Status Ujian Yasar

49
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH BAB I PENDAHULUAN Angka prevalensi PJK tidak setinggi penyakit lain seperti penyakit infeksi, Namun, walaupun demikian PJK masih dianggap sebagai penyumbang angka kematian tertinggi di Indonesia. 1 Sindroma koroner akut merupakan salah satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK) dan saat ini telah menempati angka prevalensi 7,2 % pada tahun 2007 di Indonesia (data Riskesdas 2007). Sindroma koroner akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk kumpulan simptom yang muncul akibat iskemia miokard akut. SKA yang terjadi akibat infark otot jantung disebut infark miokard. Termasuk di dalam SKA adalah unstable angina pektoris, infark miokard non elevasi segmen ST (Non STEMI), dan infark miokard elevasi segmen ST (STEMI). 2 ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum sindroma koroner akut yang paling berat. Strategi pengobatan STEMI sangat berkaitan dengan masa awitan (time onset) dan memerlukan pendekatan yang berbeda di masing-masingsenter pelayanan kardiovaskular demi mendapatkan tatalaksana yang tepat, cepat dan agresif. 3 Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG) dan peningkatan pertanda 1

description

n

Transcript of Status Ujian Yasar

Page 1: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

BAB I

PENDAHULUAN

Angka prevalensi PJK tidak setinggi penyakit lain seperti penyakit infeksi,

Namun, walaupun demikian PJK masih dianggap sebagai penyumbang angka

kematian tertinggi di Indonesia.1 Sindroma koroner akut merupakan salah satu

subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK) dan saat ini telah menempati

angka prevalensi 7,2 % pada tahun 2007 di Indonesia (data Riskesdas 2007).

Sindroma koroner akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk kumpulan

simptom yang muncul akibat iskemia miokard akut. SKA yang terjadi akibat

infark otot jantung disebut infark miokard. Termasuk di dalam SKA adalah

unstable angina pektoris, infark miokard non elevasi segmen ST (Non STEMI),

dan infark miokard elevasi segmen ST (STEMI).2 ST elevation myocardial

infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum sindroma koroner akut yang

paling berat. Strategi pengobatan STEMI sangat berkaitan dengan masa awitan

(time onset) dan memerlukan pendekatan yang berbeda di masing-masingsenter

pelayanan kardiovaskular demi mendapatkan tatalaksana yang tepat, cepat dan

agresif.3

Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari

3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG)

dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak

ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu

timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T.4

Pada nekrosis otot jantung, protein intraseluler akan masuk dalam ruang

interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran

limfatik.5 Protein-protein intraseluler ini meliputi aspartate aminotransferase

(AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB),

mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan

cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT).6 Peningkatan kadar serum protein-

protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.7

Apabila arteri koronaria yang utama tersumbat, maka akan terjadi infark

transmural yang mana kerusakan jaringannya mengenai seluruh dinding miokard.

1

Page 2: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Pada EKG tampak ST-segmen elevasi dan gelombang Q-patologis yang disebut

ST-segmen elevasi Miokard Infark (STEMI). Apabila hanya cabang profunda

yang tersumbat, atau mungkin tidak tersumbat namun tiba-tiba terjadi peningkatan

konsumsi oksigen yang hebat, maka kerusakan miokard hanya terbatas pada

subendokard. Pada EKG tidak tampak gelombang Q-patologis dan ST-elevasi

yang disebut Non ST-elevasi Miokard Infark (NSTEMI).8

Istilah NSTEMI digunakan pada penderita dengan nyeri dada khas infark

dengan bukti adanya kerusakan miokard tanpa elevasi ST-segmen. Dengan

bertambah luasnya miokard maka NSTEMI dapat berubah menjadi STEMI.

NSTEMI lebih sering menyebabkan kematian dibanding STEMI karena kadang-

kadang tidak terdiagnosis pada saat pasien masuk rumah sakit.8

2

Page 3: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Klasifikasi

Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke

otot jantung terganggu sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk

memenuhi kebutuhanmetabolisme jaringan sehingga berakibat adanya gangguan

pada organ-organ tubuh. Hal ini bisa disebabkan trombus arteri koroner oleh

ruptur plak yang dipermudah terjadinya oleh factor seperti hipertensi, merokok

dan hiperkolesterolemia. IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial

infarction = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut

(SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA

dengan elevasi ST.9

Istilah NSTEMI digunakan pada penderita dengan nyeri dada khas infark

dengan bukti adanya kerusakan miokard tanpa elevasi ST-segmen. Dengan

bertambah luasnya miokard maka NSTEMI dapat berubah menjadi STEMI.

NSTEMI lebih sering menyebabkan kematian diabnding STEMI karena kadang-

kadang tidak terdiagnosis pada saat pasien masuk rumah sakit. (peter karbo)

Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard

akut,denganpembagian:

1. Derajat I : tanpa gagal jantung

2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan

peningkatan tekanan vena pulmonalis

3. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.

4. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _ 90

mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).10

Ada dua tipe dasar infark miokard akut:

1. Transmural: terkait dengan aterosklerosis arteri koroner utama yang

melibatkan. Halpada anterior, posterior, inferior, lateral atau septum. Infark

transmural memperpanjang melalui seluruh ketebalan otot jantung dan biasanya

merupakan akibat dari kurangsuplai darah di daerah itu.

