24.Mrori Xxiv November

12
Penerbit: The Wahid Institute | Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Pemimpin Redaksi: Rumadi | Redaktur Pelaksana: Alamsyah M. Dja’far | Sidang Redaksi: Ahmad Suaedy, Gamal Ferdhi, Alamsyah M. Dja’far | Staf Redaksi: M. Subhi Azhari, Nurun Nisa’, Badrus Samsul Fata | Desain & Lay out: Ulum Zulvaton | Kontributor: Noor Rahman (DKI Jakarta), Suhendy, Dindin Ghazali (Jawa Barat), Nur Khalik Ridwan (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Tedi Kholiludin (Jawa Tengah), Zainul Hamdi (Jawa Timur), Syamsul Rijal Ad’han (Makassar), Akhdiansyah, Yusuf Tantowi (NTB) | Alamat Redaksi: The Wahid Institute , Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta - 10320 | Telp +62 21 3928 233, 3145 671 I Faks. +62 21 3928 250 Email: [email protected] Website: www.wahidinstitute.org. Penerbitan ini hasil kerjasama the Wahid Institute dan TIFA Foundation. Report WAHID Institute The Monthly on Religious issues 24 Edisi November 2009 Pengantar Redaksi Monthly Report Edisi kali ini (masih) diwarnai dengan maraknya penyesatan di mana-mana. Mulai dari Santriloka, aliran Sukarno, Wahidi- yah, Amaq Bakrie hingga Bahai. Seperti kasus- kasus sebelumnya, sang tertuduh dilaporkan kepada tokoh masyarakat atau aparat desa. Responnya bisa beragam; dibuatkan fatwa oleh MUI, diamankan polisi lalu alirannya dibubarkan Bakorpakem. Beberapa kasus berakhir di penga- dilan. Formula yang dipakai berulang-ulang pada kenyataannya menunjukkan reaksi yang sama berulangnya. Kasus lainnya adalah berkaitan dengan isu-isu moralitas. Miyabi datang, publik terce- ngang. Beramai-ramai orang menolak artis film dewasa keturunan Kanada –Perancis-Jepang ini, termasuk MUI. Selain Miyabi, muncul kon- troversi soal peluncuran klub poligami Global Ikhwan di Bandung. Klub yang digawangi or- mas eks Darul Arqam (Malaysia) ini bercita-cita memasyarakatkan poligami yang ‘baik dan benar’, yang sesuai syariat Islam. Dan benar saja, ia didemo banyak orang; aktivis perempu- an sampai MUI karena membuat perkara poliga- mi menjadi perkara membanggakan, padahal ia menyakiti perempuan. Tapi kali ini MUI tak sampai (menghimbau) untuk melarang, hanya mengecam saja. Sungguh disayangkan. Isu khilafah juga menjadi sorotan redaksi kali ini. Sebagaimana diketahui publik, beberapa waktu lalu diselenggarakan Kongres Mahasiswa Islam Indonesia yang di antaranya mengagen- dakan tegaknya khilafah Islamiyah di Indonesia. Memang ini bukan preseden pertama—Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang paling getol mempromosikan ide khilafah Islamiyah pernah menggelar apel lebih besar di Gelora Bung Karno (GBK). Tetapi yang memprihatinkan, acara kali ini justru didukung—sebagaimana ter- tulis dalam pamfletnya—oleh Kementerian Ne- gara Pemuda dan Olahraga (Kemmennegpora) dan universitas negeri sekaliber Institut Perta- nian Bogor (IPB). Berita lainnya dapat disimak di buletin setebal 12 halaman ini. Akhirnya, selamat membaca. Menganut Baha’i Diperiksa Kejari Nurun Nisa’ S lamet Riyadi asal Desa Ringinpitu, Kec. Kedungwaru, Kab. Tulungagung dipanggil Kejari Tulungagung. Gara- garanya, pria 50 tahun ini sehari-hari melak- sanakan ajaran Baha’i. Bersama penganut Baha’i yang lain mereka melakoni ritual ibadah menurut cara Baha’i yang berbeda dari warga lain yang muslim. Mereka juga menikah menurut cara Baha’i lalu mener- bitkan buku nikah sendiri. Di samping itu, mereka meminta KTP-nya dicantumkan nama Baha’i dalam kolom agamanya. Dua hal terakhir inilah yang mengun- dang kontroversi. Warga akhirnya melapor- kan tersebut kepada tokoh dan aparat setempat karena mengundang keresahan warga. Menurut keterangan Kepala Desa Ringinpitu, Karjito, warga di desanya resah dengan adanya surat nikah yang dikeluarkan Baha’i untuk pernikahan antar anggotanya, serta meminta dicantumkan agama Baha’i dalam KTP-nya. “Karena tidak resmi dikelu- arkan oleh pemerintah, oleh warga diang- gap seperti kumpul kebo,” ungkap Karjito sebagaimana dikutip surya.co.id (27/10/09). Laporan senada disampaikan kepada Abu Sofyan Firojuddin, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tulungagung. Pihaknya, kata Sofyan, men- dapat laporan dari warga Desa Ringinpitu, Kecamatan Kedungwaru, yang menye- butkan bahwa para pengikut ajaran Baha’i sudah keluar dari ajaran agama yang diakui pemerintah. “Kami memang mendapat masukan dari warga yang meminta agar ajaran Baha’i ditertibkan,” ujar Abu sebagaimana ditulis Kompas.com (26/10/09). Atas laporan warga yang mengaku terusik dengan keberadaan penganut Baha’i inilah, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung memanggil Slamet Riyadi. “Ada warga dan kepala desa yang melapor,” jelas Slamet SH, Kasi Intel Kejari Tulungagung seperti ditulis okezone.com (26/10/09). Bersama Said dan putri dari Sulur, Slamet Riyadi diperiksa di Ruang Kasi Intel Kejari Tulungagung selama dua jam secara ter- tutup. Kepada Kasi Intel Slamet SH,Slamet Riyadi—seperti ditulis Seputar Indonesia (27/10/09)—mengaku bila ajaran yang dike- nalnya melalui almarhum Abu Yusuf asal Desa Tawangsari, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung itu bertujuan mencari kebenaran dan kejujuran. Kejari juga menyita dua kitab dari Sekte Baha’i, yakni Kitab Baha’ullah dan Kalimat Tersem- bunyi yang di antaranya berisi percakapan www.bahaiviews.net

Transcript of 24.Mrori Xxiv November

Page 1: 24.Mrori Xxiv November

Penerbit: The Wahid Institute | Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Pemimpin Redaksi: Rumadi | Redaktur Pelaksana: Alamsyah M. Dja’far | Sidang Redaksi: Ahmad Suaedy, Gamal Ferdhi, Alamsyah M. Dja’far | Staf Redaksi: M. Subhi Azhari, Nurun Nisa’, Badrus Samsul Fata | Desain & Lay out: Ulum Zulvaton | Kontributor: Noor Rahman (DKI Jakarta), Suhendy, Dindin Ghazali (Jawa Barat), Nur Khalik Ridwan (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Tedi Kholiludin (Jawa Tengah), Zainul Hamdi (Jawa Timur), Syamsul Rijal Ad’han (Makassar), Akhdiansyah, Yusuf Tantowi (NTB) | Alamat Redaksi: The Wahid Institute , Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta - 10320 | Telp +62 21 3928 233, 3145 671 I Faks. +62 21 3928 250 Email: [email protected] Website: www.wahidinstitute.org. Penerbitan ini hasil kerjasama the Wahid Institute dan TIFA Foundation.

ReportWAHID InstituteThe

Monthly on Religious issues

24Edisi

November 2

009

Pengantar RedaksiMonthly Report Edisi kali ini (masih) diwarnai

dengan maraknya penyesatan di mana-mana. Mulai dari Santriloka, aliran Sukarno, Wahidi-yah, Amaq Bakrie hingga Bahai. Seperti kasus-kasus sebelumnya, sang tertuduh dilaporkan kepada tokoh masyarakat atau aparat desa. Responnya bisa beragam; dibuatkan fatwa oleh MUI, diamankan polisi lalu alirannya dibubarkan Bakorpakem. Beberapa kasus berakhir di penga-dilan. Formula yang dipakai berulang-ulang pada kenyataannya menunjukkan reaksi yang sama berulangnya.

Kasus lainnya adalah berkaitan dengan isu-isu moralitas. Miyabi datang, publik terce-ngang. Beramai-ramai orang menolak artis film dewasa keturunan Kanada –Perancis-Jepang ini, termasuk MUI. Selain Miyabi, muncul kon-troversi soal peluncuran klub poligami Global Ikhwan di Bandung. Klub yang digawangi or-mas eks Darul Arqam (Malaysia) ini bercita-cita memasyarakatkan poligami yang ‘baik dan benar’, yang sesuai syariat Islam. Dan benar saja, ia didemo banyak orang; aktivis perempu-an sampai MUI karena membuat perkara poliga-mi menjadi perkara membanggakan, padahal ia menyakiti perempuan. Tapi kali ini MUI tak sampai (menghimbau) untuk melarang, hanya mengecam saja. Sungguh disayangkan.

Isu khilafah juga menjadi sorotan redaksi kali ini. Sebagaimana diketahui publik, beberapa waktu lalu diselenggarakan Kongres Mahasiswa Islam Indonesia yang di antaranya mengagen-dakan tegaknya khilafah Islamiyah di Indonesia. Memang ini bukan preseden pertama—Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang paling getol mempromosikan ide khilafah Islamiyah pernah menggelar apel lebih besar di Gelora Bung Karno (GBK). Tetapi yang memprihatinkan, acara kali ini justru didukung—sebagaimana ter-tulis dalam pamfletnya—oleh Kementerian Ne-gara Pemuda dan Olahraga (Kemmennegpora) dan universitas negeri sekaliber Institut Perta-nian Bogor (IPB). Berita lainnya dapat disimak di buletin setebal 12 halaman ini.

Akhirnya, selamat membaca.

Menganut Baha’i Diperiksa KejariNurun Nisa’

Slamet Riyadi asal Desa Ringinpitu, Kec. Kedungwaru, Kab. Tulungagung dipanggil Kejari Tulungagung. Gara-

garanya, pria 50 tahun ini sehari-hari melak-sanakan ajaran Baha’i. Bersama penganut Baha’i yang lain mereka melakoni ritual ibadah menurut cara Baha’i yang berbeda dari warga lain yang muslim. Mereka juga menikah menurut cara Baha’i lalu mener-bitkan buku nikah sendiri. Di samping itu, mereka meminta KTP-nya dicantumkan nama Baha’i dalam kolom agamanya.

Dua hal terakhir inilah yang mengun-dang kontroversi. Warga akhirnya melapor-kan tersebut kepada tokoh dan aparat setempat karena mengundang keresahan warga. Menurut keterangan Kepala Desa Ringinpitu, Karjito, warga di desanya resah dengan adanya surat nikah yang dikeluarkan Baha’i untuk pernikahan antar anggotanya, serta meminta dicantumkan agama Baha’i dalam KTP-nya. “Karena tidak resmi dikelu-arkan oleh pemerintah, oleh warga diang-gap seperti kumpul kebo,” ungkap Karjito sebagaimana dikutip surya.co.id (27/10/09).

Laporan senada disampaikan kepa da Abu Sofyan Firojuddin, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tulungagung. Pihaknya, kata Sofyan, men-

dapat laporan dari warga Desa Ringinpitu, Kecamatan Kedungwaru, yang menye-butkan bahwa para pengikut ajaran Baha’i sudah keluar dari ajaran agama yang diakui pemerintah. “Kami memang mendapat masukan dari warga yang meminta agar ajaran Baha’i ditertibkan,” ujar Abu sebagaimana ditulis Kompas.com (26/10/09).

Atas laporan warga yang mengaku terusik dengan keberadaan penganut Baha’i inilah, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung memanggil Slamet Riyadi. “Ada warga dan kepala desa yang melapor,” jelas Slamet SH, Kasi Intel Kejari Tulungagung seperti ditulis okezone.com (26/10/09).

