TABLOID INSTITUT EDISI 39

16
Edisi XXXIX/ Oktober 2015 Laporan utama wawancara Dosen UIN Bergelar S1 SOP Plagiarisme Jadi PR Komisi Ek Hal. 2 Hal. 11 Laporan khusus Hal. 4 Terbit 16 Halaman LPM INSTITUT - UIN JAKARTA @lpminstitut www.lpminstitut.com Pembuatan SOP Plagiarisme Tak Kunjung Rampung Salah satu dosen Jurusan PBSI dituding telah melakukan tindak plagiarisme. Belum ada aturan, penyelesaian kasus tak temui titik terang. Arini Nurfadilah “Ini fitnah! Saya mengajar Pragmatik sudah lama. Kalau- pun ada yang sama, ya mana saya tahu.” Kalimat itu terlontar dari mulut Hindun sesaat setelah Institut, Jumat (23/10) menanyakan perihal tindak plagia- risme yang ditudingkan padanya. Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menampik tudingan kalau dirinya telah melakukan tindak plagiarisme dalam buku Pragmatik yang ditulisnya. “Jadi orang jangan sok tahu, apalagi kalau hanya hipotesis. Lagipula, satu-satunya orang yang berhak menuntut plagia- risme adalah pengarang atau penulis buku tersebut,” sambung nya. Dugaan tindak plagiarisme yang diduga dilakukan Hin- dun dalam buku Pragmatik karyanya memang tengah santer dibi- carakan di lingkungan dosen dan mahasiswa PBSI sejak bebe- rapa bulan terakhir. Semuanya bermula saat sebuah pesan elektronik diterima Ketua Jurusan (Kajur) PBSI, Makyun Subuki awal Juni lalu. Pesan elektronik itu berisi catatan bukti dugaan tindak plagia- risme dalam buku Pragmatik karya Hindun. Dalam catatan yang dijadikan bukti dugaan tindak plagia- risme itu di antaranya menyebutkan, tertera ketiadaan catatan kaki dan daftar pustaka di buku Pragmatik karya Hindun saat mengutip dari Jurnal Religia Vol.15 No.1 karya Muhammad Jaeni. Di halaman bukunya yang lain sesuai draf catatan itu, Hin-dun juga tidak mencantumkan sumber laman http:// tianfatmanuraini.blogspot.co.id/2011/06/pragmatik-dalam-kegia- tan-berbahasa.html. Padahal, pada pembahasan tentang prinsip pemakaian bahasa dengan pendekatan Pragmatik di halaman 33 buku Hindun, persis sama seperti dalam laman blog itu. Ia hanya mengganti pembagian poin berdasarkan huruf (a,b,c,d) menjadi penomoran (1,2,3,4). “Menurut saya itu dapat dikatakan plagiarisme. Tapi menurut LPM (Lembaga Penjaminan Mutu) takutnya ber- beda, walaupun menurut bukti sudah pasti dikatakan plagia- risme,” kata Makyun yang enggan menyebutkan identitas si pengirim pesan elektronik itu, Selasa (20/10). Ia kemudian membawa kasus itu ke LPM UIN Jakarta untuk ditindaklan- juti. Ditemui Institut, Ketua LPM UIN Jakarta, Sururin tak menampik dugaan kasus plagiarisme oleh dosen yang ia ter- ima. Namun, ketika ditanya nama dosen tertuduh, Sururin enggan bicara. “Iya, ada satu kasus (plagiarisme) yang kami terima 4 bulan lalu,” katanya, Rabu (21/10). Hingga kini atau terhitung hampir lima bulan berjalan, dugaan kasus plagiarisme oleh Hindun masih dalam proses penanganan dan belum ada kejelasan soal sanksi yang akan dijatuhkan. Pihak LPM dan Komisi Etik UIN Jakarta masih bekerjasama menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) dan pedoman yang rencananya baru rampung akhir tahun ini. Menyinggung kasus ini, Wakil Dekan (Wadek) I Bidang Akademik FITK, Muhammad Zuhdi mengaku tak tahu me- Email: [email protected] / [email protected] / Telepon Redaksi: 08978325188 / 085693706311 Berang Dituding Plagiat Bersambung ke hal. 15 kol. 2

description

 

Transcript of TABLOID INSTITUT EDISI 39

Page 1: TABLOID INSTITUT EDISI 39

Edisi XXXIX/ Oktober 2015

Laporan utama wawancaraDosen UIN Bergelar S1 SOP Plagiarisme Jadi

PR Komisi EtikHal. 2 Hal. 11

Laporan khusus

Hal. 4

Terbit 16 Halaman LPM INSTITUT - UIN [email protected]

Pembuatan SOP Plagiarisme Tak Kunjung Rampung

Salah satu dosen Jurusan PBSI dituding telah melakukan tindak plagiarisme. Belum ada aturan, penyelesaian kasus tak temui titik terang.

Arini Nurfadilah

“Ini fitnah! Saya mengajar Pragmatik sudah lama. Kalau-pun ada yang sama, ya mana saya tahu.”

Kalimat itu terlontar dari mulut Hindun sesaat setelah Institut, Jumat (23/10) menanyakan perihal tindak plagia-risme yang ditudingkan padanya. Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menampik tudingan kalau dirinya telah melakukan tindak plagiarisme dalam buku Pragmatik yang ditulisnya.

“Jadi orang jangan sok tahu, apalagi kalau hanya hipotesis. Lagipula, satu-satunya orang yang berhak menuntut plagia-risme adalah pengarang atau penulis buku tersebut,” sambung nya.

Dugaan tindak plagiarisme yang diduga dilakukan Hin-dun dalam buku Pragmatik karyanya memang tengah santer dibi- carakan di lingkungan dosen dan mahasiswa PBSI sejak bebe- rapa bulan terakhir.

Semuanya bermula saat sebuah pesan elektronik diterima

Ketua Jurusan (Kajur) PBSI, Makyun Subuki awal Juni lalu. Pesan elektronik itu berisi catatan bukti dugaan tindak plagia-risme dalam buku Pragmatik karya Hindun.

Dalam catatan yang dijadikan bukti dugaan tindak plagia-risme itu di antaranya menyebutkan, tertera ketiadaan catatan kaki dan daftar pustaka di buku Pragmatik karya Hindun saat mengutip dari Jurnal Religia Vol.15 No.1 karya Muhammad Jaeni.

Di halaman bukunya yang lain sesuai draf catatan itu, Hin-dun juga tidak mencantumkan sumber laman http://tianfatmanuraini.blogspot.co.id/2011/06/pragmatik-dalam-kegia-tan-berbahasa.html. Padahal, pada pembahasan tentang prinsip pemakaian bahasa dengan pendekatan Pragmatik di halaman 33 buku Hindun, persis sama seperti dalam laman blog itu. Ia hanya mengganti pembagian poin berdasarkan huruf (a,b,c,d) menjadi penomoran (1,2,3,4).

“Menurut saya itu dapat dikatakan plagiarisme. Tapi menurut LPM (Lembaga Penjaminan Mutu) takutnya ber-beda, walaupun menurut bukti sudah pasti dikatakan plagia-

risme,” kata Makyun yang enggan menyebutkan identitas si pengirim pesan elektronik itu, Selasa (20/10). Ia kemudian membawa kasus itu ke LPM UIN Jakarta untuk ditindaklan-juti.

Ditemui Institut, Ketua LPM UIN Jakarta, Sururin tak menampik dugaan kasus plagiarisme oleh dosen yang ia ter-ima. Namun, ketika ditanya nama dosen tertuduh, Sururin enggan bicara. “Iya, ada satu kasus (plagiarisme) yang kami terima 4 bulan lalu,” katanya, Rabu (21/10).

Hingga kini atau terhitung hampir lima bulan berjalan, dugaan kasus plagiarisme oleh Hindun masih dalam proses penanganan dan belum ada kejelasan soal sanksi yang akan dijatuhkan. Pihak LPM dan Komisi Etik UIN Jakarta masih bekerjasama menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) dan pedoman yang rencananya baru rampung akhir tahun ini.

Menyinggung kasus ini, Wakil Dekan (Wadek) I Bidang Akademik FITK, Muhammad Zuhdi mengaku tak tahu me-

Email: [email protected] / [email protected] / Telepon Redaksi: 08978325188 / 085693706311

Berang Dituding Plagiat

Bersambung ke hal. 15 kol. 2

Page 2: TABLOID INSTITUT EDISI 39

Pemimpin Umum: Adi Nugroho | Sekretaris & Bendahara Umum: Nur Hamidah | Pemimpin Redaksi: Thohirin | Redaktur Online & Web Master: Syah Rizal | Pemimpin Litbang: Erika Hidayanti | Pemimpin Perusahaan: Maulia Nurul HakimAnggota: Arini Nurfadilah, Ika Puspitasari, Jeannita Kirana, M. Rizky Rakhmansyah, Triana Sugesti, Yasir Arafat

Koordinator Liputan: Triana Sugesti | Reporter: Arini Nurfadilah, Ika Puspitasari, Jeannita Kirana, M. Rizky Rakhmansyah, Triana Sugesti, Yasir Arafat Editor: Adi Nugroho, Erika Hidayanti, Maulia Nurul Hakim, Nur Hamidah, Syah Rizal, Thohirin | Fotografer: INSTITUTERS

Desain Visual & Tata Letak: Syah Rizal, Ika Puspitasari, Yasir Arafat | Ilustrator: Syah Rizal, Jeannita Kirana, Yasir Arafat | Karikaturis: Ika Puspitasari | Editor Bahasa: Nur Hamidah, Arini Nurfadilah, M. Rizky Rakhmansyah

Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No.95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412Telepon: 08978325188 | Email: [email protected] / [email protected] | Website: www.lpminstitut.com

~~~Setiap reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter INSTITUT yang sedang bertugas~~~

Salam Redaksi

LAPORAN UTAMALAPORAN UTAMA Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 2

Pembuatan SOP Plagiarisme Tak Kunjung Rampung

Hingga kini, Komisi Etik Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakar-ta masih merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) plagiarisme yang recananya bakal rampung akhir 2015 ini. Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Jakarta, Suru-rin menjelaskan sebelum SOP diterapkan, ha-rus ada Surat Keputusan (SK) Rektor terlebih dulu. “SOP bisa dianggap sebagai pedoman penanganan plagiarisme jika sudah ada SK Rektor,” jelasnya, Rabu (21/10).

Sururin menjelaskan, Tak adanya SOP mampu memicu persoalan dalam mengukur tingkat plagiarisme. “Kita kan enggak tahu be-rapa besar persentase suatu karya ilmiah bisa dikatakan sebagai plagiarisme. Makanya sank-si pun belum bisa ditentukan,” ungkapnya.

Sejauh ini, untuk menangani plagiarisme di lingkungan kampus, UIN Jakarta hanya menga-cu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasi-onal (Permendiknas) Republik Indonesia (RI) Nomor 17 Tahun 2010 tentang pencegahan dan penanggulangan plagiarisme di perguruan tinggi.

Dalam pasal 1 ayat 1 Permendiknas RI No-mor 17 Tahun 2010 menjelaskan plagiat ada-lah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memper-oleh kre-dit atau nilai untuk suatu karya ilmiah dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.

Lalu pasal 2 ayat 1 poin a menyatakan pla-giat meliputi tetapi tidak terbatas pada menga-cu dan/atau mengutip istilah kata-kata dan/atau kalimat, data dan/atau informasi dari suatu sumber tanpa menyebutkan sumber da-lam catatan kutipan dan/atau tanpa menyatakan

Pembuatan SOP plagiarisme berlarut-larut. Keseriusan UIN Jakarta tangani plagiarisme dipertanyakan.

sumber secara memadai.Empat bulan yang lalu, LPM menerima satu lapo-

ran tindak plagiarisme oleh dosen UIN Jakarta. Tapi kasus plagiarisme tersebut belum dapat disahkan se-bagai tindakan plagiarisme. “SOP-nya masih dalam proses. Kami ingin membuat payung hukum untuk menyelaraskan semua aturan penanganan plagia-risme di UIN Jakarta,” papar Sururin.

Menyoal proses pembuatan SOP, Sekretaris Komisi Etik Senat UIN Jakarta, Amany Lubis menu-turkan, tahun ini ada empat hal yang sedang diran-cang Komisi Etik Senat UIN Jakarta yakni kode etik mahasiswa, dosen, karyawan, dan kelembagaan UIN Jakarta. Sebenarnya, jelas Amani, kode etik sivitas akademika sudah ada, namun perlu disesuaikan lagi karena belum ada aturan rinci mengenai plagiarisme.

Meski belum punya aturan tersendiri terkait pla-giarisme, Amani memaparkan UIN Jakarta sebetul-nya mengikuti peraturan Permendiknas nomor 17 tahun 2010. “Kalau ada kasus plagiat, fakultas serta rektorat dan jajarannya harus bisa bertindak dengan menjatuhkan sanksi meski tak ada aturan dari kam-pus,” katanya, Jumat (18/9).

Menurut Wakil Rektor I Bidang Akademik, Fadhilah Suralaga, sanksi sosial dan sanksi moral akan diberikan untuk tindak plagiarisme yang bukan berkaitan dengan perolehan gelar. Sanksi tersebut mis-alnya pelaku plagiarisme tidak akan mendapat keper-cayaan lagi dari sivitas akademika lainnya. “Kemu-dian kalau menyangkut gelar, sanksi bisa berupa penundaan kenaikan pangkat atau pemberhentian,” jelas Fadhilah.

Sedangkan menurut Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada, Komisi Etik Senat UIN Jakarta tak punya wewenang mengajukan sanksi kepada pihak rektorat untuk pelaku plagiarisme. Maka, lanjut Dede, sece-patnya UIN Jakarta akan membentuk Mahkamah Etik yang berwenang memberi rekomendasi sanksi.

“Rektorat menerima rekomendasi sanksi dari

Mahkamah Etik. Walaupun begitu, rektor hanya bisa memberi sanksi teguran lisan dan peringatan tertulis saja. Selebihnya diserahkan kepada Kemenag,” papar Dede.

Cara Jitu Cegah PlagiarismeKasus plagiarisme memang kerap terjadi di beber-

apa perguruan tinggi di Indonesia. Pada 2013 silam, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat 808 kasus plagiarisme dalam proses sertifikasi dosen. Memasuki akhir 2014 lalu, Rektor UIN Maliki Malang, dalam 80 persen isi bukunya dituding telah menjiplak dari sembilan makalah mahasiswa pasca sarjana UIN Malang.

Banyaknya kasus plagiarisme membuat Universi-tas Indonesia (UI) punya cara sendiri dalam mencegah tindak plagiarisme. UI mempunyai perangkat lunak yang dipakai untuk mendeteksi karya ilmiah seluruh sivitas akademika kampus. Pun, mengenai peraturan, UI sudah memiliki Surat Keputusan Rektor Univer-sitas Indonesia Nomor 208/SK/R/UI/2009 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Plagiarisme.

Menanggapi hal itu, Dede mengatakan, UIN Jakarta sesegera mungkin akan membeli perang-kat lunak anti-plagiarisme. “Sebenarnya, untuk mendeteksi plagiarisme bisa dengan cara manual yaitu memeriksa karya ilmiah yang dimaksud. Tapi kami usahakan pada 2015 ini atau awal 2016 UIN Jakarta sudah memiliki perangkat lunak pendeteksi plagiarisme,” katanya, Jumat (23/10).

Selain membeli perangkat lunak anti-pla-giarisme, upaya pencegahan yang paling efektif menurut Dede adalah pemberian sanksi kepada pelaku plagiarisme. Menurutnya, efek jera akan timbul setelah pelaku menerima hukuman. “Pla-giarisme itu kejahatan akademik karena mengam-bil karya orang tanpa menyebutkan sumber. Dia (pelaku) mau kelihatan pintar tapi sebenarnya en-ggak,” tutupnya.

Jeannita Kirana

Salah satu mahasiswa sedang melihat buku-buku yang dipajang di Lobby Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Buku-buku tersebut merupakan karya ilmiah para dosen dan guru besar UIN Jakarta, Sabtu (24/10).

Foto

: Jea

nni/I

NS

Salam sejahtera pembaca sekalian!Kali ini kami bisa kembali hadir ke hadapan

pembaca sekalian. Kemarau panjang di tahun ini tak menjadikan kami pun kering karya. Al-hamdulillah Tabloid Edisi ke-39 ini bisa hadir ke hadapan pembaca sekalian. Pun kami berharap bisa menjadi pengisi kegiatan pembaca sekalian di kemarau panjang ini.

Sebulan terakhir ini kami terus disibukkan de-ngan berbagai kegiatan redaksi mulai dari cetak hingga online. Tak hanya itu, kegiatan di-skusi antar pengurus, anggota, maupun calon anggota pun terus berjalan setiap minggunya. Ini pun kami lakukan agar bisa terus menyajik-an produk yang terbaik bagi pembaca sekalian.

Tabloid edisi kali ini memiliki tema besar tentang plagiarisme yang masih belum jelas sanksi dan peraturannya di UIN Jakarta. Pa-dahal, berbagai kasus plagiarisme hingga kini berulang kali terjadi. Seperti yang dibahas pada headline yang menyajikan kasus dugaan terbaru plagiarisme di kalangan dosen.

Lalu, laporan utama kami yang pertama membahas aturan plagiarisme yang belum jelas di UIN Jakarta. Sampai saat ini pembua-tan Standar Operasional Prosedur (SOP) pla-giarisme belum juga rampung dikerjakan oleh Komisi Etik Senat UIN Jakarta. Padahal meli-hat keadaan yang ada kampus ini butuh segera SOP tersebut.

Sedangkan rubrik laporan utama kami se-lanjutnya menghadirkan berita terhangat terkait persiapan Pemilian Umum Raya (Pemira). Be-berapa waktu yang lalu terjadi keributan antar Senat Mahasiswa (SEMA) Fakultas dan SEMA Universitas. Hal ini disebabkan oleh tak dili-batkannya SEMA F dalam sidang pleno pem-bahasan Petunjuk Teknis (Juknis) untuk komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu).

Berbeda lagi dengan rubrik laporan khusus kami mengenai asingnya mahasiswa terhadap repository UIN Jakarta. Selama ini, tempat kumpulan karya ilmiah UIN Jakarta ini masih tak begitu terkenal di kalangan mahasiswa. Pa-dahal adanya repository akan membantu maha-siswa dalam menambah referensi berbagai tugas hingga skripsi.

Laporan khusus lainnya yang kami sajikan adalah berita mengenai masih adanya dosen UIN Jakarta yang bergelar S1. Padahal, dalam Undang-undang dosen harus berkualifikasi aka-demik minimal magister.

Tak hanya itu, edisi kami kali ini pun akan menghadirkan profil mengenai komunitas Ham-mocker. Komunitas ini menjadi warna baru bagi para pecinta kegiatan alam atau outdoor. Selain itu, ada juga ulasan buku Samin yang menceri-takan masyarakat Samin yang masih tetap mem-pertahankan kehidupan budaya aslinya.

Dalam proses pembuatan tabloid edisi ke 39 ini pun kami berjuang menyajikan yang terbaik untuk pembaca sekalian. Meski, dalam perjala-nannya kami menemui beberapa kesulitan se- perti narasumber yang sulit dimintai ketera- ngan dan sulit ditemui. Namun, semua proses itu selalu kami nikmati dan kami jadikan pelaja-ran agar lebih baik lagi ke depannya.

Suasana sekretariat kami yang penuh rasa mulai dari suka hingga duka pun menjadi hiasan tersendiri dalam proses pembuatan edisi kali ini. Keakraban dan kedekatan kami juga adalah salah satu motivasi dalam menyajikan karya ter-baik. Namun, utamanya pembaca sekalian yang sudah percaya dan selalu menunggu kami hadir adalah semangat terbesar yang kami miliki.

Akhirnya, kami selalu berharap Tabloid In-stitut menjadi kerinduan yang candu dan ber-manfaat bagi pembaca sekalian. Baca, tulis, lawan!

Page 3: TABLOID INSTITUT EDISI 39

Infografis: Jeanni Sumber data: Kepegawaian UIN Jakarta

LAPORAN UTAMALAPORAN UTAMA Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 3

Tak kunjung ada sosialisasi juknis Pemira 2015. Mahasiswa ramai-ra-mai mendatangi sekretariat Sema-U.

Sosialisasi Lamban Picu KeributanTriana Sugesti

Tiga presidum sidang sedang memimpin Musyawarah Perwakilan Mahasiswa Universitas (MPMU) di Aula Madya, Kamis (14/5). MPMU ini dihadiri oleh SEMA-U, SEMA-F, DEMA-U, DEMA-F, dan UKM UIN Syarif Jakarta.

INFO GRAFIS

2120

Foto

: Riza

l/Ins

Rabu (21/10) malam lalu, Sekre- tariat Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U) mendadak ramai kedata- ngan sejumlah mahasiswa yang me- ngatasnamakan Aliansi Mahasiswa Keadilan. Mereka yang terdiri dari beberapa perwakilan Senat Maha-siswa Fakultas (Sema-F) itu menun-tut kejelasan soal sosisalisasi hasil ra-pat pleno membahas petunjuk teknis (juknis) Pemilihan Umum Raya (Pemira) 2015 yang dijanjikan Rabu seminggu sebelumnya.

Anggota Sema-U yang kebetulan

malam itu tengah menggelar rapat pleno lanjutan pun terpaksa harus berhenti lantaran kedatangan sejum-lah mahasiswa Sema-F membuat gaduh. Usut punya usut, puluhan mahasiswa Sema-F yang mendatangi sekretariat Sema-U malam itu rupa-nya juga menuntut adanya rapat ple-no lanjutan tersebut. Rapat lanjutan yang digelar Sema-U malam itu oleh beberapa mahasiswa Sema-F dinilai mengingkari hasil rapat yang di-gelar seminggu sebelumnya, Kamis (15/10).

Dalam rapat yang digelar ber-sama Wakil Rektor III Bidang Ke-mahasiswaan, Yusran Razak serta beberapa perwakilan dari jajaran kemahasiswaan lainnya itu telah menyepakati juknis Pemira 2015 serta sosialisasi yang diberi batas hingga satu minggu setelahnya. Alih-alih melakukan sosialisasi, Sema-U malah mengadakan rapat internal.

Ketua Sema Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Ade Pra-setio merasa janggal saat diadakan rapat internal oleh Sema-U. Apalagi yang dibahas mengenai juknis untuk Pemira 2015. “Masalah juknis dirasa sudah selesai karena sudah disepaka-ti oleh Warek III pada rapat minggu lalu dan tinggal disosialisasikan,” ujarnya. Namun, hingga hari Rabu sejak digelarnya rapat, belum juga ada informasi lanjutan.

Lalu tepat saat Sema-U mengada-kan sidang pleno Rabu malam, Ade bersama sejumlah mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya sebagai Aliansi Mahasiswa Keadilan men-datangi sekretariat Sema-U, guna mengklarifikasi pelaksanaan sidang pleno dan kejanggalan hasil rapat malam itu. Terhitung hingga 200 ma-hasiswa datang dari anggota Sema-F dan mahasiswa lainnya.

Anggota Komisi Kelembagaan Sema-U Gita Syardiana mengamini adanya keganjilan dari hasil sidang pleno yang dirasanya mendadak, yakni perubahan hasil juknis terkait posisi antara Sema-F dan Dema-F. Padahal, hasil rapat sebelumnya menyatakan bahwa tugas yang dimi-

liki oleh Sema-F dan Dema-F adalah sejajar.

Saat itu, opsi ketua Sema-U yang menyatakan bahwa Sema-F tidak diikutsertakan dalam Pemira men-datang, juga menjadi perdebatan di dalam ruang sidang. “Kalau memang tidak setuju Sema-F diikutsertakan, kenapa tidak mengajukan protes saat sidang minggu lalu,” serunya, Sabtu (24/10).

Sementara itu, massa yang me-madati halaman sekretariat menung-gu penjelasan dari ketua Sema-U. Malam yang semakin larut tak mem-buat massa membubarkan diri. Me- reka masih menunggu rapat internal yang diadakan secara mendadak un-tuk mengklarifikasikan hasil sidang pleno Sema-U.

Ketua Sema Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) Faiq Alhaq men-gatakan Aliansi Mahasiswa Keadilan ini hanya menginginkan transparan-si juknis yang sudah dirapatkan oleh Warek III sebelumnya.“Kalau ketua Sema-U ingin mengubah ya konfir-masi ulang dulu, biar jelas masalah- nya,” tuturnya, Sabtu (24/10).

Akhirnya, setelah menunggu hingga hampir tiga jam, Sema-U mengadakan rapat internal dengan beberapa ketua Sema-F dan per-wakilan Sema-U yang diberi we-wenang. Karena tidak semua ketua Sema-F berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) saat itu, ketua Se-ma-F yang ikut terlibat hanya terdiri dari FISIP, FSH, FAH, dan FEB.

Beberapa hasil sidang pleno juga dipaparkan oleh ketua Sema-U da-lam rapat internal. Ketua Sema

Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Khairul Atma mengatakan, ada be-berapa pihak yang tidak menyetujui kewenangan Sema-F ikut serta da-lam juknis Pemira. “Padahal, ber-dasarkan hasil rapat bersama Warek III sudah sangat jelas kalau Sema-F ikut,” katanya, Rabu (24/10).

Di sisi lain, ketua Sema-U Eko Siswandanu mengaku pihaknya memang lambat dalam sosialisasi juknis Pemira 2015. Hal itu karena rapat yang diadakan Warek III han-ya membahas draf juknis bukan tu-gas atau wewenang Sema-F dan De-ma-F secara rinci. “Kita (Sema-U) menyempurnakan hasil rapat warek dalam sidang pleno ini,” tegasnya, Sabtu (24/10).

Sidang pleno Sema-U, yang membahas Pemira 2015, lanjut Eko, bukan semata ingin mengubah hasil yang dirapatkan Warek III. Namun, Eko bermaksud memperjelas juknis Sema-F dan Dema-F dalam penye-leksian KPU dan Banwaslu. Maka dari itu, perlu diadakan rapat inter-nal Sema-U. “Memang Dema-F dan Sema-F itu sejajar tapi, keduanya memiliki tugas yang berbeda sep-erti halnya legislatif dan eksekutif,” ujarnya.

Menanggapi kericuhan di depan sekretariat Sema-U, Warek III Bidang kemahasiswaan Yusron Rozak men-gatakan ini hanya masalah sosial-isasi yang belum menyeluruh. “Kita sudah membahas di rapat sebelumn-ya. Intinya Sema-F dan Dema-F ikut terlibat dalam Pemira,” tutupnya, Ju-mat (23/10).

Page 4: TABLOID INSTITUT EDISI 39

LAPORAN UTAMALAPORAN KHUSUS Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 4

Beberapa mahasiswa sedang membaca serta mencari referensi karya tulis ilmiah di lantai 2 PU UIN Jakarta, (24/10). Mahasiswa banyak mencari referensi untuk memenuhi materi dalam membuat skripsi.

