TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

15
Edisi XXIV/ April 2013 - Diterbitkan Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com UIN di Bawah Kemenag Tersisih Sebelum Berperang “Kita jadi latihan soal?” tanya Mu- hammad Irvan S. M, mahasiswa semes- ter 4 jurusan Matematika di lantai tiga Gedung Fakultas Sains dan Teknologi (FST). “Nggak, kan nggak bisa ikut,” jawab Utih Amartiwi, teman seke- lasnya. Di antara mereka, ada Maftul Fahrulrohman yang sedari tadi sudah memegang bundelan soal olimpiade matematika tingkat nasional. Pada temannya, Utih menjelaskan, sebelumnya dosen Matematika mereka, Sumaina, berniat mendaftarkan maha- siswa FST secara online untuk mengiku- ti Olimpiade Nasional-Matematika IPA (ON-MIPA) yang diadakan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti). Namun, niat Sumaina ditolak pe- nyelenggara ON-MIPA lantaran kedudukan UIN yang berada di bawah Kemenag. Melalui sambungan tel- epon, pihak penyelenggara olimpiade itu menjelaskan, lomba tersebut hanya diperuntukkan bagi perguruan tinggi yang berkedudukan di bawah Kemen- trian Pendidikan dan Kebudayaan (Ke- mendikbud). Sontak pernyataan tersebut mem- buat kecewa Sumaina. Dengan peno- lakan tersebut, artinya mahasiswa UIN tidak bisa bersaing dalam banyak kom- petisi tingkat nasional. Menurutnya, mahasiswa MIPA di UIN seharusnya memiliki kesempatan yang sama sep- erti mahasiswa MIPA di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam kompetisi itu. Seperti Sumaina, Utih pun merasa kecewa tidak bisa mengikuti ON-MI- PA. Kesempatan untuk bersaing den- gan mahasiswa internasional dalam International Mathematic Competition (IMC) akan pupus karena perwakilan mahasiswa Indonesia yang ikut dalam IMC mestilah pemenang dari ON- MIPA. Berdasarkan UU Dikti No.12 Tahun 2012, Pendidikan Tinggi Keagaaman kini dapat mel- aksanakan kegiatan pendidikan dalam bentuk universitas. Penyelenggaraan, tanggung jawab, tugas dan wewenang dilaksanakan menteri yang menyelenggarakan urusan pemer- intahan di bidang agama. Dengan begitu, UIN kini resmi berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Lantas, bagaimanakah dampaknya? Dewi Maryam Bersambung ke h.15 kol 1 Meniti Ajaran Sang Matahari Jawa Hal: 13 Wawancara: Dedi Rumanta Kebebasan yang Membelenggu Hal: 4 Laporan Khusus Suka Duka KPU Data Hasil Pemira Hal: 5 Hal: 7 Segera dapatkan buku ini di GRAMEDIA,,, Harga Rp55.000

description

Status UIN kini telah sah berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag) menurut UU Dikti No. 12 Tahun 2012. Namun, kenyataannya hal ini menimbulkan dampak dikalangan sivitas akademika, mulai dari mahasiswa hingga dosen. Seperti apa dampaknya? Bagaimana komentar Direktur Diktis Kemenag, Dede Rosyada? Baca segera BULETIN INSTITUT EDISI APRIL.

Transcript of TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

Page 1: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

Edisi XXIV/ April 2013 - Diterbitkan Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com

UIN di Bawah Kemenag

Tersisih Sebelum Berperang

“Kita jadi latihan soal?” tanya Mu-hammad Irvan S. M, mahasiswa semes-ter 4 jurusan Matematika di lantai tiga Gedung Fakultas Sains dan Teknologi (FST). “Nggak, kan nggak bisa ikut,” jawab Utih Amartiwi, teman seke-lasnya. Di antara mereka, ada Maftul Fahrulrohman yang sedari tadi sudah memegang bundelan soal olimpiade matematika tingkat nasional.

Pada temannya, Utih menjelaskan, sebelumnya dosen Matematika mereka, Sumaina, berniat mendaftarkan maha-siswa FST secara online untuk mengiku-ti Olimpiade Nasional-Matematika IPA (ON-MIPA) yang diadakan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti).

Namun, niat Sumaina ditolak pe-nyelenggara ON-MIPA lantaran kedudukan UIN yang berada di bawah Kemenag. Melalui sambungan tel-epon, pihak penyelenggara olimpiade itu menjelaskan, lomba tersebut hanya diperuntukkan bagi perguruan tinggi yang berkedudukan di bawah Kemen-trian Pendidikan dan Kebudayaan (Ke-mendikbud).

Sontak pernyataan tersebut mem-buat kecewa Sumaina. Dengan peno-lakan tersebut, artinya mahasiswa UIN tidak bisa bersaing dalam banyak kom-petisi tingkat nasional. Menurutnya, mahasiswa MIPA di UIN seharusnya memiliki kesempatan yang sama sep-

erti mahasiswa MIPA di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam kompetisi itu.

Seperti Sumaina, Utih pun merasa kecewa tidak bisa mengikuti ON-MI-PA. Kesempatan untuk bersaing den-gan mahasiswa internasional dalam International Mathematic Competition (IMC) akan pupus karena perwakilan mahasiswa Indonesia yang ikut dalam IMC mestilah pemenang dari ON-MIPA.

Berdasarkan UU Dikti No.12 Tahun 2012, Pendidikan Tinggi Keagaaman kini dapat mel-aksanakan kegiatan pendidikan dalam bentuk universitas. Penyelenggaraan, tanggung jawab, tugas dan wewenang dilaksanakan menteri yang menyelenggarakan urusan pemer-intahan di bidang agama. Dengan begitu, UIN kini resmi berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Lantas, bagaimanakah dampaknya?

Dewi Maryam

Bersambung ke h.15 kol 1

Meniti Ajaran Sang Matahari Jawa Hal: 13

Wawancara: Dedi RumantaKebebasan yang Membelenggu

Hal: 4

Laporan Khusus

Suka Duka KPU

Data Hasil Pemira

Hal: 5

Hal: 7

Segera dapatkan buku ini di GRAMEDIA,,,Harga Rp55.000

Page 2: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013LAPORAN UTAMA

Diterbitkan oleh:Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT

UIN JAKARTASK. Rektor No.23 Th. 1984

Terbit Pertama Kali 1 Desember 2006

Pemimpin Umum: Muhammad Umar | Sekretaris: Rahayu Oktaviani | Bendahara Umum: Trisna Wulandari | Pemimpin Redaksi: Rahmat Kamaruddin | Redaktur Cetak: Makhruzi Rahman |

Redaktur Online: Rizqi Jong | Web Master: Jaffry Prabu | Pemimpin Perusahaan: Aprilia Hariani | Iklan & Sirkulasi: Muji Hastuti | Marketing & Promosi: Ema Fitriani |

Pemimpin Litbang: Aditia Purnomo | Riset: Aam Maryamah | Kajian: Aditya Putri

Koordinatur Liputan: Azizah Nida Ilyas Reporter : Abdurraohim Al-Ayyubi, Adea Fitriana, Adi Nugroho, Anastasia Tovita, Dewi Maryam, Karlia Zainul, Selamet Widodo, Koordinatur Liputan Online: Muawwan Daelami Reporter Online: Nur Azizah, Gita Juniarti, Gita

Nawangsari, Siti Ulfah Nurjannah, Nurlaela, Muawan Daelami, Sayied Muarief Fotografer & Editor: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Ibil Ar-Rambany Karikaturis: Azizah Nida Ilyas

Alamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307, Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan15149. Telp: 0856-9214-5881. Web: www.lpminstitut.comEmail: [email protected]

Setiap Reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.

2MKDU Keagamaan Dituntut Lebih

Aplikatif

Mahasiswa keberatan dengan Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) keagamaan di UIN yang terlalu banyak. UIN menyatakan ini konsekuensi kuliah di universitas berbasis Islam.

Adea Fitriana

“Saat disalahkan, ya, mau gimana lagi?

Waktu buat makalah pun sejujurnya saya kurang mengerti, jadi hanya mengutip-mengutip

saja,”

Suasana perkuliahan di Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), Jum’at (6/4) .

Foto Nida/INSTIUT

Hampir empat semester, Intan Widiastuti, menempuh perkulia-han sebagai mahasiswa Konsen-trasi Jurnalistik di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) UIN Jakarta. Na-mun, saat ditanya soal mata kuliah ilmu jurnalistik dan komunikasi, ternyata ia baru mulai mempela-jari mata kuliah tersebut di semes-ter tiga.

Jangankan mempelajari ilmu jurnalistik, menurut Widya, di dua semester pertama perkulia-han, mahasiswa Konsentrasi Jur-nalistik hanya disibukkan dengan mata kuliah bahasa Arab, ulumul Qur’an, sejarah peradaban Islam, akhlak tasawuf, fiqh, ilmu kalam, ulumul hadits, dan tafsir. Mata kuliah agama itu tidak berhenti di semester dua, tapi berkelanjutan hingga semester tiga.

“Saya sadar, mempelajari mata kuliah agama menjadi konsekue-

nsi mahasiswa saat kuliah di UIN yang notabene universitas ber-basis Islam. Namun porsi ini ter-lalu banyak. Metodenya membuat saya tidak memahami mata kuliah agama. Dapat nilai bagus saja hanya sekedar untung-untungan,” ujar Widya, Kamis (28/3).

Menurutnya, dengan pema-haman yang tidak mumpuni, ia kerepotan memahami materi saat mempresentasikan mata kuliah agama. Alhasil tak jarang, pre-sentasinya keliru lantaran pem-bahasan makalah ternyata terlalu melebar.

“Saat disalahkan, ya, mau gima-na lagi? Waktu buat makalah pun sejujurnya saya kurang mengerti, jadi hanya mengutip-mengutip saja,” ujarnya.

MKDU di Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Mahasiswi muslim yang berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI), Husnul Chotimah, jus-tru tidak merasa dibebani dengan mata kuliah agama Kristen yang diajarkan di UKI.

Ia pun tidak khawatir jika mata kuliah kristiani yang diajarkan akan menganggu keimanan atau-pun konsentrasinya pada mata kuliah spesialisasi fakultas yang ia tekuni. “Mata kuliah agama kris-tiani di UKI mengajarkan nilai-nilai agama yang humanis,” ujar Husnul, Kamis (4/4).

Hal ini dibenarkan Pembantu Rektor Bidang Akademik UKI, Anton Reinhart. Menurutnya, UKI tidak memiliki mata kuliah agama yang khusus mengajarkan ilmu agama, namun yang diterap-kan pengajaran ilmu umum yang dikaitkan pada nilai-nilai kristiani.

“Kami tidak mengajarkan

ilmu agama, tapi nilai-nilai kris-tiani. Bila ingin mempelajari ilmu agama silakan belajar di sekolah agama. UKI bukanlah sekolah agama, kami universitas berbasis agama,” katanya Rabu (3/4).

Menanggapi hal ini Wakil Rek-tor Bidang Akademik UIN Jakar-ta, Moh. Matsna, angkat bicara. Menurutnya, meski mata kuliah agama tidak termasuk proyek in-tegrasi keilmuan di UIN, mata kuliah agama tetap penting untuk menyokong embel-embel Islam yang ada di tengah nama UIN.

“Kita itu Universitas Islam Negeri. Jadi dengan MKDU keagamaan, kita mencoba untuk memberikan nilai-nilai keislaman di setiap prodi yang ada di UIN,” ujarnya, Rabu (20/3).

Menurut Matsna, MKDU aga-ma yang saat ini diterapkan di berbagai prodi itu tidaklah berle-bihan. Semua masih dalam batas wajar, persentase tidak lebih dari 20% dari keseluruhan mata kuliah yang diajarkan di sebuah prodi.

Saat ditanyakan pendapatnya mengenai sejumlah mahasiswa yang mengeluhkan beratnya beban mata kuliah agama, Matsna men-egaskan, dalam belajar mahasiswa itu harus repot. Seorang akademisi itu harus mempunyai ilmu. “Anak sekarang maunya yang instan saja, untuk mencapai ilmu itu kan perlu waktu,” katanya.

Pakar Pendidikan Nasional yang juga Guru besar Universitas Negeri Jakarta, H. A. R Tilaar, Se-lasa (2/4), tidak menampik bahwa MKDU agama memang penting untuk memberikan visi yang jelas kepada mahasiswa tentang aplika-si agama bagi kehidupan.

Menurutnya, untuk tataran uni-versitas, nilai-nilai keagamaanlah yang paling urgen untuk dikaji dalam pelajaran agama. Misalnya, kajian tentang nilai-nilai agama di dalam kondisi multikulturalisme yang ada di Indonesia.

Assalamualaikum Wr WbPembaca budimanSemoga kesejahteraan selalu

tercurahkan bagi kita semua. Tak lupa kami hadirkan tabloid edisi 24 ini ke hadapan pembaca budi-man. Tabloid ini menjadi tak be-rarti jika tak ada kontribusi dari pembaca budiman. Kami hatur-kan terima kasih kepada pembaca yang memberikan apresiasi dalam bentuk apapun.

Terutama kepada para pengirim karya sastra, cerpen dan puisi. Kami meminta maaf karena tak bisa memuat semua karya kawan-kawan yang dikirim ke redaksi kami. Hal tersebut dikarenakan alasan space yang tidak mencukupi pada rubrik sastra yang ada saat ini. Namun, pada kesempatan berikutnya kami akan mengapre-siasi karya kawan-kawan dengan sebaik-baiknya.

Tak lupa juga, tabloid ini hadir berkat reporter kami yang rela ber-gumul dengan tenggat waktu sela-ma sebulan. Itu semua dilakukan untuk memuaskan para pembaca sekalian.Tabloid ini juga murni di-garap oleh angkatan baru, lagi-lagi regenerasi menjadi sesuatu yang penting dalam organisasi. Hilang satu tumbuh seribu.

Pada headline tabloid ini kami mengangkat berita tentang status UIN Syarif Hidayatullah yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Bukannya kami tidak setuju berada di bawah Kemenag, tapi ada beberapa kere-sahan yang kami temukan ketika kita berada di bawah Kemenag. Kami juga menyoroti isu pemili-han umum universitas yang meng-gunakan sistem representatif dan masih banyak yang lainnya.

Namun apalah artinya isu terse-but tanpa kesetiaan pembaca. Jika tak ada pembaca, tidak mungkin tabloid kami hadir di semua base-ment fakultas setiap bulan, juga di tangan pembaca sekalian. Tak lupa, jangan tinggalkan tabloid ini sembarangan, meninggalkan tab-loid ini sembarangan berarti anda membuang uang anda sia-sia.

Selamat menikmati sajian kami.

SALAM REDAKSI

Page 3: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013 15

MEMBANGUN KESADARAN GENERASI MUDA

TENTANG KEBERADAAN IDEOLOGI

PRO KEKERASAN MENGATASNAMAKAN AGAMA

Generasi muda sebagai penerus bangsa diharapkan selalu bersemangat positif sehingga memberikan contoh untuk ber-perilaku lebih beradab dalam menyebarkan perdamaian, se-bagaimana yang tersebut dalam Al-Quran bahwa Islam men-gajarkan umatnya untuk senantiasa menanamkan kejujuran sebagai moral dasar dalam berperilaku lebih beradab yang berperan besar dalam menyumbangkan nilai-nilai perdama-ian pada bangsa ini. Namun sayangnya tidak semua insan Muslim memiliki pemahaman yang sama mengenai ajaran Islam karena kurangnya pemahaman tentang agama Islam atau salah dalam menafsirkan makna dari ajaran Islam itu sendiri. Salah dalam menafsirkan makna ajaran Islam me-nyebabkan munculnya ideologi pro kekerasan tanpa mengin-gat akan toleransi kepada pihak maupun agama lain. Hal ini tentunya bertentangan dengan cita-cita dan tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu menciptakan perdamaian dalam ke-hidupan berbangsa dan bernegara, kesatuan dalam keberaga-man tanpa kekerasan.

Ideologi pro kekerasan ini diketahui mulai menyusup dan berkembang di lingkungan generasi muda seperti universitas dan sekolah menengah (SMU) dalam upaya menjaring kader-kader baru terutama generasi muda Islam. Rentannya gen-erasi muda terhadap ideologi pro kekerasan tersebut dipen-garuhi oleh berbagai faktor seperti krisis ekonomi, isolasi dari lingkungan sekitar dan represi serta pengaruh internet seba-gai media dalam menyebarluaskan ideologi pro kekerasan mengatasnamakan agama di kalangan muda.

