TABLOID INSTITUT EDISI 18

20
Edisi XVIII/April 2012 - Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com Komedi di Panggung Kampus Kita nampaknya harus tertawa, meli- hat para mahasiswa berkomedi keliling kampus untuk merayakan kemenangan ahistoris! Awalnya, mereka kecewa dengan pemilu versi rektorat, tapi sete- lah mereka menang dalam pemilu itu, mereka merayakannya! Bukan main he- batnya aktor-aktor itu, gampang men- gubah mimik wajah dengan seketika. Dari sana terlihat ada kubu-kubu yang terpisahkan oleh kepentingan, tidak ada kekompakan. Bahkan, komitmen mempertahankan yang selama ini diya- kini, yaitu SG, tidak terlihat sedikitpun. Namun, bukan berarti perjuangan su- dah habis, masih ada kesempatan un- tuk memperjuangkan, jika masih mau. Layaknya para pemimpin yang sudah terpilih kemarin, bekerja keras memper- juangkan yang selama ini diyakini. Mereka harus paham, tentang kedaulatan, tentang belajar demokrasi, juga tentang kepent- ingan mahasiswa. Tidak serta merta ke- menangan itu dijadikan kebanggaan lalu kemudian menjadi kerbau yang dicocok hidungnya, mau mengikuti ke mana saja. Dan referendum untuk mendiskusi- kan persoalan Lembaga Kemahasiswaan (LK) juga harus dilakukan. Bagaimana tidak? Jika kita mengklaim diri kita ma- hasiswa yang akademis, kita harus ber- pikir ilmiah! Kita urai semua persoalan yang dihadapi LK, kemudian dianalisis, barulah dapat kita temukan solusi yang terbaik. Tanpa ada asumsi dan prasangka. Pemilu diselenggarakan di fakultas masing-masing berdasarkan SK Rektor Un.01/R/10/2012. Rangkaian prose- dur dan mekanisme pemilu versi rek- torat tersebut berlangsung singkat. Atas instruksi pihak rektorat, hanya dalam seminggu seluruh fakultas dan jurusan telah memiliki ketua baru. Usai pemilu, beberapa mahasiswa merayakan ke- menangan dengan melakukan konvoi bersepeda motor sembari mengibarkan bendera organisasi ekstra mengitari kampus dan sekitarnya, Jumat (23/3). Terkait hal tersebut, Andikey Kris- tianto, Aktivis UIN ‘98, mengimbau agar mahasiswa melihat latar belakang sejarah lahirnya SG. Menurutnya, si- kap mahasiswa pasca pemilu versi rektorat tersebut ahistoris, karena tak memahami dengan baik konteks yang melatarbelakangi kelahiran SG. “Anda (mahasiswa) merayakan kemenangan sekaligus merayakan kekalahan,” ka- tanya saat ditemui INSTITUT, Kamis (12/4). Dia menambahkan, SG pernah ber- jalan dengan baik, walaupun memang pernah terjadi keributan antar maha- siswa. SG perlu dibenahi tanpa harus menegasikan pembelajaran politik. Jika mahasiswa tidak belajar politik, orang dengan mudah dapat mengebiri maha- siswa dan disetir oleh pihak berkepent- ingan. Bersambung ke hal.19 kol. 2 13 Januari lalu, segenap mahasiswa yang terhimpun dalam Keluarga Besar Mahasiswa UIN Jakarta berdemonstrasi di depan gedung rektorat, untuk menuntut agar sistem Student Government (SG) tetap diberlakukan. Aksi demonstrasi yang menyebabkan beberapa mahasiswa dilari- kan ke rumah sakit akibat terluka terse- but, tidak menemukan titik terang. Yakni berupa penerapan kembali sistem SG untuk mahasiswa pasca dibekukan pihak rektorat pada 2010 lalu. Kemudian paruh kedua Maret lalu, pihak rektorat menginstruksi- kan mahasiswa melaksanakan pemilu. Euforia Ahistoris Merayakan Kekalahan Rahmat Kamaruddin Sudarnoto: Mahasiswa ‘Back to Home’ 3 5 Judul, 1 Film 17 Laporan Utama Pangeran Wicaksono Mencari Pendamping Hidup 8 Seni Budaya Resensi ILUSTRATOR: HILMAN

description

 

Transcript of TABLOID INSTITUT EDISI 18

Page 1: TABLOID INSTITUT EDISI 18

Edisi XVIII/April 2012 - Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com

EditorialKomedi di Panggung Kampus

Kita nampaknya harus tertawa, meli-hat para mahasiswa berkomedi keliling kampus untuk merayakan kemenangan ahistoris! Awalnya, mereka kecewa dengan pemilu versi rektorat, tapi sete-lah mereka menang dalam pemilu itu, mereka merayakannya! Bukan main he-batnya aktor-aktor itu, gampang men-gubah mimik wajah dengan seketika.

Dari sana terlihat ada kubu-kubu yang terpisahkan oleh kepentingan, tidak ada kekompakan. Bahkan, komitmen mempertahankan yang selama ini diya-kini, yaitu SG, tidak terlihat sedikitpun. Namun, bukan berarti perjuangan su-dah habis, masih ada kesempatan un-tuk memperjuangkan, jika masih mau.

Layaknya para pemimpin yang sudah terpilih kemarin, bekerja keras memper-juangkan yang selama ini diyakini. Mereka harus paham, tentang kedaulatan, tentang belajar demokrasi, juga tentang kepent-ingan mahasiswa. Tidak serta merta ke-menangan itu dijadikan kebanggaan lalu kemudian menjadi kerbau yang dicocok hidungnya, mau mengikuti ke mana saja.

Dan referendum untuk mendiskusi-kan persoalan Lembaga Kemahasiswaan (LK) juga harus dilakukan. Bagaimana tidak? Jika kita mengklaim diri kita ma-hasiswa yang akademis, kita harus ber-pikir ilmiah! Kita urai semua persoalan yang dihadapi LK, kemudian dianalisis, barulah dapat kita temukan solusi yang terbaik. Tanpa ada asumsi dan prasangka.

Pemilu diselenggarakan di fakultas masing-masing berdasarkan SK Rektor Un.01/R/10/2012. Rangkaian prose-dur dan mekanisme pemilu versi rek-torat tersebut berlangsung singkat. Atas instruksi pihak rektorat, hanya dalam seminggu seluruh fakultas dan jurusan telah memiliki ketua baru. Usai pemilu, beberapa mahasiswa merayakan ke-menangan dengan melakukan konvoi bersepeda motor sembari mengibarkan bendera organisasi ekstra mengitari kampus dan sekitarnya, Jumat (23/3).

Terkait hal tersebut, Andikey Kris-tianto, Aktivis UIN ‘98, mengimbau agar mahasiswa melihat latar belakang sejarah lahirnya SG. Menurutnya, si-kap mahasiswa pasca pemilu versi rektorat tersebut ahistoris, karena tak

memahami dengan baik konteks yang melatarbelakangi kelahiran SG. “Anda (mahasiswa) merayakan kemenangan sekaligus merayakan kekalahan,” ka-tanya saat ditemui INSTITUT, Kamis (12/4).

Dia menambahkan, SG pernah ber-jalan dengan baik, walaupun memang pernah terjadi keributan antar maha-siswa. SG perlu dibenahi tanpa harus menegasikan pembelajaran politik. Jika mahasiswa tidak belajar politik, orang dengan mudah dapat mengebiri maha-siswa dan disetir oleh pihak berkepent-ingan.

Bersambung ke hal.19 kol. 2

13 Januari lalu, segenap mahasiswa yang terhimpun dalam Keluarga Besar Mahasiswa UIN Jakarta berdemonstrasi di depan gedung rektorat, untuk menuntut agar sistem Student Government (SG) tetap diberlakukan. Aksi demonstrasi yang menyebabkan beberapa mahasiswa dilari-kan ke rumah sakit akibat terluka terse-but, tidak menemukan titik terang. Yakni berupa penerapan kembali sistem SG untuk mahasiswa pasca dibekukan pihak rektorat pada 2010 lalu. Kemudian paruh kedua Maret lalu, pihak rektorat menginstruksi-kan mahasiswa melaksanakan pemilu.

Euforia Ahistoris

Merayakan Kekalahan

Rahmat KamaruddinSudarnoto: Mahasiswa

‘Back to Home’

3

5 Judul, 1 Film

17

Laporan Utama

Pangeran Wicaksono Mencari Pendamping Hidup

8Seni Budaya

Resensi

ILUSTRATOR: HILMAN

Page 2: TABLOID INSTITUT EDISI 18

Hal tersebut diungkapkan Pem-bantu Rektor (Purek) III bidang Kemahasiswaan Sudarnoto Abdul Hakim, saat ditemui INSTITUT di ruangannya, Kamis (5/4). “Bi-arlah mereka bekerja, kalau mau disebut konstitusi, konstitusinya belum ada,” ucapnya.

Ia menambahkan, setelah selu-ruh pemenang dilantik oleh pihak fakultas masing-masing, akan ada sebuah pertemuan untuk memba-

has konstitusi lembaga kemaha-siswaan dan mekanisme pemilu tingkat universitas.

“Kita akan undang teman-teman fakultas dalam rapat kerja Lembaga Kemahasiswaan (LK)dan akan membicarakan banyak hal, termasuk membicarakan atu-ran main mereka,” tegasnya.

Senada dengan Sudarnoto, Kepala Bagian Kemahasiswaan Ja’far Sanusi mengatakan, akan diadakan pertemuan antara ma-hasiswa dan pihak rektorat untuk membahas hal tersebut. “Kita bangun sama-sama peraturan-peraturan itu,” ujarnya, Senin (9/4).

Ia menjelaskan, rektorat meng-inginkan pembuatan konstitusi untuk LK itu mengacu kepada Su-

rat Keputusan Direktorat Jenderal (SK Dirjen) Pendidikan Islam No-mor: Dj.1/253/2007.

“Idealnya mengikuti SK Dirjen, karena SK Dirjen berskala nasio-nal. Namun mahasiswa masih tarik-menarik antara SK Dirjen dan keinginan mahasiswa,” tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Ket-ua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) terpilih Fakultas Ekono-mi dan Bisnis (FEB) Lukmanul Hakim mengungkapkan, dalam masa transisi ini, BEM FEB masih menggunakan Undang-undang (UU) Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) universitas. “Kami masih patuh dengan undang-undang or-ganisasi tingkatan KBM UIN,” tegasnya.

Ia melanjutkan, BEM FEB berharap konstitusi yang dipakai nanti tidak jauh berbeda dari UU KBM UIN. “Sebelas-dua belaslah, cuma mungkin bedanya nggak pakai partai saja,” tambahnya. Lanjutnya, BEM FEB masih men-ganggap sistem Student Government (SG) masih ideal untuk dipakai saat ini.

Selain itu, menurut Ketua BEM terpilih Fakultas Syariah dan Hu-kum Ridho Mufti, permasalahan konstitusi yang berdampak lang-sung kepada LK adalah mekan-isme pengambilan dana kema-hasiswaan. “Dari pengalaman di BEM Perbankan Syariah, dana yang turun cuma semester-semes-ter awal saja,” imbuhnya.

“Pemerintahan baru maha-siswa tingkat fakultas telah terben-

tuk. Meski konstitusinya belum terbentuk, terpenting saat ini

adalah berjalannya pemerintahan mahasiswa di tingkat fakultas.”

Assalamualaikum Wr. WbSalam INSTITUT

Salam sejahtera untuk kita semua. Tak lupa kita hadirkan kembali Tabloid INSTITUT beri-kutnya, yaitu edisi 18 yang terbit bulanan. Komitmen ini tak me-miliki arti tanpa kehadiran para pembaca sekalian, yang senantia-sa setia dalam berpartisipasi akan hadirnya edisi kali ini. Apapun itu bentuknya.

Beberapa dari kita mungkin merasakan “pesta” pemilu pada saat yang lalu. Di tiap fakultas, para mahasiswa bergumul untuk memilih pemimpin yang pantas dipilih dalam tataran fakultas dan jurusan. Tapi, di sisi lain, bagi orang terdahulu tentu akan memandang-nya secara berbeda. Karena bagaimanapun, keadaan pemilu yang telah terlaksana be-berapa waktu yang lalu memiliki perbedaan yang cukup menonjol dengan pemilu yang sebelumnya.

Karena itu, pada Tabloid kali ini kami membedah pemilu kemarin dilihat dari pelbagai sudut pan-dang. Memang, banyak yang men-dukung, dan banyak pula yang mengecamnya. Para mahasiswa aktivis organisasi ekstra pun, seba-gian dari mereka terpecah menjadi beberapa pendapat. Sebagian me-nentang, sebagian lagi menurut.

Namun, tentu kehadiran berita-berita di sini bukanlah hal yang sempurna. Kami di sini adalah hasil dari proses yang mengharus-kan kami untuk berjibaku agar pada akhirnya kami bisa melihat Tabloid ini dibaca di basement tiap fakultas, atau di ruangan tempat para pejabat kampus ini duduk manis di atas kursinya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Salam Redaksi

Diterbitkan olehLembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN

JakartaSK. Rektor No.23 Th. 1984

Terbit Pertama Kali 1 Desember 2006

Pemimpin Umum: Dika Irawan | Sekretaris: Ibnu Affan | Bendahara Umum: Muji Hastuti | Pemimpin Redaksi: Muhammad Fanshoby | Redaktur Pelaksana: Umar Mukhtar | Redaktur

Online: Rahmat Kamaruddin | Web Master: Makhruzi Rahman | Redaktur Foto : Jaffry Prabu | Redaktur Bahasa : Ema Fitriyani | Artistik : Hilman Fauzi | Ilustrator : Trisna Wulandari

| Desain Grafis: Ahmad Rizqi | Pemimpin Perusahaan: Noor Rahma Yulia | Iklan & Sirkulasi: M. Umar & Rahayu O | Marketing & Promosi: Aprilia Hariani, Rina Dwi Fitriyani & Fajar I

| Pemimpin Litbang: Abdul Charis | Riset: Egie FA & Aditya Putri | Pendidikan: Iswahyudi | Kajian: Aditia Purnomo | Dokumentasi: Aam Mariyamah.

Koordinatur Liputan: Makhruzi Rahman Reporter: Aam Mariyamah, Aditia Purnomo, Aditya Widya Putri, Aprilia Hariani, Ema Fitriyani, Jaffry Prabu Prakoso, Kiky Achmad Rizqi, Makhruzi Rahman, Muhammad Umar, Muji Hastuti, Rahayu Oktaviani, Rahmat Kamaruddin, Trisna Wulandari Fotografer: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Rizqi, Editor: Oby, Umar, Hilman, Haris , Egi,

Fajar, Ibnu, Dika Ilustrator: Omen, Ulan. Alamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307, Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan 15419. Telp: 0856-133-1241 Web: www.lpminstitut.

com Email: [email protected] reporter INSTITUT dibekali tanda p0engenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.

Pemerintahan Baru Mahasiswa Tanpa KonstitusiAditia Purnomo

2 Edisi XVIII/April 2012LAPORAN UTAMA

Salah satu pendiri SG, Andi Sya-frani mengungkapkan, hal yang harus menjadi pegangan dalam pembuatan konstitusi baru ini ada-lah catatan-catatan evaluatif dari sistem pemerintahan yang lama. Ia menambahkan, karena mahasiswa yang akan menjalankan, maka ma-hasiswalah yang harus ikut andil dalam pembentukannya. “Kalau saya kembali ke prinsip awal, BEM ini dibentuk untuk mahasiswa atau rektorat?” tegasnya, Rabu (4/4).

Baginya, terpenting saat ini ada-lah sebuah diskusi yang mampu menyatukan prinsip dan tujuan yang ingin dicapai bersama, mela- lui LK. Ia pun melanjutkan, jika diskusi dimulai dari soal-soal teknis, maka tidak akan ditemu-kan jalan keluar yang diinginkan. “Temukan dulu aspek fundamen-talnya, sehingga nanti bisa ditu-runkan ke aspek teknisnya,” je-lasnya.

Ketika ditanyai tentang nilai-nilai yang harus terkandung dalam konstitusi baru ini, ia menjabar-kan, nilai-nilai seperti dari, oleh, dan untuk mahasiswa dan keseta-raan mahasiswa yang juga diusung oleh SG harus terkandung.

Dani Ramdani, mahasiswa Ju-rusan Aqidah Filsafat mengung-kapkan, SG yang mengandung nilai-nilai kedaulatan mahasiswa harus terus diperjuangkan. “Seka-rang, siapapun itu yang menang, harus bisa meneruskan perjuangan apa yang sudah kita perjuangkan,” tegasnya, Rabu (11/4).

Sudarnoto: Mahasiswa ‘Back to Home’

Sesuai dengan kutipan SK Re-ktor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ja-

karta Nomor

Un.01/R/10/2012 tentang Revisi SK Rektor Nomor Un.01/R/179/2011 tentang pe-tunjuk teknis pemilu Lembaga Kemahasiswaan (LK) UIN Ja-karta di atas, mahasiswa diminta kembali ke basisnya di fakultas dalam rangka menunjang aktivi-tas akademiknya.

Harapan itu disampaikan Pem-bantu Rektor (Purek) III Bidang Kemahasiswaan Sudarnoto Ab-dul Hakim, Kamis (5/4). Saat dikonfirmasi mengapa Student Government (SG) tidak dikemba-likan sepenuhnya kepada maha-siswa. Ia mengatakan, momen pemilu ini memang untuk menga-jak mahasiswa supaya pulang ke ‘rumah’ yang sebenarnya, yakni fakultas. “Istilahnya, mahasiswa back to home,” kata Sudarnoto.

Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Jurusan Ba-hasa dan Sastra Arab Rizki Mul-

lah, merasa keputusan rek-torat untuk melibatkan pihak

dekanat tidak sesuai dengan substansi SG, yang diusung oleh mahasiswa saat work-

shop lalu. “Substansi SG adalah dari, oleh, dan untuk mahasiswa, sehingga sudah semestinya di-jalankan sepenuhnya oleh maha-siswa,” ujarnya, Selasa (3/4).

Aktivis UIN ’98, Andikey Kristanto, mengaku sangat ke-cewa karena dekanat harus ikut campur dalam hajat demokrasi mahasiswa tersebut. Baginya, hubungan mahasiswa dengan rek-torat ataupun dekanat itu sebatas mitra atau sebagai orang tua yang mengawasi etik dan moral perjala-nan SG.

“Rektorat, dekanat, maha-siswa kan sudah punya tugas masing-masing. Jadi, biarkanlah mahasiswa mengurusi organisasi dengan aturan yang sudah ber-laku dan dikoordinasikan dengan pihak rektorat. Jangan ragukan juga kemampuan mahasiswa, apalagi sampai mengebiri kepen-tingan mahasiswa,” katanya.

Menurut Ramfalak Siregar, Ketua Himpunan Mahasiswa Is-lam (HMI) Cabang Ciputat, di-ikutsertakannya fakultas dalam kegiatan Pemilu adalah hal yang positif. “Sejak dulu, calon yang

diangkat tidak ada kualifikasi mengenai nilai akademik. Jadi, sekarang kita (HMI) selektif men-gangkat calon,” kata lelaki yang kerap dipanggil Falak ini, Rabu (11/4).

Di samping itu, pihak rektorat mendesak dekanat agar pemilu ini tetap dilaksanakan. ”Jika pemilu tidak segera diadakan, maka Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) akan dibekukan selama 1 tahun,” tegas Sudarnoto. Oleh sebab itu, para mahasiswa yang menolak pemilu terpaksa melu-nak dan mengikuti prosesnya.

