TABLOID INSTITUT 43

16
lpminstitut LPM INSTITUT - UIN JAKARTA @lpminstitut www.lpminstitut.com Zainuddin Lubis Tidak mudah meninggalkan ke- biasaan lama, apalagi jika terpaksa harus mengeluarkan uang dua kali lipat lebih banyak dari biasanya. Hari itu, Abdullah Mahfud tengah sibuk mencari uang Rp500 di saku celana yang ia kenakan demi menggenap- kan Rp1000 sebagai tarif parkir baru. Deru mesin Satria Fu miliknya ber- henti tepat di depan loket pintu kelu- ar UIN Jakarta, Jumat (13/5). Awalnya, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) ini ber- pikir, kenaikan tarif parkir akan berdampak pada keamanan dan ke- nyamanan parkiran. Tapi, ia ter- paksa harus mengubur harapannya lantaran tak jua ada perubahan. Deretan kendaraan yang berbaris tak beraturan sepanjang Student Center (SC) dan sepanjang ruas jalan depan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) selalu menjadi pemandangan harian di kampus ini. ”Parkir masih terlihat semrawut, tak ada beda dengan sebelumnya” ujar Mahfud, Jumat (13/5). Tak hanya Mahfud, Roosna Sari Mauludina pun ikut mengeluhkan kenaikan tarif. Menurutnya, ter- hitung tiga bulan sejak Maret lalu Gerbang Berkah (GB) Parking me- ngelola parkir UIN Jakarta, hingga kini belum optimal karena keadaan parkir di UIN tak jauh beda dari se- belumnya. Lebih lanjut, Mahasiswi Pendi- dikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) FITK ini mengatakan, kamera pengawas untuk mengawasi kendaraan yang masuk dan keluar di kampus UIN Jakarta belum tere- alisasi. Padahal, keberadaan kamera pengawas penting karena menjadi alat keamanan kendaraan yang me- masuki kampus. ”Terlebih, sistem keamanan menjadi daya jual GB Parking,” ujarnya, Selasa (10/5). Selain itu, antrean parkir panjang di loket keluar kampus menambah peliknya permasalahan sistem parkir. Bersambung ke halaman 15 kolom 2 Kondisi itu membuat para pengguna kendaraan yang ingin ke luar kampus terjebak macet di sepanjang jalan. Kenaikan tarif parkir tak menam- bah keamanan di lahan parkir, hal ini terjadi pada Mahasiswa Jurusan Akidah Filsafat (AF) Fakultas Ushu- luddin (FU) Reynaldi Akbar. Ketika tengah kembali ke rumah usai kuli- ah, ia mendapati helmnya tak ada di motor Vario miliknya, Aldi, biasa ia disapa, pada Senin (9/4) lalu menaruh helm KYT di mo- tor Vario hitam yang terparkir di lan- tai empat gedung perpustakaan dan parkir. ”Kalau dengar dari teman- teman sih memang banyak kehi- langan helm di sini,” ujarnya, Rabu (11/4). Selain itu, Kepala Biro Admi- nistrasi Umum dan Kepegawaian (AUK) Reti Indarsih mengaku, kondisi lahan parkir yang semrawut menjadi alasan berubahnya pengelo- la parkir UIN Jakarta. Tapi, sambung Reti, meski pengelola parkir UIN te- lah berganti, kinerja GB Parking be- lum memuaskan. Reti menyayangkan pihak GB Parking yang hanya bisa menjaga kerapihan parkir sampai pukul 10.00 WIB. “Setelah itu kesemrawutan motor kembali terjadi,” ujarnya, Ka- mis (12/5). Kurang optimalnya kinerja GB Parking juga turut diamini Kepala Bagian (Kabag) Umum Suhendro Tri Anggono. Dalam catatan yang ia te- rima dari beberapa fakultas, terdapat 20 poin yang perlu dievaluasi. Kata Hendro, beberapa catatan seperti scan karcis terkadang tak berfungsi, para pegawai yang kurang ramah, dan seringnya kehilangan helm di area parkir. Terkait fasilitas di lahan parkir yang belum terealisasi, Hendro ber- dalih, itu disebabkan pembangunan lahan parkir di kampus dua dan tiga Ketika Tarif Parkir Naik Menciptakan parkir aman dan nyaman menjadi impian Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Tarif parkir pun dinaikkan demi mewujudkannya. Rapor Merah Parkir UIN Jakarta Edisi XLIII / Mei 2016 | Terbit 16 Halaman Email: [email protected] Telepon Redaksi: 085892180540 / 085722423074 Laporan utama wawancara Pencairan Beasiswa DIPA Terhambat Pertanyakan Kelanjutan Beasiswa DIPA Hal. 2 Hal. 11 Laporan khusus Hal. 4 Gonta-gan Pengelola Parkir

description

 

Transcript of TABLOID INSTITUT 43

Page 1: TABLOID INSTITUT 43

lpminstitut LPM INSTITUT - UIN JAKARTA @lpminstitut www.lpminstitut.com

Zainuddin Lubis

Tidak mudah meninggalkan ke-biasaan lama, apalagi jika terpaksa harus mengeluarkan uang dua kali lipat lebih banyak dari biasanya. Hari itu, Abdullah Mahfud tengah sibuk mencari uang Rp500 di saku celana yang ia kenakan demi menggenap-kan Rp1000 sebagai tarif parkir baru. Deru mesin Satria Fu miliknya ber-henti tepat di depan loket pintu kelu-ar UIN Jakarta, Jumat (13/5).

Awalnya, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) ini ber-pikir, kenaikan tarif parkir akan berdampak pada keamanan dan ke- nyamanan parkiran. Tapi, ia ter-paksa harus mengubur harapannya lantaran tak jua ada perubahan. Deretan kendaraan yang berbaris tak beraturan sepanjang Student Center (SC) dan sepanjang ruas jalan depan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) selalu menjadi pemandangan harian di kampus ini. ”Parkir masih terlihat semrawut, tak ada beda dengan sebelumnya” ujar Mahfud, Jumat (13/5).

Tak hanya Mahfud, Roosna Sari Mauludina pun ikut mengeluhkan kenaikan tarif. Menurutnya, ter-hitung tiga bulan sejak Maret lalu Gerbang Berkah (GB) Parking me- ngelola parkir UIN Jakarta, hingga kini belum optimal karena keadaan parkir di UIN tak jauh beda dari se-belumnya.

Lebih lanjut, Mahasiswi Pendi-dikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) FITK ini mengatakan, kamera pengawas untuk mengawasi kendaraan yang masuk dan keluar di kampus UIN Jakarta belum tere-alisasi. Padahal, keberadaan kamera pengawas penting karena menjadi alat keamanan kendaraan yang me-masuki kampus. ”Terlebih, sistem keamanan menjadi daya jual GB Parking,” ujarnya, Selasa (10/5).

Selain itu, antrean parkir panjang di loket keluar kampus menambah peliknya permasalahan sistem parkir. Bersambung ke halaman 15 kolom 2

Kondisi itu membuat para pengguna kendaraan yang ingin ke luar kampus terjebak macet di sepanjang jalan.

Kenaikan tarif parkir tak menam-bah keamanan di lahan parkir, hal ini terjadi pada Mahasiswa Jurusan Akidah Filsafat (AF) Fakultas Ushu-luddin (FU) Reynaldi Akbar. Ketika tengah kembali ke rumah usai kuli-ah, ia mendapati helmnya tak ada di motor Vario miliknya,

Aldi, biasa ia disapa, pada Senin (9/4) lalu menaruh helm KYT di mo-tor Vario hitam yang terparkir di lan-tai empat gedung perpustakaan dan parkir. ”Kalau dengar dari teman-teman sih memang banyak kehi- langan helm di sini,” ujarnya, Rabu (11/4).

Selain itu, Kepala Biro Admi- nistrasi Umum dan Kepegawaian (AUK) Reti Indarsih mengaku, kondisi lahan parkir yang semrawut menjadi alasan berubahnya pengelo-la parkir UIN Jakarta. Tapi, sambung Reti, meski pengelola parkir UIN te-lah berganti, kinerja GB Parking be-lum memuaskan.

Reti menyayangkan pihak GB Parking yang hanya bisa menjaga kerapihan parkir sampai pukul 10.00 WIB. “Setelah itu kesemrawutan motor kembali terjadi,” ujarnya, Ka-mis (12/5).

Kurang optimalnya kinerja GB Parking juga turut diamini Kepala Bagian (Kabag) Umum Suhendro Tri Anggono. Dalam catatan yang ia te-rima dari beberapa fakultas, terdapat 20 poin yang perlu dievaluasi. Kata Hendro, beberapa catatan seperti scan karcis terkadang tak berfungsi, para pegawai yang kurang ramah, dan seringnya kehilangan helm di area parkir.

Terkait fasilitas di lahan parkir yang belum terealisasi, Hendro ber-dalih, itu disebabkan pembangunan lahan parkir di kampus dua dan tiga

Ketika Tarif Parkir Naik

Menciptakan parkir aman dan nyaman menjadi impian Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Tarif parkir pun dinaikkan demi mewujudkannya.

Rapor Merah Parkir UIN Jakarta

Edisi XLIII / Mei 2016 | Terbit 16 Halaman Email: [email protected] Telepon Redaksi: 085892180540 / 085722423074

Laporan utama wawancaraPencairan Beasiswa

DIPA TerhambatPertanyakan Kelanjutan

Beasiswa DIPAHal. 2 Hal. 11

Laporan khusus

Hal. 4

Gonta-gantiPengelola Parkir

Page 2: TABLOID INSTITUT 43

Laporan Utama Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 2|

Salam Mahasiswa,Setelah libur selama sepekan

dari garapan Tabloid Institut ke-43, suasana di sekretariat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta kembali normal. Persiapan penerbitan Tabloid Institut yang ke-43 ini sudah dimulai Jumat, (29/5) sebagai tanggung jawab insan pers. Di sela kesibukan kegiatan kuliah, kami kembali hadirkan Tabloid Institut ke-43 di hadapan pembaca budiman.

Sebulan yang lalu, kami hadirkan Tabloid Institut ke-42 dengan tema besar cita-cita UIN Jakarta menjadi Universitas Riset. Pada kali ini, Tabloid Institut menghadirkan informasi terkait pergantian pengelolaan parkir di kampus tercinta ini. Sejak Maret 2016, pengelolaan parkir di kampus satu UIN Jakarta diambil alih oleh Gerbang Berkah (GB) Parking.

Pengelolaan parkir baru yang diikuti dengan kenaikan tarif Rp1000 untuk sepeda motor dan Rp2 ribu untuk mobil dalam sekali masuk mendapat penolakan dari beberapa mahasiswa. Beberapa kali mahasiswa menggelar aksi untuk menolak sistem baru pengelolaan parkir, namun pengelolaan parkir baru oleh GB Parking tetap diterapkan. Pada Headline kami membahas terkait rapor merah GB Parking selama mengelola perparkiran UIN Jakarta.

Pada rubrik Laporan Utama, kami menghadirkan informasi terkait fasilitas yang diberikan GB Parking. Beberapa mahasiswa merasa fasilitas yang diberikan GB Parking tidak ada bedanya dengan UIN Parking, kecuali pada sistem online-nya. Selain itu, semrawutnya lahan parkir di UIN Jakarta juga masih menjadi pemandangan setelah tiga bulan pengelolaan dipegang oleh GB Parking.

Selanjutnya, kami memberikan informasi terkait kerjasama antara UIN Jakarta dengan GB Parking. Pada laporan khusus kami membahas terkait Beasiswa DIPA yang tak kunjung turun. Mahasiswa yang terdaftar Beasiswa DIPA pada Desember 2015 sampai sekarang belum mendapatkan cairan dana. Beberapa mahasiswa mengeluhkan uang DIPA yang tak kunjung cair. Kabarnya, beasiswa DIPA saat ini diganti dengan Beasiswa Berprestasi dengan syarat mahasiswa harus mendapat IPK minimal 3,5 untuk mendapatkan Beasiswa Berprestasi.

Tabloid Institut menjadi salah satu bentuk wujud bakti kami terhadap kampus tercinta dan demi mewujudkan cita-cita kampus. kami juga mengajak pembaca budiman untuk turut mewujudkan cita-cita itu. Salam mahasiswa, mari baca, tulis, dan lawan!

Pemimpin Umum: Erika Hidayanti | Sekretaris: Syah Rizal | Bendahara Umum: Triana Sugesti | Pemimpin Redaksi: Arini Nurfadilah | Redaktur Online & Web Master: M. Rizky Rakhmansyah | Pemimpin Litbang: Yasir Arafat | Riset dan Dokumentasi: Ika Puspitasari Pemimpin Perusahaan: Jeannita Kirana

Anggota: Aisyah Nursyamsi, Dicky Prastya, Eko Ramdani, Eli Murtiana, Jannah Arijah, Lia Esdwi Yani Syam Arif, Yayang Zulkarnaen, dan Zainuddin LubisKoordinator Liputan: Zainuddin Lubis | Reporter: Aisyah Nursyamsi, Dicky Prastya, Eko Ramdani, Eli Murtiana, Jannah Arijah, Lia Esdwi Yani Syam Arif, Yayang Zulkarnaen, dan Zainuddin Lubis

Editor: Arini Nurfadilah, Erika Hidayanti, Ika Puspitasari, Jeannita Kirana, M. Rizky Rakhmansyah, Syah Rizal, Triana Sugesti, Yasir Arafat | Fotografer: InstitutersDesain Visual & Tata Letak: Eko Ramdani, Syah Rizal | Ilustrator: Eko Ramdani | Karikaturis: Aisyah Nursyamsi | Editor Bahasa: Jannah Arijah

Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No.95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412Telepon: 085722423074 | Email: [email protected] / [email protected] | Website: www.lpminstitut.com

~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~

Eli Murtiana

Berulang kali pengelolaan sistem parkir di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta berubah. Namun, tak satupun dianggap menjadi solusi terbaik.

Sudah dua bulan umur pengelola parkir baru, Gerbang Berkah (GB) Parking di UIN Jakarta. Berbagai kontroversi telah beredar di kalangan sivitas akademika mulai dari demonstrasi yang mengatasnamakan mahasiswa serta penulisan pe-tisi yang terjadi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), April lalu. Pengelola swasta dinilai tidak memberikan wajah baru bagi per-parkiran UIN Jakarta.

Pemberlakuan peraturan baru oleh pihak pe- ngelola GB Parking yaitu menaikkan tarif menja-di Rp1000 untuk motor yang sebelumnya Rp500 dan tarif parkir mobil dari Rp1000 menjadi Rp2 ribu. Kepala Bagian (Kabag) Umum UIN Jakarta, Suhendro Tri Anggono menerangkan, kenaikan tarif parkir dikarenakan adanya asuransi untuk setiap kendaraan yang parkir di UIN Jakarta, Rabu (4/5). Sehingga jika nanti ada kendaraan hi-lang di dalam kampus, pemilik kendaraan berhak mendapat uang ganti 100%.

Namun, terkait peraturan baru yang menjamin adanya asuransi, Direktur Bisnis GB Parking, Nindya Nazara menyanggah, penggantian har-ga kendaraan motor menyesuaikan dengan har-ga pasar. “Misalnya, saat Motor Ninja harganya Rp30 juta hilang, tapi sudah dipakai dua tahun ya bukan Rp30 juta lagi yang digantikan,” ujarnya, Senin (9/5).

Saat ini, karyawan GB Parking yang bekerja di UIN Jakarta terdiri dari mantan karyawan UIN Parking dan pekerja tambahan dari Perusahaan GB Parking. Di kampus satu, karyawan lapangan berjumlah 19 orang serta ditambah empat staf GB Parking. Keempat staf tersebut ialah satu orang manajer, dua orang supervisor, dan satu orang administrasi keuangan. Lalu beberapa karyawan juga ditempatkan di kampus dua sehingga total karyawan GB Parking kurang lebih ada 30 orang.

Jumlah karyawan tersebut masih kurang jika dibandingkan dengan jumlah kendaraan yang parkir di dalam UIN Jakarta. Setiap harinya (Senin-Jumat) terdapat kurang lebih 6000 unit kendaraan yang masuk ke kampus.

Sementara itu, jam kerja karyawan GB Parking dimulai dari pukul 06.00 hingga 22.00 WIB. Jam kerja tersebut terbagi menjadi dua sif. Sif perta-ma, pukul 06.00 sampai 14.00 WIB sedangkan sif kedua pukul 14.00 hingga 22.00 WIB. Setelah jam kerja karyawan GB Parking selesai, pengamanan parkir diserahkan kepada Satuan Pengamanan

(Satpam) UIN Jakarta.Pada sif pertama, 12 orang karyawan GB Park-

ing disiagakan di sembilan titik area, yaitu dua orang karyawan di gedung parkir baru, satu orang karyawan di loket masuk, satu orang karyawan di depan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Ark-adia, serta dua orang di halaman parkir Student Center (SC). Selanjutnya, di basement Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidikom), Fakultas Sains dan Teknologi (FST), dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) masing-masing dijaga oleh satu orang karyawan GB Parking. Kemudian di area Bank Mandiri dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FITK) terdapat satu orang karyawan yang berjaga. “Sisa dua, yang satu di ge-dung Pusat Perpustakaan satunya lagi untuk stand by di lapangan,” papar Manajer GB Parking, Ah-mad Alvi, Sabtu (7/5).