Fenomena tersebut tentunya menimbulkan kekhawatiran serta membutuhkan perhatian khusus semua pihak untuk mengatasinya. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi La-zuardi Birru untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka melawan penyebarluasan ideologi pro kekerasan menga-tasnamakan agama diantara generasi muda yang bertujuan membangun ketahanan kalangan muda dengan menyelegga-rakan Kuliah Umum yang mempromosikan Anti Kekerasan

dalam Islam, termasuk Dialog Publik mengenai “Pakistani Youth Role in Pre-venting Pro-Violence Ideology”.

Melalui dialog ini, selain sebagai upaya pencegahan terhadap pengaruh ideologi pro kekerasan yang mengatasnamakan agama, diharapkan kaum muda khususn-ya mahasiswa mampu menjadikan per-bedaan pandangan keagamaan maupun perbedaan visi dan misi sebagai kekua-tan yang mampu menyatukan mereka di dalam perdamaian dan toleransi.

Kegiatan ini akan menghadirkan Dr. Hussain Mohy-ud-Din Qadri sebagai pembicara dari organisasi Islam terbesar di Pakistan (Minhaj-ul-Quran Interna-tional) sebagai gerakan sosial keagamaan yang seringkali aktif dalam pembentukan politik di Pakistan melalui kegiatan pen-didikan dan seorang perwakilan akademi-si yang akan berbagi pengalaman tentang bagaimana mengatasi ideologi radikal.

Berbagai pengalaman dari Dr. Hussain Mohi-ud-Din Qadri antara lain aktif di Capital International Policy (CPI) sebagai sebuah lembaga yang memberikan kon-sultasi bagi pemerintah dan non pemer-intah mengenai isu sosial, aktif sebagai Anggota Dewan Gubernur Universitas Minhaj Lahore dalam membuat kebija-kan universitas, Anggota Dewan Studi Universitas Victoria sebagai pembuat ke-bijakan dalam pengambilan keputusan universitas serta tergabung dalam Aso-siasi Peneliti Ilmu Manajemen Universitas

Lahore. Latar belakang pendidi-kan beliau adalah pernah men-imba ilmu di Universitas Victoria, Institut d’Etudes Politiques de Paris serta Universitas New York. Selain itu, beliau juga ahli dalam masalah hubungan internasional, pembangunan ekonomi, perdama-ian, ekonomi, analisis kebijakan, pembangunan internasional, kon-sultasi manajemen, strategi bisnis, penelitian, pembangunan interna-sional, penelitian kualitatif dan public speaking.

Kegiatan ini akan diadakan

pada tanggal 13 April 2013 di Au-ditorium Prof. Dr. Harun Nasu-tion UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat. Terselenggaranya kegia-tan ini berkat kerjasama Lazuardi Birru dengan Minhaj-ul-Quran, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Organ-isasi-organisasi Kepemudaan.

*Untuk Informasi dan komunikasi :Eddy Najmuddien (Manager Program dan Komunikasi Publik Lazuardi Bir-ru ), 0858 9066 8586

Dosen Kimia FST, La Ode Sumarlin mengata-kan, kedudukan UIN yang berada di bawah Ke-menag pun berdampak dalam pengurusan pang-katnya, dimana ia harus mendatangi Kemenag kemudian mengurusnya lagi di Dikti. Berbeda saat ia menjadi dosen di universitas di bawah Dikti, pengurusan pangkat hanya melalui proses internal, setelah itu dilanjutkan ke Dikti.

Adapun dampak lainnya menurut La Ode, yai-tu soal dosen yang tidak bisa mendapatkan dana penelitian dari Dikti, seperti Program Penelitian bagi Dosen Muda, Fundamental, Strategi Na-sional, Desentralisasi dan Nasional. Namun, ia pernah mendapatkan dana penelitian dari Dikti dengan menggandeng peneliti dari universitas di bawah Dikti. Hal tersebut mengakibatkan namanya tidak bisa menjadi peneliti utama.

Pembiayaan Penelitian Tidak BerkelanjutanLa Ode menambahkan, pembiayaan peneli-

tian yang ada di Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) tidak berkelanjutan. Artinya, bagi dosen yang telah memperoleh dana penelitian tahun sebelumnya, tidak bisa mendapatkan dana penelitian di tahun yang akan datang.

Sedangkan, di Dikti ada program penelitian Multi Years, sehingga penelitian tersebut dapat terselesaikan hingga dapat dipublikasikan ke in-ternasional, dengan sistem setiap tahun perkem-bangan penelitiannya selalu dipantau.

“Yang jelas kalau kondisinya seperti ini, kita akan maju, tapi lamban,” ujar La Ode. Namun, ia masih optimis karena beberapa program yang ada di Dikti seperti beasisiwa bagi dosen, sudah ada juga di Diktis. Ia pun mengharapkan kema-juan UIN yang telah memiliki beberapa fakultas

umum, harus cepat dan sistematis agar tidak tertinggal jauh dengan universitas lain.

Sekretaris Dikti Kemendikbud, Patdono Suwignjo menjelaskan, tidak disertakannya mahasiswa UIN dalam berbagai perlombaan Dikti dikarenakan tiap kementerian memiliki programnya masing-masing.

Sementara itu, Dono mengatakan, perihal perbedaan anggaran antara Dikti dan Diktis tergantung dari alokasi anggaran kementerian masing-masing. Ia memaparkan, dana pendid-ikan yang diperoleh Kemendikbud juga dibagi-kan ke- 19 kementerian lain yang memiliki in-stitusi pendidikan.

Direktur Diktis, Dede Rosyada menolak ketika Diktis dikatakan memiliki dana peneli-tian yang sedikit. Menurutnya, dana penelitian antara Dikti dan Diktis relatif sama. Ia berpen-dapat, Dikti memiliki dana yang banyak kare-na lingkupnya lebih besar dibandingkan Diktis.

Dari dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) tahun ini, Dede men-gatakan ada anggaran penelitian sekitar 45 milyar untuk kurang-lebih enam UIN. Menu-rutnya, saat ini program-program beasiswa bagi dosen yang ada di Dikti sudah ada juga di Diktis, seperti Sandwich, ARVI dan lainnya. “Jangan terlalu mempublikasikan terjadinya diskriminasi,” tegasnya.

Ia malah mengkritisi proposal para dosen UIN yang skalanya kecil namun beranggaran besar. “Bikin proposal yang rasional, nanti akan didiskusikan lalu dibiayai Kemenag,” kata Dede.

Buat Perlombaan yang SamaPersoalan mahasiswa UIN yang tidak bisa

mengikuti perlombaan yang diadakan Dikti menurut Dede wajar, karena setiap kemen-terian memiliki program berbeda. Saat ini, Diktis memiliki program Pekan Ilmiah, Olah Raga, Seni dan Riset (PIONIR), ia berharap, mahasiswa UIN bisa memanfaatkannya. “Nanti kita bikin perlombaan yang sama. Ajak Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kema-hasiswaannya untuk bikin,” ujar Dede lagi.

Dede mengatakan, mahasiswa UIN bisa mengajukan penyelenggaraan acara serupa dengan Dikti. Proposal acara tersebut harus diajukan dua tahun sebelum pelaksanaanya ke Warek Bidang Kemahasiswaan. Setelahn-ya, Asosiasi Warek Kemasiswaan melanjut-kan proposal tersebut ke Diktis.

“Adakan saja perlombaan tersebut antar UIN. Bila prestasinya sudah terlihat, nantin-ya akan menarik Kemendikbud untuk men-gajak mahasiswa UIN bersaing dengan ma-hasiswa setingkat UI,” ujar Dede.

Kedepannya, sebagai Direktur Diktis, ia mendorong minimal enam UIN bisa ber-pikir ke depan supaya dapat bersaing dengan lebih kompetitif, terutama penguatan SDM dosen, pendidikan, dan integritasnya. Untuk penguatan kualitas SDM dosen, Diktis mem-fasilitasi beasiswa bagi dosen. Sedangkan, kurikulum dan kegiatan akademik merupa-kan otoritas kampus.

Sambungan ... Tersisih Sebelum Perang

Page 4: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013SENI BUDAYA14

Mengapa masa lalu kerap membelenggu? Banyak peristiwa yang terjadi.

Waktu akan meninggalkan seseorang yang terpenjara dengan masa lalunya. Menjadikan bekal permasalahan yang telah dihadapi untuk melangkah ke depan meru-pakan langkah yang baik. Yakinlah setiap langkah itu selalu ada harapan baru.

Melangkah dengan harapan baru diper-tunjukan “GUE AMA TUHAN” yang dipentaskan teater eL-Na’ma. Bertempat di Aula Madya Lantai 2 itu diawali dari per-ampokan di sebuah rumah milik Dewi pada malam tahun baru. Lalu Dewi memukul Somad perampok rumahnya hingga tak sadarkan diri. Dewi yang panik langsung menghubungi teman lamanya Jemy.

Kejadian tersebut membuat kehidupan mereka bertiga berubah. Pertunjukan yang diadakan pada Sabtu, (6/4) disaksikan banyak penonton hingga ruangan pertunju-kan hampir penuh terisi. Memiliki per-soalan kehidupan yang berbeda membuat ketiganya melakukan pembicaraan untuk memahami dirinya sendiri dan pilihan yang harus dijalani.

Jemy yang diperankan M. Ramdhan, mempunyai masalah seksual, dimana ia seorang penyuka sesama jenis karena ling-kungan disekitarnya. Laila Uliel yang mem-erankan sosok Dewi baru mengakhiri kisah cinta dengan kekasihnya dengan memba-karnya ketika tertidur. Somad dilakonkan M. Suhail yang kesulitan mencari pekerjaan untuk membiayai keempat anaknya me-nyebabkan dirinya menjadi perampok.

Jemy sebelumnya berteman dekat dengan Dewi, hingga sebuah peristiwa ia ditinggal pergi kekasihnya karena kasus pengeboman yang merenggut kekasihnya pergi. Karena merasa kehilangan seorang yang dikasi-hinya dan terjebak dilingkungan penyuka sesama jenis sehingga mengubah orientasi seksualnya.

Somad yang ditinggal mati ayahnya karena ditembak tentara pada kasus Malari

dan kakanya terkena peluru nyasar saat bersama mahasiswa sedang demo membuat dirinya sulit mencari pekerjaan dengan alasan keluarganyanya pernah melawan pemerintah, ia tidak berpendidikan, dan miskin membuat ia menjadi perampok untuk menghidupi kebu-tuhan keluarganya.

Dewi yang menjadi tokoh pro-tagonis, dimana ia menasehati Jemy dengan pilihannya itu malah tidak akan menemukan kebahagian yang sesungguhnya dan merusak tatanan kehidupan yang normal. Somad pun tak luput dinasehat Dewi, agar menyuruh somad berusaha lebih keras lagi dalam mencari kerja untuk menafkahi dan mencintai

keluarganya.“Lu gagal 10 kali, maka lu harus

berusaha 20 kali, baru itu namanya jihad” ujar Jemy.

“Itulah wujud rasa cinta yang layak harus kamu berikan kepada mereka” ucap Dewi lembut.

Dewi sendiripun sepertinya tidak merasakan kebahagian. Dirinya selalu mendapat pukulan yang menyebabkan luka lebam pada pip-inya. Hal tersebut membuat Dewi mengakhiri percintaannya dengan pacarnya lalu pergi. Keinginan Jemy untuk kembali seperti dulu membuat mereka pergi bersama, sedangkan Somad diperbolehkan mengambil barang-barang yang dicurinya sebagai modal usaha.

Echo Chotib pembuat karya sekaligus sutradara menjelaskan secara keseluruhan pementasan tersebut masih banyak per-masalahan yang harus diselesaikan, “Ban-yak bocornya dalam pertunjukan ini, masih banyak hal yang harus saya tuntaskan baik dalam pemain maupun artistik,” jelasnya, Sabtu (6/4).

Walaupun, waktu persiapan pementasan tidak terlalu maksimal, ia ingin menyam-paikan tentang persoalan seberat apapun yang dihadapi jika yakin selalu akan ada pe-nyelesaiannya. Setiap masalah akan selalu dihadapkan dengan pilihan, “Lu diberikan banyak pilihan dan lu harus hadapi resiko setiap pilihannya” ujarnya.

Permasalahan yang sama dirasakan M.Ramdhan, pemeran tokoh Jemy ini merasa belum maksimal menjadi karakter gay. “Lumayan sulit mengubah karakter menjadi gay dalam waktu sekitar dua bulan, sehingga emosional masih belum terban-gun,” ungkapnya, Sabtu (6/4). Selain itu, keriuhan penonton juga membuat konsen-trasinya terganggu karena hampir setiap adegan penonton tertawa.

Penonton yang juga mengajar di Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan (FITK), Rosida Erowati mengatakan, pertunjukan tersebut tidak seberat dengan judulnya. Ia menga-takn pesan yang ia dapat sangat sederhana dan mudah dipahami. “Hidup harus terus berjalan,” tuturnya, Sabtu (6/4).

Namun ia menjelaskan, “Konteks yang diperankan dalam pertunjukan tadi sedang jauh dari Tuhan. Tetapi ketika dekat dengan Tuhan belum menjadi sebuah resolusi atas judul pertunjukannya tersebut” ucapnya.

Irsyad Zulfahmi, mahasiswa FITK, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra In-donesia (PBSI), mengatakan, “Pementasan teater ini cukup menghibur, karena pesan yang disampaikan dibalut dengan nuansa komedi” ungkapnya, Sabtu (6/4).

Tuhan dan Belenggu Masa Lalu

Somad tertangkap tangan mencuri di rumah Dewi saat malam tahun baru. Dirinya dipukul hingga tak tersadarkan diri, (6/4).

Adi Nugroho

Foto Nida/INSTIUT

Beberapa mahasiswa merayakan terpilihnya ketua Jurusan Bahasa Sastra Arab (BSA), Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Sebelumnya, terjadi kericuhan saat perhitungan suara yang menganggap ada salah satu pihak yang berambisi untuk menang dalam Pemira, (27/3).

Foto

: Aw

ang/

INST

ITU

T

Klarifikasi foto : berdasarkan narasumber, foto demo bulan lalu adalah foto anak didik dari kawan-kawan mahasiswa yang tergabung dalam FKMU, bukanlah pengamen.

Page 5: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013 3LAPORAN UTAMA

Seperti yang diutarakan Ketua KPU Universitas, Mughni Labib, sistem representatif mengguna-kan perhitungan perwakilan satu persen dari jumlah mahasiswa di setiap fakultas. Satu persen pemil-ih ini merupakan jajaran Dewan Mahasiswa Fakultas (DMF) yang terpilih pada akhir Maret lalu.

Kendala yang dirasakan KPU adalah sistem ini sendiri. Jika menggunakan sistem satu orang satu suara (one man one vote) secara sistemik jelas dan kalau repre-sentatif ini membuat posisi KPU sendiri terjepit. “Di satu sisi one man one vote terbentur oleh sistem yang diharuskan rektorat. Sedan-gkan, jika representatif terbentur dari sisi mahasiswa,” ujarnya.

Anggota KPU pun merasa ke-sulitan untuk menemukan mekan-isme penentuan jajaran struktural DMU, mekanisme pemilihan Sen-at Mahasiswa Universitas (SMU) dan menentukan jumlah kursi yang tepat untuk menjadi per-wakilan seluruh mahasiswa UIN. “Perwakilan memilih perwakilan

kan susah, jumlah perwakilan-nya terlalu sedikit,” ucap Labib saat ditemui INSTITUT, Kamis (28/3).

Terkait sistem representatif, Divisi verifikasi KPU, Tigor Ein-stein pun sepakat bahwa sistem ini tidak merepresentasikan seluruh mahasiswa, hanya sebagian dari DMF saja. Sistem ini digunakan hanya untuk menghindari konflik, “Semakin banyak suara, semakin besar pula konfliknya,” tambahn-ya saat ditemui di lobby Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komuni-kasi (FIDIKOM), Selasa (19/3).

Sedangkan, Rektor UIN Jakar-ta, Komarudin Hidayat berkomen-tar, sistem representatif ini sudah demokratis karena tidak mungkin dengan jumlah mahasiswa yang mencapai 20.000 semuanya me-milih. Hal tersebut ia sampaikan dalam sambutannya di acara Dialogue of Worldwide Experi-ence Student, Senin (25/3) di Ru-ang Diorama, Auditorium Harun Nasution.