Sudah hampir 32 tahun Banadjid menjadi dosen Universitas Islam Ne-geri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakar-ta. Akan tetapi, dalam Buku Pedoman Akademik tahun ajaran 2014/2015 Banadjid masih menyandang gelar sarjana Strata Satu (S1). Padahal, saat ini ia sudah bergelar Magister Mana-jemen di Universitas Islam Indonesia (UII).

Dosen Ekonomi program studi (prodi) Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) ini mencerita-kan, sebelum menjadi dosen, ia hanya seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di bagian keuangan pusat.

Minimnya pengajar berlatar be-lakang pendidikan umum menjadi alasan ia diterima menjadi dosen tetap di UIN Jakarta. Tekadnya un-tuk menjadi pendidik semakin jelas terlihat tatkala melanjutkan studi S1 di Institut Keguruan dan Ilmu Pendi-dikan (IKIP) Jakarta (sekarang Uni-versitas Negeri Jakarta) pada tahun 1983.

Sama halnya dengan Banadjid. dosen Prodi Pendidikan Agama Is-lam (PAI), FITK, Wahdi Sayuti juga tak tercatat dalam daftar dosen yang sudah bergelar magister di Buku Pe-doman Akademik. Sedangkan, 2014 lalu ia sudah menyandang gelar Ma-gister Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

Wahdi mengungkapkan, pasca me- nyandang gelar Magister Pendidikan

Data kepegawaian UIN Jakarta tahun 2015 menyatakan 18 dosen PNS UIN Jakarta masih bergelar S1. Padahal, berdasar UU dosen harus berkualifikasi akademik minimal magister.

M. Rizky Rakhmansyah

ia segera melakukan penelitian di Papua selama sembilan bulan. “Saya lamban dalam memproses pendaf-taran gelar ijazah,” ucapnya, Jumat (24/10). Pada Desember 2014 ia mu-lai memproses pendaftaran tersebut.

Sementara itu, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Kepegawaian UIN Jakar-ta, Suhendro Tri Anggono memper-tanyakan alasan dosen tak melapor-kan perkembangan gelar studinya. “Mohon kasih informasi yang jelas, siapa dosen tersebut?” tanyanya, Minggu (24/10).

Suhendro mengakui terdapat dosen bergelar PNS S1 di UIN Ja-karta. Ia menganggap diterapkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 48 Tahun 2005 Tentang Pengangka-tan Tenaga Honorer Menjadi Calon PNS menjadi keuntungan bagi dosen bergelar S1 di kampus. Alhasil, saat itu dosen dapat direkrut berdasarkan jalur reguler dan honorer.

Ketua Lembaga Penjamin Mutu (LPM), Sururin menyatakan, saat ini Academic Information System (AIS) UIN Jakarta sudah terintegrasi dengan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti). Melalui PD Dikti, kum-pulan data perguruan tinggi dapat dilihat oleh masyarakat. “Dosen yang masih S1 akan tertolak dalam sistem tersebut,” ujarnya, Sabtu (24/10).

Namun, ia mengakui peraturan dosen wajib magister masih belum terealisasikan di UIN Jakarta. Setiap perguruan tinggi masih diberi kesem-

patan untuk mengusahakan dosen untuk menyandang gelar magister se-cepatnya.

Salah satu anggota Badan Stan-dar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suryadi menerangkan, kua- lifikasi dosen tercantum jelas pada Undang-Undang (UU) Nomor 14 Ta-hun 2005 Tentang Guru dan Dosen. “Kualifikasi dosen harus bergelar magister itu amanat dari peraturan,” tegasnya, Rabu (21/10).

Menurutnya, masyarakat akan mempertanyakan kualitas perguruan tinggi yang tak menjalankan amanat dari peraturan tersebut. “Nanti akan berpengaruh terhadap penilaian akreditasi perguruan tinggi juga,” ka-tanya. Ia menyarankan, rektor segera melakukan sosialisasi peraturan ini kepada dosen.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Rektor I Bidang Akademik, Fadhillah Suralaga juga mendukung dosen un-tuk segera meningkatkan mutu pen-didikannya. Ia bercerita, berubahnya kiblat pendidikan turut mengubah gelar sarjana di Indonesia. “Dulu ada namanya Doktorandus (Drs.), In-sinyur (Ir.), dan Doktoranda (Dra.),” paparnya, Rabu (21/10).

Terkait kualifikasi akademik, Wah-di mengungkapkan, saat UIN Jakarta masih bernama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) masih banyak dosen yang bergelar S1 dan berinisiatif melanjutkan studi. Sayangnya, ba- nyaknya penelitian yang ia kerjakan

membuat studi magisternya tertunda. “Sampai sekarang saya aktif di pusat penelitian,” katanya.

Kinerja Dosen Kurang Optimal Hasil survei yang dilakukan Lit-

bang Institut tentang kepuasan maha-siswa terhadap kinerja dosen terhadap 352 responden mahasiswa pada Ma-ret lalu, sebanyak 30,4% menyatakan dosen tak menyampaikan materi perkuliahan dengan baik. Tak hanya itu, 66,2% responden juga menya-takan dosen tidak datang tepat waktu untuk mengajar.

Berdasarkan data kepegawaian, tercatat dosen PNS UIN Jakarta saat ini berjumlah 920 orang. Dari jum-lah itu, 18 di antaranya bergelar S1,

630 bergelar magister, dan 272 dosen bergelar doktor. Jumlah itu belum termasuk dengan 66 guru besar atau dosen yang bergelar profesor.

Mahasiswa semester 7 prodi PAI, FITK, Nur Habibi menyampaikan terdapat beberapa dosen yang seenak-nya mengubah jadwal kuliah maha-siswa. “Kadang juga ada dosen yang malah gak datang ke kelas,” tandasn-ya, Minggu (24/10).

Senada dengan Habibi, mahasiswa semester 5 prodi Pendidikan IPS, FITK, Muhammad Farhan Fathurah-man juga mengungkapkan terdapat dosen yang jarang masuk ke kelas. “Ada yang jarang masuk bahkan hing-ga dua pertemuan hilang kabar,” tan-dasnya, Kamis (22/10).

Dosen UIN Bergelar S1

Tuntutan menyelesaikan skripsi untuk meraih gelar sarjana, membuat mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Dendy Har-madi kian intens mengunjungi Per-pustakaan Utama (PU) Universitas Is-lam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Akan tetapi sering kali buku yang ia cari tak tersedia di PU mau-pun Perpustakaan Fakultas (PF).

Demi memperkaya referensi ser-ta bahan materi skripsi, Dendy pun beberapa kali mengunjungi Perpus-takaan Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta di Kuningan, Jakarta. Padahal sebenarnya UIN Jakarta tel-ah memiliki Institutional Repository UIN Jakarta, fasilitas bagi mahasiswa

dalam mencari referensi secara bebas dan terbuka berbasis online. Akan tetapi, Dendy baru tahu keberadaan repository UIN Jakarta setelah lima bulan terakhir ini.

Repository merupakan kumpulan ragam karya ilmiah digital mulai dari skripsi, tesis, sampai disertasi. Ada-nya repository pun mempermudah masyarakat khususnya mahasiswa untuk mencari referensi karya ilmiah secara online.

Namun, Dendy mengatakan, koleksi karya ilmiah di repository UIN Jakarta masih minim dibanding universitas negeri lainnya, seperti Uni-versitas Diponegoro (Undip), Univer-sitas Indonesia (UI), Universitas Pen-

didikan Indonesia (UPI). Selain itu, beberapa bahan skripsi di laman Insti-tutional Repository UIN Jakarta pun kadang tak bisa dikunjungi. “Kecewa sih, pas liat Repository eh gak bisa,” ujarnya, Rabu, (21/10).

Serupa Dendy, mahasiswa Fakul-tas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komuni-kasi (Fidikom), Mira Rachmalia men-gaku, baru sebulan lalu ia mengetahui adanya repository UIN Jakarta. Lebih lagi, tiga kali ia mencoba mengunjun-gi repository UIN Jakarta, namun, layanan website tidak tersedia. Walha-sil ia justru mencari referensi bahan skripsi di repository universitas lain seperti Universitas Bina Nusantara (Binus), Mercu Buana, dan Esa Un-ggul.

Mira pun berharap, pengelola PU lebih menyeluruh ke semua fakultas dalam mensosialisasikan repository di UIN Jakarta. Dengan begitu maha-siswa dapat dengan mudah mengakses sembari mencari referensi tanpa harus mendatangi langsung perpustakaan. “Baiknya repository juga gencar dikenalkan oleh pengelola PF semua fakultas” katanya, Kamis (22/10).

Berdasarkan survei yang dilakukan Litbang Institut tentang pengetahuan mahasiswa terhadap keberadaan re-pository UIN Jakarta tercatat 62,4 % dari 352 responden mahasiswa menga-ku, tidak mengetahui adanya reposito-ry UIN Jakarta. Sementara 83,4 % mahasiswa belum memahami fungsi repository, 87,1 % mahasiswa kurang dari tiga kali mengunjungi repository, dan 49,7 % mahasiswa masih mencari referensi di blogblog khususnya dalam membuat karya tulis ilmiah.

Bagi sebuah lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi, repo- sitory sangat diperlukan mahasiswa.

Selain bisa membantu mempermudah mencari referensi dalam penyelesaian tugas akhir, repository juga menjadi salah satu poin penilaian akreditasi bagi sebuah perguruan tinggi. Selain itu, keberadaan repository juga dapat membantu mencegah terjadinya tin-dak plagiarisme.

Menanggapi hal itu, Kepala PU UIN Jakarta, Amrullah Hasbana memaparkan, sebenarnya sosialisasi repository UIN Jakarta menurutnya sudah maksimal. Sejak awal Orien-tasi Pengenalan Akademik (OPAK), lanjut Amrullah, pengelola PU juga sudah memperkenalkan reposito-ry pada mahasiswa baru. Informasi mengenai repository dapat diketahui melalui website UIN Jakarta, brosur PU sampai workshop di setiap fakultas. “Hanya saja banyak mahasiswa acuh dengan sosialisasi dan pemberitahuan dari PU,” paparnya, Jumat, (23/10).

Di sisi lain, Amrullah pun mengi-yakan masih banyak kekurangan dalam pelayanan repository bagi ma-hasiswa. Lambannya proses memasu-kan karya ilmiah digital ke repository adalah salah satunya. Ia menyadari PU tak memiliki petugas yang cukup untuk mengelola repository. Fasili-tas dan sarana pun kurang memadai. ”Software repository harus diperbaha-rui dan komputernya juga mesti ba-gus,” katanya.

Hal serupa diutarakan Staf Teknik Informasi (TI) dan Otomasi PU UIN Jakarta, Lutfie Irhason, dalam men-digitalisasi karya ilmiah memang butuh waktu lama. Apalagi petugas yang mengerjakan repository terbatas, oleh karenanya sejak 2014 hingga se-karang, PF bisa memasukan karya il-miah mahasiswanya sendiri. Namun, sebelum ada dalam repository karya

ilmiah tersebut harus diverifikasi ulang oleh petugas PU.

Akan tetapi, menurut Kepala PF Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) Ade Abdul Hak repository malah menjadi pekerjaan tambahan bagi pengelola PF di antara minim-nya petugas. Maka dari itu, untuk mengoptimalkan pengelolaan perpus-takaan, dirinya berkerjasama dengan Jurusan Ilmu Perpustakaan (IP) FAH dalam mengelola repository UIN Ja-karta. “Jadi, kini petugas repository dari mahasiswa IP,” jelasnya, Kamis (22/10).

Senada dengan Ade, Staf Pe-layanan dan Sirkulasi PF Fidikom, Nuryadi Fasah menerangkan, lam-bannya kinerja PF banyak disebabkan sedikitnya petugas dan juga kurang-nya pelatihan pengelolaan reposito-ry untuk petugas PF. “Inisiatif aja, dateng langsung ke staf PU buat be-lajar pengelolaan repository,” terang-nya. Jumat, (23/10).

Terkait hal itu, Lutfie menangga-pi, sebelumnya PU telah mengadakan pelatihan pengelolaan repository ke-pada seluruh pengelola PF di UIN Ja-karta. Di sisi lain, ia pun tak menampik ada beberapa PF yang kurang maksi-mal dalam mengelola repository, teru-tama lambat dalam memasukan karya ilmiah ke repository. “Kami hanya bisa mengingatkan tidak untuk menyalah-kan,” jelasnya, Jumat, (23/10).

Ade juga mempertanyakan fungsi repository UIN Jakarta yang tak leb-ih dari website serupa yakni, tulis.uinjkt.ac.id. “UIN harus tegas mau pakai sistem repository atau tulis,” tambahnya, Jumat, (23/10). Sebab bila keduanya tetap dijalankan maka tidak maksimal dan akan saling tumpang tindih sistem.

Sosialisasi yang tak menyentuh seluruh mahasiswa, pengelolaan yang buruk, serta fasilitas yang kurang memadai membuat Institusional Re-pository UIN Jakarta kurang peminat.

Yasir Arafat

Foto

: Yas

ir/IN

S

Sosialisasi Repository Belum Optimal

Foto

: Rizk

y/IN

S

Dosen tengah mengajar mata kuliah Psikologi Dakwah di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komu-nikasi (FIDIKOM), Senin (26/10). Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu beban kerja dosen.

Page 5: TABLOID INSTITUT EDISI 39

Dok. Pribadi

LAPORAN UTAMAKAMPUSIANA Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 5

Terik matahari tak menyurutkan niat Hevi Indriani untuk mengajar anak-anak. Lima hari dalam seming-gu, Hevi selalu menyiapkan materi yang akan diberikan pada siswa-sis-winya. Sejak 2012, ia mengubah teras tempat tinggalnya di Jalan Puskes-mas, Pondok Aren menjadi tempat kursus bagi siswa-siswi Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Materi yang diajarkan Hevi pun beragam, mulai dari Ilmu Pengeta-huan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), sampai Bahasa. Tempat kursus yang digagas oleh mahasiswi Prodi Bahasa dan Sastra Inggris (BSI) ini terbilang sukses. Terbukti, sampai saat ini sudah hampir 30 siswa-siswi SD dan SMP sekitar tempat tinggaln-ya resmi menjadi murid Hevi.

Meski hanya mendapat Rp50 ribu persiswa tiap bulannya, kecintaanya terhadap anak-anak membuat Hevi tak merasa rugi. “Saya gak memper-masalahkan keuangan, malah senang karena bisa bertemu dan mendidik anak-anak secara langsung,” ujarnya, Jumat (16/10).

Adanya tempat ini, lanjut Hevi, bermula dari ibu-ibu di sekitar rumah yang memintanya membantu Peker-jaan Ru-mah (PR) putra-putri mere-ka. “Awalnya cuma Bahasa Inggris, lama-lama semua mata pelajaran kec-uali Olahraga dan Seni Budaya.”

Sulap Tempat Tinggal Jadi Wadah Belajar

Membuka tempat kursus di tempat tinggal pun turut dilakukan Ahmad Nabhan. Tak seperti kebanyakan ma-hasiswa yang menjadikan teras ru-mahnya sebagai tempat nongkrong, mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) ini juga me-manfaatkannya sebagai tempat kur-sus bagi siswa-siswi SD dan SMP.

Menurut Nabhan, dengan menga-jar, ia dapat mengimplementasikan kompetensinya sebagai mahasiswa. Di tengah padatnya jam kuliah, ia tetap menyempatkan waktu untuk mengajar di tempat kursusnya, Ru-mah Bimbel Surya Gama, Puloga-dung Jakarta Timur. Ia mengajar seti-ap hari mulai pukul 14.00-18.00 WIB.

Tak hanya mengajar bersama teman-teman satu kampusnya, ma-hasiswa semester 7 ini juga ditemani teman-teman dari kampus lain, yai-tu Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Universitas Haji Ahmad Karim Amrullah (UHAMKA). Sampai saat ini, sudah hampir 100 anak yang men-jadi anak didik Rumah Bimbel Surya Gama.

Selain itu, Nabhan juga ingin menyediakan tempat belajar yang nyaman bagi anak-anak sekitar ru-mahnya. Para pengajar di sana pun tak segan memberikan pendidikan di luar jam belajar. “Jika ada siswa yang ingin konsultasi belajar di luar jam kursus, baik bertemu langsung mau-

pun via sms pasti kami respons,” kata Nabhan, Jumat (16/10).

Kepedulian mahasiswa terhadap pendidikan juga turut melatarbe-lakangi terbentuknya Maroon English Course. Tempat kursus yang digagas oleh Siti Mualiyah ini berlokasi di Se-manggi 2 Ciputat, Tangerang Selatan.

Menurut Alya, biasa ia disapa, pendidikan menjadi tanggung jawab-nya sebagai sivitas akademika, di-

tambah lagi identitasnya sebagai ma-hasiswi Fakultas Ilmu Tabiyah dan Keguruan (FITK). “Kalau kita pun-ya ilmu, gak usah mikir-mikir untuk berbagi,” pungkasnya, Jumat (16/10).

Berdiri sejak September 2012, Ma-roon English Course juga membuka kelas Test of English as Foreign Language (TOEFL). Untuk TOEFL, sambung Alya, Maroon English Course meng-gunakan metode kombinasi antara Oxford dan Cambridge.

Sedangkan untuk metode pembe-lajaran, Alya mengaku jarang men-