3

Page 4: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

2. Subendocardial: melibatkan area kecil di dinding subendocardial dari ventrikel

kiri,septum ventrikel, atau otot papiler. Infark Subendocardial dianggap akibat

dari suplai darah menurun secara lokal, mungkin dari penyempitan arteri koroner.

Daerah subendocardial adalah daerah terjauh dari suplai darah jantung dan lebih

rentan terhadap jenis patologi.11

2.2. Etiologi

Infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:

1. Infark miokard tipe 1 : Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur

plak, fisura,atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan

ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark

miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau

hipotensi.

2. Infark miokard tipe 2 : Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi

dan spasme arteri yang menurunkan aliran darah miokard.

3. Infark miokard tipe 3 : Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi

tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau

penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.

4.a. Infark miokard tipe 4a : Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark

miokard(contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat

pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya

infark miokard.

4.b. Infark miokard tipe 4b : Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent

trombosis.

5. Infark miokard tipe 5 : Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai

normal.Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass

koroner.12

Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah

hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau

trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education

Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagaifaktor penyebab penyakit

jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan

4

Page 5: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark

Miokard.13

Gambar 2.1. Tipe Infark Miokard sesuai kondisi arteri koroner12

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg

atautekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik

meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.

Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk

meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka

penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen

karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang

tersedia.13

Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar

50%. Seorangperokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris,

sekitar 300.000 kematiankarena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan

rokok.2

Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-

49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan

peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT >

25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT >30 kg/m2. Obesitas sentral adalah

obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga

berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida,

5

Page 6: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin

dan diabetes melitus tipe II.2

Risiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi

diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal.

Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit

mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi

berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan

resiko terkena penyakit.15

2.3. Patofisiologi

Seperti pada angina pektoris, patogenesis infark miokard akut (STEMI dan

Non-STEMI) juga disebabkan karena ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen di miokard akibat atherosklerosis atau plak.8

2.3.1 Proses terjadinya fissura dan ruptur plak

Infark Miokard akut dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner,

aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran

darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang

kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase

plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue

factor ‘faktor jaringan’ dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue

factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab

terjadinya produksi trombin yang banyak.

2.3.2 Trombosis akut dan agregasi platelet

Adanya adhesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan

trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’. Proses

inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinases, dan

sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi

tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam

antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang

menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak.

2.3.3 Vasopasme arteri koroner

6

Page 7: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Vasokonstriksi arteri koroner terjadi akibat disfungsi endotel ringan dekat

lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor

konstriktor lebih dominan daripada faktor relaksator. Adanya vasospasme

episodik ini dapat mengubah plak arteri koroner yang sebelumnya stabil menjadi

tidak stabil yaitu terjadi ruptur intima, penetrasi makrofag dan agregasi trombosit.8

2.4. Manifestasi Klinis

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA, seorang

dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan

dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam

pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada pada angina sebagai berikut :

Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.

Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,

seperti ditusuk, rasadiperas, dan dipelintir.

Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,

gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

Factor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah

makan.

Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,

cemas dan lemas.

2.5. Diagnosis Banding

Beberapa penyakit dapat menyerupai kondisi seperti pada sindrom

koroner akut Non-STEMI16.

Gambar 2.2. Diagnosis banding ACS Non-STEMI14

7

Page 8: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

2.6. Diagnosis

1. Anamnesis

Pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dianamnesis

apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Perlu

dianamnesis apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta factor-faktor

resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta

riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.

2. Pemeriksaan fisis

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali

ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30

menit dan banyak keringat. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai

manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan atau hipotensi) dan

hampir setengah pasien infark inferor menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis

(bradikardia dan atau hipotensi). Bila telah terjadi komplikasi gagal jantung, maka

dapat ditemukan irama gallop (bunyi jantung ketiga) atau ronki basah. Bila terjadi

aritmia dan hipotensi, maka penderita mungkin tampak pucat dan berkeringat

dingin.8

3. Pemeriksaan penunjang

a. Elektrokardiogram

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada pasien dengan keluhan

nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Rekaman listrik jantung

merupakan langkah diagnosis awal yang membedakan kedua kelompok sindrom

koroner akut yang mempunyai pendekatan terapi berbeda. Jika terjadi peningkatan

segmen ST, artinya terjadi infark miokard yang merupakan indikasi untuk

reperfusi segera. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST

mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis

infark miokard gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat

sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi

segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau non-

STEMI.18

8

Page 9: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Pada Infark Miokard Akut non-transmural, tidak ada perubahan EKG yang

spesifik, kecuali depresi segmen ST. Apabila dilakukan pemeriksaan biomarker

jantung yaitu troponin atau CKMB dan ditemukan positif, maka pasien

didiagnosis didiagnosis sebagai NSTEMI. Apabila pada pemeriksaan biomarker

jantung ditemukan negatif, maka pasien didiagnosis sebagai UAP.8

b. Laboratorium

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac

specifictroponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus

digunakan sebagaipetanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan

otot skeletal, karenapada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB.

Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan

sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.

Gambar2.3. Grafik penanda biokimia pada infark miokard

Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan

adanekrosis jantung (infark miokard).

CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai

puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.

9

Page 10: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam

bila ada infark miorkard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T

masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu :

Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak

dalam 4-8 jam.

Creatinine Cinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark

miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal

dalam 3-4 hari.

Lactic dehydrogenase (LDH), meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark

miokard, mencapai 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang

dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.

Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.16

Gambar 2.4. Algoritma ACS NSTEMI14

2.7. Penatalaksanaan

10

Page 11: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Tujuan utama penatalaksanaan IMA adalah diagnosis cepat,

menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang

mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian

obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.19

Penanganan kegawatdaruratan Tatalaksana awal:

Oksigen 4L/ menit (saturasi dipertahankan > 90%).

Aspirin 160mg (dikunyah).

Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri.

Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat.4

a. Tatalaksana lanjut sesuai indikasi dan kontraindikasi:

Anti iskemik: Nitrat, B-bloker, Ca antagonis.

Anti platelet oral: Aspirin, Clopidogrel.

Anti koagulan: Heparin (UFH, LMWH).

Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin.

Dosis heparin (UFH) sebagai co-terapi: Bolus iv 60 u/ kg BB maksimum

4000u, dosis maintenance drip 12u/ kg BB selama 24 – 48 jam dengan maksimum

1000 u/ jam dengan target aPTT 50 – 70s. Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam

setelah terapi dimulai. LMWH dapat digunakan sebagai alternative UFH pada

pasien-pasien berusia < 75 tahun dengan fungsi ginjal baik (kreatinin < 2,5 mg/dl

pada laki-laki atau < 2 mg/ dl pada wanita).4

Strategi Invasive dini

Strategi invasive dini adalah angiografi koroner dengan stenting yang

dilakukan dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala SKA (peter karbo).

Sebenarnya, Farmakoterapi ajuva n yang optimal penting dalam strategi invasif,

tetapi pada keaadaan pra-terapi seharusnya tidak menunda tindakan angiografi dan

intervensi. Singkatnya, Waktu untuk dilakukan angiografi dan revaskularisasi

11

Page 12: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

harus didasarkan pada profil risiko pasien. Pasien pada risiko sangat tinggi

(refrakter angina, gagal jantung parah, aritmia ventrikel yang mengancam

kehidupan atau ketidakstabilan hemodinamik) harus dipertimbangkan untuk

tindakan koroner angiografi urgensi (<2 jam). Pada pasien resiko rendah tanpa

gejala berulang penilaian adanya penghambatan ischaemia non-invasif harus

dilakukan sebelum keluarnya rumah sakit. Angiografi koroner harus dilakukan

jika ditemukan hasil positif untuk ischaemia reversibel.14

Tindakan pembedahan CABG (Coronary Artery Bypass Graft)

Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibandingkan dengan

pengobatan, pada keadaan4:

a) Stenosis yang signifikan ( ≥ 50 %) di daerah left main (LM)

b) Stenosis yang signifikan (≥ 70 %) di daerah proksimal pada 3 arteri

koroner utama

c) Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk

stenosis yang cukup tinggi tingkatannya pada daerah proksimal dari

left anterior descending coronary artery.

2.8 PROGNOSIS

Prognosis UAP/NSTEMI dapat diperkirakan dengan melakukan penilaian

risiko kuantitatif. Penilaian ini bertujuan untuk penentuan keputusan klinis dan

memprediksi risiko kejadian iskemik jangka pendek dan menengah. Skor risiko

yang paling banyak dipakai diantranya adalah Thrombolysis in Myocardial

Infarction (TIMI) risk score.12

12

Page 13: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Gambar 2.5 TIMI RISK SCORE untuk UAP/NSTEMI

Selain menggunakan skor TIMI, stratifikasi risiko pada UAP/NSTEMI

dapat dinilai dengan menggunakan Global Registry of Acute Coronary Events

(GRACE) score. Skor ini menyajikan stratifikasi risiko baik saat masuk, selama

perawatan, maupun saat keluar dengan lebih akurat.12

Gambar 2.6 GRACE SCORE

13

Page 14: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

BAB III

STATUS PASIEN ICCU

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. RL

Umur : 48 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Desa merduati kecamatan Kuta Raja

Pekerjaan : PNS

Agama : Islam

Suku : Aceh

Status Perkawinan : Sudah Menikah

No. CM : 0-98-20-59

Tanggal Masuk : 11 Desember 2013

Tanggal Pemeriksaan : 13 Desember 2013

3.2 ANAMNESIS

a. Keluhan Utama

Nyeri dada

b. Keluhan Tambahan

Sesak napas

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSU dr. Zainoel Abidin dengan keluhan nyeri dada sejak ±

10 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pada dada sebelah kiri, terasa