Sedangkan menurut Wakil

Rektor (Warek) III Bidang Ke-mahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim, sistem ini digunakan ka-rena sistem partai sudah dihapus-kan. Menurutnya, jika disamakan seperti Pemilu 2009 lalu yang menggunakan sistem one man one vote secara psikologis mahal, se-cara moral mahal, secara finan-sial mahal dan waktu juga mahal, Rabu (13/3).

Mekanismenya Harus Rasional Menyoal sistem representatif

ini, mantan Ketua KPU 2009, Asep Asary ikut berpendapat, bag-inya tidak masalah bila KPU 2013 dan rektorat ingin menggunakan sistem representatif. Namun, ia menambahkan, “Mekanisme yang

digunakan harus rasional,” katan-ya, Senin (1/4).

Jika yang dimaksud rektorat dan KPU 2013, DMF sudah me-wakili fakultas itu sendiri, ia me-nilai, pengertian representatif yang dimaksudkan menjadi tidak jelas. Menurutnya, mekanismenya dikatakan representatif ketika per-wakilan kelas membentuk Dewan Perwakilan Mahasiswa Jurusan (DMPJ) atau Dewan Perwakilan Mahasiswa Program Studi (DPM-PS). Kemudian, perwakilan ting-kat jurusan membentuk Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF). Terakhir, perwakilan fakultas membentuk Dewan Per-wakilan Mahasiswa Universitas (DPMU).

Representatif Buat Partisipasi Politik Mahasiswa Berkurang

Sistem representatif merupakan aturan main yang dipilih rektorat untuk memilih Dewan Mahasiswa Universitas (DMU). Sedangkan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat universitas hanya bertindak sebagai penentu

mekanisme dan eksekutor saja.

Azizah Nida Ilyas

Sistem one man one vote seperti pemilu tahun 2009, paparnya, lebih jelas mekanismenya bahkan lebih representatif ketimbang sis-tem bias ini. “Waktu itu, setiap partai memiliki kepengurusan hingga level jurusan dan kelas, sama dengan representatif yang seharusnya.”

Partisipasi Politik BerkurangSistem one man one vote seperti

yang ditetapkan pada tahun 2009 dapat memancing partisipasi poli-tik mahasiswa. Ia menganggap, sistem sekarang tidak ada keter-libatan langsung oleh mahasiswa dalam memilih badan legislatif dan eksekutif tingkat universitas. “Jika partisipasi politik mahasiswa ini berkurang maka upaya raktorat untuk mendewasakan mahasiswa telah gagal,” ujarnya.

Lain halnya dengan Komaru-din, yang lebih menginginkan mahasiswa fokus pada aktifitas akademiknya. “Yang mau ngo-mongin politik silahkan ikut or-ganisasi ekstra (Oreks), tapi tolong yang di dalam kampus yang harus ditonjolkan adalah aktifitas akade-miknya.”

Peraturan Rektor UIN Sya-rif Hidayatullah Jakarta No-

mor: Un.01/R/ HK.00.5 / 95 / 2012 yang ditetapkan tang-

gal 3 September 2012, tentang Perubahan Pertama Lampiran

Peraturan Rektor Nomor: Un. 01/R/HK.00.5/2/2012

tentang Biaya Pendidikan Program Strata 1 (S1), Dana Mahasiswa (DM) tidak lagi masuk sebagai salah-satu

rincian pembayaran yang dibe-bankan kepada mahasiswa. Namun, kenyataannya DM

masih ditemukan dalam tanda bukti pembayaran mahasiswa selain angkatan 2012- tahun

ini.Menurut penuturan Kepala Ba-

gian Perencanaan, Edi Suwandi, DM dibebankan kepada maha-siswa untuk menutup 1,8 milyar dari anggaran dana kegiatan ma-hasiswa yang setiap tahunnya mencapai 4,8 milyar. “Untuk 3 milyarnya mendapatkan anggaran dari Bantuan Operasional Pergu-ruan Tinggi Negeri (BOPTN),” tambahnya.

Adapun rincian yang terdapat dalam peraturan baru tersebut adalah, Biaya Seleksi Ujian Mas-uk (BSUM), Sumbangan Pem-binaan Pendidikan (SPP), Dana Praktikum Laboratorium (DPL), Dana Operasinal Pendidikan (DOP), Dana Kesehatan Maha-siswa (DKM), Dana Perpustakaan (DP), Dana Kartu Tunai Man-

diri (DKTM), Dana Penunjang Pendidikan Persatuan Orang tua Mahasiswa (DPP-POM), Dana Test Bahasa (P-TEST), Dana Test Kesehatan (T-KES), Dana Kolaborasi Pengembangan Fakul-tas (DKPF), Dana Orientasi Pen-genalan Kebangsaan dan Keaga-maan (DOPKK), Dana Semester Pendek (DSP), Dana Konferensi Mata Kuliah (DKMK), dan Dana Program Mustami (DPM).

Salah satu mahasiswi semester IV Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Maimunah Mukhtar mengaku, dirinya membayar Rp1.240.000 pada semester ini, dengan rincian DP sebesar Rp50.000, DM Rp50.000, DKM Rp40.000, DOP Rp400.000, DPL Rp300.000 dan SPP Rp400.000.

“Saya tidak tahu kalau ada pe-rubahan peraturan rektor menge-nai biaya pendidikan. Setahu saya memang DM selalu ada setiap masa administrasi perkuliahan. Saya juga tidak tahu secara terper-inci, kemana alokasi dana terse-but, yang saya ketahui anggaran cuma dialokasikan untuk perbai-kan bangunan, taman dan infras-trukturnya, gaji-gaji karyawan dan alokasi ke rumah sakit. Selebihnya saya tidak tahu, karena tidak ada publikasi kepada mahasiswa,” un-gkap mahasiswi Jurusan Pendidi-kan Bahasa dan Sastra Indonesia ini, Jumat (5/4).

Berbeda dengan Maimunah,

salah satu mahasiswi dari Fakul-tas Psikologi, Fitroh Awwaliyah, mengungkapkan pada struk pem-bayaran semester genap tahun ajaran 2012-2013 tidak tercantum rincian DM. “Dalam rincian pem-bayarannya memang tidak ada rincian tentang dana mahasiswa,” tegas mahasiswi semester II terse-but.

Menanggapi hal tersebut, Kepa-la Bagian Keuangan, Sulamah Susilawati ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (1/4), menjelas-kan, untuk mahasiswa angkatan 2011, 2010, 2009, dan seterusnya, memang masih dibebani DM dalam pembayaran pekuliahan. Namun, untuk mahasiswa ang-katan 2012 tidak lagi membayar DM, karena pada tahun ini UIN mendapat BOPTN dari pemerin-tah.

Ia menambahkan, sedangkan alokasi DM yang terkumpul dari mahasiswa selain angkatan 2012 dialokasikan ke Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) dan Unit Keg-iatan Mahasiswa. “Untuk alokasi dana, Bagian Perencaan lebih tahu. Karena kami hanya sirkulasi kepada mahasiswa, melalui per-syaratan yang telah ditentukan,” paparnya.

Terkait masalah alokasi DM, Kepala Bagian Perencanaan, Edi Suwandi mengungkapkan, dana yang terkumpul dialokasikan ke kesehatan, pemira, UKM dan kep-

erluan penghargaan mahasiswa yang berprestasi. “Untuk tahun ini, UIN memang mendapatkan BOPTN dari pemerintah, namun hingga saat ini masih terkena bin-tang (masih dibahas dan belum bisa cair),” paparnya.

Menyoal BOPTNTahun ini UIN Jakarta menda-

patkan BOPTN dari pemerintah kurang lebih 30 Milyar, hal itu diungkapkan Edi Suwandi. Menu-rutnya, penggunaan dana BOPTN ini dikawal ketat oleh pemerintah. “Jadi tidak boleh sembarangan dalam menggunakannya,” tegasn-ya.

Edi menjelaskan, dana BOPTN dipergunakan untuk pelaksanaan penelitian, biaya pemeliharaan dan pengadaan, penambahan ba-han praktikum, penjaminan mutu, pelaksanaan kegiatan mahasiswa,

pengembangan teknologi dan in-formasi, honor dosen atau tenaga pendidikan non-pegawai negeri, dll. “Kita tidak boleh melang-gar Surat Keputusan dari menteri tersebut, kalau tidak mau masuk KPK,” katanya sambil tersenyum.

Menyikapi hal tersebut, Pem-impin Umum Unit Kegiatan Ma-hasiswa HIQMA, Mohamad Fa-jar Mahbub mengaku, tidak tahu ke mana alokasi DM yang masih dibebankan kepada mahasiswa.

“Harusnya pihak rektorat ada transparasi dana, meskipun transparasi adalah rahasia peru-sahaan yang tidak bisa diumbar begitu saja. Namun, setidaknya rektorat memberikan rasionalisasi anggaran dana selama satu tahun. Dana harus di-share ke mahasiswa, supaya semuanya jelas dan tidak ada pikiran negatif kepada rek-torat,” paparnya, Jumat (5/4).

Selamet Widodo

Suasana Pemira di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), (27/3).

Mahasiswa Tetap Bayar DM Meski Tak Ada di SK

Page 6: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013WAWANCARA 4

Seberapa penting mahasiswa mengetahui atau mempelajari demokrasi?

Mahasiswa itu sumber atau ba-han baku dari intelektual bangsa. Bangsa ini bisa maju atau tidak, sumber utamanya dari mahasiswa karena mereka kaum intelektual. Jika kaum intelektualnya tidak memberikan perhatiannya ter-hadap demokrasi, lalu siapa lagi yang akan memberikan perhatian pada demokrasi.

Gejala mahasiswa semakin jauh dari soal-soal demokrasi. Penyebabnya secara umum situ-asi demokrasi tidak memberikan pengharapan. Sehingga ada pern-yataan ‘demokrasi hanya omong doang’. Selain itu, demokrasi menjadi lompatan karier bagi se-seorang untuk menduduki akses uang, kekuasaan dan seterusnya.

Apa dampak dari mahasiswa yang tidak memberikan perha-tiannya pada demokrasi?

Jika gejala mahasiswa jauh dari demokrasi itu terus berlanjut, akan ada krisis intelektual. Dimana kita hanya akan melahirkan sar-jana-sarjana teknis. Sarjana yang hanya berkutat pada keilmuannya

sendiri, jauh dari persoalan rakyat dan kebangsaan. Mereka disebut sarjana tenaga kerja bukan sarjana pemimpin. Misalnya, sarjana hu-kum. Ia akan menjadi tenaga kerja di bidang hukum, padahal yang dibutuhkan adalah pemimpin yang melakukan pembaharuan di bidang hukum.

Bagaimana mahasiswa mener-apkan demokrasi dalam kampus?

Menurut saya, mahasiswa harus merevitalisasi mengenai penger-tian dan pemaknaan demokrasi di dalam kampus. Dimana demokra-si dalam kampus adalah proses demokrasi untuk menghadirkan lembaga-lembaga dan orang-orang yang memperjuangkan kepentingan mahasiswa.

Revitalisasinya, memperbaha-rui kewenangan lembaga-lembaga mahasiswa di dalam kampus. Ke-wenangannya pun untuk terlibat atau berpartisipasi dalam pen-gelolaan kampus. Jadi, mahasiswa dimintai pendapat soal bahan pembelajaran, penilaian, termasuk dalam pembiayaan perkuliahan.

Sehingga mahasiswa sadar, kalo saya memilih seseorang untuk memperjuangkan kepent-

ingan mereka sendiri. Pertama, kewenangan tentang partisipasi bahan pembelajaran. Kedua, men-genai penilaian pembelajaran. Ketiga, transparansi anggaran pendidikan. Keempat, diikutser-takan mahasiswa dalam pemili-han pimpinan (rektorat) dalam kampus. Empat hal ini yang harus dimobilisasi sehingga mahasiswa diberikan kewenangan itu lewat lembaga-lembaga yang harus di-hadirkan.

Tantangan apa yang dilakukan mahasiswa ketika melakukan demokrasi?

Mengembalikan tradisi intele-ktual. Tradisi seperti diskusi dan berdebat untuk menguji pendapat, pilihan, dan argumentasi harus marak dikembangkan dalam kam-pus. Saat ini, dunia maya sudah banyak memberikan bahan argu-men, tetapi sekaligus menumpul-kan tradisi berdiskusi karena ham-pir semua kebutuhan mahasiswa bisa didapat dari google. Sehingga bahan dari google itu tidak ada interaksi dari mahasiswa. Dari sinilah tradisi dialog menjadi ja-rang dilakukan. Yang kemudian muncul adalah seminar-seminar satu arah.

Teknologi semakin canggih tetapi kemudian itu membuat mahasiswa menjadi asosial. Jadi, mereka sudah tidak lagi berhim-pun untuk membahas kepent-ingannya tadi. Tetapi berhim-pun hanya untuk menyalurkan hobi dan kesenangannya. Tidak ada empati memikirkan kelom-pok di luar kampus, bagaimana

masyarakat miskin bisa berkuliah, saat ini mereka sibuk dengan di-rinya sendiri dan kesenangannya.

Saat ini mahasiswa kehilangan momentum karena berada pada demokrasi liberal. Orang bisa mengakses informasi apapun dan berekspresi membuat maha-siswa mulai kehilangan pegangan. Ditambah perilaku aktor poli-tik demokrasi di Indonesia tidak memberikan contoh yang baik. Ini yang kemudian membuat kabur atas substansi demokrasi.

Ditambah posisi kampus yang saat ini membatasi perkuliahan membuat mahasiswanya dikejar-kejar untuk lulus. Hal tersebut, mengubah oreintasi mahasiswa sekarang.

Memulai demokrasi pada diri mahasiswa misalnya seperti apa?

Harus ada yang memulai dan mengatakan, ‘jika kalian menjau-hakan diri dari soal politik maka membiarkan bangsa ini semakin habis sumber intelektualnya’. Se-lain itu, juga berasal dari kelom-pok-kelompok pemula untuk me-mulai tradisi semangat intelektual. Kedua, kelompok tadi melakukan pembaharuan di kelembagaan ma-hasiswa dan peran kelompok ini bisa diambil oleh siapa saja.

Bagaimana menghadapi demokrasi yang saat ini sangat bebas?

Saya setuju tidak ada pem-batasan waktu kuliah, karena ma-hasiswa itu sendirilah yang meng-etahui kapan dirinya harus lulus. Terpenting menyelesaikan syarat

Kebebasan yang MembelengguPemilihan Raya (Pemira) yang baru-baru ini terjadi di UIN Jakarta mening-galkan beberapa persoalan. Di beberapa fakultas terjadi kericuhan terkait peng-hitungan suara. Padahal, demokrasi mengharamkan kekerasan dan menjadikan musyawarah untuk mufakat. Terjadinya kericuhan tersebut lantaran maha-siswa tidak memahami substansi demokrasi secara mendalam, malah terjadi penyempitan makna demokrasi.

Bagaimanakah substansi demokrasi sebenarnya? Dan seperti apa tatangan mahasiswa ketika dihadapkan sikap apatis pada demokrasi? Berikut wawancara reporter LPM INSTITUT, Adi Nugroho dengan Direktur Eksekutif Sekolah Demokrasi, Dedi Rumanta, Selasa (2/4).

administrasi. Lalu biaya pendidi-kan perguruan tinggi harus mu-rah. Dan harus ada evaluasi dalam kurikulum perguruan tinggi.

Apa benar demokrasi melulu dengan kekerasan?

Dalam demokrasi kampus yang utama bukan soal suara, tetapi apa output dari demokrasi ini. Karena yang diperebutkan suara, maka siapa pemenangnya dan jabatan apa yang didapat. Dari sinilah munculnya politik praktis. Jadi, pragmatis berpolitik itu untuk mendapatkan jabatan. Padahal esensi dari demokrasi kampus itu menghasilkan wakil-wakil ma-hasiswa yang memperjuangkan kepentingan mahasiswa.

Yang kedua, mahasiswa tidak memaknai demokrasi sebagai ben-tuk permusyawarahan untuk mu-fakat tetapi mahasiswa langsung melakukan demokrasi liberal. Pada hakikatnya, demokrasi lahir atas dasar anti kekerasan. Jika sudah berdemokrasi tetapi masih melakukan kekerasan itu berarti dia nggak mengerti demokrasi.

