati nada-nadayang keluar dari suara ataupun yang tak bersuaraPetik demi petik senar pun menjadi saksibahwa ini memang dunia nyataBerlumur bahagia dan sengsara,sengsara menjadi bahagiadan bahagia entah itu apa?Dari zaman purba sampai zaman postraKata itu akan selalu terasa.Bagai air yang menetes di kolam yang diamrasa ini akan berkembang di bentangan alamperlahan tombol piano ditekanSerasa lepas terbang bersama keindahanketika gila menjadi sesosok temanhanya mengerti yang bisa menjinakkannyaAlam raya nan tak terhinggamemberi salam kepada kitadan kita pun memeluknya dengan bijaksana.

Pandawa, 1 Agustus 2014

CERP

EN

PUISI

Page 15: TABLOID INSTITUT EDISI 34

SENI BUDAYAEdisi XXXIV / November 201415

Sebuah permadani tebal berwarna merah digelar di atas aspal. Belasan orang mengerumuni, berkeliling untuk melihat pertunjukan. Ada yang berdiri, duduk, dan berselonjor sambil menanti pentas pagi itu. Tak lama, musik diputar, satu persatu para penari mulai melangkah ke atas permadani, diiringi tepuk tangan penonton.

Sebuah gendang bundar diletakkan di tengah-tengah permadani. Dua orang laki-laki duduk di setiap sisinya, sam-bil membawa dua stik pemukul gen-dang. Kedua laki-laki berbaju merah mulai memukul gendang bersahutan. Tarian dimulai. Lima orang perem-puan melangkah perlahan memasuki lingkaran. Dengan baju dan rok ber-warna putih, mereka melangkah per-lahan sambil berjinjit mengikuti ketu-kan gendang yang dimainkan. Gendang yang bernama Issong Pan-

dan itu terus ditabuh. Lima perem-puan berkalung emas mulai meleng-gak-lenggok di atas permadani sambil menunduk. Para penari yang dinama-

kan Ma’toding itu, terus menggerak-kan tangan ke atas dan ke bawah. Sinar matahari pukul sembilan pagi memantul lewat kalung keemasan bernama Usuk Tau, yang dikenakan oleh para Ma’toding, membuat kulit putih mereka bersinar. Tabuhan Issong Pandan bertalu-talu

diselingi teriakan dua pemuda berbaju merah, yang masih tetap menabuh Is-song Pandan. “Ciiiiaaatt!!”, seketika dua pria penabuh gendang itu terse-nyum dan memperlihatkan kebolehan mereka dalam menabuh gendang. Lima orang Ma’toding masih menari berjinjit, sambil sesekali meliukkan kedua tangannya.

Tabuhan Isson Pandan terdengar semakin keras, salah satu Ma’toding yang berada di tengah barisan berge-rak mundur dan mulai menaiki Issong Pandan. Menari di atas Issong Pan-dan yang tetap ditabuh. Decak kagum terdengar dari penonton. Ma’toding itu masih tetap menari di atas Issong Pandan.Perlahan Ma’toding yang menaiki

gendang mulai turun. Mereka mem-bentuk formasi satu banjar, masih menari berjinjit, kelima Ma’toding merendahkan tubuh mereka hingga duduk. Satu Ma’toding di baris tengah mengeluarkan selembar kain berwar-na hijau dan meletakkannya di depan

penonton. Ia lalu menggerakkan tang-an kanannya seperti orang menghalau debu. Kemudian melipat kain itu.Berasal dari Toraja, Sulawesi Sela-

tan, tarian khas ini bernama Pa Gellu. Tarian ini biasanya ditampilkan untuk menyambut para pahlawan yang kem-bali dari medan perang. Usia tarian ini sudah berpuluh-puluh tahun lamanya. Hingga saat ini, tidak ada yang tahu persis kapan tarian ini lahir.Dengan usia tarian yang sudah lama

ini, penonton dapat menyaksikan be-tapa kaya negeri Indonesia akan bu-dayanya. Tarian Pa Gellu ini merupa-kan salah satu dari belasan tarian lain yang ditampilkan dalam acara Project