Bersama Said dan putri dari Sulur, Slamet Riyadi diperiksa di Ruang Kasi Intel Kejari Tulungagung selama dua jam secara ter-tutup. Kepada Kasi Intel Slamet SH,Slamet Riyadi—seperti ditulis Seputar Indonesia (27/10/09)—mengaku bila ajaran yang dike-nalnya melalui almarhum Abu Yusuf asal Desa Tawangsari, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung itu bertujuan mencari kebenaran dan kejujuran. Kejari juga menyita dua kitab dari Sekte Baha’i, yakni Kitab Baha’ullah dan Kalimat Tersem-bunyi yang di antaranya berisi percakapan

www.bahaiviews.net

Page 2: 24.Mrori Xxiv November

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXIV, November 2009

The WAHID Institute

Tuhan dengan Umat. Kedua buku itu di-terbitkan Lembaga Majelis Rokhani Baha’i Indonesia, Jakarta.

Slamet mengatakan kalau pemeriksaan ini sifatnya ingin mendapat penjelasan se-cara langsung mengenai Baha’i. Ternyata, Baha’i adalah agama independen tidak ada kaitannya dengan enam agama resmi yang diakui pemerintah. “Masalah sesat atau tidak, itu kewenangan MUI dan Depag kami tidak sejauh itu dalam bertindak,” elak Slamet SH. Slamet Riyadi sendiri meno-lak berkomentar. “Hormati hak saya untuk tidak berkomentar,” ujar Ketua RT 03 RW 02 Dusun Ringin Putih itu seperti dikutip oke-zone.com (26/10/09).

Abu Sufyan Firojuddin, Sekretaris MUI Tulungagung menolak wewenang tersebut. “Jadi, kami berhati-hati dalam menyikapi ini, apalagi ada desakan agar Baha`i dibubarkan. Karena Baha’i tak ada kaitannya dengan enam agama yang di-akui pemerintah, maka MUI Tulungagung menyerahkan masalah ini kepada negara,” ungkapnya seperti ditulis Kompas.com (26/10/09).

Sikap ini nampaknya didasari oleh lang-kah MUI yang pernah memanggil Slamet untuk dimintai keterangan soal ajarannya. Kepada pihak MUI, Slamet menyatakan bahwa ajaran Baha’i memiliki cara ibadah sendiri dengan membedakan tiga bagian; ibadah jangka pendek, menengah, dan panjang.

Tiga jenis ibadah ini memberikan kebebasan untuk memilih. Penganut Baha’i bisa memilih ibadah jangka pendek dan menengah yang dimulai saat mata-hari terbit hingga tenggelam. “Sedangkan ibadah panjang waktunya 24 jam,” jelasnya ketika itu. Penganut Baha’i sendiri melaku-kan salat sekali dalam sehari dan merayakan lebaran setelah berpuasa 17 hari.

MUI Pusat berbeda sikap dengan MUI Tulungagung. “Kalau ada ajarannya salat,

satu kali sehari, tetap saja itu menyimpang,” ujar Ketua MUI Cholil Ridwan saat diminta tanggapan mengenai munculnya ajaran Baha’i di Tulungagung sebagaimana ditulis okezone.com, Senin (26/10/2009). Menurut Cholil, apa pun nama ajarannya, jika dia mengaku memiliki nabi selain agama yang sudah ada, berarti ajarannya sesat dan ha-rus dibubarkan, meskipun ajaran itu sama sekali tidak mengaku sebagai umat salah satu agama resmi yang sudah ada. Dalam aras ini, Baha’i disiarkan memiliki Kitab Akh-das, nabinya adalah Muhammad Husein Ali, dan memiliki kiblat salat di Gunung Karmel, Israel sesuatu yang belum pernah dikonfir-masi oleh Slamet Riyadi di muka umum.

Ketua MUI Jatim Abdushomad Buchori memiliki sikap hampir senada; doktrin ajaran Baha’i akan menjadi bukti peno-daan agama, sebab yang diakui di Indo-nesia hanya enam agama. Kalau kemudian Baha’i dianggap sebagai aliran, maka perlu penelitian lebih lanjut. Tetapi kewenangan mengurus hal ini, kata Abdushomad bukan kewenangan institusinya.

Lalu bagaimana dengan Depag? Kasi Urais (Urusan Agama Islam) Depag Tulungagung Kusnan Thohari, versi lain menyebutnya sebagai Akhsan Tohari, menyatakan bahwa pihaknya bersama MUI sudah mengambil tindakan, yakni melaku-kan pendekatan agar para pengikut ajaran Baha’i tidak melakukan pendekatan yang melanggar hukum. Di Indonesia sendiri pernah muncul Islam Baha’i pada 1967 sehingga Kusnan mengaku memilih ber-hati-hati agar tidak mengganggu stabilitas dan kerukunan antarumat beragama serta penganut kepercayaan maupun aliran tertentu

“Secara kelembagaan, Depag meng-hormati setiap penganut kepercayaan atau aliran, dengan syarat tidak melanggar aturan hukum yang ada. Baha’i bukan agama, tapi ajaran atau aliran saja. Agama yang diakui pemerintah hanya ada enam,” tutur Kusnan kepada Kompas.com (26/10/09).

Yang dimaksud dengan melanggar hukum di sini adalah menerbitkan surat nikah sendiri karena hal tersebut melang-gar UU No.1 Th. 1974 tentang Pernikahan. Dalam peraturan tersebut pernikahan bagi pengantin yang beragama Islam dicatatkan

di Kantor Urusan Agama dan yang non- Islam dicatatkan di Kantor Catatan Sipil. Jika melanggar ketentuan ini, pengusutannya sepenuhnya diserahkan kepada polisi.

Rudi Kristiyanto, Kapolres Tulungagung, sebelum Slamet Riyadi dipanggil oleh Kejari, menyatakan telah mengetahui keberadaan aliran Baha’i tersebut. Namun, ia mengaku insitusinya tidak bisa serta merta membu-barkannya atas nama keresahan masyarakat yang bisa dilakukan hanya melakukan pengawasan. Aparat berdalih mereka hanya bisa melakukan pengawasan. “Karena keya-kinan menyangkut hak asasi manusia,” ujar Kapolres Tulungagung Ajun Komisaris Besar Polisi Rudi Kristantyo di Jawa Timur seperti dimuat okezone.com (25/10/09). Kapolres mengaku telah meminta MUI, Depag, dan Pemkab Tulungagung untuk turun mengambil langkah.

Namun, keesokan harinya, sikapnya berubah tegas. “Kami sudah merekomen-dasikan ke MUI dan Depag agara kegiatan pengikut Baha’i ini dihentikan sementara dulu. Karena ibadah mereka sepertinya tidak lazim dan menimbulkan keresa-han,” ujarnya, Senin (26/10/2009) kepada okezone.com. Tetapi soal surat nikah, ia mengaku akan berkoordinasi dengan MUI dan Bakorpakem yang di dalamnya terda-pat unsur kejaksaan.

Aliran Baha’i didirikan oleh Bahaul-lah (1817-1892), mengutip okezone.com (26/10/09), yang diyakini pengikutnya sebagai utusan Tuhan pembaharu yang datang setelah para pendahulunya, seperti Ibrahim, Musa, Buddha, Khrisna, Zoroaster, Isa, dan Muhammad. Pesan utama yang diajarkan dalam Baha’i adalah penyatuan umat manusia—Baha’i diturunkan untuk memecahkan tembok-tembok pemisah umat manusia seperti etnis, kasta, dan agama guna meletakkan pondasi bagi per-satuan seluruh dunia.

Mengacu pada Keppres RI No. 69 Th. 2000, organisasi Baha’i sebenarnya diizinkan hidup di Indonesia setelah sebelumnya dilarang oleh Presiden Soekarno melalui Keppres No. 265 Th. 1962. Pencabutan atur-an ini karena menurut Gus Dur, selaku pihak yang mengeluarkan Keppres, pembentu-kan organisasi sosial kemasyarakatn dan ke-agamaan pada hakekatnya merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. M

Mengacu pada Keppres RI No. 69 Th. 2000, organisasi Baha’i sebenarnya diizinkan hidup di

Indonesia

KMII Tolak Sistem Sekuler, Tegakkan KhilafahNurun Nisa’

Sekurang-kurangnya 5000 mahasiswa Islam dari seluruh penjuru nusantara berkumpul menghadiri Kongres

Mahasiswa Islam Indonesia (KMII) yang di-

selenggarakan oleh Badan Koordinasi Lem-baga Dakwah Kampus (BKLDK) pada Ahad (18/10).

Erwin Permana, Koordinator Badan Ek-

sekutif Nasional BKLDK kepada Media Umat di sela-sela kongres, KMII ini merupakan koreksi total terhadap Sumpah Pemuda yang dilaksanakan pada 28 Oktober 1928

Page 3: 24.Mrori Xxiv November

n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXIV, November 2009

The WAHID Institute

lalu. KMII ini merupakan momentum dan

tonggak perubahan sejarah mahasiswa atau pemuda kelak. “Kita bisa mengam-bil pelajaran dari Sumpah Pemuda 1928, sumpah tersebut dapat membawa arus perubahan dalam pergerakan pemuda untuk lepas dari penjajahan yang ada saat

itu,” ujar mahasiswa pascasarjana UI terse-but sebagaimana ditulis mediaumat.net (19/10/09).

Sumpah Pemuda mengubah persepsi para pemuda sehingga sadar dan bangkit bersama-sama mengusir penjajah. Namun sayangnya, mereka hanya berhasil mengusir penjajahan militer. Sedangkan penjajahan di bidang lain seperti penjajahan dalam bentuk politik, ekonomi, pergaulan, dan pendidikan masih terus berlangsung hing-ga saat ini.

Sebagai bentuk alternatif, nampaknya, mereka kemudian mendeklarasikan sumpah bernama Sumpah Mahasiswa. Di sinilah—seperti tercantum di dalam naskah Sumpah Mahasiswa—para ma-hasiswa Islam harus berjuang mengatasi segala bentuk penjajahan nonfisik. Jika dulu yang mengatur Indonesia sebelum merdeka adalah Jepang dan Belanda, kini, setelah merdeka, sistem sekuler ini yang menjadi penggantinya. Sistem sekuler telah menyengsarakan rakyat dan menyebab-kan mereka hidup terus-menerus dalam berbagai krisis yang tak berkesudahan. Sistem sekuler telah mengakibatkan po-tensi sumberdaya alam dan kekayaan mineral yang sangat melimpah tidak mam-pu membuat rakyat hidup dalam kebaikan. Ini berbahaya bagi Indonesia dan negara muslim lainnya. Karenanya, ia harus diganti. Gantinya adalah negara khilafah—mirip dengan cita-cita organisasi transnasional yang didirikan Syeikh Taqiyuddin an-Nab-hani; Hizbut Tahrir.

Dalam salah satunya butirnya disebutkan bahwa mereka berkomitmen terhadap penegakan khilafah. “Dengan sepenuh jiwa, kami akan terus berjuang tanpa lelah untuk tegaknya syariah Islam dalam naungan Negara Khilafah Islamiyah sebagai solusi tuntas problematika masyarakat Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya,” demikian bunyi butir ketiga sumpah mahasiswa tersebut.

Sumpah tersebut dibacakan di tempat yang direncanakan untuk kongres, yakni di Basket Hall Senayan Jakarta. Namun, akhirnya dipindahkan ke luar arena karena tidak diizinkan oleh pihak kepolisian. Padahal, menurut pihak panitia seperti ditulis eramuslim.net (19/10/09), pihak Mennegpora sampai melobi Wakapolda Metro Jaya agar dapat memberikan izin acara yang didukung penuh Menegpora Adyaksa Dault ini. Acara ini, seperti dican-tumkan dalam pamflet, adalah Institut Pertanian Bogor dan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Institusi pendidikan (negeri) dan kementerian negara ternyata mendukung kongres mahasiswa yang berkomitmen terhadap tegaknya syariah Islam di negara berdasarkan Pancasila.

LDK (Lembaga Dakwah Kampus) me-rupakan gerakan tarbiyah yang lebih dekat dengan Ikhwanul Muslimin, yang didirikan oleh Hasan al-Bana di Mesir pada April 1928. Gerakan ini tidak mengenal istilah khilafah Islamiyah, melainkan negara Islam—nega-ra mengenal batas territorial dan khilafah sebaliknya. HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang didirikan oleh Taqiyuddin an-Nabhani memang besar di IPB. HTI, mengutip Imda-dun Rahmat dalam Arus Baru Islam Radikal (2005), bermula dari kampus IPB yang dibawa ke Indonesia melalui M. Musthofa dan Abdurrahman al-Bahgdadi —apakah oleh karenanya event ini didukung IPB?

M

MUI Menolak Kedatangan MiyabiNurun Nisa’

MUI menolak kedatangan Miyabi alias Maria Ozawa untuk bermain film produksi Maxima Pictures.