Selain untuk memaksakan pelaksanaan pemilu dan mengem-balikan mahasiswa ke basisnya di fakultas, Sudarnoto juga menge-cam keberadaan partai politik di kampus. “SG ini tanpa partai politik. Tidak ada bendera partai di kampus. Lagipula mahasiswa belum saatnya untuk berpolitik. Nanti kalau sudah mendapatkan ilmunya, baru diterapkan di dunia luar. Sekarang waktu kalian (ma-hasiswa) untuk belajar di fakultas masing-masing,” paparnya.

Menanggapi pernyataan Sudar-

noto tersebut, Andikey merasa, penting bagi mahasiswa untuk belajar berpolitik. Sekalipun poli-tik praktis. Tujuannya agar maha-siswa tidak mudah dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak bertang-gung jawab.

Ramfalak pun dengan tegas mengatakan partai adalah ‘mes-in’ penggerak mencapai keme-nangan. “Tidak ada SK tentang pembubaran partai, jadi pengaruh partai akan tetap kental walaupun hanya secara tersirat,” ujarnya sambil tersenyum.

Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat Budi Purnomo pun ang-kat bicara. “Eksistensi PMII me-mang sedang dipertaruhkan, tapi kami optimis partai akan tetap hidup di kampus. Apalagi den-gan tidak adanya sikap tegas dari rektorat terhadap keberadaan par-tai maupun organisasi ekstra,” tegasnya, Rabu (11/4).

“...Terselenggaranya pemilihan organisasi kemahasiswaan di

tingkat fakultas dibentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan

Surat Keputusan (SK) Dekan yang melibatkan unsur dekanat,

dosen, dan mahasiswa...”

Aam Mariyamah

Sudarnoto Abdul Hakim

AD/ART KBM UIN, Konstitusi sistem pemerintahan mahasiswa yang lama.

Page 3: TABLOID INSTITUT EDISI 18

3Edisi XVIII/April 2012 LAPORAN UTAMA

Dana tersebut digunakan untuk pemilu tingkat fakultas dan tingkat universitas, yang ditetapkan 20 Maret. Ketetapan itu berdasarkan rapat pemilu yang dihadiri oleh Pembantu Dekan (Pudek). Setelah itu ba-gian kemahasiswaan universi-tas mendistribusikannya secara merata ke tiap fakultas sebesar Rp6.510.000.

Dana kemahaiswaan yang ke-luar, menurut Subarja, Kepala Bagian (Kabag) Keuangan, itu sesuai dengan dana yang diang-garkan oleh panitia pemilu lem-baga kemahasiswaan. Dana ini sepenuhnya diatur oleh bagian kemahasiswaan.

Untuk pemilihan pada tingkat fakultas, Kepala Bagian (Kabag) Kemahasiswaan Ja’far Sanusi, mengatakan bahwa dana itu di-gunakan untuk honor panitia khusus dari pimpinan, dosen, dan karyawan. Selain itu diguna-

Dana Pemilu Mencapai Rp90 Juta LebihMuhammad Umar

No. Uraian Volume Satuan TotalHonor PanitiaKonsumsiPerlengkapan

a. Kotak Suarab. Bilik Suarac. Spandukd. Foto/Dokumentasi

ATKKertas, Foto Copy, Spidol dll.

Biaya RapatRapat Koordinasi

182720

14

546

42421414

Rp 250.000Rp 20.000

Rp 150.000Rp 350.000Rp 300.000Rp 250.000

Rp 350.000

Rp 10.000

Rp 45.000.000Rp 14.400.000

Rp 4.200.000Rp 10.500.000Rp 4.200.000Rp 3.500.000

Rp 4.900.000

Rp 5.460.000

Total Biaya Rp 92.160.000

123

4

5

kan juga untuk konsumsi pani-tia, serta digunakan untuk per-lengkapan. “Bagi fakultas yang kurang dana, mereka membiayai sendiri, karena anggaranya me-mang segitu. Cukup atau tidak cukup yang penting pemira itu bisa berjalan,” ucapnya ketika ditemui INSTITUT di ruangan-nya, Selasa (10/4).

Penggunaan dana pemilu

di tiap fakultas berbeda-beda. Tapi, pengeluaran dananya dikontrol oleh Pembantu dekan (Pudek) II bidang Administrasi dan Keuangan. Misalnya, peng-gunaan dana yang dibelanjakan oleh panitia pemilu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Mu-hamad Ishaq selaku ketua panitia pemilu FEB mengatakan, panitia pemilu menggunakan dana sebe-

sar Rp3.150.000 untuk peralatan dan konsumsi.

Berbeda dengan FEB, Nur Iksan Ramdhani Yusuf selaku ketua panitia pemilu di Fakul-tas Sains dan Teknologi (FST) mengemukakan, semua perleng-kapan terkait bilik suara, kotak suara, dan spanduk diurus oleh pihak fakultas. “Teman-teman mahasiswa hanya menjadi pani-

tia pelaksana,” tuturnya, Selasa (3/4).

Sedangkan dana yang dike-luarkan panitia pemilu Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komu-nikasi (FIDIKOM), menurut M. Boy Kusoon Capah, adalah sebe-sar Rp1.725.000. Awalnya, pani-tia Pemilu mendapatkan dana sebesar 2,5 juta, dan sisanya dikembalikan lagi ke Tata Usaha (TU) fakultas.

“Kalau lihat di TU, dapatnya 3.6 juta. Seharusnya, kalau kita mau bikin selayaknya pemilu, itu kurang. Karena itu mendadak, makanya banyak yang ditiada-kan, seperti kertas suara yang seadanya, kita juga nggak pakai spanduk, makanya, jadi banyak dana yang nggak terpakai,” ka-tanya ketika ditemui di ruangan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIDIKOM, Jumat (6/4).

Di sisi lain, perihal ang-garan pemilu yang sebesar Rp92.160.000, mendapat kritik dari Asep As’ary selaku ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pemilu 2010. Menurutnya, pemilu tiap fakultas itu cukup dengan uang Rp1 juta, bila meli-hat kondisi nyata di lapangan.

Secara teknis, Asep mengkri-tik tidak adanya publikasi besar-besaran. “Kertas suaranya pun biasa-biasa saja, tidak berwarna dan tidak ada foto calon. Kotak suaranya biasa-biasa saja,” pa-parnya, Kamis (12/4).

Untuk mengadakan pemilu Lembaga Kemahasiswaan

(LK), bagian keuangan rektorat mengeluarkan dana sebesar Rp92.160.000. Dana

ini merupakan sepuluh persen dari dana kemahasiswaan

dan penetapannya mengacu pada Kongres Mahasiswa Universitas (KMU) 2010.

RENCANA BIAYA PEMILIHAN LEMBAGA KEMAHASISWAANTINGKAT FAKULTAS DAN TINGKAT UNIVERSITAS

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTATAHUN 2012

Sumber: Kabag Kemahasiswaan

Wawancara

Pemilu Badan Eksekutif Ma-hasiswa Fakultas (BEMFA) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) telah dilak-sanakan pada paruh kedua bulan Maret ini. Adanya

intervensi pihak rektorat dan dekanat dianggap tidak sesuai

dengan substansi Student Government (SG) yakni dari, oleh, dan untuk mahasiswa. Berikut ini petikan wawan-

cara dengan aktivis UIN ’98, Andikey Kristianto, sekaligus salah satu pendiri SG, Kamis

(12/4).

Bagaimana Anda menilai perkembangan sistem SG di UIN Jakarta?

Dalam perjalanannnya, SG tidak semulus di awal-awal berdirinya SG. Jadi memang ada situasi internal kampus yang membuat SG menjadi macet. Ditambah dengan mungkin psikologi massa, khususnya mahasiswa yang sudah bergeser nilai-nilai kemahasiswaannya.

Bagaimana pendapat Anda tentang keputusan rektorat tentang ikut campurnya pihak rektorat dan dekanat dalam pemilu ini?

Dengan adanya SG, sebenar-nya segala sesuatu yang ber-hubungan dengan hajat maha-siswa dikelola oleh mahasiswa sendiri. Mulai keuangan hingga pelaksanaan kegiatan dan seter-usnya. Fungsi dari dekanat dan rektorat hanya sebagai mitra den-gan kata lain sebagai orang tua yang mengawasi secara etik dan moral mahasiswa terhadap per-jalanan SG. Fenomena tahun ini kita lihat pertama-tama rektorat dan dekanat menyelenggarakan pemilu dengan sistem senat dan mahasiswa tanpa mengkritisinya dengan begitu dalam dan akh-

Menurut Anda, apa peran penting sistem SG bagi maha-siswa UIN Jakarta?

Peran SG dapat dilihat dari sejarahnya yang dibuat oleh teman-teman mahasiswa saat itu (1999). Motivasi dasar kenapa mahasiswa ‘98 begitu mengusung SG adalah kita ingin menjadi-kan kampus sebagai labora-turium demokrasi. Sehingga nanti teman-teman ketika sudah lulus dari kampus terjun dalam dunia politik praktis atau menjadi pengamat politik, kawan-kawan akan paham bagaimana sebai-knya demokrasi yang ideal di jalankan.

irnya mau saja mengikutinya. Sebenarnya mahasiswa kan

sudah diberikan pilihan, mau menggunakan SG dengan perbai-kan, atau sistem yang baru, atau dengan Senat yang diajukan De-partemen Agama (Depag). Tapi kan tidak terlaksana. Akhirnya re-ktorat mengambil inisiatif sendiri untuk mengadakan Pemilu. Saya kecewa rektorat tidak memberi jalan keluar yang baik atau perangkat-perangkat di bawah rektorat tidak menginisiasi keingi-nan mahasiswa. Kalau begitu untuk apa diadakan workshop?

Menurut Anda solusi apa yang sekiranya bisa diberikan kepada para mahasiswa untuk memper-juangkan SG?

Untuk mengatasi situasi seperti ini, saya sepakat dengan usulan Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Jakarta yang mengatakan dalam akun twiiternya, bahwa diadakan referendum antara mahasiswa dan pihak rektorat, dimana mahasiswa disuruh memilih apakah mahasiswa ingin menjalankan sistem baru, atau bertahan dengan SG atau dikembalikan pada mahasiswa. Setelah itu, diberikan pembelaja-ran politik yang baik.

Kalau sudah terjadi seperti ini kan mahasiswa yang terdesak. Masuk dalam labirin organisasi kemahasiswaan yang tidak tahu bagaimana sistemnya. Padahal agenda mahasiswa banyak, mere-ka mempunyai tanggung jawab sebagai agent of change dan social control. Jangan malah kondisi ini ditunggangi dari pihak yang tidak bersentuhan dengan kebutuhan mendasar mahasiswa.

Lalu, apakah tanggapan Anda terhadap Pemilu kali ini?

Jujur saya heran, kenapa pihak rektorat tiba-tiba mengambil keputusan agar pemilu segera di-adakan. Padahal sistem yang di-pakai belum jelas. Kalau SG kan sudah jelas ada AD/ART nya dan Undang-Undang Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) UIN Jakarta serta perangkat-perangkat lainnya. Jadi merupakan langkah aman jika SG masih tetap ditera-pkan. Saya harap, kawan-kawan masih bisa memperjuangkan SG. Dan saya merasa perayaan kemenangan kemarin sekaligus perayaan kekalahan SG yang telah diperjuangkan juga.

Andikey Berharap Mahasiswa Bisa Perjuangkan SGAam Mariyamah

Andikey KristantoFOTO: D

OK. PRIBADI

Page 4: TABLOID INSTITUT EDISI 18

4 Edisi XVIII/April 2012LAPORAN UTAMA

Tidak hanya itu, bahkan salah seorang Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) melaporkan secara resmi adanya kejanggalan yang terjadi di fakul-tasnya. Fatah Yassin, mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Ma-drasah Ibtidaiyah (PGMI) pada 26 Maret melaporkan dalam bentuk tertulis kepada Pembantu Rektor (Purek) III bidang Ke-mahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim, semua kejanggalan yang terlihat saat pemilu berserta bukti.

Berawal dari rapat pemilihan waktu pemilu yang diadakan 21 Maret, memutuskan 22 Maret se-bagai hari pemilihan. Waktu yang sempit untuk mempersiapkan

memilih, akhirnya kotak suara tersebut dibuka kembali.

Menggapai kejanggalan terse-but, Muhbib mengaku pemili-han kali ini adalah pemilu masa transisi. Hal ini bertujuan meng-hilangkan atau mengurangi ek-sistensi partai di dalam kampus. “Jadi, jika ada kesalahan dalam pelaksanaannya, masih diang-gap wajar selama pemilihan masih dapat berlangsung dengan damai,” ungkapnya.

Mengenai kabar penolakan ma-hasiswa tentang tanggal pemilu, Muhbib menambahkan bahwa saat diadakannya rapat, maha-siswa setuju untuk mengikuti tanggal yang di tetapkan rektorat, yaitu 21-22 Maret. Walaupun ada beberapa organisasi mahasiswa yang menolak kebijakan tersebut karena diangap terlalu terburu-buru. “Padalah surat keputusan tersebut telah keluar bulan Janu-ari. Jadi, sebenarnya sosialisasi pemilu sudah sejak lama, tapi ma-hasiswanya saja yang bergerak mendekati hari-H,” tambahnya.

Hampir sama dengan FITK, Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) juga mengalami sedikit masalah yang terjadi saat pemilu berlangsung. “Memang dari awal kepanitiaan agak ricuh, terutama masalah dua komunitas (orga-nisasi ekstra) yang kuat di FAH,” jelas Pembantu Dekan (Pudek)

kepanitiaan pemilu, menjadikan tidak terbentuknya kepanitiaan yang lengkap. Tidak adanya Pani-tia Pelaksana Pemilihan Umum (P3U) dan Panitia Pengawas pemilu (Panwaslu) mengambar-kan kurang siapnya panitia dalam menyelenggarakan pemilu.

Waktu pemilu yang sudah dekat, menjadikan panitia kurang siap dalam mengurus kebutu-han pemilu. Bahkan, untuk me- nyiapkan segala persyaratan pengajuan kandidat calon ketua, hanya diberikan waktu sampai pukul 21.00 WIB. “Pada akhir-nya, syarat-syarat yang diajukan calon kandidat tidak diperiksa ke-lengkapannya,” jelasnya.

Tidak hanya itu, Fatah me- ngungkapkan masih banyak lagi adanya kecurangan yang terlihat saat pemilu maupun saat ber-langsungnya penghitungan suara. Misalnya, sesuai jadwal waktu pemilu selesai pukul 17.00 WIB, namun, ada mahasiswa yang mendaftar di luar jam tersebut. Karena ia mengaku belum me-milih, Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan FITK Muhbib Abd Wahid mengizinkan untuk memilih. Padahal, sebelumnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) beserta dengan Muhbib telah mengunci secara resmi kotak suara. Karena mahasiswa yang terlambat telah diizinkan untuk

III bagian Kemahasiswaan FAH, Yaniah Wardani. Namun, ak-hirnya pemira tetap berjalan walau sempat tertunda keesok-kannya.

“Walau sempat teriak-teriak saat aksi penolakan pemilihan, mereka (yang menolak) itu masih mau menentukan Student Gover-ment (SG) itu seperti apa. Jadi, tidak sedikit yang meminta pe-ngunduran hari pemilihan,” je-lasnya. Menurut Yaniah, jika hari pemilihan semakin tertunda, akan menyebabkan semakin banyak konflik yang ada.

Menyikapi hal tersebut, Pem-bantu Rektor (Purek) III bidang Kemahasiswaan Sudarnoto Ab-dul Hakim mengaku, tujuan dari pemilihan diurus di tingkat fakultas demi lancarnya otonomi

fakultas. Pihak rektorat tidak ikut campur tangan sama sekali men-genai mekanisme yang diadakan. Termasuk dalam hukuman yang dijatuhkan bagi para pelaku ke-kisruhan. Sedangkan untuk lapo-ran mengenai kejanggalan di ting-kat fakultas akan ditindaklanjuti setelah di investigasi fakultas.

Perjuangan yang dilakukan Fa-tah dan kawan-kawannya sampai saat ini belum membuahkan hasil. Dari pihak rektorat maupun de-kanat belum menggubris adanya laporan kejanggalan tersebut. “Kami mau diadakan peninjauan lanjut terhadap mekanisme pemi-lu dan melaksanakan pemilihan ulang secara demokrasi,” tam-bahnya.

Menurut Surat Keputusan Rektor UIN Syarif Hi-

dayatullah Jakarta nomor: Un.01/R/10/2012, bahwa

proses dan mekanisme pemilu diatur dalam tingkat fakultas.

Namun, dalam pelaksanaannya, masih banyak kekurangan yang terjadi di masing-masing fakul-tas. Bahkan, beberapa fakultas

terlihat adanya kisruh pasca pemilu Himpunan Mahasiswa

Jurusan (HMJ) maupun Badan Ekskutif Mahasiswa Fakultas

(BEMFA).

Mekanisme Pemilu Masih JanggalRahayu Oktaviani

Beberapa mahasiswa ricuh saat berjalannya pemilu di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Kamis (22/03).

FOTO: KHAIDAR/KALACITRA

Sudarnoto mengakui bahwa ia sama sekali belum memikirkan mekanisme pemilu tingkat univer-sitas. ”Nanti kita bicarakan den-gan semua yang terpilih di fakul-tas,“ ujarnya saat ditanyai tentang bagaimana mekanisme pemilihan di universitas.

Sudarnoto juga merasakan ke-bingungan untuk membicarakan mekanisme pemilu tingkat uni-versitas. “Saya mau bicarakan ini sama siapa? Nggak mungkin saya sendiri, yang ada saat ini baru hanya UKM,” katanya.

Menanggapi hal tersebut, Hair-ul Saleh, ketua Dewan Maha-siswa Fakultas (DEMAF) Fakul-tas Ilmu Dakwah dan Komunikasi

san (dari pihak tak dikenal) saja, bisa bikin ricuh, takutnya ada yang mengendarai utusan terse-but,” katanya.

Ia juga menambahkan, meski partai ditiadakan, pasti ada yang memiliki kepentingan tersendiri dalam pemilihan tersebut. Tutur mengharapkan agar rektorat tidak terlalu mengintervensi pemilu di

(FIDIKOM) periode 2012-2013 yang baru dilantik pada 11 April, mengatakan bahwa ia belum tahu mengenai pembicaraan dengan rektorat tentang mekanisme pemi-lu universitas nantinya. “Belum ada pemberitahuan resmi tentang itu,” katanya.

Tapi ia membenarkan, bahwa ada selentingan tentang pemimpin baru yang terpilih agar mem-bicarakan sistem pemerintahan nantinya. “Saya menerima kabar itu dari teman-teman,” ujarnya. Ia juga mengharapkan agar pe-milihan tingkat fakultas nantinya menggunakan sistem one man one vote.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Tutur A.M, ketua Badan ek-sekutif mahasiswa (BEM) Fakul-tas Adab dan Humaniora ( FAH) periode 2012-2013 yang baru ter-pilih. “Menurut saya seperti ke-marin saja, semuanya ikut milih,” ujarnya saat diwawancarai di base-ment FAH.

Namun ia mengharuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap berasal dari mahasiswa, seperti mengambil dari semua or-ganisasi yang ada di UIN. Menu-rutnya, tidak menutup kemung-kinan adanya organisasi yang memiliki kepentingan di pemilu tersebut. Namun ia juga merasa khawatir dengan cara seperti itu. “Misalkan yang milih hanya utu-

universitas karena khawatir akan adanya oknum-oknum yang me-miliki keinginan yang mesti ter-capai.

Meskipun begitu, Tutur tetap ingin menjalankan apa yang di-perintahkan oleh rektorat. “Ikutin saja, apa yang dibilang rektorat,” katanya santai.

Namun di sisi lain, harapan

akan konsistensi terhadap SG masih disuarakan oleh salah seorang Aktivis 98, Andikey Kristanto. “Semua yang terpilih duduk bersama melakukan refer-endum dengan rektorat dan mem-bahas serta menetapkan sistem pemerintahan untuk ke depannya yaitu SG,” ujarnya.