Mengajar kerap kali menjadi rutinitas sebagian mahasiswa. Banyak dari mereka yang menyulap tempat ting-galnya menjadi wadah anak-anak untuk menimba ilmu.

gadakan kegiatan belajar mengajar di dalam ruangan karena terkesan for-mal. “Kadang di taman UIN, kadang juga di Situ Gintung. Pokoknya agar mereka bebas dan gak jenuh,” kata Alya. Hingga saat ini, tercatat sekitar 100 siswa di Maroon English Course.

Berbeda dengan Nabhan, Alya hanya fokus mengajar satu mata pe-lajaran, ya-itu Bahasa Inggris. Ketika ditanya alasan, dara kelahiran Jawa ini mengaku ingin fokus pada Bahasa Inggris, baik speaking, reading, listening, writing, dan grammar.

Siswa-siswi Rumah Bimbel Surya Gama sedang belajar di Pulogadung, Jakarta Timur, September 2015. Tempat ini sekaligus tempat tinggal Ahmad Nabhan, penggagas Rumah Bimbel Surya Gama.

Arini Nurfadilah

Sambilan Jadi Penonton PanggilanMenjadi penonton di program acara televisi menjadi salah satu kegiatan baru beberapa mahasiswa saat ini.

Sebagian di antara mereka karena alasan uang.

Gelak tawa dan riuh tepuk tangan terdengar dari sejumlah penonton acara Stand Up Comedy di Studio 1 Indosiar, Senin (5/10) malam itu. Se-bagian dari mereka adalah para ma-hasiswa dari beberapa kampus yang mengenakan jas almamater mas-ing-masing. Termasuk di antaranya mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Salah satu Mahasiswa semester 3 Jurusan Bahasa dan Sastra Arab

Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) yang menghadiri acara Stand Up Comedy adalah Indah Muazdin. Sehari sebelumnya, ia ditawari le-wat pesan singkat oleh salah satu se-niornya untuk menjadi penonton di acara itu dengan iming-iming uang Rp50 ribu dan makan gratis.

Menjadi penonton panggilan un-tuk program televisi sudah kali kedua bagi Indah. Sebelumnya, ia juga per-nah menghadiri Konser Musik Trio

Lestari di Trans TV karena tawaran salah satu temannya. Meski begitu, tak semua program televisi Indah mau hadiri, ada alasan yang menjadi pertimbangan Indah. “Kalau acara yang kaya Facebookers aku enggak mau, apalagi kalau harus memakai jas almamater,” tutur Indah, Minggu (18/10).

Sama halnya Indah, Melpi Nu-ryanti juga pernah menjadi penon-ton panggilan untuk salah satu pro-

gram televisi. Saat itu, ia bersama teman-temannya di Jurusan Ilmu Perpustakaan (IP) FAH diminta oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) IP untuk menghadiri Talk Show Kick Andy di Metro TV. Namun tak seperti indah, Melpi kala itu tak mendapat tawaran uang.

Lain lagi dengan Rusnul Nur’ah-lina Hanifi. Mahasiswa semester 5 Jurusan Tafsir Hadis (TH) Fakultas Ushuluddin (FU) itu sudah terhitung dua tahun aktif menjadi penonton panggilan di banyak acara televisi. An-tara lain Mata Najwa di Metro TV, De-bat Mahasiswa di Trans TV, dan Acara Stand up Comedy di Indosiar. Dalam se-bulan, ia bisa 4-6 kali menjadi penon-ton panggilan.

Dari setiap acara yang hadiri, bi-asanya Lina memperoleh uang kisa-ran Rp25-50 ribu plus makan gratis untuk satu kali acara. Bahkan sudah sebulan terakhir, Lina juga diminta menjadi koordinator untuk mencari mahasiswa yang terta- rik menjadi penonton panggilan. Untuk satu ma-hasiswa yang ia dapat, Lina dibayar Rp5 ribu. “Biasanya saya mendapat Rp125 ribu dalam sekali nonton,” ujar-nya, Jumat (16/10)

Bukan tanpa alasan Lina masih aktif menjadi penonton panggilan sekaligus koordinator menarik pe-nonton untuk acara-acara televisi, se-lain mendapat uang, ia juga merasa senang dapat mengenal orang-orang yang bekerja di sana. Lina berharap, di kemudian hari ia bisa juga berpro-fesi di dunia pertelevisian.

Sudah sebulan terakhir, Puput Fauzia diminta menjadi koordinator untuk mencari penonton panggilan

dari kalangan mahasiswa di program acara Stand Up Comedy di Indosiar. Untuk satu kali tayangan, Puput bisa menarik 10-50 mahasiswa untuk menjadi penonton. Dengan jumlah itu, ia bisa mendapat uang Rp50-250 ribu.

Sama halnya Lina, mulanya Pu-put juga aktif menjadi penonton panggilan di acara-acara televisi. Dan hingga kini, terhitung sudah dua tahun mahasiswa semester 5 Ju-rusan TH FU itu menjalani aktivitas sambilannya itu.

Meski demikian, tak jarang Puput me-nemui kendala menarik maha-siswa untuk menjadi penonton. Um-umnya, mereka yang menolak karena tidak mendapat uang. Padahal, tak semua acara televisi yang mencari penonton dari kalangan mahasiswa menyediakan uang. “Tergantung acaranya, kalau acara Mata Najwa meskipun mereka enggak dapat duit, peminatnya banyak,” kata Puput

Sementara itu, Ketua Senat Maha-siswa Universitas (Sema-U) UIN Jakarta, Eko Siswandanu berharap, mahasiswa bisa selektif memilih acara televisi yang akan ditonton. Misalnya, acara-acara yang dapat memberi wawasan dan pem-belajaran kepada mahasiswa.

Pasalnya, kata Eko, mahasiswa meru pakan perwakilan kampus ter-lebih ketika mengenakan jas almamater di acara televisi. Eko juga berharap, ke depannya pihak kampus bisa menen-tukan acara-acara televisi yang layak untuk ditonton mahasiswa. “Kampus kita bisa dinilai buruk apabila melihat mahasiswa mengenakan jas almamater menghadiri acara komedi ataupun kon-ser musik,” tutupnya, Rabu (21/10).

Ika Puspitasari

Dok.

Prib

adi

Beberapa mahasiswa sedang mendapat arahan dari Floor Direction (FD) sebelum acara Stand Up Comedy di Studio 1 Indosiar, Minggu (5/10). Acara tersebut diadakan 6 kali dalam sebulan dan jumlah mahasiswa UIN Jakarta yang hadir dapat mencapai 30 orang.

Page 6: TABLOID INSTITUT EDISI 39

LAPORAN UTAMASURVEI Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 6Pengetahuan Mahasiswa Tentang

Repository UIN Jakarta

*survei dilakukan oleh Litbang Institut pada 22-24 Oktober 2015 di kampus UIN Jakarta kepada 352 responden dari seluruh mahasiswa UIN Jakarta. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam survei ini adalah simple ramdom sampling dengan derajat kepercayaan 95%. Hasil survei ini tidak dimaksudkan untuk mengevaluasi repository UIN Jakarta secara keseluruhan namun hanya sebagai gambaran saja

CP: Maulia NurulNo HP: 08567231682

Pasang Iklan

Sejak didirikan 30 tahun silam, LPM Institut selalu konsisten mengembangkanperwajahan pada produk-produknya, semisal Tabloid Institut, Majalah

Institut, dan beberapa tahun ini secara continue mempercantik portal www.lpminstitut.com.Space iklan menjadi salah satu yang terus dikembangkan LPM Institut.

Oleh sebab itu, yuk beriklan di ketiga produk kami! Kenapa? Ini alasannya:Tabloid Institut

Terbit 4000 eksemplar setiap bulanPendistribusian Tabloid Institut ke seluruh universitas besar se-Indonesia dan instansi

pemerintahan (Kemenpora, Kemenag dan Kemendikbud)Institut Online

Memiliki portal online dengan sajian berita seputar kampus dan nasional terbaru dengan kunjungan 800-1000 per hari

Majalah InstitutSajian berita bercorak investigatif dan terbit per semester.

Di era keterbukaan informasi seperti sekarang ini, masyarakat bebas menerima, menyimpan dan, mengelola informasi dari berbagai sumber. Demi mendukung itu, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta memfasilitasi mahasiswanya agar lebih mudah mencari referensi untuk membuat karya tulis ilmiah, seperti skripsi, disertasi, dan tesis dengan membuat Institutional Reposi-tory UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sudah tiga tahun repository hadir di UIN Jakarta. Namun nyatanya, hingga kini keberadaannya tidak banyak diketahui mahasiswa. Padahal manfaat yang diperoleh dari repository sangat bisa mem-bantu mahasiswa. Selain itu, jika dibandingkan dengan universitas negeri lainnya, semisal Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Diponegoro, karya tulis ilmiah yang sudah dipublis dalam repository UIN Jakarta masih sangat minim.

Berdasarkan hasil survei divisi litbang Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut UIN Jakarta. 62,4 % mahasiswa tidak mengetahui Institutional Repository UIN Jakarta. Maka berimbas pada 87,1 % mahasiswa kurang dari tiga kali dalam mengunjungin Repositoriy UIN Jakarta. Bukan hanya itu, 83,4 % mahasiswa juga belum memahami pasti kegunaan dari repository itu sendiri. Dalam membuat karya tulis ilmiah 49,7 % mahasiswa mencari referensi dari bukan website resmi UIN Jakarta.

Pengelola Perpustakaan Utama (PU) UIN Jakarta pun sudah maksimal untuk mensosialisasikan Institutional Repository UIN Jakarta, mulai dari pengenalan di Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK), pengadaan brosur PU, hingga mengadakan seminar pengenalan repository tiap fakultas di UIN Jakarta. Tapi cukup disayangkan sosialisasi yang dilakukan PU tak menyentuh seluruh maha-siswa. Terlebih tingkat kepedulian mahasiswa masih minim.

Page 7: TABLOID INSTITUT EDISI 39

UPDATE TERUS BERITA KAMPUSVisit www.lpminstitut.com

LAPORAN UTAMA Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 7BERITA FOTO

Koperasi di FITK Ikut Direlokasi

Koperasi Tarbiyah dan Koperasi Dharma Wanita Persatuan yang berada di Fakul-tas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hi-dayatullah Jakarta kini beralih fungsi. Nantinya, ruang koperasi itu akan dijadikan laboratorium bagi Program Studi Pendidikan Agama (PAI).

Alasan pemindahan koperasi tersebut sama seperti koperasi di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidikom) yang direlokasi pada awal Oktober si-lam. Latar belakang relokasi koperasi bertujuan memenuhi syarat akreditasi ASEAN Uni-versity Network Quality Assurance (AUN-QA) yang merupakan lembaga akre- ditasi tingkat Asia Tenggara.

Menurut Kepala Bagian (Kabag) Umum UIN Jakarta, Muhammad Ali Meha, salah satu syarat akreditasi AUN-QA, setiap universitas harus mempunyai labora-torium di setiap jurusan, Senin (12/10). Koperasi di FITK, lanjut Ali Meha, akan dipindahkan ke tempat yang sudah tersedia di Komplek Perumahan Dosen UIN Ja-karta. “Kemungkinan koperasi akan dipindahkan ke komplek perumahan dosen atau Kafe Cangkir lantai dua,” ujarnya. (Jeannita Kirana)

FISIP BatasiKegiatan Mahasiswa

Menyoal dengan kegiatan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakar-ta, di setiap fakultas memiliki ragam kebijakan untuk mengatur kegiatan mahasiswa. Tak terkecuali Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta. Belum lama ini tertera di LED running text aturan yang melarang mahasiswa merayakan ulang tahun dan berdagang di FISIP.

Menurut Kepala Bagian (Kabag) Tata Usaha (TU) FISIP, Muhammad Noer, secara tertulis peratur-an terkait larangan merayakan ulang tahun dan berdagang belum dibuat. Hanya saja, dekanat meng-himbau mahasiswa agar selalu izin dalam melakukan kegiatan. Ia pun seringkali mendapati mahasiswa lalai dan tidak disiplin dalam hal keamanan terutama kebersihan. “Dekanat sendiri menginstruksikan tidak ada kegiatan apapun setelah maghrib,” ujarnya, Jumat (16/10).

Alasan lain FISIP membatasi kegiatan mahasiswa karena kurangnya petugas kemanan. “Gedung sebesar FISIP hanya diawasi satu satpam,” tambah Noer. Bukan hanya itu, ia juga menyayangkan ki-nerja petugas kemanan yang masih belum maksimal. Maka dari itu, ia menyarankan agar kedepannya tiap fakultas memiliki minimal tiga petugas kemanan, ditambah lagi FISIP akan memasang CCTV di setiap lantainya. (Yasir Arafat)

Pertunjukan teater dari Yayasan Kelola bertajuk I Think Thonk di Hall Student Center UIN Jakarta, Kamis (22/10). Per-tunjukan ini menjadi rangkaian parade PANORAMA: Respon Urban dalam Ru-ang Eksploratif oleh Teater Syahid UIN Jakarta.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi, Marwan Ja’far sedang menyampaikan materi dalam seminar nasional Priodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) bertema Pembangunan Berbasis Desa : Pros-pek dan Tantangan, Rabu, (21/10). Acara tersebut merupakan seminar maraton dari 19-22 Oktober, Fidikom UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Beberapa penggalang pramuka tengah berkumpul dalam Festival Kepramukaan Giat Prestasi Penggalang dan Penegak di lapangan parkir SC UIN Jakarta, Minggu, (18/10). Festival ini sebagai perayaan HUT Pramuka UIN Jakarta dan dihadiri penggalang dan penegak dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Foto

: Yas

ir/IN

SFo

to: Y

asir/

INS

Foto

: Yas

ir/IN

S

Page 8: TABLOID INSTITUT EDISI 39

OPINI Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 8

UIN, McDonalisasi dan Kartu KreditOleh Adi Nugroho*

Apa kabar agen perubahan?Selamat menempuh gelar Strata

Satu (S1) di kampus tercinta UIN Jakarta. Dalam menempuh jenjang S1 tak ubahnya seperti menempuh jenjang pendidikan lain. Bahkan, banyak yang mengatakan mendapat gelar sarjana hanya seremonial bagi orang tua yang telah berhasil meli-hat anaknya lulus menjadi tukang insinyur. Namun, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Feb-ruari 2015 ada sekitar 400 ribu jum-lah pengangguran yang mempunyai gelar S1.

Sedikit melihat UIN Jakar-ta—pabrik akademis yang tiap ta-hunnya mengolah 5 ribu produk siap saji—dan konsep McDonalisasi (McD). Pertama dari konsep efisien-si bagaimana cara yang terbaik men-capai tujuan. Salah satunya dengan mengulurkan sajian melalui jendela untuk mempertinggi efisiensi dalam mendapatkan makanan. Ada sekitar 5 ribu mahasiswa baru yang terus memadati gedung perkuliahan dan “mengobral” mahasiswa yang sudah lawas agar cepat lulus atau bahkan dipermudah untuk pindah (ke pabrik

lainnya). Tak pelak, pendidikan ha-nya diisi oleh gedung gedung berting-kat untuk terus menambah barang siap sajinya.

Salah satu caranya dengan men-jadikan ruangan jurusan atau mun-gkin ruangan lainnya untuk menye-lenggarakan sidang skripsi, bukan tidak adanya ruangan sidang melain-kan membeludaknya ruangan yang dipergunakan untuk sidang skripsi tersebut. Menjadikan jadwal wisuda 4 kali dalam setahun. Dan tips agar diberikan kemudahan adalah dengan mengikuti saja kehendak pembim- bing untuk mengubah skripsi yang disukainya agar cepat mendapat ijazah. Cepat saji.

Kedua, Predictability (kemampuan yang dapat diprediksi). Perkuliahan yang ha nya 6 tahun dapat di predik-si sama halnya dengan kemudahan kartu kre dit, orang dapat berbelanja tanpa uang di tangan yang membuat konsumsi menjadi lebih diprediksi. Mahasiswa hanya akan disibukkan dengan membuat makalah yang kemudian berorientasi kepada nilai. Padahal dalam dunia kerja, hal yang dipelajari belum tentu akan li-

near dengan apa yang menjadi peker-jaannya tersebut.

Perkuliahan 6 tahun tersebut kel-uaran dari kementrian lalu bagaima-na dengan UIN? Tahun 2010 sistem Student Government (SG) dihapuskan. Diganti dengan sistem senat. Gam-pangnya, dahulu UIN menjadi ba-rometer universitas lain dalam hal berorganisasi. Hal itu karena seluruh kegiatan dilakukan dari, oleh dan untuk mahasiswa. Mahasiswa dapat berdikari atas keuangan, pemilihan umum, dan minimal membuat run-tutan acara pada Orientasi Pengena-lan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK). Berbeda dengan sistem Senat yang keuangan bahkan run-tutan acara OPAK dibuatkan oleh Wakil Rektor bahkan Wakil Dekan (Wadek).

Bisa jadi mahasiswa saat ini diprediksi pandir oleh pemangku ke-bijkan, hingga hal tersebut dianggap tidak mampu membuatnya dan mes-ti dibuatkan. Kemampuan produk tersebut tentu dapat diprediksi akan selalu pandir.