Jumlah karyawan yang bertugas pada sif dua nyatanya tidak sebanyak sif satu. Pada sif dua, em-pat karyawan ditempatkan di loket keluar dan tiga lainnya masing-masing bersiaga di loket masuk, halaman parkir SC, dan FITK.

Meskipun demikian, ternyata pengelolaan parkir oleh GB Parking belum menunjukkan adan-ya sistem keamanan yang lebih baik. Masih ter-dapat beberapa kasus kehilangan helm yang sering terjadi di lahan parkir. Hal tersebut dibenarkan oleh Suhendro, “Ada laporan kehilangan berupa helm dari Satpam, tetapi tidak secara tertulis,” sambungnya.

Selain itu, Supervisor GB Parking, Yandi mengi-yakan kurangnya keterampilan pekerja dalam pen-goperasian sistem baru berbasis teknologi. Sehing-ga menyebabkan adanya antrean panjang di loket keluar (depan Bank Mandiri), Jumat (13/5). Yandi juga mengatakan, karyawan GB Parking memang masih perlu adaptasi.

Salah satu mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) FITK, Jajang Nurzaman mengeluhkan antrean panjang menu-ju loket keluar. Ia berpendapat, antrean panjang ini tidak terjadi sebelum adanya pengelola sitem parkir baru. “Sekarang bisa antre sampai halaman parkir SC,” ucap mahasiswa semester delapan ini, Jumat (13/5).

Sama halnya yang dirasakan oleh Kepala Ju-rusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FITK Makyun Subuki. Menurut Makyun, ketika dirinya ingin keluar kampus cukup me-

makan waktu lama, sebab banyak kendaraan yang mengantre. “Kalau mau keluar kampus sekarang jadi lama,” katanya, Rabu (11/5).

Menanggapi hal itu, Kepala Biro Adminis-trasi Umum dan Kepegawaian, Reti Indarsih menjelaskan, terkait parkir yang masih ter-bilang semrawut dan antrean panjang pada loket keluar memang menjadi bahan evaluasi tersendiri bagi GB Parking. Melihat standar keberhasilan kerja, pengelola parkir baru, ma-sih belum memuaskan. “Tapi, saya masih tetap optimis pada GB Parking,” tandasnya, Kamis (12/5).

Swasta LagiPada perjalanannya, UIN Jakarta telah

menga lam i beberapa kali bongkar pasang pengelolaan parkir. Sebelum 2009, parkir UIN Jakarta sempat dikelola satpam dan tidak dikenakan tarif parkir. Lalu, pada 2009, Com-manditaire Vennootschap (CV) Dum Parking mengambil alih pengelolaan parkir dan me-nentukan tarif Rp500 untuk sepeda motor dan Rp1000 untuk mobil. Namun, sistem ini hanya bertahan selama tiga tahun.

Pengelolaan parkir oleh CV. Dumparking sempat terhenti karena pihaknya melanggar perjanjian dengan UIN Jakarta. Saat itu CV. Dumparking terlambat membayar uang sewa, sehingga pengelolaan parkir UIN Jakarta pun dikelola oleh UIN sendiri atas nama UIN Parking. ”Awalnya dikasih peringatan dulu akhirnya baru punishment” ungkap Staf Ru-mah Tangga Bagian Umum (dulu Koordinator UIN Parking) Rahmat Hidayat, Rabu (4/5).

Ketika dikelola oleh UIN Parking, suasana parkir saat itu dinilai semrawut dan mendapat banyak komentar negatif dari para tamu tentang kondisi parkir di UIN Jakarta. Reti menam-bahkan, berpindahnya pengelolaan parkir dari UIN Parking kepada GB Parking ini disebab-kan adanya temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengelolaan parkir sebelumnya.

Agar tidak terhenti di tengah jalan layaknya CV. Dumparking, Suhendro memaparkan, GB Parking telah melalui proses seleksi. “Dari segi presentasi, fasilitas dan kesiapan, GB Parking lebih profesional. Jadi, pilihan jatuh pada GB Parking” katanya, Kamis (12/5).

Sejumlah pengendara terlihat masuk dan keluar dari kampus dua UIN Jakarta, Jumat (13/5). Pengelola baru GB Parking mulai bero- Operasi sejak awal Maret 2016 tepatnya awal perkuliahan semester genap.

Foto

: Eli/

Ins

Salam Redaksi

Gonta-gantiPengelola Parkir

Foto

: Eli/

Ins

Page 3: TABLOID INSTITUT 43

Laporan Utama Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 3|

Infografis

Kerjasama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Gerbang Berkah (GB) Parking dilakukan demi memperbaiki pengelolaan parkir. Hingga kini belum ada perubahan berarti.

Aisyah Nursyamsi

Hampir t iga bulan GB Parking berada di UIN Jakarta.Hadirnya GB Parking memang diharapkan dapat menertibkan dan men-gamankan kendaraan bermotor di l ingkungan kampus. Namun sayang, sampai sekarang ban-yak pula mahasiswa yang belum mengetahui kejelasan proses ker-ja sama keduanya.

Manejer GB Parking Ahmad Alvi memaparkan, sebenarnya sebelum diterapkan di kampus satu UIN Jakarta, GB Parking sudah lebih dulu diuji coba di Rumah Sakit (RS) dan Wisma UIN Jakarta pada 20 Agustus 2015 lalu. Setelah dinilai baik, alhasil mulai awal Maret kampus

satu pun menggunakan jasa GB Parking. Satu bulan kemudian, kampus dua dan tiga UIN Jakar-ta juga ikut menerapkan sistem pengelolaan parkir baru ini.

Untuk perizinan, lanjut Alvi, pihaknya juga sudah mendapat izin dari Dinas Perhubungan (Di-shub) Tangerang Selatan (Tang-sel) untuk mengelola parkir di kampus. Akan tetapi, saat ditan-ya perihal lamanya kontrak GB Parking di UIN Jakarta, ia t idak bersedia berkomentar. “Kalau urusan kontrak saya gak bisa se-butin beberapa, karena saya di sini cuma megang lapangan aja,” ujarnya, Sabtu (7/5).

Selain itu, ia pun menemui

beberapa kondisi yang tidak se-suai dengan perkiraan pengelo-la. Seperti jumlah keseluruhan pengendara motor, awalnya ia mendata hanya ada sekitar 5000 pengendara. Tapi nyatanya, di lapangan bisa sampai 6000 lebih pengendara. Sedangkan untuk kamera pengawas, GB Parking hanya menyediakan di pintu otomatis masuk dan keluar saja. Sedangkan pemasangan kamera pengawas di dalam gedung parkir itu langsung difasi l itasi oleh UIN Jakarta.

Kepala Biro Administra-si Umum dan Kepegawaian (AUK) Reti Indarsih menutur-kan, pergantian pengelolaan

parkir berawal dari UIN Jakar-ta menginginkan perparkiran dikelola oleh perusahaan profe-sional. Kemudian, dimulailah pendaf taran terbuka bagi peru-sahaan parkir swasta yang ingin mengelola parkir di kampus ini. Walhasil, terseleksi lah tiga pe-rusahaan swasta yakni Mahara-ni Parking, NIS Parking, dan GB Parking.

Terpilihnya GB Parking, lan-jut Reti, atas dasar kesediaan GB Parking ingin memperbaiki sistem parkir, menambah fasi l-itas, ser ta menjamin asuran-si dan keamanan. Hanya saja, untuk mendukung itu semua GB Parking meminta kam-pus menaikan tarif parkir dari Rp500 menjadi Rp1000 (motor) dan Rp1000 menjadi Rp2000 (mobil).

Oleh sebab itu, UIN Jakarta akhirnya memutuskan beker ja sama dengan perusahaan swas-ta tersebut. Ia mengungkapkan, fasi l itas yang semestinya dise-diakan GB Parking berupa sara-na dan prasarana. Seperti kamera pengawas, loket keluar otomatis, komputer, hingga loket karcis. Menyoal asuransi, kata Reti, GB Parking akan memberikan asu-ransi penuh bila ada kerusakan apa lagi kehilangan kendaraan.

Senada dengan Reti, Kepala Bagian (Kabag) Umum, Suhen-dro Tri Anggono mengakui, kesepakatan ker ja sama den-gan GB Parking disesuaikan dengan kenaikan tarif parkir dan juga nominal penyewaan lahan parkir. “Dari t iga perusahaan yang presentasi, GB parking itu paling masuk akal dari segi har-ga dan fasi l itas yang ditawar-kan,” terangnya, Rabu (9/5).

Kendati demikian, Suhendro justru menyayangkan sistem parkir saat ini belum mengala-mi perubahan signif ikan, ter-utama dari sisi keamanan dan keter tiban. Hal itu terbukti den-gan masih adanya mahasiswa yang kehilangan helm. Fasilitas keamanan semisal kamera pen-gawas juga belum terpasang. Lebih lagi, kini t iap jam pulang

perkuliahan sering kali ter jadi antrean panjang di pintu keluar otomatis kampus.

Sementara itu, saat dihubun-gi Institut melalui telepon selu-ler untuk menanyakan ker jasa-ma UIN Jakarta dengan GB Parking. Wakil Rektor (Warek II) bidang Administrasi Umum Abdul Hamid memberikan jawa-ban, “Saya hanya berkoordinasi saja, langsung tanyakan saja ke-pada Kabag Umum, Kepala Biro AUK dan Kabag ker jasama,” jelasnya, Rabu (11/5).

Di satu sisi, Alvi juga menge-luhkan kurangnya petugas dan lahan parkir membuat banyak kendaraan belum bisa ter tata rapi. Ia menilai banyak faktor yang menyebabkan antrean pan-jang di pintu keluar otomatis parkir. Antara lain, aplikasi da-lam komputer loker karcis berma-salah. Kemudian, masih adanya pengendara yang berlangganan kartu parkir mengambil karcis di loker. “Apalagi kalau abis hujan, pasti macet. Orang nunggu reda dulu, jadi bareng-bareng kelu-arnya,” katanya, Sabtu (7/5)

Hendro menimpali, belum terpasangnya kamera pengawas dan antrean panjang di palang keluar otomatis merupakan hal yang biasa. Belum maksimalnya kiner ja GB Parking, menurut-nya masih dalam batas kewaja-ran. Terlebih lagi, ditiap harinya akan selalu ada pengawasan dari kampus. Bila ter jadi kesalahan, tambahnya, langsung ada dieval-uasi.

Direktur Bisnis GB Parking Nindya Nazara mengatakan, pihaknya sudah memberikan solusi untuk mengatasi antrean panjang pintu keluar otomatis. Pertama dengan teknik jemput bola, yakni menaruh dua petu-gas di depan pos, lalu melakukan pembayaran parkir secara kolek-tif. Kedua, alternatif lain ialah membuat empat loket tambahan sehinga pengendara bermotor tidak menumpuk.“Tapi usulan tersebut masih dipertimbangkan rektorat,” tutupnya, Senin (9/5).

Dinamika Beasiswa DIPA 2015

Mengapa Harus GB Parking?

Dua pengendara motor tengah membayar di loket parkir Universitas Islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Minggu (15/5). GB Parking dihadirkan dengan tujuan untuk menertibkan kendaraan di UIN Jakarta.

Foto

: Ais

yah/

Ins

Desain Visual: Dicky Prastya

Page 4: TABLOID INSTITUT 43

Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 4|Laporan Khusus

Pencairan Beasiswa DIPA Terhambat

Dicky Prastya

Beberapa mahasiswa masih menunggu kejelasan cairnya beasiswa DIPA 2015. Hingga saat ini, beasiswa tersebut tak kunjung turun.

Puluhan mahasiwa di Gedung Kemahasiswaan sedang mengantre untuk pembuatan surat re-komendasi rekening BRI yang menjadi salah satu syarat daftar Beasiswa DIPA, Senin (11/02) 2013 lalu. Pada 2016, Pihak Kemahasiswaan mengalihkan Beasiswa DIPA menjadi Beasiswa Berprestasi.

Sudah hampir satu semester, Fitrotul Azizah menunggu kepastian turunnya Beasiswa Miskin Berpresta-si atau DIPA. Mahasiswi Fakultas Ushuluddin (FU) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ja-karta ini sudah kali ketiga mendaftar beasiswa DIPA. Sebelumnya, ia su-dah menerima dua kali uang beasiswa DIPA, sedangkan kali ini ia belum dapat kejelasan kapan turunnya bea-siswa tersebut.

Mahasiswi semester enam ini mengatakan, beasiswa DIPA sangat bermanfaat dalam membantu biaya perkuliahannya. Selama ini, Fitro membayar biaya kuliahnya sendiri tanpa bantuan orangtuanya. “Saya belum kerja dan hanya sambilan men-jadi Guru Taman Pendidikan Alquran (TPA), jadi kalau beasiswa DIPA en-ggak turun, mau tak mau saya minta dari orangtua,” tuturnya, Kamis (5/5).

Senada dengan Fitro, Mahasiswa semester empat Fakultas Ilmu Tarbi-yah dan Keguruan (FITK), Achmad Achsan juga menanti cairnya bea-siswa DIPA. Awalnya Achsan sempat mendaftar beasiswa Bidikmisi, tetapi dialihkan ke beasiswa DIPA oleh pi-hak kemahasiswaan. Sehingga ini kali pertama Achsan mendaftar DIPA.

Guna melengkapi persyaratan, Achsan harus pulang pergi dari Jakar-ta ke Cilacap untuk mengambil berkas yang dibutuhkan. Sayangnya, status pencairan beasiswa ini tak kunjung temui titik terang. Padahal, ia juga sering menanyakan kejelasan ke pihak kemahasiswaan. Namun sampai saat ini, Achsan masih belum mendapat info lanjut terkait beasiswa DIPA.

Lain Achsan, lain juga Siti Nur-janah. Mahasiswi FITK semester dela-pan ini mengaku terbiasa menunggu pencairan DIPA yang berlarut-larut. Sebab, Janah sudah mendaftar DIPA sejak semester dua lalu. “Saya mendapat dana DIPA sebesar Rp1,2 juta,” ujarnya, Kamis (12/5).

Senasib dengan Achsan, Janah juga harus pulang pergi dari Jakarta ke Cirebon demi memenuhi pember-kasan yang harus dilengkapi. Dengan biaya dari DIPA, ia bermaksud untuk meringankan beban orangtuanya. Ter-lebih, ia memiliki adik yang juga meng-enyam bangku perkuliahan. Mau tak mau, ia memilih beasiswa DIPA untuk membayar biaya kuliahnnya.

Berdasarkan Laporan Hasil Pelaksa-naan Beasiswa Mahasiswa Miskin dan Berprestasi yang didapat dari kemaha-siswaan, kuota DIPA 2015 berjumlah

3.714 serta dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap pertama, 2008 mahasiswa mendaftar lewat jalur online. Dari 2008 pendaftar, hanya 1.739 mahasiswa yang mengumpulkan berkas. Setelah melewati tahap seleksi, hanya 1.498 pendaftar yang memenuhi syarat.

Pada tahap kedua, penerima bea-siswa DIPA berjumlah 413 maha-siswa. Sedangkan tahap ketiga, ada 471 mahasiswa. Namun, pihak kema-hasiswaan memberi kesempatan pada aktivis lembaga kemahasiswaan un-tuk mendaftarkan diri pada beasiswa DIPA. Jika dijumlahkan, penerima DIPA 2015 sebanyak 2.648 maha-siswa. Pada tahap ketiga terjadi kend-ala terkait pencairan dana DIPA.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Administrasi Akademik Kema-hasiswaan dan Kerjasama (Kabiro AAKK) Zaenal Arfin menjelaskan, permasalahan DIPA 2015 terdapat pada sulitnya pemberkasan. Menurut-nya, banyak keluhan dari mahasiswa semisal Surat Keterangan Tidak Mam-pu (SKTM) yang harus meminta dari Rukun Tetangga (RT) masing-masing. “Dulu, mahasiswa masih belum malu untuk mengajukan SKTM, sekarang kondisinya terbalik,” katanya, Selasa (10/5).

Zaenal menambahkan, mahasiswa yang mendaftar DIPA belum me-menuhi target kuota yang sudah di-

tentukan. Belum lagi, ada salah satu berkas mahasiswa yang tak sesuai. Ia menilai, jika salah satu data ada yang salah maka berpengaruh pada data lainnya. Hal itu menjadi salah satu penyebab dana DIPA tidak turun.

Sama halnya dengan Zaenal, Kepa-la Sub Bagian Administrasi Kema-hasiswaan Budi Purwanti mengakui adanya masalah di pemberkasan. Salah satunya yakni adanya nomor rekening mahasiswa yang tak sesuai. “Ini terlihat saat kita memeriksa lebih lanjut ke bank. Terpaksa, kami harus mengembalikan dananya ke pemerin-tah,” paparnya, Jumat (13/5).

Pada 2016 ini, pihak kemaha-

siswaan mengalihkan beasiswa DIPA menjadi beasiswa berprestasi. Sebelumnya, beasiswa berprestasi su-dah ada dengan syarat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa menca-pai 4,00. Zaenal memaparkan, IPK tertinggi mahasiswa UIN Jakarta hanya 3,99. Sehingga, syarat beasiswa berprestasi diturunkan dari 4,00 men-jadi 3,50.