Pembantu Rektor (Purek) III Bidang Kemahasiswaan, Sudar-noto Abdul Hakim mengimbau

fakultas untuk melakukan pelan-tikan terhadap pemimpin terpilih yang baru, agar yang terpilih di fakultas dan rektorat melakukan

pertemuan untuk membahas mekanisme pemilihan umum

tingkat universitas. “Pelantikan mesti dipercepat, paling tidak minggu depan (terhitung per 5 April) sudah selesai,” ujarnya.

Mekanisme Pemilu Universitas Belum DitentukanMakhruzi Rahman

Debat kandidat calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat universitas pada 2008 silam. Debat kandidat bertempat-kan di Aula Student Center (SC).

DO

K. I

NST

ITU

T

Page 5: TABLOID INSTITUT EDISI 18

5Edisi XVIII/April 2012 LAPORAN KHUSUS

mengacu kepada SK Dirjen.Melihat sistem yang diinginkan

pihak rektorat untuk kelemba-gaan mahasiswa, Faris Bimantara selaku Pelaksana Tugas (Plt) Fo-rum UKM sekaligus merangkap sebagai Ketua Umum Komunitas Musik Mahasiswa (KMM) Riak memaparkan kalau sistem yang diberlakukan sekarang cenderung tidak jelas, “Sampai saat ini pihak rektorat belum memosisikan UKM itu seperti apa, entah itu di

bawah Senat Mahasiswa

( S e m a ) , a t a u

malah

sejajar,” paparnya saat ditemui di depan Gedung Unit Kegiatan Ma-hasiswa, Selasa (10/4).

Ia menambahkan, sistem seka-rang pihak UKM cenderung dirugikan, seperti budgeting. Pem-bagian budgeting yang biasanya di-lakukan melalui kongres, namun saat ini keputusan tersebut diam-bil oleh pihak rektorat tanpa meli-batkan mahasiswa.

Terkait dengan posisi UKM, Syauiqi Nawawi, mantan Plt Fo-rum UKM yang kini menjabat sebagai anggota Teater Syahid, merasa khawatir jika posisi UKM berada di bawah Sema. Di-rinya mengatakan, “Secara ke-wenangan, otorisasi (pemberian kekuasaan) sedikit terhambat den-gan alur sistem yang seperti itu (UKM di bawah Sema),” tegasn-ya, Kamis (12/4)

Apa yang dipaparkan Faris dan Syauqi disambut baik oleh Novrizal Fahmi, mantan ketua umum Kelompok Pecinta Alam Arkadia tersebut menghimbau ke-pada Forum UKM untuk segera mengambil sikap ke rektorat. “Kalau UKM tidak mengambil

sikap, pihak rektorat bakal mem-permainkan UKM,” jelasnya.

Ada beberapa permohonan yang ingin disampaikan Syauqi di akhir wawancaranya yaitu keputusan rektorat tentang rule of the game yang terkait dengan KBM UIN, harus melibatkan mahasiswa dan membuat kepu-tusan bersama dan UKM harus berada dalam otoritas langsung rektorat.

Faris pun menambahkan, beberapa UKM saat ini sudah berkumpul membahas nasib UKM, akan ada langkah kongkret yang dilakukan Forum UKM, yaitu dalam waktu dekat ini pihak UKM akan ber-temu langsung dengan pihak rek-torat.

Keberadaan UKM di UIN ini menjadi bagian dari Keluarga Be-sar Mahasiswa (KBM) UIN Sya-rif Hidayatullah. Saat Sistem Stu-dent Goverment (SG) diberlakukan sejak era reformasi, dan 2 tahun terakhir mengalami kevakuman. Pihak rektorat menginginkan pembuatan konstitusi untuk lem-baga kemahasiswaan dengan mengacu kepada Surat Keputusan Direktorat Jenderal (SK Dirjen) Pendidikan Islam Nomor: Dj.1/253/2007.

Keinginan pihak rektorat tersebut dibenarkan oleh Ja’far Sanusi, saat ditemui INSTITUT pada Selasa (10/4), ia selaku Kabag Ke-mahasiswaan mengatakan bahwa sistem yang ber-laku di UIN Jakarta

Posisi UKM Harus Diotorisasi Langsung RektoratAchmad Rizqi

Hal itu terungkap ketika IN-STITUT mewawancarai beberapa mahasiswa FEB semester 2. Salah satunya Bonita Riestianika Putri. Bonita mengaku dirinya merasa tertipu oleh salah satu tim sukses calon ketua kandidat.

Bonita memaparkan, ia merasa tertipu berawal ketika ia men-dapatkan pesan singkat di pon-selnya. Tepatnya 19 Maret sekitar pukul 19.00 WIB. Pesan tersebut ia dapatkan dari teman seang-katannya yang bernama Amna Suresti. Isinya mewajibkan agar besok ia membawa fotokopi Kar-tu Tanda Mahasiswa (KTM) un-tuk pendataan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).

Amna selaku pihak yang me-ngirim pesan kepada beberapa mahasiswa semester 2 mengaku, kalau dirinya memang pernah mengirim pesan kepada mereka, “Tapi pesan tersebut saya dapat-

san untuk pendataan,” tandasnya.Sementara itu, Ketua Komisi

Pemilihan Umum (KPU), Mu-hammad Ishaq, tidak mengetahui masalah tersebut. Menurutnya, untuk pengumpulan fotokopi KTM bukanlah tugas panitia, melainkan pihak yang mencalon-kanlah yang mengumpulkan. Ia baru mengetahui saat diwawan-carai INSTITUT melalui via tel-epon, Kamis (12/4).

Terkait masalah mahasiswa yang telah ditipu oleh mahasiswa lain ataupun oknum lain, “Maha-

kan dari teman kelas saya berna-ma Nizar Afrian. Nizar menyu-ruh saya untuk meneruskan pesan tersebut dan mengirimkan ke-pada yang lain,” katanya, Kamis (12/4).

Tapi saat INSTITUT mencoba menghubungi Nizar, ia tidak bisa dan tidak mau untuk diwawan-carai dengan alasan sibuk.

Di sisi lain, berbeda cerita dengan Fitria Wardani, ia pun merasakan apa yang dirasakan Bonita, “Hanya saja caranya yang berbeda,” Tutur wanita muda ini sambil tersenyum. Dalam penu-turannya, ia pernah menitipkan fotokopi KTM untuk A melalui temannya. Namun, orang yang dititipkan olehnya memberikan kepada B. Sehingga dalam hal ini, ia pun merasa tertipu.

Menanggapi hal tersebut, Ri-van Yarid Anbiya yang mengaku sebagai salah satu calon Himpu-nan Mahasiswa Jurusan (HMJ), sebelumnya sudah mengetahui masalah tersebut. Rivan mengeta-hui dari setiap mahasiswa semes-ter 2 yang ia tanyakan. “Setiap saya tanya ke anak-anak semes-ter 2, rata-rata jawabannya sama. Yaitu mereka dimintai fotokopi KTM untuk data BEM,” tukas Ri-van, Rabu (4/4).

Ia pun menambahkan, “Ini su-dah seperti melakukan pembodo-han politik, secara tidak langsung pembohongan publik dengan ala-

siswa seharusnya mengecek ulang terlebih dahulu agar tidak tertipu,” ucap Muis ketua KPU. Ia pun me-nambahkan, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa karena memang dari pihak mahasiswa saat pemilu berjalan tidak ada yang mengadu kepada panitia. “Dan kalaupun sekarang saya sudah tahu, itupun sudah telat, karena ketua BEM Fakultas (BEMFA) sudah diku-kuhkan,” ujarnya.

Pembantu Dekan (Pudek) Bi-dang Kemahasiswaan FEB Herni Ali menjelaskan, bahwa pihak-

nya tidak pernah memerintahkan meminta fotokopi KTM maha-siswa untuk pendataan BEM. Tapi ia hanya memerintah ma-hasiswa untuk mengumpulkan 50 suara, sebagai syarat calon kandidat melalui fotokopi KTM mahasiswa.

Herni juga menilai, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa, karena sampai saat ini belum mendapat aduan yang jelas dari mahasiswa. Dalam hal ini, ia siap menerima masalah mengenai pemilu, tapi harus disertai bukti.

Pemilihan Umum (Pemilu) yang diadakan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) pada 20-21

Maret kini telah usai. Namun, pemilu tahun ini beberapa ma-hasiswa FEB semester 2 merasa

menjadi korban kebohongan atas antusias mereka yang tinggi agar

bisa menjadi calon kandidat.

Herni Ali (memegang mic) sedang berbicara di hadapan mahasiswa, di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Rabu (21/3).

Mahasiswa Jadi Korban Antusiasme Calon KandidatMuji Hastuti

Hadirnya Unit kegiatan maha-siswa (UKM) sebagai salah satu

lembaga kemahasiswaan menjadi warna tersendiri bagi mahasiswa.

Terlepas dari sisi akademis, UKM menjadi wadah bagi

mahasiswa untuk menyalurkan minat dan bakat di tingkat per-gururan tinggi, bahkan hadirnya UKM menjadi syarat berdirinya

perguruan tinggi. Salah sa-tunya UKM di

UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

FOTO: DOK. KPU/FEB

Page 6: TABLOID INSTITUT EDISI 18

6 Edisi XVIII/April 2012LAPORAN KHUSUS

Kasus yang menimpa Jazima Fajrina pada semester lalu (baca: Tabloid INSTITUT edisi XV/Oktober 2011) terkait keputusan fakultas yang men-skorsing di-

rinya, ternyata tidak berdasarkan prosedur.

Pemberian sanksi tersebut tidak sesuai aturan dalam buku Pedoman Akademik Strata 1. Ini terbukti dari tidak adanya surat keputusan yang diberikan pihak Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) kepada Ri-rin, panggilan akrabnya.

Sebelumnya, Ririn diberi sanksi skorsing lantaran menuliskan rasa kekecewaannya terhadap Kepala Jurusan (Kajur) IESP melalui jejaring sosial Facebook pada Sep-tember 2011 lalu, saat dirinya masih semester 3.

Mengacu pada buku Pedoman Akademik bab IX pasal 10, ayat dua, mengenai tata cara pemberi-an sanksi, menyebutkan, penjatu-han sanksi ringan dilakukan oleh dekan, direktur/ketua jurusan dilakukan setelah mendengarkan keterangan pihak yang terkait dan ditetapkan dengan surat keputu-

san.Menurut Kajur IESP Lukman,

tidak adanya surat keputusan skorsing karena masalah ini me-nyangkut pembinaan moral kepa-da pelaku dan diselesaikan secara musyawarah.

“Tujuan skorsing ini agar maha-siswa tersebut mundur selangkah dan maju berapa langkah. Keputu-san ini dilakukan antara saya dan wali dari mahasiswa. Tahapan dari menyelesaikan masalah adalah musyawarah, tidak perlu resmi,” tegasnya ketika ditemui INSTITUT di ruangannya, Rabu (11/4).

Harus ada Dewan Kode EtikMenanggapi masalah pem-

binaan mahasiswa, Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Sudarnoto Abdul Hakim menga-takan, pembinaan wajib dilaku-kan oleh pihak fakultas maupun jurusan. Tapi, jika ada pemberian sanksi, harus pula berdasarkan buku Pedoman Akademik.

“Kalau kasusnya demikian, tentu harus ada tim investi-gasi dan surat keputusan yang menyatakan mahasiswa terbukti bersalah. Jika, tidak pihak yang

memberi sanksi jelas tidak prose-dural,” tandasnya.

Sementara itu, ditemui di tem-pat berbeda, Pembantu Rektor (Purek) bidang Akademik Mo-hamad Matsna mengaku tembu-san surat skorsing dari pihak juru-san ke akademik pusat tidak ada. Sehingga, menurutnya tidak ada yang perlu dipersoalkan.

“Tidak ada pengaduan baik dari mahasiswa maupun fakultas dan jurusan. Untuk itu, apa yang perlu ditanggapi lebih lanjut? Toh, mahasiswanya saja terima-terima saja,” ujarnya menyikapi tidak adanya surat keputusan pembe-rian sanksi skorsing.

Matsna menambahkan, me-mang seharusnya semua kebi-jakan yang diambil harus ber-landaskan aturan-aturan yang dituangkan dalam buku Pedoman Akademik. Lanjutnya, pada pem-berian sanksi di tiap fakultas, per-lu ada dewan kehormatan kode etik.

“Semua harus prosedural, tidak semena-mena, ya semacam tim yang menginvestigasi pelangga-ran,” tambahnya sambil menyo-dorkan buku panduan akademik terbaru.

Di sisi lain, Ririn me-ngaku pas-rah terkait t i d a k adanya su-rat kepu-t u s a n . Ia pun merasa s u d a h m e n -dapat h u -

kuman moril, lantaran namanya menjadi sorotan,.

‘’Sejak awal gue udah terima kalau di-skors, dan saat gue mau ngurus pengembalian uang semes-ter gue, nggak bisa karena nggak ada surat keputusan itu. Terpen-ting sekarang, ya gue dapat diper-lakukan seperti mahasiswa yang

lain saja,” ujarnya usai mengikuti salah satu mata kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).

Keputusan Skorsing Tak ProseduralAprilia Hariani

UKM yang menginap, mandi seenaknya hingga keran rusak menyebabkan air banyak ter-buang.

Sulitnya kebersihan SC 100% diakui Abdul Malik alias Zonk, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang juga anak UKM KPA Arkadia. Ia mengatakan, untuk membentuk kesadaran semua warga SC memang sulit. “SC memang tidak akan mung-kin bisa bersih 100% selagi masih ada kegiatan,” tuturnya, Kamis (12/4).

Hal ini memang membuat re-sah dirinya, “Memang tidak bisa dipungkiri penyebabnya (seba-gian besar) anak-anak UKM, tapi jangan lupa kalau banyak juga mahasiswa lain yang suka tand-ing futsal setelah itu lupa mem-bersihkan tribun. Mereka suka juga membuang botol minum sembarangan dan sampah ja-janan,” katanya.

Begitupun bagi Dian Sari Perti-wi, mahasiswi yang aktif di KM-PLHK RANITA mengatakan, tidak resah karena sudah biasa melihat kondisi ini, “Karena SC ini bukan seperti mal yang punya privatisasi soal kebersihan tem-patnya,” ungkapnya, (12/4).

Tambahnya, menumbuhkan kesadaran mahasiswa khususnya anak-anak UKM untuk peduli terhadap kondisi SC seperti sekarang ini memang agak su-lit. “Gerakan yang kita lakukan lebih kepada evolutif dibanding-kan revolutif seperti mengadakan seminar-seminar atau workshop tentang kepedulian lingkungan,” tutur Dian.

tidak sederha-na. “Kita harus mencari sumber daya yang betul-betul siap dan ikhlas bekerja,” katanya, Kamis (12/4).

Kurangnya ke-sadaran

Faktor selan-jutnya, menurut Yusuf, adalah rendahnya kesa- daran maha-siswa dalam m e w u j u d k a n lingkungan yang bersih dan rapi. B e r d a s a r k a n pantauan, ada beberapa UKM yang menginap, mandi, dan me-nyuci di tempat tersebut. Semua faktor ini yang m e n ye b a b k a n kondisi keber-sihan dan kera-pihan di ling-kungan SC sulit tercapai hingga 100%.

Perihal kesa-daran, menurut Syamsul, maha-siswa masih sangat kurang sadar. “Me-

rokok, minum kopi, main diting-

gal saja bekasnya,” ungkapnya. Tambahnya lagi, bagi anak-anak

Menurutnya, pergantian petugas membutuhkan mekanisme yang

pimpinan tidak ada tindakan,” katanya, Senin (9/4).

Menumpuk-nya sampah menurut Ismail Salam, salah satu petugas k e b e r s i h a n SC, karena ti-dak ada yang m e n g h a n d l e . Hal itu dikare-nakan petugas yang bernama Rusydi sedang sakit, “Sudah 3 bulan tidak masuk, jadi to-tal karyawan di SC hanya 3 orang,” ujar-nya, Senin (9/4).

Selain itu, agar lantai 3 tetap bersih, kadang dari p e t u g a s n y a yang ada ikut juga member-sihkannya, na-mun tidak bisa setiap hari, ka-rena memang bukan job desk kami. “Masi-ng-masing dari kami sudah m e m e g a n g lokasi,” ujarnya lagi.

Berita sak-itnya Rusydi dibenarkan Yusuf.

Meski begitu, mengharapkan SC bisa bersih 100% adalah hal yang sulit untuk dicapai. Kasu-bag Umum M. Yusuf menga-takan ada beberapa faktor yang menyebabkan SC sulit bersih. Pertama, Gedung SC yang relatif luas dibanding gedung lainnya seperti Aula Madya lantai 1&2 untuk fasilitas kegiatan maha-siswa. Kedua, tingkat peman-faatan Gedung SC juga relatif lebih tinggi. Ketiga, jumlah tena-ga kebersihan kurang memadai. Logikanya, gedung seluas SC butuh tenaga kebersihan minimal 6 orang.

Perihal kurangnya karyawan tersebut, menurut Syamsul Ari-fin, Kepala Pengelola SC, etos kerja karyawan harus diting-katkan. Idealnya petugas harus bekerja dari pagi hingga sore tapi kenyataannya SC hanya diber-sihkan pagi hari saja. Sisanya mereka santai-santai. “Pihak atasan pun yang mengkoordi-nasikan mereka tidak tegas. Dari

SC, Kondisi yang Tak Pernah TerselesaikanEma Fitriyani

Dalam hadis dikatakan kebersi-han adalah sebagian dari iman. Namun, realitasnya beberapa minggu ini keadaan Gedung Student Center UIN Jakarta

kotor. Sampah menumpuk di sekitar lantai 3 dan tribun. Pun dengan toilet dan tempat wudhu

wanita, airnya mengenang hingga mata kaki menjadi

pemandangan yang cukup mere-sahkan.

Tumpukan sampah di sekitar tribun SC sedang dibersihkan salah satu petugas kebersihan SC Ismail Salam, Senin (9/4).

FOTO: JAFFRY/INSTITUT

Page 7: TABLOID INSTITUT EDISI 18

7Edisi XVIII/April 2012 LAPORAN KHUSUS

Kutipan kalimat milik Putu Wijaya di atas seolah ingin mem-berikan penegasan bahwa ada kesalahan persepsi di kalangan kaum Kartini era ini. Seperti yang disampaikan oleh Kismay-eni, salah seorang penggiat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Syahid, “Perempuan sekarang cenderung kurang kuat psikologisnya. Sedikit-sedikit galau, bikin nggak produktif,” Rabu (11/4).

Namun, fenomena seremonial yang biasa kita peringati setiap 21 April dengan memakai kostum kebaya ini tidak berlaku pada sebuah lembaga di UIN Jakarta yang bergiat di bidang pengaja-ran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Pusat Studi Wanita (PSW) yang terbentuk pada 1988 ini sampai sekarang terus aktif me-ngangkat pendidikan masyarakat khususnya kaum perempuan. Yang perlu diketahui adalah bahwa PSW memperjuang-kan emansipasi jender dengan membawa nama UIN Jakarta tanpa harus didanai oleh pihak universitas.

Pada 2008/2009, PSW pernah

basis keilmuan, tapi dia itu (PSW) harus pandai cari uang. Karena negara nggak biayai yang gitu-gitu,” Senin (9/4).

Senada dengan Sudarnoto, Kabag Keuangan Subarja, meng-harapkan bahwa organisasi-or-ganisasi serupa seperti PSW bisa mandiri dengan segala kreatifitas yang mereka miliki, “Permasala-hannya PSW itu tidak tercantum di RBA (Rancangan Bisnis Ang-garan),” Selasa (10/4).

mencoba mengajukan bantuan dana anggaran, namun mandek begitu saja, “Ketika itu, kita ikuti terus sampai ke bagian peren-canaan tapi akhirnya tidak ada tanggapan,” ucap Ida Rosyidah, Ketua PSW UIN Jakarta.

