TABLOID INSTITUT EDISI 13

12
Edisi XIII/Mei 2011 - diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com Bersambung ke hal 11 kol 2 EDITORIAL •Pustaka Hal. 6 Kiat Menulis Buku Fiksi, non •Wawancara Surya Vandiantara Hal. 12 •Laporan Khusus Akankah Situkuru Berakhir? Hal. 4 Menanggapi hal tersebut, Purek III Bidang Kemaha- siswaan, Sudarnoto Abdul Hakim, mengungkapkan, dis- kusi tersebut adalah salah satu tahap menuju workshop yang akan diadakan pada 5 Juni. Workshop bukanlah puncak, tetapi diharapkan mampu me- lahirkan draft yang matang,” ujarnya (26/5). Di lain pihak, Surya Vandi- antara, anggota tim perumus Fraksi Boenga, mengatakan Student Government (SG) masih layak dipertahankan berdasar- kan hasil dari pra workshop. ”Dari semua pembicara yang ada, tidak ada satu bantahan pun yang menyatakan bahwa apalah itu bentuknya, baik itu Pedoman umum Organisasi Kemahasiswaan (POK), mau- pun Senat Mahasiswa yang lebih baik dibandingkan SG,” tegasnya (26/5). Ia menambahkan, kini tim perumus tengah membaca kekurangan dari SG. Demi menyempurnakan sistem yang ada, tim perumus sedang me- lakukan perbaikan celah-celah hukum di SG. Hal itu dilakukan untuk mempertanyakan kedau- latan mahasiswa. Senada dengan Surya, Iman Lesmana, Ketua Tim Perumus menyatakan SG masih menjadi format yang layak bagi lembaga kemahasiswaan. Ia menjelas- kan hal yang sekarang mesti dilakukan ialah memberi draft matang yang diminta rektor (26/5). Bersama Tim Pendamping Untuk menindaklanjuti ha- sil dari pra workshop tersebut, Sudarnoto menjabarkan jika Dirjen Pendidikan Islam telah membuka peluang bagi maha- siswa untuk memberikan draft yang nantinya akan dimatang- kan kembali untuk dijadikan pedoman organisasi kemahasi- waan bagi PTAI se-Indonesia. “Diharapkan bisa dijadikan pro- totype,” tegasnya. Ia menjelaskan, yang bertugas membuat gagasan untuk draft tersebut adalah tim perumus. Namun dalam pembuatannya, tim perumus akan dibantu tim pendamping yang dibentuk rektorat. “Tim pendamping itu bertugas untuk meyakinkan bahwa acara berjalan lancar dan membantu manajemen- nya,” tambahnya. Diskusi serial pra workshop mengenai lembaga kemahasiswaan telah terlaksana. Namun hasil diskusi yang akan dijadikan landasan untuk perumusan sistem lembaga kemahasiswaan di UIN Jakarta itu sendiri belum terlihat secara kongkret. Bukan Soal SG, tapi Kedaulatan Mahasiswa Aditia Purnomo FOTO: Rizqi/INSTITUT Sudarnoto Abdul Hakim memberi peringatan kepada Rotibul Umam setelah Bachtiar Effendy walk out dari ruang Audiorama, (13/05). Merekonstruksi Saat-saat ini, sedang berlang- sung acara; entah itu krusial atau tidak; demi kebaikan mahasiswa semuanya. Dibuatnya sebuah sis- tem kemahasiswaan yang baru. I- nginnya mengubah lebih baik dari sistem sebelumnya, tapi hasilnya masih belum jelas. Terlepas dari itu semua, sebagian kecil maha- siswa harap-harap cemas tentang masa depan sistem kemaha- siswaan nanti. Kita tunggu. Merekonstruksi sistem kemaha- siswaan yang baru memang susah- susah gampang. Susah mengatur mahasiswanya, gampang mengatur sistemnya. Namanya juga maha- siswa, banyak dialektika, retorika, sampai adu muka. Yang ada, sis- tem belum selesai, chaos duluan. Ya, mudah-mudahan kejadian itu tak bakal terulang terus-menerus. Workshop yang bakal dilak- sanakan 11 juni nanti, menjadi masa-masa yang menentukan sis- tem kemahasiswaan kedepannya. Sebelum workshop, ada pra work- shop. Yang padahal isinya tidak jauh berbeda, sekali lagi tidak jauh berbeda dengan workhop Student Government (SG), buang-buang duit saja. Kejadian itu bukan tanpa sebab, penyebab utama pra workshop sia-sia itu adalah belum pahamnya mahasiswa tentang SG, kelembagaan, dan kemaha- siswaan. Jika begitu, siapa yang bodoh? Dari semua rentetan acara dalam rangka merekonstruksi sis- tem kemahasiswaan, yang terpen- ting adalah rumusan-rumusan yang menjadi cikal-bakal sistem yang ideal buat mahasiswa. Tim perumus bisa menjadi malaikat sekaligus dajjal tergantung rumu- sannya sesuai atau tidak dengan yang dimau mahasiswa. Biarkan rektorat mau kata apa, yang ter- penting mahasiswa punya tang- gungjawab, berdasarkan hak dan kewajibannya sebagai mahasiswa. Dan satu hal, jika fenomena- fenomena ke-chaos-an terus terjadi seperti dulu, mahasiswa benar-be- nar sudah masuk ke dalam dunia sisifus. Jatuh di lubang yang sama. Percuma rentetan acara mere- konstruksi itu, jika hasilnya tetap merubuhkan bangunan kema- hasiswaan. Sia-sia berdialektika, retorika, sampai adu muka, se- muanya dapat pepesan kosong. Un- tuk itu, mari kita merekonstruksi dengan serius.

description

 

Transcript of TABLOID INSTITUT EDISI 13

Page 1: TABLOID INSTITUT EDISI 13

Edisi XIII/Mei 2011 - diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com

Bersambung ke hal 11 kol 2

EDITORIAL

•Pustaka Hal. 6

Kiat Menulis Buku Fiksi, non

•Wawancara

Surya VandiantaraHal. 12

•Laporan Khusus Akankah Situkuru Berakhir?

Hal. 4

Menanggapi hal tersebut, Purek III Bidang Kemaha-siswaan, Sudarnoto Abdul Hakim, mengungkapkan, dis-kusi tersebut adalah salah satu tahap menuju workshop yang akan diadakan pada 5 Juni. “Workshop bukanlah puncak, tetapi diharapkan mampu me-lahirkan draft yang matang,” ujarnya (26/5).

Di lain pihak, Surya Vandi-antara, anggota tim perumus Fraksi Boenga, mengatakan Student Government (SG) masih

layak dipertahankan berdasar-kan hasil dari pra workshop. ”Dari semua pembicara yang ada, tidak ada satu bantahan pun yang menyatakan bahwa apalah itu bentuknya, baik itu Pedoman umum Organisasi Kemahasiswaan (POK), mau-pun Senat Mahasiswa yang lebih baik dibandingkan SG,” tegasnya (26/5).

Ia menambahkan, kini tim perumus tengah membaca kekurangan dari SG. Demi menyempurnakan sistem yang

ada, tim perumus sedang me-lakukan perbaikan celah-celah hukum di SG. Hal itu dilakukan untuk mempertanyakan kedau-latan mahasiswa.

Senada dengan Surya, Iman Lesmana, Ketua Tim Perumus menyatakan SG masih menjadi format yang layak bagi lembaga kemahasiswaan. Ia menjelas-kan hal yang sekarang mesti dilakukan ialah memberi draft matang yang diminta rektor (26/5).

Bersama Tim PendampingUntuk menindaklanjuti ha-

sil dari pra workshop tersebut, Sudarnoto menjabarkan jika Dirjen Pendidikan Islam telah

membuka peluang bagi maha-siswa untuk memberikan draft yang nantinya akan dimatang-kan kembali untuk dijadikan pedoman organisasi kemahasi-waan bagi PTAI se-Indonesia. “Diharapkan bisa dijadikan pro-totype,” tegasnya.

Ia menjelaskan, yang bertugas membuat gagasan untuk draft tersebut adalah tim perumus. Namun dalam pembuatannya, tim perumus akan dibantu tim pendamping yang dibentuk rektorat. “Tim pendamping itu bertugas untuk meyakinkan bahwa acara berjalan lancar dan membantu manajemen-nya,” tambahnya.

Diskusi serial pra workshop mengenai lembaga kemahasiswaan telah

terlaksana. Namun hasil diskusi yang akan dijadikan landasan untuk

perumusan sistem lembaga kemahasiswaan di UIN Jakarta itu sendiri

belum terlihat secara kongkret.

Bukan Soal SG, tapi Kedaulatan MahasiswaAditia Purnomo

FO

TO

: Riz

qi/I

NST

ITU

T

Sudarnoto Abdul Hakim memberi peringatan kepada Rotibul Umam setelah Bachtiar Effendy walk out dari ruang Audiorama, (13/05).

Merekonstruksi

Saat-saat ini, sedang berlang-sung acara; entah itu krusial atau tidak; demi kebaikan mahasiswa semuanya. Dibuatnya sebuah sis-tem kemahasiswaan yang baru. I-nginnya mengubah lebih baik dari sistem sebelumnya, tapi hasilnya masih belum jelas. Terlepas dari itu semua, sebagian kecil maha-siswa harap-harap cemas tentang masa depan sistem kemaha-siswaan nanti. Kita tunggu.

Merekonstruksi sistem kemaha-siswaan yang baru memang susah-susah gampang. Susah mengatur mahasiswanya, gampang mengatur sistemnya. Namanya juga maha-siswa, banyak dialektika, retorika, sampai adu muka. Yang ada, sis-tem belum selesai, chaos duluan. Ya, mudah-mudahan kejadian itu tak bakal terulang terus-menerus.

Workshop yang bakal dilak-sanakan 11 juni nanti, menjadi masa-masa yang menentukan sis-tem kemahasiswaan kedepannya. Sebelum workshop, ada pra work-shop. Yang padahal isinya tidak jauh berbeda, sekali lagi tidak jauh berbeda dengan workhop Student Government (SG), buang-buang duit saja. Kejadian itu bukan tanpa sebab, penyebab utama pra workshop sia-sia itu adalah belum pahamnya mahasiswa tentang SG, kelembagaan, dan kemaha-siswaan. Jika begitu, siapa yang bodoh?

Dari semua rentetan acara dalam rangka merekonstruksi sis-tem kemahasiswaan, yang terpen-ting adalah rumusan-rumusan yang menjadi cikal-bakal sistem yang ideal buat mahasiswa. Tim perumus bisa menjadi malaikat sekaligus dajjal tergantung rumu-sannya sesuai atau tidak dengan yang dimau mahasiswa. Biarkan rektorat mau kata apa, yang ter-penting mahasiswa punya tang-gungjawab, berdasarkan hak dan kewajibannya sebagai mahasiswa.

Dan satu hal, jika fenomena-fenomena ke-chaos-an terus terjadi seperti dulu, mahasiswa benar-be-nar sudah masuk ke dalam dunia sisifus. Jatuh di lubang yang sama. Percuma rentetan acara mere-konstruksi itu, jika hasilnya tetap merubuhkan bangunan kema-hasiswaan. Sia-sia berdialektika, retorika, sampai adu muka, se-muanya dapat pepesan kosong. Un-tuk itu, mari kita merekonstruksi dengan serius.

Page 2: TABLOID INSTITUT EDISI 13

Assalamualaikum Wr. WbSalam INSTITUT Semoga kesejahteraan selalu tercurah untuk kita semua. Dalam kondisi apa-pun, baik atau buruk, yang kita butuhkan hanyalah ‘kehendak’ yang berakhir dengan daya agar mendapat keputusan yang yang baik untuk diri kita dan sekitar-nya. Dengan kekuatan daya itu, mereka telah me-nempuh pendidikan dari awal masuk ke LPM INSTI-TUT hingga sekarang, di mana kini menggarap Tab-loid INSTITUT. Ya, mereka adalah para calon anggota yang kian kemari men-dapat proses pengalaman yang tiada nilai harganya. Melalui karya yang di hada-pan Anda ini, mereka telah berusaha mengaplikasi-kan Pendidikan Jurnalistik Tingkat Lanjut (PJTL) yang telah diberikan sebelum tab-loid ini diproses. Melalui itu semua, tentu saja diharapkan mere-ka dapat bertahan terhadap “genjatan” yang dialami masing-masing. Kala waktu maju, kami pun akan maju dengan kekuatan kami. Kala waktu menekan, kami pun balik menekannya den-gan segala daya yang lekat pada kami. Saat ini, permasala-han sistem pemerintahan mahasiswa masih terus dipertanyakan. Mau dibawa ke mana sistem tersebut? Seakan tak pernah kunjung usai. Kini, para wakil ma-hasiswa kampus ini, telah “beradu tatap” dengan re-ktor dan jajarannya. Pada akhirnya, keputusan ten-tang sistem pemerintahan kampus kita akan ditentu-kan pada 11 Juni. Masalah inilah yang kami jadikan tema sentral dalam tabloid INSTITUT ke-13 ini. Seiring perjala-nan Student Government, tak pelak hujaman-hujaman selalu muncul. Kini pun-caknya hidup-mati sistem pemerintahan mahasiswa yang terbentuk saat kata ‘reformasi’ didengungkan. Kekuatan keyakinanlah yang menjadi penentu. Sebagai kalimat tera-khir dalam pembukaan ini, kami ucapkan selamat membaca. Wassalammulai-kum Wr. Wb.

Salam Redaksi

Edisi XIII/Mei 2011Laporan Utama2

Format Ideal Lembaga Kemahasiswaan

Bila muncul pertanyaan, lembaga kemahasiswaan seperti apakah yang layak diterapkan di UIN Jakarta. Maka, baik pihak rektorat maupun mahasiswa, memiliki konsep yang di-anggap ideal. Faktanya, kedua belah pihak, mampu memberikan rasio-nalisasi bagi konsep yang diajukan. Rektorat dengan konsep Dewan Ma-hasiswa dan mahasiswa bertahan de-ngan Student Government (SG).

Lembaga kemahasiswaan, menurut Abuddin Nata, Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah, seka-ligus perancang konsep Dewan Mahasiswa, merupakan the second university, sehingga sudah sepan-tasnya diberdayakan. Ia menilai, perlu ada transformasi lembaga kemahasiswaan ke arah yang le-

bih kredibel, unggul tangguh, dan berwibawa dalam mengembang-kan bakat dan kreatifitas maha-siswa.

