TABLOID INSTITUT EDISI 22

15
Edisi XXII/Oktober 2012 - Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com Ketika OPAK kemarin, mahasiswa baru me- nerima Buku Saku Panduan Kode Etik Mahasiswa UIN Jakarta. Peraturan itu merupakan hasil revisi dari pihak rektorat. Lalu ada dua pertanyaan yang harus dijawab rektorat, kenapa peraturan itu hanya disosialisasikan pada mahasiswa baru saat OPAK kemarin, tidak secara keseluruhan? Kemudian, mengapa mahasiswa tak dilibatkan dalam peru- musan kode etik? Bila rektorat berpendapat dua hal itu sudah dilakukan, pertanyaan selanjutnya kapan dan siapakah mahasiswa yang dilibatkan? Seluruh mahasiswa UIN Jakarta terutama yang menginjak semester menengah ke atas jika di- tanya kode etik, mungkin mereka akan menjawab tidak tahu, atau menggelengkan kepala. Tak ada sosialisasi. Mereka tak tahu kalau berbicara ko- tor, merokok, agitasi, provokasi, dan berpendapat tidak santun itu suatu pelanggaran kode etik. Satu contoh, lucu saja kalau di kantin ada mahasiswa yang berbicara kotor, tiba-tiba langsung diberi sanksi, dan ia sendiri tak menyadari perbuatannya itu pelanggaran suatu kode etik. Belum lagi beberapa pasal dalam kode etik yang ambigu, masih bisa diperdebatkan bersama-sama. Di Buku Saku Panduan Kode Etik Mahasiswa tertulis mengenai hak mahasiswa, salah satunya berpenda- pat yang santun. Dapatkah diberi rincian ukuran santun seperti apa? Selanjutnya peraturan dilarang berbicara kotor. Sama seperti kata santun, kata apa saja yang dikategorikan kotor? Ini sangat membu- ka peluang multitafsir atas peraturan itu, apa yang dimaksudkan mahasiswa berbeda dengan rektorat. Tak bisa seenaknya memposisikan mahasiswa sejajar dengan anak sekolah yang menuruti saja peraturan yang ada. Mahasiswa merupakan indi- vidu yang berpikir bebas dan kritis. Apalagi iklim di dunia kampus tempat bertarungnya pemikiran. Segala persoalan diselesaikan secara ilmiah. Kita tentu dapat mengikuti peraturan jika peraturan itu dibuat tidak dipandang dari satu sudut pandang saja melainkan semuanya, serta mengganggap bahwa mahasiswa itu bukan lagi anak-anak. Setidaknya persoalan itu akan tereleminir kalau sang penyusun kode etik memperhatikan aspek so- sialisasi dan representasi. Rektorat sebagai pihak yang lebih berpengalaman tentu peka melihat aspek ini. Terlihat lebih bijak andaikan kedua as- pek itu dipenuhi dalam perumusan kode etik ini, sehingga peraturan yang ada tidak mengecewakan salah satu pihak. Setelah Kode Etik Mahasiswa Dijalankan Sediakan Ruang Khusus Merokok! Laporan Khusus 3 Baca selengkapnya... Hal. Sosok 11 Baca selengkapnya... Hal. Ketika Kebingungan Melahirkan Prestasi Resensi 13 Baca selengkapnya.. Hal. Narasi Revolusi dalam Facebook Kode Etik: Adu Perspektif Mahasiswa-Rektorat Adapun beberapa jenis pelangga- ran yang tidak sejalan dengan ma- hasiswa, pertama, seperti pada pasal 10 poin 2 yang berisi bahwa maha- siswa tidak boleh melanggar standar busana dan penampilan. Bagi An- war, Ketua Forum Mahasiswa Cipu- tat (FORMACI), kedetailan pada pakaian mahasiswa yang panjang- nya 30 cm dan mahasiswi 20 cm dari pinggang ke bawah terkesan terlalu memaksa mahasiswa. Tak hanya itu, pada pasal 7 poin C dijelaskan, mahasiswa tidak dibe- narkan berambut gondrong. Anwar mengaku tidak setuju degan pasal tersebut. Baginya, setiap orang itu memiliki karakteristik yang berbe- da, apalagi perihal rambut. Selain itu, bisa jadi beberapa mahasiswa merasa lebih percaya diri bila me- miliki rambut panjang. “Untuk apa diseragamkan, mahasiswa itu bu- kan hewan,” tukasnya. Zahrotun Nihayah, salah satu tim perumus buku saku menang- gapi pendapat Anwar dengan balik bertanya. Tahun ini, para mahasiswa baru UIN Jakarta dibagikan Buku Saku Panduan Kode Etik Mahasiswa. Buku ini berisi kode etik lama yang telah direvisi rektorat. Namun, terdapat beberapa pasal yang tidak disepakati beberapa mahasiswa karena keredaksiannya yang mem- bingungkan. Muji Hastuti Bersambung ke hal. 15 kol. 2

description

 

Transcript of TABLOID INSTITUT EDISI 22

Page 1: TABLOID INSTITUT EDISI 22

Edisi XXII/Oktober 2012 - Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com

Editorial

Ketika OPAK kemarin, mahasiswa baru me-nerima Buku Saku Panduan Kode Etik Mahasiswa UIN Jakarta. Peraturan itu merupakan hasil revisi dari pihak rektorat. Lalu ada dua pertanyaan yang harus dijawab rektorat, kenapa peraturan itu hanya disosialisasikan pada mahasiswa baru saat OPAK kemarin, tidak secara keseluruhan? Kemudian, mengapa mahasiswa tak dilibatkan dalam peru-musan kode etik? Bila rektorat berpendapat dua hal itu sudah dilakukan, pertanyaan selanjutnya kapan dan siapakah mahasiswa yang dilibatkan?

Seluruh mahasiswa UIN Jakarta terutama yang menginjak semester menengah ke atas jika di-tanya kode etik, mungkin mereka akan menjawab tidak tahu, atau menggelengkan kepala. Tak ada sosialisasi. Mereka tak tahu kalau berbicara ko-tor, merokok, agitasi, provokasi, dan berpendapat tidak santun itu suatu pelanggaran kode etik. Satu contoh, lucu saja kalau di kantin ada mahasiswa yang berbicara kotor, tiba-tiba langsung diberi sanksi, dan ia sendiri tak menyadari perbuatannya itu pelanggaran suatu kode etik.

Belum lagi beberapa pasal dalam kode etik yang ambigu, masih bisa diperdebatkan bersama-sama. Di Buku Saku Panduan Kode Etik Mahasiswa tertulis mengenai hak mahasiswa, salah satunya berpenda-pat yang santun. Dapatkah diberi rincian ukuran santun seperti apa? Selanjutnya peraturan dilarang berbicara kotor. Sama seperti kata santun, kata apa saja yang dikategorikan kotor? Ini sangat membu-ka peluang multitafsir atas peraturan itu, apa yang dimaksudkan mahasiswa berbeda dengan rektorat.

Tak bisa seenaknya memposisikan mahasiswa sejajar dengan anak sekolah yang menuruti saja peraturan yang ada. Mahasiswa merupakan indi-vidu yang berpikir bebas dan kritis. Apalagi iklim di dunia kampus tempat bertarungnya pemikiran. Segala persoalan diselesaikan secara ilmiah. Kita tentu dapat mengikuti peraturan jika peraturan itu dibuat tidak dipandang dari satu sudut pandang saja melainkan semuanya, serta mengganggap bahwa mahasiswa itu bukan lagi anak-anak.

Setidaknya persoalan itu akan tereleminir kalau sang penyusun kode etik memperhatikan aspek so-sialisasi dan representasi. Rektorat sebagai pihak yang lebih berpengalaman tentu peka melihat aspek ini. Terlihat lebih bijak andaikan kedua as-pek itu dipenuhi dalam perumusan kode etik ini, sehingga peraturan yang ada tidak mengecewakan salah satu pihak.

Setelah Kode Etik Mahasiswa Dijalankan

Sediakan Ruang Khusus

Merokok!

Laporan Khusus3Baca selengkapnya...

Hal.

Sosok11Baca selengkapnya...

Hal.

Ketika Kebingungan Melahirkan Prestasi

Resensi13Baca selengkapnya..

Hal.

Narasi Revolusi dalam

Facebook

Kode Etik: Adu Perspektif Mahasiswa-Rektorat

Adapun beberapa jenis pelangga-ran yang tidak sejalan dengan ma-hasiswa, pertama, seperti pada pasal 10 poin 2 yang berisi bahwa maha-siswa tidak boleh melanggar standar busana dan penampilan. Bagi An-war, Ketua Forum Mahasiswa Cipu-tat (FORMACI), kedetailan pada pakaian mahasiswa yang panjang-nya 30 cm dan mahasiswi 20 cm dari pinggang ke bawah terkesan terlalu memaksa mahasiswa.

Tak hanya itu, pada pasal 7 poin C dijelaskan, mahasiswa tidak dibe-

narkan berambut gondrong. Anwar mengaku tidak setuju degan pasal tersebut. Baginya, setiap orang itu memiliki karakteristik yang berbe-da, apalagi perihal rambut. Selain itu, bisa jadi beberapa mahasiswa merasa lebih percaya diri bila me-miliki rambut panjang. “Untuk apa diseragamkan, mahasiswa itu bu-kan hewan,” tukasnya.

Zahrotun Nihayah, salah satu tim perumus buku saku menang-gapi pendapat Anwar dengan balik bertanya.

Tahun ini, para mahasiswa baru UIN Jakarta dibagikan Buku Saku Panduan Kode Etik Mahasiswa. Buku ini berisi kode etik lama yang

telah direvisi rektorat. Namun, terdapat beberapa pasal yang tidak

disepakati beberapa mahasiswa karena keredaksiannya yang mem-

bingungkan.

Muji Hastuti

Bersambung ke hal. 15 kol. 2

Page 2: TABLOID INSTITUT EDISI 22

2 Edisi XXII/Oktober 2012LAPORAN UTAMA

Sebagai ketua tim revisi kode etik mahasiswa, Muhbib Abdul Wahab menyampaikan, dalam pembuatannya semua tim revisi ikut, dan sebetulnya ini sudah pernah diuji publik. Dalam uji publik tersebut, semua kepala jurusan (kajur) dan pimpinan fakultas diundang. Bahkan, per-wakilan mahasiswa juga diun-dang.

“Jadi pada saat itulah hal-hal yang belum ada di dalam kode etik lama dapat diusulkan, seperti undang-undang (UU) aborsi yang diusulkan oleh do- sen kedokteran karena melihat maraknya kasus tersebut, teru-tama di kalangan anak muda,” jelasnya, Rabu (3/10 ).

Mengenai mekanisme pem-buatannya, Muhbib menutur-kan, kode etik yang lama dibagi-kan kepada tim revisi, setelah itu barulah tim memberikan usulan, sanggahan, kritikan, dan penam-bahan. Setelah rapat secara in-tensif, barulah draf diuji publik terlebih dahulu sebelum diberi-kan SK rektor.

“Dan lahirlah kode etik yang sudah direvisi dan diuji publik itu. Sekalipun uji publik tidak benar-benar uji publik, karena tidak semua dosen dan semua mahasiswa mengikutinya. Tapi yang ikut dirasa dapat mewa- kili semua mahasiswa dan dosen yang ada di UIN Jakarta,” pa-parnya. Tujuannya menjadikan mahasiswa yang baik, membuat ketentraman, kenyamanan, dan keadaan kondusif di kampus.

Mengenai sosialisasi, Muhbib menjelaskan, pelaksanaan sosia- lisasi saat OPAK kemarin agar dibaca pada awal perkuliahan. Sedangkan untuk semester lama belum dibagikan, tapi diharap-kan bagi yang mengetahui turut menyebarkan.

“Bagi yang belum mendapat-kan, silahkan unduh di website UIN Jakarta, jadi tidak ada ala-san lagi untuk tidak mengetahui kode etik ini. Kebijakan pemba-gian pedoman kode etik itu sama rektorat, dan saya berharap kode etik ini dapat dibagikan ke se-luruh mahasiwa. Tidak hanya dimiliki tapi juga dibaca, dan di-

patuhi,” ungkap Muhbib.Terkait biaya pembuatan

Buku Saku Panduan Kode Etik Mahasiswa, Kepala Sub Bagian Pengembangan Mahasiswa dan Alumni, Masruri, menyam-paikan biaya pembuatan buku saku tersebut merogoh kocek Rp9.900.000 dana tersebut di-ambil dari Rancangan Biaya Anggaran OPAK. Buku tersebut dicetak 6000 eksemplar. 5000 ek-semplar untuk mahasiswa baru dan sisanya untuk sosialisasi.

Belum layak publikBuku Saku Panduan Kode Etik

mahasiswa berisi 9 bab dan 49 pasal ternyata menurut Masruri, belum dilakukan uji publik ke seluruh sivitas akademik, baru tim revisi saja. Mestinya nanti diadakan workshop sekaligus uji publik.

“Kita nanti bisa siapkan ang-garannya, siapa saja pesertanya dan di situ kita terima kritik dan saran. Jadi, semuanya mengeta-hui isinya dengan jelas dari kode etik tanpa ada pro-kontra lagi,” paparnya.

Hal serupa juga disampaikan Ketua BEM FITK Didin Siro-judin. Dirinya tidak dilibatkan sama sekali dalam pembuatan kode etik tersebut, bahkan tidak mengetahui adanya revisi kode etik. “Seharusnya rektorat men-gajak mahasiswa untuk mem-buat kode etik, misalnya melalui seminar atau workshop. Setidak- nya ada perwakilan mahasiswa untuk memberikan pendapatnya mengenai isi dari kode etik,” ka-tanya.

Hadirnya Buku Saku Panduan Kode Etik Mahasiswa merupakan sebuah aturan bagi mahasiswa agar berlaku etis di lingkungan kampus. Sebenarnya, tanpa ada kode etik pun seharusnya maha-siswa dapat melakukan aktivitas yang tidak melanggar etika. Un-tuk saat ini implementasi kode etik memang belum maksimal. Salah satu penyebabnya adalah belum sadarnya setiap orang, dan masih bertanya-tanya siapa-kah yang berhak mengatur ma-hasiswa.

Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah No-mor: Un. 01/R/HK.005/12/2012 tentang Kode Etik Mahasiswa tahun ajaran 2012-2013 membuat sejum-lah kalangan mahasiswa lama kebingungan, karena kurangnya sosialisasi oleh rektorat serta tidak melibatkan mahasiswa dalam penyusunan kode etik tersebut.

Diterbitkan olehLembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN

JakartaSK. Rektor No.23 Th. 1984

Terbit Pertama Kali 1 Desember 2006

Pemimpin Umum: Dika Irawan | Sekretaris: Trisna Wulandari | Bendahara Umum: Muji Hastuti | Pemimpin Redaksi: Muhammad Fanshoby | Redaktur Pelaksana: Umar Mukhtar |

Redaktur Online: Rahmat Kamaruddin | Web Master: Makhruzi Rahman | Redaktur Foto : Ibnu Affan | Redaktur Bahasa : Ema Fitriyani | Artistik : Hilman Fauzi | Ilustrator : Jaffry Prabu

| Desain Grafis: Ahmad Rizqi | Pemimpin Perusahaan: Noor Rahma Yulia | Iklan & Sirkulasi: M. Umar | Marketing & Promosi: Aprilia Hariani, Rina Dwi Fitriyani | Pemimpin Litbang:

Abdul Charis | Riset: Aditya Putri | Pendidikan: Egi FA & Iswahyudi | Kajian: Aditia Purnomo | Dokumentasi: Aam Mariyamah & Rahayu Oktaviani

Koordinatur Liputan: Trisna Wulandari Reporter: Aam Mariyamah, Aditia Purnomo, Aditya Widya Putri, Aprilia Hariani, Ema Fitriyani, Jaffry Prabu Prakoso, Kiky Achmad Rizqi, Makhruzi Rahman, Muhammad Umar, Muji Hastuti, Rahayu Oktaviani, Rahmat Kamaruddin, Trisna Wulandari Fotografer: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Jong, Editor: Oby, Egi, Ibnu, Dika, Iswahyudi

Ilustrator: Rahman, UlanAlamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307, Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan 15419. Telp: 0856-133-1241 Web: www.lpminstitut.com

Email: [email protected] reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.

Kiky Achmad Rizqi & Rahayu Oktaviani

Salam RedaksiAssalamu’alaikum Wr. Wb.

Sangat kami sayangkan, Tabloid Edi-si XXII bulan Oktober yang berada di tangan pembaca yang budiman meru-pakan edisi terakhir di semester ini. Be-rawal dari dana kemahasiswaan yang tidak mencukupi penerbitan cetak sam-pai akhir semester ganjil, maka kami tidak bisa memaksakan diri untuk terbit seperti biasanya. Faktor dana menjadi sangat signifikan.

Andai saja pihak rektorat sebagai stasiun pemberhentian dana kema-hasiswaan memberi tahu sejak awal bahwa anggaran dana kemahasiswaan untuk UKM hanya 26 Juta per tahun, kami bisa bersiap sedari awal mengha-dapi itu. Yang kami tahu, setiap UKM mendapat 26 Juta per semester seperti tahun sebelumnya yang mengacu pada kongres.

Memang, seharusnya dana tidak menjadi alasan untuk tidak terbit. Na-mun, faktanya sekitar 70 persen pener-bitan berasal dari uang mahasiswa, se-dangkan 30 persen berasal dari iklan. Akan menyulitkan andai saja kami balik menjadi 30 persen dari uang ma-hasiswa dan 70 persen dari uang iklan, dan kami tetap berikan tabloid gratis!