Sudarnoto Abdul Hakim, Purek bid. Kemahasiswaan, mengatakan bahwa pemberian fasilitas seperti tempat menu-rutnya sudah cukup bagus, “PSW itu penting untuk memperkuat

Namun, Barja mengatakan, tidak menutup kemungkinan diberikannya fasilitas pinja-man rekening. Jadi, PSW bisa menggunakan rekening UIN jika mendapat bantuan dana luar. Setelah dana ditransfer, PSW bisa mengambilnya di rekening UIN.

Hal ini memang tidak dibantah oleh PSW sendiri, melalui Tien Rohmatin sebagai Bendahara, PSW mengakui bahwa fasilitas tempat yang diberikan UIN

sudah cukup. “Kami (PSW) berterima kasih sudah diberi-kan tempat, makanya kami selalu mem-bawa nama UIN sebagai bentuk terima kasih kami,” Rabu (11/4).

Ia pun me- negaskan bahwa tidak ada yang salah dalam kordina-si dengan pihak UIN karena sejak awal PSW memang bu-kanlah lembaga struktural yang bisa dida-nai oleh UIN.

Namun, ia juga menginginkan tetap

adanya dorongan bagi kemajuan PSW.

“Kami mencoba tetap bertahan walaupun harus mencari dana serabutan dari luar,” ungkap Ida. Hal ini menimbulkan fokus kegia-tan PSW lebih ditekankan untuk masyarakat luar UIN Jakarta.

Meskipun penyandang dana menginginkan PSW untuk aktif di luar, hal tersebut tidak men-jadikannya lupa untuk memba-ngun penguatan perspektif jender di internal UIN sendiri.

Selama ini PSW rutin meng-adakan diskusi, seminar studi perbandingan, dan bedah buku. Di samping itu, kegiatan mem-buat jurnal dan modul pun tetap dilakukan oleh para pengurus PSW.

Bantuan buku perpustakaan yang mereka miliki juga dapat dipinjam oleh mehasiswa UIN yang memang membutuhkan re-ferensi buku tentang jender. Semi-sal, untuk pembuatan skripsi .

Faris Bimantara sebagai salah satu aktivis di UKM RIAK menyatakan turut mengapre-siasi keberadaan PSW, “Sebagai penganut egalitarian, saya men-dukung berjalannya PSW dalam membentuk Kartini-Kartini UIN. Selama kegiatannya positif mah jalan saja,” ungkapnya tersenyum simpul.

Kamu tidak akan menjadi Kartini hanya dengan memakai

kostum Kartini.Kartini itu konsep, bukan

aksesoris!

Beberapa mahasiswa tengah melintasi ruang Pusat Studi Wanita (PSW), yang terkunci, di koridor farmasi, Selasa (10/4).

PSW, Majukan Kartini dengan Dana MandiriAditya Putri

Data yang diperoleh dari sur-vei Litbang INSTITUT mengenai apresiasi mahasiswa yang ikut andil dalam pemilu sebanyak 54%. Tentu jumlah ini masih jauh dari yang diharapan. Data ini juga diperkuat dari 1781 Daf-tar Pemilih Tetap (DPT) Fakul-tas Ekonomi dan Bisnis (FEB), hanya 705 pemilih yang mem-berikan hak suaranya. Walaupun jumlah pemilih separuh dari DPT yang tercantum, paling tidak ini membuktikan bahwa mahasiswa UIN Jakarta masih peduli untuk memilih pemimpin yang nantinya akan mewakili aspirasi mereka.

Bagi mahasiswa yang tidak ikut

pemilu, 44% mengatakan tidak pernah mendapat sosialisasi, 15% dari responden tidak mau tahu dan 41% lainya tidak mengikuti pemilu karena berada di luar kam-pus saat pemilu berlangsung.

Jumlah pemilih yang hanya separuh dari DPT bisa juga di-sebabkan kurang masifnya infor-masi pelaksanaan pemilu, berikut keefektifan media yang diguna-kan: 32% sosialisasi dari fakultas, 25% teman, 18% banner dan 25% lainnya dari organisasi, panitia dan kampanye para calon.

Dengan dijalankannya sistem baru dari Student Government (SG) menjadi Senat Mahasiswa (Sema) banyak perubahan di sana-sini, salah satunya adalah pencalonan ketua yang tidak lagi diusung dari partai kampus, para calon yang mencalonkan diri di rekomendasi-kan dosen atau dekanat fakultas masing-masing, sehingga banyak mahasiswa tidak mengenal se-cara jelas rekam jejak para calon. Sebanyak 58% pemilih mengaku tidak mengetahui calon yang akan mereka pilih dan 42% pemilih mengetahuinya dengan jelas.

Kekacauan yang hampir ter-

jadi di setiap pelaksanaan pemilu menjadikan diberlakukannya sistem baru yang saat ini sedang dijalankan. Mengenai tingkat kepuasan mahasiswa dengan sis-tem Sema dan hasil pemilu tahun ini, 38% merasa tidak puas, 27% menyatakan puas dan selebihnya memilih tidak tahu.

Kedepannya agar informasi pelaksanaan pemilu diketahui se-luruh mahasiswa dapat dilakukan dengan sosialisai melalui semi-nar-seminar, pengumuman setiap kelas dan penyebaran pamflet. Sedangkan untuk para pemimpin yang terpilih, seyogyanya tidak lupa untuk memberikan edukasi kepada mahasiswa tentang sistem pemerintah di kampus ini agar mahasiswa tidak buta dengan me-kanisme pemerintahan di kampus yang mereka tempati.

Data diambil dengan metode Convenience sampling dengan jum-lah responden 160 mahasiswa UIN Jakarta dari setiap fakultas yang disesuaikan dengan jumlah mahasiswanya.

Pemilu yang dilaksanakan pada 20-22 Maret kemarin meru-pakan babak baru dalam wajah demokrasi di UIN Jakarta. Se-lama 2 tahun lebih mengalami kevakuman baik dari segi sistem pemerintahan hingga kekosongan kursi pre-siden. Kini mahasiswa dapat kembali memilih pemimpin secara terbuka.

SurveiApresiasi Mahasiswa Terhadap Pemilu

*Sumber: Litbang LPM INSTITUT

Page 8: TABLOID INSTITUT EDISI 18

8 Edisi XVIII/April 2012Seni Budaya

Orangtua Pangeran Wicakso-no, Raja Tohpati dan Ratu Dewi bosan dengan status anaknya yang masih lajang. Keduanya berharap sekali dapat menimang cucu. Akhirnya mereka sepakat mengadakan sayembara, men-cari gadis pendamping anaknya.

“Prasaratnya adalah ber-wawasan, pintar masak, nari daerah, perawan ting-ting, belum janda, belum bersuami,” ucap pengawal mengumuman sayem-bara kepada rakyat Cendana.

Mendengar berita itu, segera para gadis sibuk menyiapkan diri, agar menarik perhatian sang pangeran. Tri dan Anjani, terobsesi sekali untuk meme-nangkan sayembara. Namun berbeda dengan Sekar, ia tak memiliki ambisi apapun memeriahkan acara itu, selain menyenangkan bujuk rayu temannya.

Anjani yang pandai memasak, dengan tinggi hati merasa yakin di-rinya

gai peserta pertama. Ia me-nyuguhkan hasil masakannya. Sayang, pangeran merespon biasa saja. Namun, saat Sekar mempertontonkan tariannya, membuat pangeran tak berkedip. “Indah sekali tarianmu,” ungkap pangeran. Sekar pun menyambut pujian itu dengan rendah diri.

Setelah itu tampil Anjani. Ia langsung memberikan masakan buatannya ke pangeran tanpa uji kelayakan terlebih dahulu, lantas pengawal pun menahan-nya. Setelah lolos uji, pangeran mencicipi. “Wah enak betul masakanmu,” kata pangeran sembari mencoba lagi. Raja yang penasaran tak mau kalah, ia pun turut menikmati sambil memuji sajian Anjani.

Setelah puas dengan masakan Anjani, pangeran meminta

Anjani menampilkan sarat berikutnya, tarian daerah. Anjani yang tak punya persiapan, menyajikan tarian ala kadarnya.

pangeran

memenangkan sayembara. Sehingga ia mengacuhkan tarian sebagai salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi.

Di saat yang bersamaan, Tri giat berlatih karena ia sadar kemampuan memasak dan menarinya pas-pasan. Tapi karena obsesinya, ia ingin belajar de-ngan ibunya agar cakap me-masak serta menari.

Sementara Sekar tidak memer-siapkan apa-apa selain persiapan mental yang cukup. Baginya memasak merupakan kebiasaan, dan menari sebuah kesenian daerah yang harus dilestarikan bangsanya sendiri agar tak punah.

Sampailah di puncak prosesi sayembara Pangeran Wicaksono mencari pujaan hati. Tampil Sekar seba-

bingung dengan lenggak-lenggok tarian Anjani. “Tarian apa ini?” tanya pangeran pada Anjani. Ia mejelaskan tariannya merupakan kolaborasi antara tarian daerah dan luar negeri.

Peserta ketiga, Tri dengan gaya centilnya menyuguhkan makanan, tapi pangeran me-nunjukkan muka yang masam setelah mencoba suguhan-nya. Tariannya pun dihentikan pangeran, sebelum ia menye-lesaikannya. Tri selesai paling cepat dari peserta lainnya.

Di penghujung prosesi sa-yembara, ketika kontestan telah mempertunjukkan kebolehannya masing-masing, belum sempat pangeran mengumumkan pemenang, cerita pun berakhir.

Begitulah akhir ce-

rita dari pementasan Sayem-bara Pangeran Wicaksono yang dipersembahkan Teater Lingkar Sastra Tarbiyah (LST), sekali-gus merayakan hari jadi kelima Teater LST. Teater yang di-selenggarakan pada Sabtu (31/3) lalu, bertempatkan di Aula Madya Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

Yunia Ria Rahayu, selaku sutradara, sengaja mengakhiri cerita tanpa hasil dari pangeran. Di sesi tanya jawab, ia menjelas-kan agar penonton yang menilai sendiri pangeran akan memilih siapa dengan mengikuti alur cerita.

Meski memiliki paras rupawan, dan harta berlimpah, ternyata masih ada yang kurang bagi

Pangeran Wicaksono. Di usianya yang ke-35, anak dari Kerajaan Cendana ini belum

mendapatkan gadis yang sehati, dijadikan pendamping hidup.

Pangeran Wicaksono Mencari Pendamping HidupJaffry Prabu Prakoso

Kunjungi...

Page 9: TABLOID INSTITUT EDISI 18

9Edisi XVIII/April 2012 KAMPUSIANA

Dalam academic competition, mata lomba yang digelar terdiri dari Call for Paper, English Debating, Arabic Debating, English Speech Contest, Arabic Speech Contest, Newscasting, dan Calligraphy Contest. Sementara itu, dalam art competition, digelar Poster dan Photography Competi-tion. Adapun sport competition terdiri dari lomba futsal dan badminton.

Selain lomba, dalam FISIP Days 2012 juga dilaksanakan seminar nasional bertema Mahasiswa dan Tantangan Global. Seminar yang dihelat pada 28 Maret di Audito-rium Syahida Inn UIN Jakarta ini menghadirkan sejumlah pembicara, di antaranya Deputi Menpora Bi-dang Pemberdayaan Pemuda Alfitra Salam, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golongan Karya (Gol-kar) Happy Bone Zulkarnaen, Wakil Ketua Umum partai Gerakan Indo-nesia Raya (Gerindra), dan Ketua Umum Liga Mahasiswa Partai Na-sional Demokrat (Nasdem). Semi-nar ini membahas tantangan yang akan dihadapi mahasiswa ke depan dari persperktif sosial, budaya, poli-tik, ekonomi, dan dari kacamata ak-tivis mahasiswa.

Ketua Pelaksana FISIP Days 2012 Ardhy Dinata Sitepu mengatakan, ini adalah kali pertamanya FISIP Days digelar sejak tiga tahun berdi-rinya FISIP. Meski menjadi fakul-tas termuda yang terbentuk di UIN Jakarta, Ardhy ingin membuktikan bahwa FISIP dapat berkegiatan pro-gresif dan bisa eksis dengan kuali-

tasnya. Dengan melibatkan sekitar 160 panitia dari semua semester dan jurusan di fakultasnya, ia berharap FISIP Days 2012 dapat merepresen-tasikan mahasiswa UIN Jakarta yang mampu unjuk gigi pada masing-mas-ing bidangnya.

Dekan FISIP Bachtiar Effendy, dalam pembukaan FISIP Days 2012 mengatakan, acara ini hadir sebagai media alternatif mahasiswa untuk berkarya. Dengan kata lain, maha-siswa kini tak hanya dapat aktif di bidang perpolitikan, namun juga di bidang lainnya seperti yang ditawar-kan pada lomba-lomba dalam FISIP Days 2012.

Alpin Wijaya, juara satu badmin-ton kategori single dan ganda berpen-dapat, acara karya mahasiswa FISIP ini menarik dan amat bagus. Menu-rutnya, FISIP Days dapat menjadi contoh kegiatan yang baik bagi fakul-tas-fakultas lain di UIN.

Rangkaian FISIP Days 2012 ditu-tup dengan parade band dan bazar kebudayaan di lapangan parkir FISIP. Acara penutupan yang digelar mulai pukul 09.00 WIB ini meng-hadirkan band dari dalam dan luar UIN serta bazar, bekerja sama den-gan berbagai komunitas primordial mahasiswa UIN, yang diisi berbagai merchandise, makanan tradisional dan modern, juga buku.

Malamnya, panggung penutupan FISIP Days diisi oleh Efek Rumah Kaca. Band ini membawakan be-berapa single andalan, di antaranya Mosi Tidak Percaya, Kenakalan Remaja di Era Informatika, Hujan Jangan Ma-rah, dan Kamar Gelap.

Ibnu Muhammad, salah satu pe-ngunjung panggung malam itu dari jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin (FU) merasa cukup puas dengan acara yang disuguhkan. Menurutnya, konsep acara tersebut dipersiapkan dengan baik. “Panitian-ya kreatif, acaranya banyak. Tahun depan mesti ditambah lagi bintang tamunya biar beda, kan kemarin-kemarin udah Efek Rumah Kaca. Bazarnya unik karena masukin unsur etnik, gue liat ada yang jual pernak-pernik khas Papua, ada batik juga,” ujarnya.

UIN Jakarta, INSTITUT-Tak kurang dari sepuluh lomba digelar pada acara

FISIP Days 2012. Perhelatan yang mengambil momen

ulang tahun ketiga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ini berlangsung dari

27 Maret-7 April. Pada FISIP Days tahun ini, lomba-lomba

tersebut dibagi dalam tiga kategori, yaitu academic, art,

dan sport competition.

Ulang Tahun, FISIP Gelar FISIP Days 2012

berimbas pada kenaikan harga BBM di Indo-nesia, jelas Salamudin.

Selanjutnya Zuhairan memaparkan gam-baran mengenai intervensi asing atas kenai-kan harga BBM melalui perspektif Islam. Diawali dengan pengakuan International Mo- netary Fund (IMF) yang menyatakan “mem-biarkan harga domestik mencerminkan harga internasional” dalam memorandum of economic and financial of politic, Januari 2007. Dalam pengakuan tersebut, Indonesia negara yang kaya akan minyak dapat diatur oleh negara as-ing dari jarak jauh.

Selain dukungan dari IMF, pemerintah-pun juga menghalalkan pemilik modal asing berkutat pada perekonomian di Indonesia. “Pemerintah memberi kesempatan pemilik asing untuk berpartisipasi dalam sektor migas dengan bisnis eceran,” ungkapnya.

Negara tidak dapat turun tangan dalam perekonomian, biarkan permintaan dan pena-waran berjalan beriringan. Namun, menurut Zuhairan, hukum tersebut tidak tepat di-gunakan dalam sektor publik. Dikarenakan masyarakat tidak dapat meyediakan listrik, air, bahkan BBM sendiri, sehingga menjadi kewajiban pemerintah.

Zuhairan menambahkan, subsidi BBM yang ditetapkan pemerintah tidak salah sasa-ran. Menurut data dari Polri 2010, hampir 48 juta pengguna motor menggunakan premium, yang seharusnya dinikmati oleh kalangan menengah ke bawah. Sedangkan pengguna kendaraan umum seperi angkot berkisar 6 juta menggunakan premium dan 2 juta menggu-nakan solar. Selanjutnya, penguna kendaraan mobil mencapai 6 juta pengguna premium, sisanya menggunakan pertamax. Hal ini menunjukan subsidi yang dibuat benar, ka-rena pengguna subsidi BBM didominasi oleh kalangan menengah ke bawah.

Mengakhiri perbincangannya, Zuhairan yakin jika Indonesia bisa mengelola sendiri bahan migas yang terkandung di bumi perti-wi. Negara penghasil minyak terbesar dikua-sai oleh negara Islam dan Indonesia termasuk di dalamnya. “Liberalisme dapat dihapuskan, karena sesungguhnya Amerika tidak mempu-nyai cadangan minyak yang cukup memadai dan tidak mempunyai sumber daya alam yang kuat,” ungkapnya.

Hadis nabi mengatakan “kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang, dan api”. Jika berpegang teguh pada hadis terse-but, sesungguhnya pemerintah tidak boleh menjual barang publik, termasuk BBM dalam golongan api. Sekalipun mengeluarkan angga-ran negara, harga yang dibayarkan masyarakat hanya biaya oprasionalnya saja.

Begitulah perbincangan dalam diskusi pu-bik yang diadakan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) INSTITUT, berkerja sama dengan Ko-munitas Kretek di Aula madya lantai 1 UIN Syarif hidayatullah Jakarta, (28/03). Acara yang bertema “Intervensi Asing di Balik Ke-naikan Harga BBM” menghadirkan Peneliti Institute for Global Justice (IGJ) Salamudin Daeng dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bis-nis UIN jakarta Zuhairan Y. Yunan sebagai pembicara pada diskusi tersebut.

Diskusi yang dimoderatori Alfa J. Gu-milang, Komunitas Kretek, diawali dengan pemaparan oleh Salamudin mengenai ke-naikan harga BBM. Menurutnya, kenaikan ini merupakan sebuah kebijakan yang pro nekolim dan anti rakyat. Salamudin menam-bahkan, Indonesia sendiri seakan meloloskan dominasi penguasaan minyak dan gas oleh pihak asing. Adanya Undang-Undang no. 25 tahun 2007, mengenai penanaman modal dan undang-undang no. 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas, turut mengundang pihak as-ing untuk menanam modal di Indonesia. Se-hingga kekayaan migas di Indonesia dikuasai pihak swasta serta dijalankan dengan mekan-isme pasar bebas.

Salamudin menambahkan, Indonesia meru-pakan negara yang mempunyai cadangan mi- nyak dan gas yang berpotensi besar, sayang- nya tidak dikelola pemerintah.“Pihak asing telah mengambil alih pengelolaan migas, seh-ingga mereka (pihak asing) leluasa mengatur sumber daya minyak dan gas untuk kepenting-anya,” ungkapnya.