Sebabnya, Miyabi dianggap sebagai lam-bang dunia porno yang akan memper-buruk citra umat beragama di Indonesia. Karena itu, menurut KH. Ma’ruf Amin, Ketua Komisi Fatwa MUI, meskipun Miyabi datang dengan mengenakan pakaian yang sopan dan menutup seluruh tubuhnya, MUI akan tetap menolaknya.

“Kami tetap menolak walau dia tidak membuka auratnya. Miyabi itu mukanya muka porno. Sudah sangat transparan,” ka-tanya dengan santai seperti dikutip Kompas.com (13/10/09). Meski film yang direncana-

kan komedi murni, kiai asal Banten ini juga menolaknya, kecuali sang bintang sudah pensiun dari aktivitasnya itu. Lagipula, ke-datangan Miyabi bisa merusak citra Indo-nesia di mata dunia. “Kayak kurang bintang dalam negeri saja,” tambahnya sebagaima-na ditulis detik.com (18/10/09).

Meutia Hatta, Menteri Pember-dayaan Perempuan, mengamini sikap MUI. Menurutnya, kehadiran Miyabi lebih banyak menimbulkan kemudaratan. “Apalagi ada UU Anti Pornografi,” jelasnya kepada Liputan6.com (13/10/09). Meutia Hatta menyarankan agar proses pengam-bilan gambar Miyabi dilakukan di luar negeri saja. Jika yang datang adalah Julia Roberts, Meutia tak menolaknya. Sebab film Julia mengisahkan pencarian spiritual yang anggun, dan bukan aspek naluriah semata.

Kedatangan Miyabi sendiri menimbul-kan pro-kontra. Kalangan ulama meno-laknya karena Miyabi merupakan ikon pornografi yang merusak bangsa. ‘’Kalau hanya untuk menciptakan kerusakan di

negeri ini, untuk apa diundang,’’ kata Rid-wan Lubis dari PBNU kepada Republika di Jakarta, Senin (12/10). Ichwan Syam dari MUI—sebagaimana ditulis Republika.co.id menyatakan bahwa tidak pada tempat-nya mengundang Miyabi saat ini di kala Indonesia sedang gencar memerangi por-nografi dan pornoaksi.

FPI bahkan akan menggeruduk kan-tor Maxima Pictures di bilangan Mangga Dua. Mereka diterima pihak Maxima na-mun tidak ada kata sepakat. Pada akhirnya, mengutip Liputan6.com (10/10/09), massa FPI mengancam akan memblokade Ban-dara Soekarno Hatta jika Miyabi tetap da-tang. Demikian juga bagi anggota IPPNU Kudus. Mereka menggelar aksi dengan membakar atribut bertuliskan kecam Maria Ozawa dan kecam aksi pornografi yang menjadi simbol penolakan atas Miyabi ser-ta memberikan orasi berisi kecaman seper-ti dilaporkan Metrotvnews.com (11/10/09). Aksi senada dilakukan sejumlah mahasiswa STAIN Kudus serta beberapa anggota DPRD setempat.

“Dengan sepenuh jiwa, kami akan terus berjuang tanpa

lelah untuk tegaknya syari’ah Islam dalam naungan Negara

Khilafah Islamiyah sebagai solusi tuntas problematika masyarakat Indonesia dan

negeri-­negeri muslim lainnya,”

“Kami tetap menolak walau dia tidak membuka

auratnya. Miyabi itu mukanya muka porno. Sudah sangat

transparan”

Page 4: 24.Mrori Xxiv November

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXIV, November 2009

The WAHID Institute

Klub Poligami Memantik Kontroversi

Tahun 2003 lalu publik dikejutkan oleh anugerah terhadap poligami. Poligami Award, demikian ia disebut,

digagas oleh Puspo Wardoyo untuk memberikan penghargaan kepada laki-laki yang dinilai berhasil melakukan poli-gami. Tindakan pria empat istri ini keruan memantik kontroversi. Misalnya saja, Warung Solo, usahanya, diboikot beberapa kalangan aktivis perempuan. Aa Gym, yang pernah diganjar penghargaan ini, ramai- ramai di-protes oleh jamaahnya sendiri.

Rupanya kontroversi ini tak mema-damkan semangat Klub Poligami Glo-bal Ikhwan untuk melaunching klub ini. Dengan tema “Poligami Obat Mujarab untuk Mendapatkan Cinta Allah”, klub poligami asal Malaysia ini diluncurkan di Hotel Aquilla Bandung pada Sabtu malam (17/10/09). Dihadiri 150 undangan dari se-luruh Indonesia, peresmian klub ini juga di-hadiri oleh ketua klub, Chadijah binti Am.

Perempuan yang sudah dipoligami selama 30 tahun ini menjelaskan bahwa poligami merupakan obat mujarab— sebagaimana judul peluncuran Klub Po-ligami. Seseorang yang dipoligami akan senantiasa mengalami kesusahan dalam hidupnya.

“Ketika dia dalam kesusahan, maka dia akan meminta pertolongan kepada Allah. Kesusahan yang dialami seorang istri yang suaminya berpoligami sifatnya terus-menerus, maka dia pun akan terus meminta tolong kepada Allah,” ujarnya sebagaimana ditulis Antara News (19/10/09).

Ia mengaku, sebagai wanita awal-nya menolak poligami, bahkan seluruh keluarganya pun menolak dengan alasan takut Chodijah tidak bahagia dan terlantar. Tapi setelah menjalani poligami selama tiga dekade, dirinya mendapatkan cinta Allah, karena senantiasa berkomunikasi dengan-Nya.

Chodijah tidak memungkiri jika

pendirian klub poligami di Indonesia akan menimbulkan penentangan dari berbagai pihak apalagi kaum hawa. “Hal itu juga terjadi di Malaysia ketika pertama kali dideklarasikan, namun sekarang semua sudah bisa menerimanya,” katanya.

Lalu bagaimana pendapat berbagai kalangan di Indonesia? Ketua MUI Jawa Barat, Hafidz Usman mempertanyakan keberadaan klub ini di Bandung. Manfaat klub ini dirasa kurang jelas. “Apa perlunya klub seperti itu,” katanya seperti ditulis tem-pointeraktif.com (20/10/09).

Menurut Hafidz, pembentukan klub itu berlebihan. Kelompok suami beristri lebih dari satu tersebut seharusnya tidak perlu ada karena sensitif di masyarakat. “Jangan yang berbau-bau sensitif lah,” ujarnya. Masalah perkawinan di negeri ini, kata Hafidz, sudah diatur dalam Undang-Un-dang. Lembaga pembinaan keluarga pun sudah ada.

Sekretaris Umum MUI Jabar, Rafani Ach-yar, menyatakan bahwa keberadaan klub ini justru meresahkan masyarakat, terutama kalangan perempuan. Namun, pihaknya belum terpikir merilis fatwa larangan terha-dap klub ini. Fatwa baru dikeluarkan terha-dap keresahan yang masuk kategori kuat sementara kuat atau tidaknya keresahan mesti diteliti secara mendalam melalui sebuah survei atau jaring aspirasi. Yang di-lakukan adalah memantau perkembangan organisasi ini. Wakil Ketua MUI Jabar bidang Fatwa, Rachmat Syafe’i, lebih tegas lagi. Ia, sebagaimana ditulis di Republika Newsroom (22/10/09), menyatakan bahwa jika memang klub poligami itu bisa mere-sahkan masyarakat, maka MUI Jabar akan meminta penghentian aktivitasnya.

Para aktivis perempuan terang- terangan menolak klub ini. Peluncuran klub ini telah menyakiti hati perempuan. Selain itu, poligami merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan sebagai-

mana tertuang dalam konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms Against Women) yang telah diratifikasi (ditandatangani, Red.) Indonesia sejak 1984. “Jelas, klub poligami ini telah melang-gar konvensi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan yang te-lah ditandatangani pemerintah. Salah satu bentuk kekerasan dalam konvensi tersebut ialah poligami,” ujar Elin Rozana, koordina-tor Institute Perempuan seperti dikutip Antara News (19/10/09).

Penolakan ini, kata Elin, didasarkan pada pengaduan yang diterima lembaga-nya yang menyatakan bahwa praktik poli-gami dinilai menimbulkan tekanan psikis, penganiayaan fisik, dan penelantaran baik istri maupun anak. Meski menolak Elin tidak akan membubarkan klub tersebut karena yang demikian bukan wewenangnya.

Tokoh Malaysia juga keberatan dengan klub ini. Untuk bisa menikahi satu orang saja, menurutnya, persyaratan dalam Islam sangat ketat. Yakni, sehat secara jasmani dan rohani serta mampu secara ekonomi. Apalagi untuk menikahi lebih dari satu, dua, hingga empat. “Jadi intinya, persoalan poligami ini kembali ini lagi pada pribadi masing-masing. Saya menolak jika harus dibentuk gerakan,” kata Wakil Ketua Pem-

Nurun Nisa’

Poligami merupakan bentuk kekerasan terhadap

perempuan sebagaimana tertuang dalam konvensi

CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms

Against Women) yang telah diratifikasi (­ditandatangani,

Red.) Indonesia

Akan tetapi, ini tidak berlaku bagi para aktivis PMII Komisariat UIM (Universitas Is-lam Makassar). Mereka berunjuk rasa dan membawa poster-poster bertuliskan duku-ngan terhadap kedatangan Miyabi seperti “Urus Saja Moral dan Akhlakmu, Tidak Usah Urus Miyabi”. Dukungan ini, menurut Ubaidi yang menjadi koordinator aksi, karena tidak setuju dengan penolakan atas Myabi. Me-nolak Miyabi sama dengan menolak per-samaan hak dan nilai-nilai demokratisasi yang dipraktekkan di negeri ini.

Lagi pula, kata Ubaidi, masih banyak

yang perlu diurus di negeri ini, termasuk moral bobrok para pejabat. “Kalau Miyabi ditolak karena pernah main video mesum, bagaimana dengan pejabat atau legisla-tor kita yang juga punya video mesum. Apakah kita berani mengusir orang-orang tersebut?” pungkas Ubaidi seperti ditulis detik.com (14/10/09).

Miyabi rencananya akan bermain dalam film “Menculik Miyabi” yang bakal diprodu-seri Ody Mulya Hidayat. Film yang renca-nanya akan tayang pada akhir tahun 2009 ini bercerita tentang tiga mahasiswa Indo-

nesia yang berencana menculik Miyabi ke-tika mereka tahu bahwa sang idola sedang berada di Jakarta. Miyabi atau Maria Ozawa merupakan bintang film dewasa asal Jepang blasteran Jepang – Perancis kela-hiran 1986. Dalam sebuah survey menyoal akses muatan porno di Indonesia, Miyabi merupakan artis nomor wahid yang paling banyak dikunjungi selama lima tahun ber-turut-turut. Miyabi akhirnya batal datang tapi kontroversinya membawa berkah bagi para pedagang; DVD Miyabi laku keras di pasaran. Siapa untung? M

Page 5: 24.Mrori Xxiv November

n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXIV, November 2009

The WAHID Institute

bina Yayasan Dakwah Malaysia Indonesia (YADMI), Datuk Mohd Nakhaie Ahmad seperti ditulis Indopos (23/10/09).

Klub poligami ini sendiri pertama kali berdiri di Malaysia di bawah organi-sasi Global Ikhwan. Klub ini pertama kali, sebagaimana ditulis di Media Indonesia (22/10/09), dibentuk di Malaysia dengan ketua Abuya Ashaari Muhammad. Kini klub itu memiliki anggota sekitar 300 keluarga. Di Indonesia sendiri ada 36 keluarga yang aktif mengikuti kegiatan klub tersebut dan tersebar di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Tasikmalaya, Wonosobo, Pekan-baru, Aceh, dan Medan. Beberapa figur publik telah menjalin komunikasi dengan klub ini, meskipun tidak menjadi ang-gotanya seperti Amy, vocal group Search Malaysia yang pernah tenar dengan tem-bang Isabella, dan Aa Gym. “Itu pas beliau di pernikahan pertama, dan di pernikahan kedua sekarang sudah tidak komunikasi lagi,” jawab Umar tentang dai kondang asal Bandung tersebut sebagaimana dikutip detik.com (20/10/09).