14

Page 15: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

seperti terpelintir dan seperti ditimpa beban yang berat. Nyeri dada dirasakan

tembus ke belakang, lamanya mencapai ± >20 menit. Nyeri tidak terasa berkurang

jika pasien duduk atau beristirahat. Pada saat nyeri dada berlangsung pasien juga

mengeluhkan keringat dingin. Keluhan mual, muntah , sesak, sakit kepala, nyeri

ulu hati tidak dikeluhkan pasien. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh

pasien.

d. Riwayat Pemakaian Obat

Pasien belum mengonsumsi obat untuk keluhannya ini.

e. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya.

f. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes mellitus dalam keluarga

disangkal.

g. Riwayat Kebiasaan Sosial

Pasien memiliki kebiasaan merokok dan menghabiskan ± 2 bungkus rokok per

hari.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Present

KeadaanUmum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Frekuensi Nadi : 62 x/menit

Frekuensi Nafas : 36 x/menit

Temperatur : 36,5 0C

15

Page 16: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

b. Status General

Kulit

Warna : sawo matang

Turgor : kembali cepat

Ikterus : (-)

Anemia : (-)

Sianosis : (-)

Kepala

Bentuk : kesan normocepali

Rambut : warna hitam, sukar dicabut

Mata : cekung (-), refleks cahaya (+/+), sclera ikterik (-/-),

konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-)

Telinga : sekret (-/-), perdarahan (-/-)

Hidung : sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-)

Mulut

Bibir : pucat (-), sianosis (-)

Gigi geligi : karies (-)

Lidah : beslag (-), tremor (-)

Mukosa : basah (+)

Tenggorokan : tonsil dalam batas normal

Faring : hiperemis (-)

Leher

Bentuk : kesan simetris

KGB : pembesaran (-)

TVJ : R -2 cmH2O

Axilla

KGB : pembesaran (-)

16

Page 17: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Thorax

Thorax depan

Inspeksi

Bentuk : normochest

Gerak : simetris

Tipe Pernafasan : abdomino-thoracal

Retraksi : (-)

Palpasi

Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Normal Normal

Lap. Paru tengah Normal Normal

Lap. Paru bawah Normal Normal

Perkusi

Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Sonor Sonor

Lap. Paru tengah Sonor Sonor

Lap. Paru bawah Sonor Sonor

Auskultasi

SuaraPokok Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler

SuaraTambahan Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-)

Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-)

17

Page 18: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Thoraks Belakang

Inspeksi

Bentuk : normochest

Gerak : simetris

Tipe pernafasan : abdomino-thoracal

Retraksi : (-)

Palpasi

Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Normal Normal

Lap. Paru tengah Normal Normal

Lap. Paru bawah Normal Normal

Perkusi

Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Sonor Sonor

Lap. Paru tengah Sonor Sonor

Lap. Paru bawah Sonor Sonor

Auskultasi

Suara pokok Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler

Suara tambahan Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 cm lateral Linea Mid Clavicula

Sinistra

18

Page 19: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Perkusi

Batas jantung atas : ICS II

Batas jantung kanan : ICS IV Linea Parasternal Dextra

Batas jantung kiri : ICS V 2 cm medial Linea Mid Clavicula

Sinistra

Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising sistolik(-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : kesan simetris, distensi (-)

Palpasi : soepel (+), nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani (+), Hepar/Lien/Renal tidak teraba

Auskultasi : peristaltik usus (+) N

Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Anus : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Sianotik - - - -

Edema - - - -

Ikterik - - - -

Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif

Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus

Sensibilitas Normal Normal Normal Normal

Atrofi otot - - - -

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium (12 Desember 2013)

19

Page 20: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 14.4 12-14 gr/dl

Leukosit 12.9 4.1-10.5 x 103/ul

Eritrosit 4.5 4.5-6.0 x 106/ul

Trombosit 264 150-400 x 103/ul

Hematokrit 40 37.0-48.0 %

LED 15 0-15 mm/jam

Waktu Perdarahan 2 1-7 menit

Waktu Pembekuan 5 5-15 menit

Eosinofil 1 1-3 %

Basofil 0 0-1 %

Netrofil Batang 1 2-6 %

Netrofil Segmen 75 50-70 %

Limfosit 15 25-40 %

Monosit 8 2-6 %

Bilirubin Total 0.40 0-1 mg/dl

Bilirubin Direct 0.20 0-0.25 mg/dl

SGOT 111 0-31 u/l

SGPT 28 0-37 u/l

Alkali Phosphatase 68 42-96 u/l

Protein Total 6.6 6.3-8.3 u/l

Albumin 4.0 3.2-5.2 gr/dl

Globulin 2.6 1.3-3.2 gr/dl

Creatinin Darah 0,8 0.6-1.1 mg/dl

Ureum Darah 30 20-45 mg/dl

Asam Urat Darah - 3-7 mg/dl

Total Kolesterol 240 <200 mg/dl

HDL-Kolesterol 40 >45 mg/dl

LDL-Kolesterol 167 <150 mg/dl

Trigliserida 163 30-200 mg/dl

Gula Darah Puasa 104 60-110 mg/dl

20

Page 21: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Natrium 146 135-145 meq/l

Kalium 4.4 3.5-4.5 meq/l

Chlorida 104 90-110 meq/l

c. Pemeriksaan Profil Jantung (11 Desember 2013)

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

CK-MB 28 < 25

d. Foto Thoraks (11 Desember 2013)

Interpretasi Foto Thoraks

21

Page 22: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

1. Keadaan tulang normal, tidak tampak adanya destruksi pada scapula,

klavikula, vertebrae, maupun costae.