Pada 2008 lalu, Amerika dan Eropa men-galami krisis keuangan yang belum terselesai-kan. Amerika menganggap, minyak dan gas merupakan jalan keluar untuk mengakhiri krisis yang dialami. Sehingga berbagai cara dilakukan agar dapat memulihkan kembali kondisi negaranya, salah satunya dengan me-mainkan harga minyak dunia. Bahkan mem-buat konflik semakin tinggi dengan Iran untuk mendorong harga minyak dunia naik yang

UIN Jakarta, INSTITUT- Ramainya rencana kenaikan harga bahan bakar

minyak (BBM) kemarin, banyak menuai berbagai aksi. Namun, waca-na kenaikan harga tersebut akhirnya ditunda Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk sementara waktu. Hal

ini dapat mengindikasikan bahwa In-donesia telah memasuki tahap lega- lisasi neoliberalisme yang dilakukan

Pemerintah terhadap masyarakat melalui undang-undang.

BBM Bukan Barang KomersilRahayu Oktaviani

Zuhairan Y. Yunan pembicara diskusi publik, yang bertemakan Intervensi Asing di Balik Kenaikan Harga BBM. Diskusi bertempatkan di Aula Madya lantai 1, Rabu (28/03).

Trisna Wulandari

Penampilan Cholil Efek Rumah Kaca pada penutupan FISIP Days 2012, Sabtu (7/4)

FOTO

: ULA

N/I

NST

ITU

T

FOTO: UMAR/INSTITUT

Page 10: TABLOID INSTITUT EDISI 18

GALERI FOTO

Foto: Muhammad Sabki

Foto: Muhammad Sabki

Foto: Dias Esa Ramdani

Foto: Dias Esa Ramdani

Foto: Fahmi Mubarok

Imlek 2012

Photo of the MonthRitual Seren Taun,Sindang Barang, Bogor

Komunitas Mahasiswa Fotograf i Kalacitra

Foto: Fahmi Mubarok

Foto: Rahadian Wijaya

Foto: Nirmatullah Effendi

Foto: Nirmatullah Effendi

Nyepi 2012

10

Page 11: TABLOID INSTITUT EDISI 18

GALERI FOTO

Photo of the MonthKomunitas Mahasiswa Fotograf i Kalacitra

Nyepi 2012

Foto: Didik SetiawanFoto: Muhammad KhaidarFoto: Didik SetiawanFoto: Muhammad Khaidar

Foto: Zuly Istiqomah Foto: M. Iqbal Ichsan Foto: M. Iqbal Ichsan

Foto: Rizki Ahmad GhazaliFoto: Zuly Istiqomah

Foto: Elisha Prima Agustin

Struktur Organisasi KMF KALACITRA 2011-2012Ketua : Didik SetiawanSekretaris : Elisha Prima AgustinBendahara: Fahmi MubarokDiv. Pendidikan dan Perpustakaan: Dias Esa Ramdani Zuly Istiqomah Div. Pusat Pengambangan : Rizki Ahmad Ghozali Sumber Daya Manusia A. Rahardian WijayaDiv. Pameran Foto : Muhammad KhaidarDiv. Studio dan Galeri : Nirmatullah EffendiDiv. Publikasi dan Jaringan : Muhammad Sabki

Info KalacitraPenutupan Pendidikan Dasar Fotografi (PDF) “Coming Soon”

Pendidikan Lanjutan Fotografi Jurnalistik (PLFJ)

Pameran Photo of The Month (Mei)

Pameran Foto “Wajah Bumi Tengger”

Pendidikan Dasar Fotografi (PDF) calon angkatan IX KMF Kalacitra telah selesai dilaksanakan dan ditutup pada tanggal 9 April 2012 dengan jumlah siswa yang lulus se-banyak 23 orang. Pendidikan selanjutnya yaitu, Pendidikan Lanjutan Fotografi Jurnalis-tik (PLFJ) yang kemudian dilanjutkan dengan Pameran Susur Foto calon angkatan IX

11

Page 12: TABLOID INSTITUT EDISI 18

12 Edisi XVIII/April 2012Sosok

semangat-semangatnya bekerja sebagai developer aplikasi berbasis web dengan tujuan menambah uang saku.

“Saya melihat peluang yang tak pernah dilihat oleh maha-siswa lain di jurusan, yang akan banyak memberikan keuntungan” ungkap pria lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Berangkat dari pemahaman al-goritma dan konsep oop dan fun-damental java yang ia miliki. Sidiq memberanikan diri mengangkat judul mengenai android sebagai skripsinya. Sementara teman-temannya menganggap tugasnya itu aneh, karena ia sendiri saat itu tak mempunyai ponsel pintar Android.

Sambil tertawa, ia menceri-takan pengalamannya kepada

INSTITUT, Minggu malam (8/4) di depan Koperasi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

Ternyata tak hanya teman-temannya, dosen pembimbingnya pun ikut heran. Karena dosennya sendiri kurang begitu memahami lebih jauh tentang Android. Meski akhirnya disetujui judul yang sedikit aneh itu.

“Ini terjadi akibat atmosfer di jurusannya lebih didominasi den-gan skripsi-skripsi yang berbasis web, entah itu php, java dan dot net,” ujar pria berkacamata ini

Sidiq selalu menuntut di-rinya berbeda dengan yang lain. Meski memiliki keterbatasan, itu tak mengurungkan minatnya mengembangkan aplikasi An-droid.

Maret 2011, menjadi langkah awal kariernya di dunia Android, ia dikukuhkan sebagai juara keti-ga pada kompetisi yang diadakan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), menyisihkan be-berapa perwakilan dari kampus-kampus besar di Indonesia dan menjadi satu-satunya peserta dengan karya dari platform mobile, khususnya Android dengan per-siapan kurang dari tiga hari.

Di bulan berikutnya, tanpa disangka, ia menjuarai kontes aplikasi Mobile Alvion 2011 yang bertema “Mobile Technology that Helps Indonesia People” yang diadakan mahasiswa Universitas Bina Nusantara Jakarta.

“Jujur saya shock menjadi juara

pertama, karena aplikasi ini belum layak. Dibanding aplikasi-aplikasi kontestan yang lebih canggih,” ujar pria kelahiran Jakarta 24 tahun silam.

Ia menyematkan Nusantara Beta (Nusantara Saya) pada aplikasinya yang telah menjuarai kontes. Sebuah aplikasi sederha-na yang dibangun atas idealis-menya untuk mengakses berbagai informasi pariwisata seluruh Indonesia. Aplikasi ini menda-patkan apresiasi teman-temannya dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

“Prestasi ini secara tidak langsung mengangkat nama baik almamater yang saat ini sangat jarang dikenal,” tutur Sidiq.

Sampai saat ini, ia terus mengembangkan aplikasi ini

bersama 13 temannya yang may-oritas dari juniornya. Hasilnya, hadir beragam fitur –fitur baru di semua platform mobile dalam aplikasinya.

Sidiq mengungkapkan, di ta-hun ini Nusantara Beta versi ked-ua akan hadir dengan fitur-fitur yang lebih beragam. “Aplikasi ini bukan untuk siapa-siapa, melain-kan untuk Indonesia dan semua orang yang mencintai Indonesia,” paparnya sambil tersenyum.

Sejak saat itu pria yang akrab dipanggil Sidiq ini membulat-kan tekadnya fokus mempelajari android sembari melihat peluang yang ada di tahun-tahun beri-kurtnya.

Awal perkenalannya dengan Android dimulai pada Juni 2010. Tepatnya saat menghadiri seminar di Universitas Indone-sia yang bekerja sama dengan salah satu provider telekomuni-kasi terkemuka. Ia sendiri masih

Mengenal Indonesia Melalui Nusantara Beta

‘Luar biasa!’ bisa menjadi ung-kapan yang pas untuk menggam-barkan perasaan Sidiq Permana

ketika pertama kali melihat aplikasi android yang kaya akan

fitur-fitur menarik.

Logo Nusantara Beta

Sidiq Permana (kanan) saat menjuarai kontes Aplikasi Mobile Alvion 2011 di Bina Nusantara Jakarta

Sidiq, saat mempresentasikan Nusantar Beta di depan para juri.

Achmad Rizqi

Komunitas

Dengan ramahnya para pasukan ‘Kuning’ ini menyambut INSTITUT untuk berbincang tentang komunitas yang telah mereka geluti selama lebih dari 2 tahun. “Pandorasquad diprakar-sai oleh sembilan orang termasuk saya,” ujar M. Yussirullah yang akrab disapa Aci.

Aci, mengungkapkan bahwa Pandorasquad berawal hanya dari sebuah website sebagai tempat sha-

cipta seketika, di awal terbentuk-nya komunitas ini masih sekadar komunitas tanpa nama. Baru setelah menggodok dan menya-ring beberapa nama, kata pan-dora dan squad dipilih, dengan filosofi dari mitologi Yunani yang berarti harapan dan pasukan.

Pandorasquad muncul dengan penggerak yang sudah mem-punyai basic seni visual seperti gambar, lukis, fotografi, digital, dan komik kartun. Mereka cen-derung menjalin interaksi dengan komunitas sesama di luar UIN.

Sampai kepada satu titik klimaks di mana mereka sadar bahwa masih banyak mahasiswa dalam UIN yang belum menya-dari kehadiran komunitas ini. “Jadi, untuk mengenalkan Pan-dorasquad kita buat aksi Pandora Boom sekitar 2010 akhir atau 2011 awal,” ungkap Aci.

Dalam aksi Pandora Boom, para anggota Pandorasquad berkeliling mengitari almamater tercinta dengan membawa logo Pandora. “Setiap orang yang bersedia foto dengan membawa logo Pandora kita beri stiker, sekalian buat promo juga kalau ada komunitas seni visual di UIN Jakarta ini.”

Setelah aksi ‘Keliling-Keliling’ selesai, mereka pun menanjak ke level selanjutnya, yaitu bagaima-na wadah seni visual ini tidak

ring. Namun, seiring berjalannya waktu mereka menyadari butuh lebih dari sekadar website untuk menyalurkan hobi yang mereka geluti.

Sampai pada 4 Februari 2010, sembilan pemrakarsa ini berkumpul untuk memben-tuk suatu komunitas tempat berkumpulnya para pecinta seni. Imam Rachmadi, menu-turkan bahwa ia menyayangkan kurangnya apresiasi terhadap seni visual dari UIN sebagai kampus besar.

“UIN sebagai kampus yang mau menerapkan World Class University seharusnya lebih meng-apresiasi seni visual. Mestinya ada standar dalam penerapan brand visual logo seperti di UI,”

tutur pria berkacamata ini.

Nama Pando-rasquad sendiri tidak

ter-

hanya sebagai tempat kumpul-kumpul saja, melainkan harus ada penerapan yang konkret.

Aci pun lalu berceloteh tentang proyek awal Pandorasquad yang pernah merintis sistem sharing One Week One Work. “Setiap minggu proyek yang dikerjakan di sharing, tapi setelah satu-dua tahun, cara ini kita ganti karena kurang efektif.”

Banyaknya anggota baru yang bergabung dan sama sekali belum mempuyai basic seni visual mem-buat sistem sharing yang ditera-pkan diubah. “Mereka (anggota baru, red) ngeluh, kok baru datang udah dikasih kerjaan. Jadi, seka-rang sistemnya yang punya ilmu ya bagi ilmunya saja,” ungkap Irul terkekeh.

Sebagai komunitas yang baru terbentuk selama dua tahun, Pandorasquad mampu mem-besut berbagai penghargaan dan menggelar pameran seni visual. Salah satunya pameran Urban Fest, Pysco Fair 2010, dan Postar 2011. Mei nanti, Nirmana Award sebagai ajang apresiasi desainer Indonesia sudah menunggu untuk digarap para pasukan ‘Kuning’ ini.

Karena sistem sharing yang diterapkan, maka banyak ang-gota Pandorasquad yang juga merupakan anggota komunitas lain. Bergabungnya mereka

murni ingin membagi ilmu yang dimiliki. M. Afrizal yang saat itu sedang memberi materi fotografi nyeletuk, “Sebaik-baiknya orang kan adalah yang bermanfaat untuk orang lain.”

Dan manfaat yang dikatakan Afrizal tadi memang benar ter-bukti dengan sambungan celetuk dari Noviana. Gadis ini sudah menjadikan Pandorasquad seba-gai komunitas pilihan hatinya. Menurutnya, banyak manfaat dan ilmu yang ia peroleh selama kurun waktu setahun. Walau terkadang ada saja waktu dimana anggota yang berkumpul sangat sedikit.

Adanya rasa berbagi dan keke-luargaan membuat Pandorasquad open dalam penambahan anggota baru. “Kita welcome ke semua orang kok, nggak ada struktur organisasi, bebas saja. Yang mau datang untuk memberi atau menambah ilmu, silahkan datang setiap hari Kamis jam empat sore di depan Cafe Cangkir,” celoteh Aci sekaligus beriklan.

Langit kemerahan dengan semburat kuningnya menghiasi petala langit sore itu, (5/4). Ke-riuhan kampus mulai tenggelam

dimakan waktu yang menga-rah horizontal ke angka enam. Beberapa mahasiswa dengan

kaos kuningnya sibuk berdiskusi di depan Cafe Cangkir, tampak kontras dengan keadaan sekitar.

Pandorasquad, Si Kuning yang Jago DesainAditya Putri

Anggota Pandorasquad berkumpul untuk membahas tema bulanan tentang fotografi di depan Cafe Cangkir , Kamis (5/4).

FOTO: DOK PRIBADI

Logo Pandorasquad

FOTO

: DO

K P

RIBA

DI

Page 13: TABLOID INSTITUT EDISI 18

13Edisi XVIII/April 2012 TEKNO

Dok, saya Burhana. saya memiliki teman dekat dan dia memiliki banyak jerawat di wajahnya. Dulu saya per-nah memberikan saran ke-pada nya agar dia melakukan facial. Beberapa saat setelah facial, wajahnya cukup ber-sih dan tak ada jerawat lagi. Tapi beberapa hari setelah itu, jerawatnya muncul lagi dan semakin banyak bahkan semakin besar. Bagaimana caranya agar jerawatnya berkurang? Dan bisakah wa-jah teman saya kembali ber-sih? Terima kasih.

(Burhana, SAS)

JawabTerima kasih Burhana. Un-

tuk masalah jerawat memang tidak hanya disebabkan oleh 1 atau 2 faktor, tapi beberapa faktor yang bergabung men-jadi satu pemicu jerawat pada wajah seseorang.

Faktor-faktor tersebut

sangat bervariasi pada setiap individu, tidak sama satu dengan yang lainnya, di anta-ranya adalah makanan, stres, gaya hidup, kebersihan wajah, hormonal, dan ada beberapa kasus genetik (keturunan/ri-wayat keluarga).

Dari semua faktor di atas yang paling sulit dikendalikan adalah stres, gaya hidup, hor-monal dan genetik.

Untuk masalah kawan Anda, saya anjurkan untuk tetap merawat kebersihan wa-jah, dan menemui dokter un-tuk membantu mengendalikan jerawatnya, karena tanpa pen-anganan yang baik dan tepat ditakutkan akan terdapat be-kas permanen yang sulit hilang yaitu acne scar (bopeng) yang sulit sekali untuk ditangani. Semoga dengan cepat melaku-kan perawatan kulit di tempat yang tepat, jerawat bisa diken-dalikan.

Konsultasi Kecantikan Dokter Wiwit Andhika

Rubrik ini bekerjasama dengan klinik Angel

Kata Ahli...

Silakan Kirim Tulisan Anda ke Rubrik Konsul-

tasi ini Melalui email [email protected]

Canonical rupanya memiliki rasa ketidakpuasan yang tinggi dalam mengembangkan distrolinux andalan mereka, Ubuntu. Belum juga terhitung genap 6 bulan sejak dirilisnya Ubuntu 11.10 Oneiric Ocelot pada 13 Okto-ber2011, Canonical telah mulai merilis Ubuntu 12.04 alpha 1 pada 1 Desember 2011 dan akan hadir versi stabilnya pada 26 April 2012 (Ubuntu 12.04 LTS Precise Pangolin), dan 29 Maret lalu baru saja rilis versi beta 2.

Di samping itu, Mark Shuttleworth (CEO Canonical ltd) memang telah mengumumkan nama rilis Ubuntu versi ini pada 5 oktober tahun lalu. Berbeda dengan versi LTS (Long Term Support) se-belumnya Ubuntu 10.04 LTS Lucid yang di-support oleh Canonical selama 3 tahun untuk versi desktop dan 5 tahun untuk versi server, Ubuntu dengan namaTereng-giling ini (Precise Pangolin) di-support oleh Canonical selama 5 tahun untuk versi desktop dan server.

Belakangan ini Ubuntu memang sedang mengalami masa-masa sulit, posis-inya yang biasanya berada pada peringkat atas dalam distribusi linux paling popular terancam direbut oleh linux mint.

Ubuntu dianggap belum cukup matang dalam penggunaan unity untuk lingkun-gan desktop linux sekelas ubuntu. Hal tersebut mengakibatkan banyak pengguna Ubuntu pindah ke distrolain, dan yang beruntung menerima limpahan tersebut adalah Linux Mint yang memang masih

telah mengumumkan beberapa hal baru terkait rilis Ubuntu Terenggiling terse-but. File ISO default untuk didownload adalah versi 64 bit tetapi versi 32 bit juga masih tersedia dan sebagai jantungnya, Ubuntu versi ini akan menggunakan kernel versi 3.2.

Kemudian ada yang namanya Require DVD or USB Drive to install. Ukuran file image download/ISO-nya berukuran sekitar 750 MB maka untuk membuat installer-nya user membutuhkan DVD/USB karena tidak mungkin muat untuk CD yang ukuran maksimalnya 700 MB.

Tak hanya itu, Music Player Banshee yang telah muncul sebelumnya, kini

bersaudara dengan Ubuntu. Oleh karena itu, Canonical benar-benar

bekerja keras dalam mempersiapkan rilis terbaru mereka, Ubuntu 12.04 LTS Pre-cise Pangolin. Mereka terus menyempur-nakan Unity agar bersahabat dengan user Ubuntu dan memang itulah yang terjadi sekarang, sejak pertama dirilis Unity pada Ubuntu 10.04 Natty sampai kini masih hadir pada Ubuntu 12.04 LTS Precise Pangolin, dan terbukti Unity memang semakin bersahabat.

Yang baru dari Ubuntu 12.04 LTS Precise Pangolin.

Berdasarkan Ubuntu Developer Sum-mit pada awal September 2011 Canonical

digantikan kembali dengan Rhytmbox. Masalah pada banshee adalah minimnya proses maintenance software/update aplikasi serta berpotensi tidak kompatibel dengan processor ARM.

Selain itu, para pengembang pun masih berharap untuk bisa meningkatkan kecepatan startup dari Ubuntu Software Center, dari 11 detik menjadi kurang dari 2 detik. Banyak fitur lainnya untuk menu item aplikasi user, yakni dengan Head-Up Display (HUD) Feature. Dengan aplikasi ini, hanya perlu menekan tombol hot key keyboard tanpa membutuhkan mouse.

Ubuntu 12.04 juga masih tergantung pada X.Org sebagai server utama sistem display grafis, sebuah percobaan meng-gunakan Sistem Grafis Wayland untuk menjalankan server X11 dan itu memung-kinkan (berhasil). Ke depannya mungkin Ubuntu akan mengadopsi Waylang Graphics System juga.

Sebagian besar paket Gnome pada Ubuntu 12.04 LTS ini akan menggunakan paket dari Gnome versi 3.2, tetapi bebera-pa paket dari Gnome versi 3.4 kabarnya akan dimasukkan juga, sebagai contoh GTK+ 3.4, Gnome Games, GEdit, GCalctool, Evince dan Yelp. Canonical juga menghilangkan suara khas Ubuntu yang biasa terdengar ketika login untuk mempercepat waktu booting.

*Mahasiswa Jurusan Teknologi Informasi semester 8.