Di dalam draft Rencana Pengembangan Lembaga Kema-hasiswaan yang ia susun, ada lima alasan yang mendasari per-lunya pengembangan lembaga ke-mahasiswaan. Pertama, lembaga kemahasiswaan belum memperli-hatkan kejelasan visi dan misiya. Kedua, lembaga kemahasiswaan belum memainkan peran dan fungsi secara optimal sebagai mi-tra fakultas. Ketiga, mahalnya ongkos politik yang dikeluarkan untuk memilih pemimpin lem-baga kemahasiswaan. Keempat, kurangnya kewibaan tokoh lem-

baga kemahasiswaan. Dan yang terakhir ialah kurangya peran ser-ta dukungan dari pimpinan UIN.

Sebagai pembuat konsep Dewan mahasiswa, ia pun memandang keberadaan partai di kampus UIN Jakartalah yang sangat memberi-kan dampak negatif terhadap lem-baga kemahasiswaan. Adanya isu-isu money politic di kalangan partai, kericuhan saat pemira, dan ketegangan antar partai, dianggap telah menodai nilai- nilai SG.

Hal- hal di atas sangat disa-dari telah menuai persepsi ber-beda dari pihak mahasiswa, yang merasa bahwa tetap SG-lah yang paling pantas menjadi sistem lem-baga kemahasiswaan kampus. Seperti yang diungkapkan Roti-bul Umam, fraksi DPP PPM dan salah satu tim perumus konsep lembaga kemahasiswaan, ketika ditemui INSTITUT (25/5), konsep yang diajukan oleh Abuddin Nata, hanya mengekang kreatifitas ma-hasiswa, membunuh demokratis mahasiswa, dan mengkerdilkan kedaulatan mahasiswa.

Lain hal dengan Aswin Su-hendar, Ketua BEMF Syariah dan Hukum, berpendapat bahwa jika konsep yang ditawarkan lebih baik dari SG hari ini, maka ia men-

dukung. Karena bukan masalah perubahan, tapi esensinya.

Umam mengakui, kini SG kurang dewasa dalam berpoli-tik dan ada praktek-praktek yang “menyimpang” dari spirit SG dan demokrasi. Seharusnya, bukan perpolitikan di Indonesia kemudi-an dibawa ke UIN, tapi kita men-ciptakan perpolitikan yang baik di UIN, kemudian kita terapkan di negara kita ini.

Kini, DPP Progessive pun, men-dukung penerapan kembali sistem SG, yang sebelumnya sempat pesi-mis dalam mempertahankan SG (lihat INSTITUT, edisi XI Maret 2011), “Yang terpenting itu kedau-latan mahasiswa dan aspirasi ma-hasiswa tersampaikan,“ ujar Ian, Ketua DPP Progessive.

Untuk memberi nasehat dan penjelasan tentang lembaga ke-mahasiswaan, Dirjen PTAI, Mo-hammad Ali, hadir dalam diskusi serial pra workshop (21/5), point ter-penting yang harus digaris bawahi adalah mahasiswa harus mampu mengambil nilai- nilai positif yang ada dalam SG dan mengeleminasi ekses-ekses yang tidak diinginkan. Serta menyiapkan mahasiswa se-bagai pemimpin umat, penerus umat bangsa yang akan datang.

Aam Mariyamah

Para Pembicara diskusi serial pra workshop (21/05), dengan tema “Format Ideal Lembaga Kemahasiswaan”. di ruang audiorama

Foto

: Ibn

u/IN

STIT

UT

Ketentuan Peserta Pra workshop Tidak Terpenuhi

Foto

: Adi

t/IN

STIT

UT

Di ruangan berwarna putih yang sudah mulai luntur oleh waktu itu sedang diadakan rapat persiapan pra workshop. Ruang yang dulunya dikenal sebagai sekretariat BEMU (Badan Eksekutif Mahasiswa Uni-versitas) itu menjadi saksi ditentu-kannya 60 orang peserta untuk hadir dalam acara pra workshop.

Peserta pra workshop itu, terdiri dari masing-masing fraksi ber-jumlah 5 orang, BEM Fakultas 2 orang, dan Organisasi Ekstra non partai 2 orang. Namun, ketentu-an itu tak dipenuhi oleh beberapa lembaga kemahasiswaan dengan berbagai alasan.

“Rata-rata memang hadir, tapi ada dari beberapa Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas

(BEMF) yang nggak hadir, dan saya tidak tahu juga mengapa mereka tidak hadir, padahal dari pihak panitia itu sudah mengin-fomasikan melalui surat maupun pesan yang disebar via sms,” ujar Surya Vandiantara selaku tim perumus sambil menghisap se-batang rokok, Senin (23/05).

Senada dengan Surya, Pantden Muhammad Noor, Ketua Komite Mahasiswa Universitas (KMU), memaparkan bahwa pihak De-wan Perwakilan Mahasiswa Uni-versitas (DPMU), tidak datang dihari kedua dan ketiga diskusi serial pra workshop. “Mereka ha-nya hadir dihari pertama aja,” ujar Pantden saat ditemui INSTI-TUT di Pesangrahan, Minggu (22/05).

Menanggapi pernyataan Pant-den, di sofa berwarna cokelat muda di lobi rektorat, Varhan Abdul Aziz, ketua DPMU menje-laskan, untuk acara pra workshop dia menyerahkan kepada Tabrizi selaku sekjen DPMU, karena ia sedang mengurusi milad UIN.

Namun, saat INSTITUT in-gin memastikan apakah benar Tab-rizi datang saat pra workshop tersebut, dia mengatakan tidak bisa diwawancarai dan ia pun tak menjelaskan mengapa tidak bisa untuk diwawancarai.

Menurut Surya, selain DPMU, beberapa BEMF juga tidak menghadiri diskusi serial pra workshop. Seperti BEM Fakul-tas Adab dan Humaniora (BEM FAH) dan BEM Fakultas Sains dan Teknologi (BEM FST)

Ketika ditemui di sekretariat BEM FAH, Ervan Anwarsyah, ketua BEMF Adab dan Hu-maniora mengatakan, bahwa dia tidak bisa menghadiri diskusi pra workshop karena alasan sk-ripsi dan tidak mau ambil pusing masalah ini “Saya akan mengi-kuti acara itu, kalau acara pra workshop benar-benar membahas Student Government (SG), bukan Pedoman Organisasi Kemaha-siswaan (POK),” tandasnya.

Bahkan, Muchamad Iqbal, Sekjen BEM FAH pun hanya hadir saat pra workshop kedua dan

keempat, untuk mewakili ketua BEM FAH. Hal itu disebabkan karena berbenturannya dengan acara lain dan dia khawatir akan ketidak jelasan pra workshop perta-ma akan terulang, jadi lebih baik dia mengikuti acara lain. Seperti mengadakan Latihan Kader (LK) yang ada di fakultasnya.

Dalam menanggapi hal ini, Sekertaris BEM FITK (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan)menyanggahi atas pemaparan Surya yang mengatakan, kalau dari pihak mereka tidak pernah terlihat sama sekali. Padahal sek-retaris BEM FITK Sofyan Ade-nansi atau biasa dipanggil dengan sebutan Ipay itu datang bersama Johan, tapi untuk pra workshop yang terakhir pada hari senin dia tidak bisa datang, disebabkan ka-rena hari senin dia sedang ke pun-cak untuk menghadiri workshop pendidikan. Namun walaupun dia tidak menghadiri pra work-shop, dia sudah mengirimkan del-egasi ke acara tersebut.

Menanggapi masalah hadir dan tidak hadir Syifa U Rachman Ket-ua PIM (Partai Intelektual Mus-lim) mengatakan “tidak hadir itu merupakan masalah personal, ka-rena kuliah itu pasti memiliki kes-ibukan yang berbeda,” ujar Syifa saat ditemui INSITUT.

Muji Hastuti

Banyaknya peserta yang tidak hadir saat diskusi serial pra workshop (14 mei) di ruang audiorama

Page 3: TABLOID INSTITUT EDISI 13

Pemimpin Umum:Khalisotussurur Sekretaris Umum: Egi Fajar Nur Ali Bendahara Umum:Rina Dwihana Fitriani Pemimipin Redaksi:Muhammad Fanshoby Redaktur Pelaksana: Umar Mukhtar Artistik: Dika Irawan Penelitian & Pengembangan: Hilman Fauzi, Abdul Kharis, Iswahyudi Perusahaan & Periklanan: Noor Rahma Yulia, Ibnu Afan, Fajar Ismail.

Koordinatur Liputan: Muji Hastuti Reporter: Aam Mariyamah, Achmad Faruq A., Aditia Purnomo, Aditya Widya Putri, Aprilia Hariani, Ema Fitriyani, Jaffry Prabu Prakoso, Jojon Suhendar, Kiky Achmad Rizqi, Makhruzi Rahman, Muhammad Umar, Muji Hastuti, Mustaqiim, Rahayu Oktaviani, Rahmat Komaruddin, Rifki Sulviar, Trisna Wulandari Fotografer: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Dika, Rizqi, D.N Adit Editor: Oby, Umar, Lilis, Hilman, Haris , Egi, Fajar, Rina Ilustrator: Omen, Trisna Alamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307, Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan 15419. Telp: 085-697-091-557 Web: www.lpminstitut.com Email: [email protected].

Setiap wartawan INSTITUT dibekali Tanda Pengenal serta tidak dibenarkan memberikan Insentif dalam bentuk apapun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.

Edisi XIII/Mei 2011 Laporan Utama 3

dan pihak rektorat untuk memba-has persiapan workshop 11 Juni mendatang disepakati bahwa pe-rumusan sistem organisasi kema-hasiswaan diserahkan pada tim perumus yang terdiri dari dua be-las orang mahasiswa yang meru-pakan perwakilan dari seluruh ele-men Student Government (SG).

Dengan berpegang pada SK Mendikbud dan wewenang yang diberikan oleh pihak rektorat, tim perumus memiliki keleluasaan dalam merumuskan sistem organ-isasi kemahasiswaan tanpa cam-pur tangan pihak rektorat.

Meskipun begitu, tim perumus harus mempertimbangkan masu-kan dan bimbingan dari pihak lain, dalam hal ini bisa dikatakan pihak rektorat. Seperti kata Abuddin yang menyebutkan, mahasiswa sebaiknya tidak hanya mengkritik tetapi juga harus mau menerima kritikan.

Selain itu, merujuk pada SK Mendikbud No. 155/U/1998, bab II Bentuk Organisasi Kema-hasiswaan, pasal 3, ayat 3, kon-sep tersebut harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan antar mahasiswa, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-un-dangan yang berlaku, dan statuta perguruan tinggi.

Menaggapi hal ini, Dirjen Pergu-ruan Tinggi Agama Islam (PTAI)

saya SK Mendikbud No. 155 be-lum dicabut dan belum ada kepu-tusan baru.”

Andi juga menambahkankan, dari SK Mendikbud itu keluarlah Peraturan Pemerintah (PP) No. 66 tahun 1999. Kemudian dia menje-laskan, secara tidak langsung SK

Dirjen No. DJ.I/253/2007 berada di bawah SK menteri karena po-sisi Dirjen berada di bawah men-teri. Sehingga organisasi kemaha-siswaan diatur oleh menteri bukan setingkat Dirjen.

Di samping itu, dalam kesem-patan yang sama Rektor UIN Jakarta, Komaruddin Hidayat mengungkapkan bahwa dia meng-hargai wilayah mahasiswa, kebe-basan dalam merumuskan sistem

organisasi kemahasiswaan. Dia juga mengatakan, dia tidak ingin mencampuri secara detail karena menurutnya itu, masalah organ-isasi kemahasiswaan, mahasiswa yang langsung berhubungan.

“Saya tunggu konsep dari te-man-teman (tim perumus, red) di

meja saya,” tegas Komaruddin.Tak jauh berbeda dengan

Komaruddin, Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) Abuddin Nata yang ditemui INSTITUT di ruangannya menuturkan, rektorat tidak usah terlibat.”Saya tidak i-ngin mengintervensi mahasiswa, karena itu tidak mendidik,” ung-kap Abuddin.

Puncaknya (26/5), dalam rapat yang dihadiri oleh tim perumus

Diskusi serial pra workshop Pedomam Umum Organisasi Kema-hasiswaan (POK) memberikan keje-lasan penting, mengenai kewenangan mahasiswa dalam merumuskan sis-tem organisasi kemahasiswaan.

Dari diskusi serial pra workshop yang diadakan empat kali terse-but, terutama pada diskusi yang ke-4 (23/5) dijelaskan bahwa mahasiswa berhak menentukan sendiri konsep dari sistem organ-isasi kemahasiswaan. Hal tersebut mempunyai landasan hukum yang kuat, Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (SK Mendikbud) No. 155/U/1998 Tentang Pedoman Umum Organ-isasi Kemahasiswaan di Pergu-ruan Tinggi yang ditandatangani oleh Mendikbud yang saat itu menjabat, Juwono Sudarsono.

Organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dengan mem-berikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa.

Hal tersebut tercantum pada SK Mendikbud No. 155/U/1998, bab I Ketentuan Umum, pasal 2. Hingga berita ini diturunkan, SK menteri tersebut masih berlaku. Seperti yang dikatakan oleh Andi Syafrani, salah satu pembicara dalam diskusi serial pra workshop ke-4, “Sampai sekarang seingat

Tim Perumus Penentu Sistem Organisasi KemahasiswaanRifki Sulviar

Mohammad Ali yang berkesempa-tan hadir dalam diskusi serial pra workshop ke-4 mengatakan, “Tak mungkin ada kegiatan mahasiswa tanpa ada campur tangan rektor.”

Terkait dengan apa yang dikata-kan Ali, Abuddin yang menawar-kan konsep Dewan Mahasiswa pada diskusi serial pra workshop ke-3 menuturkan, “Dengan sua-sana mudanya, anak muda se-bagai lokomotif penggerak, tapi penyelesaiannya orang tua harus ikut.” Menurutnya, ketika idealis-me anak muda, mahasiswa, mau direalisasikan, uang, tempat, dan fasilitas lainnya minta pada orang tua, rektorat.

Lalu, demi terjaganya konsep yang akan dibentuk oleh tim pe-rumus, Rotibul Umam yang meru-pakan salah satu anggota tim peru-mus dari fraksi Partai Pergerakan Mahasiswa (PPM) menegaskan, semua fraksi akan mengawal kon-sep tersebut sampai keluar SK dari rektor dan Dirjen. “Kami (tim pe-rumus, red) mengharapkan kepada seluruh mahasiswa UIN untuk mendukung kami secara moril dan mental agar tetap optimis dan be-rani mengawal konsep yang akan ditawarkan hingga diterapkan di kampus kita,” imbuhnya (25/5).