2. Gambaran jaringan lunak normal, tidak tampak adanya swelling maupun

udara.

3. Trakhea berada di tengah, tidak tampak deviasi.

4. Intercostal space kiri dan kanan sejajar, tidak ada pelebaran maupun

penyempitan.

5. Jantung : bentuk boot shape appearance, posisi di mediastinum, ukuran

normal (CTR < 50%).

6. Aorta : tidak ada dilatasi ataupun elongasi, tampak kalsifikasi (gambaran

opak).

7. Sinus costophrenicus kanan dan kiri tajam.

8. Sinus cardiophrenicus kanan tajam, kiri tertutup bayangan jantung.

9. Diafragma : betuk seperti kubah, letak kanan lebih tinggi daripada kiri.

10. Paru : hillus kanan lebih tinggi daripada kiri, corakan paru normal.

Kesan : jantung dan paru dalam batas normal

d. Elektrokardiografi (12 November 2013)

22

Page 23: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Interpretasi Elektrokardiografi

Irama : Sinus Rhytm bradichardi

Heart Rate : 55 x/menit

Regularitas : Reguler

Axis : normal

Interval PR : 0.2 detik

Morfologi

Gelombang P : lebar 0.08 detik, tinggi 0.15 mV

Kompleks QRS : durasi 0.08 detik

Segmen ST : normal

Kesan : Ekg normal sinus bradicardy

3.5 RESUME

Pasien datang ke RSU dr. Zainoel Abidin dengan keluhan nyeri dada sejak ±

10 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pada dada sebelah kiri, terasa

seperti terpelintir dan seperti ditimpa beban yang berat. Nyeri dada dirasakan

tembus ke belakang, lamanya mencapai > 1 jam. Nyeri tidak terasa berkurang jika

pasien duduk atau beristirahat. Pada saat nyeri dada berlangsung pasien juga

mengeluhkan keringat dingin. Keluhan mual, muntah , sesak, sakit kepala, nyeri

ulu hati tidak dikeluhkan pasien. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh

pasien.

Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal pasien. Riwayat penyakit

jantung disangkal. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak dan menghabiskan ± 2

bungkus rokok per hari.

Dari pemeriksaan vital sign didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan

darah 140/90 mmHg, frekuensi nadi 62 x/menit, frekuensi nafas 36 x/menit, dan

temperatur 36,5 0C. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada hari berikutnya

menunjukkan peningkatan monosit, alkali phospatase, total kolesterol, HDL, dan

LDL. Foto thoraks memberikan gambaran normal. Pemeriksaaan echocardiografi

menunjukkan gangguan relaksasi.

3.6 DIAGNOSA KERJA

Chest pain ec NSTEMI

23

Page 24: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

3.7 PENATALAKSANAAN

- Bed rest

- Oksigen 2-4 L/menit

- IVFD RL 10 gtt/i

- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

- Inj. Lovenox 0,6 cc/hari (selama 5 hari)

- Aspilet 1 x 320 mg (loading dose), dilanjutkan 1 x 80 mg

- Clopidogrel 1 x 300 mg (loading dose), dilanjutkan 1 x 75 mg

- Drip cedocard mulai 5 meq

- Simvastatin 1 x 40 mg

- Laxadyn syr 3x CI

3.8 PLANNING DIAGNOSTIK

- Foto thoraks

- Laboratorium darah lengkap

- Echocardiografi

3.9 PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

3.10 Anjuran Ketika Pulang

- Berhenti merokok

- Atur pola makan bergizi seimbang. Konsumsi sayur dan buah,

hindari makan makanan yang berlemak secara berlebihan

- Olahraga teratur, pilih jenis olahraga yang bersifat aerobik dan

sesuai dengan kemampuan

- Berpikir positif dan hindari stres

24

Page 25: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

- Tetap minum obat pulang dengan teratur sampai waktu yang telah

ditentukan

- Kontrol poli jantung.

3.10 FOLLOW UP

Tanggal S O A P

12

Desember

2013

Hari ke-1

Nyeri dada (+) KU : lemah

Kes : CM

TD : 130/80 mmHg

HR : 60 x/menit

RR : 28 x/ menit

Suhu : 36,50C

Kepala : normochepali

Mata : cekung (-/-),

konj.pucat (-/-), sklera

ikterik (-/-)

Telinga : serumen (-)

Hidung : sekret (-),

NCH (-)

Mulut : Bibir : pucat (-),

sianosis (-)

Lidah : beslag (-)

Geligi : karies (-)

Leher : TVJ R-2cmH2O

Thorax : simetris (+),

retraksi (-), Ves (+/+),

Rh (-/-), Wh (-/-),

Jantung : BJ 1 > BJ II,

Chest Pain

ec

NSTEMI

Th/

- Bed rest

- IVFD RL 10

gtt/menit

- Oksigen 2-4

L/menit

- Inj. Lovenox

0,6 cc/12 jam

(H1)