Ditambah pembatasan ruang gerak, misalnya dengan adanya jam

malam yang tidak memperbolehkan melakukan kegiatan hingga larut malam. Hal tersebut sama ketika saat proses pembelajaran dibatasi sekitar 3-4 jam perhari. Pembatasan ruang gerak dengan jam malam sudah ter-bukti dengan banyak- nya mahasiswa yang anomi.

Terakhir cenderung menekankan pada kuantitas, biasanya lebih me-nekankan kuantitas ketimbang kual-itas. Kapasitas produksi yang sangat minim tentu keuntungan akan min-im pula, maka dari itu harus ada peningkatan dalam proses produk-si. Pembangunan yang di gadang-gadang “master plan” yang saat ini berlangsung misalnya gedung parkir sementara harus menghancurkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan dengan memperluas parkiran ten-tu akan memperbanyak orang yang akan dan terus parkir.

Lalu apa yang membuat penekanan dalam kualitas? Setida-knya saat ini sedang berlangsung dan terus berupaya membuat fakul-tas baru yang legal, membuka ju-rusan-jurusan baru, dan terpenting adalah dengan harapan UIN Jakar-

ta yang terus menerus menaikkan jumlah pemasukan keuangan. Lucu ketika tenaga pengajar yang kurang, ruang belajar tidak memadai, dan bahkan yang menjadi permasalahan saat OPAK adalah ketidaktersediaan lahan yang menampung mahasiswa baru dalam pegelaran tahuanan tersebut namun masih tetap tiap ta-hunnya menerima jumlah peserta didik yang sama.

Panggang jauh dari api. Bahkan memanusiakan manusia menjadi utopis. Pendidikan akan dan ke mana arah tujuannya hanya bera-da di tangan pemangku kebijakan (penguasa). Pendidik menerima dan mengajarkan apa yang telah diteri-manya walau dengan gaya yang di-anutnya baik konservatif atau tidak dari penguasa. Saya tahu penguasa sedang membuat atau menciptakan pola pendidikan untuk memenuhi pasarnya masing-masing.

*Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Jakarta.

*Penulis adalah Mahasiswa Semester 7 Fakultas Ushuluddin (FU) dan Ketua Ikatan

Mutakharrijin Madrasah Aliyah Negeri (IMMAN) Cab. Jakarta

Hari Santri Nasional; Resolusi Jihad Jilid II

Oleh Muhajjalul Muna*

Kaum sarungan patut berbangga diri atas ditetapkannya 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (HSN). Bagaimana tidak, disahkannya HSN mau tidak mau adalah buah dari- pada penantian panjang saat wacana ini santer digulirkan sejak kepemim-pinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 2013 silam. Penetapan Hari San-tri—yang baru menemukan momen-nya—ini pun melengkapi upaya kaum sarungan untuk mengambil posisi se-bagai bagian dari entitas masyarakat Indonesia setelah sebelumnya juga santer wacana Gerakan Ayo Mondok awal 2015 lalu.

Namun, sebelum terlalu larut da-lam euforia ini, agaknya kita juga perlu menengok ke belakang untuk melihat narasi sejarah hingga akhir- nya santri mendapat posisi tersendiri bagi bangsa ini. Dari narasi itu pula setidaknya kita bisa melihat dengan objektif sejauh mana kaum sarungan memberi kontribusi atas berdirinya republik Indonesia hingga hari ini.

Seperti diketahui, naskah prok- lamasi yang dibacakan Soekarno pada 17 Agustus 1945—yang juga menandai Indonesia telah merdeka secara de facto—tidak serta merta melepaskan Indonesia dari praktik kolonialisme. Hingga beberapa ta-hun sesudahnya, Indonesia bahkan masih dihinggapi rasa cemas akan tetap menjadi negara jajahan.

Setelah 3,5 abad hidup dalam bayang-bayang pemerintahan asing, masa-masa 1945-1949 juga tidak bisa dianggap biasa bagi bangsa Indone-sia. Bahkan, menurut penulis, masa itu juga sangat menentukan Indone-sia di mata dunia; bahwa Indonesia sebagai negara yang baru saja merde-ka, dituntut untuk mempertahankan kemerdekaannya.

Dan dalam kurun waktu itulah, salah satu kelompok masyarakat yang dianggap udik, kuno, dan ke- tinggalan zalam mengambil peran- nya untuk mempertahankan negeri- nya sendiri.

Pemantik Semangat BerjuangTak kurang dari satu bulan sejak

Soekarno menyatakan Indonesia sebagai Bangsa yang merdeka, niat Belanda untuk kembali merebut pe-merintahan resmi rupanya tak juga padam. Pasca Jepang menyerah tan-pa syarat pada 14 Agustus 1945, yang

menandai Indonesia merdeka secara de facto, Belanda kembali berupaya mengambil alih pemerintahan resmi Indonesia lewat tentara sekutu mer-eka yang disebut Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) dan bantuan Inggris.

Apa yang dilakukan Belanda le-wat NICA, tentu telah mengganggu stabilitas nasional Indonesia. Kare-

na pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945, telah menandai babak baru Indone-sia sebagai bangsa mandiri dan ber-daulat. Dan oleh karena itu, upaya NICA tidak bisa dibenarkan.

Menyadari hal itu, KH.Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober akhirnya mengeluarkan sebuah pernyataan agar rakyat Indonesia melakukan perlawanan terhadap NICA yang tengah mencoba kembali merebut kedaulatan Indonesia. Dan inilah isi dari pernyataan itu atau yang umum disebut Resolusi Jihad:

“Berperang menolak dan mela-wan penjajah itu hukumnya fardu ‘ain (harus dikerjakan oleh setiap muslim. Balik laki-laki, perempuan, anak-anak, bersenjata atau tidak). Bagi yang berada dalam jarak 94 kilometer dari tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi orang-orang yang berada di luar jarak lingkaran tadi, kewajiban itu jadi fardu kifayah

(cukup dikerjakan oleh sebagian orang saja)”

Oleh sebagian pihak, Resolusi Ji-had itu pun dirasa penting. Bukan hanya menjadi pemantik api perl-awanan para kaum sarungan khu-susnya kala itu, lebih jauh, Resolusi Jihad Mbah Hasyim juga dinilai sebagai pemicu semangat arek-arek Surabaya lewat pidato Bung Tomo pada pertempuran melawan Belanda 10 November sesudahnya.

Di lingkungan pesantren, seman-gat jihad yang dimaknai dengan mengangkat senjata, sebenarnya sudah ada sejak beberapa tahun se-belumnya. Sejak masa pendudukan Jepang, dilingkungan santri dan pe-santrem dikenal istilah Laskar Hiz-bullah (kader-kader santri) dan Las-kar Sabilillah (dari kalangan ulama dan kyai). Mereka mendapat pelati-han di daerah Cibarusah, Bogor se-jak 1943. Di kurun waktu 1945-1949, merekalah yang menjadi representasi kaum santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Bukan Sebuah SeremonialDi antara sekian isu pro-kontra

adanya Hari Santri, yang paling ban-ter barangkali saat mantan Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin menyatakan penolakan atas ditetap-kannya Hari Santri sebagai hari na-sional. Seperti dikutip Tempo.co, menurut Din, adanya Hari Santri akan semakin memecah persatuan bangsa. Islam Indonesia akan sema-kin terpolarisasi.

Tentu tidak keliru alasan Pak Din untuk menolak adanya Hari Santri, mengingat kasus-kasus sentimen ber- agama di Indonesia yang terus ter-ulang. Namun kurang adil rasanya, jika santri kemudian hanya dikono-

tasikan kepada mereka yang pernah mengenyam pendidiakan di pesan- tren, apalagi dengan kelompok or-ganisasi massa Islam tertentu.

Di antara sekian banyak definisi santri yang mafhum disampaikan kyai-kyai pesantren seperti orang yang mempelajari kitab suci atau-pun mereka yang tinggal di pesan- tren dan meninggalkan hal-hal yang bersifat keduniaan Gus Mus men-yatakan, bahwa Santri bukan hanya milik mereka yang pernah tinggal di pesantren, namun, juga milik semua orang yang memiliki akhlak-akhlak mulia sebagai santri.

Sekali lagi, kaum sarungan pa-tut berbangga atas pengakuan ini. Terlepas dari berbagai kontroversi yang menyelimuti di belakanganya, Hari Santri pada dasarnya merupa-kan sebuah upaya refleksi untuk me-ngenang perjuangan kaum sarungan mempertahankan kedaulatan Indo-nesia. Baik dari sisi tradisi, dan bu-daya, terlebih dalam menanamkan nilai-nilai Islam yang lebih humanis dan toleran. Dan tepat pada per-ayaan Hari Santri 22 Oktober lalu, kaum sarungan juga seolah ditampar dengan bencana asap yang tengah menyerang warga Sumatra, Kali-mantan, dan sekitarnya.

Bentuk perayaan apapun yang akan dilakukan kaum santri setiap menjelang 22 Oktober kedepannya, sejatinya hanya waktu untuk meng-ingat apa yang pernah terjadi dan dilakukan santri untuk memperta- hankan kedaulatan negara ini.

Page 9: TABLOID INSTITUT EDISI 39

LAPORAN UTAMAKOLOM BAHASA Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 9Jonru

Oleh Rahmat Kamaruddin*

Penikmat dunia maya (netizen) tentu tak asing dengan Jonru. Kader PKS yang juga seorang muallaf itu kian masyhur berkat kegemarann-ya menebar informasi provokatif di media sosial, terutama pada Peme-lihan Presiden (Pilpres) 2014 silam. Kiprahnya di jagat maya Indonesia menarik tak sedikit perhatian netizen.

Jonru berarti menghalalkan fitnah ke pihak yang tak disukai. Begitu-lah Akhmad Sahal, seorang netizen, menciptakan kosakata baru atas laku Jonru yang dinilai meresahkan. Tak terima, Jonru melaporkan hal itu ke Polda Metro Jaya. “Sesungguhnya menjonru itu lebih kejam dari pem-bunuhan,” retweet Sahal, sebagaimana dilansir Kompas.com.

Rivan Heriyadi, netizen asal Malang, Jawa Timur, pun mengami-ni Sahal. Rivan membuat screenshot tampilan Kamus Besar Bahasa In-donesia berisi dua “kosakata” baru: jonru dan menjonru. Jon.ru: Perkata-an bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan ke-hormatan orang) dan men.jon.ru: menjelekkan nama orang. (menodai nama baik, merugikan kehormatan).

Berawal dari peristiwa di atas, para netizen yang merasa terganggu oleh ulah Jonru pun ramai menggunakan kosakata jonru sebagai pengganti fitnah. Pasalnya, Jonru dianggap ke-rap menebar isu hoax, mengandung

SARA dan memantik perdebatan kontraproduktif publik. Di antara se-cuil isu yang disebarkan Jonru yakni Quraisy Shihab sebagai penganut Syiah dan orang tua Jokowi Cina sekaligus PKI.

Agaknya, Jonru adalah sosok yang telah dengan baik merepresentasikan isi kepala, impian dan keyakinan para penggemarnya. Saban saat puluhan ribu penggemar dengan giat menekuni serta menyebarkan informasi yang disampaikan Jonru melalui akun twit-ter dan facebook-nya.

Jonru dan fitnah dua hal berbeda, namun bukan tak punya relasi. Jonru nama panggilan dari Jon Riah Ukur Ginting. Fitnah sendiri kata benda (noun) yang berarti, menurut KBBI, “Perkataan bohong atau tanpa ber-dasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, meru-gikan kehormatan orang)”.

Orang Indonesia, terutama ka-langan Muslim, kerap menyematkan “konsekuensi metafisis-teologis”, be-

rupa bobot dosa, kepada perbuatan fitnah dengan mengutip ayat, “Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan (Al-fitnah asyaddu min al-qatl [2:191])”. Ini adalah salah kaprah yang entah bermula sejak kapan. Sebab Alquran sendiri menyebutkan istilah fitnah da-lam pelbagai pengertian, hanya saja sama sekali berbeda dari arti fitnah dalam bahasa Indonesia.

Sekali waktu Alquran menyebut istri, anak-anak dan harta benda kita adalah fitnah (Innama amwalukum wa aula dukum fitnah [64:15]). Pada kesempatan lain istilah fitnah dalam Alquran bermakna siksaan (8:25). Se-mentara itu, pengertian fitnah pada surat 2:191 di atas, menurut Tafsir Jalalain, bermakna syirik.

Lalu, bagaimana bila ada orang yang masih ingin mencari padanan kata fitnah dalam pengertian bahasa Indonesia di Alquran? Alquran meng-gunakan kata buhtan, yakni tuduhan keji tanpa dasar atau fitnah kepada Siti Maryam, perempuan suci ibunda Nabi Isa (4:156), kata inilah kiranya lebih sepadan dengan fitnah.

Atau, barangkali, Anda lebih ter-tarik dengan usulan dua netizen di atas?

***

*Penulis adalah Pemimpin RedaksiLPM Institut Periode 2013 dan Mahasiswa

Akidah Filsafat semester akhir.

BANG PEKA

RalatTABLOID INSTITUT EDISI XXXVIII halaman 8 kolom dua tertulis ‘G-30 S/PKI: Bukan Sekadar Mempertanyakan Dalang’, seharusnya tertu-lis ‘G-30 S: Bukan Sekadar Mempertanyakan Dalang’TABLOID INSTITUT EDISI XXXVIII halaman 2 kolom pertama tertulis nama Zaini Tafrikhan Jurusan Tafsir Hadist, Seharusnya tertulis Jurusan Akidah Filsafat.

Quote of The MonthKetika aku putus asa, aku ingat, bahwa sepanjang sejarah, kebenaran dan cinta selalu menang.Ada banyak tirani dan pembunuhan, dan sejanak mereka se-olah tak terkalahkan. Tapi, pada akhirnya, mereka selalu ka-lah. Pikirkan itu. Selalu. "Mahatma Gandhi 1869-1948

Belum pemira aja ribut, apalagi pas pemira?

Sema-F

Rapat sendiri, pemira aja sendiri

EDITORIALSenat Mahasiwa, Apa Kabar?

Tak kurang dari dua bulan Pemilihan Umum Raya (Pemira) akan kem-bali digelar. Pesta demokrasi bagi mahasiswa UIN Jakarta itu menanda-kan sistem oraganisasi kemahasiswaan kita yang sudah menginjakkan kakinya di usia kelima sejak disahkan pada 2010 silam walaupun di dua tahun awal perayaannya juga tak bisa dikatakan sempurna. Lalu, apa ka-bar para aktivis yang digadang-gadang menjadi pemimpin masa depan ini?

Tentu tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang. Kecuali Senat Ma-hasiswa (Sema) memang dilihat sebagai bagian dari upaya rektorat agar menjadikan atmosfer organisasi kemahasiswaan lebih lebih bernuansa akademis. Setidaknya begitulah yang dikatakan mantan Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim tiga tahun silam.

Upaya rektorat yang sudah ada sejak 2004 silam itu agaknya memang tidak sia-sia. Buktinya, lihat saja, kini mahasiswa lebih rajin kuliah. Tidak ada lagi itu geger-geger karena urusan perebutan kursi jabatan tertentu. Kalau pun ada, itu tak seberapa dibandingkan dulu ketika Studen Govern-ment masih ada. Mahasiswa juga tidak lagi disibukkan aktivitas-aktivitas praktik politik kampus yang kotor dan menjijikan itu.

Mereka, mahasiswa juga tak lagi gontok-gontokan dalam bicara soal uang, dan mereka juga tidak berhak tahu soal itu. Itu uang negara, dan yang berhak tahu hanyalah mereka yang mendapat amanat dari negara. Mahasiswa juga tidak perlu sok-sok memperebutkan jabatan, karena yang berhak melakukan hal itu hanya mereka aristokrat negara dan mereka yang mendapat mandat dari negara. Tugas mahasiswa hanya belajar. Ti-dak lain.

Kini bukan Orde Baru, ketika kampus menjadi kepanjangan tangan dari obsolutivitas kekuasaan. Karena di era ini, mahasiswa harus sadar, bahwa kritik tak lebih penting dari mahasiswa yang lebih bersinergi dan kooperatif dengan kampus untuk memperbaiki kondisi negara. Maha-siswa tak usah memiliki anggapan, kampus menjadi lembaga yang sarat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Karena sekali lagi, ini bukan era Orba. Praktik KKN hanya ada di in-stansi-instansi pemerintah, bukan di kampus. Kampus adalah tempat suci. Satu-satunya tempat yang mampu memproduksi para pemikir handal dan selalu membela nasib rakyat. Terlebih UIN Jakarta dengan label ‘Islam’-nya. Karena itu, mahasiswa tak usah terus menanamkan stereotip negatif terhadap kampus.

Sepertinya, rektorat harus lebih mengajari mahasiswanya agar tidak diam dalam kejumudan dan sempit pikir. Lihatlah, beberapa perguruan tinggi be-sar di luar negeri, apakah mereka seperti mahasiswa kita yang latah untuk turun ke jalan? Latah memberi komentar terhadap kondisi negara? Dengan panjang lebar bicara soal kondisi politik, ekonomi, dan sosial negaranya? Ma-hasiswa Indonesia, khsususnya UIN Jakarta harus sadar diri. Apalagi mere-ka, para mahasiswa, dengan status Strata Satu (S1) yang juga urung rampung.