Dok, saya Nindya. Di atas kelopak mata saya muncul bintik-bintik kecil seperti jerawat. Saya pernah meng-konsultasikan hal tersebut ke spesialis kulit, dan dia me-ngatakan saya terkena tumor. Kepadanya saya minta agar bintik-bintik tersebut dihi-langkan, namun menurut nya tidak bisa karena saya me-miliki penyakit yang disebut keloid. Jadi kira-kira adakah solusi lain? Karena bintik-bintik di atas kelopak mata saya semakin menyebar dan banyak. Terima kasih

(Nindya, Akuntansi)

Jawab Dear Mbak Nindya, me-

mang kasus yang dialami mungkin adalah sejenis tu-mor (benjolan) jinak di kulit yang disebut syringoma. Pada umumnya, memang tidak ber-bahaya tapi bila jumlahnya banyak dan terletak di wajah

memang cukup mengganggu. Harus dilihat apakah pe-

nyebabnya, apakah familier herediter/genetis (dari orang-tua) atau penyebab lain seperti kelainan metabolisme.

Sebaiknya memang datang ke dokter ahli untuk penanga-nan lebih lanjut untuk mencari penyebab dan penanganan-nya.

Dokter akan melakukan pembuangan dengan berma-cam-macam cara, di antar-anya, bedah listrik (elektrocau-ter) atau bedah minor secara estetika, namun karena mem-punyai bakat keloid, tentu para ahli harus lebih berhati-hati. Dengan mengetahui penyebab minimal kita bisa meng-hindarinya agar bintik tidak bertambah banyak.

Precise Pangolin, Ubuntu 12.04 LTSAde Rifaldi*

Page 14: TABLOID INSTITUT EDISI 18

14 Edisi XVIII/April 2012KOLOM

Ada suatu hal menarik per-hatian bila kita melihat fenomena di kampus ini be-

berapa waktu lalu. Sivitas akade-mika kembali mengadakan pesta demokrasi, memilih dan dipilih. Tapi tunggu dulu, apakah ini dis-ebut sebagai pesta? Pesta menjadi boneka ataukah menjadi maha-siswa seutuhnya yang memiliki otoritas penuh dalam mengem-bangkan karakter dirinya melalui lembaga kemahasiswaan?

Entah disebut pemira atau pemilu. Ada yang mengatakan kalau fenomena ini seperti pemili-han Osis saja. Namun, yang pasti terdapat suatu kejanggalan dalam prosesi ini, mulai dari persiapan, sosialisasi, hingga prosesi pemili-han dan penghitungannya. Bah-kan, agak mengejutkan ketika se-orang teman menuturkan kepada saya, “Gw nggak tau nih, tau-tau disuruh cepat-cepat memben-

turkan. Secara arti, dikte menurut KBBI adalah yang diucapkan atau dibaca keras-keras supaya ditulis orang lain. Men-dikte, menyuruh orang menulis apa yang dibaca-kan atau dikatakan; menyuruh berbuat dan menurut saja seperti yang dikatakannya (dengan tidak boleh membantah).

Mendikte bisa jadi hal yang berguna agar seseorang dapat menulis perkataan penutur de-ngan mudah dan tepat baik titik, koma maupun tanda baca lain-nya agar tidak terjadi kekeliruan. Tapi, mendikte dalam hal ini sangat keliru. Suatu bentuk pen-didikan yang pada hakikatnya tidak mendidik sama sekali. Pada akhirnya, nilai kritis yang seharusnya dimiliki oleh maha-siswa dalam mengambil langkah untuk mengembangkan dirinya, sirna tertelan oleh otoritas sang pendikte. Tanpa bisa mengkritisi, berkompromi, bahkan meraih mufakat sebagai sebuah proses pendewasaan kepemimpinan ke-

tuk struktur kepanitiaan pemilu, tanpa dasar yang jelas, pokok-nya harus segera terbentuk atau perkuliahan kamu akan dipersu-lit.” Seperti itulah penuturannya.

Saya menganggap itu sebuah ancaman atau hanya bualan sang penguasa otonom, untuk menakut-nakuti rakyatnya dalam menentukan kebijakan dari sang penguasa tertinggi. Seperti se-buah lakon intervensi yang tak jauh berbeda dengan rezim otori-tarian yang selalu melakukan penindasan tanpa melakukan pertimbangan dengan rakyatnya. Tapi tak perlu terlalu jauh me-nafsirkan, menurut saya kasus ini adalah bentuk pendiktean ala elit kampus.

Sebuah bentuk pembelajaran yang kembali terulang ketika kita mengenyam pendidikan bangku kuliah. Saat mengenyam pen-didikan dasar, sebuah kewajaran ketika seorang guru mendikte mu-ridnya agar si murid benar-benar mengerti apa yang sang guru tu-

tika menampuk pemerintahan.Tak ada bedanya dengan masa

otoritarian yang diciptakan oleh para diktator atau pendikte. Ciri otoritarian yang kentara dalam kampus ini adalah kesalahan ber-larut ketika Pemira dilaksanakan beberapa tahun lalu. Salah satu indikasi ciri dari sang pendikte, akan membatasi pekerjaan sese-orang, yaitu agar orang tersebut bekerja menurut prosedur dan aturan yang ada. Jika orang itu tidak mengerti dan tidak men-jalankan tugasnya dengan baik, ia akan dianggap salah. Selalu saja salah. Akhir yang terjadi adalah kesalahan beruntun dari hal per-encanaan, sosialisasi, prosesi dan hasil akhirnya pada Pemira kali ini.

Dalam hal komunikasi, ketika sang pendikte menyampaikan gagasan, pemikiran, dan pesan cenderung hanya mengenal satu bentuk komunikasi, yaitu instruk-si. Istilah yang dikenalnya terbatas pada pengarahan, petunjuk, we-

jangan, perintah, dan pembinaan. Bentuk komunikasi yang sifatnya sekadar memberitahu, pun di-anggap sudah mencukupi. Sang pendikte hanya mau melakukan komunikasi searah tanpa mengin-dahkan diskusi atau dialog yang menghasilkan sintesa dari semua kebijakan.

Memang sebuah keniscayaan ketika pergulatan nilai kritis dan skeptisisme kembali dipertan-yakan dan disandingkan den-gan kondisi mahasiswa saat ini. “Yasudalah, ini bukan Jaman otoritarian lagi bang. Kan sudah jadi mahasiswa, masih saja diatur. Intinya, kita nggak punya sikap,” salah seorang teman ngopi saya nyeletuk.

*Mahasiswa FAH prodi Tarjamah semester VIII dan Sekretaris Umum LPM INSTITUT.

Islam di Indonesia punya sejarah, corak, dan kultur beda den-gan Islam di negeri asalnya. Kecuali di wilayah tertentu, Is-

lam datang ke nusantara penuh rahmat dan kedamaian. Sejarah mencatat, Islam mendarat di nu-santara sejak abad 7M. Sementa-ra bukti tertua tilasnya adalah makam Fatimah binti Maimun bin Hibatallah, di Dusun Leran, Kec. Manyar, Kab. Gresik den-gan konogram 475H/1082M. Namun, syariat Muhammad baru dianut luas penduduk nusantara sekitar abad 14M.

Penyebarluasan itu tak lepas dari kejeniusan para mubaligh dan ulama kala itu, yang meru-muskan dakwah dengan strategi kebudayaan untuk menghadapi tradisi nusantara yang sudah sa-ngat tua, kuat, dan mapan.

Penduduk Nusantara, sebagai bangsa berperadaban, memiliki berbagai produk budaya dan kese-nian, terutama seni tutur atau sas-tra lisan, yang tak hanya berperan menghibur, tapi mengandung nilai dan dorongan yang selama ratusan tahun turut membentuk perilaku, pikiran, nilai, filsafat, moral, etika, estetika, dan sikap manusia Indonesia dari beragam etnis bangsa, baik dalam ikatan kemasyarakatan maupun kebu-dayaan.

Di antara karya nusantara, seni rebab dari Minangkabau, Sinri-lik dari Makasar, pertunjukkan wayang di Jawa, dongeng, pan-tun, pribahasa, dan sebagainya. Berpangkal dari yang ada, para

misinya. Tak hanya itu, wayang menjadi alat propaganda politik di masa Orde Lama dan Orde Baru. Dari itu, sangat tepat UN-ESCO pada 7 November 2003 menetapkan Wayang Indonesia sebagai adikarya budaya lisan nonbendawi warisan peradaban manusia (Kompas, 8/4/2004).

Meski begitu, saat ini ada sikap apriori bebera-

pa kalangan t e r -

mubaligh memasukkan nilai dan ajaran Islam. Misalnya di Sulawe-si Selatan, ada sejarah lisan terk-enal tentang dialog Muhammad dengan Saweri Gading (tokoh utama agama tradisional Bugis yang terdapat dalam karya sastra La Galigo).

Yang cukup masyhur, krea-tivitas Walisongo memanfaatkan wayang sebagai media dakwah-nya di Jawa. Wayang sendiri mer-upakan kesenian yang telah teruji waktu. Keberadaannya sejak ja-man purba, ketika masyarakat masih manganut animisme dan dinamisme. Nilai-nilai universal wayang, telah nyata lolos pengete-san dengan tetap dipakai bangsa kita dari jaman ke jaman.

Perjumpaan dengan berbagai budaya dan agama luar berpen-garuh besar atas perkem-bangan wayang. Misalnya, Hindu menjadikan Epos Mahabaratha dan Ramayana sebagai cerita pokok dan sa-rana penyebaran aja-rannya. Kemudian Islam, mela-lui Sunan K a l i j a g a , mengubah muatan ce-rita dan ben-tuknya sesuai syariat dan akidah Islam. K r i s t e n pun ikut mengem-b a n g k a n W a y a n g Suluh demi

hadap seni wayang. Derasnya glo-balisasi, teknologi, dan informasi pun turut menggeser wayang se-bagai komponen pembangun ko-kohnya karakter bangsa. Bagi se-bagaian kalangan santri, wayang dianggap tak relevan lagi sebagai sarana dakwah. Lebih ekstrem, dalang dan seniman rakyat lain-nya dianggap musuh Islam. Sikap macam itu tak hanya melebarkan jarak seniman dan agamawan, tapi juga membuat bangsa Indo-nesia kehilangan jatidirinya.

Lihat saja, kita lebih paham karakter dan cerita mitos Yu-nani daripada karakter, ce-

rita, dan legenda nusanta-ra. Lebih kenal Zeus ketimbang Semar, lebih kagum Hercules daripada Gatotkaca. Katakanlah tokoh seperti Semar, Gatot-kaca, Gareng, Petruk

itu fiktif. Tapi kita bisa pelajari sifat-sifat baik yang ada padanya, se-bagai teladan dan patokan

s e h a r u s n y a , serta menunjuk-kan, bangsa kita punya budaya dan karya agung yang mampu menjadi tuntu-nan kehidupan.

Sebagai ne-gara Pancasila, warga Indone-sia wajib beraga-ma. Kita tahu,

agama-agama yang ada juga me-muat ajaran kehidupan. Tapi mes-ti dipahami, semua agama yang disahkan adalah impor. Sehingga pada beberapa hal, misalnya ten-tang karakter individu dari tempat agama berasal, berbeda dengan karakter masyarakat kita.

Sah saja meneladani dan meng-idolakan tokoh atau budaya ne-geri manapun. Tapi jangan lupa, kita adalah Indonesia. Jangan sampai seni budaya suatu bangsa nun jauh di sana menjadikan kita tak peduli keunggulan milik sendiri. Menurut M.C. Rickleft, ibarat kue lapis, sesungguhnya ba-gian terbawah dasar kebudayaan nusantara ialah animisme dan di-namisme. Hal itu yang membuat Islam kita beda dan mampu men-jadi alternatif peradaban dunia. Terlebih di tengah ekstrimisme yang sering dialamatkan pada kaum muslimin.

Maka, jika misal Anda ber- syukur sebagai muslim, seharusn-ya pula Anda menghargai dan memelihara seni, sastra dan bu-daya yang telah andil mengislam-kan nenek moyang Anda. Perlu dicatat pula, tak ada agama yang lepas dari tradisi lokal. Sebab agama itu untuk manusia, dan manusia di manapun selalu hidup dengan lingkungannya.

*Anggota Dewan Kehormatan Or-ganisasi LPM INSTITUT.

Islam Seni IndonesiaM.S. Wibowo*

DikteIbnu Afan*

Page 15: TABLOID INSTITUT EDISI 18

15Edisi XVIII/April 2012 OPINI

SuratPembaca

Menerima:

Tulisan berupa opini, esai, tekno, puisi, dan cerpen. Opini, cerpen, tekno dan esai: 3000 karakter. Puisi 2000 karakter.

Untuk esai, temanya seputar seni dan budaya. Kami berhak mengedit tulisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya.

Tulisan dikirim melalui email: [email protected]

Kirimkan keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor 085718363281. Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat

Pembaca Tabloid INSTITUT berikutnya.

Redaksi LPM INSTITUT

Saya merasa Pemilihan Umum (Pemilu) di Jurusan Ilmu Politik beberapa waktu lalu, kurang ada sosialisanya. Sebenarnya saya ter-tarik untuk bisa ikut andil dalam kepanitiaan pemilu kemarin. Tapi, karena perekrutan panitia pemilu itu tak jelas, jadi saya cukup kecewa.

Sosialisasi tentang cara me-milihnya pun tak ada. Karena itu, banyak kesalahan teknis yang dilakukan para pemilih saat

paling standar. Tapi, nyatanya tinta itu gampang hilang jika diusap dengan air. Misalnya, saat dilakukan penghitungan suara, ada kertas suara yang sebenarnya ditandai dengan checklist, tapi karena tinta itu gampang hilang, tanda checklist tersebut dianggap seperti garis lurus biasa. Alhasil, kertas suara itu dianggap tidak sah.

Selain itu, ada juga dosen yang terlihat cenderung mendukung

memilih para calonnya. Ke-banyakan para pemilih meling-kari nama calonnya. Padahal, semestinya nama calon tersebut dicontreng.

Lagi pula, kinerja dan per-siapan panitia juga kurang menonjol. Kurang ada persia-pan. Kualitas tintanya pun patut dipertanyakan. Masalah tinta, menurut saya, tak bisa diang-gap sepele. Standarnya, tinta itu bisa bertahan sampai 4 jam. Itu

salah satu peserta calon ketua HMJ Ilmu Politik. Sebab, dosen itu menjadi saksi. Seharusnya, dosen tak boleh menjadi saksi dalam Pemilu di sana. Mereka hanya mengontrol jalannya pe-milihan. Jadi, saya mengganggap tindakannya itu bersifat men-dukung salah satu peserta calon.

Semoga saja pemilu di Jurusan saya ini diulang kembali. Kalau memang pemilu sekarang tak ada embel-embel partai, maka

Pemilu Harus Diulang*

Menciptakan t a t a n a n k a m p u s yang demok-ratis me-

mang bukan persoalan mudah. Proses trial and error harus terus dilakukan, guna mensukseskan proses demokratisasi di dalam kampus. Bukan hanya para elite kampus saja yang harus bersikap demokratis, namun mahasiswa sebagai penggerak roda demokra-si kampus, harus berani ikut berkomitmen.

Dalam hal ini, pesta demokrasi dalam pemira layak untuk men-jadi ajang perdebatan politik kampus. Kontestansi politik di dalamnya sangat menonjol. Ber-bagai kelompok mahasiswa saling berunjuk gigi, berusaha menghip-notis massa guna meraup banyak suara. Bahkan, ditengarai bahwa ada beberapa kelompok maha-siswa yang nekad melakukan ger-akan-gerakan fajar.

Kiranya seperti itulah dinamika politik kampus yang didominasi oleh para penyandang gelar agent of change itu. Dinamika yang menjadi representasi dari perca-turan politik negara, mulai dari sistem pemilihan hingga fraksi-fraksi yang mengusung para kan-didat politiknya. Untuk itu, san-gat penting memaknai nilai-nilai demokrasi yang terkandung di dalam pemira.

Model mahasiswa bablasanProses demokratisasi yang ja-

lan di tempat bahkan cenderung mengalami stagnasi tampaknya telah dimulai semenjak dua ta-hun silam, tepatnya saat beberapa BEM telah dibekukan. Sejak itu, mahasiswa mulai mengebiri para elite kampus tanpa mengetahui alasannya. Bahkan, beberapa mahasiswa justru bersikap apatis

jitu, konstituen loyal serta prinsip-prinsip yang kuat. Agar mereka tidak dijadikan boneka politik oleh para elite kampus. Hal ini lah yang seringkali tidak disadari oleh para mahasiswa bablasan.

Kekurangan paling utama dalam pemilu raya adalah dalam menentukan pribadi-pribadi ter-pilih, guna mengemban tugas kampus digunakan standarisasi nilai IPK. Dengan cara ini, bu-kan lah pribadi unggul yang akan tersaring secara alami, namun pribadi palsu yang hanya berlin-dung di balik kemunafikan IPK. Sehingga, proses demokratisasi yang ia galakkan hanya menjadi permainan elite kampus. Pribadi-pribadi seperti ini tak lain hanya lah seperti teknokrat yang bersi-kap sami’na wa atha’na.

Padahal, menjadikan kualitas internal individu adanya lebih menjanjikan daripada berkaca kepada nilai IPK semata. Lihat-lah, berapa banyak pribadi unggul yang tereliminasi disebabkan nilai IPK yang relatif cukup. Padahal segudang prestasi telah disandan-gnya, pengalaman berorganisasi, hingga kesadaran berpolitik yang bukan hanya disandarkan pada makna-makna simbolis egosen-tris.

Kedua, mahasiswa egosentris. Tipe yang satu ini memang terli-hat berkesan pada tingkat penci-traan. Kematangan visi misi yang diusungnya berhasil mengecoh mahasiswa-mahasiswa lainnya. Namun, tentu saja yang tidak da-pat dipungkiri dalam pemaparan visi misi adalah “jual kecap.” Untuk itu proses jual kecap akan diserahkan kepada para pemilih (baca: mahasiswa) langsung, mana penjual yang jujur dan mana penjual pembohong.

Dialektika semacam ini me-mang tidak dapat dihindari, teru-

atas kondisi politik di kampusnya, UIN Syarif Hidayatullah.

Lantas, apakah benar maha-siswa-mahasiswa sekarang hanya lah korban bablasan mandeknya percaturan politik kampus dua tahun silam? Begitu banyak ma-hasiswa yang mulai enggan ikut berpartisipasi dalam percaturan politik kampus. Barisan maha-siswa yang semestinya bergotong-royong menciptakan tatanan kam-pus demokratis, sekarang justru bercerai-berai. Menurut hemat penulis, terdapat dua model ma-hasiswa bablasan.

Pertama, mahasiswa apatis. Model mahasiswa yang satu ini sengaja meniatkan dirinya untuk menjauhi percaturan politik di kampus. Bagi mereka, mendedi-kasikan diri dalam dunia akad-emis rasanya lebih penting dari sekedar bermanuver politik. Kem-apanan intelektual dinilai san-gat mendominasi cara pandang mereka. Tak ayal jika barisan ini lebih aktif dalam dudukan diskusi di berbagai bidang dan tempat, namun asing dalam percaturan politik kampus.

Saat pelaksanaan pemira, para mahasiswa apatis seakan hanya berjalan mengikuti arus perpoli-tikan. Dengan serta merta mere-ka mengikuti arus partai, arus kampanye, dan akhirnya arus pencoblosan. Ritus semacam ini hanya diibaratkan seperti “kon-dangan” yang kalau tidak diikuti terasa tidak enak dengan tetangga sebelah.

Namun ternyata, beberapa dari mereka telah memproklamir-kan diri menduduki posisi-posisi struktural di kampus. Sehingga, pergulatan politik yang kolot han-ya mereka hadapi dengan kema-tangan intelektual. Padahal dalam praktiknya, pergulatan politik juga harus memerankan strategi

tama dalam proses demokratisasi. Permasalahannya, seberapa ba-nyakkah mahasiswa yang peduli dan sadar akan bias politik kam-pus?