Dari itu semua, kami selalu upayakan yang terbaik bagi pembaca setia yang budiman untuk tetap bisa menikmati sajian berita kami. Pembaca yang budi-man bisa tetap menikmati sajian kami lewat media online. Dan sampai seka-rang pun, akan tetap kami usahakan agar pembaca yang budiman bisa men-jangkau lebih dekat berita kami.

Salah satu upaya kami yang terbaru adalah terbitnya Majalah INSTITUT. Saat tabloid tak bisa kami paksakan un-tuk terbit, tapi majalah kami tetap pak-sakan untuk terbit. Meski tanpa uang sepeser pun dari mahasiswa, kami tetap cari ke sana-ke mari. Memaksakan diri dikarenakan pracetak majalah sudah rampung 95 persen, tinggal menunggu cetak. Tapi uang tak ada. Maka dari itu, prioritas kami yang realistis adalah memaksakan majalah terbit dan me-ninggalkan tabloid terbit. Sekali lagi, uang sangat vital.

Sebagai salam perpisahan, kami se-lalu teringat ungkapan Pramoedya Ananta Toer bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian. Demi keaba-dian, kami tetap menulis. Bekerja un-tuk kepentingan bersama lewat tulisan. Berteriak untuk yang tertindas lewat tu-lisan. Mengkritik bagi semena-semena lewat tulisan. Sekali lagi, demi keabadi-an, untuk dicatat dalam sejarah. Sam-pai jumpa lagi.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.SK Kode Etik Mahasiswa

Mahasiswa Tidak Tahu Kode Etik untuk Siapa?

Page 3: TABLOID INSTITUT EDISI 22

3Edisi XXII/Oktober 2012 LAPORAN UTAMA

Menurut Mulky Hayun, mahasiswa Ko-munikasi Penyiaran Islam, kebijakan pela-rangan merokok ini berlebihan. Mulky yang bukan perokok menganggap perokok memiliki hak untuk merokok. “Selama yang merokok tahu tempat dan yang tidak merokok tahu tempat, sama-sama menjaga hak saja,” katanya (10/10).

Ia menambahkan, perokok juga harus punya etika dan kesadaran jika tak semua orang merokok. Lalu, yang bukan perokok juga harus mengatakan jika ia terganggu dengan asap rokok. “Kalau nggak merasa terganggu, nggak masalah,” tuturnya.

Keberadaan ruangan bebas asap rokok atas dampak dari peraturan tersebut bagi Mulky, memberi konsekuensi harus dise-diakannya ruangan khusus merokok. Ia

juga mengusulkan keberadaan ruangan khusus merokok di setiap fakultas.

Baginya, jika masyarakat tidak ingin melihat orang kencing sembarangan, harus disediakan toilet yang layak. Jika tidak ingin melihat orang buang sampah sem-barangan, sediakan tempat sampah yang layak. Begitu juga jika tidak ingin melihat orang merokok sembarangan, sediakan ruangan khusus merokok yang layak bagi mereka.

Saat ini di UIN Jakarta memang hanya terdapat satu ruangan yang diperuntukkan bagi perokok, di kawasan Fakultas Sains dan Teknologi (FST). Sementara, perokok di UIN Jakarta tak hanya berasal dari fakultas tersebut.

Muhammad Ali Meha, Kepala Bagian

(Kabag) Umum menuturkan, ruangan khu-sus merokok memang digagas oleh FST. Hal itu dilakukan guna memberikan pe-nyadaran bagi mahasiswa agar tidak me-rokok di gedung dan tidak buang puntung sembarangan. “Daripada mereka dilarang dan ngumpet-ngumpet, coba kita buatkan di luar,” ujarnya (11/10).

Keberadaan ruangan khusus merokok, lanjutnya, memang diperlukan. Keinginan untuk menyediakan ruangan itu memang sudah ada. Di kawasan rektorat, misalnya, memang jarang ada orang yang merokok, kalaupun ada hanya para office boy. “Cuma, perokok kan nggak bisa dilarang, jadi mere-ka ngumpet-ngumpet,” jelasnya. Hal tersebut terjadi karena tidak ada ruangan khusus merokok.

Ke depannya, jika keberadaan ruangan khusus merokok memang dianggap perlu, setiap fakultas akan diberikan surat edaran untuk pengadaan ruangan khusus me-rokok. “Mungkin ruangannya seperti di bandara, agak di pojok,” katanya.

Keberadaan ruangan khusus merokok menurut Aulia Astra, mahasiswa FST, me-mang efektif. Ia yang juga perokok ini men-ceritakan, sejak disediakan ruangan khusus

merokok di luar gedung FST dua tahun ter-akhir, mahasiswa lebih memilih merokok di sana dan tidak ada lagi puntung bersera-kan di gedung fakultas.

Soal keberadaan ruangan khusus me-rokok di fakultas lain, ia menganggap perlu disediakan daripada mengganggu yang tidak merokok. “Mending disediakan dari-pada orang kena asep. Nggak semua terima,” katanya. Selain itu juga perlu disosialisasi-kan ruangan khusus seperti ini agar pe-rokok tidak merokok di sembarang tempat.

Ketika ditanyakan kepada Kepala Tata Usaha FST (10/10), Zulkifli I Noor, ia tidak mengetahui keberadaan ruangan khu-sus merokok di FST. Baginya, jika meng-acu pada Perda DKI, di lembaga pendidi-kan tidak diperbolehkan ada asap rokok.

Namun kerika dibenturkan pada UU Pendidikan Tinggi yang memberi otonomi pada kampus, ia menjelaskan, jika kampus memang ingin menyediakan ruangan khu-sus merokok dan itu memang efektif, ia tidak keberatan.

Sayangnya, ketika hal ini ingin dikonfir-masi kepada Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan, beliau menolak dikonfir-masi karena sedang “puasa” diwawancara.

ADIT/INSTITUT

Sediakan Ruangan Khusus Merokok!Rokok adalah barang legal. Namun, peredarannya di UIN Jakarta kini

dibatasi oleh Kode Etik Mahasiswa terbaru. Terlebih, terdapat hukuman

denda Rp50.000 bagi yang melanggar peraturan itu. Jika mengacu pada

UU 36/2009 tentang kesehatan, maka tempat-tempat umum harus menye-

diakan ruangan khusus merokok.

Aditia Purnomo

Page 4: TABLOID INSTITUT EDISI 22

Edisi XXII/Oktober 2012

Tahun ajaran 2012-2013 ini, UIN menerbitkan Kode Etik Mahasiswa edisi revisi. Dalam sambutan buku Kode Etik tersebut, Pembantu Rektor (Purek) III Bidang Kemahasiswaan Sudarnoto Abdul Hakim mengung-kapkan, tujuan kode etik tersebut guna terciptanya suasana kampus yang tertib dan mendukung pelaksa-naan program-program akademik dan non-akademik secara lebih baik.

Berikut hasil wawancara INSTI-TUT dengan Ketua Tim Penyu-sun Revisi Kode Etik Mahasiswa Muhbib Abdul Wahab terkait be-berapa pasal, yakni pada Bab VII tentang pasal 26 (rokok), pasal 32 (berzina), dan pasal 39 (terlibat organisasi dan atau aliran sesat), Rabu (10/10).

Pasal tentang rokok, denda dan implementasinya?

Bertahap. Masih sosialisasi. Dalam waktu dekat ini, kalau masih merokok, ya, didenda. Se-benarnya kita lebih murah. Di Universitas Indonesia, kalau ke-dapatan merokok, menurut kode etik, mereka didenda Rp100.000. Di DKI, kan ada di Perda. Yang jelas ada, walaupun belum terealisasi. Termasuk di kampus ini.

Karena walau bagaimana pun, yang merokok itu sebenarnya bu-kan hanya mahasiswa, juga ada yang lain. Tapi kita perlu mem-buat ini supaya lembaga pendidi-kan ini bersih dari asap rokok, karena merokok itu sama sekali

tidak mendidik, baik dari sisi kesehatan, kebersihan, maupun ekonomi. Merokok itu tidak ada guna-nya kok.

Saya sering dialog, coba tunjukkan apa manfaatnya me-rokok? Tiup, buang lagi, tiup, buang lagi. Coba dipakai buat makan, kenyang. Ngotorin lingkungan. Perokok itu tidak ada yang peduli terhadap kebersi-han dan kesehatan. Saya sudah amati semua, nggak dosen, karyawan, maha-siswa, kalau perokok itu tidak ada yang peduli dengan orang lain. Kalau mau merokok, ya, tidak apa-apa, tapi jangan di kampus sini, di

luar saja. Kode etik itu atau aturan apa pun dibuat untuk kepentingan bersama.

Kode etik dosen, adakah?Kita sudah usulkan kepada do-

sen. Supaya adil, supaya sama-sa-ma bisa menjadi contoh. Ya kalau cuma mahasiswa saja yang dila-rang merokok, dosennya tidak, itu kan tidak fair. Saya sudah sering usul itu di forum-forum, tapi saya belum tahu hasilnya. Mungkin nanti bisa dikonfirmasi ke lem-baga penjaminan mutu di UIN. Ada nggak itu, kalau misalkan nggak ada, atau misalkan hilang di tengah proses, tolong mahasiswa mengawal. Saya sudah himbau dan usulkan itu dalam berbagai rapat bersama para pimpinan dan dosen.

Tentang pasal zina, asas pem-buktiannya bagaimana?

Tentu kita tidak bisa seperti apa yang diminta oleh hadis Nabi, seperti melihat “timba masuk ke dalam sumur”. Itu tidak mung-kin di jaman sekarang. Yang bisa dimungkinkan, pertama, ya kalau tertangkap basah, mungkin di sua-tu kamar, kemudian dua-duanya dimintai surat nikah. Kemudian diminta untuk mengakui, tapi dalam arti menjelaskan. Mung-kin juga bukti lainnya seperti spermanya masih ada apa tidak. Salah satunya itu.

Dan itu pernah terjadi. Jadi ada mahasiswa digrebek warga, di belakang koperasi UIN, yang ber-sangkutan mengakui, kemudian dibuatkan surat pernyataan bahwa benar telah melakukan zina. Tidak harus ngintip, mana mungkin di ja-man sekarang. Hadis itu berlaku pada jaman dulu karena saat itu rumah penduduk masih tradisio-

Muhbib: Kode Etik Sebagai Upaya PreventifRahmat Kamaruddin

4 WAWANCARA

Kode etik mahasiswa merupa-kan pagar penjaga yang membata-si setiap tindak-tanduk mahasiswa yang dinilai negatif dan menyim-pang dari norma yang berlaku. Dalam kebijakan pembuatannya diharapkan dapat merepresenta-sikan tatanan sikap santun para mahasiswa.

Maka dari itu, proses pembua-tan seyogyanya melibatkan ma-hasiswa agar dapat dilihat kritik berbagai sisi. Apalagi mahasiswa merupakan subjek yang menjalan-kan kode etik. Namun dari survei yang dilakukan Litbang LPM IN-STITUT pada tanggal 1-5 Oktober 2012 di 11 Fakultas dapat dilihat sebagian besar mahasiswa malah tidak mengetahui siapa pem-buatnya.

Melalui pertanyaan pertama yang mengindikasi pengetahuan tentang kode etik yang berlaku di

yang menganggap pembuat kode etik adalah Rektorat dan maha-siswa dengan jumlah sample 2%.

Padahal, kode etik dibuat oleh Rektorat dan mengundang ma-hasiswa. Tapi, undangan rektorat ini tidak jelas ditunjukan kepada mahasiswa yang mana. Sehingga wajar saja mahasiswa mengang-gap tidak dilinbatkan atau jika dilibatkan pun hanya dalam porsi minim.

Dalam pertanyaan selanjutnya, 85% koresponden menyetujui perlunya keterlibatan mahasiswa dalam pembuatan kode etik. Ke-mudian, 8% menganggap tidak perlu dan selebihnya merasa ragu-ragu.

Keberadaan kode etik sebe-narnya bertujuan untuk menga-tur berbagai kegiatan mahasiswa, baik yang bersifat akademis atau-pun non-akademis. Bila dicermati,

kampus. Sekitar 74% mahasiswa mengaku tahu dan sisanya 26% mengaku tidak mengetahui ten-tang kode etik yang berlaku.

Namun, jika dikorelasikan den-gan hasil pertanyaan ke dua. Ma-hasiswa hanya mengetahui kode etik tanpa mengetahui siapa pem-buat kode etik yang telah dijalan-kan. Ada sekitar 57% koresponden yang tidak mengetahui siapa pem-buat kode etik.

Hal ini menunjukkan keapa-tisan mahasiswa. Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, mereka menjalankan peraturan yang tidak diketahui siapa pembuatanya. Tapi tetap setia dan manut tanpa banyak ba, bi, bu.

Sebesar 28%, mahasiswa meg-anggap bahwa pembuat kode etik adalah pihak rektorat dan de-kanat. Rektorat, dekanat dan ma-hasiswa 13%. Kemudian banyak

keberadaan kode etik juga akan berdampak pada kebebasan ma-hasiswa. Mengingat, tak sedikit kode etik yang dirasa mengekang mahasiswa.

Terlihat dari hasil survei yang berjumlah 34% mahasiswa terke-kang dengan adanya kode etik sepihak, selebihnya sekitar 66% mahasiswa setuju menjalankan kode etik yang berlaku.

Mahasiswa pun menilai kurang adanya sosialisasi dari pihak re-ktorat, ada pun yang menilai su-dah ada tapi belum maksimal dan kurang jelas. Dalam pertanyaan terbuka, mahasiswa banyak tidak mengetahui bentuk sosialisasi. Namun ada juga yang mengetahui bahwa sosialisasi dilakukan den-gan buku kode etik mahasiswa. Walaupun tidak semua maha-siswa memiliki buku tersebut.

Untuk menyelesaikan keran-

SURVEI

Metode Survei:Survei ini dilakukan Litbang INSTITUT pada tanggal 7-12 Oktober 2012. Sebanyak 204 responden dari 26 lembaga ke-mahasiswaan yang terdiri dari 15 UKM dan 11 BEM dipilih secara acak dengan metode Convenience Sampling. Hasil survei ini tidak dimaksudkan untuk mewakili seluruh ma-hasiswa UIN Jakarta.

cuan tersebut, mahasiswa meng-harap kan adanya sosialisasi yang jelas agar kode etik ini bisa ditetap-kan dan disepakati bersama, bu-kan hanya atas dasar kesepakatan dosen, dekan atau rektorat saja. Baru penerapannya dapat dilak-sanakan secara tegas dan bersama-sama.

Kode Etik Rancu, Mahasiswa Tetap Setia

Muhbib Abdul Wahab, Pudek III Bidang Kemahasiswaa FITK seka-ligus Ketua Tim Perumus Kode Etik Mahasiswa.

nal. Sekarang kan sudah tembok. Rapih. Ya mungkin satu-dua kali nggak ketahuan, tapi kan lama-la-ma orang mulai curiga. Menyim-pan kebusukan itu akan ketahuan.

Jadi, pembuktiannya itu adalah pembuktian fisik, atau melalui pengujian. Tapi tidak mungkin se-jauh itu. Ngapain kita repot. Orang berzina itu kan pasti ketahuan. Dari sisi penampilannya, fisik. Ini suami istri atau tidak. Banyak kok yang sudah sering digrebek warga seperti itu. Jadi sebetulnya, kita tidak perlu menuntut asas pem-buktian, tetapi realitanya seperti apa di masyarakat.

Psikologi orang yang bersalah dengan tidak itu kan berbeda. Saya mengatakan bahwa pembuktian-nya lebih kepada pembuktian sosial, masyarakat. Saya netral saja. Kalau tidak terbukti secara kode etik, ya tidak apa-apa. Sekali lagi, tidak apa-apa menurut kode etik, ya. Bukan berarti zina itu boleh. Kode etik ini dibuat kalau terjadi pelanggaran, dan kalau pelangarannya diketahui, ada yang melaporkan, dan ada yang melakukan. Kalau tidak ada, ya, aman-aman saja.

UIN beberapa kali meng- advokasi aliran yang dianggap sesat oleh masyarakat, misalnya kasus Lia Eden. Terkait pasal aliran terlarang dan sesat di Kode Etik Mahasiswa, standarisasinya seperti apa?

Saya kira begini, saya korek-si dulu. Ini jangan UIN yang dibawa-bawa, UIN tidak pernah. Tapi mungkin ada, satu-dua orang atau oknum yang punya pendapat ‘membela’ kesesatan Lia Eden. Membela hak ia untuk meyakini apa yang ia anggap benar. Karena, biasanya, yang menjadi argumen

itu adalah keyakinannya tidak bisa diberangus, dilenyapkan. Mereka tetap punya hak untuk beragama seperti yang ia yakini, walaupun argumen itu tidak terlalu kuat.

Argumen tersebut hanya ber-dasarkan HAM yang lebih mene-kankan pada aspek hak-hak per-sonalnya, tanpa mempedulikan orang lain yang merasa terganggu dan terusik dengan cara dia mem-praktikkan keyakinannya, yang mungkin masih ‘mengatasnama-kan’ Islam juga karena dianggap menistai atau menodai agama.

Kriteria kesesatan menurut Kode Etik Mahasiswa, seperti apa?

Nah, tentang aturan sesat atau tidak, pastinya berdasarkan hu-kum positif. Ada beberapa aliran yang memang dilarang oleh ne-gara, misalnya PKI dan NII. Ke-mudian aliran-aliran yang pernah ada misalnya, yah, yang sempalan-sempalan itu, splinter group, yang oleh MUI maupun pemerintah itu dianggap sesat.