Sekali lagi mahasiswa harus sadar khittahnya, kalau tugas mereka adalah belajar, belajar, dan belajar. Bukan tukang kritik atau pengamat. Mahasiswa pun tak usah sok-sok membela rakyat karena rakyat sudah ada yang membela. Rakyat sudah ada yang mengurusi.

Dan tak kurang dua bulan, UIN Jakarta bakal memilih presiden ma-hasiswa baru mereka. Dan selama setahun ke depan, presiden juga se-baiknya mengisi program-programnya agar lebih memfasilitasi harapan mahasiswa ke depannya. Job Fair misalnya?

Hari Santri Nasional; Resolusi Jihad Jilid II

Page 10: TABLOID INSTITUT EDISI 39

LAPORAN UTAMATUSTEL Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 10Surga dari Timur Indonesia

Foto: Aprilia Hariani Teks: Yasir Arafat

Alam merupakan sahabat dekat manusia, bila manusia terus men-jaga keasrian tanpa merusaknya sudah barang tentu alam akan selalu memanjakan mata dengan keindahan yang dimilikinya. Indonesia negeri yang kaya akan hasil bumi dan panorama alam ini, banyak menyimpan surga-surga dunia yang belum banyak diketahui mas-yarakat dunia. Semestinya bisa menjadi destinasi terbaik untuk di-kunjungi.

Salah satunya terletak di Timur Indonesia, lebih tepat lagi di Pan-tai Senggigi, pesisir Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), 12 kilometer sebelah barat laut Kota Mataram ini memang objek wisata yang terkenal dengan keindahan dan kealamian pantainya. Ribuan butiran pasir putih nan halus, desiran angin pantai kan dapat selalu menyejukkan hati dan pikiran. Barisan perahu kayu siap sedia me- ngantar pengunjung berkeliling pulau, dan mulai memainkan peran-nya sebagai penggerak perekonomian nelayan setempat.

Bukan hanya di daratan, keindahan pulau Senggigi juga terasa hingga tenggelam ke dasar laut. Warna-warni terumbu karang dan kumpulan ikan-ikan kecil bawah laut seperti Moorish Idol, Butterfly Fish, Angel Fish, Anthias, serta Lion Fish, dapat pula terlihat dari permukaan air laut. Sebab jernihnya air laut Senggigi tidak ada duan-ya.

Tak terasa, senja pun tiba. Hangatnya terik mentari kini perla- han memudar memasuki malam. Terlihat sun set begitu eksotis dan romantis, detik yang tepat untuk melepas penat, sembari meremaja-kan tubuh selepas seharian menjelajah Senggigi pulau dengan sejuta keindahan.

Berkaca Pada Alam

SenjaHamparan Pasir

Berlabuh

Menikmati Gili Nanggu

Page 11: TABLOID INSTITUT EDISI 39

BACA, TULIS, LawAN!

LAPORAN UTAMAWAWANCARA Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 11

REKOMENDASI

SOP plagiarisme yang dirancang oleh LPM UIN Jakarta dan Komisi Etik Universitas belum disahkan. Sehingga beberapa tindak kasus plagiarisme tak kunjung ditindaklanjuti.

Pelanggaran kasus plagiarisme kembali terjadi di Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN) Syarif Hidaya- tullah Jakarta. Dalam tiga tahun ter-akhir, Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Jakarta menerima dua tindak kasus plagiarisme yang dilaku-kan oleh dosen. Namun, saat ini LPM UIN Jakarta belum menindak kasus tersebut lantaran tidak ada Standar Operasional Prosedur (SOP) Plagia-risme.

Kini, LPM dan Komisi Etik Se-nat UIN Jakarta tengah bekerjasama guna merumuskan SOP Plagiarisme. Berikut hasil wawancara reporter Institut, Ika Puspitasari dengan Sek-retaris Komisi Etik Senat UIN Jakar-ta, Amany Lubis, Jumat (18/9).

Bagaimana pandangan Anda ter-kait kasus plagiarisme di UIN Jakar-ta?

Plagiarisme merupakan tindakan mencuri, menjiplak, atau mengambil karya orang lain. Itu tindakan yang dilarang dan berlaku untuk semua sivitas akademika UIN Jakarta, entah itu mahasiswa, dosen, karyawan, dan rektor serta jajarannya.

Apabila terjadi tindak plagiarisme, maka pelakunya harus mendapat sanksi. Apalagi di UIN sendiri me- rupakan kampus yang bernotabene Islam, maka setiap sivitas akademika harus mencerminkan perbuatan yang baik. Plagiarisme itu kan termasuk da-lam kejahatan akademik.

Adakah peraturan khusus untuk menangani kasus plagiat di UIN Ja-karta?

Saat ini, undang-undang menge-nai plagiarisme sedang kami bentuk dan termasuk dalam rumusan kode etik. Pembentukan SOP Plagiarisme diberlakukan dan wajib dipatuhi oleh semua sivitas akademik. SOP plagia-risme di UIN Jakarta belum ada kare-na Komisi Etik sendiri baru dibentuk pada April 2015.

Sebelumnya UIN Jakarta meng-gunakan peraturan apa dalam menin-dak kasus plagiarisme?

Undang-undang mengenai plagia-risme dari Direktorat Jendral Pendi-dikan Tinggi (Dikti) ataupun Peratur-an Kementerian Pendidikan Nasional (Permendiknas) tentang pencegahan dan penanggulangan plagiarisme itu sudah jelas. Namun alangkah baiknya jika ada peraturan khusus mengenai plagiarisme di setiap universitas. Salah satu tujuan dibentuknya Komisi etik adalah untuk mengawasi, menindak, dan memberi sanksi pelaku plagia-risme di tingkat unversitas.

Kapan target SOP plagiarisme itu disahkan?

Penyusunan SOP plagiarisme ter-masuk dalam program kerja Komisi Etik yang bekerjasama dengan LPM UIN Jakarta tahun 2015. Sehingga, kita targetkan Undang-Undang (UU) tersebut rampung dan disahkan pada akhir 2015.

Jadi selama ini bagaimana prosedur pelaporan kasus plagia-risme?

Pertama harus ada buktinya. Mi- salnya ada suatu karya ilmiah yang memiliki tulisan atau halaman yang sama persis dengan buku tertentu na-mun tidak mencantumkan referensi- nya, itu sudah jelas dikatakan plagiat. Setelah terbukti karya tersebut sebagai kasus plagiarisme bisa dilaporkan ke senat fakultas.

Dalam setiap fakultas, senat fakul-tas bertugas dalam menangani ka-sus plagiarisme. Mereka berwenang dalam memutuskan serta memberi sanksi terhadap pelaku plagiarisme. Apabila dari fakultas tidak menangani kasus tersebut, baru kasus plagiat itu diserahkan ke universitas melalui ra-pat senat universitas.

Seberapa besar wewenang fakul-tas dalam menindak kasuk plagia-risme?

Sangat besar, pimpinan fakultas itu berhak menindaklanjuti adanya kasus plagiarisme. Namun, setiap fakultas berbeda-beda dalam men-gangani kasus plagiarisme ini. Oleh karena itu kita sedang membentuk SOP Plagiarisme agar semua fakultas seragam dalam menindak kasus plagiarisme. Tindak kasus plagia-risme dapat selesai di fakultas ma- sing-masing. Namun, ketika senat fakultas tak dapat melan-jutkan kasus plagiarisme, baru kasus itu dibawa ke universi-

tas.

Dari senat universitas sendiri bagaimana prosedur pelaporan kasus plagiarisme?

Itu yang sedang kita rundingkan, kalau yang dulu-dulu apabila ada lapo-ran plagiarisme dari fakultas baru di- serahkan ke rapat senat dan dipa-parkan kasusnya. Rapat senat juga menjadi tempat untuk memutuskan dan menjatuhkan sanksi.

Apa sanksi yang diberikan untuk pelaku tindak plagiarisme?

Sanksi bagi pelaku pla-giarisme sendiri ada sanksi moral dan ad-ministratif. Untuk mahasiswa, me- reka bisa diskors atau keluar dari sebuah universi-tas. Bagi alumni bisa dicabut gelar S1 atau S2-nya. Sedangkan bagi dosen sendiri bisa diturunkan dari j a b a n t a n -

nya, diskors untuk tak mengajar sela-ma beberapa tahun, bahkan yang pa-ling ekstrim bisa dikeluarkan.

Biasanya, apabila bentuk plagia-rismenya buku, buku tersebut diambil dari edaran. Dosen tersebut diminta untuk merevisi ulang dan meminta maaf kepada pihak yang merasa diru-gikan. Apabila kasus plagiarisme sele-sai dengan minta maaf, dan pihak yang merasa dirugikan sudah memaafkan, itu bisa langsung selesai. Sebab, pelaku plagiarisme sudah mendapat sanksi moral dan malu setelah adanya lapo-

ran plagiarisme.

Dok. Pribadi

U’L CEE: Kursus Cerdas dan Hemat

Bahasa merupakan alat komunika-si bagi manusia. Dengan bahasa, ses-

eorang dapat menyampaikan maksud kepada lawan bicaranya. Karena itu,

dapat menguasai lebih dari satu ba-hasa menjadi poin tambahan bagi ses-

eorang. Terlebih, untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di akhir tahun mendatang.

Melihat banyaknya kebutuhan akan bahasa, Udrus Learning Cen-ter (U’L CEE) Institute hadir dengan membuka kelas bahasa asing (Inggris, Arab, Prancis, Turki, dan Thailand). U’L CEE juga memiliki beberapa pro-gram seperti bimbingan Test of Arabic as Foreign Language (TOAFL), Test of English as Foreign Language (TOEFL), kajian islam komprehensif, dan jasa penerjemahan dalam berbagai bahasa.

Biaya kursus U’L CEE juga ter-bilang ekonomis. Dengan biaya Rp 500-600 ribu, anda sudah bisa kursus selama dua bulan untuk 20 kali per-temuan, termasuk biaya pendaftaran serta biaya modul pembelajaran. Se-dangkan biaya TOAFL dan TOEFL dibandrol Rp 650 ribu per dua bulan.

Selain itu, bagi anda yang ingin belajar privat, tak perlu khawatir, U’L CEE Institute juga membuka kelas pri-vat bagi siswa Sekolah Dasar (SD), Se-kolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Biaya untuk privat berbeda-beda tergantung

jenjang sekolah masing-masing. Untuk siswa-siswi SD, Rp 80 ribu untuk seka-li pertemuan. Siswa-siswi SMP Rp 90 ribu dan Rp 100 ribu untuk siswa-siswi SMA atau sederajat.

Pengajar lembaga kursus yang ber-diri pada 1 Juni 2015 ini berjumlah sekitar 10 orang. Kebanyakan dari mereka merupakan alumnus Univer-sitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hi-dayatullah Jakarta.

Keuntungan lembaga kursus yang beralamat di Jalan Ir. H. Juanda No. 102 Ciputat Timur, Tangerang Selatan ini juga memberikan kelas gratis Ba-hasa Thailand, Turki dan Prancis. Ke-las ini dibuka secara bebas tanpa ada daftar hadir peserta layaknya kursus berbayar.

Ditambah lagi, bagi pelajar TOA-FL dan TOEFL yang ingin men-gulang karena belum mencapai angka 450-500, bisa mengulang tanpa harus membayar lagi. U’L CEE juga menye-diakan kelas belajar yang nyaman karena dilengkapi dengan AC. Para pengajar U’L CEE pun tak segan mem-berikan pendidikan jika ada pelajar U’L CEE yang bertanya di luar kelas.

SOP Plagiarisme JadiPR Komisi Etik

Dok.

Prib

adi

Page 12: TABLOID INSTITUT EDISI 39

Sumber: Internet

LAPORAN UTAMARESENSI Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 12

Semuanya bermula sejak naiknya Reza Pahlavi sebagai Shah (raja) Iran pada 1953. Lalu mulailah era kekeja-man Shah dengan dibantu polisi in-telejennya, SAVAK. Di bawah Shah, Iran mengalami masa kediktatoran hingga puncaknya terjadi pada 4 November 1979 dengan meletupnya Revolusi Iran. Warga yang berontak, memenuhi ruas-ruas jalan Kota Te-heran, khususnya di depan Gedung Kedutaan Amerika Serikat (AS). Mereka menuntut agar Shah turun dari jabatannya.

Saat itu, AS memang disebut-se-but menjadi dalang atas semua yang terjadi di Iran termasuk naiknya Reza Pahlavi menjadi Shah (raja) Iran. Sebagai bentuk kekecewaan, mereka akhirnya menyandera 50 Staf Kedutaan Besar AS. Namun,

enam di antaranya berhasil lolos. Mereka yang lolos kemudian bersem-bunyi di kediaman Ken Taylor, seo-rang Duta Besar Kanada di Iran sela-ma 444 hari.

Mendapati kabar tersebut, Peme- rintah AS melalui Departemen Luar Negeri berunding mencari upaya untuk memulangkan keenam staf kedubes tersebut. Akhirnya dipu-tuskan anggota CIA bernama Tony Mendez (Ben Affleck), yang dikirim ke Iran. Tony Mendez terpilih lan-taran ia terkenal ahli menyelundup-kan orang keluar dari negaranya. Ide yang ditawarkan yakni dengan mem-buat sebuah film palsu fiksi ilmiah berjudul “Argo”.

Mendez dibantu atasannya di CIA, Jack O’Donnell (Bryan Crans-ton) yang kemudian mengontak John Chambers (John Goodman), seo-rang penata rias Hollywood untuk membantu menggarap film tersebut. Untuk lebih menyempurnakan kebo-hongan Argo, ia juga meminta Lester Siegel (Alan Arkin), seorang produs-er terkenal dari Hollywood untuk berperan sebagai produser gadungan dalam pembuatan Studio Six dan mempublikasinya di majalah.

Selang dua hari di Iran, Men-dez yang memimpin penyamaran tim produksi film, meminta Staf

Kedubes AS untuk segera mendalami peran yang diran-cang jauh hari se-belumnya. Namun, di hari keberang-katan, Pemerintah AS membatalkan misi tersebut dan menarik peme-sanan tiket pulang. Kabarnya, CIA menerima informasi bahwa tentara Iran mengendus keberadaan enam pegawai AS yang lolos. Meski begitu, dengan keyakinan penuh, Mendez tetap berhasil meyakinkan bahwa misinya akan berhasil.

Mendengar kabar enam tawanan yang lolos, tentara Iran langsung meningkatkan penjagaan, terlebih di Bandara. Mereka beranggapan, Ban-dara merupakan satu-satunya tempat jalan keluar yang bisa digunakan tawanan meninggalkan Iran. Maka, penjagaan pun diperketat dan pos pe-meriksaan ditambah.

Di saat publik Iran mendesak Pe-merintah AS agar mengembalikan Reza untuk diadili, mereka meminta Perdana Menteti Iran, Ayatullah Khomeini untuk memimpin tampuk kekuasaan Iran sementara waktu.

Pada akhir film, Mendez berha-sil membawa enam Staf Kedubes AS kembali ke Negeri Paman Sam.

Karena keberhasilannya, Mendez pun menerima penghargaan dari Pe-merintah AS berupa Bintang Inteli-jensi. Perkara ini berhasil terekspos ke publik pada 1997.

Film Argo didasarkan pada kisah nyata Tony Mendez dalam buku The Master of Disguise pada tahun 1979. Film yang dirilis tahun 2012 ini, juga sempat termuat dalam artikel Josh-uah di majalah Wired berjudul The Great Escape. Kondisi di mana Iran yang kala itu sedang kacau oleh poli-tik pemerintahannya. Krisis penyan-deraan Iran berakhir pada 20 Januari 1981. Lolosnya enam warga AS yang bersembunyi di kediaman Kedubes Kanada melengkapi misi CIA.

Belum setahun pasca rilis, Argo telah menyabet beberapa penghar-gaan, seperti Golden Globe Awards dan British Academy Film Awards (BAFTA). Puncaknya, pada tahun 2013, film garapan Ben Afleck ini memenangi Piala OSCAR untuk tiga kategori sekaligus; Film Terbaik,

Editing Film Terbaik, dan Naskah Adaptasi Terbaik.

Meski telah berhasil dengan ban-yak torehan, film ini tidak luput dari ketidakakuratan. Ada beberapa informasi yang dinilai tidak sesuai fakta dari kisah nyata film ini. Mis-alnya, dalam informasi awal, tahun 1950 Iran memilih Mohammad Mo-saddegh sebagai perdana menteri. Lalu di tahun 1953, AS dan Inggris menggerakan kudeta untuk meng-gulingkan Mossaddegh dan menun-juk Reza Pahlavi sebagai Shah muda.

Padahal, faktanya Reza Pahla-vi telah lama menjadi Shah di Iran sejak 1941-1979. Saat itu, Iran men-ganut sistem pemerintah Monarki Konstitusional dengan Shah sebagai kepala negara dan kepala pemerin-tah disebut perdana menteri. Pada tahun 1951, Mossadegh terpilih men-jadi Perdana Menteri Iran. Namun, tahun 1953, AS dan Inggris berhasil melakukan kudeta dan menggugur-kan Mossadegh.

Iran 1979 adalah puncak dari gejolak politik yang menimpa negara itu. Tahun yang menjadi awal sejarah konflik berkepanjangan dengan negara-negara seterunya hingga kini.

Wong Sikep weruh teke dhewe be-gitulah ungkapan yang dapat meng-gambarkan pokok ajaran Samin. Un-gkapan dalam bahasa Jawa tersebut bermakna orang sikep tahu miliknya sendiri. Pengertian ini menegaskan orang sikep seharus- nya saling meng-hargai sesama manusia dan mengeta-hui hak serta kewajiban mereka.

Orang Sikep atau Wong Sikep adalah sebutan bagi pengikut ajaran Samin. Ajaran yang berkembang di

sekitar Jawa Tengah pada 1890 ini dimulai ketika Samin Surosentiko mengajar ilmu kebatinan. Samin ada-lah seorang petani kelahiran 1859 di Randublatung, Blora. Tak sedikit orang yang tertarik mengikuti ajaran-nya.