Terkait beasiswa DIPA, Wakil Rek-tor Bidang Kemahasiswaan Yusron Razak membenarkan kekurangan pegawai di bagian beasiswa. “Tak adanya sosialisasi dari kami menim-bulkan kesalahpahaman di mata ma-hasiswa,” pungkasnya, Jumat (13/5).

Beberapa fasilitas penunjang kegiatan belajar mengajar tak tersedia dan rusak. Anggaran menjadi kendalanya.

Biaya Tak Sampai, Inventaris Terbengkalai

Terhitung minggu ke empat perkuli-ahan, Ilham Octaviansyah dan teman kelasnya mendapat tambahan mata kuliah. Saat itu di ruang 601 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dosen hendak menyampaikan materi teori ekonomi menggunakan proyektor. Nahas, proyektor tak kunjung menyala meski sudah diotak-atik maha-siswa. Akhirnya, dosen memupuskan tujuannya untuk belajar menggunakan slide show.

Mahasiswa Jurusan Manajemen FEB ini telah mengadukan keluhannya ke office boy agar proyektor di ruang

601 yang rusak segera diperbaiki. Na-mun, setelah dua minggu ia melapor, proyektor di ruang tersebut tak kunjung diperbaiki. Alhasil, ia dan teman kelasn-ya terpaksa mencari kelas lain lantaran ingin menggunakan slide show.

Tak hanya di ruang kuliah, Ilham juga mengeluhkan keadaan labora-torium komputer di fakultasnya. Ia memaparkan, dari total 30 komputer masih terdapat beberapa yang rusak. “Ada sekitar sepuluh buah,” ungkapnya, Jumat (13/5). Oleh sebab itu, tak jarang ia menggunakan satu komputer berdua dengan temannya. “Harusnya satu ma-hasiswa pegang satu komputer,” saran-

nya.Hal yang sama pun dirasakan Edra

Aditya. Mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi (FST) ini mengaku beberapa bahan kimia tak tersedia di laboratorium. Seperti, bahan kimia tiosianat (SCN) dan hydrogen sulfide (H2S). Terbukti, beberapa bahan kimia yang tertulis di modul tak tersedia di ruang praktikum. “Kalau prakteknya menggunakan bahan yang sama, kita tahunya cuma itu aja,” katanya, Jumat (13/5).

Edra juga menyayangkan, tak tersedi-anya tempat pembuangan limbah bahan kimia di UIN Jakarta. Sehingga setelah melakukan praktikum, limbah bahan kimia dibuang di taman samping labora-torium. Padahal, jika membuang limbah

kimia secara sembarangan dapat mem-bahayakan kesehatan makhluk hidup yang ada di sekitar.

Untuk kerusakan barang, Kepala Bagian (Kabag) Umum UIN Jakarta Suhendro Tri Anggono mengatakan, pi-hak fakultas bisa melaporkannya ke ka-bag fakultas untuk kemudian diperiksa teknisi rektorat. Kemudian, teknisi akan memeriksa kerusakan yang terjadi, jika membutuhkan onderdil baru maka bisa menghubungi pihak fakultas. “Karena anggaran untuk pemeliharaan barang di tiap fakultas pasti ada,” ungkapnya saat ditemui di ruangannya, Rabu (4/5).

Kepala Sub Bagian (Kasubag) Ru-mah Tangga, Elsomari mengucapkan, fakultas harus membuat surat laporan jika terjadi kerusakan barang. Kemudi-an, Surat tersebut diserahkan ke Kabag Umum UIN Jakarta dan dipindahkan langsung ke teknisi rektorat. Teknisi rek-torat akan memeriksa seberapa parah kerusakan barang tersebut.

Kondisi barang yang rusak menen-tukan pengelola perbaikan. Somari menjelaskan, jika masih tergolong rin-gan biasanya langsung ditangani oleh teknisi. Tapi jika teknisi sudah tidak bisa menangani kerusakan tersebut, maka perbaikan akan dilakukan oleh vendor. “Biayanya pun akan diambil dari ang-garan pemeliharaan,” katanya, Kamis (12/5).

Untuk pembelian barang baru, Hen-dro mengakui tahun ini UIN Jakarta tidak memiliki anggaran lantaran harus menunggu persetujuan dari Kementeri-an Agama (Kemenag).

Sekretaris Unit Layanan Pengadaan (ULP), Tata Tafta Djani membenarkan

tidak adanya anggaran pembelian ba-rang tahun ini. “Kita sudah mengajukan daftar anggaran ke Kemenag, namun hingga saat ini anggaran yang diajukan belum juga ada,” paparnya, Rabu (4/5). Akan tetapi, anggaran untuk pembelian buku sudah disetujui oleh Kemenag.

Kemenag, sambung Tata, memiliki prioritas dalam mengeluarkan angga-ran yang ia miliki. Tata memaparkan, untuk pembelian barang baru, Bagian Perencanaan UIN Jakarta harus men-gajukan dana terlebih dahulu ke Keme-nag. Setelah itu, Kemenag segera mem-prosesnya ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). “Jika disetujui Kemenkeu, baru kita bisa membeli barang baru,” ucapnya.

Di samping itu, Tata mengungkap-kan, pengajuan dana ke Kemenag sama sulitnya dengan penghapusan barang. Hal tersebut dibenarkan Sub bagian Akuntansi Instansi Simak (AIS) Barang Milik Negara (BMN) Ummu Baroat. Ia menuturkan, penghapusan barang dilakukan karena sudah mengalami ker-usakan dan sudah tidak digunakan lagi. “Proses penghapusan dinilai dari usia dan kondisi barang tersebut,” jelasnya, Jumat (13/5).

Ummu menambahkan, biaya peme-liharaan sudah tak berlaku bagi barang yang sudah masuk penghapusan Simak BMN karena sudah tidak masuk barang milik UIN Jakarta. Selain itu, untuk ba-rang yang dicuri pun itu harus dimasukan ke Simak BMN dengan melampirkan su-rat berita kehilangan dari kepolisian. “Yah kalau tidak dilaporkan, nanti pas Badan Pemeriksa Keuangan check kita bingung jawabnya,” tandasnya.

Yayang Zulkarnaen

Tiga mobil inventaris Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta terparkir di samping Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Minggu (15/5). Mobil tersebut tak berfungsi lagi karena mengalami kerusakan.

Dok

umen

Prib

adi

Foto

: Yay

ang/

Ins

Page 5: TABLOID INSTITUT 43

Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 5|Kampusiana

Tukar Pikiran Lewat Kopi

Belajar tak selamanya harus di dalam kelas. Sambil nongkrong dan minum kopi pun bisa jadi ajang tukar pikiran dan wawasan.

Lia Esdwi Yani Syam Arif

Beberapa mahasiswa sedang nongkrong sambil meminum kopi di Ruang Terbuka Hijau (RTH), Rabu (12/5). Aktivitas nongkrong mahasiswa ikut diselingi diskusi ringan saat waktu lenggang.

Sudah menjadi aktivitas wajib bagi banyak mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ja-karta untuk nongkrong sambil minum kopi di Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan di sekitar Student Center (SC). Bu-kan hanya nongkrong, mahasiswa-ma-hasiswa tersebut biasanya berkumpul membentuk setengah lingkaran sambil berdiskusi ringan ataupun menunggu jam kuliah selanjutnya.

Kondisi tersebut dirasakan salah

seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Mu-hammad Fajri Nova Riezky. Ia men-gungkapkan, tradisi nongkrong sambil minum kopi memang menjadi kegiatan yang menyenangkan di sela-sela wak-tu istirahat kuliah.Selain nongkrong, berkumpul dengan teman juga menjadi ajang tukar pikiran dan wawasan.

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ag-ama Islam (PAI) semester 4 ini juga menambahkan, dia dan teman-teman-

nya biasa memilih tempat minum kopi di sekitar RTH. Hal itu ia pilih agar bisa mengopi sambil merokok. “Kalau ngopi di RTH bisa sambil merokok. Jadi kami tidak kena marah dan bisa menghor-mati peraturan di fakultas juga,” pa-parnya, Rabu (4/5).

Akan tetapi, Fajri menyayangkan penutupan Koperasi FITK yang menye-babkan mereka harus berjalan lebih jauh saat membeli kopi dan jajanan lainnya. Selain itu, ia pun mengeluh-

kan pembelian kopi di Koperasi Ma-hasiswa(Kopma) yang ramai dan rumit lantaran harus membeli kupon terlebih dahulu.

Sama halnya dengan Fajri, maha-siswa Jurusan Sejarah Kebudayaan Is-lam, Fakultas Adab dan Humaniora, Muhammad Zalfa kerap nongkrong di pelantaran gedung SC. Ia mengungkap-kan, dirinya memang hobi nongkrong sambil ditemani segelas kopi hangat. Bagi mahasiswa semester 4 ini, dengan nongkrong ia bisa melahirkan banyak pemikran baru dan solusi-solusi mas-alah seputar perkuliahan.

Zalfa sapaan akrabnya, menuturkan dirinya dulu lebih sering nongkrong disekitar lobi fakultasnya. Namun, se-jak adanya larangan merokok di fakul-tas, ia lebih memilih untuk nongkrong di sekitar SC. “Banyak enaknya ngopi di pelantaran SC. Gue bisa ngopi seka-ligus mendapatkan sinyal wifi yang lebih kencang daripada di fakultas dan tentunya bisa sambil merokok,” jelasn-ya Rabu (4/5).

Lain Zalfa lain pula Rizki Haman, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hu-kum ini lebih banyak menghabiskan secangkir kopinya di RTH belakang FSH. Menurutnya, meminum kopi di RTH menjadi kesenangan tersendiri. “Apalagi kalau lagi nunggu jam kuliah selanjutnya paling enak duduk sambil minum kopi untuk beristirahat,” ka-tanya Rabu (4/6).

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum semester 2 ini juga mengungkapkan, dirinya sedikit miris karena banyak gelas-gelas sisa kopi tidak langsung dibuang ke tempat sampah. “Padahal RTH kan enak kalau bersih. Di sini malah banyak gelas kopi yang tidak

dibereskan dan membuat kotor RTH,” keluhnya.

Meski ada beberapa mahasiswa yang gemar ngopi di lingkungan RTH dan sekitaran SC, tetapi masih sedikit ma-hasiswa yang sadar untuk membersih-kan sampahnya. Hal tersebut menye-babkan banyak gelas dan tumpukan kopi yang tidak dibiarkan begitu saja.

salah seorang petugas kebersihan di area SC, Mutia Sari Dewi menceritakan, dirinya harus membersihkan sampah di tiap sudut tempat nongkrong pada sore hari. Beberapa kali juga ia harus membersihkan tumpahan kopi-kopi di lantai SC. “Seharusnya mahasiswa bisa tangung jawab kalau abis makan atau-pun minum kopi,” ujarnya, Selasa (3/5).

Menyikapi mahasiwa nongkrong sambil meminum kopi di RTH dan sekitaran SC yang berada di area UIN Jakarta, Wakil Rektor 3 Bidang Kema-hasiswaan, Yusron Razak menjelaskan hal itu terjadi karena keterbatasan ru-ang berdiskusi dan tempat beristirahat bagi mahasiswa setelah selesai kuliah atau menunggu jam kuliah selanjutnya.

Yusron menambahkan, untuk peng-gunaaan RTH, SC dan tempat umum di area kampus lainnya sebagai tempat nongkrong mahasiswa dapat dimaklu-mi sejauh tidak merusak lingkungan dan dapat memelihara ketertiban dan kebersihan. “Kalau perlu dibentuk tim khusus dari mahasiswa sebagai volun-teer ketertiban kampus dan lingkun-gan,” jelasnya, Jumat (6/5).

PerjalananBerwisata Sejarah ke Bumi Bengkulu

Lia Esdwi Yani Syam Arif

Melancong bumi Bengkulu menjadi destinasi menarik. Selain wisata, bela-jar sejarah kian menjadi poin tambahan.

Tidak lengkap rasanya bila pergi ke Bengkulu tanpa mampir ke Benteng Marlborough. Cagar budaya yang berada di pesisir pantai Tapak Paderi Bengkulu ini mengajarkan nilai-nilai sejarah, para pengunjung juga akan dimanjakan dengan pemandangan Samudra Hindia yang terhampar biru.

Meski secara geografis benteng pen-inggalan Inggris ini terletak di pinggir kota, para pengunjung tak perlu kha-watir tersesat karena akses menuju ka-wasan ini terbilang cukup ramah. Ha-nya dengan menaiki angkutan E3 dari Bandara Fatmawati Bengkulu, pen-gunjung akan diantar sampai Panora-ma. Untuk melanjutkan perjalanan, pengunjung harus menaiki angkutan C3 yang nanti akan berhenti tepat di Benteng Fort Marlborough.

Bangunan yang didirikan oleh war-ga negara Inggris pada 1714 tergolong benteng terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan lebar bangunan mencapai 120,5 meter dan panjang 180 meter. Selain itu, benteng yang didirikan di atas bukit buatan ini ter-kenal dengan corak arsitektur Inggris pada abad ke-18 yang megah dan ko-koh.

Saat pertama memasuki Benteng, para pengunjung akan melewati se-buah jembatan kayu yang terbuat dari rantai besi. Menurut salah satu Penja-ga Benteng Marlborough Fatmawati, Nur Hayati, jembatan 10 meter ini berbeda dari pada jembatan pada umumnya secara fungsional. “Dulu, jembatan ini bisa dinaikan dan di-

turunkan dalam situasi darurat pada zaman Inggris,” jelasnya, Kamis (28/4).

Semakin jauh mengelilingi benteng, pengunjung akan menemui bangunan tak beratap. Di sana, berjajar pening-galan Inggris berupa meriam yang su-dah berkarat dimakan waktu karena sering terkena hujan dan panas.

Di antara bilik-bilik benteng, salah satunya terdapat sebuah tempat yang bertuliskan ruang interogasi Soekar-no. Konon, tepat pada 1938 hingga 1942, Presiden Indonesia pertama ini sempat diasingkan di Bengkulu. “Walaupun ada ruangan yang ber-tuliskan ruang interogasi Soekarno tetapi sekarang belum ada data dan dokumen yang kuat membuktikan kebenarannya,” papar Pemandu Wisata Benteng Marlbourgh Muham-mad Hamdi, Kamis (28/4).

Selepas puas berkeliling bagian bawah Benteng, pengunjung bisa me-naiki tangga yang terletak di sudut kanan dan kiri benteng. Pada bagian atas benteng ditumbuhi rerumputan hijau.

Sambil berjalan menaiki anak tang-ga, Hamdi bercerita, tujuan pemban-gunan benteng ini sebagai tempat per-tahanan Inggris, kantor dan penjara. Karena itu, pada bangunan utama terdapat beberapa ruangan yang di-pasangi dengan jeruji besi.

Kala masyarakat Inggris masih di Bengkulu, tak sedikit perlawanan yang dilakukan rakyat Bengkulu un-tuk mengambil ahli fungsi Benteng

Marlborough. Kejadian pembakaran benteng pertahanan pun pernah terja-di sekitar tahun 1724. Setelah sempat dikuasai masyarakat pribumi, ben-teng ini kembali dikuasai Inggris.

Selepas kemerdekaan Indonesia, sambung Hamdi, benteng ini berhasil direbut dengan Indonesia dan sem-pat menjadi markas kepolisian dan Tentara Negera Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU). Baru setelah tahun 1997, benteng diserahkan pada Di-nas Pendidikan dan Kebudayaan un-tuk dijadikan cagar budaya Provinsi Bengkulu.

Benteng yang terletak di Kebung Ke-ling, Teluk Segara, Kota Bengkulu ini memang tak pernah sepi didatangi pe-ngunjung. “Bahkan, mencapai 4 sam-pai 5 bus datang berkunjung pada hari libur,” ujar Fatmawati selaku Penjaga

Benteng MarlboroughUntuk berlibur bersama keluarga,

wisata sejarah Benteng Marlborough merupakan salah satu tempat wisa-ta yang tak pernah membosankan. Keindahan pemandangan di ben-teng menjadikan pengunjung ingin berkunjung kembali ke sana. Selain melihat peninggalan sejarah, berfoto dengan latar pantai yang indah juga turut menjadi salah satu kegemaran yang tak pernah tinggalkan.

Berwisata ke Benteng Marlbor-ough tidak harus mengeluarkan bi-aya mahal. Untuk sekali masuk, tiap pengunjung dikenakan tarif sebesar Rp5 ribu. Tempat ini sangat disa-rankan untuk wisata keluarga karena selain murah-meriah anak-anak bisa dikenalkan dengan pengetahuan seja-rah zaman dahulu.

Foto

: Lia

/Ins

Foto

: Lia

/Ins

Foto: Lia/Ins

Page 6: TABLOID INSTITUT 43

Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 6|Survei

GB Parking Masuk Kampus DuaPandangan berbeda terlihat di

kampus dua dan Fakultas Kedok-teran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Ger-bang utama yang biasanya tertutup dan tak digunakan, sekarang digu-nakan sebagai pintu masuk kend-araan roda dua atau empat. Mulai 12 April 2016, pengelolaan parkir di FKIK mulai dikelola oleh Gerbang Berkah (GB) Parking.