Mengenai poligami, menurut lelaki beristri empat itu, bukan sekedar urusan seks. Dalam kehidupan sehari-hari, para is-tri keluarga poligami dinilai sangat berper-an membantu pekerjaan suami. “Poligami hanya dibolehkan jika lelaki bisa adil,” katan-ya kepada tempointeraktif.com (20/10/09). Konsep poligami yang ditekankan kelom-poknya adalah poligami sebagai ibadah dan juga bagaimana menjadi seorang pemimpin dalam sebuah keluarga dan serta pembagian tugas dalam sebuah ke-luarga. ”Bukan semata-mata memenuhi keperluan seks,” paparnya.

Dia mencontohkan, pembagian tugas yang dimaksud adalah ketika dia tengah melakukan lawatan ke luar kota atau luar negeri untuk tugas kerjanya. ”Kalau istri satu dan ikut, tugas yang akan mengasuh anak siapa? Dengan cara seperti ini (poligami),

anak-anak ada yang menjaga,” ujarnya men-contohkan. Sementara soal kepemimpinan dalam poligami adalah berkenaan dengan kewajiban berbagi suami kepada istri- istrinya—di sinilah kesabarannya diuji.

Umar mengaku tak khawatir dengan mereka yang menentang klub ini. ”Pema-haman tentang Islam-nya masih dangkal,” kata dia tentang pihak-pihak yang me-nentangnya. Bukan hanya itu, orang yang mengecam poligami berarti harus berha-dapan dengan Tuhan dan perintah Rasul.

Begitu hebohnya kontroversi klub ini, terbetik pertanyaan tentang Global Ikhwan di negara asalnya. Di Malaysia ternyata Glo-bal Ikhwan tidak cukup tenar. “Di Malaysia Global Ikhwan tidak begitu terkenal, pengikutnya juga sedikit,” jelas Nakhaie. Oleh karenanya, ia mengaku heran ketika Global Ikhwan ramai dibicarakan di Bandung. Klub ini bertujuan bertujuan untuk membina keluarga yang suaminya berpoligami. Selain itu untuk mendorong kehidupan berpoligami di masyarakat yang benar sesuai al-Quran.

Tentang asal usul ini, Nakhaie menya-takan bahwa Global Ikhwan yang ada di Bandung saat ini adalah pecahan Darul Arqam. “Kok saya melihat Global Ikhwan ini orangnya-orangnya Darul Arqam yang sampai saat ini dilarang pemerintah Malaysia karena aliran sesat,” ujarnya.

Menurutnya, Global Ikhwan adalah organisasi kamuflase. Global Ikhwan juga tidak mendaftarkan sebagai ormas di Malaysia. Mereka daftar sebagai organisasi niaga yang bergerak di bidang pem-buatan dan penjualan roti, kue-kue, bis-nis penyembelihan hewan. “Di balik itu, mereka menjalankan gerakan klub poli-gami,” terangnya.

Menurutnya, pemerintah Malaysia tidak bisa melarang Global Ikhwan karena izin resminya sebagai organisasi niaga, bu-kan ormas. Global Ikhwan juga tidak bisa

disebut sebagai organisasi ilegal. Tapi se-cara pribadi, dia tidak setuju menjadikan poligami sebagai gerakan. Ulama Malaysia juga pasti menentangnya,” tandasnya.

Pendapat ini bersetuju dengan per-nyataan Muhammad Umar, Ketua Global Ikhwan. Klub Poligami Global Ikhwan, kata Umar, sebenarnya sudah berdiri sejak 1990. Dulu namanya Darul Arqam. Namun pada awal 1994, Darul Arqam dilarang di Malaysia. Pada 1996-1997, klub berdiri kembali dengan nama Ruqafa. Pada 2007 berubah lagi menjadi Global Ikhwan yang berbentuk yayasan dan bisnis di bidang garmen, pabrik roti, saus, kecap, bihun, pasta gigi, dan lain-lain.

Tetapi Umar membantah kelompoknya dicap sesat dan meresahkan karena upaya klub ini adalah untuk memerangi pelacuran dan bermanfaat sosial. “Apa buktinya kami meresahkan atau aliran sesat,” katanya di Bandung sebagaimana dikutip wartakota.co.id (21/10/09).

Memang, di Malaysia, Darul Arqam dicap sesat. Ia dilarang eksis di Malaysia karena mengamalkan Aurad Muhammadiyah, se-jenis wirid yang dianggap menyimpang sejak 1994 semasa Mahathir Muhammad masih berkuasa. MUI Aceh, MUI Sumbar, MUI Sumsel, dan MUI Riau—sebagaimana dirilis di situs resmi MUI, juga mengeluar-kan fatwa pelarangan terhadap organisasi dan dikukuhkan oleh MUI Pusat pada tahun yang sama. Versi lain menyatakan bahwa pelarangan ini lebih dimotivasi oleh ala-san politik, seperti dilaporkan hidayatullah.com (04/10/03). Sang pemimpin yang memiliki pengaruh luas dikhawatirkan akan menyaingi popularitas Mahathir. Syed Hussein Alatas, sosiolog asal Singapura, dalam bukunya yang bertajuk “Talqin un-tuk UMNO” pernah menyatakan bahwa Abuya akan menjadi PM setelah Mahathir, karena pengikut Darul Arqam yang menca-pai sepuluh ribuan orang. M

Bupati Purwakarta Cabut IMB Gereja Stasi Santa MariaNurun Nisa’

Pemkab Purwakarta melalui Bupati mencabut surat IMB (Izin Mendirikan Bangunan) Gereja Stasi Santa Maria

yang akan dibangun di Desa Bungur Sari, Kec. Cinangka. Pencabutan ini mengejutkan karena sebelumnya Bupati Purwakarta,

Dedi Mulyadi, yang menandatangani surat izin tersebut.

Melalui surat bernomor 503/2601/BPMPSP/X/2009 tertanggal 16 Oktober 2009 tentang Pencabutan Persetujuan Izin Prinsip Rumah Ibadah Katolik Stasi Santa Maria dengan tanda tangan Bupati, maka surat pertama resmi dicabut. Alasan pen-cabutan adalah adanya hasil penelitian Fo-rum Komunikasi Umat Beragam (FKUB) dan Departemen Agama (Depag) Purwakarta yang menyatakan bahwa persyaratannya masih kurang lengkap. “Makanya diang-gap cacat,” jelas Jaenal Arifin, Kepala Kan-

tor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Kabupaten Purwakarta seperti dikutip tempointeraktif.com (19/10/09).

Syarat pertama bahwa jemaat harus ber-jumlah minimal 40 orang memang sudah dipenuhi pihak panitia pembangunan, namun secara teknis masih cacat. Yakni, dukungan warga sekitar rumah ibadah, dengan dibuktikan KTP, menurut peneli-tian FKUB dan Depag, hanya berjumlah 45 orang. Jumlah ini harus ditambah 15 orang lagi agar bisa genap 60 orang seperti disyaratkan Pemkab.

Pencabutan ini mengejutkan karena sebelumnya Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi,

yang menandatangani surat izin tersebut

Page 6: 24.Mrori Xxiv November

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXIV, November 2009

The WAHID Institute

Santriloka Gegerkan Warga Nurun Nisa’

Aliran Santriloka muncul di Mojokerto. Keberadaan aliran yang berbasis di Jl. Empu Nala dan kawasan Pangger-

man kota Mojokreto itu terungkap berkat sebuah VCD. Tayangan VCD tersebut dia-wali dengan iringan salawat burdah, ajaran yang disampaikan dalam VCD itu justru berbeda dengan ajaran yang dipahami umat Islam pada umumnya di Mojokerto.

Di dalam VCD tersebut, seseorang yang belakangan diketahui mirip dengan Achmad Naf’an atau Gus Aan, pemimpin Santriloka, duduk dengan latar belakang tulisan Santriloka. Ia ceramah di depan para pengikutnya tentang berbagai hal yang dianggap oleh banyak kalangan sebagai doktrin Santriloka.

Gus Aan menyatakan bahwa umat Islam tidak perlu berpuasa di bulan Ra-madhan. Puasanya umat Islam adalah di bulan Jawa ke Sembilan, yaitu bulan Selo. Allah tak pernah menyuruh puasa di bulan Ramadhan. Ia juga menyatakan tidak ada gunanya berzikir La Ilaha illa Allah setiap hari. Karena, meskipun sejuta orang berzi-kir, Allah tetap saja satu. Jika bisa beranak, berarti Allah punya puting susu.

Selain itu, pemeluknya tak dibebani kewajiban syariat salat, yang ditekankan hanya aspek ingat pada Allah. Selain itu, ka-limat syahadatnya berbeda dengan yang lazimnya. Kepada mereka yang berminat menjadi santri, akan dibaiat dengan syaha-dat setelah menyerahkan sedikitnya uang Rp 100 ribu yang dicampur dengan jenis bunga tertentu.

Pengasuh Pesantren Nurul Huda, KH

Fakih Utsman, yang telah menyaksikan VCD yang berjumlah tiga keping ini meminta polisi melacak dan melarang pengajian Santriloka. Gus Fakih juga meminta MUI setempat meyikapi komunitas ini. “Kami khawatir atas reaksi umat jika melihat VCD ini secara langsung,” jelasnya. Selain itu, Gus Faqih—panggilan akrabnya—khawatir jika masyarakat akan ikut aliran sesat itu atau malah bertindak anarkis jika rekaman ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada tindakan dari pihak yang berwenang.

Ajaran kontroversi lainnya adalah salat. Menurut Gus Aan, salat yang seperti dilaku-kan umat Islam bukan perintah Allah. Kare-na itu, ia menyarankan para santrinya tidak perlu salat. Santriloka sendiri memperke-nalkan empat jenis salat; salat Magrib, Isya, Subuh, dan Zuhur—salat Asar tidak dikenal di kelompok ini. Magrib berarti Mageri Urip (membentengi hidup) dengan budi peker-ti, Isya berarti Isak-isakno (sebisa mungkin) berbuat baik kepada sesama. Subuh ber-makna Ojo Kesusu Labuh (Jangan mudah percaya) dan Zuhur berarti Nduweni Budi Luhur (bermoral). Jika sudah bisa melaku-kan salat ini, maka tidak perlu salat Asar yang berarti Ojo Kesasar (jangan tersesat). Karena salat Asar merupakan perintah agar kita tidak tersesat—kata Gus Aan—maka salat Asar tidak ada. Teknis salat itu juga berbeda; tidak mengenal rukuk dan sujud.

Aliran Santriloka ini juga tidak meng-akui al-Quran berbahasa Arab serta meru-sak persatuan dan kesatuan. “al-Quran bu-kan dari bahasa, melainkan bahasa Kawi, bahasa Sansekerta, dan bahasa Jawa Kuno. al-Quran merupakan buatan orang Arab untuk menjajah bangsa Indonesia,” tan-dasnya seperti ditulis metrotvnews.com (30/10/09). Bahkan, al-Quran menurut-nya sudah dimodifikasi orang-orang untuk merusak Majapahit, Jawa, dan Pancasila. “Siapa yang mau bertanggung jawab kalau Quran ini salah. Apa Nabi mau tanggung jawab?” gugatnya. Gus Aan menambahkan bahwa banyak kesalahan orang-orang yang mengaku memeluk Islam karena tidak mengerti Islam. Misalnya, salat Zuhur

sebenarnya berasal dari bahasa Jawa, yak-ni luhur—tetapi umat Islam kebanyakan justru melakukan ritual salat seperti yang diajarkan para ulama dan dilaksanakan di masjid. Lalu dari mana ilmu Gus Aan? Ia mengaku bahwa pemahaman Islamnya di-dapatkan dari berbagai buku bacaan yang ia tidak diketahui siapa pengarang dan pencetaknya.

Di tengah berkembangnya kontroversi ini, Gus Aan mengaku bahwa ajaran yang disebarkannya adalah ajaran Islam. “Silakan saja kami dianggap bukan Islam. Tapi yang pasti kami ini Islam, kami mengajarkan sya-hadat Allah dan Rasul sebagai tanda per-saksian ikut ajaran Islam,“ katanya, di pade-pokan Santriloka di Kelurahan Kranggan Gang 5 seperti ditulis detik.com (29/10/09). Menurut bapak lima anak ini, Islam merupa-kan ajaran Allah melalui Rasulullah Muham-mad. Karena itu, inti ajaran Islam adalah ke-tauhidan Allah dan keteladanan Rasul.