Beberapa aturan dalam ajaran tersebut mengenai moral dan etika yang harus diikuti. Misalnya berper-ilaku sabar, jangan berbohong, men-curi, berzina, jika dihina tetap diam,

tidak meminta uang atau makanan dari siapapun, serta membantu satu sama lain. Tanpa disadari ajaran Samin terus menyebar luas dan pengi-kutnya meningkat secara signifikan.

Berdasarkan laporan yang dibuat Residen Rembang pada 1903, pengi-kut Samin baru mencapai 722 orang. Lalu dua tahun kemudian bertambah pesat, menurut koran Het Nieuws Van Den Dag 29 Agustus 1905 pengikut ajaran Samin telah mencapai 2.600 orang.

Banyaknya pengikut ajaran Samin didorong oleh adanya kebijakan-ke-bijakan dari pemerintah kolonial Be-landa yang dinilai merugikan rakyat. Sementara itu ajaran Samin lebih memilih melakukan perlawanan, sep-erti tidak mengikuti aturan mengenai pajak, kepemilikan tanah garapan dan tempat tinggal serta kepemilikan hewan ternak.

Sebelum Blora dan Grobogan menjadi wilayah milik negara (hout-vesterijen), rakyat boleh mengambil kayu dari dalam hutan dengan seiz-in kepala desa bila ada kebutuhan yang mendesak. Setelah adanya houtvesterijen rakyat tak bisa men-gambil kayu seenaknya. Menyika-pi hal itu, Samin dan pengikutnya punya sebuah ungkapan tersendiri yakni lemah padha duwe, banyu phada duwe, kayu padha duwe yang berar-ti tanah, air dan kayu milik semua orang.

Oleh karena itu, Samin Surosen-tiko sempat keluar masuk penjara

Penulis : Anis Sholeh Ba’asyin dan Mu hammad Anis Ba’asyin Penerbit : Gigih Pustaka MandiriCetakan : Maret 2014Tebal : 218 halaman

Wong Sikep berlaku jujur dan bersikap apa adanya kepada alam dan sesama manusia. Walau menjunjung tinggi budaya asli, mereka kerap mendapat stigma negatif.

Mengenal Falsafah Hidup Wong Sikep

karena kasus pencurian kayu di hutan. Samin menganggap, hutan memang milik negara, namun sebenarnya kayu tersebut adalah hak setiap orang yang membutuh-kan.

Seiring berjalannya waktu, aja-ran Samin menerima respons negatif dari kalangan masyarakat dan pe-merintah kolonial Hindia Belanda. Mereka menilai Wong Sikep susah diatur dan berperilaku ngeyel terh-adap aturan dan otoritas pemerintah.

Pada 1907 Samin beserta enam pengikutnya ditangkap dalam per-jalanan memenuhi undangan Bupati Blora untuk menghadap. Setelah itu Samin serta pengikutnya ditahan dan dibuang ke luar Jawa. Tujuh ta-hun kemudian pada 1914 Samin pun meninggal. Meski Samin dikabarkan meninggal, Wong Sikep tetap setia pada ajarannya. Bentuk perlawanan yang dilakukan oleh Wong Sikep ti-dak melibatkan kekerasan fisik, bisa dibilang gerakan tersebut bersifat de-fensif.

Kekhawatiran akan meluasnya ajaran Samin, membuat pemerintah menggali informasi lebih jauh me-

ngenai ajaran ini. Peneliti banyak yang kewalahan ketika mewawan-carai Wong Sikep karena permainan kata dan model komunikasi mereka. Wong Sikep suka memelesetkan atau memberikan arti kata berlapis pada kata yang umum digunakan. Ini dilakukan sebagai alat pertahanan saat berada dalam tekanan karena pengikut ajaran Samin dituntut un-tuk selalu menjaga ajaran mereka.

Maka dari itu beberapa orang cen derung menganggap Wong Sikep buta huruf dan ajarannya tidak ter-organisasi dengan baik. Pemahaman tersebut membuat ajaran Samin se-olah-olah berupa aksi spontan dan dadakan terhadap realitas yang menekan mereka sebab perubahan kebijakan oleh pemerintah kolonial Belanda.

Buku Samin menceritakan awal mula ajaran Samin dari waktu peme- rintahan kolonial Belanda hingga pada masa sekarang yang mulai menghilang karena tergerus arus perkembangan zaman. Sampai saat ini, pengikut ajaran Samin ter-us mempertahankan budaya asli dan laku ajaran mereka.

Melacak Jejak AS di Iran

Triana Sugesti

Jeannita Kirana

Foto

: Jea

nni/I

ns

Page 13: TABLOID INSTITUT EDISI 39

Tanti Tifani Aulia

Menari Bukan Ajang “Unjuk Gigi”

LAPORAN UTAMASOSOK Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 13

KOMUNITAS

Kegemaran menari Tanti Tifani Aulia terlihat sejak ia mengenyam pendidikan di bangku kelas 4 Sekolah Dasar (SD) 01

Sawangan, Depok, Jawa Barat. Beraw-al dari keinginan orangtua, Tanti akh-irnya bergabung di Sanggar Tari Tris-na Manggala, Depok. Tarian pertama

yang ia pelajari ialah Tari Topeng dari Betawi, tarian tersebut

menjadi pijakannya da-lam mempelajari berb-

agai macam tarian nusantara.

S e t a h u n setelah ber-gabung di Sanggar Tari Trisna Mang-gala, Tanti berhasil me-menangkan beberapa per-lombaan tari

di ber-bagai daerah. Tak

hanya lomba, ia juga menampilkan

tari di berbagai aca-ra meski masih duduk

di kelas 5 SD. “Setelah menang beberapa lomba tari,

saya mengisi berbagai acara, salah sa-tunya di Televisi Republik Indonesia (TVRI),” kata Tanti ketika di temui di Lobi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Senin (12/10).

Saat masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), Ia lebih memilih ek-strakurikuler karate dibandingkan tari. Ia pun aktif di ekstrakurikuler karate hingga menjadi salah satu atlet karate Jawa Barat. “Waktu itu sempat bosan menjadi penari dan kepikiran untuk berkarier di karate,” paparnya.

Meski sempat berhenti menari, Tan-ti tak lupa dengan kecintaannya terha-dap tari tradisional Indonesia. Terbukti ketika gadis kelahiran 12 Juni 1994 ini duduk di kelas 2 SMA, menjadi salah satu finalis IM3 Mobac Academy, acara tersebut mencari remaja yang menampilkan berbagai bakatnya. “Semenjak menjadi finalis IM3 Mo-bac Academy, saya jadi sering latihan menari lagi,” tutur Tanti.

Seusai meninggalkan bangku Se-kolah Menengah Atas (SMA), ia melanjutkan kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayat-ullah Jakarta dan benar-benar kem-bali berkecimpung di dunia tari. Ter-lebih setelah Tanti bergabung dengan Komunitas Pecinta Tari Tradisional (Kontras) Akuntansi, FEB. Selang se-tahun ia bergabung dengan Kontras, ia lalu dipercaya untuk menjadi ketua

Kontras. Di masa kepemimpinan Tanti,

Kontras Akutansi mewakili UIN Ja-karta dipilih menjadi penari pada acara ulang tahun Tangerang Selatan (Tangsel) yang ke-5. Ia dan kawan-kawan-nya bergabung dalam 116 penari dari seluruh Tangsel untuk menarikan Tari Puspa Pesona yang sengaja dipersembahkan untuk mer-ayakan ulang tahun Tangsel. “Saya sangat senang karena bisa tampil di depan Airin Wali Kota Tangsel,” ung-kap gadis yang juga pernah tampil tari di program musik Dahsyat di Rajawali Citra Indonesia (RCTI) ini.

Selain menjadi ketua Kontras Akuntansi, Tanti juga bergabung di Sanggar Tari Lestari. Awalnya, Tan-ti hanya ingin belajar menari, tapi kemudian diminta untuk menjadi salah satu pelatih tari di sanggar terse-but. Sehingga, ia pun menjadi pelatih tari untuk anak-anak berusia 3 tahun sampai remaja. “Untuk melatih tari kepada anak kecil itu benar-benar membutuhkan kesabaran,” tuturnya.

Di Sanggar Tari Lestari, Tanti ser-ing menjadi perwakilan penari dari Depok dalam berbagai perlombaan dan acara di berbagai kota. Salah sa-tunya Festival Apeksi di Ambon, acara tersebut merupakan acara besar dan diikuti oleh seluruh wilayah Indo-nesia. Ia juga menjadi juara 1 lomba

Tari tradisional merupakan kebudayaan yang harus dijaga. Menari bukan untuk dikenal tapi mengenalkan budaya Indonesia.

Melepas lelah dan penat akibat ru-tinitas seharian sembari bersantai di antara sejuknya pepohonan rindang di atas hammock merupakan sesuatu yang menyenangkan. Apalagi dilaku-kan tak sendiri. Ditemani sahabat membuatnya semakin mengasyikkan. Rasanya akan terasa lebih nyaman dan tenang.

Tak banyak masyarakat yang fa- milier dengan istilah hammock. Ham-mock ialah sehelai kain tebal atau jar-ing dari simpulan tali perusik tempat bersantai laiknya ayunan. Ragam jenis hammock yang terdapat di Indonesia, di antaranya parasut, rope, tent, chair, dan sleeping hammock. Ukurannya pun ada single dan double. Single idealnya ditempati oleh satu orang saja, se-dangkan double ataupun king size yang bisa ditempati dua orang atau lebih.

Kedua sisi hammock terikat di an-tara dua badan pohon. Pemasangan hammock perlu memperhatikan ja-rak antar satu pohon dengan pohon lainnya. Sebab, bila jarak pohon ter-lalu jauh atau dekat maka hammock tidak akan nyaman dipakai. “Selain memperhitungkan jarak, simpul ika-tan hammock pada pohon harus kuat dan erat,” ujar Andi Haryanto Ketua Komunitas Hammockers Indonesia wilayah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Jumat (16/10).

Biasanya Hammockers mulai

menggantung hammocknya sore hari seusai beraktivitas di area Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta. Hammockers berbincang dan berbagi pengalaman hingga larut malam, yang sudah ba-rang tentu kemanapun komunitas ini berada pasti membawa hammock. “Pokoknya kita dapet kesenangan sendiri deh bisa nyantai di atas Ham-mock,” tambah Andi.

Bulan Januari 2015, Andi ber-sama delapan kawan lainnya mulai membentuk Hammockers Indonesia di Obyek Wisata Gunung Bunder, Bogor, Jawa Barat. Setelah itu, demi menjaga komunikasi, dibuat juga grup Hammockers Indonesia di me-dia sosial Facebook sebulan setelahnya. Bak gayung bersambut, masyarakat pun menyambut positif kehadiran ko-munitas ini.

Meski belum genap setahun, ko-munitas ini sudah dibanjiri 2.941 anggota yang terbagi ke dalam tujuh wilayah di Indonesia. Mulai dari DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, dan Makassar. Andi bercerita, untuk lebih mempererat tali persaudaraan antar anggota, terselenggaralah acara pertemuan perdana seluruh anggota komunitas Hammockers Indonesia di Bumi Perkemahan Down Hill Cikole, Sukabumi, Jawa Barat pada awal Juli

lalu. Bersamaan dengan pertemuan per-

dana tersebut, terlaksana pula donasi bantuan untuk anak yatim dan kurang mampu. Tak hanya itu, beberapa ke-giatan kerap dilakukan komunitas ini. Mendaki gunung dan berkunjung ke pantai adalah salah satunya. Lebih lagi saban minggu pagi Hammockers biasa berolahraga bersama di area Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta. Berlanjut di sore harinya ada diskusi sembari ber-tukar informasi.

Hammockers Indonesia telah ber-hasil memecahkan rekor dunia yang sebelumnya dipegang oleh komunitas Hammock di Swiss. Dengan Ham-mock Tower, Hammockers Indonesia menyusun 30 tingkatan hammock yang menjadi tertinggi di dunia. Susu-nan hammock tersebut mencapai 25 meter di Bumi Perkemahan Down Hill Cikole. Aksi pemecahan rekor ini didukung oleh tim Indonesia Climb-ing Expedition.

Salah satu anggota Hammockers Indonesia, Rio Candra Kusuma me-maparkan, siapapun bisa bergabung dengan komunitas ini, tidak ada batasan usia, pekerjaan, maupun ket-erampilan. “Yang penting sama-sama suka hammock,” paparnya, Jumat, (16/10). Cukup dengan bergabung di Facebook dan terdaftar dalam grup

Bagi sebagian masyarakat, ketinggian merupakan hal yang menakutkan. Berbeda dengan Hammockers ketinggian malah menjadi teman untuk menghilangkan keletihan selepas seharian beraktifitas.

Whatsapp sesuai dengan wilayah domisilinya, bila terpenuhi maka sudah tercatat menjadi anggota Hammockers Indonesia.

Terlebih Rio ber-harap, ke depannya komunitas ini mampu mewadahi para pegiat pencinta alam khusus- nya pengguna hammock untuk saling bekerjasa-ma dalam membuat ke-giatan yang bermanfaat untuk masyarakat, baik di wilayahnya sendiri maupun secara nasion-al.

Ia juga memahami, kemajuan sebuah ko-munitas memerlukan waktu yang tak seben-tar. Maka dari itu, se-dari awal hammockers saling bahu membahu dan saling melengkapi agar Hammockers In-donesia bisa terus eksis di Indonesia. “Entah siapa, bagaimana dan kapan, semua itu akan mudah jika dijalankan bersama-sama,” ujar-nya.

tari tradisional se-kota Depok. “Hal itu menjadi pengalaman yang tak bisa terlupakan, karena saya dapat melihat kebudayaan dari daerah lain pula,” ujar gadis yang juga menjadi MC di acara tertentu ini.

Bagi Tanti, ada tiga unsur yang perlu diperhatikan seorang penari. Pertama, Wiragayang merupakan dasar kete- rampilan gerak tubuh penari. Kedua Wirama yang berarti suatu pola untuk mencapai gerakan harmonis serta terakh-ir Wirasa yang menggambarkan tingkat penghayatan dan penjiwaan dalam tarian.

Tak hanya itu, Tanti juga memiliki pandangan bahwa tari bukanlah ajang memperlihatkan kelihaian dalam menari. Tanti mengungkapkan, saat ini banyak penari yang asal menari tanpa menghiraukan ketiga unsur penting yang harus diperhatikan seo-rang penari. “Jadi penari juga enggak asal nari, bukan cuma pamer kalau di bisa nari biar eksis,” ungkapnya.

Menurut Tanti, tari tradisional me- rupakan budaya Indonesia yang wa-jib dijaga. Tanti menyayangkan anak muda yang tak acuh terhadap budaya Indonesia. Ia menginginkan adanya pemuda yang bersama-sama mem-bangun, mengembangkan, dan me- ngenalkan budaya Indonesia. “Jangan hanya peduli ketika ada salah satu kebudayaan kita sudah diambil negara lain,” pungkasnya.

Nama : Tanti Tifani AuliaAlamat : Jl. Raya Muhtar no. 44, Sawangan,

Depok, Jawa BaratTempat, Tanggal Lahir : Bogor, 12 Juni 1994Riwayat Pendidikan : SDN 01 Sawangan SMP 09 Depok SMA 01 Parung

Ika Puspitasari

Dok.

Prib

adi

Yasir Arafat

Lepas Lelah Ala Hammocker

Hammock Tower setinggi 30 tingkatan berhasil disusun Hammockers Indonesia di Bumi Perkemahan Down Hill Cikole, (7/6). Aksi ini memecahkan rekor dunia yang sebelumnya dipegang oleh komunitas Hammock di Swiss.

Dok. Pribadi

Page 14: TABLOID INSTITUT EDISI 39

CerpenPuisi

LAPORAN UTAMASASTRA Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 14

Inca MurcaOleh: Tri Wibowo*

keheningan meraja: seberapa besarkahkemungkinan tercipta dari ketiadaan?kesabaran terjaga: seberapa besarkahkemungkinan ada untuk selamanya?

kesadaran adalah jalan panjang: titik berlikuyang tak kenal akhir, beban akal dan pengecap rasayang tak pandai bercerita rahasia.

matamu sepasang masa kini dan nanti: kotak konyakuyang berputar ajaib. tempat bagi jiwa jiwa penciptapergoki dirinya sendiri.

kehampaan tegak berdirijadi semacam kaki kaki kosmosdalam panggung atraksi

kata kita tak bisa dipisahkansaling lahir dilahirkansaling lahir melahirkanoleh rahim teka tekitanpa pernah tiba pada pengertian

*Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta.

Cinta dan MataOleh: Andriansyah Nur Hidayat*

Bila Cinta diserahkan kepada Mata,Bagaimana kau mencintai Tuhan yang tak pernah kau sua?

Bila Cinta diserahkan kepada Mata,Lalu, apa guna hati, rasa dan telinga?

Bila Cinta diserahkan kepada Mata,Apa yang terjadi bila wajah menua?

Bila Cinta diserahkan kepada Mata,Coba tanya, mungkin nurani telah terbuta.

* Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta.

Ironi di Balik KesucianOleh: Iladiena Zulfa

Ketika dunia mencoba mencengkramSecercah cahaya menyusup tak kuasa menghadangApakah semua kan menjadi arang?Terbakar karena kehidupan yang kelam

Ketika jari jemari gemar menghitungMereka kan selalu merasa beruntungMasyarakat pun menjadi buntungDiam membisu tatkala pikiran mulai mematung

Ialah gumpalan noda kotoranMenimpa tinta kesucianDi balik amanat dan nilai agama yang diembanPraktik korupsi itu terus mereka lakukan

Jumlah yang fantastisBumbu sedap yang dramatisTampilan kesucian yang tak logisKehidupan, kini menjadi miris

* Penulis adalah Mahasiswi Universitas Islam Negeri Jakarta.