Dok. Pribadi

Mahasiswa UIN Jakarta telah menyelenggarakan hajat besar demokrasi, Pemilihan umum Ketua Dewan Mahasiswa Fakul-tas dan Ketua Dewan Mahasiswa Jurusan (DEMA F/DEMA J). Selanjutnya, di akhir April men-datang, Pemilu tingkat universi-tas atau pemilihan ketua Dewan Mahasiswa Universitas pun akan digelar. Ada yang berbeda dengan sistem pemilu kali ini, jika dulu di masa Student Government sistem pemilihan bersifat one man one vote, kini sistem pemilihan diganti menjadi bersifat representatif (rep-resentative).

Sitem representatif atau biasa disebut demokrasi perwakilan adalah sistem demokrasi yang berdiri di atas dasar prinsip sedikit orang yang dipilih untuk mewakili sekelompok orang yang lebih ban-yak. Dengan sistem ini, di tangan mahasiswa yang telah terpilih menjadi BEM J maupun BEM F-lah nantinya akan ditentukan siapa yang duduk di kursi ketua BEM U.

Menanggapi pergantian sistem pemilu tersebut, LPM INSTITUT berinisiatif untuk mengadakan survei kepada beberapa maha-siswa. Menanyakan kepada ma-

hasiswa, apakah setuju dengan penerapan sitem representatif mewarnai kehidupan demokrasi kampus khususnya jika diterapkan pada pemilihan BEM U nanti? Jika mereka tidak dilibatkan se-cara langsung dalam pemilihan ketua BEM U? Dan bagaimana pendapat mereka tentang sistem baru tersebut.

Menurut survei yang dilakukan pada 100 responden dari kalangan mahasiswa, hanya 34% yang men-yatakan setuju dengan sistem rep-resentatif. Sisanya memilih untuk mengatakan kurang setuju seban-yak 39% dan tidak setuju sebanyak 27%. Persentase tersebut menun-jukkan bahwa kebanyakan maha-siswa sangat ingin menggunakan hak suaranya secara langsung un-tuk menentukan siapa yang akan memangku jabatan tertinggi ke-mahasiswaan.

Namun, saat ditanya apakah mereka telah mengetahui bahwa sistem representatif tersebut akan diterapkan pada pemilihan ketua BEM U di akhir April mendatang, hampir 49% responden menjawab tidak tahu dan yang kurang tahu sebanyak 25%. Sedangkan hanya 26% yang mengaku benar-benar tahu. Bagaimana mungkin sistem

ini benar-benar ‘representatif ’ atau ‘mewakili’, jika yang akan di-wakilinya saja banyak yang tidak tahu bahwa dirinya (mahasiswa) akan diwakili? Lantas mewakili siapa wakil terpilih tersebut? Suara mahasiswa kebanyakan ataukah kepentingan segelintir orang?

Pun yang terjadi sosialisasi be-gitu minim, yang dilakukan oleh Dema Fakultas dirasa hanya 26%. Selebihnya, dari Brosur/Pamflet/Banner dan paling banyak men-jawab lain-lain, bahkan ada suara yang abstain sebanyak 3% karena kebanyakan mereka tidak sama sekali mendapatkan informasi tentang adanya pemilihan ketua BEM U dengan sistem represen-tatif. Seharusnya, sosialisasi lebih digalakkan lagi agar ketika sampai pada waktu pemilihan, mereka (mahasiswa) tidak merasa ‘dia-cuhkan’, padahal sebenarnya me-miliki hak suara.

Sehingga sebanyak 52% re-sponden menyatakan bahwa sis-tem ini kurang mampu mewakili suara-suara mahasiswa. Dengan kata lain, mahasiswa lebih banyak yang mengharapkan dapat memil-ih calon ketua dengan sistem one man one vote. Hal ini juga ditunjuk-kan dari animo mahasiswa untuk

melibatkan diri secara langsung dalam hajat besar demokrasi ini. Sebanyak 70% suara responden menyatakan bahwa mahasiswa memang perlu dilibatkan dalam pemilihan ketua BEM U.

Hasil survei di atas, memberikan suatu masukan bagi para ‘pejabat’ di tataran mahasiswa, baik BEM J maupun BEM F, untuk segera mensosialisasikan pergantian sis-tem baru pemilihan. Penting, agar para mahasiswa ‘awam’ sedari awal paham bahwa suara mereka jatuh pada orang yang tepat. Serta menjadi kewajiban yang mewakili agar benar-benar merepresenta-sikan keinginan mahasiswa ke-banyakan. Bukan jadi lahan ‘aji mumpung’ untuk mendapatkan keuntungan pribadi beserta sege-lintir golongannya. Supaya kelak, pemerintahan kampus berjalan se-cara bersinergi antara mahasiswa biasa, DEMA J, DEMA F, DEMA U dan rektorat. Untuk sama-sama menjadikan kampus UIN Jakarta ke arah yang lebih baik.

Sistem Representatif Pemilu BEM U: Benar-Benar Representatif (kah)?

SURVEI

Page 7: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013 RESENSI 13

BUKU Meniti Ajaran Sang Matahari Jawa

Tatkala saya merasa terpuruk dan sampai-sampai harus memprotes Tuhan karena merasa telah diperlakukan tidak adil, buku karya Ki Ageng Suryomentaram, mendinginkan kepala dan hati saya. Seakan-akan bertutur langsung pada saya sebagai seorang bapak yang ngemong (membimbing dengan penuh kasih). Bahasanya yang bersahaja mengarahkan kesadaran saya untuk menyikapi realitas alam semesta dan hukum-hukum yang dikandungnya dengan berani, jujur dan bertanggung jawab.(h.48)

Selamet Widodo

Judul: Makrifat Jawa Untuk Semua

Penulis: Abdurrahman El-‘Ashiy

Penerbit: PT. Serambi Ilmu Semesta

Hal:310ISBN: 978-979-024-290-6

Sebait pengakuan Abdurrahman El-‘Ashiy di atas, tertuang dalam karyanya yang berjudul Makrifat Jawa untuk Semua. Buku setebal 310 halaman itu, mengupas kea-rifaan Ki Ageng Suryomentaram yang dijuluki Sang Matahari Jawa. Lantaran ia dianggap sebagai pencerah dari Kota Mataram. Ki Ageng telah berhasil membumi-kan ajaran adi luhung leluhurnya. Ia juga mampu menerangkan ber-bagai wacana filsafat tentang mula dan akhir alam semesta ke dalam penjelasan yang mudah dicerna.

Sesungguhnya Ki Ageng Suryo-mentaram atau Pangeran Suryo-

mentaram merupakan Guru Utama ‘aliran kebatinan’ kawruh begja (pengetahuan tentang ba-hagia) atau kawruh jiwa (peng-etahuan tentang jiwa). Aliran ini terinspirasi dari aliran kebatinan Jawa, sumarah yang berarti pasrah atau berserah. Terdapat aktivitas yang cukup penting dalam kawruh begja, yaitu pelajaran tentang diri sendiri guna mendapatkan peng-etahuan tentang diri sendiri.

“Mempelajari tentang rasa dalam diri sendiri, menurut Ki Ageng, bisa disamakan dengan mempelajari ma-nusia dan kemanusiaan. Karena kita semua adalah bagian dari makhluk

bernama manusia, maka ketika kita mempelajari rasa diri sendiri dan ber-hasil memahaminya dengan tepat, otomatis kita akan memahami ma-nusia pada umumnya. Maka, pen-genalan diri itu mesti dimulai dengan penuh keberanian menghadapi segala yang ada di hadapan kita secara apa adanya.” (h.53).

Selain itu, dipaparkan pula haki-kat ibadah secara luas. Ki Ageng memberikan resep jitu untuk me-mahami ibadah secara totalitas, yaitu dalam menyembah Yang Kuasa sesuai dengan jalan pikiran dan akal sehat supaya bisa me-nenteramkan hati atau khusyuk.

Untuk mencapai kekhusyu-an itu terlebih dahulu kita harus mema-hami, siapa sesungguhnya yang menyembah, apa yang sesung-guhnya disembah dan bagaimana ‘cara menyembah yang benar’.

Berkaitan dengan ketiga hal tersebut, Ki Ageng pun menje-laskan bahwa aktivitas menyem-bah bukanlah naluri bawaan bagi semua orang. Yang membuat seseorang berkecenderungan me-nyembah adalah ketika ia merasa hidupnya malang atau kurang beruntung menurut anggapannya. Menurut penulis, yang dimaksud-kan sebagai penyembah oleh Ki

Ageng disitu adalah orang yang berwatak budak sekaligus bermen-tal pedagang. Hakikat penyemba-han kepada Allah saat seseorang menyembah-Nya hanya semata atas dasar makrifat dan cinta. Inilah ibadah yang digagas dan dikehendaki oleh Ki Ageng.

Belajar dari jejak-jejak kearifan yang tersirat dan tersurat dalam ajaran Ki Ageng, spiritualis bu-kanlah tujuan, melainkan seperti vitamin atau suplemen penambah energi untuk membangkitkan se-mangat yang mulai mengendor. Karena itu, jika ada pemburu spir-itualis yang sampai terlena, asyik masuk dalam dunia ‘enak sendiri’ dan menutup mata terhadap pen-yakit sosial tanpa (negnakke liyan) di sekitarnya, ia bukan lagi menja-di vitamin, tetapi telah menjelma menjadi candu.

Tak ada manusia yang sempur-na, begitu juga buku ini tak luput dari kekurangan. Banyak bahasa dalam buku ini yang mengguna-kan istilah-istilah subjektif dalam ajaran Ki Ageng yang sukar untuk dimengerti, meski terdapat penje-lasan pada setiap istilahnya. Meski begitu, buku ini sangat bermanfaat bagi pembaca untuk memahami secara sederhana masalah ilmu hati.

Foto: Adi Nugroho/ INSTITUT

Pembuatan selasar (kanopi) di depan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) membuat spanduk menjadi tidak terlihat dan peletakannya di mana saja, asalkan terlihat. Hal itu membuat spanduk tidak tertata dengan rapi. Kamis (4/3).

Page 8: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013SASTRA12

Obsesi Liar

Tak puas dengan penjelasan KBBI, saya merujuk kepada disiplin lain tentang penjelasan lema bocah. Menurut KBBI arti bocah adalah anak kecil; kanak-kanak.

Toh, kaidah-kaidah keberbahasaan Indonesia memang sangat longgar. Perluasan medan makna sebuah lema sewaktu-waktu dapat berubah. “Bocah-bocah pada ke mana?” ujar seorang ma-hasiswa yang mencari rekan mahasiswa lainnya.

Menarik melihat paparan dua pakar dan praktisi pendidikan anak dari Flor-ida, Amerika Serikat, Pamela Phelps, Ph.D dan Laura Stannard, Ph.D ten-tang anak-anak dalam menyelesaikan masalah.

Pertama, pasif (passive). Pada ta-hap ini, anak hampir tidak melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan lingkungan. Tahapan ini dialami oleh para bayi yang belum bisa bicara dan berbuat banyak, terlebih menyelesaikan masalahnya.

Kedua, serangan fisik (physical ag-

gression). Anak-anak pra-TK (sekitar 2-3 tahun) seringkali menyelesaikan masalah dengan melakukan serangan fisik berupa: tantrum (marah), berteriak, menggigit, menendang, memukul, atau melempar benda. Ia belum mempunyai perbendaharaan kata-kata untuk men-gatasi persoalannya. Saat menginginkan mainan, seorang anak akan langsung merampas atau ketika marah pada te-mannya ia akan langsung memukul.

Ketiga, serangan kata-kata (verbal ag-gression). Ketika anak menginjak TK sekitar 4-6 tahun maka serangan fisik akan berkurang, namun mereka mulai memahami kekuatan kata-kata. Mereka akan bergerak ke tahap ‘serangan kata-kata’. Anak perempuan usia 4 tahun ka-dang berkata: “Bajumu jelek!”.

Keempat, bahasa (languange). Tahap ini, seorang anak sudah dapat menye-lesaikan masalah dengan bahasa: kali-mat yang positif, tidak kasar, dan tidak menghakimi. Hal itu tercermin dari ke-matangan dan pengendalian emosi yang baik.

Anak-anak yang akan masuk se-kolah dasar sebaiknya sudah sampai pada tahapan bahasa untuk mengatasi persoalannya. Contoh: ketika seorang anak sedang membuat bangunan den-gan balok, seorang teman menyeng-gol bangunannya. Anak itu berkata, “Aku tidak suka, kamu merobohkan rumahku.” Kemudian temannya itu menjawab, “Maaf aku tidak sengaja!” Masalah selesai dan kedua anak itu melanjutkan pekerjaannya.

Barangkali, perluasan medan mak-na pada lema bocah, selain karena longgarnya kaidah berbahasa kita, memang mengandung makna deno-tatif yang lebih representatif dalam mendeskripsikan realitas. Hanya saja dalam KBBI tak terdapat frasa yang menyarahnya lebih lanjut.

*Penulis adalah mahasiswa Ushuluddin dan Filsafat

BocahKOLOM BAHASA

Oleh: Rahmat Kamaruddin*

Galang masih berkutat di depan komputer bututnya. Matanya tak henti-henti memandangi layar nan lusuh dan berdebu. Sementara jari-jemari terus menempel di atas tuts-tuts keyboard hitam. Sesekali pandangannya mengarah ke kiri, ke kanan dan ke atas, menerawang arah fatamorgana. Ia terus memutar otak. Mencari kelemahan yang ada pada dirinya sehingga sesuatu yang ia citakan tak kunjung tercapai. Ia tak habis pikir dimana letak kekurangan dan kelemahannya?

Di sisi kirinya berdiri saksi bisu, setumpuk buku tentang kiat-kiat menjadi penulis novel dan cerita pen-dek. Tak kalah banyaknya, di sisi kanan puluhan buku antologi cerpen dari berbagai penulis. Sementara di rak berjejer karya-karya fenomenal novelis kenamaan dalam maupun luar negeri. Dari sampul buku tampak Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih dan Bumi Cin-tanya Habiburrahman El Shirazy.

Di sebelahnya lagi berjilid-jilid Harry Potternya JK Rolling. Nampak juga di bawahnya novel kenamaan dunia seperti Dunia Shopie, The Da Vinci Code, Lord Of The Rings dan lain-lainnya. Sementara di paling ujung terlihat nama-nama novelis Indonesia sekaliber Asma Nadia, Helvi Tiana Rosa, Afifah Afra, Fahri Asiza, Dewi Dee Lestari, Ahmad Fuadi, Andrea Hira-ta dan Sequel Gajah Madanya Langit Kresna Haryadi. Serta berjubel novel-novel lainnya.

Jarum jam menunjuk angka empat pagi. Ini hari ketiga Galang tak keluar kamar sama sekali. Tiga hari pula ia lupa mandi. Hanya sesekali membasuh muka dan gosok gigi. Di bawah temaram lampu yang mulai meredup rambutnya tampak kusut tak terawat. Ma-tanya merah antara kelelahan, kurang tidur dan terlalu lama memandangi monitor. Tidur terakhirnya adalah kemarin siang. Itupun tak lebih dari dua jam. Semata-mata untuk menghilangkan lelah. Bajunya kumal dan sedikit berbau peluh keringat.

Adzan Subuh menggema. Ah, bahkan sholat pun Galang acuhkan sejak seminggu yang lalu. Rupa-rupanya ia tak peduli lagi dengan semua urusan. Se-mua teman sementara ia tinggalkan. Kalaupun boleh dibilang teman ialah seperangkat komputer, secangkir kopi dan beberapa batang rokok. Benda-benda itu yang menemaninya tiga hari belakangan. Bahkan kakaknya yang serumah sekalipun tak sempat ia sapa walau se-bentar. Paling-paling ketika kakaknya mengantarkan seseduh kopi kala pagi dan sore hari. Itupun dengan ekspresi dingin.

Galang sedang kesetanan dengan dunia tulis menu-lis. Ratusan kali ia mengirim cerita pendeknya ke ber-bagai majalah dan koran harian. Tapi tak satupun yang pernah dimuat. Rupa-rupanya dia sedang dendam dengan dunia cerita. Dan dendam itu ia ekspresikan dengan menulis sebanyak-banyaknya dan sebaik-bai-knya. Sembari membuka-buka buku lamanya tentang menjadi penulis best seller. Ia tidak lantas menciutkan nyali dan memundurkan langkah. Justru semakin ban-yak karyanya yang ditolak ia semakin tertantang dan menantang. Bahkan semakin memompa semangatnya dan melecut obsesinya. Obsesi untuk menjadi penulis yang diakui di kancah nasional maupun internasional. Obsesi yang perlahan-lahan menjadi liar.