Kemudian, aliran-aliran seperti ini kan sifatnya di bawah tanah, susah dideteksi. Termasuk juga te-rorisme, gerakan, dan aliran sesat. Nah, seperti itu juga dilarang. Sekali lagi, karena keberadaan-nya bukan untuk membuat umat Islam maju, tapi lebih cenderung memperkaya diri sendiri, men-eror orang lain, menimbulkan ketakutan dan kebencian. Jadi, krite-rianya adalah hukum positif yang berlaku. Memang di buku itu tidak ditulis secara detil, tapi kita bisa membaca situasi. Jadi itu saja patokannya, apa yang terlarang adalah yang dilarang undang-un-dang atau hukum positif Republik Indonesia.

RAH

MAT

/IN

STIT

UT

Page 5: TABLOID INSTITUT EDISI 22

5Edisi XXII/Oktober 2012 LAPORAN KHUSUS

Sebagai contoh kasus pe-nyegelan sekretariat dan masalah mahasiswa beasiswa BLU belum lama ini. Hal itu diungkapkan Mantan aktivis IAIN Jakarta era’98, Andi Safrani, sebagai imbas belum dibentuknya kanal tersebut.

Andi yang saat ini berprofesi sebagai advokat di GIA Law Firm menuturkan, berdasarkan Peratu-ran Undang-Undang Perguruan Tinggi pasal 19 ayat 2, rektorat wajib memfasilitasi sekaligus mengawasi kebutuhan maha-siswa, termasuk lembaga kemaha-siswaan di setiap level. Meskipun pada SK Dirjen Kementrian Aga-ma, nomenklatur Lembaga Kema-hasiswa telah berubah.

“Rektorat jangan malah menu-tup kanal dan mengerdilkan lem-baga kemahasiswaan, sehingga tidak dapat mengakomodir ke-butuhan mahasiswa. Ini perlu di cermati mahasiswa, secara hukum apakah perbuatan rektorat mela-wan hukum atau tidak,” ujarnya saat ditemui di kantornya (1/10).

Ia menambahkan, terkait dengan realita yang ada, maha-siswa sangat perlu memilki pen-dewasaan berorganisasi untuk mengajukan keberatan terhadap kebijakan yang dianggap seme-na-mena. Solidaritas mahasiswa penting ditumbukan untuk mem-bagun kanal tersebut.

“Mahasiswa berdaulat, bu-

kan hanya formalitas tapi sub-tansi yang mesti dijunjung tinggi. Kalaupun KMU atau organisasi tingkat universitas dirasa sulit di lahirkan kembali, maka bangun komunikasi informal untuk tujuan bersama. Karena musuh terbesar bukanlah rektorat, melainkan ego organisasi masing-masing,” tam-bahnya.

Terkait kasus penyegelan Sekret Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Arkadia, ketua Arkadia periode 2009-2010, Novrizal Fahmi menu-turkan, Arkadia hanya salah satu contoh korban tindakan semena-mena dari rektorat. Hal itu lanta-ran tidak adanya mediasi secara kelembagaan mahasiswa tingkat tertinggi, padahal penyegelan tidak prosedural .

“Tidak ada surat penyegelan yang berlandaskan pasal pembe-rian sanksi. Mediasi pun hanya pada tataran personal dari Akra-dia dan itu sangat alot. Sehingga sampai saat ini belum ada mediasi kelanjutan dari penyegelan ini,” ungkapnya (2/10).

Fahmi atau biasa disapa Blanca menegaskan, semenjak Student Government dihapuskan, lemba-ga kemahasiswaan dikerdilkan. Dulu, meskipun background poli-tik, oranisasi berbeda, tapi ma-hasiswa masih berdaulat dengan adanya KMU, DPMU, BMU.

“Saat ini rektorat bukan sebagai penganyom atau pendidik maha-

siswa, tapi seakan sebagai pen-guasa yang nggak mau kehilangan kekuasaannya. Mahasiswa hanya dikekang kreativitasnya,” seru Blanca saat ditemui di depan sek-retariat Arkadia. Hal senada di ungkapkan oleh salah satu maha-siswa beasiswa BLU Ushuluddin yang bermasalah, Sintia Aulia. Ia mengatakan ketidakhadiran lembaga tertinggi mahasiswa yang berperan mengadvokasi permasalahan-permasalahan ma-hasiswa, berdampak negatif pada persoalan yang terjadi pada maha-siswa Ushuluddin.

Sedikit mengulas, lantaran BLU kehabisan dana, mahasiswa pe-nerima beasiswa BLU Ushuluddin diwajibkan mengembalikan uang beasiswa DIPA yang awalnya diperbolehkan pihak dekanat un-tuk mendapatkan beasiswa tese-but.

“Manajemen BLU tidak jelas, kenapa mahasiswa yang menang-gung. Kebijakan sebelah pihak,

BEM Fakultas pun dalam hal ini tidak andil dalam memediasi permasalahan ini, mau ngadu ke siapa lagi? Toh BMU tidak ada,” ujarnya.

Romantisme sistem Menilik Garis Garis Besar Hal-

uan Organisasi pada Kongres Ma-hasiswa Universitas UIN Jakarta 2008-2009, terpapar pada penda-huluan alinea ke tiga, menyebut-kan tawaran Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) yang diterapkan oleh Orde Baru bukan saja tidak memberdayakan maha-siswa, bahkan secara fungsional institusi, organisasi tersebut tidak jelas dan hanya besifat imperatif subordinatif.

Landasan tersebut membuat Ayip Tayana, ketua KMU priode 2008-2009, terpaksa angkat bicara mengenai dampak pergantian sis-tem kemahasiswaan yang dinilai subordinatif dengan tidak adanya KMU dan lembaga pengadvokasi

Aprilia Hariani

tertinggi mahasiswa lainnya.Kemelut atas ketidaksesuaian

kebijakan rektorat saat ini adalah perkara tidak saling menjaganya komunikasi antar mahasiswa. “Jika tidak sesuai, tuntutlah. Jangan selalu menyalahkan tidak adannya lembaga mediasi ditata-ran universitas. Kebenaran maje-muk perlu diperjuangkan, jangan melulu sebatas meributkan budg-eting,” tuturnya yang juga maha-siswa Fakultas Ekonomi dan Bis-nis (10/10).

Dia menegaskan, KMU secara hukum belum musnah, lantaran belum adanya sidang referendum. “Kenapa mahasiswa baru merasa kehilangan KMU saat ini? Men-gapa dari dulu tidak diperjuang-kan keberadaannya? Dan seakan memperjuangkan karena hanya banyaknya kemelut yang terjadi pada mahasiswa, kehadiran KMU bukankah hanya romantisme sis-tem saja? ”ucapnya.

Hilangnya Kanal Kedaulatan Mahasiswa

Beberapa anggota UKM Arkadia di depan sekretariatnya yang disegel rektorat (5/10).

Sudarnoto beranggapan, per-ubahan itu sebagai salah satu bentuk program rektorat un-tuk mengakreditasi UKM seba-gaimana pengakreditasian jurusan dan fakultas. “Utamanya adalah mengejar International Standariza-tion for Organisation (ISO),” ka-tanya.

Rencana rektorat ini mendapat respon dari masyarakat UKM. Menurut mereka, perubahan kon-sep sekretariat ke kantor versi Su-darnoto sama saja menghilangkan nilai-nilai luhur dalam berkreativi-tas. “Ketika dibenturkan dengan alasan untuk mengejar akreditasi atau universitas kelas dunia, di

se-perti bentuk ideal yang ditem-pati UKM LPM INSTITUT dan UKM Pramuka. Sedang untuk luas sekretariat seperti Arkadia, Teater Syahid, Kalacitra, Ranita, Forsa, PSM, LDK, maupun Men-wa, saat perbaikan nanti, harus menyesuaikan dengan ukuran ide-al sesuai konsep tandingan. Ada-pun sekretariat Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU) dan Kongres Mahasiswa Univer-sitas (KMU) akan dijadikan ruang sidang atau rapat (student lounge). Disediakan juga tempat penyim-panan inventaris masing-masing UKM, misalnya, di sekretariat Teater Syahid dan LDK.

Konsep ini dipresentasikan Plt di antaranya di depan Purek III, Purek II Bidang Administrasi Umum Amsal Bachtiar, kontrak-tor, dan konsultan perencanaan pada Selasa lalu (9/10) di ruang

Universitas Indonesia, Universi-tas Gadjah Mada, dan universitas mana pun yang sudah mendapat gelar itu, sekretariatnya sama se-perti yang ada di sini,” ujar Pelak-sana Tugas (Plt) Forum UKM Faris Bimantara.

Dan ketika Faris menanyakan konsep kantor versi Sudarnoto seperti apa, Purek III itu me-ngatakan belum ada konsep jelas mengenai hal itu. Kemudian, Fo-rum UKM mengajukan konsep tandingan kantor sekretariat versi masyarakat UKM.

Konsep tandingannya adalah masing-masing UKM mendapat jatah sekretariat seluas 5x4 m

sidang utama dan disetujui forum. Dalam rencana reposisi, Sudar-noto mengatakan agar dibuat par-tisi atau semacam pembatas antar UKM sebagai connecting door (pin-tu penghubung) untuk mendobrak sekat dan ekslusivitas antar UKM.

Tetapi Faris menilai, jika pintu penghubung tetap diadakan justru tidak efektif dalam membangun kebersamaan antar UKM. “Pun dengan konsep kantor menurut rektorat, hanya akan menghilang-kan budaya silaturahmi di UKM,” ujarnya.

Menyesuaikan anggaranMenanggapi rencana membuat

partisi antar UKM, Amsal men-gatakan, tujuan utama perbaikan adalah mempercantik Student Center (SC) dengan mengecat se-mua sisi gedung. Memasang atap yang menghubungkan gedung SC

dengan masjid al-Jami’ah, mem-benahi toilet dan tempat wudhu, serta memasang lampu penerang lapangan SC di 24 titik.

“Perihal partisi nanti akan disesuaikan dengan anggaran yang ada. Anggarannya sekitar Rp2 Milyar yang berasal dari Ang-garan Pendapatan dan Belanja Ne-gara untuk Pembangunan (APBN-P),” kata Amsal secara terpisah di ruangannya (11/10).

Selain harus menyesuaikan den-gan anggaran, rektorat pun dikejar deadline perbaikan SC hingga akhir tahun ini. “Dengan waktu yang sangat mepet, pembangunan harus selesai dalam tiga bulan. Tahun depan insya Allah sudah bisa digu-nakan siang-malam,” tambahnya.

Ema Fitriyani

APRIL/INSTITUT

Seperti halnya pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), kanal (salu-ran) berperan penting dalam upaya mengantisipasi banjir dan menjaga keseimbangan hidrologi. Tak ubahnya peran lembaga kemahasiswaan tingkat universitas seperti Kongres Mahasiswa Universitas (KMU), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas, dan Dewan Perwaki-lan Mahasiswa Universitas (DPMU) bak kanal kedaulatan mahasiswa untuk mengantisipasi semua kebijakan rektorat yang belakangan ini di-anggap tidak memberi ruang negosiasi.

Tempo lalu (1/10), Pembantu Rektor (Purek) III Bidang Kemaha-siswaan Sudarnoto Abdul Hakim mengumpulkan para ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) untuk membicarakan perubahan konsep sekretariat UKM yang ada. Ia pun ingin mereposisi sekretariat antar UKM.

DOK. INSTITUT

Reposisi Sekretariat UKM

Page 6: TABLOID INSTITUT EDISI 22

6 Edisi XXII/Oktober 2012LAPORAN KHUSUSMahasiswa Minim Kesadaran Rawat Buku Perpustakaan

Aam Mariyamah

Beda halnya ketika Kongres Ma-hasiswa Universitas (KMU) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU) masih aktif. Mahasiswa kala itu punya wadah untuk beraspirasi dan mengkritisi. Lantas kini, akan dikemanakan langkah pergerakan mahasiswa selanjutnya?

Dalam diskusi bulanan LPM INSTITUT bertajuk ‘Ke Mana Arah Gerakan Kita?’, Selasa (9/10), Pelaksana Tugas (Plt) Fo-rum UKM Faris Bimantara meng-ungkapkan, dengan ketiadaan badan eksekutif dan legislatif di tubuh lembaga kemahasiswaan, pembuatan kebijakan oleh rektorat tak lagi melibatkan mahasiswa. Lihat saja dalam pembuatan kode etik yang tidak mengikutsertakan mahasiswa. Padahal, DPMU lah yang semestinya merumuskan kode etik.

Sejumlah perwakilan maha-siswa dalam beberapa rapat ber-sama rektorat pun nyatanya hanya

dapat menjadi pendengar kebija-kan yang dibuat rektorat. Bebera-pa usulan dari pihak UKM dimen-tahkan. Dalam hal ini, menurut Faris, UKM tidak dapat mengam-bil alih fungsi badan eksekutif dan legislatif karena memiliki koridor wewenang yang berbeda.

Faris mengatakan, BEM Fakul-tas Ekonomi dan Bisnis (FEB) sempat memintanya untuk me-ngumpulkan BEMF se-UIN se-laku badan eksekutif yang tersisa. “Tapi kita males, soalnya masing-masing (fakultas) sibuk sama uru-sannya sendiri,” ujarnya. Baginya, banyak pihak BEMF yang setelah mengadakan perbincangan, ujung-ujungnya malah nurut dengan rek-torat.

Ketua Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup (KM-PLHK) Ranita Syamsurizal ber-pendapat, UKM akhir-akhir ini ‘dihajar’ dengan masalah dana dan relokasi sekretariat. Dengan demikian, sulit bagi pegiat UKM

fokus pada prioritasnya. “Teknik-nya rektorat itu lihai. Kita juga nggak tahu bisa bertahan berapa lama,” ujarnya.

Senada dengan Rizal, Pe-mimpin Litbang (Pemlit) LPM INSTITUT Abdul Charis berpen-dapat, rektorat memang bermain cerdik dengan mahasiswa. Waktu pembuatan kebijakan seringkali didekatkan dengan masa-masa krusial mahasiswa sebagai aka-demisi.

“Misalnya dekat waktu UTS dan UAS,” ujar Charis. Selain itu, menurutnya, kebijakan rektorat untuk membuat sekretariat UKM layaknya ‘kantor’ juga menyu-sahkan konsolidasi dan diskusi antar pegiat UKM. Dengan begi-tu, mereka ditakutkan akan sibuk sendiri-sendiri.

Selama di ruang sidang bersama pegiat UKM lainnya, Faris ber-pendapat, jawaban dan bahasan Sudarnoto selaku Pembantu Rek-

Lembaga Kemahasiswaan ke Depan, Seperti Apa?

Tiga penyebab kerusakan buku yang terjadi di perpustakaan yaitu, pertama, tangan-tangan ja-hil pemakai. Kedua, frekuensi ke-terpakaian suatu bahan pustaka. Ketiga, rendahnya kualitas baik kertas maupun jilidan dari pener-bit. Seperti yang disampaikan Kepala PU Nuryudi.

Faktor pertamalah yang menjadi penyebab keru-sakan terbesar di per-pustakaan, tangan jahil

pemakai. “Ada buku yang dirobek, d i c o r e t - c o r e t , digambar-gam-bar, buku di-

p a k a i

(Kaur) Pemeliharaan PU (4/10).

Pun perilaku mahasiswa dalam pencarian buku secara acak, me-nyebabkan buku cepat rusak. “Mahasiswa itu sering asal-asalan saat ngambil buku. Main ‘hajar’ saja. Ambil satu nggak cocok, di-letakkan di sembarang tempat. Ambil lagi yang lainnya, akhirnya bertumpuk-tumpuk, nggak rapi,” imbuhnya.

“Cara mengambil buku yang be-nar, jangan menarik bagian ujung punggung bukunya. Hal itu dapat melonggarkan rekatan lem dan robeknya jilidan. Tariklah bagian punggung buku dan badan bukun-ya. Jangan pula menjejalkan buku ke dalam rak buku yang padat. Mengambil bukunya juga pelan-pelan. Setelah itu dikembalikan lagi ke posisi semula,” jelasnya sambil memperagakan pengambil-an buku yang benar dari rak.

Yang tak kalah penting menurutnya adalah maha-

siswa terlebih dahulu harus mencari buku melalui sa-rana penelusuran, Online Public Acces Catalogue (OPAC), sehingga tidak perlu mengacak-acak rak buku.

Kemudian faktor pe-rusak lain, tingginya frekuensi keterpakai-an menyebabkan buku cepat rusak. Menurut

Nuryudi, hal itu terjadi sebab se-tiap tahunnya, perpustakaan me-

sebagai penadah hujan, hingga tega ‘membawa’ keluar isi buku-nya saja. Orang yang seperti itu hanya mementingkan diri sendiri. Kalau halaman tertentu dalam buku sudah dirobek, kan tidak bisa dipakai lagi,” kata Nilzami Lubis, K e p a l a Urusan

ngalami peningkatan jumlah pe-ngunjung. Tahun ini, mahasiswa yang mengunjungi PU per harinya bisa mencapai 2000 orang. De-ngan kondisi demikian, buku men-jadi semakin banyak pemakainya.

Ia berharap, perpustakaan fakul-tas bisa mengimbangi kebutuhan masing-masing mahasiswanya. Sehingga, pengunjung PU pun terbagi dan PU bisa melayani ma-hasiswa dengan maksimal sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.

Faktor terakhir, rendahnya kualitas kertas dan jilidan dari penerbit menyebabkan mahasiswa banyak yang mengeluh buku di perpustakaan jelek-jelek. Keba-nyakan penerbit sekarang meng-gunakan kertas kuning dan jilidan-nya tidak kuat sehingga mudah lepas.