Dilihat dari keberhasilan pemi-ra, agaknya tipe mahasiswa ego-sentris lebih unggul. Berbasiskan massa yang banyak, siasat politik yang jeli dan dukungan dari partai tertentu sangat membantu para mahasiswa egosentris itu men-duduki posisi-posisi struktural.

Permasalahan yang kemudian timbul, mampukah para pejabat struktural itu mengemban aman-ahnya? Masihkah visi misi yang diangkutnya berpihak pada kepentingan mahasiswa secara umum? Hal ini masih menjadi pertanyaan besar, pasalnya maha-siswa-mahasiswa egosentris selalu berangkat dari egoisme partai. Sehingga ditengarai kepentingan sepihak lah yang lebih diperjuang-kan, dan melupakan kepentingan mahasiswa lain yang seharusnya berseberangan dengannya.

Bagaimana pulakah nasib para mahasiswa yang memutuskan dari awal untuk tidak memilihnya dalam pemira? Masihkah aspirasi mereka didengar dan diperjuang-kan oleh para kandidat yang ter-pilih itu?

Demokrasi formalistikMemerhatikan kondisi para

pemilih apatis, ditambah lagi dengan para kandidat yang cend-erung egosentris, masih kah hara-pan memiliki kampus demokratis itu terwujud? Rasanya sangat sulit untuk mempercayai hal itu. Sebab, melihat kenyataan di lapa-ngan yang sangat sarat dengan keegoisan masing-masing, penu-lis kira demokrasi di kampus ini merupakan demokrasi formalistik saja. Yakni menjalankan sebuah sistem dengan meminjam jargon

demokrasi, namun melupakan substansi demokrasi itu sendiri. Dengan kata lain, sistem yang dianut bukanlah demokrasi, akan tetapi hanyalah jargon demokrasi.

Ingatlah, kunci keberhasilan mendasar dalam proses demokra-tisasi mencakup dua hal. Pertama adanya partisipasi dan kedua rep-resentasi. Partisipasi diwujudkan dengan adanya keterlibatan se-mua pihak tanpa terkecuali (baca.mahasiswa) dalam semua proses kebijaksanaan yang menyangkut kehidupan kampus.

Sering kali kandidat yang ter-pilih lupa akan kepentingan ma-hasiswa saat menggelontorkan berbagai kebijaksanaan. Keego-isan partai lebih sering dipriori-taskan guna menjunjung tinggi nama partainya sendiri. Namun, mereka melupakan subtansi dari fungsi jabatannya itu sendiri, yak-ni kepentingan mahasiswa secara keseluruhan.

Untuk itu, diperlukan adanya mahasiswa-mahasiswa yang sadar berpolitik. Sadar akan tugas men-gawasi kinerja para wakilnya. Jika semua mahasiswa sadar akan hal itu, maka penyelewengan kekua-saan pun dapat diminimalisir.

Naifnya, berapa banyak maha-siswa yang mempunyai waktu un-tuk ikut berpartisipasi? Nyatanya lebih banyak mahasiswa bablasan yang senang memikirkan kondisi perutnya terlebih dahulu, sebelum mereka berpolitik. Jika begitu, lantas siapa lagi yang akan men-gontrol kinerja para wakil maha-siswa itu?

*Penulis adalah mahasiswa Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Fil-safat.

Mahasiswa Bablasan dan Demokrasi FormalistikS.A.Winarko*

sudah seharusnya tidak ada masalah seperti ini lagi. Saya juga berharap, tahun depan pemilu itu ada sosialisasi mengenai perekru-tan panitia pemilu. Dan dosen tidak perlu ikut campur dalam urusan ini. Karena realitanya dosen itu justru membawa keber-pihakan dalam pemilu kali ini.

* Nama ada di redaksi, penulis adalah mahasiswa UIN Jakarta yang bergelut di Jurusan Ilmu Politik

Bang Peka....

Page 16: TABLOID INSTITUT EDISI 18

16 Edisi XVIII/April 2012SASTRA

“Kurasa dia mencintai buku-buku itu,” gumam lelaki itu dalam hati

Lelaki itu menyapa gadis itu pada suatu kesempatan. Ternyata matanya sangat berbinar-binar, seperti ada jen-dela besar yang berisi taman anggrek dari berbagai musim. Gadis itu memiliki daya tarik yang luar biasa hebat. Mem-buat seorang lelaki bernama Handy Saputro kagum dan terjatuh.

Setiap senja lelaki itu selalu menunggui gadis itu di perpustakaan, berharap untuk bertemu. Dan melihat lagi mata yang berisi pemandan-gan Amsterdam.

...“Mengapa kamu suka sekali

membaca?” Tanya lelaki itu“Entahlah, aku seperti

berjalan-jalan menjelajahi suatu dunia yang indah, aku suka berpetualang! Aku suka tantangan!” jawab gadis itu penuh semangat.

“Kamu tahu, Handy, mem-baca itu proses perjalanan, kita akan menemui hal yang belum pernah kita temui, kadang kita tersesat, tapi kita

harus ingat jalan pulang. Percayalah Handy, kamu akan ketagihan, ketika merasakan sendiri betapa menyenang-kan menjelajah sendirian di suatu dunia asing, dunia yang belum pernah terjamah,” sambung gadis itu.

Mendengar ucapannya, lelaki itu seakan kaku, dan dengan malu ia memandangi retina matanya, lagi-lagi dalam matanya berisi pe-mandangan air terjun Nia-gara.

...“Malam sepertinya telah il-

ang keindahannya, gemintang cahaya cantiknya bahkan kini ada di retina gadis itu, rasa-rasanya aku ingin memi-nangnya” gumamnya lelaki itu dalam hati

...“Siska, entah mengapa

malam hariku selalu tergang-gu?” keluh lelaki itu.

“Kamu kenapa Handy?” tanya Siska.

“Aku ingin meminangmu, sebutkanlah apa permintaan-mu? Apa mahar yang kamu inginkan?” tanya lelaki itu

Siska tertegun tak per-

caya, melihat mata lelaki itu. Tempaknya, ia sedang tidak bercanda.

...“Aku kagum atas per-

nyataanmu meminangku di hadapanku, tapi jika kamu bertanya apa permintaanku, aku ingin dibuatkan sebuah istana buku” ucap gadis itu.

...Lelaki itu sangat mengerti

atas permintaan gadis itu.Suatu hari, lelaki itu

menarik gadis itu kesuatu tempat, menutup matanya dengan kain.

Hingga tibalah di tempat itu.

Ketika kain itu dibuka berdirilah sebuah istana buku, tujuh lantai. Di dalamnya ter-susun berbagai ukuran buku, berwarna-warni, tersusun rapih, ber-rak-rak, arsitekturn-ya sangat berkelas, gedung itu berdinding kaca, serta beror-namen Eropa.

Gadis itu tersenyum, ia melonjak kegirangan.

Kemudian gadis itu meng-hampiri salah satu rak buku, mengambil satu buku dan membukanya

Namun, tiba-tiba kertasnya kosong. Ketika ia mengambil buku lagi, lagi-lagi buku itu tidak beraksara.

Setelah diperiksa, semua buku kosong tidak terdapat satu huruf pun didalamnya. Gadis itu terkejut.

“Handy, apa kamu bercan-da? Semua buku di istana mu yang megah ini kosong,” ucap gadis itu penuh rasa heran

..“Sayang, tidakkah kamu

tahu, semua kertas kosong itu akan terisi oleh tulisanmu,” ucap Handy sambil terse-nyum.

* Penulis adalah mahasiswa FITK jurusan PBSI semester 4.

Senja itu, seorang lelaki tertegun menatap seorang gadis yang selalu serius mem-baca buku di sudut perpustakaan, setiap senja gadis itu selalu mengunjungi perpus-

takaan yang sepi.

Istana BukuRifka Fitrotuzzakia*

Cerpen...

Berkelakar dengan rindang pepohonanBersemedi di sudut kesepianMenjadikanku dirasuki roh penasaranYang selalu ingin menebas rasa keingintahuan

Keingintahuan akan siapa?Aku pun tak tahuDari semua yang telah ku telusuriHanya menyimpulkan satu kata untuknyaSeorang gadis yang “misterius”

Awal dari tindakanmu sekilas anehLama-kelamaan, keanehan itu pudar sendiriLama-kelamaan, kau menyebrang ke sisi lainMengabaikanku hingga orang lain menggantikan-mu

Kaulah gadis misteriusku(acapkali melakukan hal-hal misterius dan menye-bar wabah misterius)

*Mahasiswa FAH/IPI semester II

Eria,Bukankah kita dilahirkan dari tujuh musim kema-raudan kau pula memintaku untuk hidup meski tidak seabadi puisibila kutatap rindu di seberang matamu yang hijauyang masih belum terkubur pecahan waktuseakan membawa ingatanku kembalipada abad wanita di pulau tak bernama dimana engkau dan aku pernah melihat surga yang terbakar karena cinta

Adakah kau mnyebut namanya kembali?Meski tidak seindah puisi Adakah kau bertanya?Meski dengan kata yang taktertulis seperti sejarahtentang raktat usianya, yang, semakin harisemakin terkelupas takdirnya

Eria,Kubayangkan engkau adalah wanita-wanita Mesiryang pernah melukai kepenyairan Gibrantapi dengan wanita indonesiaakankah kau melukaiku?

Eria, aku hanya bisa bertanya pada lembar-lembar buku yang selesai kubaca pada pecahan takdir yang gagal melihat maut di jantungkubahwa engkau dan aku pernah hidup di dunia antah berantahyang tak bisa kita ciumi lagi harumnyadan kaulah wanita pertama itu yang kucintai

Jakarta, 2012Harsono, Jurusan Aqidah Filsafat semester 4, sekaligus Aktif di Poros Senja kala, Pemuda Sastra Kampus Uin

Wanita Pertama__Di Fakultas AdabOleh, Harsono

Gadis MisteriusRijal Fikri*

Puisi...

Selamat Mengikuti Training Pers INSTITUTkepada

Peserta Bakal Calon Anggota LPM INSTITUT“Tulis Realitas Tanpa Batas”

Page 17: TABLOID INSTITUT EDISI 18

17Edisi XVIII/April 2012 RESENSI

Film

Buku

Era demokrasi ditandai de-ngan bebasnya m a s y a r a k a t

untuk berpendapat. Pen-dapat yang digunakan masyarakat pun me-ngenai berbagai bidang. Dari budaya, sosial hingga politik yang di-lakukan dengan berba-gai cara pula.

Ketika manusia ber- bicara, saat itu pula manusia sedang berko-munikasi. Komunikasi digunakan kapanpun, di manapun. Karena pada dasarnya, komu-nikasi berfungsi untuk menyamakan persep-si antara komunika-tor dan komunikan. Sedangkan, politik

nerima pendapat publik kepada pihak internal. Dengan harapan pendapat publik tersebut, bisa menjadi bahan evaluasi pihak in-ternal.

Buku yang diterbitkan Ghalia Indonesia, merupakan pengga-bungan bidang keilmuan antara ilmu komunikasi dan politik. Karena PR politik berada dalam kajian komunikasi politik.

Selain itu, buku ini memapar-kan awal mula adanya PR politik hingga saat ini. Juga menjelaskan cara berkomunikasi di era modern seperti sekarang. Jadi, pengguna PR politik dapat memanfaatkan media sebaik-baiknya.

Dalam tulisannya, penulis men-contohkan PR politik saat terjadi kesalahpahaman antara publik dengan pihak perusahaan. PR politik berperan penting agar ke-salahan yang terjadi, cepat selesai tanpa memakan waktu yang lama.

Itulah sebabnya posisi PR politik begitu penting bagi pihak internal perusahaan, karena me-nyangkut nama baik perusahaan tersebut. Buku ini memberikan penjelasan kepada pelaku PR politik, agar pengguna ilmu PR politik dapat menyelesaikan ber-bagai jenis masalah yang terjadi.

Di sini juga dijelaskan tentang bagaimana memberikan penjela-

pada intinya berfungsi untuk men-dapatkan kekusasaan.

Politik yang digunakan para politisi tidak akan sampai pada penerima tanpa melalui proses ko-munikasi yang baik. Karena saat proses komunikasi terjadi, pesan itu tak akan sampai secara utuh jika komunikasi disampaikan bu-ruk.

Setelah menjamurnya media pasca reformasi, berakibat pula terhadap menjamurnya program studi Komunikasi dan Public Rela-tion (PR). Namun, jumlah buku tentang PR masih sedikit, baik dari pakar komunikasi atau pa-kar politik. Itulah sebabnya Gun Gun Heriyanto dan Irwa Zarkasy menerbitkan buku Public Relations Politik.

Buku ini menekankan pada komunikan agar mereka dapat mengoptimalkan komunikasi, guna menciptakan pemahaman pesan yang sama kepada publik. Sehingga, PR politik memiliki posisi sangat penting dalam peru-sahaan, dan bisa menjadi pacuan bagi orang yang mendalami ranah tersebut.

Pada dasarnya, PR politik baik digunakan oleh pihak internal perusahaan, maupun eksternal. Dengan tujuan selain meme-ngaruhi publik, juga untuk me-

san tentang komunikasi dan poli-tik itu sendiri. Baik berupa penger-tian, sejarah, dan perkembangan komunikasi politik hingga seka-rang. Buku setebal 160 halaman ini juga membagi bagian-bagian agar pembaca dapat memahami komunikasi politik, walaupun baru pertama kali membacanya.

Ibarat sesisir buah pisang, pasti ada yang busuk atau mentah. Begitu pula dengan buku Public Relations Politik karya Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy. Buku ini hanya mencantumkan sedikit penjelasan pada setiap babnya, membuat pemaparan yang dije-laskan kurang mendalam.

Itu disebabkan buku yang tak terlalu tebal. Sehingga pembaca harus mencari referensi dari buku lain, dengan pembahasan yang sama dan lebih mendalam, agar dapat mendalami disiplin ilmu PR politik.

Namun, buku ini bisa dijadikan rujukan bagi pemula yang ingin mendalami PR politik, karena ba-hasanya yang mudah dipahami, dan juga banyak pembahasan yang dipaparkan yang dibagi di beberapa bab, sehingga pembaca dapat mengerti PR politik secara luas.

Judul : Public Relations PolitikPenulis : Gun Gun Heryanto & Irwa ZarkasyPenerbit : Ghalia IndonesiaIsi : xvi + 160 hlm; 155 mm x 230 mm Terbit : Februari, 2012ISBN : 978-979-450-669-1

Membaurkan Hubungan Masyarakat dengan Politik

Jaffry Prabu Prakoso

Merupakan hal yang baru di Indones ia , lima film pendek yang

bertema horor dan thriller diga-bung menjadi satu. Hi5teria diba-gi menjadi lima tema dengan lima sutradara.

Pasar Setan garapan Ardi-yanto Dewo bermula dari seorang pendaki perempuan bernama Sari (Tara Basro) yang tersesat di gunung. Ia mencoba mencari jalan keluar dan terus berputar-putar. Sampai pada akhirnya, ia mendengar suara kerumunan orang di hutan. Tak lama, ia me-masuki alam gaib yang dipenuhi dengan jin dan setan. Sejak itu ia tak pernah kembali. Sama halnya dengan Zul (Egy Fedly). Ia juga mengalami kejadian yang sama dengan Sari, tersesat dan akhirnya memasuki alam gaib.

Cerita berlanjut ke Wajang Koelit. Film besutan Chairun Nissa ini menceritakan seorang wartawan asing bernama Nicole (Maya Otos) yang tertarik dengan kebudayaan Jawa dan ingin mem-buat artikel tentang itu. Seusai pertunjukkan, Nicole ingin me-wawancarai sinden wayang terse-but. Tapi yang ditinggalkannya hanya sebuah tusuk konde. Sejak ia menemukan tusuk tersebut, Nicole terus mengalami gangguan

aneh. Namun, pada akhirnya ia mengetahui bahwa wayang yang dimainkan terbuat dari kulit ma-nusia.

Di film ketiga, Kotak Musik digarap Billy Christian bercerita tentang seorang dosen muda yang bernama Farah (Luna Maya). Ia sama sekali tak percaya hantu, karena ia selalu menggunakan logikanya. Bahkan ia menulis buku yang berjudul There is No Ghost. Tapi kejadian aneh terus terjadi semenjak ia mengambil se-buah kotak musik dari rumah ko-song. Sampai pada puncaknya ia mengalami gangguan yang men-gancam nyawanya, yang mem-buatnya percaya pada Tuhan.

Palasik merupakan Cerita keempat karya Nicholas Yudifar, mengangkat mitos masyarakat Sumatera Barat. Seorang pengu-saha kaya (Adrian Aliman) yang berlibur dengan anaknya (Poppy Sophia) dan istrinya yang sedang mengandung (Imelda Therinne) ke sebuah villa. Namun, tak lama kemudian istrinya mengalami gangguan dari makhluk berupa kepala tanpa badan yang diper-caya ingin mencuri janin yang sedang ia kandung. Kebenaran pun terkuak, setelah ia melihat makhluk tersebut dengan jelas. Ternyata, suaminyalah yang sela-ma ini menjelma sebagai makhluk tersebut.

Cerita terakhir diberi judul Loket. Karya Harvan Agustri-yansah ini mengisahkan tentang seorang penjaga loket parkir (Ichi Nuraini) yang terus diteror di malam ia menjalankan tugasnya. Tak lama kemudian dia mengala-mi flashback. Dia melihat dirinya sendiri terlibat dalam sebuah kasus perampokan dan pembunu-han.

Kelima ce-rita ini diga-bungkan dalam film yang ber-judul HI5TE-RIA. Film ini memiliki ending yang mengejutkan dan hampir susah dite-bak. Namun di antara 5 film tersebut, ada bebera-pa film yang m e m i l i k i ide cerita yang tidak baru. Con-tohnya saja film Pasar Setan yang memil ik i ide cer-ita yang h a m p i r

sama dengan film Pencarian Tera-khir karya Affandi Abdul Rah-man, yang menyajikan tentang ki-sah pendaki gunung yang tersesat. Walaupun begitu film ini tetap membuat kaget penonton.

Namun, film terasa monoton karena kakunya akting dari be-berapa aktor dan aktris baru. Meski begitu, hal tersebut dapat ditutupi dengan akting dari aktor

dan aktris yang berpengalaman di industri perfilman Indonesia. Sep-erti Luna Maya dan Ichi Nuraini yang tampil all out dan alami.

Meskipun film bertema horor seks bergeliat belakangan ini, HI5TERIA muncul sebagai se-buah film horor yang sama sekali tak menunjukkan itu. Garapan 5 sutradara muda ini memang be-lum mampu tampil maksimal. walaupun begitu konsep film tersebut merupakan sebuah kese-garan yang membasahi keringnya perfilman horor Indonesia.

Judul: HI5TERIASutradara:

Adriyanto Dewo, Chairun Nisa, Billy Christian, Nicho Yudifar, Harvan Agustriansyah

Skenario:Chairun Nisa, Billy Christian, Harvan Agus-triansyah, Daud Sumolang, Sungkono Pastra,

Adi BaskoroProduksi:

Starvision PlusDurasi:97 menit

Pemain:Luna Maya, Dion Wiyoko, Sigi Wimala, Ichi

Nuraini, Poppy Sovia, Tara Basro, Imelda Therinne, Maya Otos, Egi Fedly, Adrian

Aliman, Fitrie Rachmadhina, Pipien Putri, Dinda Kanya Dewi

5 Judul, 1 FilmMakhruzi Rahman

Page 18: TABLOID INSTITUT EDISI 18

18 Edisi XVIII/April 2012ESAI

The middle class in a country or in a nation is the one of the dominant factors which is

determines the resurgence, the progress, and the glory of the na-tion. If the Indonesian middle class with the majority of Muslim consist of educating society who have the balanced strength and the quality of faith, pious, and also the science and technology. Then, will born the new modern Indonesia society which is graded and religious. And this is the good effect from increasing of science and technology.