Sejak Maret 2016, pengelolaan parkir di kampus satu UIN Jakarta dilakukan GB Parking. Baru-ba-

ru ini GB Parking juga mengelo-la parkir di FKIK. Masuknya GB Parking di FKIK yang sebelumnya tak dipungut biaya tentu mendapat penolakan dari beberapa maha-siswa. Selain itu, mahasiswa FKIK menolak masuknya GB Parking ke FKIK lantaran tak ada sosial-isasi yang jelas dari pihak dekanat FKIK.

Bahkan pada 13 April 2016, ter-hitung 366 mahasiswa menulis petisi dan survei terkait penolakan sistem parkir di www.change.org. Menanggapi penolakan tersebut,

pengawas GB Parking area kampus dua dan FKIK, Rouf mengatakan, GB Parking telah sah untuk menge-lola parkir di FKIK. Menurutnya, ia telah mendapatkan persetujuan dari bagian umum fakultas.

Tak hanya itu, GB Parking telah melakukan pertemuan dengan pi-hak kampus dan wali mahasiswa FKIK untuk mensosialisasikan pe-gelolaan parkir yang baru. Sehing-ga GB Parking tidak mempermas-alahkan jika ada mahasiswa yang menolak atas dasar kurangnya so-sialisasi.

Manajemen parkir oleh GB Park-ing menggunakan sistem online ini diikuti tarif parkir. Tarif Rp1000 yang ditarif GB Parking UIN Jakar-ta untuk sepeda motor dan Rp2000 untuk mobil. Namun tarif yang ditentukan GB Parking di kampus satu dan kampus dua belum ber-laku wajib untuk FKIK.

Biro Administrasi Umum dan Kepegawaian, Reti Indarsih men-gungkapkan, tujuan dari berubahnya pengelolaan parkir UIN Jakarta ini agar kondisi parkir tidak sem-rawut lagi. Hal tersebut ia lakukan

karena mendapat banyak komentar negatif dari tamu yang mengeluh-kan kondisi parkir di UIN Jakarta. “Kami ingin menertibkan dan men-gamankan kendaraan bermotor yang masuk,” ungkap wanita yang akrab disapa Reti ini, Kamis (17/3).

Bukan hanya sebagai cara untuk menertibkan parkir, tambah Reti, berpindahnya pengelolaan parkir dari UIN parking kepada GB Parking ini disebabkan adanya temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengelolaan parkir sebel-umnya (UIN Parking).

Survei ini dilakukan oeh Litbang Institut dari 4-7 Mei 2016 kepada 100 responden dari tiga fakultas yaitu Psikologi, FISIP, dan FKIK. metode pengambilan sampel yang digunakan dalam survei ini adalah Propotionated Stratified Random sampling. Hasil survei ini tidak dimaksudkan untuk mengealuasi GB Parking namun hanya sebagai gambaran

Desain Visual: Eko & Yayang

Redaksi LPM Institut

Menerima:Tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen.

Opini dan cerpen: 3500 karakter. Puisi 2000 karakter. Kami berhak mengedit tulisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudn-

ya.Tulisan dikirim melalui email:[email protected]

Kirimkan juga keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor085693706311

Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat PembacaTabloid INSTITUT berikutnya.

Page 7: TABLOID INSTITUT 43

Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 7|Berita foto

Beberapa mahasiswa tengah membersihkan sampah di sekitar Situ Gintung. Ke-giatan ini dilakukan KPA Arkadia dalam rangka memperingati Hari Kartini dan Bumi, Sabtu (23/4).

Seorang mahasiswi tengah memerhatikan spanduk yang terpasang di depan pintu ma-suk Pesanggrahan, Minggu (15/5). Spanduk tersebut memberitahukan, pintu kecil menuju Pesanggrahan tak dibuka kembali mulai Rabu 18 Mei 2016.

Bagian kemahasiswaan Universitas Islam Negeri (UIN) bekerjasama dengan LP2M mengadakan pelatihan riset mahasiswa di Diorama, Sabtu (30/5). Pelatihan ini bertu-juan untuk meningkatkan jumlah publikasi jurnal hasil penelitian dari mahasiswa.

UPDATE TERUS BERITA KAMPUS

Visit www.lpminstitut.com

Semarak milad ke-59 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dimulai sejak 29 April hingga 1 Juni mendatang. Acara tersebut terselenggara atas dasar inisiasi langsung Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada.

Tim acara milad, Andi Kristanto mengatakan Rektor UIN Jakarta menginginkan milad tahun ini diadakan lebih kreatif dan berwarna. Untuk itu, semua lembaga kemahasiswaan dilibatkan dalam rangkaian acara.

Rangkaian acara milad terdiri dari dua kategori, yaitu akademik dan non-akademik. Untuk kategori akademik, tim acara mengadakan seminar dan diskusi. Sedangkan non-akademik, mereka menyelenggarakan perlombaan cerpen, cipta lagu islami, festival seni budaya dan lain-lain.

Puncak acara diselenggarakan pada 1 Juni di Auditorium Harun Nasution. Pada acara puncak, UIN Jakarta akan memberi penganugerahan kepada tokoh masyarakat dan mitra kegiatan. “Nanti, UIN juga mengundang orang-orang yang berjasa dalam peralihan nama IAIN menjadi UIN,” ujar Andi, Selasa (3/5). (Jannah Arijah)

Semarak Milad UIN Jakarta ke-59 Alih Fungsi Lantai Tiga Kafe CangkirSetelah satu tahun digunakan sebagai Kantor Lembaga Penelitian dan Pengabdian

Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, kini lantai tiga Kafe Cangkir beralih fungsi menjadi Kafe Dharma Wanita (DW) Cendani.

Koordinator Kafe Cangkir lantai 1 Dwi Lestari mengungkapkan, Kafe DW Cendani dibuka atas permintaan langsung Rektor UIN Jakarta kepada pihak Dharma Wanita. Tujuannya, agar lantai tiga Kafe Cangkir dapat digunakan untuk keperluan universitas.

Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada menginginkan Kafe DW Cendani dapat digunakan pihak rektorat untuk rapat-rapat kecil, seminar-seminar kecil, dan acara-acara kecil lainnya. “Tak hanya itu, mahasiswa pun boleh menggunakannya untuk acara,” ungkap Dwi, Rabu (4/5). (Jannah Arijah)

Foto

: Yay

ang/

Ins

Foto

: Ais

yah/

Ins

Foto

: Ika

/Ins

KILAS KILAS KILAS KILAS KILAS KILAS

Page 8: TABLOID INSTITUT 43

Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 8|Opini

Disrupsi Parkir dan Wisuda ke-100Oleh Jonathan Alfrendy*

Salah satu fenomena terhangat yang menyedot perhatian warga kampus sepanjang April ini adalah pengelo-laan parkir yang tak kunjung rapi dan pendaftaran wisuda secara online yang bukan membantu justru merumitkan. Dimensi kedua peristiwa kali ini ini men-gandung bobot konfliktual bersifat lat-en, menyusul terjadinya perubahan tata kelola birokrasi yang terkesan menimbul-kan masalah baru.

Pengelolaan parkir dengan meng-gunakan sistem mutakhir pada awal-nya menjanjikan harapan baru dengan membangun gedung parkir khusus yang dibarengi dengan model karcis lekas menjelma menjadi slogan kosong. Ge-dung parkir baru yang digadang mampu menjadi fasilitas untuk merapikan ribuan kendaraan justru kenyataannya semakin mengundang kepadatan pengendara. Hampir di segala lini kampus satu kini dipadati deretan mobil dan motor, bah-kan lahan terbuka hijau yang dulu ada di sudut kampus, telah beralih fungsi men-jadi lahan parkir.

Dampak positifnya, warga kampus merasakan sauna gratis di kala siang datang. Terik matahari begitu terasa panas ke ubun hingga sumsum tatkala rimbunan pohon tak dibiarkan tum-buh lagi, tergantikan oleh atap seng dan beton yang menjulang. Sistem karcis yang disangka akan melancarkan sirku-lasi perparkiran, dalam perjalanannya justru semakin memperpanjang barisan antrian pengendara bermotor saat me-masuki pintu keluar, melebihi antrian saat tarif lama masih digunakan.

Kampus kita sepertinya tak pernah tuntas mengkaji perkara kecil seperti kelo-la parkir yang selalu menjadi sengkarut tak berujung. Padahal pepatah sakti dari

orang suci selalu mengingatkan: setialah pada perkara-perkara kecil, setelah itu akan diberikan tanggung jawab pada perkara besar. Untuk meraih misi sebagai World Class University, sebaiknya UIN Jakarta harus memulainya dengan hal kecil, fokus menata hal remeh macam perparkiran. Sulit meraih predikat luhur tersebut tanpa membereskan sistem per-parkiran. Sudah semestinya bi-rokrat kampus kita menyadari bahwa mereka menanggung beban citra yang besar untuk segera dilunasi agar UIN Ja-karta tak mendapat label kam-pus kumuh oleh para tamu dan publik ketika berkunjung.

Kita hanya bisa berharap dan menanti dengan cemas birokrat kampus kita bersama Gerbang Berkah (GB) Parking memiliki terbosan baru yang inovatif dalam menyelesaikan persoalan kusut parkir. Tero-bosan yang tidak hanya me-mikirkan profit dengan mem-babat habis lahan hijau bagi berteduhnya burung, tempat kongkow dan aktivitas maha-siswa, namun yang kita bu-tuhkan tata kelola yang tertata, tersistem sekaligus ramah lingkungan.

Dimensi lain yang menambah rasa cemas bagi kalangan calon wisudawan sepanjang bulan ini adalah pendaftaran peserta wisuda ke-100 secara online. Ken-dati pada prinsipnya, model baru tersebut perlu diapresiasi karena sebagai simbol perubahan dan bagian dari proses mem-permudah birokrasi dan mahasiswa, dalam perjalanannya kerap mampat di berbagai tikungan. Meski berbasis online, namun jujur saja, dalam pelaksanaannya

jauh lebih rumit dan membingungkan.Penerapan pendaftaran wisuda model

baru ini memang terobosan baru yang dilakukan rektorat dalam melihat reali-tas perubahan zaman, meski kebijakan yang agak sedikit telat. Dari segi mo-mentum, pelaksanaan wisuda ke-100 Mei mendatang adalah momen spesial karena bersamaan dengan hari ulang

tahun UIN Jakarta, dan itu sebabnya pendaftaran wisuda berbasis online mer-upakan simbol perubahan kreatif (creative disruption) bagi birokrasi kampus. Artin-ya, setiap tren lama yang dihancurkan akan tergantikan oleh cara baru yang lebih baik.

Untuk mendaftar wisuda, misalnya, dulu calon wisudawan harus melengka-pi ragam berkas persyaratan dan mem-bawanya ke petugas di fakultas untuk dikoreksi, jika berkas lengkap tentu tak

ada masalah, lanjut terus. Akan menjadi nelangsa jika harus mondar-mandir ber-hari-hari ke fakultas untuk melengkapi berkas yang kurang.

Kini, calon wisudawan/ti tak per-lu lagi repot menggunakan cara lama seperti di atas. Sejak awal April, sudah diberlakukan pendaftaran wisuda secara online, pokoknya dijamin tak rumit, be-

gitulah kesan awal ketika muncul gebrakan baru ini.

Alih-alih merevolusi model pelayanan, gebrakan baru terse-but ternyata tidak diikuti oleh percepatan sistem administrasi akademik, Academic Information System (AIS), dan mentalitas seka-ligus kesiagapan birokrasi yang melayani pendaftaran wisuda. Dalam banyak kasus ditemukan, calon wisudawan mengikuti alur pendaftaran secara runtut lewat petunjuk yang ada, namun sering-kali berlawanan dengan petunjuk yang diberikan oleh para birokrat.

Yang sering terjadi begini. Ketika hendak mengurus bebas pustaka, sesuai petunjuk baku si mahasiswa harus ke perpustakaan utama, fakultas, prodi dahulu, baru bayar wisuda kemudian. Tapi

itu fiksi. Kenyataannya, terbalik. Petugas perpustakaan justru menyalahkan si ma-hasiswa karena belum melunasi biaya wisuda terlebih dahulu, mirip seperti pimpong, harus kesana-kesini dulu mes-ki berbeda dengan petunjuk baku. Jelas banyak mahasiswa yang jengkel dan kebingungan, karena pada praktiknya pendaftaran wisuda online justru sema-kin rumit dan melelahkan.

Harus diakui pula perilaku birokrat di kampus kita sangat menggelisahkan.

Maaf, pegawai akademik di fakultas tempat saya kuliah bisa jadi contoh. Mu-lai efektif kerja kantor biasanya jam dela-pan lewat, bahkan bisa satu jam kemudi-an mereka baru hadir. Mereka mungkin sengaja menempatkan siswa magang un-tuk hadir tepat waktu untuk membuka loket. Bila tiba jam istirahat, para birokrat tersebut dengan cepat bergegas untuk beristrahat dengan tepat waktu tak pedu-li bila ada mahasiswa/i yang ingin minta pelayanan administrasi. Saat jam pulang kantor, mereka sangat on time, tidak boleh terlewat semenitpun. Bila dihitung se-cara kasar, para amtenar kampus kita ha-nya bekerja efektif sekitar 6 jam. Dalam lemahnya etos kerja, birokrasi kampus kita telah disesaki onggokan amtenar ber-jiwa inlander, ketimbang sebagai subyek yang produktif.

Pada titik inilah titik genting pertaru-han birokrasi kampus kita untuk kede-pannya. Hadirnya pendaftaran wisuda secara online bisa diartikan sebagai dis-rupsi. Momentum yang pas untuk mem-benahi sistem pelayanan akademik dan memperbaiki kinerja birokrasi kampus agar semakin menggunakan teknologi canggih kedepannya.

Disrupsi ini sudah semestinya disandingkan dengan menggenjot re-produksi kegiatan riset dan penelitian. Jangan sampai kampus kita menelur-kan ribuan sarjana saban tahun dengan meninggalkan riset yang miskin isi, mi-skin judul dan hampa kreativitas. Ke-giatan riset seperti Skripsi, Tesis, atau Disertasi, jangan berhenti sebagai kertas laporan penelitian tanpa kemampuan membangun budaya riset.

*Mahasiswa Jurusan P.IPS, FITK

Urgensi Penguasaan Bahasa AsingOleh Adi Fadilah*

“Manusia itu sama misteriusnya dengan alam, tapi kalau kau bisa menggenggam hatinya, mereka akan mengikutimu.” -Haji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto-

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki cita-cita menjadi universitas riset kelas dunia. Akhir-akhir ini gaung tersebut sering terdengar oleh beberapa elemen kampus, seperti mahasiswa, dosen, juga para pegawai kampus. Ini merupa-kan angin segar bagi kemajuan pergu-ruan tinggi Islam. Karenanya, semua upaya yang sedang dilakukan pihak kampus untuk mewujudkan cita-cita

tersebut harus didukung sepenuhnya. Universitas riset dalam standar

World Class University (WCU) harus memenuhi beberapa syarat. Di antara syarat yang paling penting adalah akses produksi jurnal internasional. Tujuan-nya agar perkembangan wacana ilmiah yang menjadi perbincangan sarjana internasional bisa diikuti. Apa isu-isu yang hangat, bagaimana mereka meny-ajikan isu-isu tersebut, dan apa manfaat

yang bisa diterapkan untuk pengembangan akademik UIN Jakarta.

Jika bicara jurnal kelas dunia, tentu tidak akan lepas dari penggunaan berbagai ba-hasa asing dalam tulisan-tu-lisan yang disajikannya. Para sarjana internasional dalam berbagai disiplin ilmu um-umnya menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa stan-dar internasional. Namun beberapa bahasa lainnya juga sering dipakai seperti bahasa Arab, Belanda, Perancis, dan Jerman.

Melihat fakta seperti itu seharusnya UIN Jakarta melakukan upaya penguatan kemampuan bahasa asing bagi para dosen dan maha-siswa. Pada tingkat pertama

perkuliahan di setiap jurusan -selain ju-rusan yang fokus di bidang sastra atau pendidikan bahasa Inggris dan Arab- memang mahasiswa sudah diberikan mata kuliah dua bahasa asing tersebut. Langkah itu belum cukup karena tidak diproyeksikan penguatan bahasa asing untuk memahami dan menulis jurnal internasional.

Pemberian mata kuliah bahasa as-

ing idealnya sampai delapan semester. Sampai mahasiswa dan dosen terbiasa bersentuhan dengan teks-teks bahasa asing, salah satunya tulisan dalam jur-nal internasional. Langkah lain yang bisa diupayakan adalah pengoptimalan Pusat Bahasa UIN Jakarta. Pusat Ba-hasa seharusnya memiliki peranan penting dalam merancang program penguatan bahasa asing yang bersinergi dengan seluruh fakultas.

Selama ini, beberapa program yang disediakan oleh Pusat Bahasa hanya dinikmati oleh sebagian mahasiswa saja yang datang menyambangi Ge-dung Pusat Bahasa di kampus dua. Na-mun, jika program tersebut dirancang merata bagi semua mahasiswa disetiap fakultas akan lebih bermanfaat.