Gus Aan dengan tegas menyatakan bahwa agama Islam bukan milik ormas tertentu atau Departemen Agama (Depag) saja—tampaknya hal ini merupakan reaksi Gus Aan atas tuduhan sesat yang biasanya melibatkan ormas dan Depag. “Kalau kami beribadah dilarang membawa nama Islam, lho sekarang artinya Islam itu milik siapa. Andai kata Depag melarang kami menga-tasnamakan Islam, itu sama saja Islam su-dah dimiliki Departemen Agama,” jelasnya. Gus Aan bahkan menilai bahwa salah satu penyebab kerusakan Islam sebagai ajaran ketauhidan, karena lembaga-lembaga ke-agamaan terlalu intervensi—ia mengaku ingin melakukan ibadah dan ajaran Allah dengan tenang. Dengan ini, ia ini juga menyatakan bahwa Depag juga tidak bisa menentukan sesat atau tidaknya ajaran yang diimani seseorang, sebuah reaksi yang tampaknya ditujukan kepada beberapa ka-langan yang menuduh ajaran sesat dengan Depag sebagai salah satu legitimatornya. Ia justru mempertanyakan; jika Islam adalah milik Depag, maka apakah salatnya akan memperoleh pahala dari Depag?

Ia juga tidak ambil pusing jika ajaran-

Seorang dari panitia pendirian gereja stasi Santa Maria yang bernama Hadi, seperti dikutip VIVANews (20/20/09), enggan mem-berikan komentar karena perkaranya sudah diserahkan kepada pihak pengacara.

Ketua Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ), Theophilus Bela menyatakan bahwa penolakan ini tidak benar. Seperti diungkapkannya kepada christianpost.

co.id (20/10/09), Theophilus—mengutip Romo Agustinus Made dari Paroki Salib Suci—mengatakan bahwa izin pendirian gereja tersebut telah mendapat dukungan tanda tangan dari 60 warga. Namun, karena takut akibat teror dari kelompok Front Pembela Islam (FPI) mengakibatkan jumlah warga yang telah menandatangani dukungan menyusut menjadi 45 orang

ketika pihak FKUB dan Depag Pemkab me-manggil mereka. Aksi teror FPI menolak pembangunan gereja Katolik Stasi Santa Maria tersebut telah dimulai sejak bulan Ramadhan lalu, dan masih berlanjut sam-pai saat ini,”ujarnya. Romo Agustinus Made, Selasa (20/10) rencananya akan bertemu dengan Kepala Keuskupan Bandung untuk membahasa masalah ini. M

Empat jenis salat ala Santriloka: Magrib

(Mageri Urip), Isya (Isak-Isakno), Subuh (Ojo Kesusu Labuh),

Zuhur (Nduweni Budi Luhur).

Page 7: 24.Mrori Xxiv November

n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXIV, November 2009

The WAHID Institute

nya dianggap sebagai Kejawen. “Kalau saya dituduh Kejawen (Islam yang sinkretis dengan budaya Jawa), maka yang lain itu Araben (Islam yang ke-Arab-arab-an). Pada-hal Islam itu hanya satu,” terangnya seperti dikutip oleh detik.com (29/10/09).

Gus Aan akhirnya dibawa ke kantor Ke-polisian Resort Kota Mojokerto (29/10/09) untuk diamankan dari amuk massa yang gerah dengan aktivitasnya. Pemantauan Pos Kota, sebelum Gus Aan dievakuasi, pu-luhan warga memadati rumah Gus Aan yang sedang mengadakan pengajian ru-tin tiap Kamis Kliwon malam Jumat Legi. Mereka penasaran dan mulai berdatangan selepas Magrib. Jumlah ini terus mem-bludak dan lurah setempat segera memin-ta warga untuk membubarkan diri karena sedang ada pertemuan antara pimpinan Santriloka bersama dengan beberapa in-stansi terkait. Tapi warga tak terima. Mereka malah meminta spanduk yang berlabel-kan Santriloka diturunkan dan penghuni dari rumah yang dijadikan markas ajaran Santriloka diusir karena membuat warga malu dan resah. Karena situasi makin me-manas dan tidak terkendali, polisi dengan dipimpin langsung Kapolresta Mojokerto, Kombes Polisi Sulistyandri Atmoko menge-vakuasi Gus Aan untuk meredam amarah dan aksi anarkis warga yang mungkin akan timbul.

Pada hari yang sama, aktivitas pade-pokan dihentikan sementara oleh per-angkat desa setempat menyusul keresa-han dan desakan penutupan oleh warga masyarakat. Penutupan ini dilakukan sete-lah terjadi dialog untuk mencari tahu ten-tang ajaran Santriloka yang dikeluhkan dan dituding sesat oleh sejumlah kalangan. “Meskipun demikian, penutupan aktivitas Santriloka masih menunggu hasil koordi-nasi dengan Bakorpkaem,” jelas Acim Dar-tasim, lurah desa Kranggan seperti dikutip oleh Pos Kota (29/10/09).

Meski bersedia ditutup, Gus Aan me-nolak ajarannya dikatakan sesat. Ia meng-himbau agar padepokannya tidak ditutup seenaknya. Ia juga meminta agar semua

pihak dapat berdialog tentang ajaran Santri-loka yang sebenarnya. Tak lupa, ia meminta agar para ulama dan kiai tidak cepat menu-duh ajarannya sesat. Jika memang terbukti sesat, Gus Aan siap dihukum potong leher atau hukuman mati. Namun, jika nanti ajarannya ternyata tidak sesat, dan seba-liknya, pihak Santriloka bisa membuktikan kesesatan para kiai, maka hukuman itu juga berlaku bagi kiai beserta santri. “Kalau ulama itu yang sesat, maka harus dipotong leher mereka beserta para santri,” tambah-nya. Ketua MUI Jatim, KH Abdus Shomad Bukhori, pernah menyatakan bahwa ajaran Santriloka adalah sesat. “Ajaran itu jelas jika menyalahi Islam. Dan ajaran itu harus dibu-barkan karena sudah melakukan penodaan agama,” jelasnya.

Setelah empat hari bermalam di kan-tor kepolisian setempat, Gus Aan mengaku bersalah dan melakukan pertobatan. Ikhtiar ini dilakukannya setelah Gus Aan mendapatkan bimbingan dari beberapa pemuka agama dari Depag, MUI, serta NU Kota mojokerto. “Saya siap bertang-gung jawab dan memberikan pembinaan terhadap ratusan pengikut saya,” jelas-nya sebagaimana ditulis beritajatim.com (02/11/09). Santrinya ditaksir berjumlah tujuh ratus orang dengan berbagai macam latar belakang. Mayoritasnya berasal dari Mojokerto, sebagian dari Jombang. Sebagian santrinya merupakan pemuda bertato. Terdapat pula santri yang merupa-kan mantan anggota DPRD Kota Mojoker-to dari Partai Demokrat. Meski demikian, padepokan Santriloka tidak menetap kare-na keterbatasan dana dan tempat untuk membuat asrama pondok sebagaimana lazimnya.

Santriloka, seperti dipajang di situs www.santriloka.net, merupakan kelompok pengajian Ilmu Kalam yang hadir dari kea-daan dan kondisi bangsa Indonesia yang sudah rusak, baik akhlak maupun tindakan-nya. Ilmu Kalam yang dimaksud di sini adalah suatu bagian dari unsur al-Quran dan menjadi sifatnya Allah sehingga tidak mengerti dan tidak mengetahuinya karena

kalam berada dalam posisi status yang menyuruh. Mempelajari Ilmu Kalam adalah untuk merapatkan manusia kepada yang membuat perintah ibadah yaitu Allah.

Bangsa yang sudah rusak, kata Santriloka, ditandai dengan adanya per-musuhan sesama muslim memperebutkan kesalahan, bukan kebenaran. Selain itu, banyak kerusakan alam, banyak koruptor yang berkeliaran sehingga bencana tim-bul bencaan di mana-mana. Alam bahkan sudah tidak bersahabat dengan manusia. Dengan alasan tersebut, Santriloka berke-inginan untuk meluruskan dan mengajar-kan kepada saudara-saudara kita tentang Islam yang benar yang telah diamanahkan oleh leluhur sehingga bangsa Indonesia menjadi jaya seperti kejayaan Majapahit dulu.

Nama Santriloka sendiri merupakan kepanjangan dari “[S]osial, memegang [A]manat, dapat me[N]ata/ mengatur diri dan keluarga, [T]aat dan mentaati yang benar, harus mempunyai [R]asa hormat pada Guru, selalu [I]ngat akan diri dalam menjalankan [L]aku ilmu secara [O]ptimal dan punya [K]ontribusi bagi umat maupun negara..[A]min”---yang didaku sebagai sifat perguruan ini. Dalam situs tersebut juga dipampang foto yang dinamai K.S Mustofa Wly AS alias Pangeran Kuning yang amat mirip dengan Gus Aan yang merupakan pemimpin aliran Santriloka. Sayangnya, situs ini tidak bisa diakses per tanggal 29 Oktober, padahal beberapa hari sebelum-nya, MRORI dengan mudah mengaksesnya untuk penelusuran lebih lanjut.

Santriloka akhirnya resmi dibubarkan oleh Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) Kota Mojokerto setelah mengadakan per-temuan terkait status aliran Santriloka. “Semua sepakat demikian (dibubarkan). Hanya kapan pembubaran itu, kami meng-kaji,” kata Wakil Walikota Mojokerto Mas’ud Yunus sepertur dikutip Seputar Indonesia (03/11/09).

M

Aliran Pimpinan Sukarno Dituduh Cabul dan Sesat Nurun Nisa’

Sejumlah warga Dusun Tawangrejo, Kec. Gumarang, Kab. Madiun yang tergabung dalam Forum Keadilan

Masyarakat Babadan (FKMB) mendatangi kantor MUI setempat.

Melalui surat No. 5/eks. FKMB/X/09 yang ditandatangani oleh Sutrisno sebagai ketua dan Alim Prakoso selaku sekretaris ini, warga mengadukan “aliran sesat” yang

dikembangkan oleh Sukarno (45), warga Dusun Babadan.

Mereka mengadu ke FKMB karena war-ga merasa resah dan tidak nyaman. Mereka ingin MUI yang mengeluarkan fatwa karena upaya pihak kepolisian dan perangkat desa setempat sebelumnya tidak memuaskan masyarakat. Sebagaimana diketahui, warga sebelumnya telah menggerebek rumah

Sukarno dengan berkoordinasi dengan polisi setempat. Tetapi mereka pulang dengan tangan hampa. “Rumahnya kosong dan sudah tak berpenghuni,” jelas Wagimin seperti ditulis lensaindonesianews.com (14/10/09). Aparat desa sendiri, menurut Wagimin, terkesan mendiamkan saja pada-hal warga meminta aliran Sukarno dibubar-kan dan Sukarno selaku pemimpin aliran

Page 8: 24.Mrori Xxiv November

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXIV, November 2009

The WAHID Institute

ini ditindak tegas. Pangkal keresahan warga adalah ajaran

dari Sukarno yang dinilai sesat oleh warga. Alian Sukarno, menurut penuturan warga, setiap azan berkumandang, pengikutnya dianjurkan menutup telinga. Pengikutnya bahkan tampak sinis dan terlihat mencibir ketika mendengar puji-pujian di masjid. Selain itu, Sukarno dan pengikutnya sem-pat menyebarkan berita bahwa kelak akan muncul kerajaan, sementara Sukarno akan menjadi rajanya. “Sukarno juga mengklaim bisa berkomunikasi dengan roh para Nabi, bahkan sering naik ke langit tingkat tujuh untuk menemui Nabi Adam. Sukarno juga

mengaku sering didatangi Bung Hatta dan Supriyadi (pahlawan asal Blitar, Red.) untuk sungkem,” terang Sutrisno seperti dikutip surabayapost.co.id (28/10/09). Selain itu, aliran Sukarno memiliki aktivitas yang ter-golong berbeda dari warga kebanyakan. Semua anggota diwajibkan berkumpul se-tiap Senin dan Jumat tepat pukul satu dini hari.

Yang memantik amarah, kata pria yang rumahnya tepat berada di depan rumah Su-karno itu adalah kenyataan bahwa Sukarno telah menghamili dua muridnya, Winarni (25) hingga melahirkan seorang anak yang kini sudah berumur 8 tahun dan Lina (27) yang kini hamil 5 bulan. Winarni akhirnya dinikahkan dengan Sungkono, saudara ipar Sukarno sementara Lina dinikahkan dengan Jaiman, salah satu murid Sukarno.