Nilzami menjelaskan, buku yang tetap dipertahankan adalah buku langka, seperti buku ter-bitan Balai Pustaka, sedangkan buku itu masih dibutuhkan oleh mahasiswa. “Jadi, walau fisiknya kurang bagus, tetap kita display (tetap ada di rak),” ujarnya.

Senada dengan Nuryudi, Su-pani, Kaur Sirkulasi merasa be-lum bisa mengawasi secara ketat mahasiswa yang berkunjung ke perpustakaan. “Padatnya siklus pengunjung membuat kita sulit untuk memeriksa satu per satu isi buku yang dikembalikan. Terlalu lama. Sulit juga membuktikannya. Kita sebenarnya butuh satpam un-tuk patroli, agar mahasiswa lebih

terawasi,” ujarnya. Meski begitu, Nuryudi meng-

anggap pada dasarnya mahasiswa itu baik. Menjadi tidak baik ka-rena pada saat mencari buku den-gan OPAC, buku tidak ada di rak. Mereka pun langsung mencari ke rak yang lain. Oleh karena itu, mahasiswa harus diberi literacy information (pendidikan pemakai).

Selain itu, pihak PU berencana membuat perpustakaan hibrid, dengan tetap mempertahankan yang cetak, sekaligus membuat versi digital, sehingga mengurangi keterpakaian buku perpustakaan.

Muhammad Syafiq Kumala Pu-tra, mahasiswa Ilmu Perpustakaan menanggapi kegiatan merusak buku sebagai tindakan yang bisa mengurangi nilai informasi dalam buku tersebut. “Kesadaran diri itu bukan hanya pada mahasiswa se-bagai pemustaka (pengguna per-pustakaan) terbesar, namun para pustakawan dan petugas perpus-takaan juga harus sadar akan pen-tingnya merawat buku,”ujarnya.

Darti, mahasiswi Ilmu Tar-jamah, mengatakan perpustakaan kurang pengawasan. Seharusnya, saat buku dikembalikan, dicek satu per satu. Bagi mahasiswa yang mengembalikan buku dalam kondisi rusak, diberi sanksi. “Kalau bukunya rusak kan nggak enak dibaca,” katanya sambil me-nunjukkan buku yang jilidannya sudah lepas.

Setelah sistem Student Government hanya tinggal nama, kebijakan terkait lembaga kemahasiswaan sepenuhnya diatur rektorat. Salah satu-nya pemilu BEM fakultas beberapa waktu lalu. Kebijakan tersebut me-nyisakan masalah yang tak kunjung usai. Tengoklah pemilu BEM Uni-versitas yang hingga kini belum terlaksana. Ketiadaan lembaga tertinggi universitas ini berimbas pada kebijakan terkait mahasiswa dan Unit Ke-giatan Mahasiswa (UKM), salah satunya perihal penganggaran dana.

Trisna Wulandari

Diskusi

Hasil stock opname (pendataan koleksi) Perpustakaan Utama (PU) UIN Jakarta tahun 2010 menyebutkan sebanyak 613 eksemplar buku ditarik ke meja pemeliharaan. Sebagian kecil karena buku tak ter-jamah, sebagian besar lainnya harus mengalami ‘operasi’ sebab rusak.

tor (Purek) III Bidang Kemaha-siswaan bersifat normatif. Tapi ketika di luar rapat, ia tetap me-laksanakan kebijakannya. Salah satunya saat rapat pertama ten-tang relokasi sekretariat UKM.

Dalam surat undangan rapat tersebut, disebutkan akan diada-kan musyawarah tentang pemin-dahan sekretariat. Namun, ketika rapat tersebut digelar, ternyata sudah ada kontrak dengan kon-traktor. “Kita sudah diarahkan, seakan dia (Sudarnoto) bilang kalau kamu (mahasiswa) harus ikut apa yang kita (rektorat) mau,” katanya.

Faris mengatakan, UKM yang menjadi salah satu bagian lem-baga kemahasiswaan yang tersisa, sudah berkali-kali menggunakan soft diplomacy menghadapi rek-torat. Berdialog, baginya, menjadi cara yang kuat untuk menuntas-kan masalah-masalah yang kini dihadapi mahasiswa, khususnya

lembaga kemahasiswaan, termas-uk UKM.

Selain itu, menurut Rizal, menyebarkan wacana tentang lembaga kemahasiswaan adalah pekerjaan rumah bagi tiap UKM dan unsur BEMF karena masing-masing organisasi nantinya akan mengalami regenerasi. Dengan begitu, diharapkan para anggota baru akan dapat merapatkan ba-risan dalam menyikapi kebijakan-kebijakan yang ada.

Faris pun menambahkan, unsur-unsur UKM mestilah me-mentingkan UKM secara keselu-ruhan. “Jangan mentingin UKM sendiri-sendiri,” tukasnya. Untuk bergerak bersama organisasi ekstra (oreks), ia tak merasa begitu perlu melakukannya. Bagi Faris, UKM seringkali ditinggalkan oreks yang cari aman di masing-masing fakul-tas.

Workshop lembaga kemahasiswaan yang dihadiri rektorat dan lembaga kemahasiswaan (23 Mei 2011). Saat itu, KMU dan DPMU masih aktif.

ULAN/INSTITUT

Andi Wijaya sedang menjilid buku yang rusak di ruang pemeliharaan (4/10). Ada tiga faktor kerusakan buku, yakni ulah jahil pemakai, frekuensi keterpakain yang tinggi, dan kualitas kertas dan jilidan dari penerbit.

Page 7: TABLOID INSTITUT EDISI 22

7Edisi XXII/Oktober 2012 LAPORAN KHUSUS

Seperti yang diungkapkan Ke-tua UKM Pramuka Achmad Irfan Setiawan, “Sisa dana pramuka cuma Rp2,5 juta sedangkan agenda banyak yang belum dilaksanakan. Ujung-ujungnya kita harus ngepres pengeluaran, nyari sponsor sana sini, dan meniadakan program kerja yang penting,” Senin, (8/10).

Dampak peniadaan dana tidak hanya dirasakan oleh UKM Pramuka saja tetapi juga UKM Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) INSTITUT yang setiap bulannya harus mengeluarkan dana untuk terbitan tabloid, “Program INS-TITUT seharusnya masih tiga tabloid dan satu majalah lagi,” pungkas Dika Irawan, Pimpinan Umum LPM INSTITUT, Jumat, (12/10).

Kini program tersebut harus dihilangkan karena saldo dana mereka sudah habis. Kenyataan yang harus diterima, bahwa LPM INSTITUT hanya dapat menerbit-kan satu tabloid dan satu majalah lagi, “Ini kan mematikan organi-sasi namanya.”

Ketua Arkadia, Fajar Ismail juga menuturkan kekesalan, men-urutnya sosialisasi di akhir periode merupakan suatu kebodohan yang dilakukan pihak rektorat, “Kalau dikasih tahu dari awal kan bisa prepare. Ini masalah duit, sensitif! Seharusnya diselesaikan dengan forum, bukan secara sepihak,” Se-lasa, (9/10).

Padahal, mengutip Pembantu Rektor (Purek) III bidang kemaha-siswaan, Sudarnoto Abdul Hakim, dalam liputan Tabloid LPM INS-TITUT edisi XXI/September 2012, Laporan Utama ‘Dana Ma-hasiswa Belum Transparan’ bud-geting dana UKM masih mengacu hasil kongres terakhir.

Dilihat pada kongres di tahun 2010 lalu, seharusnya UKM men-dapat bagian sebesar 39,6% dari total dana kemahasiswaan yang saat itu berjumlah sekitar 1,2 mil-yar rupiah. Jadi, tiap UKM se-harusnya mendapat dana sebesar 30 juta rupiah per semester, bukan 26 juta rupiah per semester atau malah 26 juta rupiah per tahun.

Hasil tersebut merujuk jumlah mahasiswa di tahun 2010 yang berkisar 20 ribu orang. Sedang di tahun 2012 ini ada beberapa jurusan baru yang dibuka, tentu jumlah DKM akan bertambah. Pernyataan serupa muncul dari pelaku kongres mahasiswa ter-akhir, Novrizal Fahmi, “Deng-an logika sederhana, ketiadaan BEMU, KMU, DPMU, DPMF, dan DPMJ seharusnya menambah alokasi DKM.”

Kecarutmarutan DKM sebe-narnya sudah tercium di awal tahun, sekitar bulan Februari, Kepala Sub Bagian (Kassubag) Pengembangan Mahasiswa dan Alumni, Masruri pernah memin-ta ketegasan Kepala Bagian

Keuangan, Subarja tentang jum-lah pasti DKM, namun Barja ha-nya menjawab, “Tenang, anggaran ada.”

Hal ini yang membuat dirinya menyatakan di awal tahun bahwa DKM masih mengambang ke-jelasannya. Malah dalam rapat penyusunan anggaran DKM jum-lah 26 juta sempat mau diperke-cil. Namun, Masruri belum berani mengambil resiko penolakan keras dari mahasiswa, Senin, (8/10).

Kedepannya, akan diusulkan ra-pat kerja pembagian DKM, dalam rapat tersebut diterapkan budget-ing proporsional. Tiap-tiap UKM harus mengajukan program kerja selama setahun, lalu akan dise-leksi program mana yang dirasa perlu dan tidak perlu untuk dilak-sanakan.

Bagi UKM yang mempunyai program kerja sedikit maka ke-mungkinan dana 26 juta rupiah per tahun akan turun, begitu juga sebaliknya, “Tapi, kemungkinan dana naik sangat kecil,” tegas Masruri.

Terkait sosialisasi yang dirasa mendadak, ia mengaku sudah me-wacanakan dari awal, “Menyusun anggaran itu satu tahun bukan satu semester. Mungkin karena kita (rektorat, red) bilang mengacu pada konggres terakhir dan dulu konggres diadakan tiap semester, jadi semua berpresepsi 26 juta ru-piah per semester.”

Sisa dana potongan akan di-alokasikan untuk kegiatan maha-siswa lainnya, seperti pengiriman kontingen dan apresiasi maha-siswa berprestasi. Hal ini kembali membuat pertanyaan besar bagi

Anggaran Dana UKM Tak Konsisten

Aditya PutriAnggaran dana Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang seharusnya

berjumlah Rp26 juta per semester kini diubah menjadi Rp26 juta per tahun. Sosialisasi rektorat yang dilaksanakan di akhir semester pun membuat sebagian besar UKM kewalahan mengatur keuangan mereka.

teman-teman UKM, “Kemana dana dari APBN?” ujar Novrizal.

“Kalau emang dialihkan ke dele-gasi kenapa kemarin kita (KPA. Arkadia, red) minta dana pende-legasian masih dipres lagi? Dari 3,9 juta jadi 1,2 juta,” tuntut Fajar. Masruri juga tidak mengerti me- ngapa DKM tiba-tiba habis, ia mengaku belum pernah berkoor-dinasi langsung dengan bagian keuangan dan Purek III, “Tugas-saya cuma mengusulkan, yang membuat Rancangan Belanja Anggaran (RBA) kan perenca-naan.”

Seolah bermain bola ping-pong, H. Hamid Solihin, Kepala Biro Perencanaan Keuangan dan Sis-tem Informasi memberi pledoi

bahwa dirinya hanya bekerja ber-dasar justifikasi pimpinan, “Saya ini hanya dapur yang mengolah bahan. Mereka membuat list anggaran, saya menjadikan satu. Tidak ada pembuatan kebijakan di sini,” Senin, (8/10).

Yang aneh, jika Masruri masih menyatakan ketidakjelasan DKM di awal tahun, Hamid malah me-ngaku hal tersebut sudah dibahas pada pembuatan RBA 2012, “Dari awal sudah ditentukan untuk satu tahun!” Baginya masalah sosiali-sasi terlambat merupakan urusan Purek III. Ketika dikonfirmasi ul-ang, Sudarnoto enggan berkomen-tar, “Saya sedang puasa wawan-cara,” singkatnya, Senin, (8/10).

Tiang-tiang terpancang tegak di hala-man Auditorium Utama Harun Nasu-tion. Tiang tersebut digunakan sebagai tumpuan terpal besar untuk menutupi para tamu yang hadir dari terik matahari. Lagu-lagu Islam mengiringi tamu yang hadir pada acara silaturahmi Ikatan Alumni UIN (IKALUIN) Jakarta, Minggu (30/9).

Di depan meja tamu, penerima tamu bersiap menanti para undangan. Mereka sudah berdiri sebelum acara dimulai. Se-nyum sumringah dilemparkan pada tamu yang bertemu dengan kawan lamanya. Mereka berpelukan seakan sudah lama tidak bertemu.

Acara silaturahmi ini turut mengundang Rektor UIN Jakarta Komaruddin Hidayat yang juga alumni UIN tahun ’80-an. Pada sambutannya, Komaruddin menyatakan sangat penting mengumpulkan data para alumni UIN Jakarta. “Untuk menaikkan akreditas UIN, yaitu dengan mengetahui kehidupan alumni setelah lulus,” katanya.

Komaruddin menambahkan, alumni yang sukses di dunia kerja akan menam-bah baik akreditasi UIN Jakarta. “Maka-nya para alumni dimohon untuk mengisi biodata yang telah diberikan panitia,” je-lasnya.

Ketua IKALUIN Jakarta periode 2012-2016, Ahmad Zacky Siradj pun menyata-kan begitu penting mengumpulkan alumni UIN Jakarta baik sejak Akademi Kedi-

nasan Ilmu Agama hingga menjadi UIN Jakarta.

Ahmad yang juga alumni UIN Jakarta tahun ’70-an menuturkan, fungsi diben-tuknya IKALUIN Jakarta pada 2002, salah satunya untuk mengembangkan pen-didikan dan ilmu pengetahuan.

Dalam acara IKALUIN Jakarta, tu-rut hadir Ketua Umum BAZNAS Didin Hafiduddin, pendakwah Nurma Nugraha, Ustad Yusuf Mansur sebagai pembicara, dan komedian Mucle sebagai moderator. Acara ini merupakan bincang-bincang santai dengan para alumni lintas generasi.

Di sela-sela perbincangan, Nurma me-ngatakan alumni UIN Jakarta dibutuhkan sebagai panutan masyarakat. Itu disebab-kan masih kurang pendakwah-pendakwah di Indonesia yang berkompeten pada bidang dakwah. “Mubaligh UIN juga di-nanti dan ditunggu oleh masyarakat,” ka-tanya.

Alumni tahun ’80-an, Abdul Azia merasa yakin program yang dicanangkan IKALUIN Jakarta akan terlaksana. Ia optimis para alumni dapat mengumpul-kan kembali potensi yang terpendam di kalangan umat Islam. “Menuju kemasla-hatan umat di masa yang akan datang,” tuturnya.

IKALUIN Jakarta Untuk Menaikkan Akreditasi

Saat ini, jamu tradisional masih di-pandang sebelah mata di Indonesia. Pa-dahal, jamu sudah ada dan digunakan masyarakat Indonesia ratusan tahun lalu. Sudah waktunya negeri ini memanfaat-kan sumber daya alam di negeri yang kaya akan keanekaragaman hayati.

Itulah yang diucapkan pembicara kunci pada Simposium Nasional Kimia Bahan Alam (Simnas KBA) Agus Purwadianto, Selasa (9/10) di teater lantai II Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK). Acara yang diselenggarakan Program Studi Kimia dan Farmasi UIN Jakarta ini mengambil tema ‘Peran Kimia Bahan Alam dalam Meningkatkan Potensi dan Saintifikasi Tanaman Obat Indonesia’.

Agus yang juga Staf Ahli Menteri Bi-dang Teknologi dan Globalisasi berharap, jamu bisa menjadi brand Indonesia. “De-ngan mengacu pada Undang-Undang no-mor 36 tahun 2009, semoga bisa tercapai,” tuturnya.

Cara lain yang digunakan Agus untuk menjadikan jamu sebagai brand Indonesia, dengan mempromosikan melalui jejaring sosial. Dengan begitu, masyarakat Indo-nesia mulai mencintai jamu. “Bagaimana-pun jamu harus jadi tuan rumah di negeri sendiri,” tegasnya.

Di jaman modern, 57% jamu dikon-sumsi dan 98% dipercayai khasiatnya oleh masyarakat Indonesia. Kendati demikian, Agus menyayangkan para ahli masih be-

lum menyetujui manfaat produk jamu. “Padahal sudah diakui,” jelasnya.

Selain Agus sebagai pembicara, hadir pula 12 pembicara dari dalam dan luar negeri. Dalam rangkaian acara juga ditampilkan presentator yang makalahnya akan dipublikasikan pada Jurnal Himpu-nan Kimia Bahan Alam Indonesia.

Ketua Himpunan Mahasiswa Kimia Muhammad Rafi Hudzaifah menjelaskan, tahun ini UIN Jakarta mendapatkan ke-sempatan menjadi tuan rumah pada Sim-nas KBA. Ia berharap agar acara ini lebih sukses dari tahun sebelumnya.

Mahasiswa FKIK, Widya Larasati me-ngungkapkan kepuasannya setelah mengi-kuti acara yang berlangsung selama dua hari ini, terlebih karena pembicara yang tidak diragukan kompetennya. “Padahal, mereka susah sekali kalau di acara seminar biasa,” katanya.

Setelah mengikuti acara tersebut, Widya mengaku mendapat banyak ilmu. Walau-pun tiket masuk yang tergolong mahal bagi mahasiswa, tapi ia tidak merasa rugi menghadiri acara tahunan ini.