- Aspilet 1 x 80

mg

- Plavix 1 x 75

mg

- Drip cedocard

mulai 5

meq/jam

- Simvastatin 1 x

40 mg

- Laxadyn syr

3xCI

P/

25

Page 26: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

regular, bising (-)

Abdomen : simetris (+),

distensi (-), peristaltik

(+) N, H/L/R tidak

teraba

Ekstremitas: edema (-/-),

pucat (-/-)

- Foto thoraks

- Lab. lengkap

Tanggal S O A P

13

Desember

2013

Hari ke-2

Nyeri dada

berkurang

Nyeri perut

KU : lemah

Kes : CM

TD : 116/66 mmHg

HR : 57 x/menit

RR : 28 x/ menit

Suhu : 36,50C

Kepala : normochepali

Mata : cekung (-/-),

konj.pucat (-/-), sklera

ikterik (-/-)

Telinga : serumen (-)

Hidung : sekret (-),

NCH (-)

Mulut : Bibir : pucat (-),

sianosis (-)

Lidah : beslag (-)

Geligi : karies (-)

Leher : TVJ R-2cmH2O

Thorax : simetris (+),

retraksi (-), Ves (+/+),

Rh (-/-), Wh (-/-),

Jantung : BJ 1 > BJ II,

regular, bising (-)

Abdomen : simetris (+),

Chest Pain

ec

NSTEMI

Th/

- Bed rest

- IVFD RL 10

gtt/menit

- Oksigen 2-4

L/menit

- Inj. Lovenox

0,6 cc/12 jam

(H2)

- Aspilet 1 x 80

mg

- Plavix 1 x 75

mg

- Drip cedocard

mulai 5

meq/jam

- Simvastatin 1 x

40 mg

- Laxadyn sry

3xCI

- Dulcolax sup

extra

P/

26

Page 27: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

distensi (-), peristaltik

(+) N, H/L/R tidak

teraba

Ekstremitas: edema (-/-),

pucat (-/-)

Tanggal S O A P

14

Desember

2013

Hari ke-3

Nyeri dada

sudah tidak

dikeluhkan

Nyeri perut

tidak

dikeluhkan,

BAB (+)

KU : lemah

Kes : CM

TD : 115/75 mmHg

HR : 89 x/menit

RR : 20 x/ menit

Suhu : 36,50C

Kepala : normochepali

Mata : cekung (-/-),

konj.pucat (-/-), sklera

ikterik (-/-)

Telinga : serumen (-)

Hidung : sekret (-),

NCH (-)

Mulut : Bibir : pucat (-),

sianosis (-)

Lidah : beslag (-)

Geligi : karies (-)

Leher : TVJ R-2cmH2O

Thorax : simetris (+),

retraksi (-), Ves (+/+),

Rh (-/-), Wh (-/-),

Jantung : BJ 1 > BJ II,

regular, bising (-)

Abdomen : simetris (+),

distensi (-), peristaltik

(+) N, H/L/R tidak

Chest Pain

ec

NSTEMI

Th/

- Bed rest

- IVFD RL 10

gtt/menit

- Oksigen 2-4

L/menit bila

sesak

- Inj. Lovenox

0,6 cc/hari (H3)

- Aspilet 1 x 80

mg

- Plavix 1 x 75

mg

- Simvastatin 1 x

40 mg

- Laxadyn syr 3x

CI

- Dulcolax sup

P/

- Echocardiografi

27

Page 28: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

teraba

Ekstremitas: edema (-/-),

pucat (-/-)

BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien datang ke RSU dr. Zainoel Abidin dengan keluhan nyeri dada sejak ±

10 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pada dada sebelah kiri, terasa

seperti terpelintir dan seperti ditimpa beban yang berat. Nyeri dada dirasakan

tembus ke belakang, lamanya mencapai ± > 20 menit. Nyeri tidak terasa

berkurang jika pasien duduk atau beristirahat. Pada saat nyeri dada berlangsung

pasien juga mengeluhkan keringat dingin. Keluhan mual, muntah , sesak, sakit

kepala, nyeri ulu hati tidak dikeluhkan pasien. Keluhan ini baru pertama kali

dirasakan oleh pasien.

Nyeri dada terjadi karena terdapatnya area nekrosis koagulasi pada jaringan

yang dapat disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah tersebut. Obstruksi

paling sering disebabkan oleh trombus, embolus atau plak atherosklerosis. Nyeri

dada yang di alami pasien sangat khas untuk nyeri dada tipikal yang merupakan

gejala yang berhubungan dengan Sindrom Koroner Akut (SKA) yang

menandakan jeritan otot jantung akibat kekurangan oksigen ataupun kematian sel-

sel jantung.

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat

iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini berhubungan dengan

adanya penyempitan arteri koronaria oleh plak ateroma dan thrombus yang

terbentuk akibat rupturnya plak ateroma. Perkembangan cepat infark miokard

dari nekrosis otot jantung disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen yang disebabkan oleh karena perfusi yang inadekuat,

28

Page 29: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

menyebabkan kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat pula

menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard.

Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih

berbahaya.