Sejak kecil Galang memang mahir mengarang cer-ita. Sejak masih di taman kanak-kanak ia berkali-kali

mengarang cerita dan melakonkannya di depan teman-teman. Ia sendiri tidak tahu bakatnya itu mengalir dari siapa. Se-lain mengarang ia juga gemar membaca kisah-kisah, terutama kisah para nabi. Dari sekian kisah yang pernah ia baca ada satu kisah yang mengesankan baginya dan bahkan sampai hafal secara detail. Ialah cerita tentang Nabi Sulaiman ketika berdialog dengan semut dan burung Hud-hud. Ia belum mengerti tentang nabi dan mukjizat-mukjizatnya ketika itu. Ia hanya kagum dan heran dengan Nabi Sulaiman yang mampu berbicara dengan hewan. Hanya karena itu. Tak lebih. Sampai ke-mudian ia pun gemar mengarang cerita tentang persahabatan manusia dan he-wan.

Galang tak peduli dengan keadaan ekonomi keluarganya yang kurang mam-pu. Baginya ia punya mimpi dan cita-cita. Dan ia yakin pasti akan mampu meng-gapainya. Ayah dan ibunya hanyalah seorang petani. Petani yang taat, yang selalu mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kewajiban sholat lima waktu. Ia memiliki seorang saudara perempuan yang kini telah menikah dan tinggal di Ibu kota.

Semenjak masuk bangku sekolah me-nengah pertama bakat menulisnya mu-lai terasah. Ia berkali-kali menulis cerita pendek dan sering memenangkan lomba meskipun hanya tingkat sekolahnya sendi-ri. Karena itu pula ia mendapat beasiswa sehingga tidak perlu memikirkan biaya lagi. Jiwa menulisnya semakin menjadi ketika masuk bangku sekolah menengah atas. Ia bergabung di organisasi majalah sekolah. Maka seakan menempati habitat yang sesungguhnya setiap minggu cerita pendeknya pasti terpajang di mading se-kolah. Sesekali ia kirimkan tulisannya ke sebuah majalah nasional meskipun tak juga pernah dimuat.

Selepas dari SMA, Galang memberani-kan diri untuk masuk di perguruan tinggi sambil bekerja. Tapi baru sebulan mera-sakan bangku kuliah ia putuskan untuk berhenti. Kuliah dianggap hanya mem-buang-buang waktu dan biaya. Kemu-dian ia berangkat ke Ibu kota dan tinggal serumah dengan kakaknya. Di sanalah pengembaraan dunia fiksinya dimulai. Ia mulai merambah dunia novel. Novel pertama dan keduanya ia sodorkan ke penerbit. Tapi ditolak lantaran belum pernah punya tulisan yang dimuat har-ian atau majalah nasional. Kemudian ia fokuskan untuk membuat cerpen. Tapi belum juga mampu menembus pentas nasional. Seakan kurang puas ia men-

gunjungi dapur redaksi sebuah majalah secara langsung untuk mengetahui proses penyortiran sebuah kiriman tulisan.

Adzan Subuh telah usai. Galang masih berpikir dan memutar otak. Memuncul-kan semua ingatannya tentang kiat-kiat menjadi penulis hebat. Meluapkan semua imajinasinya yang tak terbatas. Tubuhnya ia sandarkan pada kursi. Memejamkan mata. Sejenak bak orang ketiduran. Tapi bukan. Ia sedang berpikir. Ia bahkan tidak melihat makhluk bertanduk bak siluman di sekelilingnya yang kegirangan menda-pati Galang telah lupa dengan sholatnya. Para syetan itu berpesta atas kemenangan mereka yang berhasil menggelincirkan Galang dalam sebuah semangat yang se-olah-olah positif.

Tiba-tiba wajah Galang berbinar. Matanya sedikit demi sedikit terbuka. Tangannya perlahan-lahan mengepal. Bak memperoleh sesuatu yang belum per-nah ia dapatkan sebelumnya.

“Ya. Ini dia. Kenyataan sebuah cerita.” Galang membatin.

Selama ini Galang menulis fiksi ber-dasarkan imajinasinya yang brilian. Se-mua kiat telah ia coba. Semua sisi kehidu-pan telah ia tuliskan. Tapi sama sekali belum pernah menuangkan tulisan ber-dasarkan kenyataan. Kenyataan yang ia alami sendiri. Ia yakin bahwa penokohan Fahri dalam Ayat-ayat Cinta ialah sosok Habiburrahman El Shirazy itu sendiri. Penokohan Ikal dalam Laskar Pelangi ialah sosok Andrea Hirata itu sendiri. Penokohan Alif dalam Negeri Lima Me-nara ialah Ahmad Fuadi itu sendiri. Dan seterusnya.

“Baiklah. Akan kutulis sebuah kenyat-aan,” pekiknya yakin.

Tangan Galang kembali menggerayan-gi tuts-tuts keyboard. Ia ketik huruf demi huruf, kata demi kata penuh yakin. Sam-pai kemudian terdengar ketukan pintu.

“Galang!” sebuah suara memanggil.Galang tidak menjawab. Ia diam seribu

bahasa. Diam dalam sebuah rencana.“Galang! Apa kamu masih tidur?”

sekali lagi suara itu memanggil.Galang tidak juga mengeluarkan suara.

Ia sangat hafal si pemilik suara itu. Tiap pagi dan sore.

“Galang! Ini kopinya sudah jadi. Kakak masuk, ya!” ketiga kalinya suara Lala, kakaknya Galang, memanggil.

Pintu berderit dibuka oleh Lala. Ia menebarkan pandangan. Mencari-cari adiknya yang sedang kesetanan dengan dunia menulis. Di depan komputer. Tidak ada. Di atas kasur. Juga tidak ada.

“Ah. Barangkali baru bangun tidur dan

mengambil air wudhu untuk sholat Subuh” pikirnya.

Lala mendekat ke meja komputer meletakkan secangkir kopi hangat un-tuk adiknya. Tanpa sengaja tangannya menyenggol mouse yang masih hidup. Seketika monitor menyala, menyinar-kan cahaya. Ada sebuah tulisan. Se-buah judul dalam bentuk huruf kapi-tal. Ia baca tulisan itu.

‘MISTERI PEMBUNUHAN BER-SAUDARA’.

Belum selesai Lala membaca tu-lisan itu tiba-tiba ia merasakan sakit di kepalanya yang teramat sangat. Dalam remang-remang ia sempat melihat Galang berdiri sesaat sebelum men-dapati dirinya telah terkulai di lantai dengan darah segar yang mengalir dari otaknya. Lala pun menghembuskan nafas terakhir di sebelah pecahan guci yang menjadi saksi atas kematiaannya. Sementara syetan-syetan menepuki pundak Galang seolah merayakan ke-menangannya.

* * *

Pagi itu hari Sabtu pukul tujuh ke-diaman Lala dipenuhi polisi. Galang ditangkap dengan tanpa perlawanan. Minggu pagi warta Nasional menu-liskan headline tentang pembunuhan bersaudara dengan tersangka Galang sebagai pembunuh. Sementara di halaman paling belakang pada rubrik cerpen memuat sebuah judul ‘Misteri Pembunuhan Bersaudara’ oleh Galang Gumilang.

Hari itu obsesi Galang akhirnya tercapai. Impiannya untuk menjadi penulis yang diakui secara nasional menjadi kenyataan. Senyata kisahnya yang suram. Obsesi yang mengendap selama bertahun-tahun kini telah me-ledak. Obsesi yang liar, yang belum sempat ia jinakkan.

*Penulis adalah mahasiswa Dirasat Islamiyah

Oleh: Ulin Nuha*

CERPEN

Di Antara Cakar Serigala

Oleh: Irawan Kartosentono*

Darah yang tertinggal pada cakar serigala lembah

kata-kata,

akan tumbuh menjadi rasa takut yang membunuh

pemburunya.

Dan bulan purnama,

masih menatap bekas luka yang pernah ditinggal-

kan sang serigala di jantung pemburu yang mati,

tanpa tahu

cakar yang sama akan mencabik malam

ketika ia redupkan cahayanya.

*Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris

Page 9: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013 5LAPORAN KHUSUS

Lembaga Semi Otonom (LSO) merupakan tempat untuk men-yalurkan berbagai kegiatan untuk belajar dan berkarya di tingkat fakultas. Banyak dari LSO yang ada merupakan refleksi dari mas-ing-masing fakultas. Sedangkan, fakultas yang tak memiliki LSO bukan berarti tak memiliki tempat pengekspresian diri.

Meski begitu, sayangnya banyak LSO yang sudah vakum karena terkendala berbagai hal. Padahal menurut Wakil Dekan Bidang Ke-mahasiswaan Fakultas Ilmu Dak-wah dan Ilmu Komunikasi, Studi Rizal, manfaat mengikuti kegiatan di luar perkuliahan mahasiswa da-pat mengeksplorasi bakat dan hobi mereka.

Meski banyak yang tak aktif, namun masih ada beberapa LSO yang eksis dan memiliki prestasi. Semisal Mootcourt Community dan Tarsius.

Simulasi Pengadilan dalam Pengadilan Semu

Ada juru sumpah, jaksa penun-tut umum, hakim, dan beberapa tokoh yang biasanya dibutuhkan ketika dalam sebuah peradilan. Seluruh tokoh ini diperagakan oleh mahasiswa Fakultas Hukum dan Syariah (FSH) yang terga-bung dalam Mootcourt Comunity, dalam kegiatan simulasi Peradilan Semu.

Selain kegiatan Peradilan Semu, kegiatan rutin LSO Mootcourt Rencana Mooting yaitu diskusi hukum tentang studi kasus. Setiap anggota mempersiapkan materi yang akan menjadi studi kasus dalam Rencana Mooting. Lalu akan diperdebatkan dengan meng-hadirkan juri yang merupakan dosen atau lawyer.

Lawyer ini bukan berarti pengac-ara, namun orang yang mengerti hukum. Biasanya terdiri dari dosen atau senior Mootcourt yang sudah bekerja di lembaga hukum. Kegia-tan Peradilan Semu dan Rencana Mooting tersebut dilakukan setiap

satu kali dalam seminggu. Tak hanya dua kegiatan rutin,

kelompok hukum yang sudah me-miliki 23 anggota aktif ini juga kerap kali mengikuti acara di luar kampus, baik debat maupun seminar. Ketua Mootcourt, Hilda Hilmiah Dimyati mengatakan, ini berguna untuk mengetahui calon sarjana hukum dari kampus yang berbeda. “Kita bisa tahu kelebihan dan kekurangan kita, bahwa ada yang harus dibenahi,” kata Hilda.

Bulan Maret lalu, kelompok ini mengikuti lomba debat di Uni-versitas Padjajaran (UNPAD), Bandung. Diikuti oleh 24 fakultas hukum dari seluruh Indonesia. Namun, perwakilan UIN Jakarta yang merupakan anak-anak Moot-court tak lolos ketika penyisihan grup.

LSO yang sudah eksis sejak 2005 lalu ini bukan berarti tak di-hadang kendala. Menurut Hilda kesulitan yang paling terasa ketika sangat susah menciptakan atmos-fir akademik di lingkungan ma-hasiswa, sehingga antusias maha-siswa untuk bergabung di sebuah LSO tak besar.

Tarsius, Kelompok Kecil den-gan Semangat Besar

Ketika sore tiba, Wahyudin menyalakan api untuk masak. Tiga temannya menjaga tenda. Wahyudin dan kedua teman lain-nya pergi mengambil air tak jauh dari tenda mereka. Saat akan naik ke camp sambil membawa air den-gan sebuah galon, tiba-tiba ada sosok yang mengagetkan para mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) ini. Seekor ma-can tutul lompat di depan mereka. Seketika mereka lari, meninggal-kan galonnya.

Pengalaman yang dialami anak-

anak LSO Tarsius tersebut hanya satu dari sekian banyak peristiwa yang aneh dan menegangkan lain-nya. Wahyudin tak merasa kapok, ia justru menganggap bertemu dengan satwa liar merupakan ke-beruntungan.

Pengalaman itu didapat ketika kelompok Tarsius sedang mel-akukan kegiatan rutin mereka monitoring (memantau) primata di kawasan hutan Tapos, Bogor. Monitoring ini biasanya dilakukan setiap tiga bulan sekali. Tujuannya untuk memantau perkembangan primata-primata di hutan tersebut.

Setelah melakukan monitor-ing, Tarsius membuat laporan dan dipublikasikan di majalah dind-ing (mading) FST. Publikasi bagi mahasiswa juga dilakukan dengan cara membuat seminar.

Bagi Wahyudin dan Putri Qurota Ayuni, mahasiswa juru-

san Biologi ini, bergabung dengan Tarsius mendapatkan manfaat yang banyak, terlebih di dalam perkuliahan terdapat matakuliah Ekosistem dan Primatalogi.

“Kalau kita belajar secara teori hanya sekadar tahu, tapi di Tarsius kita bisa langsung terjun ke lapa-ngan sehingga dalam memahami primata lebih mengerti,” kata Wahyudin yang menjadi wakil ketua di Tarsius.

Tarsius sendiri merupakan salah satu primata yang kecil sangat lin-cah. Filosofi yang ingin diambil dengan menggunakan nama pri-mata ini yakni meski hanya se-buah kelompok kecil dalam fakul-tas, namun LSO Tarsius harus bergerak lebih cepat untuk men-ciptakan karya yang besar.

*Sumber data keaktifan LSO, be-rasal dari BEMF.

LSO Sebagai Refleksi Fakultas

Karlia Zainul

Jum

lah

LSO

Jum

lah

LSO

Jum

lah

LSO

Jum

lah

LSO

Jum

lah

LSO

Jum

lah

LSO

Jum

lah

LSO

Jum

lah

LSO

Tida

k ak

tif

Tida

k ak

tif

Tida

k ak

tif

Tida

k ak

tif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Kegiatan monitoring yang dilakukan Tarsius di Muara Angke, Oktober 2011.

Foto

: D

okum

en P

ribad

i

Foto

: D

okum

en P

ribad

i

Pemilu raya (Pemira) tingkat fakultas dan jurusan telah

usai. Sebelum itu terlaksana, dibentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan panitia

pengawas pemilu (Panwaslu). Mereka berfungsi sebagai

penyelenggara pemira. Ang-gotanya dipilih melalui sistem delegasi dari Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) dan Himpunan Mahasiswa

Jurusan (HMJ).Setelah itu, dekanat melakukan

penyaringan melalui uji kepatu-tan dan kelayakan untuk memilih KPU dan panwaslu. Mereka yang terpilih lalu mengucap janji untuk bersikap independen, profesional dan tidak membawa kepentingan apapun. Hal tersebut diungkapkan Ketua KPU Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Amzar Fadliat-ma. Menurutnya, sistem delegasi tersebut sudah mewakili suara mahasiswa dalam mengantisipasi kecurangan pemira.

Banyak tugas berat yang harus diemban anggota KPU. Suka dan duka pun mereka rasakan. Di satu sisi, banyak tuduhan negatif ter-hadap kinerja KPU. Godaan im-balan hingga sebuah kecaman dit-erima KPU. Di sisi lain, KPU juga

diapresiasi ketika pemilu berjalan dengan sukses.

Hal itulah yang dirasakan Ketua KPU Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Muhammad Takdir. Ia menyayangkan ban-yak mahasiswa yang memandang KPU sebelah mata. “KPU selalu dicurigai sebagai boneka BEMF. Ada selentingan saya lebih con-dong ke sini lah, ke situ lah,” ujarn-ya, Rabu (3/4).

Walau anggota KPU diben-tuk BEMF, Takdir menerangkan, mereka telah berusaha bekerja se-cara independen dan profesional. Ia mengungkapkan, sejak menjadi ketua KPU, telepon genggamnya tak pernah berhenti berdering. “Banyak yang menanyakan saya di mana dan mengajak bertemu,” katanya.

Meski demikian, Takdir selalu menolak jika ada orang yang men-gajaknya bertemu. “Apalagi yang mau datang ke tempat kost malam-malam. Saya sudah tahu arahnya mau ke mana,” ujarnya. Ia beru-saha untuk menghindari hal-hal yang bersifat gratifikasi dan aja-kan untuk meloloskan salah satu kandidat.

Di media sosial twitter pun, Takdir dan kawan-kawan masih

menerima hujatan yang memper-tanyakan kelegalan KPU. Ia pun mengklarifikasi KPU dibentuk dan dilantik sesuai surat keputu-san dekanat. BEMF hanya sebagai perantara pembentuk KPU. “Itu dukanya menjadi Ketua KPU, buat sistem begini, dikritik sana- sini (mahasiswa),” jelasnya.