Meski demikian, Widya merasa waktu yang diberikan panitia cukup singkat. Moderator pun terkadang harus mengi-ngatkan pembicara yang sedang memberi-kan ilmunya kepada peserta. “Tapi secara keseluruhan acaranya exciting banget,” pungkasnya.

Menjadikan Jamu Sebagai Brand Indonesia

Kampusiana

Jaffry P. Prakoso Jaffry P. Prakoso

Pembagian anggaran lembaga tingkat universitas

1. KMU : 2% : Rp1.164.700.000 : Rp23.291.0002. DPMU : 2% : Rp1.164.700.000 : Rp23.294.0003. BEMU : 0.1% : Rp1.164.700.000 : Rp1.164.7004. UKM : 39.6% : Rp1.164.700.000 : Rp461.221.200Per-UKM : Rp461.221.200 x 15 : Rp30.748.100

*Sumber: Buku Kongres Mahasiswa tahun 2010

Page 8: TABLOID INSTITUT EDISI 22

9Edisi XXII/Oktober 2012 OPINI

P ada 5 September lalu terjadi penyegelan se-kretariat Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Kelompok Pencinta Alam (KPA) Arkadia yang dilakukan pihak rektorat dengan alasan menginap di se-kretariat. Pihak rektorat pun me-maksa anggota Arkadia yang ada pada saat itu untuk meninggalkan sekretariat dan membawa barang-barangnya keluar. Pengusiran ini pun membuat malu karena Arka-dia tengah kedatangan dua orang tamu dari Jawa Timur.

Sanksi ini terlihat aneh dan memaksakan. Jika memang ada sanksi untuk mahasiswa yang menginap di sekretariat, maka sebaiknya ada klarifikasi persoal-an ini terhadap mahasiswa yang bersangkutan, bukan dengan cara penyegelan sekretariat.

Tindakan represif pihak rek-torat pun ditambah dengan pe-nebangan pohon-pohon di sekitar sekretariat KPA Arkadia pada akhir September lalu. Entah apa yang salah dari pohon-pohon itu.

Berbagai upaya untuk pencabut-an segel itu pun dilakukan oleh pihak Arkadia, mulai dari nego-siasi dengan pihak rektorat, peng-galangan dukungan, sampai pada pelayangan surat ke Rektor pun telah dilakukan. Tetapi, hasil dari upaya pembelaan itu tak membuat pihak rektorat berbesar hati untuk mendengarkan aspirasi dan mem-buka segel tersebut. Malah, surat keputusan (SK) Rektor tentang penyegelan itu baru keluar pada tanggal 5 Oktober lalu, dan itu

yang ditawarkan pihak rektorat tidak jelas dan masih banyak yang rancu. Sistem senat tersebut tidak lain merupakan bentuk pengerdil-an dari lembaga kemahasiswaan. Dengan adanya sistem baru itu, mahasiswa merasa seperti didikte dan terbelenggu dalam setiap kebi-jakan maupun keinginan rektorat.

Hingga kini, sistem baru ini tidak jelas. Alur struktural dan hal yang mendasari terbentuknya sistem ini seperti Undang-Undang atau Anggaran Dasar/Angga-ran Rumah Tangga (AD/ART) juga belum ada. Hubungan antar lembaga, tugas, fungsi, dan ke-wenangan, serta hal-hal lain yang menaungi sistem ini juga masih mengambang. Apalagi BEM-Universitas yang merupakan salah

pun tidak ada nomor suratnya.Intervensi tidak hanya dilaku-

kan terhadap lembaga kemaha-siswaan. Pada 20 September lalu, ada pengiriman surat dari Pem-bantu Rektor III kepada salah seorang penulis opini Tabloid IN-STITUT edisi XXI bulan Septem-ber. Inti dari surat tersebut ialah penulis dituntut untuk meminta maaf dan bila tidak, maka anca-mannya adalah skorsing. Sikap ini mencerminkan bahwa hak-hak berpendapat dan berekspresi juga seakan mulai dibatasi, bahkan di-larang.

Ketidakjelasan sistemJika kita flashback beberapa wak-

tu yang lalu, yaitu tepatnya pada tanggal 13 Januari lalu, terjadi aksi yang dilakukan Keluaga Be-sar Mahasiswa (KBM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang me-nuntut hak berdemokrasi dalam lingkungan kampus berupa mem-pertahankan sistem Student Go-vernment (SG). Aksi ini pun bera-khir bentrok dengan karyawan dan keamanan kampus, serta berujung dengan adanya korban dari ma-hasiswa yang dilarikan ke rumah sakit.

Aksi yang menjatuhkan korban ini tak menyurutkan keinginan pihak rektorat untuk meniada-kan SG. Pihak rektorat mengin-struksikan pihak dekanat untuk mengadakan pemilihan umum ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yang sebelumnya memiliki sebutan BEMJ. Mahasiswa menilai, sistem

satu komponen penting dalam lembaga kemahasiswaan ini juga belum terbentuk dikarenakan be-lum adanya sistem yang mengatur proses pemilihan yang demokratis.

Akhir-akhir ini, UKM juga disibukkan oleh pihak rektorat dengan isu relokasi dan renovasi sekretariat dengan alasan untuk menuju World Class University. Selain itu juga akan ada akredi-tasi UKM guna menunjang alasan tersebut.

Yang masih membingungkan kawan-kawan UKM adalah se-berapa besar pengaruhnya ba-ngunan fisik terhadap penilaian akreditasi menuju World Class University dan penilaian UKM sendiri. Indikator dan persyaratan dalam akreditasi UKM itu pun tidak jelas dasar dan acuan penilai-annya. Mahasiswa sebenarnya lebih mengharapkan sistem yang jelas dan dukungan dalam pening-katan prestasi dari masing-masing lembaga maupun individu.

Renovasi sekretariat harus dipikirkan lebih matang lagi, pen-ting atau tidaknya. Jangan sampai, uang yang digunakan ini menjadi mubazir. Renovasi bisa difokus-kan pada perbaikan fasilitas yang mulai rusak atau penambahan sesuatu yang dikira perlu. Bukan perombakan total, karena pegiat UKM saat ini masih merasa nya-man dengan sekretariatnya.

Kalaupun terlihat kotor, ini merupakan otokritik pada masing-masing UKM untuk berbenah diri agar bisa dipandang bersih dan teratur.

Anggaran terpangkasDalam periode ini, baik UKM

maupun BEMF mengeluhkan berkurangnya Dana Kegiatan Mahasiswa (DKM). Ketidakjelas-an sistem pada saat ini juga me-mangkas anggaran yang ada. Con-toh, anggaran UKM pada kongres SG terakhir mendapat pos ang-garan masing-masingnya sekitar Rp30 juta per semester. Saat ini, tiap UKM hanya mendapat seki-tar Rp26 juta per tahun.

Dengan ketiadaan lembaga saat sistem SG seperti BEMU, Kongres Mahasiswa Universitas (KMU), Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU), dan lemba-ga lain pada tingkat fakultas dan jurusan, seharusnya dapat teraku-mulasi lebih besar kepada lemba-ga-lembaga yang masih ada. Toh, jika tidak ingin diakumulasikan ke lembaga yang masih ada bisa dimusyawarahkan dan dialihkan ke hal lain yang lebih bermanfaat.

Ketidakjelasan anggaran ini juga harus dikritisi bersama. Ke mana saja aliran anggaran terse-but? Jika masih ada, tentu bisa dimusyawarahkan oleh lembaga kemahasiswaan itu sendiri.

Pengerdilan lembaga kemaha-siswaan bukan jawaban dari suatu hal menuju perubahan, melainkan jawaban dari arogansi kekuasaan.

*Mahasiswa Tingkat Akhir Fakul-tas Sains dan Teknologi

Upaya Pengerdilan Lembaga KemahasiswaanOleh Novrizal Fahmi*

B erkaca pada beberapa kasus yang terjadi hampir tiga tahun be-

lakangan ini dan imbasnya pada kehidupan kampus, saya ingin sedikit bercerita tentang keresahan hati saya.

Cita-cita untuk mendirikan se-buah pemerintahan mahasiswa yang mirip sebuah negara telah tercapai 1999 silam, pemerintahan itu disebut Student Government (SG). Format yang mengambil konsep trias politica dengan tiga fungsi kelembagaan (eksekutif, legeslatif, yudikatif) yang berjalan seimbang.

Kelahiran SG adalah hasil nya-ta perjuangan mahasiswa yang kala itu menjadi eskalator politik di negeri ini. Penerapan sistem SG sebagai laboratorium for de-mocracy di IAIN (UIN) Jakarta juga disambut baik oleh Mantan Rektor Azyumardi Azra, bahkan untuk pertama kalinya sepanjang sejarah IAIN, Rektor melibatkan mahasiswa dalam menentukan ke-bijakan forum tertinggi universitas (senat universitas).

Pada perjalanannya, demokrasi memang tidak selamanya mulus, dengan adanya sistem kepartaian yang menghendaki agar maha-siswa sadar bahwa dirinya mem-punyai suara untuk diaspirasikan dan menghormati perbedaan pendapat, justru memunculkan ajang siapa lu siapa gue. Partai-partai kampus secara tidak lang-sung menjadi basis organisasi ek-stra dengan merobohkan tembok besar yang melarang organisasi

ekstra masuk kampus. Fenomena ini tidak bisa dinafikan, hanya saja primodialisme buta pada golong-annya membuat konsepsi SG harus ternodai.

Pertentangan antar kader partai membuat mahasiswa terfaksio-nalisasi dalam beberapa ideologi yang mereka yakini. Puncaknya terjadi saat pemilu raya 2009, Par-tai PPM (PMII) dan Partai Parma (HMI) sama-sama kekeuh mem-perebutkan kursi presiden univer-sitas. Asas demokrasi hilang, dan prioritas kepentingan golongan lebih diutamakan.

Atas konflik yang berkepan-jangan ini, muncul usulan di se-luruh PTAI untuk menerapkan Pedoman Organisasi Kemaha-siswaan (POK). Ini adalah per-mulaan tarik-ulur untuk memper-tahankan SG atau menggantinya dengan senat.

Hingga kemarin, saya menga-mati pergolakan antara peruba-han SG ke senat. Kenyataan yang pahit namun nyata, dari beberapa pihak yang setuju dan mengatakan SG masih sangat relevan untuk ditegakan di kampus ini bisa di-bilang omong kosong belaka. Toh ketika melihat di lapangan realita yang ada sangat memalukan dan tidak ada perhatian sama sekali.

Saya sempat berpikir, apakah mahasiswa sudah terserang virus apatis, Isu-isu sosial politik bahkan yang menyangkut dirinya sendiri tidak menarik bagi mereka, atau mungkin mereka sudah terjebak pada sistem pendidikan yang me-nekankan pada ukuran normatif

dengan IPK tinggi plus lulus ce-pat, lantas mereka menikmatinya?

Vacuum of Power Hilangnya lembaga-lembaga

tingkat universitas seperti BEMU, KMU, dan DPMU yang menjadi uswah kedewasaan berpolitik dan mediator mahasiswa untuk meny-ampaikan keluhkesahnya, mem-buat aspirasi dan berbagai unek-unek mahasiswa mandeg pada tataran individu dan kelompok. Maka jangan salah bila aspirasi ini lari dari dialek musyawarah antara mahasiswa dan rektorat, berpindah ke di dunia maya yang isinya tendensius dan cendrung menjelek-jelekan.

Apa yang tertulis di opini sau-dara Dika dengan judul “Cara Rektorat Menjinakan UKM”, me-nyebut rektorat sekarepe dewek (semaunya sendiri) memang tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Itu sebuah opini, subyektifitas untuk menyampaikan aspirasi salah satu pihak memang dibenarkan. Boleh jadi tidak adanya lembaga yang menjembatani kepentingan ked-ua belah pihak, membuat kedua pihak merasa paling benar. Pada-hal kita tahu dalam penyelesaian sebuah konflik dibutuhkan lem-baga/pihak netral sebagai agen of solution.

Kekosongan pemerintah di tingkat universitas juga menjalar ke masalah anggaran, Dana Keg-iatan Mahasiswa (DKM) yang pada mulanya di tentukan oleh kongres mahasiswa dengan mem-pertemukan 5 partai dan UKM untuk menentukan persentase

SG, Riwayatmu KiniOleh Egi Fajar Nur Ali*

anggaran menjadi tidak jelas. DKM bebas diotakatik rektorat tanpa diketahui mahasiswa, wal-hasil pemangkasan 50% lebih dari anggaran tahun lalu mengha-pus setengah dari program kerja UKM, dengan kata lain UKM yang sudah habis dananya “mati segan, hidup tak mau”.

Saya jadi teringat beberapa ta-hun lalu saat pergolakan peru-bahan SG menjadi Senat, salah seorang penasehat organisasi men-gatakan kepada saya, perubahan SG menjadi senat akan mengan-cam anggaran UKM. Perkataan itu terbukti dan menjadi mimpi buruk bagi UKM.

Berbagai keluhan semata-mata tidak datang dari UKM saja, anak BEM yang saya tanya menyata-kan saat ini susah untuk mengaju-kan sebuah acara. Para pembaca mungkin bisa membandingkan sendiri beberapa tahun lalu kegia-tan seminar hampir setiap minggu minimal ada 2-3 seminar, lantas sekarang?

Dari apa yang tertulis saya in-gin menyampaikan, kekosongan pemerintah jangan sampai mence-tak kelembagaan kampus menjadi sarang birokratis. Apa-apa yang dilakukan mahasiswa harus terle-bih dahulu mendapat arahan dan persetujuan dari atas, mahasiswa tidak diberi inisiatif sendiri untuk belajar mengurus dirinya.

Lebih jauh lagi, saya takut ma-hasiswa hanya menjadi penonton pasif yang hanya menangkap ber-bagai derama kehidupan politik di pentas nasional melalui media

masa. Mahasiswa hanya menang-gkap apa yang sudah jadi, tanpa harus melalui sekenario dimana dirinya bisa terlibat langsung se-bagai aktor di dalamnya (paling tidak di kampus).

Maka jangan heran di kam-pus akan muncul budaya plagiat, tidak kritis, tidak kreatif, miskin produktif, karena sejatinya civitas didalamnya dibentuk menjadi ma-hasiswa instan yang hanya tahu te-ori melalui teks-teks historis, jauh dari saluran realitas kehidupan yang ada disekitarnya.

Mobilisasi perubahanTulisan ini tidak bermaksud

memojokan salah satu pihak, tulisan ini hanya refleksi untuk kalangan mahasiswa yang masih peduli akan kampusnya. Cepat atau lambat kita tidak bisa berdi-am diri terus di posisi stagnan sep-erti ini, keberadaan pemerintahan di tingkat universitas adalah sua-natullah dan mutlak diperlukan.

Secara pribadi saya menga-jak seluruh mahasiswa UIN dari berbagai aliran, organisasi ektra, organisasi intra bersama-sama merapatkan barisan untuk sece-patnya menata ulang kembali ben-tuk pemerintahan yang ideal bagi kampus kita tercinta. Ini semata-mata untuk kebaikan kita bersa-ma, ya kebaikan bersama bukan golongan.

Hidup Mahasiswa!

*Mahasiswa FEB

Page 9: TABLOID INSTITUT EDISI 22

10 Edisi XXII/Oktober 2012WISATA KULINER & KONSULTASI

Konsultasi...

1.Pinggir Jalan Poins Square

Jika sore tiba, taman ini seakan disulap menjadi tempat kuliner. Deret-an pedagang yang menjajakan macam-macam kudapan bisa Anda temui di sana. Pengunjung tempat ini pun datang dari berbagai level, mulai dari pelajar sampai orang kantoran. Letaknya yang di pinggir jalan sama sekali tidak mengurangi minat orang untuk berkunjung. Bahkan, rata-rata pengunjung mengaku merasa nyaman dengan pinggiran jalan raya Poins Square ini, seperti halnya pengakuan Dimyati. Wanita yang be-kerja di daerah Fatmawati ini selalu menyempatkan diri turun di ping-giran Poin Square, “Tempatnya asyik, romantis, banyak cahaya lampu jalannya,” ujarnya sambil tertawa (12/10).

2.Bintaro Sektor 9

Sama halnya dengan pnggir jalan Poin square, Bintaro sektor 9 juga menawarkan menu jajan yang beragam. Dari sisi kenyamanan, Bintaro sektor 9 terletak di kawasan yang tenang dan jauh dari keramaian kendaraan. Dengan begitu, pecinta kuliner yang mampir di sana akan merasakan sensasi relaksasi pikiran yang damai.

Kabarnya, pedagang yang ada di sekitar Bintaro sektor 9 berjumlah kurang lebih 80 orang. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Ucu, salah seorang penjual disana.“Bisa sampai puluhan atau ratusan mungkin, banyak banget, apalagi sekarang diperluas,” katanya.

Noor Rahma Julia

Konsultasi Kecantikan Dokter Wiwit Andhika

Rubrik ini bekerjasama dengan klinik Angel

1.Dok, rambut saya kusam, kering dan agak ikal. Saya ingin rambut saya hitam danl urus. Apakah ada perawatan rambut khusus untuk mendapatkan rambut yang saya inginkan? Kira-kira, nutrisi seperti apa yang harus saya gunakan untuk merawat kulit kepala?