Ketika Ku Tak di RumahAku mengeluh dan menjatuhkan

semua barang-barang yang ku bawa ketika sampai di depan pintu rumah. Aku menatap sekitar, selalu ada yang janggal dan membuatku merasa tidak nyaman. Ini bukan rumah orangtuaku dan tentu juga bukan rumahku. Ini adalah rumah tante Pram, dan seka-rang menjadi tempat tinggalku.

Hampir satu bulan aku hidup jauh dari orangtua untuk berkuliah. Mama menitipkanku kepada sahabat lama- nya, tante Pram yang tinggal tak jauh dari kampusku. Tante Pram sangat baik, sayang sekali karena dia menjadi orangtua tunggal untuk anak laki-laki berusia delapan tahun berna-ma Caraka. Suaminya meninggal saat dia masih mengandung anak satu-sa-tunya itu.

Aku tersentak dari lamunanku ketika pintu rumah tetangga terbuka tiba-tiba. Ku lirik rumah yang berja-rak hanya beberapa langkah dari ru-mahku itu. Seorang wanita tinggi berbalik dan tersenyum padaku, dia menenteng begitu banyak sketsa gambar. Dia Anna, tetangga yang akhir-akhir ini sering mengabarkan hal-hal aneh tentang rumahku.

“Melukis kemana lagi, Mbak?”

Pertanyaanku hanya di-jawab dengan senyuman dan kemudian dia mengangkat bahu. Wanita itu melirik rumahku sejenak lalu mengernyit aneh. Aku mengikuti arah pandangnya dan menatap bingung, “Apa yang salah dengan rumah ini sebenarnya?” kadang, mungkin bahkan sering aku bertanya tentang hal itu.

Aku menyadari waktuku tidak ba-nyak untuk menyiapkan makan siang. Caraka sebentar lagi akan pulang dan aku tidak mau melihat bocah kecil itu mengamuk karena kelaparan. Saat aku kembali melirik rumah Anna, dia sudah pergi. Kadang aku berpikir Anna mengidap penyakit psikis. Ia terlihat baik-baik saja hari ini, namun besok aku tidak bisa memastikan dia akan memilki kepribadian yang sama.

Rumah terlihat sepi seperti bia-sa, aku melihat kearah Closed Circuit Television (CCTV) yang ada di sudut kiri ruang tamu. Tante adalah orang orang penting di pemerintahan, ter-lebih lagi dia lebih suka tinggal berdua dengan Caraka dan mengurus anakn-ya sendiri dari pada memiliki seorang pengasuh, hal itu menjadi alasan ke-napa tante memasang CCTV di be-berapa ruang yang ada di rumah ini. Aku memakai kamar tidur tamu yang sebelumnya jarang dipakai, sehingga tidak ada CCTV di sana.

Aku pernah melihat-lihat ruang kontrol CCTV yang ada di sebelah

kamar tante. Ruang itu bukan privasi, jadi aku diperbolehkan masuk kapan saja aku mau. Kadang, dengan iseng aku memutar kembali apa yang telah aku lakukan selama seharian. Terakh-ir kali aku melakukannya adalah tiga hari yang lalu, aku berencana meli-hatnya lagi nanti. Mungkin aku bisa menghilangkan rasa penasaranku soal tatapan Anna tadi dan perasaan aneh yang aku rasakan.

***Aku sedikit kesulitan saat mema-

sak tadi karena tidak bisa menemukan pisau yang biasa aku pakai. Namun beruntung Caraka pulang saat aku selesai dengan masakanku, dia tam-pak lusuh seperti biasa, kadang lucu me-lihat wajahnya yang ter-tekuk kare-

na kesal. Namun aku senang dia men-jadi anak laki-laki yang mandiri dan sa-ngat menghargai tante Pram. Dia tidak banyak bicara denganku, namun aku tahu dia menerima kehadiranku di sini dari awal.

Dia paling antusias dengan makanan yang aku masak, meskipun tidak seenak masakan tante, tapi seti-daknya dia menghabiskan masakanku dengan lahap. Seperti hari ini, setelah mengganti pakaian, Caraka dengan khidmat menghabiskan makanan-nya. Tidak butuh waktu lama untuk ukuran bocah laki-laki yang sedang kelaparan.

“Mbak, aku mau tidur siang aja, ya,” dia berlalu tanpa menginginkan ba- lasanku. Setelah membereskan meja makan, aku masuk ke ruang kontrol CCTV, memutar rekaman hari ini.

Aku tersenyum melihat wajah Caraka yang baru bangun tidur, san-gat lucu dengan piama Power Ranger kesayangannya. Semuanya terlihat normal sampai aku selesai membantu Caraka membawa tas sekolahnya dan mengunci pintu depan.

Harusnya, rekaman itu terlihat

baik-baik saja hingga seseorang me-masuki rumah dengan mudah, saat itu sekitar jam sembilan pagi. Apakah dia orang yang tante Pram kenal atau bagaimana, karena dia pasti punya kunci rumah ini, karena jelas-jelas aku telah mengunci pintu depan pagi tadi. Seorang pria tinggi dengan jaket hitam, kepalanya ia tutupi dengan tu-dung jaket sehingga aku tidak dapat mengenali siapa dia.

Pria itu terlihat aneh, dia berjalan dengan berjinjit. Langkahnya cepat dan pasti melintasi ruang tamu dan menuju ruang TV. Kemudian dia ti-ba-tiba melompat ke arah sofa dan ber-diri dengan satu kaki, memutar-mutar tubuhnya dan kemudian tertawa. Aku bergidik ngeri, ia menyalakan TV dan menari di atas sofa.

Mengerikan.Dengan kakinya yang panjang,

langkahnya terlihat sangat cepat melintasi ruang demi ruang hingga ia sampai di dapur. Pria itu menen-gadah dan menatap CCTV dengan muka yang sangat datar. Ini ada-lah pertama kalinya aku melihat wajahnya dengan penuh, senyum miringnya tersirat kebencian. Aku sama sekali tidak mengerti namun yang aku rasakan hanyalah rasa takut dan tanpa sadar jemariku ge-metar.

Tanganku dengan refleks memper-cepat rekaman, pria itu berada di depan

kamar Caraka. Ruangan itu tepat di se-belah kamar tante Pram. Ia menari den-

gan tawa yang sangat menakutkan. Aku melihat waktu rekaman itu

jam satu siang, tepat saat aku baru saja pulang.

Ada yang mengganjal saat pria itu ma-suk ke kamar Caraka, aku melihat reka-man di ruang lain yang memperlihatkan apapun yang aku kerjakan sampai akh-irnya Caraka pulang dan berlalu ke kam-arnya. Aku menarik nafas dan meremas tanganku dengan kuat, namun aku tahu sebentar lagi Caraka akan keluar dengan baju santainya.

Hal itu terjadi, Caraka keluar den-gan baik-baik saja. aku menarik napas dan mempercepat rekaman itu lagi. Na-mun, tidak lama aku kembali tersentak ketika pria itu keluar dan melambai ke arah kamera. Di tangannya, ada sebuah benda kecil yang berkilau. Aku terbe-lalak ketika menyadari yang dipegang pria itu adalah pisauku yang hilang. Dia kembali masuk ke kamar Caraka dan tidak pernah keluar, sampai Caraka kembali masuk ke ka- marnya setelah makan. Tidak mung-kin, kalau begi-tu….

“KAK ICA TOLOOOOONG!”Ya tuhah, apa yang harus aku lakukan?

*Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Sains dan

Teknologi, UIN Jakarta.

Oleh Novi Yulia Anggraini*

Redaksi LPM Institut

Menerima: Tulisan berupa Opini, Puisi dan Cerpen. Opini dan Cerpen: 3500 karakter. Puisi 2000 karakter. Kami berhak mengedit tulisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya.Tulisan dikirim melalui: [email protected]

Kirimkan juga keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor 08563706311Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat Pembaca Tabloid Institut berikutnya.

Page 15: TABLOID INSTITUT EDISI 39

Surat Pembaca

LAPORAN UTAMASENI BUDAYA Tabloid Institut Edisi XXXIX / Oktober 2015 15

Sebuah meja kecil yang terbuat dari kayu berada di depan panggung ruang Teater Salihara. Sebuah radio portable, gelas yang terbuat dari kaca, dan pemanas air portable terletak di atas-nya. Lantunan musik western terdengar saat pengunjung memasuki ruang teater.

Seorang pria berjenggot tebal tampak berjalan menuju panggung diiringi lantunan musik yang terden-gar dari radio portable. Tatapan mata pria berkacamata itu kosong. Langkah kaki- nya bergerak dengan sangat per-lahan. Sembari berjalan menuju pang-gung utama, tak henti-hentinya ia me-noleh ke setiap penjuru ruang teater.

Sebelum memasuki panggung, ia menggesek-gesek kakinya di atas

garis persegi yang menjadi pembatas panggung utama dan tempat para penonton duduk lesehan. Dua kali ia menggesek kedua kakinya sebelum memasuki panggung. Para penonton keheranan melihat tingkah lakunya.

Setelah memasuki panggung, pe-nonton kembali heran melihat ge-rak-gerik pria itu. Bagaimana tidak, ia berjalan kembali menuju belakang panggung. Seketika, lampu di setiap sudut ruang mulai meredup, menyi-sakan lampu di panggung utama yang masih bersinar. Ternyata, pria itu baru saja memutus arus listrik lampu.

Pria berkulit putih itu kemba-li menggesek kakinya di atas garis persegi sebelum memasuki panggung. Langkah kakinya tertuju ke meja kecil

dan mengambil wadah lilin berwarna hitam, semangkuk marshmallow, dan majalah dari laci meja. Lalu, ia me-masak air dengan menghubungkan pemanas air portable ke arus listrik.

Sambil menunggu air matang, Eti-enne Manceau, nama pria asal Peran-cis itu, mengambil kursi lipat yang ter-buat dari kayu yang tersimpan di laci meja dan segera merebahkan badan-nya di kursi lipat. Untuk mengusir ke-bosanan ia juga mengganti kacamata untuk membaca majalah.

Bukannya ingin membaca, sang pria malah merobek beberapa lembar majalah tersebut. Mata pria paruh baya itu hanya menajam melihat ke penjuru ruang teater ketika mende-ngar gemuruh tawa penonton terde-

ngar menertawakan aksinya. Setelah itu, Pria berkewarganega-

raan Perancis ini hendak menyalakan lilin yang tersaji di atas meja. Nahas, saat ingin menyalakan lilin, batang korek api yang ingin diambil tumpah membuat meja kerjanya berantakan. Alhasil, ia terpaksa memungut satu persatu batang korek api dan berusaha menyusunnya hingga rapi.

Merasa kesal karena batang ko-rek api tak habis-habisnya dipungut, ia buang sisa batang korek api tanpa diketahui penonton. Merasa masalah sudah terselesaikan, ia segera me- nyalakan lilin dengan batang korek api yang sebelumnya sudah ia susun.

Ide konyolnya kembali terlihat ke-tika ia mengambil petasan dan mem-

Mengerjakan suatu hal secara detail menjadi keuntungan bagi semua orang. Nyatanya, tak semua orang dapat melakukan hal itu.

bakarnya dengan lilin. Setelah menya- lakannya, ia taruh petasan itu di laci meja dan ia tutup rapat-rapat. Pria itu lalu menutup kupingnya dengan ta-ngan agar bunyi ledakan tak ia dengar.

“Blamm!!” meja belajar milik pria berkacamata itu goyang untuk bebe- rapa detik saja. Sontak para penon-ton kaget mendengar suara itu. Asap bekas ledakan mulai menyembul dari laci meja. Segera ia mengambil pipa untuk menghisap asap yang timbul dari ledakan kecil tersebut.

Gumpalan asap kembali terlihat di tengah panggung. Air yang ia panas-kan untuk membuat kopi sudah cu- kup lama mendidih. Namun, ia tak menyadarinya. Pria itu tak ubahnya penonton yang panik melihat asap tersebut. Bedanya, ia sedang berusaha melepas stop kontak untuk memati-kan pemanas air portable.

Ketenangan mulai tersirat di wajah pria itu ketika stop kontak berhasil dilepaskan. Sementara itu, para pe-nonton tertawa riang melihat kepan-ikan yang baru saja terjadi di tengah panggung. Namun, lelaki tersebut memilih untuk menyeduh teh dan tak menghiraukan keramaian yang dibuat para penonton.

Aksi yang dilakukan Etienne Manceau, Minggu (18/10) dalam acara Pentas Teater Obyek VU ini me- rupakan kerjasama antara Komuni-tas Salihara dan l’Institut Franchaise d’Indonesie (IFI). IFI adalah organi-sasi yang melaksanakan seluruh aksi kerjasama dalam bidang budaya an-tara Perancis dan Indonesia.

Perwakilan IFI, Dwi Setyowa-ti mengatakan, pertunjukkan teater VU yang dibawakan oleh Compag-nie Sacekripa ingin menggambarkan karakter seseorang maniak yang ser-ing memperhatikan kejadian kecil se-cara detail. Menurutnya, setiap manu-sia memiliki karakter tersebut.

Dwi menuturkan, Cie Sacekripa—sapaan akrab Compagnie Sacekripa, mencoba memadukan unsur badut dengan beberapa rutinitas yang bia-sa dilakukan manusia. “Aktor lebih fokus mengolah tingkah lakunya dan melakukan aksi dengan gaya yang unik,” tambahnya.

M. Rizky Rakhmansyah

Etienne Manceau sedang mencermati gelas yang berada tepat di hadapnya, Minggu (18/10). Ia sedang melakukan monolog dalam Pentas Teater Objek VU yang merupakan hasil kerjasama antara Komunitas Salihara dan IFI.

Seni Hidup Perfeksionis

Sum

ber:

http:

//w

ww

.toul

ouco

pe.fr

cope

.fr

Saya Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora yang juga aktif di salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Sebagai mahasiswa yang sering menggunakan kamar mandi Student Center (SC) meminta penge-lola SC untuk bekerja lebih maksimal. (08589218****)

Saya Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) me-minta pada pengelola parkir UIN Jakarta untuk meyediakan tempat parkir yang layak. Jika benyaknya kendaraan membuat parkir UIN pa-dat maka solusinya jangan menerima mahasiswa baru terlalu banyak (08962367****)

nahu tentang kasus dugaan plagia-risme yang dilakukan dosen di fakul-tasnya. “Belum ada yang dilaporkan dan belum ada yang dibahas di senat fakultas,” ujar Zuhdi, Rabu (21/10).

Sekalipun ada kasus plagiarisme yang dilakukan dosen FITK, Senat Fakultas, kata Zuhdi, tak memiliki wewenang untuk menjatuhkan sank-si. “Semua tergantung keputusan rektor. fakultas hanya menjalankan”. Menurutnya, tidak ada aturan dekan untuk memberhentikan dosen. Na-mun, Zuhdi tetap menyayangkan ketiadaan laporan dari pihak jurusan

pada senat fakultas terkait kasus ini.Berbeda dengan Zuhdi, Sekreta-

ris Komisi Etik UIN Jakarta, Amany Lubis mengatakan bahwa fakultas memiliki wewenang untuk menin-dak kasus plagiarisme. Penanganan kasus plagiarisme baru ditangani komisi etik, jika tidak terselesaikan di tingkat fakultas. “Kalau tetap dibi-arkan saja, ya, itu namanya tidak ada political will (niat baik pemimpin),” katanya, Jumat (18/9).

Sementara itu, Rektor UIN Ja-karta, Dede Rosyada mengaku be-lum menerima laporan adanya kasus plagiarisme, baik dari LPM mau-

pun para wakil rektor (warek). Soal plagiarisme, kata Dede, UIN perlu segera membuat aturan agar kasus serupa tidak terulang kembali. Un-tuk itu, perlu ada sanksi tegas. “Pla-giat itu kejahatan akademik. Plagiat itu jahat. Jahat sekali,” tegas Dede, Jumat (23/10).

Namun untuk soal ini, kata Dede, universitas tetap tidak berhak men-jatuhkan hukuman seperti mencabut gelar atau memberhentikan tersang-ka plagiat dari jabatannya. Katanya, menurunkan pangkat jabatan adalah kewenangan kementerian.

Pernyataan berbeda keluar dari

Warek I Bidang Akademik, Fadhilah Suralaga. Menurutnya, ada beberapa tahapan yang mesti dilalui sebelum penjatuhan sanksi terhadap tersangka plagiarisme, yakni pemanggilan untuk mengklarifikasi. “Jika benar dosen tersebut melakukan plagiarisme maka universitas berhak mencabut gelar dan jabatannya,” katanya, Senin (12/10).

Sejauh ini, untuk mengatur kasus plagiarisme, UIN Jakarta masih me- ngacu pada Buku Panduan Kode Etik. Dalam buku tersebut ada beberapa bentuk hukuman yang akan dijatuh-kan pada pelaku plagiarisme. Antara lain, dinyatakan gugur atau tidak

lulus dalam penulisan karya ilmiah, dikeluarkan, dan atau dicabut gelar dan karya ilmiahnya. Perbedaan penjatuhan sanksi disesuaikan ting-kat plagiarisme yang dilakukan.

Sayangnya, Buku Pedoman Kode Etik tidak mengatur secara rinci tingkat plagiarisme yang terdapat dalam sebuah karya ilmiah plus bentuk sanksi yang dijatuhkan. Menurut Ketua LPM, Suru-rin, karena itu UIN Jakarta hingga kini belum bisa menjatuhi sanksi kepada Hin- dun atas tuduhan tindak plagiarisme yang dilakukannya. “Saya belum baca keseluru-han. Tapi sepertinya sudah masuk plagia-risme,” jelas Ketua LPM, Sururin.

Sambungan Berang Dituding Plagiat...

Page 16: TABLOID INSTITUT EDISI 39