Adapun sifat nyeri dada angina meliputi :

- Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.

- Pada pasien ini nyeri dada dirasakan mulai dari lokasi di dada kiri dan nyeri

dada yang menyebabkan rasa tidak nyaman di punggung belakang.

- Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,

seperti ditusuk, rasa diperas dan terpelintir.

Pada pasien ini nyeri dada dirasakan sebagai perasaan dada terasa berat seperti

ditimpa beban yang berat dan terasa seperti terbakar.

- Penjalaran : biasanya kelengan kiri, dapat juga menjalar keleher, rahang

bawah, gigi, punggung/interskapula, perut hingga lengan kanan.

Pada pasien ini penjalaran hanya tembus ke punggung belakang.

- Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat.

Pada pasien ini nyeri berlangsung hilang timbul, lamanya dalam sekali

serangan ± 20 menit. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat namun

sedikit berkurang.

- Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas

dan lemas. Pada pasien ini gejala penyertanya adalah timbulnya keringat

dingin, lemah dan pasien terlihat sangat menahan rasa kesakitan.

Ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya infark

miokard pada pasien ini, yaitu faktor resiko yang dapat diubah dan yang tidak

dapat diubah. Salah satu faktor resiko yang dapat diubah adalah pasien merupakan

seorang perokok aktif. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak usia 21 tahun

dan menghabiskan ± 1 bungkus rokok per hari, namun sudah berhenti dalam 1

minggu terakhir. Merokok dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung

koroner sebesar 50%. Di inggris sekitar 300.000 kematian karena penyakit

karfiovaskuler berhubungan dengan rokok. Rokok mengandung 4.000 bahan

kimia berbahaya yang diantaranya terdiri dari nikotin, tar, karbonmonoksida,

29

Page 30: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

hydrogen cyanida, amonia, formaldehida, fenol, NO2 dan berbagai macam bahan

lainnya. Rokok akan memacu terjadinya proses infalamasi, vasospasme,

kerusakan endotel, respon imun serta mutagenesis. Suatu studi genetik

menemukan bahwa efek rokok pada penyakit kardiovaskuler erat kaintannya

dengan apolipoprotein E, yaitu alel 2,3, dan 4, yang artinya individu yang

memiliki alel 4 dan merokok mempunyai risiko tinggi menderita penyakit

vaskuler.14 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi untuk terjadinya penyakit

jantung pada pasien ini adalah jenis kelamin laki-laki dan usia ≥ 45 tahun.

Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat

memperlambat proses aterogenik adalah hipertensi dan DM. Peningkatan tekanan

darah sistemik meningkatkan resistensi vaskular terhadap pemompaan darah dapi

ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri

mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses

aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang.

Berdasarkan gambaran Elektrokardiogram (EKG) pasien menunjukkan hasil

abnormal EKG yaitu T inverted di sadapan V2 sampai V6. Umumnya untuk

gambaran infark miokard akut terdapat gambaran iskemia, injuri dan nekrosis

yang timbul menurut urutan tertentu sesuai perubahan-perubahan pada miokard

yang disebut evolusi EKG. Evolusi terdiri dari fase-fase sebagai berikut:

- Fase awal atau hiperakut: 1) elevasi ST yang non spesifik, 2) T yang tinggi dan

melebar

- Fase evolusi lengkap: 1) elevasi ST yang spesifik, konveks ke atas, 2) T yang

negatif dan simetris, 3) Q patologis

- Fase infark lama; 1) Q patologis bisa QS atau Qr, 2) ST yang kembali

isoelektik, 3) T bisa normal atau negatif

Berikut penentuan lokasi infark miokard berdasarkan letak sadapan:

Lokasi infark Sadapan Arteri koroner

Anteroseptal V1 dan V2 Left anterior descending (LAD)

Anterior V3 dan V4 Left anterior descending (LAD)

Lateral V5 dan V6 Left circumflex (LC)

Anteriorekstensif I, aVL, V1-V6 Left anterior descending (LAD), Left

circumflex (LC)

30

Page 31: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

High-lateral I, aVL, V5 dan V6 Left circumflex (LC)

Posterior V7-V9 (V1 dan

V2)

Left circumflex (LC) Posterior Left

Ventricular Artery (PL)

Inferior II, III, dan aVF Posterior descending Artery (PDA)

Right ventrikel V2R-V4R Right coronary artery (RCA)

Berdasarkan temuan secara klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu,

berupa nyeri dada khas infark, perubahan gambaran EKG dapat mengarahkan

pada diagnosis SKA. Salah satu faktor penting dalam menegakkan diagnosis SKA

dalam kasus ini adalah kenaikan enzim troponin, pada pasien ini hasil

pemeriksaan CKMB 28 U/I sehingga pasien ini di diagnosa dengan NSTEMI.

Peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap

sampai 2 minggu. Namun pemeriksaan troponin mahal sehingga tidak dilakukan.

Mengatasi sesak nafas, nyeri dada dan perasaan takut pada kasus ini sesuai

dengan teori yang ada yaitu dengan pemberian oksigen 2-4 L/menit untuk

meningkatkan suplai oksigen. Pemberian aspilet dan clopidogrel digunakan

sebagai antiplatelet. Aspirin yang dikunyah agar absorbsi lebih cepat dan

merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai infark miokard dimana

inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan dengan reduksi

tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg

di ruang emergensi, selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-150 mg.