Dalam menilai urgensi penguasaan bahasa asing, Kementerian Agama (Ke-menag) Republik Indonesia (RI) melalui Mora Scholarship telah membiayai pro-gram pelatihan super intensif empat ba-hasa asing selama enam bulan. Program tersebut dimulai sejak 2015 lalu dan akan berakhir awal Juni 2016.

Ratusan peserta yang terdiri dari dosen dan alumni dari berbagai pergu-ruan tinggi Islam negeri dan swasta di Indonesia berhasil mendapatkan bea-siswa tersebut. Langkah itu merupa-kan upaya nyata Kemenag RI dalam

mengembangkan khazanah ilmu peng-etahuan di perguruan tinggi Islam.

Selain bahasa Arab yang bertempat di UIN Malang dan bahasa Inggris di Surabaya dan Bali, Mora Scholarship juga membiayai pelatihan super inten-sif bahasa Prancis yang ditangani oleh Institut Francais di Indonesie (IFI) di kampus dua UIN Jakarta dan bahasa Belanda yang ditangani oleh Lembaga Bahasa Internasional (LBI) Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Indonesia. Dua bahasa yang disebutkan terakhir tidak kalah penting untuk dipelajari. Baik itu kemampuan membaca dan memahami juga menulis.

Penguasaan bahasa Prancis misalnya sangat berguna untuk mempelajari teks-teks sastra dan filsafat abad pertengahan yang berkembang di negara tersebut. Se-dangkan bahasa Belanda berguna untuk mempelajari teks-teks sejarah masa kolo-nial Hindia Belanda hingga post kolonial. Terutama yang kerkaitan dengan rekam jejak Islam Nusantara di masa lalu.

Para sarjana Belanda banyak menu-lis kajian tersebut. Sebut saja di antara-nya C. Snouck Hurgronje dari Uni-versiteit Leiden yang karya-karyanya banyak merekam konsep Islam dan adat di Nusantara pada abad ke 19.

*Alumni Fakultas Ushuluddin

Sumber: Internet

Sum

ber:

Inte

rnet

Page 9: TABLOID INSTITUT 43

Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 9|Kolom

Menakar Kode Etik Mahasiswa

Lambannya implementasi penegakan hukum yang tertuang dalam buku Kode Etik Mahasiswa membuat kasus pencurian di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta semakin marak. Ke-berlangsungan suatu kampus ada di tangan anak muda, maka sudah semestinya mahasiswa (yang dalam hal ini termasuk anak muda) se-bagai agen perubahan harus dijaga dan dibina dari kerusakan moral dan pelanggaran lainnya.

Melihat kasus pencurian yang telah terjadi beberapa minggu lalu, mengisahkan seorang mahasiswa berinisial AS yang mencuri sebuah perangkat komputer (CPU dan monitor) menjadi salah satu contoh pe-langgaran yang dilakukan mahasiswa.

Dalam buku Kode Etik Mahasiswa UIN Jakarta di pasal 27 ten-tang Mencuri poin 1 tertera pelanggaran terhadap pasal 10 poin 16 (Bab VI tentang Jenis Pelanggaran: Mencuri) dikenakan sanksi sesuai dengan pasal 6 huruf C dan D (Bab IV tentang Jenis Tindakan Disiplin dan Sanksi ) disebutkan bahwa larangan mengikuti semua kegiatan di UIN Jakarta untuk jangka waktu tertentu atau skors dan membayar denda dengan jumlah tertentu sesuai pelanggarannya. Artinya, UIN sadar akan larangan kriminalitas yang dilakukan oleh mahasiswa.

Di tengah penyelesaian kasus AS di kepolisian, seharusnya tak menjadikan kampus lepas tangan terkait kasus ini. Mengapa terlihat lepas tangan? Terhitung dua minggu sejak kejadiannya pada awal Mei 2016, hingga kini AS belum juga dikenakan sanksi sesuai buku Kode Etik Mahasiswa.

Akan sangat menarik jika kampus sudah merencanakan kapan AS akan ditindaklanjuti. Karena terkait denda yang harus dibayarkan AS atau waktu mulai skors belum sama sekali dibahas oleh pihak kampus. Begitu kata pihak fakultas yang bersangkutan.

Mestinya, sanksi yang sudah diatur dalam buku Kode Etik Maha-siswa Mahasiswa segera diimplementasikan. Tidakkah pihak kampus memikirkan matang-matang dampak dari lambannya respons terha-dap kasus ini? Berkaca dari kasus ini, tak heran jika UIN masih ba- nyak kehilangan inventarisnya. Khawatir, ke depan akan banyak ber-bagai pelanggaran yang dilakukan mahasiswa.

Ditambah lagi, sanksi yang tertuang dalam buku Kode Etik Ma-hasiswa masih samar. Untuk kasus pencurian, mahasiswa akan dike-nakan denda, namun tak dituliskan berapa besaran denda yang harus dibayarkan mahasiswa yang mencuri.

Karena itu, pihak kampus harus kembali direpotkan saat ada ka-sus pencurian. Di sana jelas tertera disesuaikan dengan pelanggaran, padahal sudah jelas pelanggaran yang dilakukan yaitu mencuri. Bila perlu, agar pihak kampus tak perlu bingung-bingung mencari waktu untuk membahas besaran denda, penting klasifikasi jenis pencurian beserta sanksinya dituliskan dalam buku mungil tersebut. Selain kla-sifikasi jenis dan sanksi pencurian, buku Kode Etik Mahasiswa juga perlu mencantumkan waktu tindak lanjut pihak kampus merespons pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan mahasiswa.

Lemahnya hukum yang berlaku di UIN Jakarta menjadi salah satu penyumbat peningkatan moral mahasiswanya. Memang, membahas moral atau perilaku tentu berkaitan dengan individunya. Tapi, apa salahnya menegakkan hukum yang sudah tertulis dalam buku Kode Etik Mahasiswa. Mengamputasi jajaran yang terbukti gagal menun-jukkan kinerja mungkin menjadi opsi yang tidak terhindarkan. Apa-pun yang dilakukan kampus, semoga tak hanya menjadi wish list se-mata.

Editorial

Ralat

TABLOID INSTITUT EDISI XXXXIII halaman 4 kolom pertama tertulis” Occupational Healty and Safety Information” seharusnya tertulis “Occupational Health and Safety Assesment Series (OHSAS).”

TABLOID INSTITUT EDISI XXXXIII halaman 6 kolom survei tertulis “ 16,40% mahasiswa yang mengetahui website UIN Jakarta dan 83,60% mahasiswa yang tidak mengetahui website UIN Jakarta” seharusnya tertulis “83,60% yang mengetahui dan 16,40% yang tidak mengetahui.”

MengebiriSetau saya, ribut-ribut isu penut-

upan Pintu Doraemon sudah dimu-lai sejak 2014 silam. Ini setau saya loh ya. Dan betul saja, tak lama setelah itu, selebaran soal peraturan jam operasional pintu pun tertem-pel di sisi-sisinya. Selebaran surat edaran itu dikeluarkan dan disetu-jui bagian Biro AUK UIN Jakarta.

Oleh karena surat edaran itu, blas, mahasiswa pun tak bisa menikmati Pintu Doraemon secara kaffah. Se-bab, tepat jam tujuh malam, pintu itu harus buru-buru ditutup oleh petugas. Padahal, di jam-jam terse-but, aktivitas mahasiswa di kampus masih begitu ramai.

Dari kabar yang saya dapat wak-tu itu, pemberlakuan jam opera-sional Pintu Doraemon ini memang diinisiasi oleh satuan pengamanan (satpam) dan disetujui oleh pihak terkait. Alasannya, untuk menjaga keamanan kampus dari serintilan anak kampung sini (akamsi) dan aktivitas yamg mencurigakan lain-nya.

Alasan lain yang juga tak kalah menggelikan buat saya waktu itu, adalah pernyataan salah petugas satpam yang ngomong, keberadaan Pintu Doraemon itu memang ditu-jukan untuk kepentingan satpam bukan mahasiswa.

Hellow! Barangkali, Pak Satpam ini lupa bahwa hal apa pun yang menyangkut aktivitas sosial kemas-yarakatan, itu menjadi fasilitas pub-lik dan sedianya memang perlu di-

adakan oleh pihak terkait: kampus. Jadi, jelaslah bahwa Pintu Dorae-mon ini bukan fasilitas privat milik Pak Satpam tetapi menjadi fasilitas milik publik.

Belum tudung luka lama, luka baru kembali menjedul. Terhitung mulai Rabu, 18 Mei, pihak kam-pus akan kembali memberlakukan penutupan Pintu Doraemon. Kali ini lebih parah lagi. Pintu tidak di-fungsikan sama sekali. Dibiarkan njedog begitu saja.

Setidaknya, dari pemberlakuan penutupan pintu ini, hal yang amat bikin saya pengen nyubit adalah tidak adanya dialog dari pihak kampus dengan mahasiswa. Ma-hasiswa lagi-lagi tidak dilibatkan. Padahal, harusnya praktik dialog sebangsa ini, turut difasilitasi oleh kampus sebagai wadah pendidikan demokrasi di negara yang konon demokratis ini.

Lantas kalau tak ada dialog dan tuna mediasi begini, saya jadi ingin tahu, sebenarnya seperti apa para pejabat tinggi kampus memosisikan entitas mahasiswa di universitas ini? Duhilah. Barangkali, dipikirn-ya, dialog hanya buang-buang wak-tu dan energi.

Boleh jadi, mahasiswa tidak lagi dianggap sebagai bagian penting untuk turut memberi kontribusi positif dan tawaran yang solutif. Bukankah, untuk menghasilkan keputusan yang bijak dan arif itu berangkat dari hasil musyawarah

mufakat? Secara telanjang, para pejabat

kampus mempertontonkan la-kon-lakon pengebirian terhadap hak-hak demokratis mahasiswa di kampus ini. Makanya, jangan pan-gling, kalau kebijakan penutupan Pintu Doraemon ini kemudian dir-espons dengan tanggapan-tangga-pan reaktif dari mahasiswa. Seperti yang terjadi di depan gedung rek-torat hari ini.

Lha bagaimana nggak reaktif, wong salah satu sumber “kebaha-giaan” mahasiswa berupa Pintu Doraemon ini direcoki pimpinan kampus jeh. Mahasiswa itu kadung pusing dengan aktivitas akademis di kelas. Ini rektorat malah tiba-tiba menutupnya dengan alasan; kea-manan, ketertiban dan kenyaman-an.

Mestinya, pihak kampus ini me-mahami bahwa struktur sosial ma-hasiswa UIN Jakarta itu sebagian besar dipenuhi manusia menengah kelas ke bawah yang terbiasa kong-kow-kongkow di warung kopi bu-kan di cafe.

Jikapun maksud dari penutupan ini, pihak kampus ingin mengar-ahkan mahasiswanya agar demen jajan di dalam kampus, saya kira, pihak kampus perlu sekali-kali jajan Cilok Indramayu yang di Pesang-grahan. Dijamin, canggih.

*Pemimpin Redaksi LPM Institut periode 2014-2015

Oleh Muawwan Daelami

AKHIRNYALULUS JUGA...

Muawwan Daelami, S.S.Pemimpin Redaksi LPM Institut

Periode 2014-2015

Page 10: TABLOID INSTITUT 43

Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 10|Tustel

Tuntutan Tak Berujung di Hari Buruh

Foto dan Teks: Eko Ramdani

1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional. Di berbagai belahan dunia digelar beragam aksi menyuarakan tuntutan kepada pemerintah. Tak ketinggalan, buruh di Indonesia pun turut merayakan May Day. Salah satu aksi digelar di depan Istana Negara. Pekerja pabrik, penjaga toko, sampai petani tumpah ruah.Berbagai tuntutan mereka sampaikan di atas spanduk, kain, kertas karton, bahkan orasi yang membangkitkan semangat. Tahun ini, penghapusan iuran Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan penghapusan kerja kontrak menjadi sebagian kecil tuntutan para buruh kepada pemerintah. Dengan dijaga ketat pihak keamanan, bu-ruh-buruh menyampaikan harapan mereka.Ribuan pihak keamanan dikerahkan guna mengawal aksi tersebut. Kawat berduri direntangkan, senjata api di tangan, mobil baracuda siap digunakan untuk mensterilkan

Istana Negara. Semua petugas siap mengahadapi semua kemungkinan yang terjadi.Di setiap sudut pintu masuk Monumen Nasional (Monas) pada hari itu padat oleh buruh. Datang dengan berbagai kendaraan, mulai dari sepeda motor hingga bus besar

membuat area dalam Monas tak ketinggalan padat. Namun, semua buruh tersebut hanya berfokus di satu titik, depan Istana Negara.

Foto bersamaProtes

Pegang tangan

Berjaga

Mengibarkan Bendera

Bendera aksi

Page 11: TABLOID INSTITUT 43

Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 11|Wawancara

Pertanyakan Kelanjutan Beasiswa DIPA

Hingga kini, kelanjutan Beasiswa Miskin Berprestasi/DIPA masih dipertanyakan. Belum jelas, beasiswa tersebut malah ditutup.

Tahun 2016, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta membuka pendaftaran Bea-siswa Prestasi. Namun, di saat bea-siswa ini diluncurkan, banyak ma-hasiswa yang menanyakan Beasiswa Miskin Berprestasi atau lebih dikenal dengan nama DIPA. Beasiswa tahap III DIPA hingga kini belum cair da-nanya.

Di awal kehadirannya, banyak mahasiswa yang berminat untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Ter-lebih, beasiswa ini dibuka dengan salah satu syaratnya adalah Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimal 3,5.

Lalu, apa yang menjadi latar be-lakang munculnya Beasiswa Prestasi tersebut dan meniadakan Beasiswa DIPA. Berikut hasil wawancara re-porter Institut Eko Ramdani dengan Kepala Biro Administrasi Akade-mik Kemahasiswaan dan Kerjasama (AAKK) UIN Jakarta Zaenal Arifin di ruang kerjanya lantai dua Gedung Rektorat, Selasa (10/5).

Apa alasan Beasiswa Miskin Ber-prestasi diganti dengan Beasiswa Prestasi?

Ada beberapa beasiswa di UIN Ja-

karta, di antaranya ialah Beasiswa Prestasi dan Beasiswa Miskin Ber-prestasi. Namun, Beasiswa Prestasi ini kurang diminati karena mempu-

nyai syarat IPK 4. Pihak UIN Jakar-ta telah mencari mahasiswa yang me-menuhi kriteria tersebut tetapi tidak ditemukan. Jika ada kami akan cari mahasiswa itu.

Sedangkan Beasiswa Miskin Ber-prestasi syarat IPK 2,7 dengan melampirkan Surat Keterangan Ti-dak Mampu (SKTM) dari domisilinya masing-masing. Akan tetapi, sema-kin ke sini banyak mahasiswa yang merasa malu untuk meminta SKTM. Kami juga tidak ingin mahasiswa UIN Jakarta menjadi orang miskin.

Bagaimana peminat Beasiswa Prestasi di kalangan mahasiswa?

Cukup banyak peminat dari Bea-siswa Prestasi ini, sehingga kami membatasi kuotanya sampai 453 orang saja. Banyaknya peminat Bea-siswa Prestasi kemungkinan karena di antara syaratnya adalah minimal IPK 3,5 dan tanpa SKTM.

Antusianya mahasiswa UIN Jakar-ta untuk mendaftar Beasiswa Presta-si terbukti banyak peserta yang IPK minimal 3,5. Dari seluruh pendaftar, IPK paling tinggi mencapai 3,99, ini adalah hampir sempurna.

Berapa anggaran yang disiapkan untuk Beasiswa Prestasi?

Terkait masalah dana, Bea-siswa Prestasi menganggar-kan 2 juta per mahasiswa. Dengan kuota 453 orang,

total menjadi 906 juta rupiah. Jum-lah tersebut sama seperti Beasiswa Miskin Berprestasi dahulu. Akan tetapi, anggaran ini terkadang tidak sama tiap tahunnya, tergantung dari pemerintah.

Setiap tahun anggaran untuk UIN Jakarta semakin turun, tidak menen-tu. Semisal beasiswa yang tidak ban-yak peminatnya, maka anggarannya pun semakin turun. Kami juga ingin beasiswa ini tepat kepada mahasiswa yang kurang mampu. Jika beasiswa miskin peminatnya semakin sedikit, berarti perekonomian mahasiwa se-makin baik.

Seperti apa pembagian kuota Bea-siswa Prestasi untuk mahasiswa?

Kuota Beasiswa Prestasi berbeda dengan Beasiswa Pendidikan Miskin Berprestasi (Bidikmisi). Jika Bidik-misi dijatah setiap fakultas, tetapi Beasiswa Prestasi tidak. Tidak ada fakultas tertentu yang mendapatkan jatah Beasiswa P r e s t a s i y a n g l e b i h

banyak atau lebih sedikit. Dalam Beasiswa Prestasi, penyeleksian pe-serta murni berdasarkan nilai. Kami mengurutkan nilai mahasiswa dari terbesar hingga terkecil untuk penye-leksiannya.