Rina, (08587650xxxx)

Jawab:

Dear Rina, Untuk masalah kesehatan rambut memang tidak kalah penting. Jenis rambut Anda yang ikal mungkin memang ada riwayat genetik atau keturunan dari keluarga, hal itu dapat diatasi dengan melakukan teknik pelurusan rambut, dan memang teknik ini tidak membuat hasil rambut Anda lurus permanen. Seiring waktu dan pertumbuhan

sel-sel rambut, keadaan ram-but akan kembali ikal setelah beberapa waktu. Mengenai kondisi rambut yang kering dan agak kusam, anda harus merawat rambut baik dari dalam maupun dari luar. Sel-sel rambut sama dengan sel yang lain, mereka butuh nutrisi yang didapat dari semua yang kita makan atau minum. Oleh karena itu hendaklah mengatur pola makan kita agar semua sel mendapat nutrisi yang baik. Serta harus melakukan pera-watan rambut secara benar dan teratur dipusat perawatan ram-but terpercaya. Beberapa sayur dan buah secara natural dapat membantu menyehatkan kondisi kulit kepala dan rambut, tentu-nya harus diaplikasikan dengan cara yang baik dan benar, seperti lidah buaya dan jeruk nipis, atau dapat menggunakan vitamin rambut yang ada di pusat pera-

watan rambut. Jadi untuk mengatasi permasala-han tersebut kita harus melaku-kan pola hidup yang sehat dan seimbang serta merawat rambut. Karena apa yang kita makan akan terpancar oleh kulit dan rambut kita. Semoga telah men-jawab pertanyaan mbak Rina, terimakasih

2.Salam dok. Saya ingin meng-konsultasikan permasalahan kulit tangan saya. Kenapa ya di tangan saya banyak bermun-culan jerawat-jerawat minyak? Padahal wajah saya bersih.

Putri, Ciputat

Jawab:

Dear Putri di ciputat,

Sayang sekali putri tidak menje-laskan secara lengkap keluhan yang ada di tangannya, kapan munculnya, hilang timbul atau tidak, apakah terasa gatal dan lainnya. Masalah-masalah kulit seperti jerawat banyak sekali jenis dan kemungkinan-nya, memang sekilas terlihat seperti jerawat yang seperti pada umumnya, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa itu adalah suatu infeksi virus atau alergi kontak dengn bahan tertentu. Saran saya, sebaiknya putri men-gunjungi dokter spesialis kulit untuk mengetahui penyebab dari keluhannya sekaligus mengata-sinya, terimakasih

Silakan Kirim Pertanyaan Anda ke Rubrik Konsultasi ini

Melalui email [email protected]

Wisata kuliner merupakan serangkaian aktivitas atau hobi yang sangat menyenangkan. Mengapa? Karena lidah itu bersifat dinamism, selalu ingin mencari rasa

baru dalam setiap objek kudapan. Setiap orang akan merasa bosan jika dihadapkan dengan makanan yang ‘itu-itu saja’ atau ‘di situ-situ saja’. Oleh karena itu, INSTITUT edisi kali ini mem-berikan bocoran mengenai tiga tempat berburu kuliner di sekitar UIN.

3.Waroeng Makan Sambal Spesial (SS)

Ini dia, warung makan yang menjadi surga para pecinta sambal . Tempat ini sangat cocok bagi Anda yang ingin berkumpul bersama keluarga, teman atau sekadar makan malam berdua dengan orang spesial.

Warung yang menyediakan sekitar 25 jenis sambal ini sangat diminati para pemburu kuliner karena ker-agamannya uang unik seperti sambal gobal-gabul, sambal mangga, sambal leunca, sambal belut, dan sambal teri. Selain itu, sambal Warung Makan SS juga sangat pedas. Pastinya, akan membuat Anda keringetan dan menangis.

Bagi Anda yang tidak suka pedas, jangan cemas. Di sana, disediakan juga sambal dengan berbagai macam level pedas, mulai dari level satu, level dua, dan seterusnya.

Soal harga, jangan ditanya. Di SS, sambalnya sangat murah dan sesuai dengan saku mahasiwa. Harga sam-balnya mulai dari seribu rupiah saja. Berminat? Silahkan melancong ke Jl Bintaro Utama 3 Blok AP no 57.

Tiga Tempat yang

Paling BikinKenyang

Page 10: TABLOID INSTITUT EDISI 22

11Edisi XXII/Oktober 2012 SOSOK

Komunitas

Karena idealismenya yang ingin membumikan Islam melalui ekonomi, membuat LiSEnSi tetap bertahan selama dua belas tahun.

Pada awal pendiriannya di ta-hun 2000, lingkar studi ini hanya

terdiri dari beberapa mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) yang peduli dan ingin memperdalam ekonomi Islam. Seiring perkembangan jaman, LiSEnSi pun sudah memperoleh

LiSEnSi dalam kegiatan temu ilmiah regional jabodetabek. Ketika itu LiSEnSi mem-peroleh juara 3 lomba Olimpiade Ekonomi Islam.

DOK.LiSEnSi

Ekonomi syariah yang berkembang begitu pesat membuat banyak orang sering mengkaji dan mendiskusikannya, tak terke-cuali mahasiswa dalam forum-forum diskusi. Salah satu forum yang mengkajinya di lingkungan UIN Jakarta adalah Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LiSEnSi).

badan hukum dan berprestasi di tingkat Jabodetabek maupun nasional.

Ada beberapa prestasi yang telah diraihnya. Ketua LiSEnSi periode 2012-2013 Asep Sae-fullah menuturkan, LiSEnSi menjadi juara 3 dalam Olim-piade Nasional ekonomi Islam di Medan. “Terus ada lagi, kemarin kita juara 3 lagi di Temu Ilmiah regional kampus se-Jabotabek,” ungkapnya (8/10).

Ada berbagai kegiatan di-lakukan LiSEnSi, seperti kajian mingguan di FSH dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Mere-ka membahas tentang ekonomi syariah terkini. Selain itu, ada riset klub yang diadakan setiap Selasa. Riset tersebut terkait den-gan penelitian ekonomi syariah maupun ekonomi konvensional.

Selain itu, ada intensive class yang mengajarkan tentang ekonomi syariah secara lebih spesifik, baik akuntansi syariah maupun perbankan syariah. Ada juga LiSEnSi consulting yang baru saja dilakukan tes pasar untuk menentukan segmentasinya. Kegiatan itu pun mendapat re-spon positif dari mahasiswa FEB semester tiga.

LiSEnSi juga mempunyai agen-da tahunan di bulan Mei yaitu

LiSEnSi: Membumikan Islam di Bidang Ekonomi

Muhammad Umar

Marom tertegun. Ia tak percaya saat seseorang menanyakan berapa nomor pesertanya dalam perlombaan kaligrafi se-Jawa Timur di Universitas Negeri Malang (UMN). Syahdan, ia justru mendapat nilai tertinggi dalam perlombaan itu. Perlombaan pertama yang diikutinya yang membuat ia mantap menggeluti dunia seni menu-lis huruf Arab.

Tidaklah mudah bagi pria kelahiran Lamongan 21 tahun silam ini untuk bisa memenangkan perlombaan. Di awal persiapan lomba, ia ditinggal gurunya pergi mendampingi kawan-kawannya yang juga mengikuti lomba kaligrafi di tempat lain. Lantaran Marom termasuk pemula dan tidak semahir kawan-kawannya, ia akhirnya diajari menulis kaligrafi dengan guru pengganti. Saat itu, kemampuan kaligrafi Marom tidak sepandai seka-rang. “Malah di awal-awal latihan itu, tulisan Arabku jelek,” katanya.

Pada mulanya adalah kebingun-gan. Suatu malam, dirinya diharus-kan latihan soal bahasa Inggris dan Matematika untuk ulangan esok hari. Marom malah melalukan yang tidak seharusnya dilakukan untuk mengha-dapi ulangan.

Ia mencorat-coret kertas, menulis huruf-huruf Arab. Terus menulis dan menulis.“Ketika menulis itu, seperti ada sesuatu,” ucapnya sambil tak bisa menjelaskan sesuatu apa yang dirasakannya malam itu. Dibilang tulisan Arabnya sulit dibaca oleh para guru, ia dengan nekat, mengikuti perlombaan kaligrafi di PUSPEDA, semacam perlombaan seni daerah di

Islamiyah. Misi besar Marom karena ada Lembaga Kaligrafi al-Qur’an (Lemka) yang berpusat di Ciputat. “Kalau saja pas tes di UIN ini gagal, mungkin aku akan ke Sukabumi, di sana perkembangan Lemka maju pesat,” ungkapnya.

Kemantapan Marom mengambil

langkah untuk hijrah dari Jawa Timur ke Jakarta, bukan sepenuhnya untuk kuliah, melainkan untuk tahu dan masuk ke dalam Lemka adalah lang-kah pembuktian keberaniannya.

Setelah menjadi bagian dari Lemka, Marom tak menyia-nyiakan kesempa-tan untuk belajar lebih banyak tentang kaligrafi. Praktis, setiap malam sehabis salat Isya, ia rutin mengukir huruf-huruf Arab di kamarnya. “Ter-penting itu selalu latihan, setoran, latihan, setoran. Seperti itu. Dari situ kemudian materi itu ada, pengalaman bertambah.”

Kegigihannya membuat ia terus mengikuti kompetisi kaligrafi. Di antaranya juara 2 se-Jabodetabek dalam lomba Pekan Arabic yang diadakan Jurusan Pendidikan Bahasa Arab di UIN Jakarta. Lalu, ia juga menjadi peserta Sayembara Kaligrafi Lemka golongan murni. Belum lama ini menjadi delegasi Jam’ul Qurra’ wal Huffadz (JQH) di Kalimantan. Juga saat ini sebagai peserta dalam Lomba MTQ se-Jawa Timur yang mewakili Malang.

Jawa Timur. “Awalnya hanya ingin tahu kemampuan saja, benar-benar tidak ada paksaan.”

Tetapi, baru akan daftar sebagai pe-serta di PUSPEDA, ia ditolak. Sebab ia kelahiran 1991 dan saat itu kriteria peserta lomba adalah mereka yang kelahiran 1992-1993.

Tak patah arang, ia pun mengikuti lomba di UMN yang membuatnya menjadi juara. Padahal, ia mengaku pada malam hari sebelum lomba esok pagi, ia ketiduran. Belum lagi, ketika lomba, tak ada guru yang men-dampinginya. Lebih dari itu, ia pun harus membiayai sendiri perlombaan-nya. “Saat itu uang yang kukeluarkan habis sekitar Rp150.000 untuk belanja peralatan lomba,” katanya, men-genang.

Apa yang dikeluarkan Marom ternyata sebanding dengan apa yang didapatnya pada pengumuman peme-nang perlombaan. “Aku malah dapat 2 kali lipat dari biaya yang kukeluar-kan. Dan itu semua tidak disangka-sangka sebab aku tidak berharap jadi pemenang. Sungguh, hanya ingin tahu saja kemampuanku, bisa atau tidak.”

Berani membuktikanPasca kemenangannya pada lomba

itu, Marom seperti kecanduan mengi-kuti banyak lomba. Di antaranya Lomba Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) di Kecamatan di tempatnya nyantri, dan kembali mendapat juara. Marom terus berlatih. Suatu keputusan dibuatnya. Ia mendarat-kan dirinya ke UIN Jakarta. Tujuan utamanya bukan untuk belajar seba-gai mahasiswa di Fakultas Dirasat

Nama: Husnul MaromTempat & tanggal lahir: Lamongan, 28 Agustus 1991Pendidikan: -Pesantren di Malang, Jawa Timur-Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) UIN JakartaOrganisasi: Lembaga Kaligrafi al-Qur’an (Lemka)Prestasi:-Juara pertama lomba kaligrafi se-Jawa Timur di Universitas Negeri Malang-Juara kedua kaligrafi di perlombaan MTQ kecamatan di Malang-Juara kedua se-Jabodetabek dalam Pekan Arabic Pendidikan Bahasa Arab UIN Jakarta-Peserta Sayembara Kaligrafi Lemka Golongan Murni-Delegasi JQH 2012 di Kalimantan-Saat ini peserta dalam Lomba MTQ se-Jawa Timur yang mewakili Malang

Biodata singkat

Ema Fitriyani

Husnul Marom APRIL/INSTITUT

Kampanye Nasional (Kamnas) dengan melakukan aksi. Dimulai dari kampus dan dilanjutkan ke bundaran HI. Sedangkan untuk acara terkini, LiSEnSi baru saja mengadakan Kajian Ekonomi Is-lam Syawal (KEISA). Asep menu-turkan, program itu diadakan di bulan Syawal saat masuk kuliah untuk memperkenalkan ekonomi Syariah kepada mahasiswa baru.

Untuk menarik mahasiswa ber-gabung menjadi anggota, LiSEnSi mempunyai tradisi tersendiri yang sudah bertahun-tahun dijalankan yaitu dengan membuka diklat ekonomi islam. Diklat tersebut untuk menyeleksi mahasiswa yang antusias terhadap ekonomi syariah.

Banyak dari anggota LiSEnSi berasal dari mahasiswa FSH dan FEB karena basisnya ekonomi. “Hanya dua fakultas itu saja yang berperan. Kalau untuk partisipan, itu ada dari FIDIKOM, FST, dan FITK. Tapi mereka tidak antu-sias, sekadar pengen tahu ekonomi syariah.”

Sedangkan untuk pendanaan kegiatan, ungkap Asep, LiSEnSi mengandalkan sponsorship dan donasi dari alumni. Meskipun Li-SEnSi berada di bawah naungan Pusat Pengembangan dan Peng-kajian Ekonomi Islam (P3EI),

LiSEnSi tidak diberi dana, tapi hanya mendapat dukungan dan arahan.

Pada 19 Oktober nanti, Asep mengatakan, LiSEnSi akan men-gadakan Sharia Economic Innova-tion in Unity Event (RE-VENUE) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Dalam acara tersebut, akan ada soft launching aplikasi an-droid berbasis edukasi yang diberi nama Sharia Economic Education (Shree). Aplikasi tersebut mem-bantu pengguna android untuk mengetahui ekonomi syariah.

“Kalau kita berani membuktikan, pasti akan ada imbalan-

nya.”

Ketika Kebingungan Melahirkan Prestasi

Page 11: TABLOID INSTITUT EDISI 22

12 Edisi XXII/Oktober 2012SASTRAPuisi...

Kuntum-kuntum bunga yang pernah

kau tanam

Di atas tembakau dan kertas

Kini telah mekar sepanjang kemarau

Bersama matahari yang tertinggal

Bersama dengan rindu dan kesepian

Berderik setiap detik: jangkrik musim-

kemarau yang bawa suaramu

Di atas kuntum-kuntum bunga yang

kau tanam

Tentang benda yang kau genggam di

tanganmu,

apakah itu pesawat kertas yang sama-

dengan yang biasa kulipat dari lembar-

lembar saja kusang yang pernah kutulis?

Apakah itu sajak-sajakku yang kaugeng-

gam di antara sela-selaj arimu,

ataukah itu rindu yang kelak kau biar-

kan terbang bersama pesawat kertasku?

Dan jika kau masih menggenggamnya,

maka kau akan selalu mampu menyela-

mi saja kusangku dan rindu yang terlipat

di dalamnya.

Lukisan di AtasTembakau

Sajak yang Terlipat

Oleh Irawan Kartosentono*

Engkau harus lihat pesawat kertasYang kubuat terjepit di antara dua jendelaDi atas gedung kampus

Engkau harus tahu tentang pesawat kertas:Ia tidak butuh cetak biru huruf-huruf angka dan matematika

engkau hanya butuhselembar dari buku-buku diktatmu: lipat: terbangkan!

Maka kelak aku akan lihatPesawat kertas yang kau buat terjepit di antara dua jendelaDi atas gedung kampus

Bersama semua teori-teori yang kau lipatBersama terali jendela yang berkarat

Dan, tak hanya kita yang tahuPesawat kertasku sudah lebih dulu tersangkutDi antara dua jendela di seberang jendelamu

Kertas Pesawat Kertas

*Penulis adalah mahasiswa FAH, jurusan Bahasa dan Sastra Inggris

Oleh Putera Nuib Sihise*

SUBUHCerpen...

Sudah sepuluh menit azan di-kumandangkan dari mushalla ini. Namun Pak Imam, imam musala An-Nuur, belum juga mau untuk memulai salat subuh berjamaah ini.

“Sabar ya.... Kita tunggu lima menit lagi,” begitu kata beliau pada Sholih, dan Pak Shodiq. “Ah, itu dia Pak Joko. Ayo kita mulai, silahkan yang mau iqomat.” Pak Joko tampak tergesa mel-angkah setengah berlari mendekati pintu mushalla.

“Allaahu akbar.”*“Apakah harus benar-benar pindah,

Pak?”, Pak Imam tampak sangat geli-sah.

“Iya, Pak. Isteri saya baru saja mela-hirkan. Anggota keluarga bertambah satu lagi. Ya kami harus mendiami rumah yang lebih besar lagi tentunya.”

“Betul itu kata Pak Joko. Kalau tidak mencari rumah yang lebih besar, bisa seperti pepes keluarga Pak Joko. Bukan begitu, Pak?”

“Ahahahaha.. Bapak ini bisa saja,” Pak Joko menyambut gurauan Pak Shodiq.

“Ya Allah...,” Pak Imam memelas.“Eh, kenapa Pak Imam? Sedang

sakit?” respon Pak Joko melihat air muka Pak Imam.

Pak Imam menghela nafas. “Tidak apa-apa, Pak Joko. Semoga bapak mendapatkan tempat tinggal yang lebih baik.”

“Aamiin…. Terima kasih doanya, Pak Imam”.

*Subuh kali ini Pak Imam tidak lagi

mengulur waktu seperti yang sering beli-au lakukan. Selesai salat sunah qobliyah, Pak Imam langsung mempersilahkan salah seorang dari dua jamaah tetapnya untuk iqomat. Tidak ada lagi lima belas menit dari azan ke takbiratul ihram, kali ini cukup tujuh menit.