Keduanya dihamili atas dalih sebagai syarat dalam melakoni ilmu ajarannya. Aksi Sukarno berjalan mulus karena ketika ia dituntut pertanggungjawaban oleh gadis yang dihamilinya, dengan enteng menurut penuturan Wagimin ia menjawab bahwa guru tidak boleh menikahi muridnya, se-

bagai jalan keluarnya salah satu murid laki-lakinya diharuskan menikahi gadis terse-but.

Terhadap aliran yang diperkirakan berjumlah tiga orang ini, KH. Abdul Mukti Sofwan dan KH. Mukaaromain Ihsan dari MUI Kab. Madiun menjanjikan tindak lan-jut, termasuk atas kegelisahan massa ter-hadap penyakit Sukarno yang akan terus bertambah.

KH. Abdul Mukti Sofwan usai pertemuan menyatukan pihaknya bakal melakukan koordinasi internal dan berkoordinasi dengan kepolisian dan Pemkab Madiun untuk menentukan langkah lebih lanjut. “Kalau dari laporan yang diberikan itu jelas sesat. Kami bakal cross check dulu setelah melakukan rapat internal,” jelas ketua MUI Kab. Madiun itu seperti dikutip oleh Radar Madiun (28/10/09).

Hal senada diungkapkan oleh KH. Mukaaromain Ihsan. “Kami berterima kasih. Bukti ini akan kami pelajari sebelum mengeluarkan fatwa,” terang ketua bidang fatwa MUI Kab. Madiun ini.

M

Panggung berukuran 5x6 meter dengan tinggi 1,5 meter itu baru akan digunakan pada Senin malam

(12/10/09). Tapi, malam sebelumnya ia ter-lanjur luluh lantak dihajar pentungan kayu dan batu. Spanduk yang ada di panggung lantas dicabuti dan kayu-kayu penyangga-nya dibuka. Tak berapa lama panggung yang akan digunakan untuk pengajian Salawat Wahidiyah itu pun ambruk. Seperti tidak puas, paku-paku yang ada lantas dicabut oleh orang-orang yang meng-hendakinya roboh.

Mereka yang merobohkan panggung ini tak bersedia bila Desa Bandaran Kec. Tlanakan Kab. Sumenep dijadikan tempat pengajian yang akan menghadirkan KH. Romo KH Hadratul Mukarrom Abdul La-tif, pengasuh Pesantren Kedunglo Kediri yang merupakan tempat lahirnya Salawat Wahidiyah. “Kita bongkar panggung ini. Dan jangan biarkan pengajian ini digelar di desa kami,” kata Ali, salah seorang warga setempat, dengan nada meledak-ledak se-

bagaimana ditulis surya.co.id (13/10/09). Alasan penolakannya, menurut se-

orang warga, adalah karena pengajian ini menganggu sekitar. Di samping itu, pengajian ini mengundang pertanyaan karena bacaannya tidak jelas dan tidak sama dengan warga sekitar. “Pengajian macam apa. Ulama dan kiai di sini tidak mengajar-kan amalan seperti itu,” kata warga lainnya. Warga mengeluarkan pendapat ini karena pengajian serupa pernah diselenggarakan sebelumnya di desa sebelah.

Ketua Departemen Pembinaan dan Penyiaran Wahidiyah Cabang Pamekasan, K Abdul Kholiq Fandi menyatakan bahwa yang dibaca adalah salawat biasa se-bagaimana yang dibaca kaum muslimin pada umumnya dan bukan aliran sesat. Di-akuinya memang ada perbedaan dengan salawat yang jamak diamalkan namun perbedaan tidak sampai melanggar akidah Islam. Di dalam ritual salawatan ini, ada aturan-aturan khusus yang harus dilaku-kan oleh sanga pengamal, dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, yang dalam istilah Wahidiyan (penganut Wahidiyah) disebut dengan istilah “Mujadalah” yakni meng-hayati kehadiran Rasul dalam dirinya saat membaca salawat. Soal tangisan-tangisan histeris para jamaah, menurut Kiai Kholiq, adalah bentuk keikhlasan dan kepasrahan

diri kepada Allah. Penolakan ini, kata Kiai Kholiq, karena

salah paham semata. Ia meminta maaf kepada kades dan warga sekitar karena sebelumnya tidak berkoordinasi dengan mereka. Sebagai warga, sebagaimana ditulis Antara News (12/10/09), mengiya-kan anggapan ini. Sebagai jalan tengahnya, pengajian Wahidiyah dipindah ke desa se-belah. “Daripada menimbulkan persoalan dan dikhawatirkan terjadi bentrok fisik. Kami mengalah dan akan pindah ke lokasi lain, di desa Ambat, sebelah timur desa Bandaran,” lanjut Kholiq.

Kapolsek Tlanakan AKP Bambang Soegiharto membantah perusakan terse-but. “Tidak ada aksi perusakan, hanya tem-patnya dipindah ke desa lain dari rencana semula akan digelar di Desa Bandaran ke-mudian dipindah ke Desa Ambat Kecama-tan Tlanakan,” kata Bambang Soegiharto se-bagaimana dikutip Antara News (12/10/09). Dengan pernyataan ini, Bambang ingin mengklarifikasi berita media yang mem-publikasikan kabar perusakan tersebut.

“Kami sudah tiba di lokasi di Desa Ban-daran, akan tetapi tidak protes apa-apa. Hanya tempatnya memang dipindah dan itu yang memindah panitia sendiri karena lokasinya sempit. Jadi bukan dirusak,” ka-tanya.

M

Nurun Nisa’

Panggung Pengajian Wahidiyah Dirobohkan?

“Kita bongkar panggung ini.Dan jangan biarkan pengajian ini digelar di desa kami” Ali --

warga Desa Bandaran

Sukarno telah menghamili dua muridnya, Winarni (25) hingga melahirkan seorang

anak yang kini sudah berumur 8 tahun dan Lina (27) yang

kini hamil 5 bulan.

Page 9: 24.Mrori Xxiv November

n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXIV, November 2009

The WAHID Institute

Pengedaran Pin Nabi di MakassarSyamsu Rijal Ad’han

Baru-baru ini beredar pin yang cukup unik. Pin itu bergambar beberapa sahabat Nabi khususnya Ali, keluarga

Nabi Fatimah, Hasan dan Husain dan yang luar biasa diantaranya ada juga pin yang bergambar Nabi Muhammad SAW. Lalu siapa yang menyebarkan pin ini? Orang-nya adalah Bahanda dan Irianto. Keduanya sudah diamankan polisi masing-masing di rumahnya pada Rabu (14/10/09). Bahanda dijemput di rumahnya kampung Romang

Polong, Somba Opu Kab. Gowa, sementara Irianto di Jl. Andi tonro III No. 9 Makassar.

Kedua orang ini, selama ini dikenal aktif di Jamaah Ahlul Bait Indonesia Makassar. Irianto sendiri atau dikenal dengan Ustadz Anto adalah salah satu mubalig dari Jamaah Ahlu Bait Indonesia ini. Irianto dan istrinya Mar mengaku bukan pengedar dari pin tersebut. Mereka hanya membelinya dari Bahanda. Anto sendiri menyatakan, gam-bar Nabi Muhammad pada pin tersebut kemungkinan hanya imajinasi seseorang tentang Nabi muhammad. Ia mengaku tak yakin bahwa gambar tersebut adalah gambar dari Nabi Muhammad SAW. ”Tidak ada seorang pun yang bisa memastikan bagaimana wajah Nabi Muhammad SAW.

Anto menandaskan, di internet banyak beredar gambar-gambar dari sahabat Nabi, menurutnya itu semua hanya peng-

gambaran. Bakan dalam satu kitab juga dijelaskan bahwa Nabi Muhammad itu ke-tiaknya putih dan rambutnya panjang, itu juga menurutnya penggambaran, tapi ke-napa hal itu tidak dikritik.

Gambar Nabi dalam pin itu sendiri menurut Anto menggambarkan Nabi pada saat masih berusia 17 tahun, jadi belum diangkat menjadi Nabi. Jadi sebenarnya orang tersebut bukan melukiskan Nabi, ka-rena Muhammad baru diangkat jadi Nabi pada usia 40 tahun.

Bahanda sendiri mengaku sebagai pemiliki pin. Pria kelahiran Bulukumba ini mengaku membawa pin tersebut dari Iran tujuh bulan lalu. Bahanda di Iran terdaftar sebagai pelajar pada jurusan Sastra Persia di Hausa al-Mahdi Iran. Menurutnya saat kembali ke Makassar ia membelinya untuk cinderamata, jumlahnya sekitar 50 buah. Ia juga mengaku membawa 100 stiker keluarga Nabi Muhammad. Kesemuanya telah dijual pada keluarga Ahlu Bait di Makassar. Pin dan stiker dijual dengan har-ga sepuluh ribu rupiah.

Menurutnya di Iran benda-benda itu tidak dilarang diedarkan, ulama hanya menghimbau agar tidak diedarkan. Menu-rutnya benda-benda tersebut dibuat seba-gai ekspresi kecintaan pada Nabi Muham-mad SAW.

Sampai saat ini baik Anto maupun Bahanda, masih berstatus saksi dan sedang mengalami pemeriksaan yang intensif. Na-mun keduanya masih bisa pulang ke rumah-nya masing-masing. Menurut Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Negeri Makassarseperti dikutip Fajar, Didi Haryanto, siap mempro-ses pelaku yang mengedarkan pin terse-

but. Pelaku pengedaran pin menurutnya telah melanggar kitab Undang-undang Hukum Pidana, pasal 156 dan 157 tentang penistaan agama. Pelaku diancam huku-man 2,5 tahun penjara. Menurutnya kasus ini mirip dengan kasus al-Qiyadah bebera-pa tahun lalu.

Di tempat lain ulama Sulsel, KH. Farid Wajidi mengingatkan agar masyarakat tidak terpancing dengan beredarnya pin Nabi ini untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap organisasi tertentu. ”Jangan ter-provokasi, bisa jadi ini adalah ulah orang-orang yang tidak suka pada Islam, dan me-mang mau meprovokasi kita”. Dia sepakat bahwa protes tetap harus dilancarkan, karena ini menurunkan martabat dan ke-hormatan Islam, tapi semuanya harus di-lakukan dengan cara-cara yang cerdas dan bermartabat.

Sementara itu Ustadz Baharuddin, pimpinan Muhammadiyah wilayah Sulsel menyatakan ini adalah pendustaan atas nama Rasul. Dia juga tidak sepakat kalau dikatakan bahwa itu gambar pada saat Nabi masih berusia 17 tahun, karenanya bukan menggambar Nabi, sebab menurut-nya Nabi Muhamad sejak lahir sampai me-ninggal sudah diagungkan. M

Pemimpin Isti Raksa Rinjani Diadili Yusuf Tanthowi & Nurun Nisa’

Di Lombok Timur, nama Amaq Bakrie atau Papuq Djunaidi atau Abdullah tenar belakangan ini. Gara-garanya

ia mengaku mengalami mikraj sehingga di-daku Nabi. Dengan kabar ini, ia pun didatan-gi banyak kalangan; camat hingga pegawai Pemkab Lombok Timur (Lotim). Ajaran ini menjadi kontroversi, menurut H. Muhasim, karena pengalaman Amaq Bakrie yang ber-beda dengan penduduk biasa diceritakan kepada orang lain, selain kenyataan bahwa ia memiliki pengikut atau jemaah.

Mikraj yang dimaksud sudah dialami

pemimpin perguruan Isti Jenar Gunung Reksa Rinjani Sanggar Puntung ini selama tiga kali. Pertama pada tahun 1975 dan terakhir pada 2005. Mikraj pertama, kata Amaq Bakrie, membuatnya bisa melewati langit ketujuh dan hatinya dibersihkan ketika hendak turun dari tempat tersebut. Proses mikraj ini dilaluinya dengan me-manjat tangga dengan dua anak tangga yang diketemukan di sebuah pohon hing-ga menggapai langit ketujuh—pohon itu ditunjukkan oleh sebuah suara gaib.

Mikraj kedua, ia dibawa langsung oleh

Jibril dan mendapat ijazah ajaran yang diberi nama Isti Jenar Raksa Gunung Rinjani. “Isti Jenar” bermakna kebenaran yang ada di dalam tubuh kita, “Raksa” bermakna yang akan kita pelihara dalam diri kita, “Gunung “ bermakna tubuh kita, dan “Rinjani” merupa-kan simbol manusia merupakan makhluk yang tertinggi derajatnya yang. Ajaran itu masih diajarkannya sampai kini.