Dana Beasiswa Miskin Berprestasi pada bulan Desember 2015 hing-ga saat ini belum cair, sedangkan kini beasiswa tersebut sudah tidak ada. Lalu bagaimana ke-lanjutannya?

Pada De-s e m b e r lalu me-m a n g a n g -g a -

ran untuk Beasiswa Miskin Ber-prestasi tidak diberikan kepada mahasiswa. Hal tersebut karena ada salah satu peserta yang salah dalam memberikan data dirinya. Akibat-nya, kesalahan tersebut mempen-garuhi yang lainnya. Pada saat itu salah satu peserta salah memberikan nomor rekening.

Dalam mengatasi kesalahan reken-ing tersebut, kami sudah berusaha mencari mahasiswa yang bersang-kutan untuk melakukan konfirma-si. Tetapi, hingga batas waktu yang

diberikan tidak ada kabar. Maka dari itu, kami

tidak mencairkan dana beasiswa un-

tuk keseluruhann-ya. Kini dana tersebut sudah d ikemba l ikan kepada pemer-intah dan ti-dak dapat di-gunakan lagi.

Rekomendasi

Laptop, notebook atau komput-er anda sedang rusak? Bingung cari tempat servis yang terper-caya? Atau anda sedang mencari laptop dengan berbagai spesif ika-si PC rakitan, dan build up? Tak perlu bingung dan khawatir lagi

karena semua permasalahan anda akan terjawab di sini, ya, Excel-lent Comp jawabannya.

Dengan berkunjung ke Excel-lent Comp yang terletak di Jl. Legoso Raya no. 06 (seberang Mahad Ali). Lokasinya strate-

gis dan mudah dijangkau. Excel-lent Comp hadir dengan berbagai keunggulan. Serta menawarkan barang yang berkualitas tinggi apalagi dengan harganya yang pas di kantong mahasiswa dan tentun-ya bergaransi. Ini yang membeda-

kan Excellent Comp dengan tempat ser-vis lain.

Selain itu, Excel-lent Comp mampu memberikan pe-layanan servis yang beraneka ragam. Servis recovery oper-ating system mulai dari Windows XP, Windows 7 sampai Windows 10. Lalu penghapusan virus bahkan instalisasi program lengkap semua bisa di sini.

Kamu yang pan-ik karena laptop, notebook tersiram air jadinya mati to-tal? Excellent Comp bisa juga loh menan-ganinya. Lalu servis lainnya seperti clean-ing fan prosesor dan pembersihan kom-

ponen internal bagi laptop yang sering nge-hang/overheat. Excel-lent Comp melayani penggantian komponen seperti LCD, keyboard, dan charger bahkan baterai.

Bagi anda yang ingin mencari aksesoris seperti f lashdisk, mo-dem, dan aksesori lainnya juga ada di sini. Excellent Comp me-nerima komplain pelanggan den-gan syarat dan ketentuan berlaku. Patut diingat Excellent Comp melakukan itu semua dengan kualitas terbaik untuk PC, laptop,

juga aksesorisnya dan soal harga bisa bersaing deh.

4 tahun sudah Excellent Comp berdiri dan pada Maret 2016 lalu, Excellent Comp mengadakan un-dian berhadiah utama Laptop Asus sebagai bentuk apresiasi ke-pada pelanggan setia. Pemenang Hadiah utama Laptop Asus X453 SA adalah M. Raf li dari Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Syari-ah, dan ada 4 pemenang lainnya yang mendapatkan hadiah-hadiah menarik seperti Printer HP 1010, HDD Eksternal Toshiba Canvio 1 TB, dll. Foto-foto pemenang dan proses Undian serta promo pro-duk tiap bulan dapat dilihat di FB: Excellent Comp.

Setiap bulan Excellent Comp memberikan diskon khusus untuk aksesoris tertentu seperti f lash-disk atau modem. Khusus bulan Mei 2016 ini, Promo Excellent Comp adalah FD SANDISK 16 GB ori, garansi resmi 1 Tahun ha-nya Rp. 50,000 saja. Terbatas un-tuk 500 Unit Flashdisk saja

Jadi, mulai sekarang anda tak perlu bingung untuk mem-beli ataupun memperbaiki gad-get kesayangan anda. Excellent Comp kini melayani delivery or-der dengan belanja minimal Rp 100.000, biaya ongkir Rp 2.500 per item. Pertanyaan dan peme-sanan bisa menghubungi Wahyu (085697509054).

Foto: Eko/Ins

Dok

umen

Prib

adi

Harga Murah Kualitas Tinggi

Page 12: TABLOID INSTITUT 43

Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 12|Resensi

Demokrasi di Mata SjahrirSutan Sjahrir adalah sosok yang berperan besar dalam terbentuknya negara dan demokrasi di Indonesia.

Salah satu upayanya dalam mewujudkan demokrasi ialah dengan mengusulkan pendirian partai politik sebagai penyalur aspirasi rakyat.

Siapa yang tak mengenal Sutan Sjahrir? Pria yang lahir tanggal 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Su-matera Barat merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Ia akrab dis-apa Bung Kecil oleh keluarganya. De-mikian gambaran sekilas sosok Sutan Sjahrir di mata keluarganya.

Sejak di Algemeene Middelbere School (AMS)—sekolah menengah atas zaman Hindia Belanda—Sjahrir terkenal sebagai anak muda yang memiliki kepandaian di atas rata-ra-ta. Kepandaiannya terlihat dari nilai yang ia dapat selama menjalani kegia-tan belajar di kelas.

Saat mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum, Universitas Amsterdam, Leiden, kepintaran Sjahrir masih tetap terlihat. Terbuk-ti, saat membahas konsep persatuan negara bersama teman-temannya, ia malah bertanya di saat teman-teman-nya sibuk berdebat.

“Kalian bicara persatuan, tapi tan-pa suatu tindakan penjiwaan terha-dap persatuan itu mana bisa? Persat-uan itu bukan sekadar konsep untuk menyatukan sebuah perjuangan, tapi ia sebuah gagasan baru, sebuah zaman baru. Dan lebih besar lagi, persatuan itu adalah sebuah perad-aban baru. Bisa tidak kalian membuat sebuah peradaban baru bernama In-donesia, sebuah peradaban yang bisa seagung peradaban Yunani, perad-aban Romawi atau peradaban Eropa Barat? Itulah tujuan dari persatuan,”

ucapnya. (hal. 59 buku Sutan Sjahrir: Pemikiran & Kiprah Sang Pejuang Bang-sa)

Dalam memperjuangkan ke-merdekaan, Sjahrir lebih dekat dengan golongan muda dengan pa-ham sosialisme yang dianutnya. Menurut Sjahrir, sosialisme adalah menjunjung tinggi derajat kemanu-siaan dengan mengakui dan menjun-jung persamaan derajat setiap manu-sia. Dengan paham sosialisme ini, ia berharap, akan terbentuknya pemer-intahan yang melibatkan rakyat.

Saat awal diproklamasikann-ya kemerdekaan Indonesia, Sjahrir merupakan salah seorang yang belum puas dengan kemerdekaan Indonesia. Menurutnya, kemerdekaan bukanlah akhir dari sebuah perjuangan, tujuan akhir perjuangan adalah lahirnya pe-merintahan yang menampung aspira-si rakyat.

Salah satu perbuatan yang Sjahrir lakukan untuk terwujudnya demokra-si di Indonesia adalah membuat mak-lumat tentang usulan untuk mengu-bah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) menjadi lembaga yang memi-liki kewenangan legislatif.

Hal ini juga diamini oleh ang-gota KNIP. 7 Oktober 1945 silam, 40 anggota KNIP menandatan-gani petisi yang berisi tuntutan agar KNIP menjadi badan legislatif, bu-kan pembantu presiden. Setelah itu, Sjahrir pun mengisi jabatan sebagai ketua Badan Pelaksana KNIP (BP-

KNIP). Ia beserta anggota BP-KNIP mengemban tugas untuk membentuk partai-partai politik sebagai bentuk penyaluran aspirasi rakyat.

Tenggang waktu antara Novem-ber dan Desember, para pemimpin rakyat sibuk untuk membentuk par-tai politik. Tidak ketinggalan Sjahrir pun ikut membentuk Partai Sosialis Indonesia (PSI). Sjahrir berharap, PSI dapat menjadi partai yang konsekuen memperjuangkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Selain itu, ia juga berharap tujuan perjuangan PSI bu-kan untuk kepentingan golongan atau nama besar.

PSI yang dipimpin oleh Sjahrir memang menjadi partai berbasis pen-didikan politik dan kesadaran sosial. Namun sayang, PSI yang memegang konsep pendidikan politik kurang mendapat tanggapan masyarakat yang notabene belum berpendidikan dan belum memahami sistem sosial-isme yang dianut oleh Sjahrir.

Selain itu, penyebab lain PSI ku-rang mendapat perhatian adalah kondisi kehidupan di Indonesia yang saat itu sedang merosot, Perekono-mian hancur, inflasi membumbung tinggi, kerusakan moral, dan korupsi di mana-mana. Ditambah terjadinya bentrokan antar kelompok yang ma-kin mempertegang situasi.

Mulanya, konflik terjadi lantaran banyak daerah yang mempertanya-kan pembagian belanja negara yang dianggap tidak adil. Kemudian

Sjahrir mengirimkan utusannya ke daerah-daerah (meski Sjahrir sudah tak memimpin) untuk bermusyawar-ah dan mencari jalan damai.

Pada puncaknya, PSI yang dipimp-in Sjahrir dibubarkan pada pertengah-an tahun 1962. Sjahrir ditangkap dan diasingkan. Ia didakwa terlibat dalam pemberontakan daerah dan perco-baan pembunuhan terhadap presiden di Makassar. Padahal kenyataannya, Sjahrir pergi ke daerah-daerah terse-but untuk bermusyawarah dengan kepala daerah agar tidak melakukan pemberontakan ke negara.

Buku Sutan Sjahrir: Pemikiran dan

Kiprah Sang Pejuang Bangsa, mengung-kap bagaimana sosok Sutan Sjahrir mulai dari anak-anak hingga remaja. Termasuk saat ia aktif memperjuang-kan kemerdekaan Indonesia. Tak lupa pula dengan pemikiran yang ia gagas demi terlaksananya demokrasi di In-donesia.

Dalam buku ini, penulis terlalu mengagungkan sosok yang ia tu-lis tanpa membandingkan dengan cendekiawan lainnya. Selain itu, ban-yak pula diksi yang sulit dipahami secara langsung hingga terasa menyu-litkan saat membaca.

Perjuangan Buruh Tambang Berbuah Manis

Yayang Zulkarnaen

Zainuddin Lubis

Tak kurang 69 hari 33 buruh tambang tertimbun dalam perut bumi.Pelbagai upaya mereka lakukan agar lolos dari ancaman kematian.

Seorang lelaki paruh baya bernama Castillo (Kate Del Castillo), tengah as-yik menyaksikan siaran televisi dalam ruang kerjanya yang juga berdekatan dengan lokasi pertambangan emas (San Jose) di Capiapo, Chili. Sesaat kemudi-an, ia dikejutkan oleh kedatangan Don Lucho (Lou Diamond Phillips) ketua buruh tambang San Jose.

Lucho sengaja datang lantaran Castillo merupakan pemilik saham terbesar San Jose. Ia melapor telah terjadi guncangan bumi yang mengakibatkan terbentukn-ya banyak garis retakan dalam tambang. Ia khawatir, guncangan tersebut dapat meruntuhkan tambang. Namun, kekha-

watiran Lucho berbalas acuh Castilllo. Castillo beranggapan guncangan terse-

but merupakan hal biasa sebab usia tambang yang sudah tua. Ia juga mem-prediksi pertambangan San Jose dapat bertahan hingga 20 tahun lagi. Sontak, Lucho menolak prediksi Castillo, ia pun kembali mengingatkan bahwa mereka harus memeriksa lereng gunung. Bu-kannya mendengarkan Lucho, dengan lantang Castillo menyuruh Lucho untuk fokus bekerja.

Siang itu, 5 Agustus 2010 matahari be-gitu terik menyinari Chili, 33 buruh tam-bang San Jose sedang melintasi padang pasir Atacama, menggunakan bus. Seti-

banya di pintu utama San Jose, mereka berganti kendaraan dengan truk khusus penambang. Tak terasa satu jam berlalu, perjalanan buruh tambang terhenti di kedalaman 2.300 kaki di bawah permu-kaan bumi.

Kemudian, mereka pun terbagi da-lam dua kelompok, kelompok pertama dipimpin Luncho dan kelompok kedua oleh Alex Vega (Mario Casas). Teringat akan guncangan yang terjadi sebelum-nya, Lucho segera memeriksa struk-tur lereng gua. Alangkah terkejutnya mendapati atap dan dinding gua sudah retak tidak beraturan. Nahas, tak lama berselang terdengar suara gemuruh dis-usul satu persatu bongkahan batu mulai berjatuhan dari atap gua.

Dengan sigap Lucho menghindar, lalu ia bersama penambang lain pergi memacu cepat mobilnya menuju pintu keluar. Tak disangka, batu besar seberat 700 ribu ton telah menutup rapat gua. Seketika teriakan meminta tolong pun menggema menghiasi gua. Tidak kun-jung mendapat pertolongan, akhirnya mereka mengamankan diri di ruang penampungan berukuran 5x5 meter yang berada 700 meter dari mulut gua.

Tiga hari terperangkap dalam gua, tepatnya 8 Agustus 2010 Lucho, Mario Sepulveda (Antonio Banderas), Bolivia (Carlos Mamani), dan Alex Vega terus berusaha berkomunikasi dengan orang di luar gua. Termasuk pula membuat kebisingan dan mencari radio di ruang medis. Tapi sayang, radio dan tangga darurat yang ditemukan tidak berfungsi.

Beruntung, dalam ruang penampun-gan terdapat peti yang berisi roti dan 18 kaleng ikan tuna seberat 165 gram. De- ngan sisa persediaan makanan itu mer-eka bertahan hidup selama di bawah Padang Pasir Atacama, Chili.

Sementara itu, di luar gua, berita ten-tang runtuhnya tambang San Jose sam-pai kepada awak media. Pemberitaan yang gencar di televisi, surat kabar, dan radio membuat Presiden Chili, Sebas-tian Pinera memanggil Menteri Pertam-bangan, Laurance Golborne (Rodrigo Santoro) ke Istana Kepresidenan La Moneda.

Dalam pertemuan singkat itu, Laur-ance ditugaskan untuk mengevakuasi para korban rerutuhan tambang San Jose. Dua hari kemudian, giliran An-dre Sougarret (Gabriel Byrne) seorang ahli pertambangan diperintahkan pre-siden untuk membantu Laurance. Pada 9 Agustus, usaha penyelamatan para penambang dimulai. Beberapa me-sin bor didatangkan untuk membantu penyelamatan. Tim penyelamat yang dipimpin Saurgarret bekerja 24 jam tan-pa henti.

Dengan cemas dan perasaan was-was, keluarga korban menunggu di tenda penampungan. Secercah harapan mun-cul, pada 17 Agustus tim Sourgarret berhasil menembus batu besar yang menghalangi gua. Suara mesin bor juga terdengar di telinga para penambang di dalam gua. Namun sayang, mata bor masih menyimpang dari titik berkum-pulnya penambang San Jose.

Tak pelak, keadaan tersebut membuat para penambang tertunduk lemas serta hilang harapan. Ditambah lagi, perse-diaan makanan kian menipis hanya menyisakan empat kaleng ikan tuna. Hal itu kian membuat Alex putus asa, ia pun sempat mencoba bunuh diri dengan melompat ke jurang. Untung saja ada Mario, ia menghalangi niat buruk Alex dan kembali memupuk harapan serta menyemangatinya.

Kondisi serupa dirasakan pula oleh Sougarret, pasalnya sembilan lubang yang digali untuk menemukan para penambang tidak membuahkan hasil. Bak gayung bersambut, di lubang kese-puluh, tepat 22 Agustus, mata bor tim penyelamat berhasil menembus ruang penampungan tambang.

Puncaknya 13 Oktober 2010, perjuan-gan bertahan hidup selama 69 hari da-lam gua telah usai. Sebanyak 33 buruh tambang berhasil dikeluarkan satu demi satu dari perut bumi menggunakan kap-sul penyelamat Phoenix (Fénix 2). Dalam hitungan detik kabar selamatnya para penambang tersebar ke seluruh Chili.

“The 33” merupakan film yang di-angkat dari kisah nyata kecelakaan per-tambangan San Jose di Chipiapo, Chili. Dengan keadaan penuh tekanan mental dan fisik, tergambar jelas aksi 33 buruh tambang berjuang bertahan hidup da-lam gua. Terlebih lagi, melalui karakter Mario dan Lucho, film ini menyuguh-kan sosok pemimpin bijaksana. Dalam tiap kesempatan keduanya selalu mem-berikan arahan para penambang lain agar tak putus asa.

Judul: The 33

Genre: Drama

Sutradara: Patricia Riggen

Durasi: 120 menit

Tahun: 2015

Pengarang : Lukam Santoso Az.Penerbit : PalapaTebal : 278Editor : Ahmad Bil WahidTahun terbit: 2014

Sum

ber:

Inte

rnet

Sum

ber:

Inte

rnet

Sum

ber:

Inte

rnet

Page 13: TABLOID INSTITUT 43

Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 13|Sosok

Merasa lelah, jenuh dan kecewa merupakan hal yang biasa. Membarui dan percaya pada diri sendiri, merupakan motto bagi Ahmad Hamdani.