Walau mendapat banyak kritik dan tuduhan, Takdir mengaku bisa mewujudkan misinya untuk membuat FISIP menjadi con-toh penyelenggara pemira untuk fakultas lain. Ia juga berencana membuat prosedur standar ope-rasional teknis penyelenggara

pemira untuk selanjutnya. Setelah rampung, akan diajukan ke KPU pusat. “Itu sukanya. Saya mem-punyai otoritas untuk mengubah sistem,” jelasnya.

Ketua KPU Fakultas Ushulud-din (FU), Saiful Bahri pun mulai banyak mendapat teror dan anca-man melalui telepon dan pesan singkat sebelum pemira berlang-sung. “Bahkan, H-3 itu ada se-lebaran yang mengatakan, KPU itu rusak, cacat, curang dan isu pemilihan akan kacau,” tutur pria yang akrab disapa Ipung ini, Se-lasa (2/4).

Ipung mengaku tidak men-

ganggap serius teror itu. “Saya cuek saja. Hal itu wajar saja, ada oknum yang mau mencacatkan pemira,” katanya. Baginya, ini se-bagai proses pendewasaan politik mahasiswa. Meski begitu, KPU juga tetap berusaha menghindari kekacauan dengan melakukan ker-jasama bersama pihak keamanan untuk menyukseskan pemira.

Menjadi Ketua KPU Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), bagi Abdurrahman B.L memiliki ke-banggan tersendiri. Sebab, KPU mempunyai peran yang sangat besar dalam pemira. “Ini juga se-bagai deklarasi diri dan pengala-man,” ujarnya, Selasa (2/4). Ia juga jadi lebih memahami birokra-si dan demokrasi kampus.

Dekan FSH, Amin Suma pun memberikan apresiasi atas kin-erja KPU dalam menyukseskan pemira, sehingga tidak terjadi kekacauan seperti pemira sebel-umnya. Ia berencana memberikan penghargaan berupa sertifikat atas keberhasilan semua anggota KPU.

Terkait tuduhan KPU tidak in-dependen dan tidak transparan, menurut Abdurrahman, maha-siswa bebas menilai apa saja. “KPU itu hanya sebatas fasilitator penyelenggara pemira dan men-gonsep teknis lapangan,” ujarnya.

Suka Duka Anggota KPU, Dihujat dan Diapresiasi

Anastasia Tovita

Wakil Rektor (Warek) Sudarnoto Abdul Hakim saat mengontrol pemira di FISIP, (30/3)

Fot

o: N

ur A

ziza

h/ I

NST

ITU

T

Page 10: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013KAMPUSIANA 6

Anggapan menikah sekali seu-mur hidup, membuat keputusan untuk menikah haruslah penuh dengan pertimbangan yang benar-benar matang. Tetapi, keputusan waktu untuk menikah saat kuliah atau menikah setelah mapan mer-upakan pilihan masing-masing in-dividu.

Manfaat menikah saat berkuli-ah dirasakan mahasiswi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ko-munikasi, Fildza Maulidya. Pada saat dirinya memutuskan untuk menikah, orangtuanya melarang untuk menikah, karena ketakutan orangtua, saat anaknya menikah harus mengurus keluarga dan nanti perkuliahannya akan terbe-lengkalai.

Namun, dirinya bisa membayar ketakutan orangtua dengan mem-buktikan bahwa ia bisa kuliah tepat pada waktunya. Saat ini di-rinya sedang menyusun proposal skripsi dan menargetkan wisuda pada tahun ini. Berat memang, ke-tika ia harus membagi waktunya untuk mengurus anak dan kuliah. Terlebih ketika rasa malas kuliah menghampiri—karena tidur larut malam untuk mengerjakan tugas kuliah dan mengurus keluarga. Namun,, di saat-saat seperti itulah sang suami memberikan suntikan

moral padanya. Mengenai alasan ia menikah

muda sebenarnya sederhana. “Saya malas berpacaran,” ujar ibu satu anak ini, (4/5). Dirinya tetap bertanggung jawab mengurus buah hatinya walaupun dibantu baby sitter. Hal ini dibuktikan ke-tika ia mengerjakan tugas perkuli-ahan ketika buah hatinya sudah tertidur dan mengambil waktu kuliah siang hari saja, jadi ia bisa berkumpul waktu pagi dan setelah pulang kuliah.

Semangat lainnya ditunjukkan Mahasiswa Fakultas Ilmu Tar-biah dan Keguruan, Tri Winarsih ini sebelumnya tidak mengingin-kan berkuliah setelah menikah. Tetapi, suaminya malah meren-canakan dan memotivasi dirinya untuk berkuliah. Karena motivasi suaminyalah dirinya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Ia mengatakan, mengambil jam pelajaran perkuliahannya pun tiga hari dalam seminggu—

membagi waktu antara keluarga dan perkuliahan. “Pintar-pintar membagi waktunya saja,” katanya , Selasa (2/4). Ketika mengerja-kan tugas ia pun harus menunggu anaknya tertidur. Terkadang sua-minya membatu untuk mengerja-kan tugas perkuliahan.

Kesulitan membagi waktu anta-ra kuliah dengan mengurus ke-luarga pernah dirasakan oleh Siti Fahla Nurmala Dewi, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Ia meni-kah saat dirinya diterima sebagai mahasiswi UIN Jakarta.

“Awal kuliah saya sibuk menda-hulukan tugas kuliah. Jadi, kelu-arga yang dibelakangi terus. Tapi, saat ini saya sudah bisa membagi waktu,” ujarnya.

Hal tersebut karena ia tinggal di Bekasi, yang membutuhkan wak-tu cukup lama untuk pulang pergi ke rumahnya. Berbeda dengan Fildza, Fahla malah didorong ke-luarganya untuk menikah, karena ketakutan tidak ada yang menjag-anya, terlebih jika ia harus tinggal sendiri.

Melihat hal tersebut, Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah, Abudinnata menjelaskan, “Men-urut fiqih, salah satu syarat meni-kah sudah balig. Tetapi menikah jangan hanya dilihat dari fiqihnya saja, karena umur 17 tahun sih

sah-sah saja,” tegasnya, Jumat (5/4). Selain itu, juga harus dari berbagai aspek atau komprehensif karena tanggung jawab saat meni-kah bukan hanya dari segi hukum, tetapi ekonomi, sosial, budaya dan lainnya.

Dari segi sosial, katanya, setidaknya harus mempunyai pekerjaan sehingga dapat mem-berikan nafkah, selain itu dapat mengayomi dan melindungi, “Lebih baik siap terlebih dahulu

Menikah Muda itu Pilihan

“Kalau sudah seperti itu harus dinikahkan supaya

bertanggung jawab. Tetapi hal itu membuat mahasiswa menikah belum pada wak-

tunya”

baru melakukan pernikahan”.Persoalannya berbeda jika si

mahasiswa sudah hamil sebelum menikah. “Kalau sudah seperti itu harus dinikahkan supaya ber-tanggung jawab. Tetapi hal itu membuat mahasiswa menikah belum pada waktunya,” jelasnya seraya mengingatkan mahasiswa ketika memutuskan untuk meni-kah harus sudah mampu, karena jika tidak, rumah tangganya akan hancur.

Adi Nugroho

www.sehatnews.com

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menyelenggara-kan Acara Konferensi Nasional (KONNAS) 2013 yang bertema “Pemuda Indonesia dan Ancaman Disintegrasi Bangsa” di Audito-rium FISIP. Acara ini diselengga-rakan sejak Selasa hingga Minggu 7 April.

Ketua acara, Hilman Hidayat mengatakan, latar belakang di-adakannya kegiatan KONNAS, yaitu untuk mengetahui penyebab terjadinya disintegrasi bangsa di daerah konflik oleh pemuda.

“Kita ingin mengetahui dengan jelas keadaan di Aceh, kita juga ingin tahu bagaimana keadaan di Papua. Kita ingin mengetahui se-muanya dengan real,” ungkap Hil-man, Rabu (3/4).

Menurutnya, tema yang diu-sung ini tidak pernah hilang. Meski konflik multi kulturalisme sempat hilang, namun muncul lagi. Begitu pula ketika ada konflik separatisme yang sempat hilang, tapi timbul kembali.

Oleh karena itu mahasiswa yang menjadi delegasi dari univer-

sitas seluruh Indonesia, diharap-kan bisa menemukan solusi agar tidak terjadi lagi konflik di tanah air. “Seharusnya pemuda itu mem-persatukan bangsa bukan memec-ahkan bangsa,” ujar Hilman.

Hilman menambahkan, acara ini dihadiri oleh 82 mahasiswa Fisip dari 20 universitas se-Indone-sia. Tak hanya mahasiswa FISIP UIN Jakarta, Universitas Cendra-wasih dan Universitas Syah Kuala juga ikut bergabung.

Selain seminar, kegiatan KON-NAS lainnya yaitu, simulasi sidang di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indone-sia (RI), kunjungan ke Sekretariat Negara, deklarasi mahasiswa serta masih banyak kegiatan lainnya.

Panitia bagian acara, Muham-mad Takdir mengatakan, tujuan adanya kegiatan simulasi sidang ini untuk mempelajari bagaimana Undang-Undang (UU) terbentuk. Mulai dari Rancangan Undang-Undang (RUU) hingga disahkan-nya UU. Setelah itu dibawa ke si-dang paripurna.

“Kegiatan ini merupakan hal

yang prestisius. Sebab, satu hari peserta menjadi anggota DPR sungguhan yang mengambil kepu-tusan. Jadi, kita tahu bagaimana susahnya membuat UU. Pengala-man seperti ini susah didapatkan,” ungkapnya lagi.

Takdir mengatakan, setelah kita mendapatkan pengalaman terse-but, mahasiswa diharapkan tidak hanya sekedar bisa demo dan mengkritik yang destruktif saja, melainkan kritik yang memban-gun.

Ada pun kunjungan ke Sekre-tariat Negara, peserta diajak un-tuk flash back sejarah serta untuk mengenang sejarah Indonesia. Namun, kegiatan ini tidak terlalu bersifat akademik. Dalam penger-tian lain, hanya bersifat wisata sambil belajar.

Salah satu peserta acara KON-NAS, Federick mengatakan, acara ini sangat bagus. Terutama untuk menambah wacana mengenai an-caman disintegrasi bangsa terkait posisi mahasiswa juga.

“Pembahasan ini harus panjang agar bisa mencapai konsensus.

Peserta Konferensi Nasional (KONNAS), sedang melakukan simulasi sidang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional (KAM-NAS) di Gedung Operasional Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indo-nesia (RI), Kamis (4/4).

Pemuda Harus Selesaikan

Ancaman Disintegrasi Bangsa

Berbicara masa depan, semuanya dipegang oleh pemuda. Kebe-basan itu sangat penting dan ini berhubungan dengan demokrasi,” kata Mahasiswa Universitas Jen-dral Sudirman ini.

Ia berharap agar acara ini bisa dihadiri oleh sebanyak mungkin mahasiswa. Sebab menurutnya, masih banyak mahasiswa yang memikirkan persoalan ancaman disintegrasi bangsa.

Abdurrohim Al Ayubi

Foto

: Sy

afiq

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi

selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan

dari sejarah.Menu-lis adalah bekerja

untuk keabadian”

Page 11: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013 SOSOK 11

Basyir Arif tidak mengira dalam perjalanannya sebagai mahasiswa yang aktif di sebuah organisasi bahasa (FLAT) menjadikannya Ketua umum pertama Ikatan Ma-hasiswa Studi Arab se-Indoensia (IMASASI). Prestasi tersebut mer-upakan hasil saat ia menjadi ofi-sial dalam mengikuti perlombaan tingkat nasional sejak dua tahun sebelumnya.

IMASASI adalah organisasi mahasiswa studi arab tingkat na-sional yang memiliki lebih dari 34 anggota. Tak hanya mahasiswa Studi Arab UIN Jakarta, Univer-sitas Gajah Mada dan Universitas lain di Indonesia juga ikut berga-bung.

Organisasi ini merupakan sara-na bagi mahasiswa studi Arab yang membutuhkan lembaga profesi untuk meningkatkan kompetensi profesionalisme dan pedagogik serta menciptakan peningkatan pembelajaran bahasa Arab.

Sejak tahun 2010 ia sudah berge-lut dalam bidang bahasa Arab di

wilayah nasional. Berbagai Ke-juaraan ia raih bersama timnya dari UIN Jakarta. Seperti juara 1 pidato di UNJ, juara 2 debat di UGM, juara umum di UI, serta masih banyak juara yang ia sabet.

Awalnya Basyir menganggap bahasa Arab biasa saja. Namun, sejak masuk FLAT ia mulai dia-jarkan untuk cinta bahasa dan bu-daya Arab. “Banyak pula dukun-gan yang diberi FLAT untuk ikut IMASASI,” ungkap Basyir sambil tersenyum.

Menurut Basyir, potensi ma-hasiswa Studi Bahasa Arab UIN Jakarta banyak yang hebat. Baik dibidang debat maupun pidato. Sayang, kurang terdengar di luar universitas. “Mahasiswa UIN Ja-karta hanya jago kandang, tidak jago tandang. Sehingga belum ter-dengar di kancah nasional,” ung-kapnya.

Sebab itu, Basyir membuat pro-gram diskusi Bahasa Arab bersa-ma setiap dua minggu sekali yang bertujuan mengeksplor kemam-

puan mahasiswa. Hal itu terbukti banyaknya kajian studi bahasa arab pada universitas di wilayah jabodetabek dan universitas lain-nya.

Ia berharap dengan adanya IMASASI ini mahasiswa UIN Ja-karta bisa mendalami filosofi ba-hasa Arab dan bisa menyalurkan kehebatannya ke tingkat nasional. Menurutnya, IMASASI sangat mendukung mahasiswa UIN Ja-karta dan mahasiswa lainnya.

Basyir adalah anak seorang guru yang dibesarkan dalam tradi-si bahasa Arab. Ia sudah terbiasa belajar bahasa Arab sejak umur 7 tahun. Setelah Basyir menamat-kan sekolahnya di Ma’had Al-Istigotsah, ia melanjutkan ke UIN Jakarta untuk belajar lebih menge-nai bahasa Arab.

“Orang tua saya sangat bangga sekali. Bapak saya sudah lama menjadi guru bahasa Arab dan mendidik saya dengan bahasa Arab. Mungkin ‘darah’ saya sudah menjadi bahasa Arab. Sering juga

ketika saya berbincang dengan orang tua menggunakan bahasa Arab,” ujarnya sambil tertawa.

Untuk menjadi orang nomor satu di IMASASI tentu tidak se-mudah yang dibayangkan. Ten-tunya ada banyak rintangan yang harus ditempuh. Seperti halnya Basyir, ia pun tak luput menemu-kan titik kejenuhan untuk bela-jar bahasa Arab. Namun, proses pembelajaran yang terus-menerus membuatnya berkarakter bahasa Arab.

Menjadi Ketua Umum IMASA-SI bagi Basyir seperti sebuah im-pian yang tidak pernah terbayang-kan sebelumnya. Ternyata banyak juga mahasiswa dan dosen yang mendukung. Basyir mengatakan, ia tak mungkin bisa menjadi ketua umum IMASASI tanpa bantuan FLAT.

Ketua Umum IMASASI, Tak Hanya Jago Kandang“Mungkin ‘darah’ saya sudah menjadi bahasa arab. Sering juga ketika saya berbincang dengan orang tua menggunakan bahasa Arab”

Abdurrohim Al Ayubi

Nama: Basyir Arif TTL: Bekasi, 03 Maret 1991Prestasi: Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Studi Arab se-Indonesia (IMASASI)Kegiatan: >Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta>Mahasantri International Institute For Hadith Sciences Darus-SunnahStaf Ahli Bidang Public Relations UKM-Bahasa FLAT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta>Pengkaji analisis pemikiran dan politik timur-tengah di The Middle East Institute

Kurang Fasilitas Tak Mematikan KretifitasKOMUNITAS

Minimnya peralatan laboratorium broadcasting di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), mengakibatkan mahasiswanya sangat kurang praktikum. Namun, kekurangan ini justru membangkitkan kreati-fitas Ray Sanga Kusuma dan kawan-kawan mahasiswa Komunikasi Pe-nyiaran Islam (KPI), untuk mendirikan sebuah komunitas yang berbasis media informasi.