Rasulullah Said In Prophetic Tradition or Hadits:

“Educate, your child coz they will live in the period where not your period” (H.R. Bukhori)

As the student of the State Is-lamic University, we have to know that the role and the present of Madrasah or Islamic school with the best quality is the answer for all aspirations and questions. Be-cause of Madrasah or Islamic School has become the important factor for Islamic development, in the contemporary of Indone-sia. Basically, the majority types

lamic Organization in education movement. Through the various of the prudence, the Minister of Religion has made Madrasah or Islamic school same with the general school institution such as the Junior high school and Senior high school. And the Minister of Religion also succeeded to present Madrasah or the Islamic school institution as the central of Islam-ic educational for the all youth Muslims in Indonesia which not be able in science and technology only, but also in the theology sci-entific. Then, we know how about our faith, how about our souls, and how about our belief to Allah SWT.

We have to know also, the one of the important prudence’s from the Minister of Religion about the

of Islamic school institution are private. And there should have been the affirmative action from the Government, and especially from our President of Indonesia. Because, the Islamic school insti-tution are very much under-devel-oped in the means, infrastructure, science and also the technology. If it compared by the general school institution such as Junior high school and Senior high school in Indonesia. So many bad opin-ions, the bad statements, and the bad impressions appeared from our society of Indonesia. They said that the Islamic school in-stitution is out of date, bad, and uncompetitive. But, that all is not true. Nowadays, we have seen the good progress, the good develop-ment, and the good movement from Islamic school institution on Scientifics’ side and also technol-ogy. We can take the examples such as MAN Insan Cendekia at Serpong, Gorontalo and the Boarding Schools in Indonesia. And this caused by the increasing on scientific and technology side.

The main character or the important role of Madrasah de-velopment in Indonesia is the Minister of Religion and the Is-

Modernization of Madrasah or Is-lamic school institution is the pri-vates Madrasah or Islamic school institution has made a state one. This program is very good and this programmed is very excellent for developing the quality and the quantity of Madrasah or Islamic school institution. In order to be able to compete with the general school institution on scientific and technology side .

The result is Madrasah expe-rienced many progress, develop-ment, and many movement. Not only in the quality and quantity, but also in science, technology, curriculums side, education sys-tem, teaching method, and the various facilities of education. Now in many big cities in Indo-nesia, we have found and we have seen there’s no the differences be-tween Madrasah or Islamic school institution and general school in-stitution such as the Junior high school and senior high school, on science, technology, and cur-riculums. Now we can find the lesson such math, chemistry, biology, and history, in Madra-sah or Islamic school institution. And we just find it in the general school institution only. The bad

impression, the bad statement, and the bad opinion of Madrasah or Islamic school institution as the marginal education institution, and the second class or the sec-ond level are not relevant again. Because, Madrasah or Islamic school institution has experienced many progress in every sides.

Finally Madrasah or Islamic school institution has become the answer for all educational ques-tions, not only for Indonesia Mus-lim aspirations, but also for the all questions about Islamic education who is graded, modern, and reli-gious. And Madrasah or Islamic school institution also has become the one of the important design and factor of Islamic education in Indonesia. And Madrasah will always expand together with the Islamization, globalization, Mod-ernization dynamics which is sur-vived in Muslim society of Indo-nesia. For create and product the best graduate, the greatest youth, and the excellent generation for our nation, Indonesia.

*Student of Adab and Humani-ties’s Faculty. She actives on Foreign Languange Asosiation (FLAT) or-ganization.

The Good Progress of Islamic School Institution in Indonesia

Evi Nurlatifah*

Ketika Belanda menduduki Ja-karta Jakarta, p e r k a w i n a n campur antara

orang Betawi dan para pendata-ng dari negeri lain, memang la-zim terjadi. Lihat saja kakeknya M. Husni Thamrin, yang berasal dari Inggris. Seorang pengarang bernama Mahbub Djunaedi, pun memiliki nenek yang asli kelahiran Jerman.

Gubernur Raffles sendiri me-miliki jalinan cinta dengan pe-rempuan pribumi. Dari kontak budaya ini, lahirlah keturunan berasal dari dua kebudayaan, yang biasa disebut orang Indo-Betawi. Dalam tulisan ini, mak-sud Indo-Betawi mengacu pada orang betawi yang menikah den-gan orang Belanda.

Mereka sebagai manusia yang lahir dari dua kebudayaan, la-yaknya koin, memiliki dua sisi. Dua sisi kebudayaan yang me-nyatu ini, dapat menunjukkan suatu sifat yang lebih menon-jol dari keduanya. Kemudian muncul suatu hubungan antara manusia hasil perkawinan kebu-dayaan, dalam hal ini orang In-do-Betawi (selanjutnya disebut orang indo), dengan manusia tu-len dari satu kebudayaan, orang Betawi asli.

Memang, orang Betawi me-miliki sikap terbuka terhadap para pendatang kala itu. Al-hasil, mereka sering dianggap

Selera musik orang Betawi dan indo hampir sama. Musik keronconglah yang membuat mereka saling bertemu. Tapi orang indo tidak begitu menyu-kai alat musik seperti tanjidor, rebana, gambang kromong, dan orkes harmonium. Dari aspek bahasa, banyak pengaruh asing yang dibawa orang indo, lalu dis-erap oleh kalangan Betawi, sep-erti istilah musik “pales”, berasal dari kata “vals”, dan “mol”, mengacu pada nada mol.

Bola yang menyatukan Masyarakat Betawi dan indo

sama-sama menyukai sepak bola. Hingga pada zaman sebe-lum Perang Dunia II, banyak didirikan komunitas sepak bola. Orang Betawi dan orang Indo berbaur dalam komunitas terse-but. Klub seperti BVC dan VIOS didirikan oleh orang Belanda to-tok atau Indo.

Orang Betawi juga mendiri-kan komunitas seperti Tjahaya Kwitang, de Bruiner (si sawo matang), Sinar Kernolong, dan Sentjaki. Namun, meski didi-rikan secara terpisah, setelah kemerdekaan ada orang Betawi yang masuk komunitas sepak bola indo. Begitu juga sebalik-nya.

Bagi perempuan indo, per-mainan bola keranjang (seka-rang bola basket) lebih disukai. Tapi, tidak untuk kaum perem-puan Betawi. Mereka lebih suka

menyukai perkawinan ampur. Tapi menurut mereka, yang penting, sang mantu harus mengikuti agama pasangannya, Islam. Betawi Tengah, merupa-kan daerah yang paling banyak perkawinan campurnya. Karena memang orang-orang Belanda kala itu bekerja di perusahaan swasta atau pemerintahan, yang kebanyakan lokasinya berada di Betawi Tengah, seperti Kemayo-ran, Sawah Besar, Kebon Sirih, dan Kwitang. Banyak yang men-gatakan di sana adalah daerahn-ya komunitas metropolitan.

Ya paling tidak, ada tiga salu-ran yang memicu terjalinnya hubungan antara orang Betawi dan Belanda, yaitu hubungan percintaan, sosial, dan peker-jaan. Dari sini jelas, hubungan percintaanlah yang mengawali hubungan sesudahnya. Betapa tidak, orang Belanda yang da-tang ke Jakarta saat itu adalah para bujangan.

Hubungan pekerjaan menim-bulkan komunikasi antara pribu-mi Betawi dan orang Belanda. Sebagai pribumi, masyarakat Betawi lebih banyak yang be-kerja menjadi pembantu rumah tangga, atau yang biasa disebut babu, di rumah orang Belanda. Tapi, mereka menjadi babu yang pulang, jarang yang mau jadi babu nginep. Sedangkan laki-lakinya, biasanya menjadi supir.

Selera musik

menontonnya dari bermain. Permainan ini sering dilakukan di Lapangan Balai Kota -dekat monas- dan lapangan Banteng.

Meski hanya latihan, lapa-ngan itu ramai dengan para penonton. Jelas, yang menon-tonnya adalah para lelaki Betawi yang ingin melihat perempuan Indo yang memakai celana short –celana ketat yang pendek- saat latihan. Ada yang mengatakan bahwa dari situlah munculnya kata ‘mata keranjang’. Karena pada saat menonton permainan tersebut, para penonton fokus memerhatikan aksi para perem-puan indo yang berusaha mas-ukkan bolanya ke dalam keran-jang. Hening situasinya kala itu, dan hanya sedikit yang mem-berikan tepuk tangan.

Beda penampilanKebiasaan orang Betawi

dalam berpenampilan berbeda dengan orang indo. Saat ber-santai, mereka memakai kolor (celana pendek yang panjangnya tidak sampai lutut), karena jenis celana ini terlihat lebih santai dan dapat mengatur sirkulasi udara, sehingga adem saat dipa-kai.

Lama-kelamaan, karena cel-ana ini lebih mudah bau, yang kebanyakan orang Betawi bilang bau bacin, maka mereka beralih ke jenis celana dalam yang biasa disebut kancut. Ternyata kancut ini memang sering dipakai orang

indo saat berenang. Rasanya ini memunculkan kepercayaan diri yang lebih saat orang Betawi memakainya.

Selain itu, sebagian orang Betawi, terutama kaum bapak, memakai setelan celana batik yang panjangnya melebihi lutut. Lalu atasannya memakai kaos berkancing warna putih, peci, dan gesper lengkap dengan dom-pet, tempat menyimpan tem-bakau, dan terompah (alas kaki yang terbuat dari kulit) sebagai alas kaki.

Penampilan ini berbeda de-ngan apa yang dipakai oleh orang Indo. Jika mau keluar rumah, mereka mesti bersepatu dan berkaos kaki, yang biasa dis-ebut stiwel, yaitu kaos kaki yang panjang. Selampe atau sapu tangan pun selalu ada di kan-tongnya.

Malam hari, orang Indo biasa memakai syal. Kalau kata orang Betawi. “Endo kagak kepengen badannye soak”. Sebelum Perang Dunia II muncul, perempuan Indo suka memakai pakaian kebaya. Tapi, saat celana jeans muncul, kebaya mulai ditinggal-kan perempuan indo. Suka atau tidak, yang penting, pe- ngala-man orang Betawi terdahulu, juga berbekas dalam hati para pendatang dari negeri asing.

*Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora

Kontak Budaya Antara Indo-Betawi dan Betawi AsliUmar Mukhtar*

Page 19: TABLOID INSTITUT EDISI 18

19Edisi XVIII/April 2012 KAMPUS WISATA

“Kebetulan kami dulu di Bandung jualan di depan kampus Nation-al Hotel Institute (NHI). Makanya sekarang kami pakai nama EN-HAii,” papar Kepala Soerabi Bandung Asep Supriatna, (13/04).

Tidak ada yang berbeda dari tapak tilas jalanan di Jakarta. Traffic,

polusi, dan suara bising kend-araan, berkerumun di telinga tiap harinya. Namun, ada yang berbeda saat kita transit di Kebayoran Baru dengan tujuan Blok M atau Radio Dalam. Aroma kudapan yang terpanggang menusuk hidung dari kejauhan mengajak kita bersinggah. Benar saja, Soe-rabi Bandung ENHAii me-nyuguhkan citarasa berbeda bagi pecinta kudapan.

Berlokasi di Jalan KH Ah-

mad Dahlan No.22A, Kebay-oran Baru, Jakarta Selatan, Soerabi Bandung tampil ber-beda. Berinovasi dari Soerabi asli Bandung yang umumnya hanya menyuguhkan ado-nan tepung, kelapa dan gula dengan guyuran kuah. “Soe-rabi Bandung ini kita jadikan brand memang asalnya dari Bandung. Jadi, nggak seperti Soerabi Solo. Dari adonannya memang sudah beda banget karena punya many-topping sih,” papar Supriandi, Super-visor Soerabi Bandung.

Bagitu banyaknya variasi lapisan Soerabi (topping, red),

membuat pengunjung tidak kehabisan selera. “Soerabi Bandung kalo dihitung per jenis kami bisa 147 item dari segi topping. Karena dari satu item seperti coklat, itu spread-nya banyak. Bisa di-mix dengan pisang keju, pisang coklat dan apa saja dari pengembangan menu,” jelasnya.

Selain mengutamakan citarasa nusantara, Café Resto yang berdiri 27 April tahun lalu ini juga mengung-gulkan kenyamanan dan variasi produk. Supriandi menambahkan, genre Soerabi

Bandung cenderung ke café resto karena dilengkapi den-gan bar, area wi-fi, ruangan AC, serta produk dapurnya yang berupa makanan Cina, soto rawon, bubur ayam, bakso dan aneka macam minumam lainnya. Hal itulah yang membedakannya dengan asalnya di Bandung, yang hanya tersedia di Pusat Jajanan Berselera, atau biasa disingkat Pujasera.

Tergerak dari konsep mid-dle to low, pengunjung yang berdatangan dari kalangan pegawai, mahasiswa, serta pelajar. Jam buka Soerabi Bandung selama tujuh hari mulai pukul 07.00 WIB hingga 24.00 WIB, tutup saat Salat Jumat dan tanggal merah.

Café Resto yang dikemas dengan fasilitas beragam, rasanya sesuai dengan kisa-

ran harga Soerabi mulai dari Rp 8.000 sampai Rp 19.000 (produk durian motong) de-ngan ukuran lingkar Soerabi yang sama. Menariknya, ada ‘Paket Gogo’ dengan harga Rp 8.000 berisi Soerabi de-ngan tambahan es teh manis makin bersahabat di kantong kita. Paket Gogo dibuka dari Senin-Jumat pukul 08.00-11.00 WIB dan pukul 14.00-17.00 WIB.

Sangat mudah menjumpai Soerabi Bandung. Selain di Jakarta, cabang lainnya seperti Medan, Palembang, Padang, dan rencananya akan dibuka dua outlet di Margonda-Depok. “Awal buka di Sumatera Barat pangsa pasarnya lebih bagus dan orangnya doyan jajan,” terang Asep, sambil berkela-kar.

Soerabi Bandung ENHAii Kebayoran Baru,Strategis dan ramai dikunjungi pecinta kudapan.

Soerabi Bandung ENHAii, Café Resto Soerabi Topping

Sambungan.... Euforia Ahistoris

RALAT-Tabloid INSTITUT Edisi XVII Hal.1 paragraf ke-4 tertulis ‘bayangkan kalau 4000. Jadi, 4000 jurnal kan’. Seharusnya ‘bayangkan kalau 4000. Jadi, 400 jurnal kan’. -Tabloid INSTITUT Edisi XVII Hal.7 pada ru-brik Resensi Film tertulis ‘Judul: Sang Penari’. Seharusnya ‘Judul: Negeri 5 Menara”-Tabloid INSTITUT Edisi XVII Hal.16 pada iklan Klinik Angel tertulis ‘special promo Nov-Des 2011’. Seharusnya ‘special promo Mar-Apr 2011’.

Kami mohon maaf atas kesalahan dalam penulisan tersebut.

“Jangan mencurigai dan meng-underestimate (meremehkan) ke-mampuan mahasiswa untuk ber-politik,” katanya.

Menurutnya, pihak rektorat harus mengadakan referendum kepada mahasiswa tentang sistem yang akan mahasiswa gunakan dalam berorganisasi karena yang menjalankan sistem keorganisa-sian adalah mahasiswa sendiri, bukan rektorat. “Ini tidak fair, rektorat harusnya menawarkan beberapa pilihan sistem keorgan-isasian secara terang dan jelas. Mau pakai sistem SG, POK, atau sistem terbaru yang belum ada ini?” katanya. “Harusnya rektorat punya data dong sepanjang tahun SG telah dijalankan, bukan lang-sung menegasikan SG dikarena-kan satu kali pemilu yang dead-

salah satu pendiri SG UIN (dulu IAIN) Dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah, mengatakan SG merupakan sistem yang mendi-dik mahasiswa agar mandiri dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri. “Dunia mahasiswa meru-pakan saat tepat untuk pembela-jaran politik terhadap mahasiswa sebelum terjun ke kehidupan so-sial sesungguhnya,” ungkapnya kepada INSTITUT, Rabu (4/4).

Andi mengatakan, nilai sistem SG tidak ada yang salah, hanya saja perilaku politik mahasiswa yang perlu dibenahi. “Kalau memang SG kemarin dianggap ada yang salah, apa yang salah? Segera didefinisikan, lalu dicari-kan jalan keluar. Apakah yang salah sistem atau ekses? Mari kita perbaiki, saya khawatir yang salah

lock, nggak fair dong,” tambahnya.Dia menambahkan, SG yang

telah digagas oleh para pendahulu sudah tepat, tinggal diadaptasi-kan ke jaman sekarang. Dirinya mempertanyakan sikap rektorat bersikeras tetap menggunakan cara-cara seperti itu dalam me-merlakukan mahasiswa. “Kalau ketakutan terhadap politik hanya berdasarkan asumsi, ya harus dije-laskan dengan ilmiah dan diurai, sehingga bisa diterima dengan positif. Karena bagi orang-orang yang selama ini telah menjalan-kan SG dengan baik tentu ber-pandangan lain. Ketakutan ter-hadap politik seperti apa? Jangan serta merta mengorbankan maha-siswa hanya karena kepentingan-kepentingan sesaat,” katanya.

Di lain pihak, Andi Syafarani,

itu ekses,” katanya. “Saya kha-watir di kampus ada yang alergi. Misalnya, ada pejabat di kampus yang alergi dengan partai politik di luar, lantas berasumsi partai di kampus juga seperti itu. Buk-tikan bahwa itu tidak benar, itu kan asumsi. Tapi sistem politiknya harus mempertimbangkan nilai akademik,” tambahnya.

Andi mengisahkan bagaimana dahulu mahasiswa merawat SG. “Sistem itu dipelihara, dijaga den-gan komitmen bersama. Kalau sudah ada keputusan yang diam-bil bersama secara prosedural, itulah yang dijalankan dan dijaga, meskipun tentu tidak bisa meng-hilangakan perbedaan, mengha-pus kekecewaan, ya harus ditaati dan diikuti. Begitu cara kita mera-wat SG dulu, murni dari maha-

siswa, rektorat hanya memfasili-tasi saja,” paparnya.

Ia mengatakan, jika mahasiswa bisa menjalani SG dengan penuh komitmen, pada saat mahasiswa telah lepas dari dunia kemaha-siswaan. Mereka tidak akan cang-gung menghadapi dunia luar dan dapat menjadi kader, yang siap mengisi ruang politik pada ranah sosial. “Fase-fase mahasiswa itu adalah waktu penting untuk pembelajaran politik. SG kom-patibel dengan sistem yang ber-laku di mana-mana, dan itu mem-buat kita tidak perlu lagi belajar dari awal saat di luar nanti. Kita lebih siap,” katanya.

FOTO

: RIN

A/I

NST

ITU

T

Page 20: TABLOID INSTITUT EDISI 18

20 Edisi XVIII/April 2012

Wanita dan Perjuangan

“Wanita di zaman jahiliah dianggap sebagai bencana. Sebabnya, mereka dianggap lemah,

dan tak bisa melakukan pekerjaan berat, sehingga mendapat cap ‘dapur, sumur, kasur’.

Tapi sekarang pandangan itu telah luntur”.

Foto Oleh:

PopomangunMahasiswa KPI, FIDIKOM.

“Membantu Lara”

“Menadah Padi”

“Sayurku Penghasilanku”

Kirimkan foto Anda ke [email protected] untuk dipamerkan di rubrik Tustel. Foto dalam format JPEG besertra narasinya.

Tema Tustel untuk tabloid selanjutnya adalah

“Pemuda dan Reformasi”