Http://www.dikti.go.id/Archive2007/OrgMhs.html

Dari hasil survai yang INSTITUT lakukan keseluruh mahasiswa UIN Jakarta, ternyata SG masih menjadi pilihan mahasiswa se-jumlah 56 % koresponden masih memilih SG sebagai sistem organ-siasi kemahasiswaan. Hanya 27 % yang memilih senat dan selebihn-ya mengatakan tidak tahu dan tidak mau tahu. Perbedaan tipis antara mahasiswa yang memilih SG dan senat, bisa disebabkan minimnya pendidikan SG dari para elit berkuasa yang disibukan dengan berbagai event yang mereka adakan, sehingga lupa untuk mengkader para ang-gotanya untuk memahami sistem SG. Atau mahasiswa telah bosan melihat sistem SG yang disetiap pemilu raya selalu terjadi konf-lik antar partai yang sangat tidak mencerminkan kedewasaan ber-politik. Sebesar 45% koresponden

menolak penerapan senat dan sebesar 40% menyetujuinya.Pembelajaran berpolitik bisa di-dapat mahasiswa dengan adanya partai kampus, namun apa jadinya ketika partai ditiadakan, maha-siswa tentunya akan kehilangan wadah mereka. Dari survai men-unjukan koresponden yang sangat setuju dengan penghapusan partai sebesar 18%, setuju sebesar 34%, tidak setuju sebesar 37% dan san-gat tidak setuju sebesar 11%. An-gka tersebut akan mencengangkan bilamana koresponden yang san-gat setuju dan setuju digabungkan, yang menujukan sebanyak 52% ko-responden menghendaki pengha-pusan partai. Melihat hasil survai ini, tugas rumah bagi partai politik kampus untuk cepat berbenah diri baik dari sistem perekrutan yang hanya gencar meningkatkan kuan-titas anggota ketika akan dilaksan-

akannya pemira saja, juga menun-jukan bentuk real dari pendidikan perkaderan yang nantinya akan melahirkan para politikus kampus yang berwibawa.Berkaitan dengan keikutsertaan rektorat dalam mencampuri or-ganisasi kemahasiswaan, kore-sponden yang menyatakan sangat setuju menunjukan sebesar 3%, setuju 45%, sangat tidak setuju 41%, dan tidak setuju 11%. Sedan-gkan untuk siapa yang berhak men-gurus organisasi kemahasiswaan sebanyak 87% koresponden meng-hendaki mahasiswalah yang men-gurus organisasinya sendiri.Data diambil dari mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan sampel sebanyak 161 ma-hasiswa yang diambil dari tiap fakultas berdasarkan persentase banyaknya mahasiswa.

Respon Mahasiswa Terhadap Lembaga Kemahasiswaan UIN Jakarta

Sumber: Litbang LPM INSTITUT

Page 4: TABLOID INSTITUT EDISI 13

Edisi XIII/Mei 2011Laporan Khusus4

Setelah rektor UIN Sarifhiday-atullah Jakarta, Komaruddin Hi-dayat meminta Pemerintah Dae-rah agar Situ Kuru dibersihkan, Ketika itu Situ pun mendadak men-jadi bersih.Tapi bagaimana keadaan-nya saat ini? Apakah masih layak sebagaimana fungsinya? dan apakah pemerintah berkaitan tidak mampu mengurusi Situ tersebut? Akankah UIN mengambil tindakan untuk mengelolanya? lalu bagaimana masa depan Situ Kuru yang saat inipun sudah dipenuhi sampah, dengan air limbah yang keruh menghitam?

Ditengah terik matahari, terli-hat seorang laki-laki paruh baya sibuk membersihkan tumpukan sampah yang mengapung di seki-tar Situ Kuru yang terletak tidak jauh dari kampus satu UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Tangerang Selatan (19/5). Ia adalah Niman (65) yang lebih akrab disapa “pak mandor” petugas kebersihan Situ Kuru yang mengeluhkan keadaan situkuru saat ini.

Ia memaparkan tentang ke-adaan Situ Kuru yang menu-rutnya jarang terjamak oleh

pemerintah Pusat atau Departe-men Pekerjaan Umum (PU), dan Pemerintah Daerah (PEMDA) bahkan UIN yang yang secara geografis lebih dekat dengan Situ Kuru.

“Dulu sekitar tahun 1990-an Situ Kuru airnya masih bersih, dan dulu luasnya nyampe pinggir jalan raya,” ungkap laki-laki ber-badan kurus keturunan betawi ini mengenang.

Niman juga menambahkan, selain karena pemerintah terkait yang kurang peduli terhadap

Situ Kuru, kumuhnya Situ ini juga disebabkan karena oknum masyarakat yang mendirikan bagunan di area Situ sehingga mempersempit kawasan situ. “Ya kan orang-rang yang punya duit enak-enak aja tinggal patok-patok terus diurug, akhirnya kan lama kelamaan jadi sempit” imbuhnya.

Sementara itu, kepala Bidang Sumber Daya Air (KABID SDA) Tangerang Selatan Yudiyanto mengaku pemerintah daerah tidak memiliki hak untuk men-gurusi Situ Kuru, dengan alasan Situ Kuru merupakan aset negara yang kewenangannya hanya ada pada pemerintah pusat. Seh-ingga, pemerintah daerah tidak ada kewenangan untuk mengu-rus. “untuk Situ Kuru ini asetnya pemerintah pusat, yang kebetulan aja ada di Tanggerang Selatan” ujarnya meyainkan.

Yudi juga menambahkan, pen-gelolaan Situ Kuru pihaknya me-nyerahkan pada pusat dan pusat bisa menyerahkan sebagian atau keseluruhan kewenangannya ke-pada pihak yang lain termasuk UIN Jakarta “pemerintah pusat bisa memberikan sebagian atau keseluruhan kewenangan atau pendelegasiannya ke pihak lain se-lagi memenuhi syarat” tambahn-ya dengan tatapan mata serius.

Dilain pihak, Pengurus Lemba-ga Pengabdian Masyaraka (LPM) yang juga anggota tim tanah UIN, Yayan Sofyan saat dikon-firmasi diruangannya (24/05) mengatakan , bahwasannya pihak UIN siap untuk mengurusi Situkuru “Seandainya pemerin-tah pusat memberikan wewenang, dari pihak UIN sudah sangat siap

untuk mengelola,” ujarnya.Yayan juga menambahkan,

mengenai tindakan jangka pen-dek dan panjang pihaknya akan coba untuk terus mengemba-likan Situ Kuru seperti awalnya “kalau tindakan jangka pendek dan panjang, untuk sementara ini pihak UIN akan menunggu reaksi pemerintah khususnya yang baru dilantik dan selanjutnya kami akan terus mencoba untuk mengembalikan Situ Kuru seba-gaimana awalnya,” ungkapnya menambahkan.

Disisi lain, Ahmad Ma’ruf (21) mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Mahasiswa Pencinta Lingkungan Hidup dan Kemanu-saiaan (KMPLHK) ikut prihatin perihal masalah ini. Pasalnya, tempat penampungan air yang bernama Situ Kuru ini kini beru-bah menjadi tempat menjijikan.

“ya kalau dulu airnya bersih kenapa sekarang kotor, udah gitu kumuh lagi tapi menurut saya, ini tergantung pada kesadaran masyarakat itu sendiri akan ke-bersihan,” ujarnya mengeluarkan statement dengan nada tegas.

Ma’ruf juga menyinggung pemerintah yang hingga saat ini dinilai tidak bertindak. “Peme rintah dalam hal ini harusnya ber-tanggung jawab atas Situ tersebut. Karena, pengelolaan Situ itu di tangan pemerintah,” tambahnya tegas dengan sorotan mata tajam

Menurut Ma’ruf Situ Kuru juga merupakan adik daripada situ gin-tung yang jebol beberapa tahun silam dan memakan banyak kor-ban.

Akankah Kekumuhan Situ Kuru Berakhir?

Proses Pencairan DIPA Terlambat

Jojon Suhendar

Rahayu Oktaviani

Beasiswa untuk mahasiswa mis-kin dan berprestrasi atau yang le-bih dikenal dengan beasiswa DIPA (Daftar Isian Pelaksana Anggaran), tahun ini UIN Syarif Hidayatul-lah mendapatkan kenaikan kuota dari kisaran 6220 menjadi 6573 ma-hasiswa. Dana yang dianggarkan oleh APBN pun bertambah menjadi Rp.8.048.400.000,- hal ini disam-paikan oleh Subarja, selaku kepala bagian keuangan, yang ditemui di ruangannya.

Banyak proses yang harus dila-lui agar dana tersebut bisa cair, hal ini disampaikan oleh Mahmu-dah, selaku Kepala Sub Bagian Kesejahteraan Mahasiswa. Sete-lah diseleksi oleh pihak fakultas, berkas pengajuan beasiswa di kirim ke bagian kemahasiswaan. Bagian Kemahasiswaan pun ikut mengecek kembali berkas terse-but sebelum dikirim ke BRI un-tuk divalidasi. selain itu pihak BRI pun menyortir nama-nama mahasiswa yang mempunyai re-kening tabungan bersaldo akhir dibawah Rp.100.000,- (rekening pasif).

Amelia Hidayat, selaku Pegawai bagian Kesejahteraan Mahasiswa menuturkan, Bagi mahasiswa yang mengajukan beasiswa tetapi rekening tabu-ngannya pasif, akan tertahan di bagian kemahasiswaan. Se-hingga tidak dapat diajukan ke-tahap selanjutnya. Oleh karena itu, daftar nama mahasiswa yang memiliki rekening tabungan pasif, dikirim ke fakultas ma-sing-masing. Agar setiap fakultas menghimbau kepada mahasiswa-mahasiswa tersebut untuk segera mengaktifkan kembali rekening tabungannya agar dapat segera di proses kembali.

Sementara itu rekening tabungan yang bersaldo diatas Rp.100.000,- (rekening aktif) dapat melanjuti proses beri-kutnya. Amel pun menambah-kan, setelah terkumpul daftar nama mahasiswa calon penerima beasiswa, kemudian daftar terse-but ditandatangani oleh Kepala Biro Keuangan, Kepala Bagian Kemahasiswaan, dan Pembantu Rektor bagian Administrasi dan

keuangan. Setelah lengkap ditan-datangai, Pembantu Rektor bagi-an Administrasi dan Keuangan, Amsal Bakhtiar, membuatkan surat keputusan (SK) mengenai permintaan beasiswa

Setelah mendapatkan SK, kemudian SK tersebut dikirim kembali ke BRI. proses itu akan berlanjut dikirim ke KPPN (Kan-tor Pelayanan Perbendaharaan Negara). Jika KPPN sudah me-nerima SK tersebut, KPPN se-lanjutnya akan membuat SP2D (Surat Permintaan Pencairan Dana). SP2D akan dikirim ke Departemen Keuangan sebelum dicairkan.

Saat mengirim SP2D ke de-partemen keuangan, tugas ba-gian mahasiswa adalah memas-tikan bahwa nama mahasiswa yang tertera sebagai calon pen-erima beasiswa tidak bermasalah dan layak. “Jika terdapat maha-siswa yang bermasalah (rekening tabungannya pasif) pada tahap ini, uang yang akan dikirim ke rekening tabungannya akan ga-gal. Kalau uang yang dikirim

gagal, maka akan kembali lagi ke negara dan susah untuk mencair-kannya lagi,” lanjut Amel.

Sedangkan untuk rekening yang tidak bermasalah, setelah SP2D dikirim ke departemen keunganan, uang beasiswa terse-but akan ditransfer ke rekening mereka melalui BRI Cabang UIN yang sebelumnya dikirim terlebih dahulu ke BRI Cut Mu-tia.

Permasalahaan tabungan re-kening pasif, memang selalu terulang hampir dari tiga tahun yang lalu, disampaikan oleh Jafar Sanusi, selaku Kepala Ba-gian Kemahasiswaan. Hal-hal yang menyebabkan sehingga re-kening menjadi pasif biasanya kerena saldo akhir berjumlah dibawah jumlah minimum.

Seperti yang dialami Fakul-tas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Amel menceritakan, pada saat awal pengajuan beasiswa, FEB mengajukan 830 mahasiswa. Setelah divalidasi oleh BRI, ter-nyata rekening tabungan yang aktif hanya 460, sisanya reke-

ning pasif dan mati (non aktif). Kemudian setelah SK turun (19/5), dan dicek kembali oleh BRI, terdapat 60 mahasiswa lagi yang tabungan rekeningnya pasif. Sehingga nama-nama yang diajukan ke KPPN hanya seki-tar 400 mahasiswa, dan sisanya masih tertahan di bagian kema-hasiswaan.

Situsiasi Situkuru yang terletak di dekat bangunan megah UIN Jakarta

Page 5: TABLOID INSTITUT EDISI 13

Edisi XIII/Mei 2011 Laporan Khusus 5

Sewa Lahan Kantin Kopma dengan Alasan Keadilan

Sore hari itu kampus terasa sedikit lengang setelah para mahasiswa telah selesai melakukan perkuliahan. Na-mun tampak berbeda dengan kondi-si di kantin Koperasi Mahasiswa (Kopma). Terlihat masih banyak mahasiswa yang sedang menikmati suasana senja di sana. di tengah keramaiannya itu, ternyata terdapat permasalahan yang sedang men-dera UKM yang bergelut di bidang kewirausahawan itu.

Permasalahan yang terjadi adalah adanya penarikan biaya sewa lahan kantin, yang ditem-pati Kopma untuk berjualan oleh pihak rektorat. Hal tersebut seba-gai bentuk keadilan antara Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kopma dengan UKM lain yang hanya memiliki satu ruangan.

“Sebenarnya UKM itu sudah mendapatkan satu ruang masing-masing, tapi Kopma mendapat-kan satu ruang lagi, dan itu tidak adil,” tegas Syamsul Arifin selaku pengelola Student Center (SC) saat ditemui di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) kamis (20/05).

Pria pemilik jenggot tebal ini menambahkan, walaupun UKM Ruang Inspirasi Atas Kegelisa-han (RIAK) atau UKM lain ada yang memiliki dua ruangan, tapi mereka menggunakannya seba-gai kantor. berbeda dengan Kop-ma yang menggunakan lahan sa-tunya untuk berdagang.

Inti dari adanya biaya sewa tersebut ditujukan agar Kopma dapat belajar mencari modal

sendiri. Seperti yang diungkap-kan Kepala Bagian (Kabag) Keuangan, Subarja. “Untuk pros-es pembelajaran sehingga mereka (Kopma) berfikir mencari modal itu,” jawabnya saat diwawancarai di ruangannya (25/05).

Persoalan harga untuk sewa tempat, Syamsul menargetkan Rp 15 juta pertahun disesuaikan de-ngan pasaran warung Pesangra-han. sedangkan Barja mengaku harga masih bisa dibicarakan se-cara kekeluargaan dengan pihak Kopma. Menurutnya, mahasiwa itu anaknya, sehingga semua dapat dibicarakan dengan baik, dan dari kedua belah pihak yang dirugikan.