Mikraj ketiga, Amaq Bakrie mengaku masuk ke dalam alam roh. Roh tersebut serempak memanggil Bapak ketika mereka bertemu dengan Bakrie. Abdullah meno-

Menurutnya di Iran benda-­benda itu tidak dilarang diedarkan, ulama hanya menghimbau agar tidak

diedarkan.

”Jangan terprovokasi, bisa jadi ini adalah ulah orang-­orang yang tidak suka pada Islam, dan memang mau meprovokasi kita” (K.H. Farid Wajidi, Ulama Sulsel)

Page 10: 24.Mrori Xxiv November

10

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXIV, November 2009

The WAHID Institute

lak, namun roh-roh tersebut memberikan alasan bahwa bintang yang paling besar di langit adalah bintang Zohrah, dan bintang itu ada pada dirinya.

Ketiga pengalaman mikraj ini mem-bawa hasil yang secara eksplisit disebut oleh Amaq Bakrie sebagai wahyu. Wahyu yang dimaksud berupa lima hal; 1) bisa melihat langsung, merasakan, dan ber-interaksi dengan alam akhirat; 2) sempat berganti hidup; 3) menerima kedudukan sebagai “Pande”, layaknya Pande Besi tapi diperuntukkan bagi manusia, Pande Manu-sia; 4) menjadi Jawa’, penunjuk jalan yang benar; 5) sebagai “Nandang”, setiap ucapan yang dia katakan merupakan kebenaran, penyeru amar ma’ruf nahi munkar.

Dengan adanya wahyu ini, berkem-bang isu bahwa Bakrie mengaku sebagai nabi yang tak pernah diucapkannya secara langsung. “Orang boleh panggil saya apa saja, tapi bukan saya yang mengatakan,” jelasnya.

Selain soal sebutan nabi yang tidak ber-asal darinya, tersebarnya ajaran ini turut menjadi tanda tanya. Sebab, kata Bakrie, orang lah mendatanginya. Ingatannya ter-tuju pada seorang mubalig dari Mataram. Belakangan ini memang pernah ada mu-balig yang datang ke tempatnya. Mengiku-ti pengajiannya, dan berdiskusi dengannya. Dia menduga mubalig ini yang mungkin menyebarluaskan pemikirannya yang kon-troversial itu. “Dia memang merekam dan katanya mau membuat jadi kaset,” ujarnya sambil menyebut mubalig dari Mataram tersebut kepada Lombok Post (09/10/09).

Pria yang gemar mencari ilmu keba-tinan semenjak muda itu akhirnya menjadi kontoversi. Pada kisaran tahun 1997 – 2000, gara-gara mikrajnya yang pertama dan kedua, Amaq Bakrie mendapat banyak cer-caan, namun ia tidak mempermasalahkan-nya. Ia sendiri pernah di sidang. “Saya ingat itu tahun 1997 dan sembilan kali saya di sidang. Saya malu sekali saat itu, diper-tontonkan seperti maling,” ujarnya. Ia disi-dang oleh kepala desa, camat, dan tokoh masyarakat.

Atas kontoversi serupa, kali ini Amaq Bakrie disidang lagi. Sidang ini digelar di kantor Camat Sambelia oleh tim Pemkab dari Lotim. Tim ini dipimpin Asisten I Set-da Lotim H. Muhasim. Di samping itu, ha-dir pula Kepala Satpol PP Sudirman, Kepala Bakesbangpol H Syarif Walitulloh, Kakande-pag Lotim H Khairi, Camat Sambelia, kepala desa setempat dan sejumlah tokoh agama dan masyarakat serta Kapolsek dan Koramil Sambelia. Alasannya, ajaran Bakrie dinilai

meresahkan masyarakat—seperti lazimnya alasan buat yang mengaku nabi di daerah lain atau dianggap menyebarkan ajaran sesat—sehingga mesti diantisipasi. Alasan lainnya adalah mengantisipasi pencema-ran agama.

Dalam sidang tersebut terungkap, pada 18 Maret 2008 pernah menandata-ngani surat pernyataan tentang kekeliruan ajarannya yang ditandatangani di hadapan sejumlah pihak, termasuk KUA Kec. Sam-belia Kasri, SHI Bahkan pada butir keempat surat tersebut, Amaq Bakrie berikrar akan melepaskan ajarannya tersebut. Ia mem-benarkan surat tersebut sembari menya-takan bahwa ia—ketika disidang—masih meyakini mikraj yang dialaminya dan ijazah Isti Jenar Reksa Gunung Rinjani yang diteri-manya. Di sisi lain, ia mengaku siap me-ninggalkan ajaran jika keyakinannya adalah sesuatu yang salah. “Kasih tahu saya tempat kelirunya. Kalau salah, saya terima apa saja hukumannya, hukuman mati sekalipun,” jelas Bakrie di hadapan tim sebagaimana ditulis Lombok Post (13/10/09).

Beberapa hal lain, semisal kitab, turut dikonfirmasi tim pemkab Lotim. Amaq Bak-rie didampingi oleh Kadus Dasan Tinggi De-sa Sambalia, Nasipuddin. Ia menjelaskan, seseorang harus menjadi pengikutnya dulu dan bersumpah baru diberikan kitab yang asli. Untuk bisa memperoleh kitab yang di-terima oleh Amaq Bakrie tersebut, jemaah harus datang saat pengajian di malam Ju-mat setiap hari kedua bulan Maulid dengan membawa senter sebagai syaratnya.

Di hadapan tim tersebut, Amaq men-jawab segala pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan lugas dan polos—ka-dang-kadang diselingi dengan senyu-man dari pihak tim pemkab. Kepala Kadus Dasan Tinggi Desa Sambalia, Nasipuddin menganggap sidang Amaq Bakrie kurang fair. Banyak pertanyaan yang diajukan tidak dimengerti Amaq Bakri sehingga ia kebi-ngungan menjawabnya. Selain itu keyaki-nan tarekat yang diamalkan Amaq Bakri tidak bisa dinilai dari satu sudut pandang saja—meskipun ia tak sependapat dengan ajaran mikraj Amaq Bakrie.

Tim Pemkab Lotim ini pada akhirnya belum bisa mengambil putusan atas na-sib pria 15 cucu ini. “Kita akan kaji semua hal ini. Nanti akan kami sampaikan. Mana ajaran yang menyimpang dan tidak, nanti hasilnya akan kita kasih tahu, ujarnya H. Muhasim.

Kasus yang dialami Amaq Bakri rupanya akan berbutut panjang seperti yang dialami Lia Eden, Yusman Roy, Ahmad Musaddek, dan lain-lain. Saat ini Amaq Bakri dita-han dirumah sakit jiwa (RSJ) Mataram. Ia diperiksa dan dibawa RSJ untuk memeriksa kondisi kejiwaannya sejak hari Kamis (15/10) yang lalu. Menurut informasi, pihak

kepolisian juga akan memeriksa Amaq Bakri pada Sabtu (24/10/09). Nampaknya hal ini sengaja dilakukan karena beberapa pendapat yang menyatakan perilakunya aneh. “Seperti orang gila. Dulu jemaah-nya ada yang membawa senter siang hari, pokoknya banyak yang miring,” ujar kades Sambelia ini yang diamini Mardi sekre-taris desa dan Saleh ketua BPD Sambelia. Pernyataan senada datang dari seorang ibu yang anak-anaknya bertetangga dengan Amaq Bakrie.

Berkas kasusnya pun sudah ditangani oleh Polsek Sambelia dengan pelapor Ca-mat Sambelia. Camat melaporkan Amaq Bakri karena dianggap meresahkan masya-rakat serta pencemaran agama. Polisi bah-kan sudah memeriksa beberapa saksi ahli dari Depag, Bakorpakem dan MUI termasuk juga sebagian keluarga Amaq Bakri.

Selain itu keluarga Amaq Bakri kini juga mendapat intimidasi dari salah satu pam-swakarsa di Lombok Timur. Kelompok itu mengancam akan menyembeleh (Bahasa Sasak artinya menggorok leher atau mem-bunuh) Amaq Bakrie jika ia tetap mengaku sebagai nabi. Untuk itu mereka kini men-cari perlindungan di Polsek Sambalia.

Pengajian Isti Jenar biasanya dilakukan tiga malam dalam seminggu, malam Senin, malam Rabu, dan malam Jumat. Kini jumlah jemaahnya yang rutin datang 40-an orang. “Banyak yang dari jauh, dari Sikur dan Man-tang (Lombok Tengah),” ujarnya.

Tak ada ajaran khusus yang dia sampai-kan, tak ada kitab yang dia ajarkan, dan tak ada syarat khusus. Hanya dalam setiap pertemuan jamaah diajak zikir. “Kalau kuat sampai 5000 kali, kami hanya membaca la ilaha llallah,” katanya. Dalam ajarannya juga tidak diharuskan datang mengaji tiap kali pertemuan. Ajaran Sanggar Putung, cukup diberikan sekali saja. “Setelah itu tinggal menjaganya,” ujarnya.

Dua tahun terakhir, kata Amaq Bakrie, sering didatangi mubalig untuk mengajak-nya diskusi dan bahkan mengajarknya kelil-ing berdakwah. Dia pun pernah ikut, bahkan sampai menginap 40 malam. Hanya saja, dari pengalamannya bergaul dengan dai, dia mengatakan, ajaran yang disampaikan dia ibaratkan seperti botol. Apa yang ada di dalam botol semua ditumpah, apa yang dibaca di kitab, buku itu yang diberikan, tanpa tahu maknanya. “Hanya mengucap-kan saja, tanpa tahu maknanya,” ujarnya.

M

“Orang boleh panggil saya apa saja, tapi bukan saya yang

mengatakan”. Amaq Bakrie

Camat melaporkan Amaq Bakrie karena dianggap meresahkan masyarakat serta pencemaran agama.

Page 11: 24.Mrori Xxiv November

11

n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XXIV, November 2009

The WAHID Institute

12.000 Rok di Aceh Barat Bagi yang Bercelana KetatNurun Nisa’

Bupati Aceh Barat meluncurkan ke-bijakan pelarangan bagi perempuan muslim yang berada di wilayah ini

memakai celana ketat atau celana jeans. Bagi yang melanggar, celana panjangnya akan digunting dan diganti dengan rok yang disediakan secara gratis oleh Pemkab Aceh Barat. Kebijakan ini akan efektif per 1 Januari 2010.

“Jika ada wanita muslimah yang terkena razia petugas Wilayatul Hisbah (WH), maka kepadanya diberikan rok sedangkan ce-lana panjangnya langsung digunting di tempat razia,” jelas Bupati Aceh Barat, Ramli S, sebagaimana dikutip serambinews.com (26/10/09). Peraturan ini tidak berlaku bagi warga nonmuslim tapi mereka diminta un-tuk menyesuaikan diri dengan peraturan ini.

Sanksi ini juga akan diberlakukan kepa-da laki-laki yang bercelana pendek sehingga auratnya terlihat oleh orang lain. Tapi tak jelas, apakah mereka juga akan diberikan rok karena belum ada kabar soal celana gratis. Senasib dengan ini adalah teknik pe-motongan celana yang terkena razia. Bupati yang terpilih melalui jalur independen itu menyatakan bahwa teknis dan mekanisme yang dimaksud masih dikaji secara men-dalam oleh WH setempat.

Kebijakan pelarangan ini, menurut Ramli, didasarkan pada hasil musyawarah ulama yang dilakukan pada pertengahan 2007. Pada saat itu, para ulama meminta umara (pemerintah) proaktif menegakkan SI di Aceh Barat.

Selain terkena resiko dipotong, pemakai celana ketat ini juga bakal kena diskriminasi; tak dilayani birokrasi. Bupati mengeluarkan larangan ini karena mereka yang berbusa-na ketat, lebih-lebih perempuan, tidak etis berkeliaran di ranah publik seperti di kan-tor-kantor pemerintahan sehingga wajar jika mereka tak perlu dilayani. “Pejabat yang melanggar aturan yang telah ditetapkan ini akan saya copot dari jabatannya,” jelas Ramli lagi.