Yakin dengan segala usaha dan tak per-nah berhenti bersyukur, membuat Ahmad Hamdani menjadi mahasiswa yang memi-liki segudang prestasi. Tak hanya Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI), mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universi-tas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatul-lah Jakarta ini juga pernah menjuarai lom-ba pidato dan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat nasional.

Sebelumnya, Hamdani tak pernah menyadari kemampuannya dalam menu-lis. Ketika masih di bangku sekolah, la-ki-laki kelahiran satu September ini sering mengikuti perlombaan seperti olimpiade matematika dan sains, namun belum sam-pai dunia tulis menulis. Dari pertemuan-nya dengan sesama penerima Bidikmisi yang pernah mengikuti Lomba Karya Tulis Sejarah (LKTS), Hamdani berniat untuk mengikuti lomba yang serupa. Se-belum mengikuti LKTS tingkat nasional, laki-laki asli Serang ini mencoba perun-tungannya dengan mengikuti lomba yang diadakan oleh Forum Mahasiswa Bidik-misi (Formabi). “Ada lomba nulis esai un-tuk anak Bidikmisi se-UIN Jakarta, jadi saya coba aja. Allhamdulillah, dapat juara pertama,” katanya, Selasa (3/05).

Menjadi yang terbaik se-UIN Ja-karta, tak lekas membuatnya berpuas hati. Hamdani kembali mengikuti lomba karya tulis tingkat nasional yang diadakan oleh Badan Kepen-dudukan dan Keluarga Berencana Negara (BKKBN). Bertemakan Lomba Kepenulisan Kreatif Kepen-

dudukan BKKBN, Hamdani berhasil meraih juara tiga dengan menyisih-kan puluhan peserta dari beberapa kampus di Indonesia.

Berkat kemenangannya tersebut, Hamdani mendapat pengalaman berkesan yaitu diundang Presiden In-donesia ke-6, Susilo Bambang Yud-hoyono (SBY) untuk mengikuti upaca-ra kemerdekaan Indonesia ke-69. “Sampai seka-rang surat un-dangan dari Pak Presiden masih saya simpan. Ja r a n g - j a r a n g ada kesempa-tan kayak gini. Kapan lagi bisa dapat undangan yang serupa,” katanya sambil tersenyum.

Hamdani juga punya pengala-man yang tak terlupakan lain-nya yaitu pernah mengikuti tiga perlombaan secara bersamaan di bu-lan Agustus 2015. Pertama, ia mengi-kuti lomba MTQ Mahasiswa Nasional ke-14 yang diadakan oleh Kemente-rian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti), di Univer-sitas Indonesia, Depok. Setelahnya, laki-laki yang mengenakan kacamata

ini, langsung berangkat ke Semarang untuk mengikuti LKTS bertemakan Pekan Nasional Cinta Negara 2015. Dalam perlombaan ini dirinya berha-sil meraih juara tiga. Selanjutnya, ia sudah harus bersiap-siap mengikuti lomba pidato tingkat nasional BKKB N dan berhasil masuk sepuluh besar.

Selain menjalani kesibukannya sebagai maha-siswa semester enam, Ham-dani saat ini juga mengajar karya tulis il-miah di sebuah Sekolah Me-nengah Keju-ruan (SMK). Ia pun menjadi salah satu dari 24 orang yang tergabung da-lam Tim Fasil-itasi BKKBN setelah mele-wati seleksi ketat. Di sana ia melakukan p e n y u l u h a n

kepada masyarakat mengenai isu-isu kependudukan. Anggota Tim Fasili-tasi BKKBN diwajibkan membuat tu-lisan sebulan sekali mengenai kepen-dudukan. Kemudian, Hamdani juga mengikuti pembinaan demi mengha-dapi MTQ tingkat nasional yang akan diadakan pada 27 Juli-7 Agustus 2016

mendatang di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Semua prestasi yang Hamdani raih bukanlah semata-mata karena usahanya sendiri. Menurutnya, kedua orang tua, pembina, guru, dan para sahabat adalah orang-orang yang se-lalu ada di saat suka dan duka, serta membimb-ing dan m e n -d o -

akannya selama ini. Baginya, orang tua adalah motivasi terbesar. Walau-pun latar belakang perekonomian keluarganya yang kurang mampu, hal ini tidak membuatnya merasa mind-er dan cepat menyerah. “Saya sering merasa jenuh dan capek karena kes-ibukan di kampus dan perlombaan. Tapi kalau ingat orangtua saya jadi semangat lagi. Malu sama orangtua yang sudah menitipkan harapan besar

pada saya,” kata laki-laki itu.Ketika ditanya ingin jadi apa di

masa depan, Hamdani berkata sewak-tu duduk di bangku Sekolah Menen-gah Atas (SMA), ia bercita-cita ingin menjadi seorang guru dan jurnalis. “Yang jelas, saya akan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan ting-gi Strata 2 (S2) ke luar negeri. Selan-jutnya, saya ingin naik haji bersama orang tua, doakan saja,”katanya.

Aisyah Nursyamsi

Komunitas

Beberapa pengurus Komunitas Untuk Negeri (KUN) tengah melakukan foto bersama anak-anak Kampung Pemulung di Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel), Sabtu (12/12). Kegiatan ini berlangsung dalam rangka sosialisasi kesehatan mulut sekaligus berbagi jus.

Dicky Prastya

Tugas manusia adalah memanu-siakan manusia. Belajar peduli kiat menjadi solusi.

Berawal dari perbincangan santai di Kedai Sahabat Kopi, Muhammad Wahyu Azhari dan keenam teman-nya tengah membahas permasala-han sosial yang ada di masyarakat, terutama yang tinggal di daerah terpencil. Kemudian, mereka pun

berencana untuk mendirikan suatu perkumpulan dengan tujuan peng-abdian. Dari sanalah, ketujuh ma-hasiswa ini mendirikan Komunitas Untuk Negeri (KUN) yang berfokus di bidang sosial dan pendidikan.

Wahyu bercerita, masalah kesen-jangan sosial di masyarakat tak bisa dilakukan secara sepihak. Problema-tika tersebut membutuhkan kerjasa-ma antar elemen, seperti mahasiswa, masyarakat umum, dan pemerintah. Ia juga menilai pengabdian ma-hasiswa saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di pedesaan dirasa belum

efektif. “Dari sinilah KUN resmi berdiri, tepat pada 13 Februari 2015 lalu,” kenang mahasiswa yang men-jabat sebagai Ketua KUN periode 2016, Minggu (7/5).

Untuk tahun ini, KUN tengah menjalankan empat program kerja (proker), yakni Cukurin, Berbagi Jus, Senyum Lebak, dan Banten Men-gajar. Cukurin merupakan proker KUN memangkas rambut anak-anak di panti asuhan Yayasan Amal Wan-ita, Ciputat. Dalam pelaksanaannya, relawan yang memiliki kemampuan memotong rambut sangat berperan.

Selanjutnya, Berbagi Jus merupa-kan kegiatan mengajar sekaligus sharing ke penghuni Kampung Pemu-lung yang bertempat di belakang Pom Bensin Ciputat. Setelahnya, KUN memberi jus secara gratis ke-pada penghuni Kampung Pemulung. Kedua proker ini menjadi kegiatan rutin anggota KUN tiap dua minggu sekali.

Saat ini, KUN lebih menfokuskan diri pada Banten Mengajar. Bermula dari evaluasi di rapat kerja pengurus KUN 2015, aktivitas yang dilaku-kan sebelumnya dinilai masih belum efektif. “Istilahnya sih ‘kick and run’, hanya sekadar menjalankan, setelah itu dibiarkan,” tegas Mahasiswa Pas-casarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Sebenarnya, lanjut Wahyu, Banten Mengajar bermaksud untuk mengisi kekosongan kegiatan mahasiswa saat libur semester. Menurutnya, waktu luang tersebut lebih baik digunakan untuk hal yang bermanfaat. Alhasil, Banten Mengajar dilakukan selagi mahasiswa liburan dan dilaksanakan selama tiga tahun berturut-turut. Da-lam pelaksanaannya, Banten Menga-jar dibagi menjadi enam sesi.

Sesi pertama dimulai saat Feb-ruari 2016 lalu. Saat itu, relawan KUN melakukan survei ke Desa Ku-takarang I, II, dan III, Kecamatan Cibitung, Banten. Ketiganya dipilih karena masalah pendidikan di sana masih kurang. “Penduduk desanya cenderung memilih menikah usia dini yakni setelah lulus Sekolah Dasar (SD),” kata Wahyu.

Selain pola pikir penduduk, ia juga menyayangkan sarana dan prasana di desa tersebut yang masih buruk, dilihat dari jalan utama yang masih belum juga teraspal. Masalah sema-kin runyam saat hujan mulai mem-

basahi desa itu. Akibatnya, jalan menjadi becek dan sulit dilewati kendaraan.

Guna melancarkan kegiatannya, KUN mencari donasi selama sem-inggu sekali. Sumbangan tersebut didapat melalui event semisal Car Free Day di sekitar Bundaran Ho-tel Indonesia (HI) dan kerjasama dengan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), semacam Filan-tropi Pendidikan, Turun Tangan Tangerang Raya, juga Sekolah Guru Indonesia. Dari kerjasama tersebut, KUN mendapat bantuan berupa dana, buku, serta relawan pengajar.

Hingga saat ini, KUN memiliki relawan sebanyak 500 orang. Rela-wan tersebut menyebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, (Jabodetabek), Medan, dan Palem-bang. Wahyu menyebut, relawan ini juga tak hanya dari mahasiswa saja, tetapi ada juga yang sudah bekerja.

Sementara itu, pengurus KUN sendiri berjumlah sekitar 30 orang.Ia menjelaskan, persyaratan men-jadi pengurus harus mengikuti be-berapa kegiatan yang ada di KUN. “Mereka harus tahu visi dan misi dari komunitas ini terlebih dahulu,” paparnya.

Salah satu anggota, Rizkika Uta-mi menyebutkan, KUN sangat mem-bantu dirinya untuk mewadahi mi-nat di bidang sosial dan pendidikan. Selain itu, komunitas ini juga berjasa dalam meningkatkan kemampuan-nya di bidang promosi. “Kami diajari bagaimana cara mengajak orang un-tuk berdonasi dan membuat orang tertarik untuk bergabung,” ungkap-Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidikom), Minggu (7/5).

Kekurangan Tak Halangi Gapai Prestasi

Aksi Nyata Komunitas Untuk Negeri

Dokumen Pribadi

Dok

umen

Prib

adi

Page 14: TABLOID INSTITUT 43

Sastra Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 14|CerpenAyat-ayat Binatang

Oleh: Uus Mustar*

Aku tak punya alasan untuk ho-biku yang sekarang. Sering kali istri-ku marah-marah melihat perubahan yang terjadi pada diriku. Katanya, be-lakangan ini sikapku banyak berbeda, tidak perhatian lagi seperti biasanya, sekarang dingin dan lebih cuek. Beru-langkali kubilang padanya, itu karena suamimu ini adalah manusia. Dan se-bagai manusia waras, tentu harus me-merhatikan banyak hal selain istrinya. Alam sekitar, sosial, lingkungan hid-up, termasuk binatang-binatang kudu pula mendapat perhatian.

“Kasian mereka, sayang. Kalau bu-kan kita manusia, siapa lagi?”

“Terserah!” Istriku memang kurang suka bina-

tang, alergi katanya, terlebih pada kuc-ing. Padahal Ia doyang banget makan ayam di KFC, dikira ayam bukan se-jenis binatang, barangkali?Dan, hal itu jelas kontras dengan kepribadianku yang penyuka binatang, apa pun se-pesiesnya.

Tak jarang, perbedaan itu memantik konflik antara aku dan istriku, namun dengan piawai aku segera meredamn-ya, sehingga semua aman terkendali, kami pun tetap harmonis dalam per-bedaan kegemaran. Akan tetapi, per-lahan-lahan dengan penuh kesabaran, kuberi ia penjelasan-penjelasan akan pentingnya menyayangi binatang.

“Mamih, Nabi kita adalah penyuka kucing, Sayang..! dan kucing adalah binatang.”

“Papih peliharalah kucing kalau be-gitu, mamih mau belajar merawatnya”

“Dengan senang hati, biar papih seperti Abu Hafsin ya, sayang”

Tidak ada hasil yang menghianati kesabaran, begitu pun buah kesaba-ranku dalam memberi pengertian pada istriku.Tentu saja perubahan istriku itu bukan sepenuhnya buah usahaku, me-lainkan dibantu ustadz Azwin, pengisi kajian rutin sabtuan di masjid komplek rumahku. Aku berbisik kepadanya, karena istriku adalah jama’ah setia pengajiannya. Dari itu, dalam setiap wejangannya, Ustadz Azwin selalu menyisipkan pesan perihal perikebina-tangan, tentu saja dari sudut pandang

agama.Belakangan, istriku pun mulai menerima kehadiran binatang-bina-tang koleksi peliharaanku di rumah.

Memenuhi keinginan istriku, aku memelihara seekor kucing.Bukan kucing Persia asal iran, juga bukan-Himalayan, atau pun Russian blue, bukan! Bukan pula Turkish Anggora, atau Miane Coon si kucing tertua di dunia asal negeri paman sam itu yang kuadopsi, melainkan kucing domestik atau kucing kampung liar yang ku-tangkap di gang belakang dan mem-bawanya ke rumah, karena bagiku tak perlu mahal untuk sebuah niatan baik.

“Kenapa tidak himalayan, Pih? Ha-sil persilangan Siam dan Persia, ben-tuknya unik dan lucu. Bulunya tebal, halus dan menggemaskan. Unyu-un-yu, Pih!” melihat apa yang kubawa, istriku bertanya. Dari pertanyaannya, kutahu ia banyak mencari-cari referen-si dan belajar mengenal kucing. Kalau tidak, darimana Ia tahu himalayan?

“Hidungnya pesek” jawabku.“Papih juga pesek, mamih suka.”“Tapi dia pilih-pilih makanan, gak

suka.”“Papih juga pilih-pilih menu makan

kalau pesan di restoran”“Tapi papih bukan kucing, mih!

Beda lah..”“Sama kok, papih pesek”“Emang mamih mancung?”“Enggak!”“sudahlah, mih! Tak usah diperde-

batkan. Karena, pesek ditambah pesek sama dengan anak-anak banyak yang pesek”

“he.he, Papih bisa aja!”Kemudian aku mulai menjelaskan

kepadanya. Aku katakan kepada istri-ku bahwa kucing kampung memiliki banyak kelebihan. Pertama, ia tidak kalah terkenal dari kucing-kucing luar lainnya di dunia. Kedua, ia memiliki karakter dan sifat bawaan yang cukup baik, seperti mandiri, ingatan yang tajam, fisik yang kuat, energik, aktif, liar, pemburu dan tidak manja, itu yang penting. Dan terakhir, ia mudah dijinakan dan bisa menjadi sahabat yang baik.

“Karakter liar dan naluri pembu-

runya dapat membantu kita menjaga simpanan padi dari serangan tikus di gudang, Mih” istriku pun mengang-guk tanda sepakat. Entah kenapa aler-gi akutnya seketika hilang, aku tak tahu. Mungkin wejangan-wejangan ustadz Azwin setiap sabtu memiliki efek menyembuhkan penyakit alergi yang diidapnya selama ini.

“Bom bom?” istriku berkdip mata kepadaku.

“Nama yang bagus” aku balas me-gedip sebelah mata, setuju.

Bombom, Tak dinyana istriku sangat menyukainya. Kehadirannya kini menjadi pelengkap koleksi peli-haraanku lainnya di rumah. Sebel-umnya aku sudah banyak memelihara binatang, dan kebanyakan ‘out of the box’ atau tidak biasa. Diantarnya aku memelihara, Bearded Dragon, sema-cam iguana asal Australia, tarantula, burung macaw asal Amerika, landak mini, kecoa madagaskar, Sugar Glider yang mirip tupai terbang, kura-kura air, dan Leopard Geckoatau tokek ma-can tutul. Kesemuanya aku merawatn-ya sendiri, kecuali bombom, biar istri-ku yang akan merawatnya.

Semenjak ada bombom, istriku jadi suka semua binatang, dan padi di gu-dang aman dari tikus. Bukan hanya itu, ketertarikannya pada binatang membuat ia giat mempelajari dan mengenal berbagai watak dan karak-ter binatang-binatang lainnya. Selain arisan dan kajian sabtuan, kini ia pun aktif dengan komunitas-komunitas pencinta binatang. Sesekali, kalau ada waktu luang dan uang, kami jalan-jalan ke kebun binatang, baik di dalam ataupun di luar negeri.

Lagi-lagi, perubahan kebiasaan is-teriku itu tidak lepas dari campur tan-gan ustadz Azwin. Rupanya, beliau masih intens menyuarakan peri kebi-natangan dalam setiap kajiannya. Peri-hal itu, aku mengetahuinya sendiri.