Tapi ketua Kopma, Asep Ali Hasan, menyatakan bahwa pihaknya tidak mau membayar biaya sewa karena Kopma itu untuk berwira usaha. Ia juga me-nambahkan tidak berguna jika hanya mendapat teori tentang wira usaha tapi tidak dipraktik-kan.

Pria berkaca mata itu mengaku mengetahui bahwa uang sewa tersebut nantinya disimpan di Badan Layanan Umum (BLU) dan BLU itu umum, sedangkan Kopma itu UKM. Sehingga keti-ka Kopma menyetujui hal itu, be-sar kemungkinan kantin Kopma

bisa diambil alih oleh rektorat. “Seperti halnya Dumparking yang berubah menjadi UIN Park-ing,” ungkapnya.

Sudah beberapa kali pihak Kopma dipanggil oleh pihak re-ktorat untuk menandatangani surat persetujuan sewa. Namun panggilan tersebut tak dihiraukan oleh Asep, sebab tak ada surat res-mi yang turut menyertai.

Barja juga merasa keberatan dan sangat tidak setuju jika yang berjualan di sana adalah orang lain yang bukan dari anggota Kopma. “Kalau seperti itu saja, semua orang juga dapat melaku-kan hal tersebut,” tegasnya.

Namun hal tersebut dibantah oleh Asep Ali Hasan, ketua Kop-ma. “Kita kan mahasiswa, tidak bisa sepenuhnya untuk berjualan, dan kami harus kuliah,” ungkap-nya. Ia juga menegaskan kalau Kopma tidak hanya fokus pada berjualan, tapi juga manajemen dan tata cara pengelolaannya.

Mengenai serah terima lahan, sudah terdapat surat perjanjian tahun 2003 antara Kopma de-ngan pihak rektorat. dalam su-rat perjanjian tersebut tidak ada poin larangan untuk menjual ma-kanan dan minuman. Sedangkan dalam surat perjanjian baru tiba-tiba terdapat poin bahwa Kopma

tidak boleh menjual makanan atau minuman.

Mengenai permasalahan yang terjadi pada Kopma, Ja’far Sa-nusi, Kabag Kemahasiswaan berkata lain. Dirinya tidak meng-haruskan membayar sewa tem-pat. asalkan antara lahan kantor dengan ruang jualan, lebih besar kantor daripada untuk jualan. Namun pada kenyataannya per-bandingannya lebih besar ruang jualan daripada kantor.

Walaupun perselisihan terus memanas antara Kopma dengan pihak rektorat, kantin Kopma tak pernah sepi oleh pembeli. layakn-ya tak terjadi apa-apa. salah satu pelanggan Kopma Fajar Fuady, mahasiswa Perbankan Syariah semester II contohnya. ia men-gaku sudah menjajal makanan di kantin tersebut sejak pertama kali masuk UIN.

Di sela-sela menunggu pesan-annya yang dipesan tersaji, ia me-nuturkan. “Kalau males pergi ke Pesanggrahan bisa ke sini. Apal-agi saya kan orang syariah, jadi jalan aja deket,” ujarnya. Alasan lain memilih kantin Kopma ka-rena murah dan juga terjangkau bagi para mahasiswa.

Foto

: Pra

bu/I

NST

ITU

T

nya.Berbeda dengan Amsal, Tataq

Adji, mahasiswa semester 8, Fakultas Sains dan Teknologi Jurusan Agribisnis menyatakan meskipun kenaikkan itu untuk mahasiswa baru, perlu ada kejela-san serta ditunjang dengan fasili-tas yang memadai dari kampus. “Kalau fasilitasnya masih sama saja, seperti kita kalau kuliah kekurangan ruangan terus fasili-tas segala macam masih sulit, ya buat apa ada kenaikkan,” pung-kasnya (18/5).

Senada dengan Tataq Adji, Afrian Rahardyaning Pangestu mahasiswa semester 2, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komu-nikasi, mengatakan tidak setuju dengan kenaikkan biaya kuliah. Menurutnya, alasan mahasiswa masuk UIN karena biaya yang terjangkau. “Tolong jangan di-naikkan lah, demi membantu mencerdaskan kehidupan bangsa. kalau bayarannya naik, mau jadi apa bangsa kita bila bayar sekolah mahal,” paparnya ketika ditemui di masjid SC (18/5).

Adapun kenaikkan biaya yang

Berdasarkan Peraturan Rektor No.Un.01/R/HK.00.5/1/2011, me- nunjukan biaya masuk kuliah dan bi-aya semester naik pada tahun ajaran 2011/2012. Hal itu mengakibatkan beberapa mahasiswa yang tegabung dalam Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) UIN, melakukan aksi demon-strasi pada 2 Mei lalu, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Dalam aksinya mahasiswa menolak adanya komersialisasi pendidikan dan salah satu tuntutannya tidak ing-in adanya kenaikkan biaya kuliah.

Meskipun mendapat penolakan dari mahasiswa, Amsal Bakhtiar, Pembantu Rektor Bidang Ad-ministrasi Umum saat ditemui di ruangannya (20/5) menjelaskan bahwa kenaikkan itu diperuntu-kan bagi mahasiswa baru, sedan-gkan mahasiswa lama tidak ada kaitanya.

Ia melanjutkan, secara umum kenaikkan tersebut untuk me-ningkatkan sarana dan prasarana kampus serta untuk biaya kar-yawan karena tidak semua PNS. Tambahya, kenaikkan tersebut tidak seberapa. ”Lagi pula maha-siswa itu setuju-setuju saja, malah ada yang sudah bayar,” ungkap-

tercantum dalam Peraturan Rek-tor, diantaranya yaitu Dana Kes-ehatan Mahasiswa (DKM), Dana Operasional Pendidikan (DOP) dan Dana Praktikum Labora-torim (DPL). Secara keseluruhan DKM naik sebesar Rp. 15 ribu per mahasiswa. Adapun DPL dan DOP tidak naik pada semua jurusan dan berbeda jumlah ke-naikkannya.

Untuk kenaikan DKM, Amsal menjelaskan, kenaikkan disebab-kan karena UIN defisit sebesar Rp. 300 juta untuk membayar ru-mah sakit pada 2010. “Dana kita hanya Rp. 1,1 M sedangkan claim dari rumah sakit Rp. 1,4 M, be-rati kita kan defisit,” imbuhnya. Semetara itu untuk kenaikkan DPL dan DOP, Amsal tidak tahu mengenai rinciannya sebab pihak fakultas yang mengajukan besar kenaikkan.

Adapun beberapa Prodi yang menaikkan biaya DOP seperti Akuntansi dan Manajeman (FEB), Sistem Informasi dan Teknik Informatika (FST), Fakul-tas Psikologi. Sedangkan Prodi

yang hanya menaikan DPL han-ya Pendidikan Dokter (FKIK). Sementara itu yang menaikkan keduanya adalah Ilmu hukum dan Perbankan Syariah (FSH). Sedangkan untuk rincian kenai-kan biaya bisa dilihat pada AIS.

Kenaikan biaya tersebut menu-

rut Jaenal Aripin, Pembantu De-kan Bidang Administrasi Umum FSH, untuk meningkatkan kuali-tas dan tidak beorientasi kepada kuantitas mahasiswa, serta men-ingkatkan keilmuan dan kapasi-tas praktikum.

Kontroversi Kenaikan Biaya Kuliah

Jaffry Prabu Prakoso

Muhammad Umar

Lahan Kantin Kopma yang diinginkan pihak rektorat untuk disewa

Page 6: TABLOID INSTITUT EDISI 13

Komunitas

Jangan kau peluk kami, jika pelukanmu membatasi kata-kata kamiJangan kau peluk kami,jika pelukanmu menjelma penjara pandangan kamiJangan kau peluk kami,jika pelukanmu borgol pikiran kamiJangan kau peluk kami,jika pelukanmu memasung langkah kamiJangan kau peluk kami,jika pelukanmu pagar imajinasi kamiJangan kau peluk kami,jika pelukanmu momok masa depan kami

Itulah penggalan puisi karya salah satu penyair Siklusitu, Elex SW. Siklusitu, sebuah wadah bagi masyarakat seni Ciputat untuk mengekspresikan kreativitasnya. Di saung yang berdiri tak jauh dari kediaman Rektor, mereka bergulat sampai malam dengan puisi, cer-pen, tari, musik, dan teater.

Di tahun 1998, Siklusitu meru-pakan tempat melepas penat para anak Teater Tonggak. Di sana mereka memvisualisasikan ber-bagai masalah kehidupan secara spontan dengan bernyanyi, ber-puisi, bermonolog, mendongeng, atau sekedar berteriak-teriak. Se-

pa teater. Tahun 2005 warga Siklusitu pindah ke Pujasera dan di tahun 2006, penampilan yang mereka bawakan mulai beralih ke sastra. Setelah pindah ke saung El Na’ma, penampilan mereka lebih diisi puisi, cerpen, dan musik.

Mereka bercerita, malam-malam pertemuan mereka diisi dengan penampilan dari kawan-kawan yang hadir. Dahulu sis-temnya main tuduh, namun kini penampillah yang mengajukan dirinya. Setelah itu, dibedah oleh pembahas yang ditunjuk, lalu

dikomentari teman-teman lainnya. “Sama dengan seminar, bedanya ini nonformal. Di sini kita sama-sama belajar, dapat masukan, tahu mana bagus, mana yang jelek. Itu mungkin yang nggak bisa didapat di kampus,” terang Hendri.

Di masa-masa itu, mereka mengadakan acara Kolak Sastra (2006), disusul Osmosa Situ Kuru (2008) dan Pasar-pasaran: Revi-talisasi Pasar Tradisonal (2008), bekerjasama dengan BEMF Adab. Mereka pun sempat menerbitkan dua buku, Jejak Siklus Itu 1 dan

disusul Jejak Siklus Itu 2 pada 2008. Buku itu tak sekedar berisi kumpulan puisi, namun juga ko-mentar para teman. Album musi-kalisasi puisi pun pernah mereka rilis.

Sayang, Siklusitu kembali va-kum pada tahun 2009. “Dulu Hen-dri yang mengurus, karena sibuk di bengkel, nggak langsung ada yang mengambil alih,” jelas Rahma-wati Basri, warga Kampung Siklus yang aktif di Teater El Na’ma. Di tahun 2010, mereka kembali ak-tif dengan para anggotanya yang hingga kini loyal berkarya. Tanpa label ketua atau anggota, mereka merasa memiliki tanggungjawab yang sama.

Bagi Basri, kini mereka ber-benah diri, seperti mengatur penampil sebelum acara dimulai, juga memaksimalkan publikasi. Hendri mengatakan, Siklusitu itu memang tidak terlihat,namun tetap ada. “Yang tahu Siklusitu umumnya anak-anak yang berge-lut di kesenian, lalu menyebar ke teman-teman, jadi orang umum tidak begitu tahu,” ujar Hendri.

cara naluriah kegiatan ini berjalan dari hari ke hari dengan semangat mereka dan mendapat sambutan hangat para teman.

Dari situ mereka sepakat mena-mai aktivitasnya dengan Siklusitu, karena kegiatan itu biasa mereka lakukan di pinggiran Situ dan ru-tin digelar tiap malamnya, men-jadi siklus bagi mereka.

Hari ke hari semakin banyak yang berdatangan, menyaksikan aksi panggung mereka. Sebutlah Teater IKJ, Teater Syahid, dan para penikmat seni dari Bandung dan Jogja pun turut hadir. Sayang, pada tahun 2000 kegiatan mereka lambat laun berkurang seiring va-kumnya Teater Tonggak. Di tahun 2004 lah Siklusitu kembali hidup, diusung anak-anak Tonggak yang mendirikan Sanggar Altar.

Di masa itulah, mereka mem-bangun lagi panggung apresiasi. Bergabunglah Zaky Mubarok, yang akrab mereka sapa dengan Kojek, lalu diiringi dengan ha-dirnya Hendri Yetus Siswono, Elex SW dan Kingking. Pada era itu, mereka kerap bermain di Aula Insan Cita. Karena bertempat di aula dan banyak anggotanya be-rasal dari Teater Altar, penampi-lan yang dibawakan sering beru-

Siklusitu: Sebuah Panggung ApresiasiTrisna Wulandari

DO

K. P

RIBA

DI

salah satu penampilan dari sanggar Tonggak

Edisi XIII/Mei 2011Laporan Khusus6

Waktu masih menunjukkan pukul dua dini hari ketika IN-STITUT menemui Jabbar Ramd-hani, salah seorang anggota Forum Pers Mahasiswa Jakarta (FPMJ) sekaligus Pemimpin Umum Lem-baga Pers Mahasiswa (LPM) DIDAKTIKA UNJ. Rabu (18/5).

Di tengah gerimis yang masih saja

mengguyur Kota Jakarta kala itu, Jabbar masih antusias menceritakan tentang kekerasan yang menimpa rekan kerjanya di LPM DIDAK-TIKA UNJ. “Tindak kekerasan yang menimpa jurnalis kebanyakan tidak pernah diselesaikan tuntas.”

Ketika itu Khafi, seorang jurna-lis media online sekaligus alumni LPM DIDAKTIKA sedang meliput aksi unjuk rasa KTT ASEAN yang dilakukan Alliance Peoples Againt Neoliberalism (APAN) di Bundaran HI. Namun setelah itu para aparatur kepolisian melakukan pemberengu-san terhadap beberapa aktivis APAN.

Dirinya pun ikut diberengus dan mendapatkan tindak penganiayaan berupa pencekikan dan penenda-ngan. Kasus ini pun berlanjut hing-ga ke jalur hukum. “Sampai saat ini (21/5) sudah buat BAP (Berita Acara

Pemeriksaan, red) cuma belum ada perkembangan lagi,” ujarnya saat dihubungi INSTITUT via telepon.

Di ruangan lantai tiga gedung G UNJ yang dikenal sebagai sek-retariat LPM DIDAKTIKA, Jab-bar kembali menambahkan bahwa FPMJ hanya bisa membantu mel-akukan aksi-aksi solidaritas ke-tika salah seorang anggotanya mengalami tindak kekerasan.

Karena FPMJ hanya merupakan sebuah perkumpulan pers kampus, maka jalur hukum pun harus ditem-puh secara terpisah. “Di sini kita ber-bicara masalah forum, yang meru-pakan tempat berdiskusi. Sedangkan untuk masalah advokasi kita punya AJI (Aliansi Jurnalis Independen),” tutur pria berperawakan sedang ini.

Ia melanjutkan sambil sedikit tertawa ketika ditanya mengenai pencegahan yang bisa dilakukan agar tidak mendapat tindakan kekerasan serupa, “Tindakan pencegahannya ya hati-hati. Kita baru bisa bertin-dak ketika telah terjadi peristiwa.”