Karlia Zainul

“Gue masuk ke UIN dengan harapan bisa belajar broadcasting, tapi ternyata nggak bisa apa-apa,” kenang Ray. Ya, berawal dari keg-elisahannya itu, dia dan temannya mendirikan Komunitas Mahasiswa Kreatif Audio Visual (Komka). Komka yang tadinya hanya komu-nitas lalu diangkat menjadi Lemba-ga Semi Otonom (LSO) di fakultas.

Namun, tak berjalan semudah yang dibayangkan, Ray mengata-kan ada pihak yang tidak mengakui Komka sebagai LSO. Sehingga, setiap akan melakukan kegiatan kurang mendapatkan support dari kampus. Merasa dianak tirikan akh-irnya, Komka memisahkan diri dari UIN dengan nama baru Komunitas Djuanda sejak Oktober 2009.

Kini hampir empat tahun berdiri sendiri tanpa menggunakan nama universitas, komunitas yang sudah memiliki sekitar 24 anggota ini su-dah menghasilkan banyak karya baik tulisan, film maupun video.

Film dokumenter dengan judul ‘Naga yang Berjalan di Atas Air’ berhasil dipertontonkan di festival film negeri ginseng Korea Selatan. Film yang bercerita tentang Cina Benteng di Tangerang ini sebelumn-ya telah diperkenalkan dengan road-show ke berbagai kota seperti Ma-lang, Surabaya, Kediri dan Tasik.

Ketika datang di base camp Djuan-da di Jalan Mandor Baret, salah

satu anggotanya sedang meng-hadiri undangan festival film di Denmark. Keberhasilan film anak-anak Komunitas Djuanda tersebut didapat setelah melewati banyak kendala. “Sering ada yang kebera-tan direkam,” kenang Ray yang sekarang bekerja di salah satu TV nasional.

Tak hanya bersinar dalam produksi filmnya, komunitas ini juga memiliki sekitar 14 video yang dinamakan AKUMASSA. Video AKUMASSA merupakan video cerita tentang keadaan seki-tar Tangerang Selatan.

Komunitas ini memang fokus pada lingkungan sekitar Tangerang Selatan, sehingga kar-ya-karya mereka lebih banyak ber-bicara mengenai kejadian-kejadi-an daerah tersebut. Tak terkecuali tulisan- tulisan feature mereka.

Alasan komunitas ini memulai dari lingkungan sekitar karena sangat sedikit informan untuk masyarakat tentang lingkungann-ya. Komunitas yang menurut Ray seharusnya lebih banyak bicara mengenai lingkungan sekitar just-ru mengikuti media massa dengan fokus mainstream.

“Sebenarnya nggak perlu lang-sung bicara besar, mulai aja dulu dari hal-hal kecil tapi bermanfaat,” ucap Imam mahasiswa Tarbiyah yang juga penulis buku ‘Gampang

Kok Jadi Jurnalis’. Meski sudah memiliki banyak

karya, namun visi mereka yakni membangun kebudayaan visual berbasis media melalui diskusi, penelitian, produksi dan deminasi diakui sulit tercapai. Jika dihitung Ray mengaku baru mencapi 10% keberhasilan dari visi tersebut. “Tujuan memang sangat panjang dan berat, kita sendiri kewalahan membangun budaya visual,” ka-tanya serius.

Ray mengaku kendala saat ini kebanyakan anggota sibuk den-gan pekerjaan masing-masing. Sehingga yang aktif saat ini hanya berkisar sembilan orang. Sadar akan kelemahan itu, komunitas ini berencana akan mengaktifkan

kembali dan merubah penampilan website mereka. Setelah mengada-kan open recruitment.

Untuk bisa bergabung di ko-munitas ini tak perlu harus pan-dai dalam menulis, membuat film atau merekam video. Cukup dengan satu syarat, memiliki ke-mauan besar untuk belajar. Ren-cananya Maret lalu Komunitas Djuanda akan membuka pendaf-taran anggota baru. Namun, ka-rena beberapa hal, rencana itu tak sempat diwujudkan.

Saat ini komumitas tersebut sedang menyiapkan launching perpustakaan yang terbuka untuk umum.

Foto

: D

ok. P

ribad

i

Page 12: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 201310

Sisa buah dan sayuran serta sampah kertas dan plastik bertumpuk hampir di setiap sudut pasar Ciputat, Kamis (4/4). Bau busuk yang menyengat pun tak terelakkan. Namun, para pengunjung pasar dan pengguna jalan terkesan tidak peduli.

Seorang laki-laki paruh baya berjaket oranye mondar-mandir dipinggiran jalan. Sambil menggenggam sapu lidi, ia membersihkan sampah-sampah yang berserakan. Tak dihiraukannya bau busuk dari sampah-sampah tersebut. Sejak matahari masih bersembunyi hingga terik, ia terus menyapu sudut-sudut jalan di sekitar pasar. Matanya mulai sayu dan rasa letih mulai tergambar di wajahnya tetapi ia tidak berhentih hingga seluruh jalan bersih dari sampah.

Pahlawan Kebersihan di Tengah Kerumunan Pasar

Foto PilihanAzizah Nida IlyasReporter INSTITUT

Page 13: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013 7

Fakultas dan Jurusan

Nama Ketua dan Wakil

Perolehan Suara

Tidak Sah

Abstain Tidak Memilih (Golput)

Total DPT yang Memilih

Jumlah Mahasiswa Aktif (DPT)

FDI Bung Ulinnuha

120 4 - 79 266 345

FSH Zakial Pajri Nas dan Waldan Mufattir

729 150 10 - 1367 -

Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum

Eko Ramadhani Nanto dan Taufik Hidayat

68 27 - - 156 -

Jurusan Ilmu Hukum

Rizki Haryo Wibowo

Dan Rizki Firdaus

103 22 1 - 188 -

Jurusan Muamalat

Husnul Qori dan Kevin D Putra

341 47 3 - 577 -

Jurusan Siyasah Jinayah Syariyyah

Fauzi Amrullah dan Fifit Umul Naila

49 20 - - 117 -

Jurusan Studi Ahwal Al-Syakhsiyah

Eka Kurnia Maulida dan Azhar Nasution

157 37 - - 333 -

FAH Agus Wawawi

437 - 12 356 1017 1373

Jurusan Bahasan dan Sastra Arab

TB. Ahmad Akbar

129 - 3 79 250 329

Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris

M. Fikri 234 - 5 167 322 489

Jurusan Sejarah Peradaban Islam

M. Nawfan Faikar

79 - 4 33 144 177

Jurusan Ilmu Perpustakaan

Rizca Amelia Akbar

89 - 7 63 240 303

Jurusan Tarjamah

Rizky. T

*Aklamasi

- - - - - -

FUF Sintya Aulia. R dan Dani. K

- - - - - -

Jurusan Tafsir Hadis

M. Rasidi dan M. Juriyanto

147 - - 6 - -

Jurusan Aqidah Filsafat

Tanwirul. N dan Nanang Rosidi

81 - - 10 - -

Jurusan Perbandingan Agama

Fatma. U.J dan M. Haikal. R

53 - - 1 - -

FIDKOM Bimo Wahyu Ramadhani dan Muhammad Damar Yudistira

802 - 18 855 918 1773

Jurusan Manajemen Dakwah Haji dan Umrah

Wahyu Amaludin dan M. Agus Nashor

185 - 5 - 237 -

Jurusan Kesejahteraan Sosial

Dimas Suryo Prayogo dan Tridiwa

*Aklamasi.

- - - - -

Jurusan Jurnalistik

Dewi Apriani dan Rama Virda Ayu

*Aklamasi

- - - - - -

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Jamal Nur Said dan Abdullah Ubay

*Aklamasi

- - - - - -

Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam

Siti Nuraini dan M. Irhamni

*Aklamasi

- - - - - -

Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

Dedi Eka Setiawan dan Rand Rasyid

*Aklamasi

- - - - - -

FST DEMA Nur Ikhsan 421 - 37 668 908 1576

FST SEMA Dimas Istanto

464 - 34 668 908 1576

FEB - - - - - - -

FPSI Lalily Inayah

264 9 - 87 523 610

FISIP Hilman Hidayat dan Rida Fauziah

364 13 12 188 715 903

Jurusan Sosiologi

Saskya Andriyani dan A.Hakim. S

73 13 - 22 153 175

Jurusan Hubungan Internasional

Khairy Fuady dan Nur Atfal

150 - 28 132 325 457

Jurusan Ilmu Politik

Ahmad Nurcholis dan A. Faedulah

127 - 1 36 235 271

FKIK Zaki dan Yusna

544 85 244 410 873 1283

Jurusan Kesehatan Masyarakat

Candra dan Rois

141 13 4 172 228 400

Jurusan Farmasi Bakhtiar dan Agung

132 18 2 75 280 355

Jurusan Pendidikan Dokter

Dimas dan Ayat

163 52 23 101 238 339

Jurusan Keperawatan

Iqbal dan Izza

113 8 6 62 127 189

FITK Arif Nurhidayat dan Febria Afia

*Aklamasi

Jurusan PBA Ahmad Fahri Azizi dan M. Syahirul Alim

138 38 - - 209 -

Jurusan PAI Hasan Basri dan Syahrul Falakh

173 37 1 - 374 -

Jurusan P IPA Alfian Yadi Saputra dan Yessi Fauziah Rahmi

213 12 - - 432 -

Jurusan P IPS M. Faisal Ramadan dan Ahmad Hambali

233 9 - - 340 -

Jurusan MP Faiz bin Amrilah dan Saefullah

135 19 - - 202 -

Jurusan PGMI Hana Maulana dan Yulandari

107 - 22 - 218 -

Jurusan PBI Putra Dian Karisma dan Lulu Walidaini

*Aklamasi

- - - - - -

Jurusan PBSI Ahmad Syamsudin dan Ika Sutiandari

*Aklamasi

- - - - - -

Jurusan

P Matematika

Maulana Hafiz Al-Hadi dan Agung Wijaksono

*Aklamasi

- - - - - -

Data Hasil Pemira Fakultas dan Jurusan

Keterangan : Ini data sementara hasil pemira setiap fakultas. Hingga berita ini diturunkan Berita Acara Perkara (BAP) hasil pemira beberapa fakultas masih dalam proses.Sumber Data : KPU

Page 14: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013KOLOM 8

Membicarakan kepemimpinan perempuan selalu menjadi topik yang hangat. Hal tersebut dika-renakan perbedaann pandangan yang ada di dalamnya. Sebagian umat Islam meyakini bahwa hanya laki-laki yang dapat mem-impin, baik di wilayah domestik dalam kehidupan rumah tangga, maupun di wilayah publik, seperti menjadi kepala negara dan imam (memimpin) shalat berjamaah. Keyakinan tersebut disandarkan kepada al-Quran surat al-Nisa’ (4): 34 dan beberapa hadis, mis-alnya hadis riwayat Bukhari dari hadis Abdurrahman bin Bakrah dari ayahnya yang menyatakan bahwa tidak akan sejahtera suatu kaum yang dipimpin oleh perem-puan (lan yufliha qaumun wallaw amrahum imra’atun). Sementara se-bagian yang lain meyakini bahwa perempuan boleh dan bisa men-jadi pemimpin.

Ayat yang menjadi landasan bagi pembahasan ini adalah al-Quran surat al-Nisa (4): 34 yang artinya: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, ka-rena Allah telah melebihkan seba-gian mereka (laki-laki) atas seba-gian yang lain (wanita)…”(Depag, 123)

Menurut pandangan sebagian ulama yang tidak membolehkan perempuan menjadi pemimpin, ayat di atas menegaskan tentang kaum laki-laki sebagai pemimpin atas kaum perempuan, dalam arti pemimpin, kepala, hakim dan pendidik perempuan jika ia menyimpang. Berdasarkan ayat dan terjemahan tersebut, sebagian ulama menganggap haram huku-mnya jika dibalik, yakni perem-puan memimpin laki-laki. Karena laki-laki itu lebih utama dan lebih baik. Diperkuat dengan kenyat-aan sejarah tidak ada seorang pun nabi yang berjenis kelamin perem-puan. Begitu pula Khulafa al-Ra-syidin, para Khalifah sepeninggal nabi, semuanya laki-laki. Bahkan dalam ilmu fiqih tidak sah shalat yang diimami oleh seorang per-empuan sementara makmumnya laki-laki. Diperkuat lagi dengan sebuah hadis nabi yang menyata-kan: “Tidak akan sejahtera suatu

kaum yang dipimpin oleh perem-puan (lan yufliha qaumun wallaw amrahum imra’atun). Juga hadis lain yang menyatakan: “Celakalah raja (seorang raja kerajaan Ro-mawi) yang mengangkat anaknya yang perempuan menjadi peng-gantinya.”

Pandangan sebagian ulama yang mengharamkan perempuan memimpin di atas diperkuat dalam banyak tafsir, diantaranya:

Tafsir al-Baidhawi: Kelebihan kaum laki-laki dari kaum per-empuan karena ‘kamal al-‘aqli’ (akalnya lebih sempurna), Husn al-tadbir (kemampuan mengatur dan mengendalikan suatu gejolak), Mazid al-quwwah fi al-a’mal wa al-tha’ah (lebih kuat mengerjakan pekerjaan dan ketaatan). Sebab itu, kenabian dan kepemimpinan umat khusus dipilih dari kalangan kaum laki-laki saja (khassun bi al-nubuwwah wa al-imamah).(Juz I: 213)

Tafsir Aysar Tafasir: Tuhan memberikan kemampuan laki-laki untuk memimpin karena diberi akal yang sempurna, mampu mel-aksanakan kelengkapan agama seperti berkhutbah, memimpin jumat dan jihad dengan postur tu-buh yang meyakinkan bertarung fisik (Juz I: 472)

Tafsir Majma’ al-Bayan: Kelebi-han yang diberikan Allah kepada kaum laki-laki ialah penambahan ilmu dan pikiran rasional yang lebih baik serta mampu memper-tahankan pendirian (Juz IV: 43)

Tafsir al-Mizan: Yang dimaksud Qawwamuna ialah mampu men-gendalikan dan mempertanggung-jawabkan amanah terutama diberi-kan kepada kaum laki-laki sesuai ayat di atas, dengan bertambahnya kekuatan fisik dan kemampuan akal serta mampu menghadapi kesulitan dahsyat. Sedang kaum perempuan memang diciptakan dengan bentuk badan yang halus, cantik dan perasa, sehingga tidak semua pekerjaan dapat dilakukan-nya dengan maksimal.

Dari keempat uraian tafsir terse-but, jelas menunjukkan bahwa se-orang laki-laki akan lebih mampu bertanggung jawab dan mem-impin wilayah atau pertempuran

jika dibutuhkan.Berbeda dengan pandangan

di atas, Dr. Yusuf al-Qardhawi mempunyai pandangan bahwa dalam konteks kepemimpinan dunia hari ini, beliau lebih cend-erung mengharuskan perempuan memegang posisi dan jabatan apapun. Alasan yang diajukan al-Qardhawi antara lain:

Kisah kepemimpinan Ratu Bal-qis, digambarkan sebagai seorang pemimpin perempuan tertinggi yang berwibawa dan mampu mem-bawa kaumnya kepada kebaikan dunia akhirat, sebagaimana fir-man Allah dalam QS. al-Naml: 33 dan 44: “Berkatalah mereka, kita adalah orang-orang yang memi-liki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan be-rada di tanganmu, maka pertim-bangkanlah apa yang akan kamu perintahkan”(33), “…berkatalah Balqis,”Ya Tuhanku, sesungguhn-ya aku telah berbuat zalim ter-hadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan Semesta Alam.”(44)

Sifat umum pada hadis riway-at Bukhari. Beliau menyatakan bahwa menggunakan hadis terse-but untuk melarang kepemimpi-nan perempuan adalah tidak disepakati sepenuhnya. Selain itu, seandainya ia diambil dengan pengertian umum, maka akan ber-tentangan dengan kisah teladan Ratu Balqis sebagai pemimpin tertinggi yang berjaya.

Sementara itu, pandangan ulama yang membolehkan per-empuan menjadi pemimpin men-dasarkan pandangan mereka pada adanya tafsir yang tidak ‘sama’ di dalam al-Quran. Penafsiran terjemahan surat al-Nisa (4): 34. ‘Al-Rijalu qawwamuna ditafsirkan dengan ‘pemimpin’. Padahal di ayat lain kata ‘qawwamuna’ tidak berarti pemimpin. Seperti pada su-rah al-Nisa (4): 123 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beri-man, jadilah kamu orang yang be-nar-benar jadi penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah…’’ (Depag 144), demikian pula pada surat al-Maidah (5): 8 yang artinya “Wahai orang-orang yang beri-

man, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegak-kan kebenaran karena Allah, men-jadi saksi dengan adil…” (Depag 159)

Dengan perbandingan kedua ayat lain tersebut maka penger-tiannya menjadi samar (meragu-kan). Pengertian yang meragukan tidak lagi menjadi sesuatu yang pasti.