Seperti belum cukup, Ramli juga melarang para pedagang di Aceh Barat menjual baju ketat yang tidak sesuai dengan busana SI. “Apabila kedapatan, akan ditindak tegas,” cetusnya. Akan tetapi hal ini masih dikaji secara mendalam, termasuk so-

sialisasinya. Lalu bagaimana reaksi perempuan se-

bagai objek pelarangan ini? Cut Mariana (32), warga Meulaboh, menilai larangan ini aneh. “Mengatur boleh tidaknya me-makai celana bukan urusan bupati. Masih banyak masalah-masalah yang harus diatur, misalnya dana yang tidak beres penggu-naannya. Ngapain mikir masalah perempuan pakai rok,” jelas Mariana sebagaimana diku-tip Kompas.com (29/10/09). Mariana juga mempertanyakan dana pengadaan tujuh ribu rok. Katanya, daripada untuk menye-diakan rok, lebih baik untuk fakir miskin. Asmaul Husna, mahasiswi dari Meulaboh, memiliki pendapat hampir senada; bahwa ini kebijakan yang aneh. Baginya, makin dikekang, justru makin dilanggar.

Iman Setiabudi, Koordinator Flower Aceh Barat, menilai kebijakan soal berpakaian belum diperlukan. Yang paling penting adalah bagaimana menyejahterakan rakyat, membenahi birokrasi di pemerintahan, dan hal-hal yang menyangkut publik se-cara umum terlebih dahulu—termasuk juga transparansi. “Misalnya transparansi pengadaan barang dengan tender proyek yang baik, membuat masyarakat tak miskin lagi, dan banyak lainnya,” ujar Iman seperti ditulis tempointeraktif.com (30/10/09). Iman menghimbau agar masyarakat Aceh Barat tidak terlalu serius menanggapi isu ini karena dikhawatirkan akan mengalihkan isu lainnya yang menyangkut transparansi ke-bijakan dan kontrol terhadap kebijakan.

Ketua Forum Ulama Perempuan Kab. Aceh Barat, Ummi Hanisah, menyatakan bahwa pelarangan ini patut didukung ka-rena Islam mewajibkan pemeluknya un-tuk berbusana yang menutup aurat. Akan tetapi, peraturan pelarangan ini mesti disosialisasikan terlebih dahulu sehingga saat diterapkan nantinya masyarakat tak merasa terkejut dan komplain. “Saya harap terobosan ini tidak hanya berlaku di Aceh Barat, tetapi juga harus berlaku di seluruh Aceh,” terang Ummi Hanisah seperti ditu-lis serambinews.com (30/10/09). Misdariah, yang pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam, bersetuju. Alasannya, membuat perempuan lebih feminin dan sedikit lebih dihormati atau dihargai. Ia pun tidak canggung lagi ketika melakukan aktivi-tas seperti laki-laki kebanyakan ketika me-makai rok. “Biasa aja lagi dan lebih nyaman kalau pakai rok. Cobalah,” terangnya seperti dikutip rakyataceh.com (31/10/09).

Terhadap reaksi negatif yang diperkirakan akan muncul dari kelompok perempuan, Bupati menjawab santai. “Kalaupun ada pihak-pihak yang marah, janganlah marah

kepada saya, tapi marahlah kepada Sang Pencipta yang telah menginstruksikan ke-pada seluruh manusia di muka bumi untuk menggunakan busana sesuai dengan SI dan menurup aurat,” tandasnya.

Pelarangan celana ketat dan prosedur pengguntingannya ini akan dituangkan dalam bentuk perbup (peraturan bupati) sesuai dengan hasil seminar yang akan di-gelar. Akan tetapi, menurut M Juned, Kepala Dinas Syariat Islam dan Pemberdayaan Aceh Barat, Perbup ini mesti terlebih dahulu oleh gubernur Aceh. Jika tidak, maka perbup tidak akan bisa diimplementasikan.

Mendagri Gamawan Fauzi sendiri ber-harap agar daerah lain tak perlu meniru Ramli. “Itu kita serahkan kepada masing-masing daerah. Tapi tidak perlu diatur sam-pai bahan pakaiannya. Yang perlu adalah prinsip-prinsip berpakaian, yang penting bersih dan menutup aurat bagi yang beragama Islam,” kata Gamawan di Jakarta seperti ditulis serambinews.com (30/10/09).

Stok rok sudah mencapai tujuh ribu dalam berbagai ukuran yang diterima pada Oktober lalu. Sisanya, sebanyak lima ribu potong, akan tiba dari Jakarta pada 26 November nanti. Rok tambahan ini, kata Ramli, berasal dari sumbangan sejumlah der-mawan yang peduli terhadap penegakan SI di Aceh Barat. Sumbangan inilah yang dikri-tik oleh Jaringan Masyarakat Sipil karena di-anggap gratifikasi yang mesti dilaporkan ke-pada yang berwenang. “Nah, karena Bupati Ramli MS sudah menerima pemberian dari pihak lain, yang dia sebut dermawan, maka dia harus segera melaporkan bantuan rok itu ke KPK untuk ditentukan status hu-kumnya, apakah termasuk gratifikasi atau bukan,” terang Abdul Jalil, Koordinator JMS Aceh Barat seperti ditulis serambinews.com (06/11/09). Kewajiban lapor ini didasarkan pada UU No. 30 Th. 2002 tnetang KPK Bab III tentang Tata Cara Pelaporan dan Penentuan Status Gratifikasi sementara soal gratifikasi diatur oleh UU No. 20 Th. 2001 tentang Tin-dak Pidana Korupsi bagian Penjelasan Pasal 12 B tentang Gratifikasi.

Tak jelas bagaimana bentuk rok yang sesuai SI itu karena sang bupati belum mem-perkenankan wartawan untuk mengambil gambar terhadap rok yang dimaksud. Ia mengaku tempat penyimpanannya masih dirahasiakan.

M

“Mengatur boleh tidaknya memakai celana bukan urusan bupati. Masih banyak masalah-­masalah yang harus diatur...”. Cut Mariana

“Daerah lain tidak perlu meniru Aceh Barat’ Gumawan Fauzi

Page 12: 24.Mrori Xxiv November

Negara dan elemen masyarakat perlu memikirkan formula baru untuk menyelesaikan soal perbedaan di masyarakat yang dianggap sebagai kesesatan. Cara-cara konvensional yang melibatkan MUI, kepolisian, Bakorpakem tak cukup efektif di lapangan. Buktinya, hampir di setiap kejadian yang bermuara pada soal sesat-menyesatkan, kekerasan seringkali menjadi pilihan. Pada aras ini perlu diperkuat kesadaran dan pendidikan yang menekankan perlunya menerima perbedaan, menerima kehadiran lain yang tidak seragam. Upaya penggiringan pada tindak kriminal hanya perlu dilakukan pada tindakan yang murni kriminal seperti dugaan pencabulan.Aparat berwenang perlu menindaklanjuti aspirasi masyarakat yang menginginkan Baha’i dibubarkan karena berdasarkan Keppres RI No. 69 Th. 2000 ia bukan merupakan organisasi yang terlarang. Posisi ini perlu ditegaskan karena dalam masyarakat Baha’i justru dibenturkan dengan posisinya yang tidak masuk kategori enam agama resmi atau malah memaksakan Baha’I sebagai aliran menyimpang dengan doktrin Islam sebagai tolok ukurnya.Kepala daerah mesti tegas dan independen dalam menegakkan Peraturan Bersama Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No. 9 dan No. 8 Th. 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Tak ada yang boleh mengintervensi keputusannya, termasuk elemen masyarakat, sehingga keputusan yang sudah diteken kemudian bisa dicabut kembali. Sebab, kepala daerah bertugas berdasarkan peraturan, bukan tekanan.Pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap kelompok yang terindikasi melakukan perlawanan terhadap dasar negara kita, termasuk di dalamnya mahasiswa yang getol mempromosikan ideologi tertentu yang menolak Pancasila. Pengawasan ini hendaknya juga ditujukan kepada aparatur negara seperti menteri/kementerian tertentu dan juga institusi pendidikan, khususnya yang masuk kategori universitas negeri—jangan sampai uang negera digunakan untuk melawan negara.Mengajak masyarakat agar bersikap proporsional terhadap polemik berkaitan dengan dengan moralitas. Miyabi sebagai ikon pornografi (dengan distribusi produknya yang tidak diatur) adalah sama berbahaya dengan kelompok atau klub yang ingin memasyaratkan poligami. Memasyarakatkan poligami secara terang-benderang merupakan kekerasan berjamaah terhadap perempuan, seperti halnya pornografi merusak generasi masa depan jika distribusinya tidak diperhatikan.Aparat pemerintah hendaknya memikirkan dan mengejawentahkan syariat Islam (SI) dalam regulasi dengan titik tekan pada SI yang subsantsial. Misalnya, soal kesehatan dan pendidikan yang pro rakyat miskin, penurunan kematian angka ibu dan anak, dan pemerintah yang bersih dan transparan. Urusan-urusan ini, selain menyangkut hajat hidup orang banyak melebihi jilbab dan rok juga selaras dengan SI karena aparat pemerintah adalah abdi rakyat.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Seri penyesatan terhadap mereka yang menyimpang dari kebiasaan nampaknya terus bergulir. Baha’i (Tulungagung), Wahidiyah (Madura), Amaq Bakrie (Lombok), Sukarno (Madiun), Santriloka (Mojokerto) dicap sesat dengan stempel MUI. Dalihnya bermacam-macam; tidak termasuk dalam kategori agama resmi, memiliki ritual yang berbeda dengan pemahaman Islam arus utama, berbau Kejawen tetapi formula penyelesaiannya tetap sama. Yakni, fatwa sesat MUI dikeluarkan, tertuduh diamankan oleh kepolisian setempat lalu aliran sesat dibubarkan oleh Bakorpakem.IMB untuk mendirikan rumah ibadah masih merupakan persoalan pelik, terutama bagi kaum minoritas. Mereka mesti memperoleh dukungan dari jemaat dan penduduk di sekitar, di samping surat izin dari RT/RW sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No. 9 dan No. 8 Th. 2006 yang salah satunya mengatur tata cara pendirian rumah ibadah. Tetapi ketika syarat sudah terpenuhi dan IMB sudah keluar setelah mendapat tanda tangan dari pihak berwenang bukan berarti segalanya akan berjalan lancar. Kasus pencabutan IMB di Purwakarta membuktikan bahwa IMB yang sudah didapat dicabut kembali oleh bupati—sesuatu yang musykil karena bupati tak mungkin mmberikan izin jika sang pemohon IMB tidak memnuhi persyaratan. Dugaan paling mungkin adalah desakan pihak tertentu sehingga membuatnya mengeluarkan kebijakan aneh.Yang mencita-citakan negara Islam ternyata bisa menyelenggarakan aktivitas besar dengan massa yang besar pula serta dengan bebas mendeklarasikan Sumpah Mahasiswa Islam yang dipublikasikan di media massa. Yang lebih parah, acara ini didukung oleh mereka-mereka yang terkait langsung dengan negara; kementerian negara dan universitas negeri dolongan elit. Anehnya, hanya ada tindakan aparat kepolisian yang menolak. GBK dijadikan tempat acara tanpa menyatakan dengan tegas bahwa acara yang dimaksud telah mempromosikan ideologi yang lain, yang bukan ideologi resmi negara.Masyarakat, termasuk tokohnya, nampaknya memiliki cara pandang yang kurang proporsional terhadap perkara moralitas. Miyabi dilarang oleh semua kalangan, tak terkecuali ormas semacam MUI yang bergerak di wilayah agama, dalam kapasitas-nya sebagai ikon pronografi paling digemari di negeri ini meskipun ia bermain dalam film kategori bukan porno. Hal yang sama kurang ditunjukkan oleh MUI menyikapi poligami; MUI hanya mengecam, bukan melarang keras seperti pada kasus Miyabi. Padahal, poligami adalah sama tidak beradabnya dengan pornografi yang tidak dikontrol distribusinya.Aparat pemerintah tampak masih menekankan syariat yang simbolik ketika hendak menerapkan Syariat Islam (SI). Simbol ini, misalnya, kepada pendisplinan tubuh perempuan karena ia dianggap berbahaya sehingga harus ditutup dengan meng-gunakan berbagai macam peraturan—yang kadang tak masuk akal. Dulu, keinginan ini dimanifestasikan dengan peraturan wajib jilbab, kini rok disediakan secara gratis untuk urusan menutup aurat. Bahkan yang tak memakai rok tidak dilayani oleh birokrasi pemerintahan, yang menjual celana ketat ditindak tegas. Masalah lain-lain, menyangkut kesehatan dan pendidikan yang lebih subtansial dan menyangkut hajat hidup orang banyak, kurang mendapat tempat.

1.

2.

3.

4.

5.

ANALISIS

REKOMENDASI