Di pihak lain sebagai salah satu orang yang seringkali menjadi nara-sumber, Abuddin Nata selaku dekan Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) mengaku memang ada informasi

yang tidak langsung diberikan ke-pada khalayak dikarenakan belum adanya kesiapan dari khalayak un-tuk menerima informasi tersebut.

Ketika diwawancarai INSTITUT di ruangannya, sambil bersandar pria berkacamata ini mengungkap-kan, “Dalam birokrasi ada saat di-mana informasi bisa dipublikasi dan belum dipublikasi karena masih adanya proses pengelolaan.”

Sedangkan AJI yang diwakilkan oleh Eko Maryadi, Pengurus Pusat Divisi Advokasi AJI Indonesia me-nyatakan bahwa kedudukan persma

dengan pers nasional adalah sama ketika menjalankan kegiatan jur-nalistik. “Persma dan pers umum harus mengacu pada UU No-mor 40 Tahun 1999 tentang Pers.”

Sehingga perlindungan di jalur hukum yang diberikan pun sama. Bahkan AJI bersedia mendam-pingi pers yang menjadi korban kekerasan ke aparat penegak hu-kum atau melakukan pembelaan melalui pemberitaan pers umum.

FPMJ sendiri sebagai per-kumpulan pers kampus, akhirnya mengadakan pertemuan pada Jumat malam (12/5) di pelataran parkir Student Center UIN Jakarta guna membahas kebebasan pers.

“Kemungkinan karena nara-sumber dan pihak-pihak yang terkait dalam peliputan dan pen-carian data tidak mengerti bahwa kita (wartawan, red) berhak men-dapatkan informasi yang dibu-tuhkan,” ujar Rifki Sulviar salah seorang anggota FPMJ berapi-api.

Dengan aspal yang masih me-nempel sebagai alas duduk, malam itu para anggota FPMJ berencana akan mensosialisasikan UU No-mor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang berisi sanksi pidana dua ta-

hun dan denda sebanyak 500 juta kepada pihak-pihak yang menghalang-halangi, melakukan kekerasan maupun pembredelan di ruang lingkup kejurnalistikan.

Melalui seminar, acara-acara dan media jurnalistiknya ma-sing-masing, diharapkan objek peliputan dapat mengerti isi dan sanksi baik pidana maupun per-data yang tertera dalam UU No-mor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Di sisi yang sama, AJI sebagai organisasi wartawan tidak ha-nya mensosialisasikan kebebasan pers, tapi juga turut mempraktek-kan dan menjaga melalui prog-ram advokasi kebebasan pers.

Pembelaan terhadap prinsip kebebasan pers oleh AJI berlaku universal, yakni meliputi anggota AJI, jurnalis non-AJI, maupun kalangan penggiat pers komuni-tas dan pers kampus. Jadi, seka-rang para pihak yang berkaitan dengan peliputan dapat memilih, memberikan data yang dibutuh-kan atau mendapat denda 500 juta.

Kebebasan Persma Sama Dengan Pers NasionalAditya Putri

Page 7: TABLOID INSTITUT EDISI 13

Edisi XIII/Mei 2011 Opini 7

Cendikiawan muslim seperti Azyumardi Azra menuturkan bahwa perdebatan

mengenai hubungan negara de-ngan agama sampai saat ini masih belum berakhir selama le-bih dari satu abad. Menjamurnya organisasi kemasyaratan berfa-ham radikal konservatif beru-saha untuk mendapatkan banyak pengikut dengan modus “pencu-cian otak” seperti yang dilaku-kan oknum NII terhadap para korbannya. Hal ini mendorong para pemikir muslim klasik maupun kontemporer seperti Ibnu Abi Rabi’, Abu Nasir al-Farabi, Abu Hasan Ali bin Habib Al-Mawar-di, Ibnu Taimiyah, Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Ra-syid Ridho membahas dan meng-kaji ulang tema ini dengan me-lakukan penelitian keberadaan dari usaha mewajibkan syariat Islam sebagai konstitusi legal dan formal bagi sebuah lembaga kenegaraan ataukah lebih mengu-

tamakan substansi atau ruh-ruh ajaran Islam itu sendiri. Secara umum terdapat tiga paradigma yang timbul dari relasi antara negara dengan aga-ma sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. M. Bambang Pranowo dalam pengantarnya terhadap buku Dr. Abdul Aziz yang ber-judul “Chiefdom Madinah Salah Paham Negara Islam”. Pertama, penegakan syariat Islam adalah suatu perintah agama yang wajib sehingga membentuk suatu sis-tem global dibawah satu kekua-tan politik Islam yang bersifat absolut. Kedua, negara harus dipisahkan dari campur tangan agama. Konsep ini meyakini kebaikan negara sekuler yang memisahkan urusan dunia den-gan agama karena tidak mungkin orientasi agama dengan negara itu bantar keduanya dapat dise-laraskan secara akur dan optimal. Ketiga, negara dengan agama ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu

merupakan perwujudan dari prinsip fundamental dalam Islam yaitu tauhidullah (mengesakan Allah sebagai tuhan). Terakhir, penulis men-gutip perkataan Robert N. Bellah, seorang sosiolog agama bahwa masyarakat di zaman modern belum siap dengan kehadiran prasarana sosial yang diperlukan untuk menopang suatu tatanan sosial modern seperti yang dirin-tis oleh Nabi Muhammad SAW. Wacana khilafah pada dasarnya adalah suatu cita-cita yang baik untuk mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dengan begitu Islam mengembalikan kejayaan yang pernah dicapainya pada masa lampau.

* Penulis sedang menempuh perkuliahan di Fakultas Dirasat

Islamiyah semester 2

casila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika dengan makna tetap satu meskipun dalam perbedaan. Kemudian, pemaksaan penegakan hukum Islam tidak akan membuahkan kedamaian me-lainkan menimbulkan maf-sadat (kehancuran) yang lebih besar dibandingkan dengan man-faatnya. Dapat dicontohkan apa-bila Indonesia diterapkan hukum Islam secara menyeluruh akan menimbulkan pertikaian dan pemberontakan dari kalangan agama lain merasa tertindas haknya sebagai warga Negara. Kita juga harus mere-nungkan perjuangan kaum na-sionalis muslim seperti Muham-mad Natsir, H.Agus Salim, K.H. Mas Mansur, dan K.H. Wachid Hasyim yang telah menyuarakan aspirasi Islam sebagai dasar Ne-gara bagi Indonesia merdeka. Negara Kesatuan Re-publik Indonesia bukanlah nega-ra sekuler dilihat dari adanya sila yang pertama dalam pancasila “ketuhanan yang maha esa” yang

sama lain. Namun, Islam se-harusnya dijadikan ruh bagi ke-hidupan bernegara. Selain pernyataan dia-tas, muqaddimah dari kitab Ilmu Ushul Fiqh, Syekh Abdul Khalaf Wahhab mengatakan bahwa su-dah menjadi kesepakatan ulama bahwa segala yang timbul dari manusia, baik perkataan maupun perbuatan, ibadat ataupun mua-malah, hukum komunal ataupun perorangan, melainkan semua-nya itu diatur oleh syariat Islam. Di samping itu, Amien Rais dalam Panji Masyarakat menga-takan bahwa Negara Islam atau “Islamic State” tidak ada dalam Al-Qur’an maupun dalam sun-nah karena tidak ada perintah dalam Islam untuk menegakkan Negara Islam. Pengelaborasian dari berbagai pandangan di atas se-perti diterapkannya ideologi di suatu negara yang heterogen. Hal ini dianalogikan seperti ne-gara Indonesia menampung per-bedaan yang ada dengan Pan-

Menjernihkan Kembali Hubungan Agama Dengan Negara

Tertatih-tatih Indonesia ini membangun rakyatnya, sudah beberapa dekade

keadaan ini belum terselesaikan; bahkan mungkin tak akan pernah selesai; banyak lubang di sana-sini yang mau tidak mau harus di-hindari, bagaimanapun caranya, entah itu zig-zag atau jika mau; dilompati sekaligus. Demokrasi acapkali mendatangkan anugerah luar biasa, kadang pula menyekik dengan petaka. Kesalahan yang be-sar bukan hal lain, selain ternyata Indonesia belum siap untuk ber-demokrasi.

Menelisik layar pandang ke dunia kampus, wahananya mahasiswa, tak tanggung-tanggung ikut pula mencicipi rasa sistem pemerinta-han demokrasi. Bukan mustahil, demokrasi yang akan datang, bisa diprediksi, bisa disangka, atau mungkin bisa diramal, berdasarkan demokrasi yang dimainkan oleh mahasiswa sekarang-sekarang ini. Cerdas atau bodohnya berdemokra-si di Indonesia nanti, dapat diamati dan dicermati ketika mahasiswa memainkannya di panggung kam-pus saat ini.

Barangkali bencana, jika saja ma-hasiswa tak diberi wahana untuk bermain dalam demokrasi. Bisa

jadi mahasiswa-mahasiswa itu akan mati suri, tahu apa itu demokrasi, tapi tak tahu bagaimana memain-kannya. Dan barangkali bencana pula, jika mahasiswa sudah diberi wahana, alih-alih dijadikannya wa-hana itu tak lebih dari lumpur kotor tempat kerbau, lumpur-lumpur poli-tik kepentingan pribadi dan golo-ngan. Apabila demikian adanya, dapat diketahui bahwa Indonesia belum siap, sekali lagi belum siap, untuk berdemokrasi.

Nampaknya skenario yang harus dimainkan sekarang ini adalah celotehan anak kecil, sudah tahu mainannya rusak, bukan mencoba

memperbaikinya dengan baik, malah ingin langsung mengganti mainannya dengan yang baru. Ada yang kecewa dengan demokrasi, ada pula yang skeptis terhadap demokrasi, merasa demokrasi su-dah rongsokan, tak bisa dipakai, suka tidak suka harus diganti seka-rang juga.

Sedari dulu sudah tersedia ber-bagai macam sistem pemerintahan Indonesia, seperti Parlementer, Terpimpin, sampai Pancasila. Pun demikian sistem pemerintahan mahasiswa, mulai dari Senat Ma-hasiswa, Dewan Mahasiswa sam-pai Badan Eksekutif Mahasiswa.

Sudah dicoba satu persatu, karena penasaran layaknya ABG (Anak Baru Gede) atau ABK (Anak Bau Kencur), mencoba dan merasakan-nya langsung.

Namun nampaknya belum di-coba untuk bisa belajar dan dipa-hami, dari impresi-impresi yang su-dah dirasakan sebelumnya berupa pengalaman, untuk dipilah sistem apa yang paling cocok, khususnya untuk mahasiswa dan umumnya Indonesia. Bukan malah tergesa-gesa mengganti sistem secara utuh, cukup benahi saja sistem yang telah ada. Alasan tergesa-gesa dan tidak mau membenahinya bukan lain se-lain karena masih ada dan belum tercerabutnya kepentingan pribadi dan golongan. Ujung-ujungnya, melihat kejadian itu, yang dibutuh-kan bukan sistem, sekali lagi bukan sistem, tapi aktor-aktor yang bisa memperbaiki sistem yang telah ada.

Aktor-aktor itu juga tidak sem-barang mencarinya, tidak bisa dite-mukan di kubangan babi atau di parit-parit sawah. Aktor itu harus digembleng dengan pendidikan, bu-kan pula dari kalangan gembel pen-didikan. Institusi pendidikan punya peran di sini, bagaimana diajarkan nilai dan asas moral. Lingkungan pun seharusnya tak mau kalah,

bikin atsmosfer sekuat mungkin, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan macam tindakan nonetis dan batu sandungan untuk mem-prioritaskan kepentingan bersama. Dan tentu yang terakhir, yang ter-penting, dan yang tak bisa diganggu gugat, adalah kesadaran-kesadaran tentang moral, etika, dan memprio-ritaskan kepentingan bersama, tetap terpatri dalam sanubari aktor-aktor itu, sampai kapan pun.

Sudah bukan hal baru dalam perbincangan-perbincangan mana-pun, seperti sebuah keniscayaan. Sistem yang sudah diatur sedemiki-an rupa, bisa dipastikan tidak sesuai dengan praktiknya. Bagaimana pun itu demokrasi, tetap saja selalu tidak sesuai harapan. Seperti perkataan Shakesphare, mengidamkan dunia ideal hanya ada di dunia dongeng. Terlepas dari itu, tak ada salahnya terus-menerus memperbaiki hara-pan-harapan yang tidak sesuai men-jadi harapan-harapan yang paling tidak mendekati sesuai.

Tinggal tunjukan, bahwa demokrasi ala mahasiswa lebih baik dari demokrasi mana pun. Semoga Tuhan tak berniat jahat dengan demokrasi kita.

*Redaktur LPM INSTITUT

Demokrasi ala MahasiswaMuhammad Fanshoby*

Kolom...

Yunal Isra*

Iklan Layanan Masyarakat LPM INSTITUT UIN Jakarta

Hadapilah Ujian Akhir Semester (UAS) dengan prestasi

Page 8: TABLOID INSTITUT EDISI 13

Edisi XIII/Mei 2011Seni Budaya8

“Selama Sangkuni masih hidup, dunia tidak akan tenteram. Hidup tanpa kelicikan dan kebohongan adalah semu!” geram Sangkuni sam-bil menghilang dalam gelap. Itulah sepetik monolog Sangkuni I, yang diperankan KRMH Kusumobudoyo dalam pentas bertajuk Kebar Eram Kawuryan (Trigantalpati).

Pergelaran Agung Wayang Orang yang digelar di Dewan Kesenian Jakarta (24/5) ini me-ngangkat kisah tentang dendam Sangkuni, atau Trigantalpati, atau Harya Suman yang teren-

dam dalam nafsunya akan Dewi Kunthi. Dengan bantuan Bathari Durga sang Dewi Malapetaka, ia pun menjelma raga, cipta dan karsa dalam tiga sosok.

Dengan keberadaan wujudnya yang menjadi tiga ini, tak kurang dari enam keluarga kerajaan yang ia adu demi memuaskan hasrat, mendapatkan Dewi Kunthi. Kemudian terciptalah prahara antara Raja Mandura Prabu Bal-adewa dengan Wrekudara, Raja Mandaraka dengan Penguasa Lesanpura Setyajid, serta Bur-

iswara dan Setyaki. Tak hanya itu, Sankuni pun

menghembuskan dendam pada Prabu Kridakawaca dari Kera-jaan Hima-Himataka untuk menculik Dewi Kunthi.

Sebagai akibatnya, sang prabu menenculik Dewi Kunthi, yang menjadi spirit bagi para pandha-wa demi tujuannya membalaskan dendam pada Arjuna. Dengan demikian, harapnya, pandhawa dapat dilumpuhkan.