Selain itu antiplatelet lain yang dapat diberikan adalah clopidogrel. Pemberian

antiplatelet ini berguna untuk mengurangi resiko terjadinya tromboemboli dan

reinfark.

Untuk mengurangi nyeri dapat di berikan nitrat sublingual 5mg dan diulang

sebanyak 3 kali. Jika nyeri tidak hilang bisa di lanjutkan dengan nitrat intravena

dan jika tidak menghilang juga dapat diberikan morpin. Pada pasien ini diberikan

drip Cedocard untuk menghilangkan nyerinya.

Heparinisasi juga dilakukan pada kasus ini yaitu dengan penyuntikan

arixtra. Pada pasien ini heparin diberikan secara sub kutan dengan dosis 1 x 2,5

mg selama 5 hari. Heparin mempunyai efek antikoagulasi yaitu dengan

meningkatkan aktivitas antitrombin, sebaliknya menurunkan aktivitas thrombin

dan faktor-faktor koagulasi seperti faktor VIIa, IX, X, XI. Selain itu, heparin juga

31

Page 32: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

berikatan dengan sel-sel darah dan plasma protein sehingga dapat digunakan pada

infark miokard.

Sebagian besar asal trombus yang menyebabkan obstruksi total pembuluh

darah adalah plak aterosklerosis yang mengalami ruptur. Untuk menstabilkan

plak, pada pasien diberikan simvastatin 1x40 mg. Hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa golongan statin dapat menghambat biosintesis kolesterol.

Statin juga memiliki efek menurunkan kolesterol LDL dan prekursornya dari

sirkulasi. Disamping itu, statin juga memiliki efek pleiotropik yaitu memperbaiki

fungsi endotel, antiinflamasi, anti oksidan dan anti thrombosis dan stabilisasi plak,

sehingga pemberian statin dianjurkan pada pasien dengan SKA dengan target

LDL < 70 mg/dl tanpa melihat usia.

Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Hal ini dikarenakan

sesuai dengan temuan stratifikasi resiko SKA yaitu berdasarkan Thrombolysis in

Myocardial Infarction (TIMI) risk score yaitu 1 dari 7 poin. Rata-rata kematian

infark miokard meningkat secara bermakna sesuai dengan meningkatnya skor

risiko TIMI, yaitu berkisar 5% untuk pasien dengan risiko 0 atau 1 dan sampai >

40% untuk pasien dengan skor risiko 6 atau 7.

32

Page 33: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. ESC

Guidelines for the Management of Acute Coronary Syndromes in Patients

Presenting Without Persistent ST-segment Elevation. European Heart Journal.

2011;32:2999-3054.

2. McManus DD, Gore J, Yarzebski J,Spencer F, Lessard D, et al. Recent Trends

in The Incidence, treatment, and Outcome of Patients with STEMI and

NSTEMI. Am J Med. 2011;124:40-7.

3. Patrick T, Frederick GK, Deborah DA, Donalf EC, Mina KC, James A, et al.

2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of ST-Elevation Myocardial

Infarction: A Report of the American College of Cardiology Foundation/

American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation

AHA journals. 2012;127:00-00.

4. Steg G,James SK, Atar D, Badano LP, Blo¨mstrom-Lundqvist C, Borger MA,

et al. Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting with

Persistent ST-Segment Elevation. European Heart Journal. 2012;29:2909-45.

5. Malndelzweig L, Battler A, Boyko V, Bueno H, Danchin N. The Second Euro

Heart Survey on Acute Coronary Syndromes: Characteristics, treatment, and

Outcome of patient with ACS in europe and The Mediterranean basin in 2004.

Eur Heart Journal. 2006;27:2285-93

33

Page 34: Status Ujian Yasar

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

6. Kosowsky JM, Yiadom MYAB, Hermann LK, Jagoda A. 2009. The Diagnosis

and Treatment of STEMI in The Emergency Department. Emergency Medicine

Practice. 2009; 11(6): 1-22

7. Ramrakha P, Hill J. Oxford Handbook of Cardiology: Coronary Artery

Disease. Second edition. USA: Oxford University Press. 2012; 222-4

8. Kabo P. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara

Rasional. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta. 2011

9. Graham SN, Hickey RW. 2001. Molecular Pathophysiology of Stroke.

Neuropsychopharmacology. 2001; 35:141-148

10. Brown CT. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price SA dan Wilson

LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 2005. EGC. Jakarta

11. Hemingway H, Fitzpatrick NK, Gnani S et al. Prospective Validity of

Measuring Angina severity with Canadian Cardiovascular Society Class: The

ACRE Study. Can J. Cardiol. 2004; 20:305-9

12. Goncalves PDA, Ferreira J, Aguair C, Gomes RS. 2005. TIMI, PURSUIT, and

Grace risk Scores : Sustained Prognostic value and Interaction with

Revascularization in NSTE-ACS. American Heart Journal. 2005; 26: 865-72.

34