Adapun pengertian yang se-benarnya ‘qawwamuna atau qaw-wamina’ yang berakar dari kata ‘qawama’ adalah mengawasi terus menerus dan mempertanggung-jawabkan. Sama dengan makna ‘aqim al-shalat’ (mendirikan sha-lat) yang juga berasal dari kata qawama, dalam hubungannya den-gan shalat dimaksudkan tanggung jawab yang dilaksanakan dengan cara rutin, khusyu’ dan bertang-gung jawab. Dengan demikian, yang paling tepat makna ‘qawwa-muna’ pada surat al-Nisa (4): 34 di atas adalah penanggung jawab bukan pemimpin.

Pemimpin dalam al-QuranKata pemimpin di dalam al-

Quran disebut imam (selalu di depan sebagai teladan) dan khali-fah (di belakang maju ke depan sebagai pengganti). Di dalam al-Quran hanya ada 7 ayat mengenai imam. Salah satu di antaranya ‘Inni Ja’iluka linnasi imaman’ (Aku angkat engkau (Ibrahim) menjadi pemimpin bagi manusia) (QS. Al Baqarah (2): 124). Ibrahim memo-hon, juga keturunanku. Tapi Tu-han menjawab ‘La yanalu ‘ahdi al-dzalimin’(janjiku ini tidak ku-tujukan kepada orang yang suka berbuat zalim).

Selanjutnya istilah Khalifah yang juga berarti pemimpin menu-rut al-Quran, diantaranya: “Wahai Daud, Kami (Tuhan) telah men-jadikan kamu khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan suatu perkara dengan benar dan janganlah mengikuti hawa nafsu. (QS.Shad (38):26).

Adapun tugas utama seorang pemimpin yang memimpin wilayah, al-Quran secara umum menyatakan “Orang-orang yang Kami teguhkan kedudukan mere-

ka di muka bumi ini, niscaya mereka mendirikan shalat, menu-naikan zakat, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari per-buatan munkar…(QS. Al-Hajj (22): 41).

Berdasarkan ayat di atas, maka seorang pemimpin wilayah, mini-mal mampu melakukan shalat lima waktu yang rutin sebagai hubungan dengan Allah, mampu mengeluarkan sebagian hartanya berupa zakat, sedekah dan infak, sebagai gambaran keharmonisan hubungan dengan manusia dan mampu mengendalikan perintah kepada yang makruf untuk kes-ejahteraan negara serta mampu menegakkan yang benar den-gan menghukum kaum pembuat munkar termasuk koruptor.

Artinya seorang pemimpin wilayah diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola wilayah, menyeimbangkan kehidupan yang harmonis, memelihara harta, aga-ma, akal dan budaya.

Berdasarkan pemaparan terse-but, maka sesungguhnya tidak ada halangan dan yang menghalangi perempuan tampil menjadi pem-impin, karena dari ayat yang dibahas, tidak ditemukan adanya larangan perempuan untuk mem-impin, apalagi jika ia memiliki kemampuan, kejujuran, ketaatan terhadap agama, mengutamakan kepentingan masyarakat umum dan siap menghukum orang-orang yang bersalah serta dipilih oleh mayoritas masyarakat.

Wallahu A’lamu bi al-shawab

*Sekretaris Jurusan Akidah Filsa-fat & Pegiat Pusat Studi Wanita UIN Jakarta

Kepemimpinan Perempuan dalam IslamOleh Tien Rohmatin*

Surat PembacaDari: 085717418xxx

LPM INSTITUT, saya maha-siswa dari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Saya mau menyampaikan kekecewaan saya terhadap pelayanan di perpus-takaan utama UIN Jakarta. Saya Merasa bahwa petugas-petugas di sana tidak bisa memberikan lay-anan yang baik. Seperti halnya mereka jutek, bahkan marah-ma-rah saat melayani mahasiswa/i yang pinjam & mengembalikan buku. Saya tahu kalau gaji mereka itu kurang, tapi tolonglah peng-abdiannya dalam bekerja. Terima kasih. Dari: 083846523xxx

Assalamualaikum. Wr.Wb. Saya Heri Kurniawan, dari Jurusan Per-bandingan Agama. Saya mempu-nyai keluhan soal buku-buku per-pustakaan utama. Kampus sebesar ini kok masih banyak kekurangan buku ya? Jadi bagaimana mau minjem, baca-baca la wong buku-

nya nggak ada. Terima Kasih dan Wassalamualaikum.

Dari: 083895234xxxPagi LPM Institut, cuma masu-

kan untuk tabloid Institut edisi-23. Tabel grafik di halaman lima, kalau tidak diberi warna sebaiknya diberi corak karena kurang jelas. Sekedar saran untuk ke depannya.

Page 15: TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013

TABLOID INSTITUTEdisi XXIV April 2013 OPINI

Menerima:

Tulisan berupa opini, esai, tekno, puisi, dan cerpen. Opini, cerpen,

tekno, dan esai: 3000 karakter. Puisi 2000 karakter.

Untuk esai, temanya seputar seni dan budaya. Kami berhak mengedit tu-

lisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya.

Bagi pengirim tulisan akan men-dapat bingkisan menarik dari

Institut.

Tulisan dikirim melalui email: [email protected]

Kirimkan keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor

085242878868. Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat Pembaca

Tabloid INSTITUT berikutnya.

Redaksi LPM INSTITUT

9

Pemilihan umum mahasiswa tel-ah usai. Harapan kemajuan kampus ada di punggung para pemenang. Mahasiswa hanya menginginkan hal yang sederhana, segala aspirasi yang menunjang kegiatan akademis, minat dan bakat, mampu ditam-pung dan dikembangkan. Terlebih para kontestan sudah memaparkan visi-misi yang menjadi salah satu alasan dipilihnya mereka.

Meskipun pemilihan tidak ber-jalan mulus, dengan melihat azas demokrasi one man one vote, sudah dapat merepresentasikan bagaima-na pemilihan berjalan dengan cukup baik. Apresiasi harus diberi-kan kepada pihak universitas yang berupaya meracik sistem pemilihan. Sekalipun banyak kontroversi yang ditimbulkan karena itu bagian dari dinamika pemilihan.

Layaknya kita berfokus pada bagaimana para pemimpin baru ini mampu mengemban tugas mereka. Sejak dibekukan Student Govern-ment pada 2010 lalu, mahasiswa mengalami kesurutan partisispatif dalam kegiatan kampus. Unsur par-tisipasi inilah yang membedakan mahasiswa dengan siswa sekolah. Mahasiswa mesti menentukan apa

yang harus mereka lakukan. Dan pihak universitas mesti memberikan ruang kre-atifitas bagi mereka.

Ruang kreatifitas yang berawal dari menyejajarkan struktur Badan Ekse-kutif Mahasiswa (BEM) dengan pihak universitas agar unsur partisipasi tidak tergerus. Dengan partisipasi mahasiswa, segala kegiatan yang dibuat dan dilaku-kan oleh mahasiswa, cukup melakukan koordinasi dengan pihak universitas, bukan instruksi. Dengan begitu, maha-siswa dapat bebas dalam memaksimal-kan ruang kreatifitas.

Ruang kreatifitas nanti juga memberi-kan banyak prestasi bagi kampus untuk meningkatkan positioning universitas. Coba kita evaluasi kinerja pemimpin-pemimpin sebelumnya, apa saja penca-paian yang dilakukan untuk meningkat-kan positioning universitas? Bahkan ada beberapa pemimpin kampus yang tidak melakukan apapun untuk memberikan banyak prestasi. Atau paling tidak men-gupayakan ruang kreatifitas dan memak-simalkannya di tengah minimnya partisi-pasi mahasiswa.

Para pemimpin baru ini, harus mem-berikan suatu hal yang beda. Gebrakan yang tidak biasa harus dilakukan demi meningkatkan prestasi kampus. Bu-kan hanya sekadar menjadi event organ-izer dalam acara seminar yang berbun-tut proyek. Namun, mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki setiap mahasiswa agar lebih berprestasi. Tentu pengembangan potensi di tiap fakultas dan jurusan akan berbeda-beda, tapi yang penting harus ada upaya yang men-garah ke pengembangan mahasiswa.

Jangan sampai, masa jabatan para pemimpin itu sia-sia. Tanpa ada bekas. Hanya jabatan yang menempel dalam Curriculum Vitae (CV) minus pencapa-ian. Tentu sangat tidak bisa dibangga-kan. Layaknya euforia kemenangan pe-milihan kemarin dicukupkan, kemudian dilanjutkan untuk fokus dalam men-jalankan tugas sesuai target dan aspirasi mahasiswa.

Saat universitas terkesan membatasi setiap pergerakan mahasiswa, kita ditun-tut lebih kreatif dalam mengembangkan minat dan bakat. Melalui pemimpin yang baru ini, ekspektasi diberikan agar menjadi fasilitator aspirasi di tengah represi partisipasi kegiatan mahasiswa. Tentu sangat menyenangkan seandain-ya setiap jurusan dan fakultas bersaing dalam meningkatkan kreatifitas dan prestasi meski minim ruang kreatifitas yang diberikan universitas.

Walhasil, seumpama setiap pemim-ipin bisa bersaing dalam memaksimal-kan kreatifitas, akan banyak ditemukan inovasi-inovasi brilian yang mampu meningkatkan positioning universitas. Itu akan menjadi pembuktian yang nyata untuk mengejutkan pihak universitas yang terkesan membatasi pergerakan mahasiswa. Kemudian kita bisa terse-nyum.

*Pemimpin Redaksi Lembaga Pers Maha-siswa (LPM) INSTITUT Periode 2010-2011 dan 2011-2012

Ekspektasi MahasiswaOleh Muhammad Fanshoby*

Potret (Buram) PemiraOleh Muhammad Umar*

Inisiatif rektorat mengumpulkan pihak mahasiswa dari berbagai organisasi intra, UKM dan BEM, guna membahas persiapan pemira beberapa waktu lalu patut kita beri apresiasi. Upaya kolektif mandiri ma-hasiswa dalam menentukan sistem lembaga kema-hasiswaaan yang mengalami kebuntuan, berakhirlah sudah.

Kita patut bersyukur atas berlangsungnya pemili-han ketua dan wakil BEM tingkat fakultas dan juru-san di seluruh fakultas beberapa waktu lalu, terlepas dari adanya berbagai kendala. Ini merupakan mo-mentum, setelah beberapa tahun vakum, mahasiswa membangun pola berorganisasi agar lebih baik dari sebelumnya.

Agar lebih baik dari sebelumnya, kita harus mencegah modus operandi veteran lama yang kon-tra produktif dalam berorganisasi, hingga berakhir pada pembekuan lembaga kemahasiswaan, terulang kembali. Pula, mengkonfersi nilai-nilai intelektualitas ke ranah aplikatif, terutama dalam mengatasi per-masalahan diantara mahasiswa.

Sesungguhnya, kondisi politik bangsa kita saat ini tengah tak sehat. Sebagai mahasiswa, yang hidup ditengah atmosfer intelektualitas, sejatinya kita harus mempunyai corak berbeda dari politikus di luar sana. Jika kemudian sedini kini kita sebagai mahasiswa melakukan hal serupa di luar, sulit kiranya kita me-nantikan perubahan bangsa ini ke arah lebih baik.

Lembaga kemahasiswaan yang baik bukanlah ba-rang jadi (taken from granted) yang tinggal kita nikma-ti. Ia memerlukan rekayasa kolektif berbgai pihak, komitmen kuat, memegang nilai-nilai luhur keber-organisasian. Cukup bijak kiranya jika keputusan rektorat ambil andil membantu proses perbaikan di tugu lembaga kemahasiswaan, jika kita, mahasiswa, senantiasa alergi belajar dewasa dan mandiri dalam berorganisasi.

Belajar Mandiri

EDITORIAL

Ritual tahunan Pemilihan Umum Raya (Pemira) telah terselenggara di UIN Jakarta pada akhir Maret lalu. Perhelatan yang menggunakan atu-ran main rektorat ini diadakan un-tuk memilih pemimpin baru di ting-kat fakultas dan jurusan sekaligus meregenerasi pengurus yang telah menjabat tahun sebelumnya.

Setelah digelarnya hajatan demokrasi ini, sekiranya terdapat beberapa catatan yang membuat potret pemira menjadi buram. Kurangnya sosialisasi, demokrasi formalitas, dan kisruh mewarnai kanvas pemira.

Pertama, Pemira tahun ini terasa begitu tergesa-gesa. Akibatnya, so-sialisasi kandidat terasa kurang. Padahal calon pemilih perlu waktu untuk mengenal calon pemimpin-nya. Jika mengenal saja tidak, apalagi tahu visi, misi, dan program utamanya.

Durasi waktu sosialisasi kandi-dat juga dirasa begitu sempit, sep-erti pelaksanaan Pemira di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Sem-pitnya waktu terasa ketika pada 26 Maret, KPU mengumukan kandidat yang ikut andil pada pemira. Kemu-dian pemilihan diadakan keesokan harinya.

Selaku mahasiswa FEB, saya

hanya mengenal satu kandidat dari prodi akuntansi tanpa mengenal lawannya. Itupun karena kandidat itu masuk kelas saat dilangsungkan proses belajar men-gajar. Saya rasa, kurangnya sosialisasi juga terjadi di fakultas lain. Jika kead-aanya seperti ini, atas dasar apa calon pemilih memilih?

Kedua, Kandidat tunggal memberi warna pada pemira kali ini. Di beberapa jurusan seperti Tarjamah, Kesejahteraan Sosial, Jurnalistik, IESP, PBSI, PBI serta beberapa jurusan lain hanya terdapat kandidat tungal tanpa ada lawannya. Sedangkan di tingkat fakultas, kandidat tunggal terdapat di FITK, FKIK, dan FEB.

Jika hanya satu kandidat, buat apa diadakan pemilihan umum? Toh, peme-nangnya sudah dapat ditentukan sebe-lum adanya pemilihan. Pemira diadakan tanpa ada kompetisi terbuka, seolah han-ya formalitas agar disebut demokratis.

Terkait kandidat tungal, terjadi per-bedaan regulasi penetapan pemenang dalam pemira. Pada pemilihan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FITK dan beberapa jurusan di FIDIKOM, kan-didat tunggal menang secara aklamasi, tanpa proses pemungutan suara. Sedan-gkan penentuan pemenang pada pemira di FKIK dan FEB harus melalui proses pemilihan.

Selaku pembuat regulasi teknis pelak-sanaan pemira, KPU seharusnya bebas dari intervensi sehingga aturan yang ditelurkan tidak ada tujuan terselebung.

Ketiga, Sebagian mahasiswa menolak kandidat tunggal untuk menjadi peme-nang dalam pemilihan ketua BEM FEB. sampai akhirnya terjadi kekisruhan. Bahkan menurut kabar dari beberapa

teman, berita acara pemenangan itu di-robek oleh mahasiswa yang menolak hasilnya. Pasalnya, suara abstain di FEB lebih besar dibanding suara yang diper-oleh kandidat tunggal tersebut. Kemu-dian, sebagian mahasiswa yang menolak keputusan itu, meminta diadakannya pemilu ulang.

Kekisruhan juga terjadi di Faklutas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) antara pendukung calon satu dengan yang lain. Petugas keamanan yang mecoba melerai malah bentrok dengan masa dari salah satu pendukung calon. Saya menilai, kekisruhan terjadi akibat fanatisme ber-lebih terhadap golongan masing-masing.

Permira digunakan untuk mencari pemimpin yang memperjuangkan kepentingan mahasiswa. Bagi pihak yang kalah, alangkah baiknya bersikap dewasa dalan menerima kekalahan. Tidak perlu berbuat gaduh.

Semoga pembelajaran demokrasi di kampus ini tidak dipahami oleh maha-siswa dengan kebebasan untuk bertidak anarkis dan main hakim sendiri. Ajang ini harusnya membuat kita belajar ten-tang penerapan demokrasi di kampus karena pemira merupakan salah satu bentuk representatif penerapan nilai demokrasi dalam kehidupan sebagai ma-hasiswa.

*Penulis adalah Pemimpin Umum LPM INSTITUT periode 2012-2013