Memasuki tengah cerita, dikisahkan cantrik dan mentrik

sedang bersenda gurau khas Jawa dengan para punakawan Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong, memecah suasana tegang yang tersisa dari lakon Sangkuni. Na-mun banyolan itu tak berlangsung lama, karena Pancawala, Dewi Pancawati dan Abimanyu datang membawa kabar bahwa Ling-kungan Amerta tak lagi aman, dan meminta punakawan untuk pulang.

Di tengah hutan, mereka diha-dang para raksasa berambut keri-ting hingga betis dan bercat wajah merah menyala. Namun, dengan kekuatan pusaka Pancawala, para raksasa binasa tak bersisa.

Gambang pun berdenting kencang meningkahi lincah tangan pengrawit. Dari balik tirai kelam, Prabu Baladewa muncul bersama Wrekudara melakon-kan tarian konflik dengan Prabu Kridakawaca, Patih Singane-bah, dan Patih Bandhilori. Atas pengakuan Prabu Kridakawaca, terkuaklah bahwa prahara yang menimpa keluarga Amarta, Man-dura, Mandaraka, dan Lesanpura itu ternyata didalangi Sangkuni.

Sementara itu, di taman Sari Kepatihan Plasajenar, Sangkuni I, II, dan III berusaha memper-daya Dewi Kunthi yang berhasil ia culik. Beruntung, Pandhawa dan putranya segera datang bersama Prabu Baladewa dan

Prabu Kresna, sehingga gagallah Sangkuni dalam melancarkan dendamnya.

Pergelaran wayang yang dikemas dalam bahasa Jawa ini ternyata tak hanya dinikmati orang dewasa, namun juga remaja. Salah satunya Putri Nura, yang menyaksikan pementasan hingga selesai. Siswa kelas SMA Al Azhar Jakarta ini mengaku , ia sendiri yang ingin menonton pagelaran tersebut dan cukup mengerti kisah yang ditampilkan. “Ceritanya seru, senang menon-tonnya,” ujarnya sambil menggu-rat lesung pipi.

Adapun menurut Irnanda Laksanawan Wironegoro, ketua panitia, Pergelaran Agung Wa-yang yang diangkat Paguyuban Kusuma Handrawina tidak untuk diteladani, namun lebih sebagai cermin hidup untuk melakukan instropeksi bagi penontonnya.

Ditambahkannya, pertunjukan ini memberi kebebasan seluas-lu-asnya kepada kita untuk memilih tokoh mana yang hendak dite-ladani; apakah Bhima yang lugas dan jujur, Arjuna yang tangguh, Kresna yang cendekia, Dury-udana yang serakah, ataukah Sangkuni yang licik dan culas?

Nafsu Dendam Si Licik Kembar TigaFoto: ULAN/INSTITUT

Trisna Wulandari

Upaya Penyelamatan Peradaban Melalui Kliping MassalAprilia Hariani

Minggu pagi (22/5) halaman-Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin dipenuhi sekitar 200 orang peserta Aksi Kilping Massal dari Gerakan Koin Sastra. Sebelum-melakukan aksi kliping massal, peserta berbaris rapi untuk men-

dapatkan kaos bertuliskan ‘AKU Penyelamat Peradaban’.Dengan mendalami makna tema yang tepajang tegas dikaos itu, para peserta terlihat semakin antusias-mengikuti acara tersebut.

Aksi kilping massal ini menda-

pat dukungan dari banyak pihak. Dihadiri oleh para seniman, penulis dan satrawan ternama, salah satunya penulis buku Jakarta Undercover Moammar Emka.Acara ini juga dimeriahkan oleh artis ibukota Olga Lydya, Djenar-

Maesa Ayu dan Anjie Drive.Tepat puku l10.10, Olga Lydia

membuka acara Aksi Kliping Massal tersebut. Kemudian, para peserta disuguhi aksi duet Musi-kalisasi puisi oleh penulis novel, Djenar Maesa Ayu dan sang vokalis Anji Drive.

“Ludahnya masih terasa basah, sambil meraih tubuhku untuk-menikmati alunan koin-koin itu. Ting tong, ting tong koin-koin itu bernyanyi seakan mengajak untuk bersama,” demikian kutipan kata pada puisi berjudul ‘basah’ yang dibawakan Djenar.

Nada petikan gitar berhenti, pertanda musikalisasi puisi telah usai. “Aksi Kliping Massal ini merupakan salah satu gerakan Koin Sastra yang dimaksudkan untuk mengajak masyarakat pe-duliterhadap sastra Indonesia.Ka-rena sastra merupakan salahsatu aset yang menjadi karekter sebuah bangsa,” ujar Ahmad Maki dalam sambutan acara

Duapuluh relawan yang didominasi oleh mahasiswa mengeliping koran terbitan tahun 1970-an hingga 2011 dari berba-gai media cetak. Seminggu sebe-lum acara, para relawan sudah

menandai artikel yang berkaitan dengan sastra.

Acara inti pun dimulai, tigapu-luh peserta pertama memasuki ruangan H.B.Jassin untuk meng-gunting dan menempel potongan karya sastra dari berbagai sas-trawan dan melakukan pencantu-man nama para pengarangnya.

Peserta secara bergantian-melakukan aksi kliping sebanyak-delapan sesi. Tepat pukul 03.00 sore sekitar ribuan kliping karya sastra telah selesai dikerjakan.

Hasil kliping dimasukan ke-dalam tiga macam box berdasar-kan jenis sastra, pengarang, dan jenisnya untuk disimpan di Pusat Dokumentasi Sastra. Rencananya setelah acara ini, para relawan akan melakukan kliping setiap hari di PDS H.B. Jassin.

“Aperasiasi banget sama aksi ini, karna kalau kita yang nggak peduli sama sastra Indonesia lalu-siapa lagi,” tutur Dina mahasiswi jurusan Jurnalistik PNJ sebagai peserta kliping massal.

Kegiatan berakhir dengan renungan para peserta untuk peduli kepada sastra dan berusaha menjaganya.

Peserta memulai aksi kliping

Foto

: Rifk

i/IN

STIT

UT

Sangkuni sedang merayu Dewi Kunthi

Page 9: TABLOID INSTITUT EDISI 13

Aula Madya, INSTITUT- Dalam Seminar Kriminologi: Mencegah Kejahatan Korupsi menurut Krimonologi dan Fiqh Jinayah (18/5) di Aula Madya, Kriminolog Trully Hitosoro menjelaskan, keterbukaan men-genai kasus-kasus kriminal itu perlu, agar masyarakat tahu mana yang harus diwaspadai dari bentuk-bentuk kejahatan korupsi di lingkungannya.

Ia menyayangkan media yang seharusnya dapat mengupas dan membongkar seperti apa kro-nologi korupsi, ternyata tidak mampu membuat masyarakat paham bagaimana sebuah kasus korupsi sebenarnya terjadi. “Se-perti kasus Malinda, banyak media yang mengupas hidup gla-mornya saja, harta-hartanya saja, atau fisiknya saja,” imbuhnya.

Sementara itu, Komisioner In-formasi Publik Republik Indone-sia Ramly Amin Simbolon pem-berantasan korupsi tak cukup hanya diberantas, namun juga harus dicegah semua pihak. De-ngan jalur keterbukaan informa-si, korupsi yang mencengkram dan membuat miskin bangsa In-donesia dapat dicegah.

Namun lanjutnya, pemberan-tasan korupsi tak cukup hanya diberantas, namun juga dicegah semua pihak. Perlu diingat, te-kannya, KPK tidak mampu masuk ke sistem pengelolaan Ne-gara, dalam hal ini (keuangan), pengelolaan belanja dan penda-

patan. Dengan jalur keterbukaan informasi, korupsi yang men-cengkram dan membuat miskin bangsa Indonesia dapat dicegah .

Mendukung pernyataan Ram-ly, Komisaris Polisi Budi Wicak-sono mengatakan, banyak hal yang dapat memengaruhi indi-vidu, khususnya polisi, dalam melakukan korupsi. Tekanan un-tuk berbuat ‘nakal’ dari atasan, pengacara, keluarga, atau keter-tarikan pribadi sendiri menen-tukan sejauh mana polisi dapat bertahan untuk tidak ikut terjer-at kejahatan bersimbol tikus ini.

Sementara itu, Ajun Komisa-ris Polisi Budi Wicaksono mengatakan, Polri akan terus mengupayakan pemberantasan korupsi dengan mengingat kul-tur dan cap negatif polri di mata masyarakat, dan indikator ke-berhasilan pelayanan polri yang ditentukan oleh penerima jasa polri, bukan oleh atasan.

Ia melanjutkan, banyak hal

yang dapat memengaruhi indi-vidu, khususnya polisi, dalam melakukan korupsi. Tekanan un-tuk berbuat ‘nakal’ dari atasan, pengacara, keluarga, atau keter-tarikan pribadi sendiri menen-tukan sejauh mana polisi dapat bertahan untuk tidak ikut terjer-at kejahatan bersimbol tikus ini.

Ia menambahkan,pemberian hukuman pidana seberat-be-ratnya pernah dilontarkan, de-ngan harapan mampu memberi-kan efek penggentarjeraan bagi masyarakat. Namun pada kenya-taannya, korupsi tak juga habis.

Hal ini dibenarkan Dosen Kriminolog UI Iqrak Sulhin. Ia mengatakan, posisi per-masyarakatan menjadi dilema-tis, karena di satu sisi masyarakat menghendaki hukuman seberat-beratnya bagi koruptor, namun politik pemenjaraan mengharus-kan perlindungan hak para nara-pidana (ulan)

Pentingnya Keterbukaan bagi Pencegahan Tindak Korupsi FEB, INSTITUT –Seminar

bertema Revitalisasi Pendidikan Agama Islam sebagai ancaman atau solusi berdasarkan perspek-tif pemuda, Selasa (24/5), meng-hadirkan Drs. H. Supriyatin SY. MM sebagai staf Administrasi bidang Pendidikan DKI Jakarta dan Iskandar Muda, SE, alum-ni Fakultas Ekonomi & Bisnis UIN Jakarta. Tema tersebut dilatarbelangi oleh mulai me-mudarnya nilai nilai akhlaq dan degradasi moral dalam berbagai aspek kehidupan. Bertepatan dengan moment Hari Pendidi-kan Nasional ini, diharapkan pendidikan dapat menjadi garda terdepan dalam pengembangan moralitas.

Pada perbincangan awal Su-priyatin menerangkan, pen-didikan moral sangat penting dalam membangun karakter bangsa yang jujur.Selain itu, Ia juga mengulas sedikit alasan pemerintah yang peduli terha-dap seminar bertanjuk morali-tas pendidikan. Alasannya ialah pemerintah merasa bertang-gung jawab terhadap univer-sitas-universitas yang menjadi pusat kepakaran. Hal tersebut berkaitan dengan bagian tata kota yang tak terpisahkan, se-hingga moral harus dibangun untuk menciptakan SDM yang baik dalam mengatur tata kota suatu Negara.

Kembali ke tema seminar, lan-jutnya dia menerangkan bahwa ada lima hal yang harus di-transformasi dalam pendidikan

berkarakter. Pertama ialah kem-apuan Konigtif, yaitu kemam-puan untuk berfikir sistematis berdasarkan analis. Sebagai mahasiswa umumnya berfikir sistematis harus menjadi pola hidup yang menjadi tonggak pe-mikiran yang jujur.

Poin kedua, pendidikan berkarakter harus mampu men-jawab masalah terkait afeksi, mahasiswa khususnya harus-berperilaku yang sesuai dengan norma-norma agama. Selan-jutnya sebagai poin ketiga ialah mengenai pendidikan Skillyang harus dikembangkan. Lalu, pendidikan berkarakter harus dapat mengimplementasikan agama melalui pendekatan aka-demik, contohnya ialah dalam bidang Ekonomi harus diterap-kan pendidikan moral kejujuran agar tidak ada kasus korupsi.

Dalam poin terakhir, trans-formasi, pendidikan harus mengembangkan kreativitas, tak hanya mengembangkan teta-pi juga melakukan inovasi yang dapat mengangkat suatu bangsa menjadi lebih baik.

Lanjutnya, Islam seharusnya menjadi solusi untuk memban-gun moralitas bukan sebagai ancaman untuk kaum muda. “ Sangat miris saya pernah mendengar penelitian yang dilakukan untuk anak SMA, dengan hasil kontribusi agama hanya 5 % untuk membentengi remaja dalam hal mengkonsum-si narkotika dan sejenisnya,” tegasnya. (April)

Pentingnya Pendidikan Moral bagi Pemuda

Menulis tidaklah sesulit yang kita pikir, menulis juga bukan faktor ketu-

runan yang hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Ada banyak alternatif untuk menumbuhkan minat kita agar bisa menulis men-jadi penulis produktif, dari sekian banyak alternatif yang ada, se-orang menulis buku termotivasi untuk mendapatkan uang. Baya-ngkan bila harga jual buku Rp. 50.000 dan kita mendapat royalti 10% dari harga buku tersebut, kita akan mendapat Rp. 5.000 un-tuk satu buku. Andai dalam waktu dua bulan buku kita terjual 1.000 eksemplar kita akan mendapat Rp. 5.000.000 dari penjualan buku tersebut. Belum lagi bila buku kita menjadi best seller dan dibuatkan film, tentunya kita akan berhasil se-cara financial dan dikenal banyak orang. Buku ini menyajikan ke-pada pembaca kiat menjadi seorang

penulis hebat yang diawali dengan memberi motivasi dari keuntungan menulis, cara mencari ide, sampai cara mengirim tulisan kepada edi-tor dan mekanisme pembayarann-ya. Selain itu, dilengkapi pula berb-agai solusi dari setiap pembahasan yang akan memudahkan pembaca dalam menyelesaikan penulisan. Menulis dan membaca adalah sebuah paket yang tidak bisa terpisahkan begitu saja. Kedu-anya saling bersinergi dan saling melengkapi. Orang yang tidak suka membaca tapi ingin menulis ibarat memakan buah jeruk tapi tidak mau memasukan buah jeruk kemulutnya. Dalam kutipan buku tersebut, Andrea Hirata mengata-kan jika ada penulis yang mengaku produktif tanpa pernah membaca sama sekali, artinya ia berhenti be-lajar dan hanya ada dua kemung-kinan. Pertama ia sudah mencapai tingkat maha guru atau kedua ia pembohong dan ini mungkin yang