“Waduuh, selamat kalau begitu. Hebat kamu.”

“Aah, ini bukan apa-apa, Pak Imam. Teman saya ada yang lebih hebat lagi”, Sholih merendah.

“Ngomong-ngomong, kamu jadi kuliah di UNJ kan?”

“Hmm. Tadinya sih begitu, Pak.”“Lho. Memangnya sekarang?”“Saya memutuskan akan kuliah di

IPB saja, di Bogor.”“Bukannya kamu sedari kecil bercita-

cita jadi guru? Mengapa tidak masuk UNJ?”

“Kalau itu, saya masih tetap ingin jadi guru. Tapi saya juga sangat tertarik di bidang pertanian, makanya saya mau masuk IPB dan mudah-mudahan bisa menjadi dosen pertanian.”

Pak Imam terdiam, ia termenung sampai kemudian Sholih menegurnya.

“Pak Imam?”“Eh, iya. Semoga kamu sukses ya.”“Aamiin.”Pak Imam, menjadi murung, bahkan

lebih murung ketika Pak Joko pindah rumah. Tarikan nafasnya pun sangat dalam dan berhembus perlahan seperti ada yang mengganjal tenggorokannya. Namun, yang terganjal bukanlah teng-gorokan ataupun kerongkongannya, melainkan pikirannya.

“Yaa Allah. Siapakah lagi yang akan berkenan bangun untuk berjamaah shalat shubuh di rumah kecilmu ini? Hamba tak ingin kampung ini sepi dari semarak ibadah dan malah ramai oleh dengkuran yang lebih nyaring. Kau pun tahu, hamba telah berupaya semampu daya mengajak warga kampung ini untuk shalat shubuh. Yaa Allah”

*

“Maaf Pak Shodiq, anak isteri semua sehat, Pak?”

“Alhamdulillah, Pak. Sehat-sehat.”“Maaf, Pak Shodiq. Hmm. Saya

bingung mau mulai dari mana. Begini. Seperti yang telah Pak Shodiq tahu sendiri. Kalau shalat subuh selalu saja sepi. Bahkan sekarang hampir tiap hari hanya kita berdua saja kalau tak ada musafir yang singgah menginap di musala. Sebagai orang yang sudah tua, jujur saya sangat khawatir.”

“Iya, saya juga khawatir dengan keadaan ini. Padahal konon katanya jika jamaah shalat shubuh tidak lebih banyak dari shalat jumat, Islam belum akan menjadi maju. Tapi, saya bingung juga.”

“Bingung kenapa, Pak?”“Saya sangat ingin sekali menjadikan

masjid kita ramai, khususnya ketika sha-lat subuh itu. Tapi, bagaimana caranya ya? Apakah kita harus mencari sponsor untuk hadiah umroh bagi jamaah shalat shubuh yang beruntung? Atau kita undang ustadz-ustadz ternama untuk mengisi kuliah shubuh di musala kita? Atau…”

Belum sempat Pak Shodiq menye-lesaikan pembicaraannya, Pak Imam memotong, “Itu usul yang bisa dipertim-bangkan, Pak. Tapi...”

“Tapi apa, Pak Imam?”“Ada baiknya kalau kita mulai dengan

yang paling dekat di hati dan mata kita”“Maksud Pak Imam? Saya kurang

paham.”“Anak dan isteri kita.”Pak Shodiq tertegun.“Saya kira akan sangat baik jika kita

mengajak anak dan isteri kita untuk shalat berjamaah di musala ini. Setelah itu, kita bisa melakukan pula hal lainnya termasuk saran-saran yang tadi Pak Shodiq sampaikan.”

Pak Shodiq masih tertegun. Melihat itu Pak Imam jadi merasa tidak enak hati. Beliau merasa mungkin dirinya terlalu langsung dan menyinggung per-asaan Pak Shodiq.

“Maaf Pak Shodiq. Saya tidak ber-maksud…”

“Bukan itu, Pak. Justru saya merasa malu kepada Bapak. Saya selama ini tel-ah membiarkan keluarga yang seharusn-ya saya pimpin untuk bersama mencapai kasih tuhan, terlena dan lalai di shubuh hari. Astaghfirullaahal’azhiim,”Pak Shodiq tertunduk dan menutup wa-jahnya. Ia amat menyesal.

*Pak Imam kembali berbunga. Jamaah

tetapnya bertambah tiga orang selain Pak Shodiq, musala kedatangan pula Fauzan, Rizki dan Bu Aini yang tak lain ialah anak-anak dan isteri Pak Shodiq.

Pak Imam berdoa lebih lama dari sebelumnya. Tampaknya, beliau sangat bergembira, bergembira sekali.

“Alhamdulillaahirobbil’aalamiin. Aku percaya Kau akan mengganti dengan yang lebih baik lagi Yaa Allah. Jamaah shalat shubuh mushalla ini lebih banyak satu orang dari yang sebelumnya. Aku sangat bergembira wahai Robbku, bergembira sekali.”

*“Tampaknya kita harus benar-benar

melakukannya, Pak.”“Melakukan apa?”“Mengundang ustadz ternama atau

memberikan hadiah umroh.”“Bapak yakin? Lagipula dananya

darimana?”“Urusan itu, saya bisa mengusahakan-

nya, Pak.”“Besok saya akan bertemu dengan

Bos saya. Saya akan mencobanya. Mungkin dia bisa membantu. Tolong doanya, Pak Imam.”

“Baiklah kalau Pak Shodiq yakin.

Saya tidak berkeberatan. Saya juga tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan untuk meramaikan masjid ini, khususnya saat salat shubuh.”

Masih terekam dengan cukup jelas percakapan dengan Pak Shodiq tiga hari lalu itu di dalam pikiran Pak Imam. Apalagi saat melihat orang-orang yang datang bertakziyah membuka kain penutup jenazah Pak Shodiq di hadapan matanya.

Pak Imam merasakan sedih akan meninggalnya Pak Shodiq dalam perjalanannya ke Semarang kema-rin untuk bertemu Bosnya. Namun, kesedihan terbesarnya bukanlah itu. Lebih-lebih sedih karena ia akan kehilangan jamaah tetapnya. Bukan hanya satu, tapi seluruhnya. Karena kelurga Pak Shodiq akan pindah ke kampung Isterinya, Bu Aini, di Tasik-malaya. Pak Imam merasa bersedih, bersedih sekali.

*Sepertinya subuh ini Pak Imam

akan melakoni semua prosesi salat shubuh sendiri, dari mulai azan, iqo-mat dan salat pun akan sendiri. Tidak akan ada lagi Pak Imam yang mem-persilahkan salah seorang jamaahmya untuk iqomat, tiada lagi Pak Imam yang menunggu koor ‘aamiin’ untuk melanjutkan membaca surat pendek dan nantinya ketika berdoa. Semuanya akan menjadi lebih cepat, mungkin hanya lima menit saja.

Sebelum ia iqomat sendiri, Pak imam sempatkan untuk melirik keluar mushalla mungkin ada orang yang akan mampir di mushalla untuk shalat shubuh. Hhh. Tapi di luar sana sangat sepi, mungkin warga lebih memilih shalat berjamaah di rumah tanpa ter-tusuk udara dingin subuh hari. Begitu prasangka Pak Imam.

“Allaahu akbar. Allaahu akbar..”, Pak Imam melengking mengu-mandangkan iqomat sambil masih berharap akan ada orang ikut shalat shubuh dengannya di mushalla An-Nuur yang sudah sembilan tahun dii-maminya. Setelah itu, ia pun memulai shalat subuhnya sendirian.

“Aamiin…”Pak Imam sedikit terkejut ada suara

yang menyahutinya setelah ia selesai mebacakan al-Fatihah. Ah, Pak Imam senang bukan kepalang, entah men-gapa ia pun merasa lebih dekat dengan makmum barunya.

“Muslim? Yaa Gusti Allah,” Pak Imam langsung memeluk makmumn-ya tersebut tanpa berdoa dulu seperti biasanya.

“Iya, Pak. Maaf tidak bilang-bilang. Muslim mau cari kerja di sini, Pak. Gak apa-apa kan?”

“Oh, iyalah. Gak apa-apa. Alham-dulillaah,” Pak Imam sekali lagi meme-luk Muslim dengan amat erat.

“Ya Allah Tuhanku. Hamba yakin Kau akan selalu menghadirkan orang-orang yang akan selalu meramaikan rumahMu ini. Kini, kau hadirkan orang yang tidak ku sangka-sangka kedatangannya untuk menjadi jamaah mushalla ini. Terima kasih pula, yaa Allah. Karena telah mengirimkan anakku ini menemani hari tuaku. Aku sangat berbahagia, berbahagia sekali.”

***Sanggar Teater Syahid, Ciputat, 17

– 18 Mei 2012

* Sebuah nama pena dari seorang mahasiswa FSH UIN Jakarta, aktif di Koperasi Mahasiswa dan Teater Syahid. Burhani As-Siddhiqi

Page 12: TABLOID INSTITUT EDISI 22

13Edisi XXII/Oktober 2012 RESENSIBuku

“Aku bukan ahli agama, tapi dari perspektif kebudayaan, aku be-rani mengatakan bahwa agama ini sangat ‘demokratis’. Jika tidak, mana mungkin lahir kota Madinah, sebuah ‘kota berbasis masyarakat sipil (civil society)’,” tulisnya pada status 345 (h. 219).

Menjadi orang yang ‘terlanjur’ tahu dan merasakan himpitan batin terhadap realitas tersebut, sebagai upaya konstruktif, Ais mengajak publik mendiskusikan serangkaian abnormalitas tersebut melalui akun Facebooknya. Ru-panya Ais tidak sendiri. Statusnya banyak mendapat respon dari ber-bagai kalangan yang juga gelisah terhadap situasi bangsa. Berbagai komentar hampir dapat dijumpai di setiap statusnya.

Buku yang terhimpun dari na-rasi 501 statusnya di Facebook ini akan menggugah kesadaran kita tentang hal yang selama ini luput

Saya seorang dosen, Pak Presiden. Nyaris setiap hari saya membicarakan hal-hal ideal dengan mahasiswa.

Kepada para mahasiswa saya selalu mengajarkan mimpi tentang Indo-nesia yang lebih baik di masa depan. Jadi, tolong saya, Pak Presiden, tolong bantu saya untuk menjadikan ajaran itu bukan ilusi, apalagi dusta. Maka jawablah permohonan ini dengan sebuah tindakan: bahwa besok pagi, saat fajar tuntas memintal malam, Anda akan menjadi presiden yang revolusioner. Atas nama apa pun yang bernama kuasa, jadikanlah diri Anda Arok, Sang Pembangun itu! (h. 280).

Kutipan di atas merupakan ba-gian inti mengapa buku ini ditulis. Tak dipungkiri, sosok pemimpin merupakan hal yang terpenting guna kemajuan sebuah negara. Saat status seorang pemimpin Indonesia justru seringkali kon-tradiksi dengan peranan yang sewajibnya ia laksanakan—ter-lebih atas apa yang telah ia janji-kan—sosok penulis, Acep Iwan Saidi (Ais), mempunyai cara unik tersendiri merespon realitas terse-but.

Ironi memang. Ketika dalam perjalanan intelektualnya, seorang putra bangsa, Ais justru menghan-tarkannya kepada rasa frustasi, karena melihat kondisi negaranya dipenuhi abnormalitas dalam ber-bagai aspek bangsa ini. Secara garis besar, buku ini membincang budaya, politik, sejarah, pendidi-kan, sosial, pun pada ranah agama yang kesemuanya tentu saja mela-lui perspektif kebudayaan.

dari panggung diskusi. Buku ini terdiri dari delapan narasi besar. Masing-masing narasi, dengan pola penyampaian yang ringan dan menarik, berkelindan merang-kai sebuah narasi besar, Revolusi sosial (h. 165).

Menyoal pendidikan IndonesiaJika pengarang tidak mati

(Foucault), maka Ais merupa-kan simbol perlawanan. Perlawa-nan terhadap sistem pendidikan yang, menurutnya, mengerdilkan bangsa Indonesia (h. 323). Lama bergelut di dunia pendidikan, Ais banyak menemukan kebobrokan sistem kurikulum kita. Mela-lui narasi ringkas padat, buku ini membongkar genealogi sistem pendidikan Indonesia yang ber-implikasi memproduksi manusia-manusia pragmatis.

“…Dekade 60-an…Salah satu hal menarik, yang kiranya tidak tampak di permukaan karena tertimbun hi-ngar bingar politik, adalah bergeser-nya orientasi pendidikan, yakni dari pendidikan yang berorientasi pada eropa kontinetal (Belanda) ke studi terpimpin (guided study system)—yang kemudian kita kenal dengan SKS—Amerika…” (h. 296).

“Sudah menjadi rahasia umum

bahwa kemenangan Orde Baru juga identik dengan kemenangan Amerika. Barangkali tidak ada yang salah de-ngan SKS. Akan tetapi, peluang sis-tem ini untuk mencetak peserta didik menjadi manusia pragmatis memang sangat terbuka. Dan, dalam perkem-bangannya Orde Baru memang meng-inginkan masyarakatnya menjadi ma-nusia pragmatis sedemikian…”

“…Sedangkan di tingkat pergu-ruan tinggi, SKS telah memaksa ma-hasiswa untuk menjadi individu yang taat administratif dan pengejar sertifi-kat belaka. Tentu, dari perspektif poli-tik, sistem itu mudah dibaca: Kuasa pendidikan adalah Kuasa Raja, indi-vidu tidak boleh punya suara di hada-pannya (h. 300).

Terkait dengan sistem ujian na-sional, seseorang berkomentar, “Saya seorang guru di sebuah SMAN, sudah kering air mata, menangisi keadaan ini. Hanya sekali saya ikut mengawas pelaksanaan UN. Selan-jutnya, saya selalu menolak untuk jadi pengawas UN, karena saya tidak mau bertolong-tolongan dalam kebatilan. Efek yang sekarang terasa, semangat belajar siswa terus merosot. Mereka berpikir tidak perlu belajar, toh kakak-kakak kelas yang paling ‘aneh’ sekali-pun bisa lulus dengan nilai-nilai yang fantastis. Ingin rasanya saya hidup di

Judul : Surat Malam untuk PresidenPenulis : Acep Iwan SaidiPenerbit : Gradien Mediatama, 2012Hal : 4000 hlm; 14 x 21 cmISBN : 978-602-208-090-9

Narasi Revolusi dalam FacebookRahmat Kamaruddin

Film

Di Looper (2012), kesempatan untuk kembali ke masa lalu itu menjadi nyata. Mengangkat tema perjalanan waktu, Rian Johnson menghadirkan sosok looper, se-kumpulan pembunuh di tahun 2044 yang diutus untuk meng-habisi ‘sesama’ penjahat di tahun 2074.

Dengan mesin waktu, penjahat itu seketika mucul dengan kepala berselubung di hadapan looper. Tugas looper tidaklah sulit, mereka cukup menembak lalu memusnah-kan jasad si penjahat, dan yang terpenting, memastikannya tidak lari dari ‘waktu kematiannya’.

Masalah kemudian muncul saat Seth (Paul Dano), salah satu loop-er, membiarkan ‘korbannya’ kabur karena tak tega melihat yang akan ditembaknya adalah dirinya sendi-ri di masa depan. Seorang looper memang sudah dikontrak untuk

dapat hidup hingga tiga puluh ta-hun ke depan, terhitung dari tahun 2044. Kebijakan tiga puluh tahun ini diatur Rainmaker, manusia dari tahun 2074 yang ternyata ber-niat untuk melenyapkan seluruh looper.

Selama tiga puluh tahun, mere-ka yang belum menyadari motif di balik kebijakan itu digaji dan berhak mengambil batangan perak murni yang diikatkan ke pung-gung para korbannya. Namun, Seth yang saat itu telah gagal menjalankan misi meminta per-lindungan pada temannya, Joe (Joseph Gordon-Levitt), karena dalam aturan mainnya, seorang

looper yang gagal harus dibunuh. Masalah lain muncul ketika

Joe harus membunuh korban se-lanjutnya yang tidak lain adalah dirinya sendiri di masa depan. Namun, Joe ‘tua’ (Bruce Willis) berhasil kabur dari Joe ‘muda’ yang sudah bersiap menembak-nya. Usut punya usut, ternyata Joe tua tidak rela melihat istri yang begitu dicintainya di masa depan dihabisi oleh suruhan Rainmaker saat waktu kematiannya tiba.

Berbekal kode tentang asal-usul Rainmaker, Joe tua berniat untuk mengajak Joe muda bekerjasama melenyapkan sosok misterius itu. Dengan melenyapkan Rainma-

ker muda di tahun 2044, Joe tua berharap dapat menyelamatkan nyawa istrinya di tahun 2074. Sa-yangnya, Joe muda memiliki am-bisi lain.

Alih-alih mendukung dirinya sendiri di masa depan, ia pun men-cari Rainmaker untuk menuntas-kan hasrat masa mudanya sendiri. Di perjalanan, ia menemukan sebuah rumah milik Sara (Emily Blunt) dan Cid (Pierce Gagnon) di balik padang tebu yang dicuri-gainya sebagai rumah Rainmaker muda. Di rumah ini, keinginan, logika, dan rasa kemanusiaan Joe bergumul untuk mempertanyakan satu hal, apakah makna hidupnya

sebagai manusia selama ini?Diawali dengan banyak adegan

penuh dentum tembakan, Looper seolah membawa Anda ke film science fiction berbalut action khas pria. Belum lagi dengan banyak-nya percikan darah yang menga-wal babak demi babak. Tengok saja adegan saat para ‘korban’ di-habisi dan tangan salah satu looper dipalu yang mengultus film ini se-bagai salah satu karya thriller yang menegangkan.