Sabtu yang lalu, kebetulan aku se-dang berada di rumah, off day. Seperti biasa, sekitar jam delapan pagi, istriku berangkat mengaji. Letak rumahku yang tak jauh dari masjid komplek membuat ceramah Ustadz Azwin ter-

dengar jelas. Suaranya lantang dan menggebu-gebu keluar dari corong speaker masjid, terbawa angin dan ma-suk ke telingaku. Begitulah memang gaya ceramah beliau.

“Takbir!” Tampaknya Ustadz Azwin tengah menyeru jama’ah yang hadir di masjid untuk mengagungkan Tuhan.

“Allahu Akbar!” susul para jama’ah.“Takbir!” sekali lagi.“Allahu Akbar!” seruan Ustadz

Azwin dan jawaban para jama’ah ber-tautan, begitu berulang tiga kali. Lalu terdengar beliau melanjutkan materi ceramahnya.

“Hadirin, yang dirahmati Allah! Bahwasanya Ayat-ayat Allah ada dua. Pertama, ayat yang tersurat, yang tak lain adalah Al-Quran. Kedua, ayat yang tersirat, yakni alam semesta ini, bumi, langit dan seisinya, termasuk bi-natang!” Jelasnya. Beliau lanjut bicara.

“Secara tidak sadar manusia telah menjadi binatang. mereka tidak sa-dar, sifat kebinatangan tengah melekat pada diri mereka, kenapa? Tanya beli-au, lalu menjawab sendiri pertanyaan-nya.

“Karena, manusia tidak mau men-genal binatang! Mereka tidak mau mengkaji binatang! Sehingga banyak dari mereka yang gelap mata, buta, dan tak tau apa-apa saja sifat binatang! karena kebodohannya itu, tanpa sa-dar mereka mengadopsi sifat-sifat ke-binatangan itu sehari-hari, betul apa betul, Ibu-Ibu?!” bernada orasi, meng-gebu-gebu, Ustadz Azwin bertanya kepada jama’ahnya. Namun tak ter-dengar satu pun suara yang menjawab, jama’ah hening. Barangkali, semua yang hadir tersihir oleh retorika dan kajian Public Speaking Ustadz Azwin yang mumpuni.

“Binatang itu tidak shalat! Yang suka menindas yang lemah? macan namanya! Para pemalas yang tidur di-waktu kerja di kantor? persis koala di dahan pohon! Yang suka menjilat para atasan? itu kucing garong! Yang rakus dan perebut hak yang lain? Monyet! Para binatang saling membunuh demi menjadi yang terkuat di hutan rimba!

Mereka tidak peduli bahwa status mer-eka pada hakikatnya sama, binatang!” Tambahnya tegas.

Sebenarnya ceramah Ustadz Azwin panjang dan lebar. Tetapi aku ketidur-an. Sampai di situ saja yang aku den-gar dari rumah. Dan, Aku baru kem-bali terbangun setelah memasuki sesi tanya jawab.

“Maaf, Ustadz! saya mau tanya!” terdengar kembali suara dari corong speaker masjid, kali ini perempuan. Aku kenal betul suara itu, Ia istriku. Hendak bertanya apa gerangan istriku itu.

“Boleh, silahkan! Silahkan! Ibu Rahmiwati, silahkan!” jawab Ustadz Azwin bijak.

“Binatang kecil yang banyak itu tempatnya di mana ya, Ustadz” tanya istriku.

“Tentu saja di bumi, Bu! Bumi adalah tempat aneka binatang hidup” Jawab beliau, Jelas, singkat dan padat.

“Salah, ustadz!” Sanggah isteriku.“Lho?” Kuyakin Ustadz Azwin

terheran-heran. Aku yang mendengar dari rumah, pun tak habis pikir. Tak lama istriku kembali bicara.

“Yang benar, Binatang kecil itu adanya di langit yang biru, tadz! Kan ada lagunya: “Binatang kecil dilangit yang biru, amat banyak menghias an-gkasa, Aku ingin terbang dan menari, jauh tinggi di tempat kau berada....syalala la la la la.”

Ustadz Azwin: “Allahu Akbar..” sedih.

Istriku: “Takbir, tadz!” senang.“Oaalaah...! Sekarepmu, Bu!” Gu-

mam Ustadz Azwin dalam hati.

Ciputat, 28/04/2016 15.55 WIB

* Uus Mustar, Pegiat Madrasah Qohwah; Ciputat Cultural Studies, Ma-hasiswa Bahasa dan Sastra Arab.

PuisiSepertiga Habis di Dua Mei

Oleh: Muhammad Faris Azkiya

Rima suka cita, sahutan gembira atas dasar merayakan.Tak memberi apa-apa melainkan upaca-ra tarian mengingatkan Izrail mendekat.Kata syukur dan doa semakin mengami-ni usia,yang memenggal waktu,mengamputasi kesempatan, menyisakan sisa jatah helaan nafas.Pencapaian di benak semakin merongrong saja.Tak digubris malah menguap, geraknya senyap menggurat dipermukaan hati.Ku coba pandangi sore hari di jeda hujan dan reda.Tetes air sisa yang turun dari atap kayu jatuh bersambung menggenangi lubang jalanan.Mengingatkan doa orangtua, cita cita dan harapan panjang.Sepertiga perjalanan ku habiskan tuk mungkin setengah lagi janjikan keajai-ban.Lantas, tak perlu diperdebatkan, ulang tahun memang guyonan sarat pesan.Entah siapa yang memulai, aku tak pa-ham.

*Mahasiswa UIN Jakarta Fakultas Dirasat Islamiyah semester 4

Komersil

Cinta makin dikomersialisasikanharga rindu dinaikankasih sayang inflasi tinggitapi biarlah aku mencari yang tercecer

aku hanya penikmat receh dan sisatau apa tentang rasamerah sendu rona bibir hanya sebatas impianhalus residu bedak tak pernah terkecup

biarlah aku jadi kaum bawahyang hanya tau wanginya ikan busukbukan aroma perawan desadeflasi manipulasi rasa manjadi kump-alan keputusasaanakan hakikat cinta

cinta semakin mahalyang murah hanya rayu bualdari ocehan ammoralmari sama-sama kita dekonstruksi arti cinta, rindu, sayang menjadi khayal

*Penggiat Komunitas Sastra Pinggiran di FIDIKOM

Gemetar dinding ini menantimu. Tempatmu setiap pagi menunggu bus tidak tepat waktu.

Setiap kali kita hendak pergi, aku menantimu di halte sekaligus jurang tempat nyawaku habis.

Kau selalu datang membawa keterlam-batan, bahkan tak datang sama sekali.

Hari telah mengutuk kita menjadi pria dan perempuan benci menyapa.

Semacam keengganan bertemu atau ti-dak ada restu dari semesta.

* FAH/BSA

Oleh: Ahmad Fauzi Oleh: Alif Waisal

Restu Semesta

Pasang Iklan

Sejak didirikan 30 tahun silam, LPM Institut selalu konsisten mengembangkan

perwajahan pada produk-produknya, semisal Tabloid Institut, Majalah

Institut, dan beberapa tahun ini secara continue mempercan-tik portal www.lpminstitut.com.

Space iklan menjadi salah satu yang terus dikembangkan LPM Institut.

Oleh sebab itu, yuk beriklan di ketiga produk kami! Kenapa? Ini alasannya:

Tabloid InstitutTerbit 4000 eksemplar setiap bulan

Pendistribusian Tabloid Institut ke seluruh universitas besar se-Indonesia dan instansi

pemerintahan (Kemenpora, Kemenag dan Kemendikbud)Institut Online

Memiliki portal online dengan sajian berita seputar kampus dan nasional terbaru dengan kunjungan 800-1000 per hari

Majalah InstitutSajian berita bercorak investigatif dan terbit per semester.

CP: Jeannita KiranaNo HP: 0857 1528 9106

Page 15: TABLOID INSTITUT 43

Seni Budaya Tabloid INSTITUT Edisi XLIII / MEI 2016 15|

Jannah ArijahEnam buah kebaya yang terbuat dari besi,serat gelas, baja, dan kawat dipamerkan dalam pameran patung kontemporer yang bertema “Kait Kelin-dan” di Salihara, Sabtu (6/5). Kebaya tersebut merupakan patung kontemporer karya Octora.

Dua buah miniatur bangku ber-warna hijau-hitam, diletakkan dekat pintu masuk galeri lantai dua Sali-hara. Satu bangku dibuat tanpa alas duduk, sedangkan bangku lainnya dibuat tanpa sandaran.

Ketika masuk lebih dalam, terlihat miniatur tangga, skop pasir, bahkan kamar mandi. Namun ketika sekali lagi dilihat, ada yang berbeda dari semua miniatur tersebut. Jika sebuah tangga biasanya dibuat dengan tiang lurus, di sana dibuat dengan tiang melengkung dan bengkok. Skop pasir yang lazim dengan gagang silinder, di sana dibuat dengan gagang persegi. Begitu pun dengan kamar mandi yang didesain seperti ruang tamu dengan jam dinding dan tangga di dalamya.

Barang-barang abstrak terse-

but merupakan patung kontempo-rer karya Faisal Habibi. Melalui karyanya, Faisal ingin membawa pe-ngunjung pada suatu imaji objek yang baru. Ia sengaja membuat barang-ba-rang yang terlihat umum dan wajar menjadi objek yang terlihat abstrak dan kaya penafsiran.

Selain itu, Faisal mengajak pe-ngunjung untuk tidak tunduk pada penafsiran umum suatu objek. Ia ingin mengarahkan pengunjung un-tuk menjelajah lebih jauh tentang esensi benda-benda di lingkungan sekitar.

Sekitar dua langkah dari pa-tung-patung karya Faisal, terlihat je-jeran kebaya dan kemeja wanita yang terbuat dari serat gelas, kawat, besi, dan baja. Kebaya dan kemeja wanita

yang tergantung pada tali baja itu ter-lihat kokoh dan kuat.

Jejeran kemeja wanita itu berwar-na hitam, sedangkan jejeran kebaya memiliki warna merah, jingga, abu-abu, dan putih-hitam. Motif-motif ke-baya itu bervariasi, ada yang bermotif bunga, kotak-kotak hingga gambar karikatur wanita.

Kemeja wanita dan kebaya karya Octora ini menyampaikan berbagai pesan tentang wanita, kekerasan, dan penindasan. Kebaya dan kemeja wanita yang terbuat dari benda-ben-da keras menggambarkan ketegu-han wanita di setiap penindasan dan kekerasan. Dari karyanya, Octora terlihat memberi kritik keadilan un-tuk kaum-kaum feminis yang kerap mendapat diskriminasi dan dianggap sebagai kaum lemah.

Tak jauh dari patung kontemporer karya Octora, terdapat patung-pa-tung Budha berwarna kuning emas

yang terbuat dari plastik. Patung yang berjumlah tiga buah itu terdiri dari dua buah patung berukuran sekitar gumpalan tangan orang dewasa dan satu buah sekitar besar seorang anak balita .

Di depan tempat patung plastik itu, terdapat mesin cetak sederhana yang terbuat dari serat gelas, plastik, kayu, dan logam. Di dekat mesin cetak, ter-dapat alat-alat untuk menggambar pa-tung, seperti pensil, penggaris, peng-hapus, dan sebuah kertas.

Patung Budha dan mesin cetak se-derhana tersebut merupakan patung kontemporer karya Budi Adi Nu-groho. Melalui karyanya, Budi men-yampaikan sindiran kepada produk seni karya industri yang hanya men-gandalkan kecanggihan teknologi tanpa menggunakan keahlian khusus.

Budi menegaskan, pada zaman yang serba digital ini, semua orang dapat menjadi seniman patung.

Menurutnya, jika dahulu karya seni patung hanya dapat dibuat melalui pahat baja, kini patung dapat dibuat menggunakan komputer dan perce-takan.

Karya-karya pematung kontempo-rer tersebut ditunjukkan pada pamer-an patung kontemporer yang bertema “Kait Kelindan” di Galeri Salihara. Tema kait kelindan dipilih karena kaitan antara karya seni dan pesan sosial yang disampaikan seperti kait kelindan.

Ketiga pematung tersebut merupa-kan pemenang dari kompetisi Karya Trimatra Nasional Salihara 2013. Pa-meran ini adalah cara untuk melihat kematangan teknik, gagasan, dan keterampilan para seniman setelah tiga bulan melakukan pelatihan di Jerman. “Pelatihan tersebut pun merupakan penghargaan dari kom-petisi Trimatra,” ujar Asisten Galeri, Nasya Anestia, Sabtu, (6/5).

Sambungan dari Ketika Tarif Parkir Naik ...

Surat PembacaSaya mahasiswa Sosiologi, FISIP, mengeluhkan koleksi buku yang berada di Perpustakaan

FISIP UIN Jakarta. Banyak bukunya dan bagus-bagus tapi kok tidak bisa dipinjam.081316180xxx

Saya mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam, Fidikom, semoga aspirasi saya didengar oleh para pemangku jabatan bahwa tempat wudhu atau masjid UIN Jakarta agar lebih diper-hatikan lagi kebersihannya. Fasilitas tersebut banyak digunakan oleh mahasiswa bahkan tamu dari luar dan kondisinya sangat memalukan.

083897530XXX

Saya mahasiswa Ekonomi Syariah, FEB, mengeluhkan kondisi Pusat Perpustakaan yang sangat tidak nyaman untuk membaca bahkan mengerjakan tugas kuliah. Komputernya ma-sih jadul, koneksi wifi yang ilang-ilangan, AC ruangan tidak dingin juga.

085680768xxx

yang belum selesai. “Terakhir kali bertemu petinggi GB Parking mere-ka bilang seperti itu. Saat ini masih tahap pembangunan,“ jelasnya, Ka-mis (12/5).

Direktur Bisnis GB Parking Nindya Nezara menanggapi kelu-han terkait kesemrawutan di lahan parkir. Menurutnya, jumlah motor yang masuk tak sesuai dengan la- han parkir yang tersedia. Dalam data GB Parking kawasan lah-an UIN Jakarta hanya mampu menampung 3000 motor. Sedang-kan setiap hari motor yang masuk sekitar 6000 motor.

Berdasarkan perhitungan Hen-

dro, jumlah motor masuk kampus satu sepanjang April dan Mei seki-tar 6000 per hari. Sedangkan data mobil masuk selama April lalu seki-tar 500 mobil per hari. Data itu be-lum termasuk kampus dua dan tiga karena masih dalam proses pemba-ngunan.

Ia menambahkan, terkait fasili-tas kamera pengawas yang belum terealisasi disebabkan karena rua- ngan khusus server belum disediakan oleh pihak UIN. Selain itu, pemba-ngunan lahan parkir di kampus dua dan tiga hingga kini belum selesai. “Nanti menunggu pembangunan selesai,” ujarnya, Senin (9/5).

Sengketa InternalGB Parking resmi menjadi pe-

ngelola parkir baru UIN Jakarta berdasarkan surat edaran rektor 1 Maret 2016. Sejak itu pula GB Park-ing mulai menerapkan sistemnya yang masuk pada masa uji coba–awal Maret hingga akhir– kemu-dian, pada 1 April barulah tarif Rp1000 untuk motor dan Rp2 ribu untuk mobil diterapkan.

Sebelum GB Parking, sistem pengelolaan parkir di UIN Jakarta dikelola oleh UIN Parking. Men-jelang akhir 2015 silam, terjadi pe-rubahan pengelola karena ditemu-

kannya dana ilegal oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tiap harinya, UIN Parking memungut dana mahasiswa tanpa membayar-kan uang sewa lahan pada kampus. Ditambah, parkir bukan bagian dari tugas pokok dan fungsi tri-dharma perguruan tinggi: pendi-dikan, pengabdian, dan penelitian.

Sebagai pihak swasta yang ma-suk ke lahan milik negara (UIN), Nindya Nazara mengatakan, pi-haknya harus membayar sewa la-han sebesar Rp25 juta. Lebihnya, uang yang didapat dari parkir UIN Jakarta digunakan untuk mengga-ji pegawainya sebanyak 23 orang.

”Gaji mereka sesuai Upah Mini-mum Regional (UMR) Tangerang Selatan (Tangsel),” ungkapnya, Senin (9/5).

Namun, saat Institut menanyakan Supervisor GB Parking Yandi, ia membantah jumlah gaji yang sesuai dengan UMR Tangsel. “Gaji pega-wai parkir hanya Rp1,6 juta. Kalau UMR Tangsel kan di atas Rp3 juta,” ujar Yandi, Jumat (13/5).

Terkait pendapatan GB Parking per bulan, Nindya enggan men-jawab. “Kita enggak bisa beri tahu. Intinya cukup untuk menggaji karyawan, dan operasional,” ung-kapnya, Senin, (9/5).

Kritik Sosial Seni Patung

Selain sebagai bentuk keindahan, karya seni dapat dikaitkan dengan kehidupan sosial. Melalui seni patung, para pematung kontemporer ini menyisipkan pesan-pesan kehidupan.

Foto

: Jan

nah/

Ins

Page 16: TABLOID INSTITUT 43

Keluarga Besar LPM Institut mengucapkan:

SELAMATMENEMPUHHIDUP BARU

Lilis&

Dholay