paling masuk akal. Kendala yang sering di-alami penulis adalah sulit untuk memulai dan mengakhiri tulisan-nya. Sebelum menulis alangkah baiknya kita memikirkan terlebih dahulu akhir dari tulisan agar apa yang kita tulis memiliki penggam-baran tentang akhir penulisan. Ke-sulitan dalam memulai penulisan bisa jadi disebabkan ada masalah dalam mengakhiri tulisan. Untuk memecahkahkan kebutuhan dalam mengakhiri dan memulai sebuah tulisan kita perlu banyak membaca, berlibur ke sebuah tempat, bertemu dengan rekan-rekan penulis dan pikirkan output yang ingin kita sampaikan kepada pembaca. Langkah-langkah untuk menemukan ide menulis non-fiksi bisa dimulai dengan melihat ke-butuhan pasar, teknik observasi diri, mematahkan pemikiran orang lain. Sedangkan untuk mencari ide menulis fiksi menggunakan panca

indra untuk merekam kejadian, mencatat, meniru yang sudah ada dan penguasaan materi. Alternatif lainnya bisa menggunakan trik ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) teknik ini bisa digunakan oleh para pemula dan professional. Lihat saja bagaima-na Asma Nadia membuat banyak buku La Tahzan setelah buku La Tahzan Aidh Al Qani keluar. Agar buku tersebut bisa diserap pem-baca tanpa harus dituduh sebagai plagiator kita harus memodifikasi hingga akhirnya keluarlah sebuah buku dengan ide yang segar. Kunci sukses dari ide ATM adalah sering berjalan-jalan ke toko buku dan mengunjungi situs toko buku on-line untuk mencari buku apa yang sedang menjadi tren. Setelah menentukan ide dan menganalisisnya, masuklah pada teknik penulisan. Buku ini membeberkan tiga macam teknik penulisan yakni

penulisan fiksi, non-fiksi, dan faksi. Pertama, penulisan fiksi diawali dengan me-latih imajinasi, menu-lis narasi, deskripsi, menentukan sudut pandang, dan yang tak kalah penting yakni konflik dan suspensi (kejutan) agar alur cerita tidak mo-noton. Kedua, penulisan non-fiksi bisa diawali dengan merumuskan tujuan dari penulisan dan pembaca yang kita tuju, kemudian menen-tukan gagasan, dan gaya bahasa. Terakhir, metode penulisan faksi adalah gabungan dua metode pe-nulisan antar fiksi dan non-fiksi. Penulisan faksi disajikan dengan gaya berce-rita, faksi sendiri meru-pakan kisah yang berdasarkan data atau fakta sebenarnya. Jenis-jenis faksi yang sering kita temui berupa memoar, kumpulan kisah nyata, biografi, sejarah, dan kisah nabi.

Pustaka

Egi Fajar Nur Ali

Kiat Menulis Buku Fiksi, non fiksi, dan Faksi

Judul : 88 kiat menjadi penulis hebatPenulis : Syamsa Hawa dan Irawan SendaPenyunting : Tina LeoniCetakan : Ferbruari 2011Penerbit : Tangga PustakaTebal : xii + 248 Hal : 21 cm

Edisi XIII/Mei 2011 Kampusiana 9

Para pembicara di Seminar Krimonologi (18/5)

Foto

: Ula

n/IN

STIT

UT

Page 10: TABLOID INSTITUT EDISI 13

Edisi XIII/Mei 2011Sastra10

Nisa Aku Terjatuh di SurgamuCerpen...

Puisi...

Harsono*

“Jika hati adalah kejujuran maka keyakinan adalah ketulusan yang abadi

Karena cinta bukanlah sebatas nawalaMelainkan air mata dan tarian nafas yang

menyanyi syahdu dalam ruang jiwa”

Hars menatap wajah Nisa, masih senyap. Terasa ada kesunyian di hulu matanya. Tan-pa berkedip ia memandang ke segala arah, mungkin dia sedang membayangkan sesua-tu. Tidak biasanya dia seperti itu. Sementa-ra lelaki yang berdiri di sampingnya terdiam sunyi, seakan tidak tahu harus berbuat apa. Padahal hatinya bergetar ingin mengungka-pkan sesuatu. Tapi rasa malu membuatnya kaku dan bingung. Dia hanya bisa menatap seraut wajah cantiknya tak bersuara dengan selayang pandang. Tapi gadis itu sendiri terasa paham apa arti tatapan, hanya diam tak ada sekelumit suara yang terdesah dari bibir mereka berdua. Semuanya serba bisu.

“Nisa! Bolehkah aku...”, kalimatnya ter-potong.

“Aku tahu apa yang mau kau ungkap-kan”, suara Nisa memotong.

Dia sudah terasa paham yang akan diung-kapkan Hars. Hars hanya diam, kepalanya tertunduk. Terasa semakin sulit untuk men-guraikan lagi. Tapi apa boleh buat jika se-mua adalah permintaan Tuhan, hatinya tak mungkin mengkhianati, walau rasa kecewa akan menakwil di kemudian! Matanya pun semakin berani lagi menatap wajah Nisa. Nisa angkat kepala dan menatap wajah Hars.

“Aku sangat bangga jika kamu jujur, ka-rena kejujuran adalah kekasih tuhan,’’ tu-turnya masih lembut selembut desir angin waktu itu.

“Aku pun akan mendengarkan dan akan menghargai perasaanmu, walau akhirnya kau tak dapat memilikiku. Karena aku sudah punya tunangan. Dan semoga tak ada penyesalan yang membuatmu ter-siksa”, tanganya memegang pundak Hars.

Sebenarnya dia sudah lama menutup pin-tu hatinya untuk laki-laki lain selain Yufa, tunangannya. Karena dia tidak ingin kisah dua bulan yang lalu meng-hibridis hidupnya kembali dengan kecewa. Pernah dijanjikan ketulusan cinta dari seorang laki-laki yang satu kelas dengannya jurusan Aqidah filsa-fat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tapi setelah hubungan itu diketahui tunangan-

nya, lelaki itu tidak bertanggung jawab, malah kabur entah kemana.

Hari semakin menari menumbangkan wajahnya ke telunjuk malam. Hars hanya diam seribu bahasa. Terasa tak ada pilihan lain kecuali bersandar pada kesabaran dan pasrah sepenuhnya pada takdir. Apakah perempuan itu akan menjadi miliknya? Atau hanya sebatas bayang-bayang saja? Setelah akhirnya tak dapat dimiliki. Hatinya bagaikan terhunus sebilah pedang, setelah mendengar jawaban Nisa yang benar-benar jujur. Kelembutan jiwanya membuat Hars terjatuh di pelukannya dan ingin memiliki. Terasa tak ada wanita lain selain Nisa yang dia kenal pertama kali. Bahkan bidadari surga sekalipun.

”Nisa, seandainya Tuhan memberikan pilihan lain maka lebih baik aku memeng-gal diri dan memilih mati daripada harus terkubur perasaan sendiri”.

“Jangan menyiksa diri sendiri dari ketidakpastian hidup. Masih banyak wanita lain, bukan hanya aku. Apalagi kau seorang sastrawan aku yakin dengan satu karyamu mampu memetik seribu wanita di kampus ini”.

Nisa semakin melarutkan kata-kata, men-coba merayu berkata manis, agar dia tidak terlalu dalam pengharapan. Walau hatinya sedikit punya perasaan. Kasihan Hars! Nisa sudah terikat cinta dengan lelaki pasar min-ggu.

“Hanya kamu wanita yang aku pilih dari jutaan mahluk tuhan”, lirih Hars sambil mendekat.

“Perasaanmu salah memilih wanita yang sebentar lagi akan get-married,” jawab Nisa datar.

Hars semakin terperanjat mendengar uca-pannya. Matanya menerka ke sosok perem-puan itu apakah bermain-main atau...? Ah! Dia seolah tidak percaya kalau Nisa akan married.

Lama terdiam, sunyi kembali sepi lagi.“Aku tidak percaya”.“Aku mohon jangan begitu tulus meng-

harapkanku untuk menjadi milikmu. Lepas-kan saja perasanmu pada yang lain, agar kamu tidak menyesal nanti,” Nisa masih mencoba menjelaskan dengan sabar.

Lengkap sudah bagi Hars sampai detik ini. Dia cukup merasakan hal yang menye-dihkan. Baru sebulan ditinggal pacarnya,

Elis. Ia minta putus karena menganggap Hars seorang cowok yang suka memper-mainkan wanita. Padahal alasannya tidak logis dengan terpaksa Hars memenuhi per-mintaanya walau dia sangat keberatan ter-hadap keputusan pacarnya dan kata putus mengakhiri. Padahal sama-sama cinta.

Kali ini Nisa yang diharapkan menjadi teman hidupnya dalam menempuh karir sebagai seorang penyair yang mengisi kepe-nulisan sastra dan teater di Jakarta, bahkan di tempat-tempat lain.

“Oke, jika memang ini jawaban yang sem-purna darimu. Aku rela menjadi Majnun yang kedua”.

“Aku tidak bermaksud membuatmu men-derita,” lirih Nisa dengan perasaan menye-sal.

Inilah hidup berjalan bersama takdir. Me-nari sunyi membilas sepi dalam jiwa, ter-paku sesaat ketiadaannya.

* * *Serempak suara geruman orang, suara

nyalang membelah dinding rumah dengan hati yang masih mengelingis. Hars semakin ingin tahu siapa yang mereka maksud. Mau kemana orang itu? Siapa yang dimaksud mau menikah? Nisakah? Bukan dia. Bukan-nya cuma kemarin aku ngomong dengan dia? Lalu siapa? Hatinya kian menggerutu. Orang-orang kian ramai menuju jalan itu.

Hars memang melihat lampu bagai yel seperti tahun baru disertai rias panggung pernikahan dan lagu pengantin baru. Bah-kan samar-samar melihat perempuan itu. Adakah? Aku tidak yakin. Tapi siapa dia? Perempuan yang membawa bunga.

“Saya tidak habis pikir kalau Nisa meni.....!”

“Nisa? Benarkah dia perempuan itu, Nisa?”

Dia hanya menggeleleng kepala linglung. Hatinya terbakar dan menderita. Benarkah? Kemudian Nisa?

Wajah malam semakin tersulap pekat, menari bertubuh sunyi mendaki sepi tanpa ada kenyataan yang pasti.

Jakarta, 2011

*Mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat semester II. Aktif di Poros Senja kala,

Pemuda Sastra Kampus Uin.

Surat Pembaca...

Nama penulis ada pada redaksi

Para pegawai yang bekerja sebagai birokrat UIN Jakarta bukanlah bekerja untuk dirinya sendiri, me-

lainkan untuk kepentingan bersama dan berdedikasi tinggi.

Pasalnya saya sering melihat beberapa pegawai di bagian kemahasiswaan yang main game saat jam kerja dan bekerja se-maunya. Masih di situ, tepatnya di bagian yang mengurusi beasiswa Dipa, saya sem-pat mengalami pelayanan yang benar-benar tidak menyenangkan hati saya. Malah men-yakitkan hati.

Para mahasiswa yang meminta pelayanan seakan menjadi kuli atau narapidana. Ada pelayan di sana yang saat melayani maha-siswa yang ingin mengurusi beasiswa, wa-jahnya begitu masam dan marah-marah terus.

Jujur saya sangat kesal padanya. Bukan-

nya membaik-baikkan saya, eh malah mara-hin saya melulu. Rasanya ia tak ikhlas men-jalankan pekerjaannya. Saat itu saya sedang mengurusi beasiswa. Saat mengisi formulir, saya melakukan kesalahan. Akibatnya, saya habis dimarahi tidak henti-hentinya seakan-akan manusia itu tidak boleh melakukan kesalahan. Ini mental-mental yang benar-benar tak layak dicontohkan.

Itu hanya sebagaian dari buruknya pela-yanan birokrasi di kampus ini. Masih ba-nyak pegawai yang benar-benar tidak bisa melayani mahasiswa dengan baik. Saya harap hal tersebut sebaiknya segera dimini-malisir. Sebab, kampus ini bukanlah sebuah universitas kampungan. Bagaimana men-jadi universitas kelas dunia jika pelayanan-nya saja masih seperti pelayanan orang di desa-desa. Malah di desa lebih baik dari ini.

Tiang LangitEko Indrayadi*

Redaksi LPM INSTITUT menerima tulisan berupa opini, esai, puisi, cerpen dan surat pembaca. Opini, cerpen dan Esai: 3000 karakter. Puisi dan Surat Pembaca 2000 karakter

Untuk esai, temanya seputar seni dan budaya. Kami berhak mengedit tulisan

yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya. Tulisan dikirim melalui email [email protected]

Masang iklan? Siapa takut!!!

Hub. 085781157788

Sungai-sungai yang mengalir biru.Detik-detik syahdu yang lalu.Kuteringat dirimu, Ibu.

Ketika dulu engkau selalu disampingku.

Nun jauh kini aku pergi,Berlari . . .Tancapkan cita-cita dan mimpi.

Bukannya tiada berkaca diri.Anak udik dari desa terpencil.Hanya berharap memutar nasib.Mengubah anggapan kampung terhadap sanubari.

Terkadang ananda teringat kisah.Bagaimana buah kelapa hanyut di sungai.Terbawa arus hingga ke samudera luas.Dan tumbuh menjadi tanaman baru.“Begitulah hidup”, ujarmu.Melangkah dalam perdu dan terus maju!

Pangestu, Bunda. . .Ananda berjuang legowo menantang takdir,Mengayuh sauh-memutar nasib.Ananda maklum hamba sahaya.Bapa tiada berpangkat.Bunda tiada berharta.Namun, nasehat tiada berputus hamba dicerahkan.

Sekarang jaman akan berubah,Waktu terus berjalan memaki mereka yang diam.Biarlah ananda terbuang dan hilang.Mereguk pahit dan perih perjuangan.Menatap kenyataan pada dunia.Bukan kesemuan yang ditawarkan heroin.Serta rasa sakit yang hilang akibat kateter.Cukuplah aku melangkah!Tanpa sandal, dengan setali 2,5 sen.Aku terus berjalan . . .

Tiada putus niat dan semangat.Ananda pasti pulang dengan kebanggaan . . .

Djakarta, 16 Maret 2011

*Mahasiswa jurusan ilmu politik semester 4Dalam perjuangan menggugah nurani Tuhan

Page 11: TABLOID INSTITUT EDISI 13

Edisi XIII/Mei 2011 Sosok 11

Bambang, Konsisten Menuntut Keadilan

“Saya tegaskan sejak masih ada pembangunan di Indonesia, berarti penggusuran rumah masih tetap akan berlangsung. Jadi sebaiknya masyarakat mampu mempertahan-kan haknya sesuai dengan hukum” “Kita jangan pernah gentar untuk menuntut keadilan atas hak kita,” ungkapan yang keluar dari bibir Bambang Rizki, mahasiswa Fakul-tas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Jakarta ini menandakan seman-gatnya untuk tetap mempertahankan keadilan di Negeri ini.