Namun di tengah pemutaran-nya, cerita perlahan merambat ke masalah yang lebih manusiawi, tentang hidup, cinta, dan per-juangan. Anda akan disuguhi ade-gan di mana Joe tua kembali ke masa lalu dan mencoba memper-tahankan hidupnya untuk seorang wanita paling berarti di hidupnya. Tak hanya itu, ada pula Sara yang mati-matian melindungi Cid la-yaknya anak sendiri, meski tahu Cid tidak pernah menganggapnya sebagai ibu.

Walau mengangkat tema time traveling, yang sudah berkali-kali diolah sineas dalam Terminator hingga kartun macam Doraemon, Rian Johnson berhasil memben-tuk kesatuan cerita yang menge-sankan dengan alur dan kronologi yang detil, mengukuhkan Looper sebagai salah satu film yang paling layak ditonton tahun ini.

Looper: Memanusiakan ManusiaTrisna Wulandari

Indonesia yang lain” (h. 223).

Ide besar dalam kemasan ringan

Menelusuri rangkaian narasi buku ini akan menggelitik kita agar segera bangkit dari kema-panan atas kejumudan merespon realitas bangsa kita. Rangkaian bualan Ais senantiasa segar dikon-sumsi siapa saja yang merindukan perubahan tatanan sosial yang lebih baik.

Meski kemudian pada bebera-pa percakapan terlihat sedikit jenaka, laiknya pengguna fasili-tas Facebook pada galibnya, na-mun perbincangan yang diwarnai nuansa satire yang sarat pesan-pesan filosofis menjadikan diskusi alam maya ini berbeda. Bernas dan berdaya konstruktif.

Ais dengan baik mengartiku-lasikan kompleksitas realitas yang tengah merundung bangsa ini ke dalam percakapan ringan, sembari menyemai bibit-bibit perlokusi agar pembaca harus tetap optimis mengupayakan perubahan, sekecil apa pun upaya itu. Tak terkecuali melalui jejaring sosial Facebook.

Buku ini bak miniatur kota yang dihuni penduduk yang merindu-kan perubahan ke arah yang lebih baik. Kekuatan buku ini adalah kesederhanaannya dalam mena-rasikan ide-ide besar. Sebagai bu-dayawan, yang pula telah malang melintang di dunia tulis-menulis, Ais akan membawa pembaca hanyut dalam perbincangan besar melalui narasi-narasi ringan, se-derhana dan bersahaja.

D alam satu momen di kehidupan, pernahkah Anda merasa menyesal

telah melakukan sesuatu? Bila sudah begitu, apa yang Anda pikirkan? Berandai-andai bisa kembali ke masa lalu? Atau men-coba mengambil hikmahnya, ka-rena tahu tak akan kembali lagi ke masa itu?

Judul: Looper

Sutradara: Rian Johnson

Dirilis:Oktober 2012

Pemain: Bruce Willis, Joseph

Gordon-Levitt, Emily Blunt, dll

Page 13: TABLOID INSTITUT EDISI 22

14 Edisi XXII/Oktober 2012SENI BUDAYA

Foto Pilihan

Tema Foto Selanjutnya

Kirim foto Anda ke [email protected]

untuk dipamerkan di rubrik Tustel, foto dalam format JPEG beserta narasinya.

“?”

Keceriaan yang pecah di wajah anak-anak pengunjung pasar malam di komplek Molek jalan Legoso Raya Ciputat, sebuah pemandangan yang bisa dijumpai setiap Senin malam. Aneka jajanan pasar, pakaian, dan pernak-pernik aksesoris tersedia di sana. Hiburan murah-meriah bagi warga dan anak-anaknya setelah seharian beraktivitas.

Pasar Kaget, masyarakat sekitar menyebutnya. Yani mengawasi anaknya yang sedang bermain pancingan di kolam yang berisi ikan mainan dan bola. Setelah puas di satu arena permainan, mereka pun beranjak ke permainan yang lain sembari melihat-lihat dagangan yang dijajakan para pedagang. Sesampainya di arena permainan lainnya, sudah ada beberapa orang tua dan anaknya yang antusias menunggu giliran bermain kereta-keretaan.

Ibnu Affan Mahasiswa Ilmu Tarjamah, FAH.

Pria itu menggenggam tangan kekasihnya, suara desah lautan membuatnya kembali berjanji membawa bintang laut persegi empat. Ia bilang akan melom-pati cakrawala biru, melarut-kan perak buih dengan pasir emas. Layung, gadisnya, me-natap masygul kepergian Ponte mengarungi samudra sebab laut tengah marah.

Malam sebelumnya, anak-anak pantai masih riuh menyanyikan kidung kebanggaan mereka,

Nenek moyangku seorang pelaut/

Gemar mengarung luas samu-dra/

Menerjang ombak tiada takut/Menempuh badai sudah

biasa//Lagu yang selama ini dilantun-

pemerintah mulai mencanangkan daerah wisata yang berujung pada perbudakan di tanah sendi-ri. Iming-iming impian menjadi kaya di negeri orang, ditambah lagi hutang yang menggerayangi tiap detik dalam hidup mereka, seolah menambah anak panah kematian nelayan kecil.

Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) menjadi tempat berlayar-nya ‘Perahu Putih’ pada tanggal 11-12 Oktober lalu. Selama le- bih kurang dua jam, para penon-ton dinahkodai oleh sutradara Aries Budiono dan dibawa mengikuti arus cerita karya Ed-die ‘Klenk’ Pablo.

Ika, salah seorang penonton menuturkan bahwa ‘Perahu Putih’ cocok dijadikan referensi menonton di akhir pekan, “Se-lain bagus juga sarat akan pesan sejarah dan kehidupan, tapi mungkin durasinya agak lama,

kan seperti romantisasi belaka, bagaimana tidak? Hanya Ponte yang berani melaut mengguna-kan perahu kecil dan dayung di saat nelayan lainnya absen me-laut karena tak ada solar, karena cuaca buruk, dan masih banyak karena-karena yang lain.

Mereka nyaman menjadi anak-anak kesayangan kemiskinan dan penderitaan, padahal laut tak butuh solar, padahal alam selalu menunjukkan pertanda. Tapi ke-percayaan mereka terhadap laut hilang tergerus kata’modern’.

Sedang mereka lagi mengalah pada alam, kapal-kapal pencuri ikan berbendera asing sedikit demi sedikit membinasakan laut dengan pukat harimau. Tak mau terjaring jala orang lain, para nelayan ini ikut-ikutan meng-gunakan bom untuk menangkap ikan.

Nelayan tak jadi nelayan kerena

nontonnya sedikit ngantuk.”Teater Syahid dalam masa

perak ke-25 tahun menghadirkan pementasan yang berbeda. Coba saja tilik naskah, proses produksi, pelakon, hingga pekerja, se-muanya seperti familiar bagi kita. Ya, pementasan kali ini hampir 100% made in Syahid.

“Realitanya dibutuhkan pemain musik di luar Syahid. Jadi, kita kerjasama dengan Bengkel Teater Rendra,” ungkap Sir Ilham Jam-bak selaku pimpinan produksi. Sir juga mengaku sempat mengalami kendala pendanaan dalam proses produksi.

Namun, kendala tersebut dapat teratasi berkat kerjasama kuat lintas generasi, mulai dari generasi pendiri hingga generasi berjalan di tahun 2012. Selain faktor dana, proses pembagian waktu pun melintangi para pe-main.

Nurma Elita Sari yang berperan sebagai Zumroh menceritakan sulitnya membagi waktu antara kuliah dan latihan, “Apalagi kita (para aktor) banyak yang double job sebagai pekerja. Kayak aku, jadi pemain sekaligus ticketing. Karena ada jadwal kuliah, lati-han, dan ngurusin tiket, pendala-man karakternya agak susah.”

Walaupun banyak hal yang mengarali prapementasan selama tiga bulan, penonton tetap disuguhkan imaji perjuangan mengarungi lautan lepas dan pesan kutipan dari Bung Karno agar Indonesia menjadi bangsa pelaut dalam arti seluas luasnya dan bukan hanya menjadi jongos. Bangsa pelaut yang kesibukan-nya di laut, menandingi irama gelombang lautan itu sendiri.

Aditya Putri

Perahu Putih, Ironi Kejayaan Nenek Moyang

WAFA/KALACITRA

WAFA/KALACITRA

Pasar Malam

Page 14: TABLOID INSTITUT EDISI 22

15Edisi XXII/Oktober 2012 TEKNO

“Rasa percaya diri mahasiswa beram-but gondrong itu untuk kepantasan sosial, agama, atau normatif ?” ujarnya. Menurut Nihayah, kode etik dibuat berdasarkan atu-ran agama dan sosial, bukan hanya untuk kepentingan mereka semata.

Selanjutnya, pasal 10 poin 15 tentang pelarangan merokok. Tanwir, anggota Forum Diskusi Piramida Circle, tidak setuju akan pelarangan tersebut. Bag-inya, merokok adalah hak asasi manusia (HAM), “Mengapa HAM harus dilarang?” tanyanya.

Senada dengan Tanwir, Anwar mengata-kan, rokok bagi para perokok tidak hanya untuk bergaya saja. Tapi dengan merokok, biasanya mereka bisa semangat dalam menjalani kegiatannya.

Muhbib Abdul Wahab, salah satu tim perumus menjelaskan, pihak terkait sudah berusaha merevisi kode etik dengan sebaik-baiknya. Mereka pun membuat kode etik bertujuan untuk menciptakan suasana kon-dusif saat berlangsungnya belajar-mengajar di UIN Jakarta

yaknya mahasiswa,” tuturnya saat ditemui di ruangannya.

Tak hanya itu, ia pun menjelaskan, ma-hasiswa perlu pengaturan, karena peng-aturan tersebut nantinya akan berdampak positif bagi para mahasiswa yang ada di UIN Jakarta. Tapi, jika mereka tidak setuju dengan peraturan yang telah diberikan pihak rektorat, carilah universitas lain.

Ketidakselarasan pemikiran mahasiswa dengan pihak rektorat, menurut Tanwir disebabkan karena mahasiswa dalam pere-visian kode etik tidak diikut sertakan. Ba-ginya, keikutsertaan mahasiswa sangat penting agar kode etik yang direvisi rektorat bisa selaras dengan pemikiran mahasiswa.

Menanggapi hal tersebut, Muhbib mengatakan, dalam perevisian kode etik, mereka sengaja tidak mengikutsertakan mahasiswa. “Ngapain mahasiswa diikutser-takan? Drafnya kan sudah ada dan tinggal direvisi,” jelasnya.

Muhbib menuturkan, meskipun dalam perevisian mahasiswa tidak diikutsertakan, mereka tetap diikutsertakan saat uji pub-

Selain itu, tujuannya untuk memelihara harkat, martabat, dan kewibawaan UIN sebagai perguruan tinggi Islam. Juga men-jadikan sarjana UIN Jakarta sebagai sar-jana muslim yang berakhlak mulia, unggul, kompetitif, profesional, dan berintegritas tinggi.

Namun, di sisi lain, Anwar tidak me-nyukai beberapa pasal yang dibuat pihak rektorat. Menurutnya kode etik yang dire-visi tersebut terlalu mengekang mahasiswa. “Memang peraturan itu buat ketertiban, tapi cenderung memaksa,” paparnya ke-cewa

Herni Ali, salah satu tim perumus kode etik menjelaskan, terkadang peraturan itu harus sedikit memaksa. Tujuannya agar para mahasiswa menjalaninya. Baginya, mahasiswa kalau tidak dipaksa biasanya melakukan tindakan yang seenaknya sendi-ri.

“Dikasih tata tertib seperti kode etik saja masih banyak yang melanggar. Apalagi jika tidak diberi tata tertib, ya pasti mere-ka malah jadi mahasiswa yang tidak sela-

Rubrik Tekno bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika (HIMTI)

UIN Jakarta

WINDOWS 8, THE NEXT OPERATION SYSTEMOleh Nimas Ayu Mailani*

Sambungan.... Kode Etik: Adu Perspektif Mahasiswa-Rektorat

S aat ini, komputer merupakan barang

yang tidak asing lagi bagi banyak orang. Seiring perputaran waktu, komputer tidak lagi menjadi barang mewah yang dulu hanya dapat dimiliki oleh beberapa orang. Bahkan, banyak orang kini tak lagi menjadikan kompu-ter sebagai kebutuhan krusial.

Bicara tentang komputer berarti juga membicarakan ‘sesuatu’ yang membuat kom-puter tersebut terlihat menarik dan bagus bagi masing-masing orang yang membutuhkannya.

Mungkin selama ini beberapa orang hanya menggunakan komputer tanpa tahu apa yang membuat performa komputer menjadi lebih menarik. Mari kita menguak lebih lanjut ‘sesuatu’ dalam komputer yang membuat banyak orang dapat tergila-gila dengan hal-hal mengenai di dalamnya.

Komputer tidak akan dapat berjalan dan digunakan tanpa adanya sistem operasi yang

ditanamkan dalam komputer itu sendiri. Apa itu sistem operasi? Sistem operasi merupakan suatu software (perangkat lunak) yang mengatur perangkat keras serta operasi-operasi dasar sistem, ter-masuk menjalankan software ap-likasi seperti program-program pengolah kata, angka ,dan web browser. Sistem operasi sendiri memiliki banyak macam yang masing-masing memiliki kele-bihan tersendiri dan membuat suatu hal unik untuk dinikmati pengguna komputer.

Beberapa sistem operasi yang banyak digunakan di antaranya XP Professional, XP Home Edition, Windows 7, Ubuntu, dan masih banyak lagi sistem operasi.

Dalam artikel ini akan diba-has sistem operasi baru dari Windows, yakni Windows 8. Windows 8 adalah nama dari sistem operasi yang diproduksi oleh Microsoft Windows untuk digunakan pada personal com-puter (PC), termasuk komputer

rumah, komputer bisnis, netbook, tablet PC, dan komputer media.

Akan tetapi, kelebihan ini hanya dapat dinikmati oleh pengguna tablet, laptop, dan

desktop yang mengusung moni-tor dengan fasilitas touch screen (layar sentuh). Selain itu, waktu booting (pada demo Windows 8 selama 8 detik) yang semakin cepat juga membuat Windows 8 berbeda dengan sistem operasi lainnya. Terlebih lagi dengan

dukungan port USB 3.0. Sistem operasi ini memiliki AppStore sendiri yang menyediakan aplikasi-aplikasi yang dikem-bangkan untuk Windows 8. Sederetan kelebihan dari fitur-fitur yang dimiliki Windows 8 masih kurang tanpa penyebutan Near Field Communications (NFC) yang kegunaannya antara lain untuk transaksi keuangan digital.

Sistem operasi ini tidak seperti sistem operasi Microsoft Win-dows sebelumnya yang memaksa pengguna membuka aplikasi satu demi satu. Pada Windows 8 mu-lai diterapkan kolaborasi antar aplikasi. Misalnya lewat fitur yang memungkinkan pengguna mengakses informasi berupa E-mail, Twitter, Facebook dan jejaring sosial lainnya dalam satu tampilan. Pihak Microsoft Windows pun menjanjikan ke-amanan pada sistem operasi ini dengan meningkatkan Windows Defendernya.

Selain kelebihan, Windows 8 juga memiliki kelemahan yang

dapat dilihat dari power option seperti restart, shut down, hiber-nate, dan lain-lain. Tidak adanya akses langsung ke power options membuat pengguna sistem operasi ini harus mengakses opsi tersebut dari setting charm.

Untuk spesifikasi komputer dalam penginstalan sistem ope-rasi ini, Microsoft menyatakan komputer dengan sistem operasi Windows 7 dapat menjalankan Windows 8 tanpa upgrade PC. Selain prosesor Intel Atom dan RAM 1 GB, Windows 8 juga dapat berjalan baik dengan mikroprosesor ARM yang biasa digunakan pada tablet.

*Penulis adalah Mahasiswa Teknik Informatika

Sistem operasi ini memiliki fitur-fitur baru yang belum dimiliki sistem operasi besutan Microsoft Win-dows sebelumnya, seperti peng-opti-malan layar sen-tuh.

lik. “Saya suka bingung sama mahasiswa, mereka selalu ingin ikut-ikutan. Padahal, hal itu tidak perlu karena pada akhirnya, mereka tetap diikutsertakan dalam uji pub-lik,” katanya.

Pengawasan kode etikDalam Pedoman Kode Etik Mahasiswa,

pengawasan pelaksanaan terhadap kode etik mahasiswa terdiri dari pimpinan, dosen, dan karyawan. Namun, karyawan dalam hal ini, tidak seluruh karyawan, tapi hanya beberapa staf yang memang berkepentingan terkait pengawasan.

Tanwir tidak setuju akan hal tersebut. Ia setuju jika dalam pengawasan, mahasiswa diikutsertakan juga. “Nggak fair dong, masa karyawan diikutsertakan,” imbuhnya.

Menanggapi masalah ini, Herni Ali men-gatakan, baginya mahasiswa tidak perlu ikut campur dalam masalah rumah tangga universitas, seperti perevisian kode etik ini. Meskipun mahasiswa boleh mengetahui hal itu, bukan berarti harus ikut campur.

Page 15: TABLOID INSTITUT EDISI 22

16 Edisi XXII/Oktober 2012IKLAN

Hub. 085781157788