on The Moves (Proms), yang diseleng-garakan oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ber-temakan ‘Jelajah Budaya Nusantara, Kenali dan Peduli Warisan Negeri ini’, panitia mengajak agar kita lebih peduli dengan kebudayaan sendiri. Acara yang diselenggarakan di Bun-

daran Hotel Indonesia (HI) ini, riuh oleh parade belasan kelompok tari dari berbagai sanggar dan SMA di Ja-karta. “Tahun ini, kita menyadarkan masyarakat bahwa budaya kita tidak kalah dengan budaya luar. Terutama sasaran kita anak-anak muda,” tutur Syifa Alsakina, Project Officer acara ini, Minggu (9/11).

Pa Gellu, Simbol PenghargaanPahlawan Toraja

Nur Hamidah

tulan—tak ada hubungannya dengan primordialisme ataupun oreks. “Itu hanya instrumen saja. Tidak ada itu kayak rezim-reziman. UIN kan dibangun bersama-sama,” tandasnya.Menanggapi isu tersebut, Amsal

Bakhtiar menepis kabar mengenai kuat-nya primordialisme dan kemitraan or-ganisasi ekstra di kalangan rektorat.Saat dihubungi INSTITUT, Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum itu me-ngaku tak tahu soal desas-desus primor-dialisme dan semacamnya. “Ya, saya tidak tahu. Tanyakan saja ke sumber lain,” katanya, Minggu (16/11).

Menanti Putusan MenteriDi lain waktu, Sekretaris Senat Univer-

sitas, Suwito mengucapkan selamat atas kemenangan Dede Rosyada sebagai re-ktor terpilih UIN Jakarta. Meski begitu, Ketua Jurusan Program Doktor (S3) Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta itu menegaskan, kemenangan Dede di pil-rek lalu tidak menjadi keputusan mutlak Dede menjadi pengganti Komaruddin sebagai rektor.Pasalnya, menurut Suwito, sesuai

Peraturan Menteri Agama No.17 tahun 2014 pasal 28 ayat 2 tentang Statuta UIN Jakarta, Menteri Agama (Menag)

Sambungan Jawara yang Tak Dijagokan

Foto

: Erik

a/In

s

Lima penari perempuan (Ma’toding), sedang menari tarian Pa Gellu dari Torajadi Jalan M.H. Thamrin Jakarta Pusat, Minggu (9/11). Acara bertemakan

Project on The Moves (PROMs) ini diselenggarakan oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi UI.

Saya mahasiswa FISIP menginginkan gerbang hitam yang ada di depan gedung FISIP dibuka untuk pejalan kaki agar akses ke FISIP lebih mudah dan tidak perlu memutar lewat gedung Pusat Bahasa.

08812130xxx

Saya mahasiswa Fakultas Dakwah meminta agar pengelola perpus-takaan fakultas memasang CCTV dan juga membuat loker. Soal-nya, sudah ada beberapa kasus kehilangan.

08981316xxx

Saya mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum meminta pengelola kebersihan agar tidak mengunci pintu toilet ketika masih berlang-sungnya jam kuliah. Karena dikunci lebih cepat, saya harus buang air kecil ke toilet Student Center.

08567231xxx

memiliki hak penuh dalam mengang-kat dan memberhentikan rektor. “Jadi, keputusannya tetap terserah menteri nanti,” ujar Suwito.Rencananya, jika Menag Lukman

Hakim Saefudin menetapkan rektor UIN Jakarta berdasarkan hasil keputu-san pilrek, pengangkatan Dede Rosyada sebagai pengganti Komaruddin bakal digelar pasca berakhirnya masa bakti Komaruddin pada 6 Januari 2015 nanti. Jika tidak, Menag bisa mengangkat satu dari dua nama lain—Amin Suma atau Jamhari—sebagai pengganti Komarud-din.

Surat Pembaca

Page 16: TABLOID INSTITUT EDISI 34

2 juta

- Gratis sewa sepeda selama di Pare