Bukan tanpa sebab ia berkata seperti itu. Pasalnya ia salah satu korban ketidakadilan yang masih ada di negeri yang sudah lama merdeka ini. keluarganya beserta 43 kepala keluarga (KK) lain yang berada di Jalan Arief Rahman Hakim No 44, Depok dipaksa meninggalkan tanah lahirnya.

Lantaran, Pemerintah Kota Depok memaksa warga untuk menjual tanah yang berada di pu-sat Kota Depok tersebut, untuk dijadikan jalan alternatif. Jalan itu menghubungkan Jalan Dewi Sartika dengan jalan Arief Rah-man Hakim.

Namun, di antara 44 Kepala Keluarga, hanya Bambang beserta keluarganya yang masih tetap bertahan. Karena aktivis Komunitas Pencinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan (KM-PLHK) Ranita tersebut menilai ini adalah sebuah penindasan yang dilakukan pemerintah Depok.

“Dari pihak Pemerintah hanya menganggarkan Rp 650.000/

meter. Itu kan tidak sesuai. Dan sebenarnya KK yang lainnya pun tidak setuju,’’ ungkap mahasiswa yang gemar orasi tersebut. Lan-jutnya Ia menjelaskan alasannya tentang harga tanah yang dita-warkan Pemerintah Depok, tidak sesuai karena tanah tepat berada di tengah kota.

Selain itu, Bambang merasa ketidakadilan terletak juga pada pengambilan keputusan sepihak yang dilakukan Pemerintah Kota Depok. Karena lang-sung menetapkan harga tanpa bernegosiasi terlebih dahulu dengan masyarakat. “Dari pihak (Pemerintah, red) Depok nggak ada tekad baik buat musyawarah “ ungkapnya.

Ia pernah meminta bantuan kepada sesama mahasiswa akti-fis di UIN Jakarta, dan sempat di respond serta didukung atas penolakannya terhadap penggu-suran tersebut.

Dukungannya mengalir dari Organisasi Intra kampus, Ekstra serta beberapa UKM UIN Jakarta. Dan kemudian memben-tuk Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat. Dukungan tersebut berupa kumpulan tanda tangan. Setelah itu Bambang mengirim-nya kepada Pemerintah Kota Depok sebagai upaya penolakan ketidakadilan, namun tetap tak ada tanggapan.

Sejak saat itu Bambang mencoba berjuang sendiri, pada pertengahan Febuari lalu Bambang beserta keluarganya mendantangi rumah walikota Depok untuk bernegosiasi dan

musyawarah terkait kasusnya. Tapi dari pihak walikota tidak menanggapi aduan tersebut dengan alasan semua masalah penggusuran sudah diserahkan ke Departement yang terkait.

Bukan tidak ada permasalahan yang ia rasakan ketika memper-juangkan kasusnya ini. Ia beserta keluarganya sering mendapat-kan intimidasi ancaman lewat telepon yang menyatakan bahwa rumahnya akan digusur paksa, lalu telepon rumahnya sekarang sudah diputus tanpa adanya kes-epakatan dari kedua belah pihak. Selain itu genteng belakang rumanya sudah dihancukan oleh alat berat. Tembok belakang rumahnya pun dihiasi dengan kalimat ‘ Hancurkan Rumah ini’.

Hingga saat ini pembangunan jalan altenatif itu pun sudah hampir selesai, kondisi rumah Bambang yang hanya tinggal sendiri, terletak ditengah tengah jalanan yang sudah siap untuk dilintasi oleh kendaraan

“Kami bertahan bukan hanya diam saja, kami sudah berupaya musyawarah dengan pihak Kota Depok, negosiasi itu ada jika ada musyawarah, nah ini dari pihak Depok tidak ada tekad baik buat musyawarah. Sampai keluarga kami menemui Walikota Depok, tapi dari pihak Walikota be-kerjasama dengan tim pemba-ngunan Kota Depok mengelak bahwa dana tersebut sudah cukup,’’ tuturnya mengerutkan alis sambil tersenyum kecil.

Bambang berharap, masyarakat khususnya ma-

hasiswa dapat menjadi Agent of Control atau sebagai pengawas ter-hadap pemerintah. Karena sesuai dengan Tridarma perguruan tinggi yang ketiga yaitu, pengabdian pada masyarakat. Oleh sebab itu mahasiswa diharapkan dapat membela rakyat yang sedang men-untut keadilan.

“ Saya tegaskan sejak masih

nya, tapi kedaulatan mahasiswa,” ujarnya.

Jalannya pra workshopDiskusi pra workshop yang berja-

lan selama empat hari dilaksana-kan di ruang Audiorama. Acara yang diselenggarakan KMU dan DPMU difasilitasi Rektorat dalam pengadaan pembicara, ruangan, dan pencairan dana.

Diskusi pertama (13/5) meng-hadirkan pembicara Fuad Djabali dan Bachtiar Effendy. Diskusi ini bertema peran lembaga kemaha-siswaan dalam membangun per-adaban ilmu pengetahuan. Pada tengah pembicaraan, seorang ma-hasiswa melakukan interupsi.

Namun karena hal itu, tiba-tiba Bachtiar berdiri dan meninggalkan ruangan. “Saya tidak suka dengan cara interupsi seperti ini,” ujarnya. Hal tersebut langsung diikuti Fuad. Kejadian selanjutnya berlangsung tegang karena sebelum meninggal-

Hal tersebut dibenarkan Surya, namun dengan tamba-han bahwa keputusan tetap ada di tangan mahasiswa. “Kalau di tataran teknis, tim pendamping itu mempermudah kita dalam pen-cairan dana, mengundang pembi-cara, dan memberi masukan, seka-dar itu saja,” jelas Surya.

Meskipun begitu, Su-darnoto menjelaskan mahasiswa ha-nya diberikan kewenangan dalam pembuatan draft, tapi semua keputusan tetap berada di tangan Dirjen Pendidikan Islam. “Kita ini berada dibawah Kementrian Agama, jadi segala keputusan di tangan Dirjen,” tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Surya menjelaskan jika pada akhirnya keputusan Dirjen tidak sesuai dengan keinginan mahasiswa, ia bersama aktifis mahasiswa lain-nya akan terus memperjuangkan kedaulatan mahasiswa. “Yang kita perjuangkan kan bukan SG-

kan ruangan, Fuad menyatakan bahwa ia baru pertama kali berada di forum dengan attitude seperti itu. Akhirnya diskusi dihentikan.

Namun, Rotibul Umam, maha-siswa yang menginterupsi pembi-caraan Fuad menyatakan, ia ber-maksud meluruskan narasumber karena pembicaraannya melebar dari tema yang ada. Ia menya-yangkan sikap pembicara yang seperti itu. “Hanya dengan inte-rupsi sekali saja kok langsung disi-kapi dengan walk out, mestinya di-berikan arahan dulu,” tambahnya.

Pada diskusi kedua (14/5), Burhanudin Muhtadi dan Andikey Kristianto, yang merupakan aktivis ‘98, dihadirkan sebagai pembicara. Burhanuddin mengungkapkan kekurangan dari SG dan memberi kritik pada aktivis sekarang yang kurang mengedepankan akademis. “Dulu yang dijual itu intelektuali-tas,” ungkapnya.

Senada dengan Burhanu-

din, Andikey juga memaparkan kekurangan SG. Ia mengkritik kurang baiknya manajemen kon-flik yang diterapkan mahasiswa. “Dulu itu kalau ada masalah dise-lesaikan dengan baik, sambil ngopi ngerokok bareng lah,” tegasnya. Na-mun ia menambahkan jika lebih baik memperbaiki sistem yang ada daripada menggantinya.

Pertemuan selanjutnya (21/5), Abuddin Nata dengan konsep Senat Mahasiswa yang dibawa-nya, mencoba memperbaiki kekurangan SG dengan konsep yang dibawanya. “Itu (POK, red) tawaran saya, tapi kalau kalian mau yang lain ya terserah, gitu aja kok repot” ujarnya.

Sedangkan Rifki Arsilan, aktivis ‘98, menyayangkan bila SG milik UIN yang ditiru banyak univer-sitas di Indonesia justru diganti dengan sistem yang lain. “Di-sayangkan jika justru mengalami kemunduran.”tegasnya.

Pada pertemuan terakhir (23/5) dihadirkan Dirjen Pendidikan Islam, Muhammad Ali dan Rek-tor UIN, Komaruddin Hidayat. Komaruddin mengungkapkan, ia tidak ingin mencampuri urusan ini karena mahasiswalah yang berhubungan secara langsung. ”Masalah SG saya menghargai itu, dan itu adalah wilayah maha-siswa,” tegasnya.

Sedangkan M. Ali menyatakan, Dirjen sedang mengkaji kembali SK No: DJ.I/253/2007. “Ambil yang positif dan ekses-ekses negatif harus kita eliminir,”ujarnya. Na-mun Andi Syafrani dan Ridwan Darmawan, pembicara dari pihak mahasiswa mengungkapkan, SK Dirjen itu tidak memiliki dasar hu-kum yang kuat karena SK Mendik-bud No. 155/U/1998 masih ber-laku. “Organisasi kemahasiswaan diatur oleh setingkat menteri, bu-kan oleh setingkat dirjen,” tegas-nya.

Sambungan.. Bukan Soal SG, tapi Kedaulatan Mahasiswa.

Aprilia Hariani

ada pembangunan di Indonesia, berarti penggusuran rumah masih tetap akan berlangsung. Jadi sebaiknya masyarakat mampu mempertahankan haknya sesuai dengan hukum negara tentunya,” ungkap mahasiswa yang hobi membaca ini.

Bambang, di depan rumahnya yang terancam digusur. (24/5)

Foto

: RIF

KI/

INST

ITU

T

Page 12: TABLOID INSTITUT EDISI 13

Edisi XIII/Mei 2011 Wawancara 12

Memperbaiki Celah Hukum SGJaffry Prabu Prakoso

Sekarang adalah waktu-nya tim perumus untuk membuat konsep lem-

baga kemahasiswaan. Dengan harapan Sudent Government (SG) tetap ada di UIN Jakarta. Namun apa yang akan dilakukan tim perumus dalam membuat draft lembaga kemahasiswaan? Lalu apakah langkah-langkah dan perjuangan tim perumus dalam mempertahankan SG?

Berikut petikan wawancara Jaffry Prabu Prakoso, reporter INSTITUT (26/05) di sebelah sekertariat Unit Kegiatan Ma-hasiswa (UKM) Teater Syahid, dengan Surya Vandiantara, salah satu anggota tim perumus.

Menurut tim perumus bagaimana hasil diskusi serial pra workshop kemarin?

Kalau pendapat tim perumus intinya SG masih layak untuk dipertahankan. Dan dari semua pembicara yang ada, tidak ada satu bantahan pun yang menya-takan bahwa apalah itu ben-tuknya baik itu POK, maupun Senat Mahasiswa, yang lebih baik dibandingkan SG. SG me-mang masih layak.

Tapi dengan SG yang sudah revisi?

Ya memang kalau masalah re-visi itu kan berbicara sempurna. Sebenarnya tidak ada yang sem-purna, semua itu kan tergantung ketetapan dialektik yang se-dang kita jalani hari ini. Ketika kita membaca ada kekurangan dalam SG maka kita akan per-baiki.

Apa langkah kedepan tim pe-rumus?

Yang jelas memperbaiki celah-celah hukum di SG, sehingga kedaulatan mahasiswa diperta-nyakan. Karena sebaik apapun sistem yang sedang berjalan hari ini, sistem SG juga pasti memi-liki celah. Nah celah itu yang sekarang sedang kita godok, kita buat semacam tambalan lah su-paya semakin menyempurnakan sistem.

Kapan target jangka waktu penyelesaian tim perumus?

Mengingat pemerintahan ma-hasiswa ini kan sudah lama digo-yang oleh rektorat, dalam artian ada lembaga yang tidak berjalan sesuai dengan konstitusi. Ya, tar-getnya sebelum semester depan kita sudah menjalankan peran SG yang sudah diperbaiki.

Apa harapan dari tim pe-rumus dan panitia kedepan-nya terhadap lembaga kemaha-siswaan?

Harapan ideal kita demokrasi di UIN tercipta, kedaulatan ma-hasiswa itu benar-benar dirasa-kan, hak-hak yang menjadi milik mahasiswa itu teraspirasikan. Lalu kewajiban-kewajiban baik dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif itu dijalankan. Karena terkadang ada yang mengambil hak-hak tersebut.

Dari pihak rektorat meng-inginkan tim pendamping, apa fungsi tim pendamping itu?

Kalau dalam teknis tim pen-damping itu mempermudah kita dalam pencairan dana, mengun-

dang pembicara, memberikan masukan. Tapi tetap saja kepu-tusan tetap berada di tangan mahasiswa.

Tapi draft yang nanti diaju-kan mahasiswa ke universitas akan digojlok oleh dirjen, dan dirjen yang mengeluarkan. Universitas harus tunduk ke-pada SK tersebut. Bagaimana dengan hal tersebut?

Dari hasil diskusi bersama dirjen kemarin itu bahwa me-mang SK POK itu tidak memiliki hasil yang jelas, dalam artian pa-yung hukumnya nggak ada. Dan SG tidak menyalahi payung hu-kum yang lebih tinggi, termak-sud SK Mendikbud tahun 1998. Yang kita pertanyakan kenapa POK ini malah bertentangan dengan SK Mendikbud itu. Dan kita sebagai mahasiswa yang sadar dan mempelajari hukum, mengikuti keputusan menteri daripada SK Dirjen.

Bagaimana kalau hasil akhir tidak seperti yang diinginkan mahasiswa?

Kita kan berbicara tentang perjuangan, kalau tidak sesuai dengan keinginkan mahasiswa secara keseluruhan ya kita akan terus perjuangkan. Sampai ka-pan pun kita akan terus per-juangkan. Dan polanya itu bisa beragam. Bisa kita menolak ha-sil workshop, walk out dari lem-baga kemahasiswaan, membuat memorandum dengan rektorat, membuat aksi besar. Yang kita perjuangkan kan bukan SG-nya tapi kedaulatan mahasiswa.

Halaman Depan Tarif1/6 Halaman Rp. 700.000Halaman Belakang Tarif½ Halaman Rp. 850.000¼ Halaman Rp. 750.0001/8 Halaman Rp. 550.000Halaman Dalam Tarif½ Halaman Rp. 550.000¼ Halaman` Rp. 400.00013cm x 7cm Rp. 350.00010cm x 5 cm Rp. 300.0006cm x 5cm Rp. 250.0005cm x 5cm Rp. 200.000

Iklan Mini Display TarifKolom RP. 5000,-/mmkBaris RP. 7000,-/brs(minimal 3 Baris, Maksimal 5 Baris, 1 Baris 32 Karak-ter)

TARIF IKLAN LPM INSTITUT