Spondilitis Tb Case
-
Upload
nanda-pratama -
Category
Documents
-
view
174 -
download
9
Transcript of Spondilitis Tb Case
Case Report Session
SPONDILITIS TUBERKULOSA
Oleh :
Nanda Pratama 07120108
Pembimbing :
Dr. Syarif Indra, Sp.S
BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012
SPONDILITIS TUBERKULOSA
Pendahuluan
Spondilitis tuberkulosa menyebabkan paraplegia yang cukup banyak pada
negara berkembang. Pria lebih banyak dibandingkan perempuan, terbanyak pada
usia muda. Daerah torakal paling banyak, diikuti lumbal, torakolumbal, servikal,
dan lumbosakral.
Patofisiologi
Infeksi korpus vertebra biasanya dimulai pada bagian tulang yang
berdekatan dengan diskus intervertebralis atau dibagian anterior di bawah
periosteum korpus vertebra, sedangkan arkus neuralis jarang terkena.
Mycrobacterium tuberculoisis mengakibatkan resorspsi masif vertebra spinal.
Patogenesis penyakit pott ini belum jelas, namun telah diidentifikasikan sebuah
protein M tuberculosis (Mt) chaperonin (cpn) 10 yang bertanggung jawab untuk
aktivitas proteolitik bakteri ini. Mt cpn 10 rekombinan ini merupakan stimulator
poten untuk resorpsi tulang dan menginduksi rekrutmen, menginhibisi proliferasi
pembentukan tulang oleh osteoblast.Karena distribusi suplai arteri vertebralis,
tulang vertebra yang berdekatan dapat terkena. Perubahan tulang terlihat dalam 2
hingga 5 bulan setelah infeksi. Biasanya bagian subkondral dari korpus vertebra
terkena. Bila bagian anterior dan larteral korpus yang terkena mengakibatkan
terjadinya kifosis dan gibus. Bila bagian posterior korpus yang terkena
mengakibatkan kavitasi dan massa ekstradura. Selain itu didapatkan penyebaran
limfogen yang berasal dari tuberkulosis ginjal yang tidak bermanifestasi.
Kompresi spinalis pada spondilitis(penyakit pott) terutama diakibatkan
oleh tekanan dari abses paraspinalis yang berada retrofaringeal pada daerah
serviakl dan berbentuk spindel pada daerah torakal dan torakolumbal. Defisist
neurologi juga dapat berasal dari invasi intradura oleh jaringan granulasi dan
kompresi dari pecahan tulang yang hancur, destruksi diskus intervertebralis, atau
1
dislokasi tulang vertebra. Penyebab yang jarang adalah insufisiensi vaskular arteri
spinalis anterior.
Gejala klinis
Spondilitis tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang sangat
bervariasi, gambaran yang sering didapatakan adalah nyeri tulang belakang dan
manifestasi penyakit kronis termasuk penurunan berat badan, rasa lemah, demam,
keringat malam. Gejala timbul antara 2 minggu hingga 3 tahun. Pemeriksaan fisik
pada daerah terkena mengakibatkan gambaran kifosis, nyeri lokal, spasme otot,
restriksi gerakan, dan massa pada perut bawah, paha. Defisit neurologi dapat juga
terjadi pada 13% pasien, dimana gambaran klinis sesuai dengan letak kompresi
pada medula soinalis/radiks.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium memberikan hasil peningkatan LED dan
tuberkulin tes positif .Pemeriksaan laboratorium yang memastikan penyakit
adalah kultur positif dari hasil biopsi lesi vertebra. Foto polos vertebra akan
memberikan gambaran destruksi pada kedua sisi diskus, destruksi korpus vertebra
bagian tengah, ostepenia, kifosis, abses paravertebra. Pencitraan tomografi
komputer(CT-scan) memberikan gambaran luasnya kerusakan tulang, juga
perubahan jaringan lunak sekitar vertebra dan dalam kanalis. Pencitraan resonansi
magnetik (MRI) merupakan pilihan pencitraan karena dapat melihat baik tulang
maupun jaringan lunak yang terkena , juga dapat membedakan antara tuberkulosis
dan piogenik.
Diagnosa banding
Diagnosa banding untuk spondilitis tuberkulosis adalah infestasi jamur ,
kanker metastasis, abses medula spinalis, tumor tulang belakang, infeksi
mikobakterium lainnya (avium, kansasii).
2
Terapi
Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis tergantung pada derajat
klinisnya. Pengobatan medikamentosa dan pembedahan dilakukan pada kasus
spondilitis. Pasien mendapatkan Rifampisin 450 mg, INH 300 mg, Etambutol 750
mg dan pirazinamid 1500 mg, selama 9 bulan.
Pengobatan nyeri merupakan hal yang penting karena pasien mengalami
nyeri akibat penekanan medula spinalis/ radiks saraf. Pengobatan akut dapat
menggunakan antiinflamasi nonsteroid, inhibitor COX-2, opioid lemah (kodein
dan tramadol). Bila timbul nyeri kronik maka ditambahkan antidepresan trisiklik
(amitriptilin), anti konvulsi (carbamazepin, gabapenti). Fisioterapi untuk
mengatasi nyeri dilakukan pemanasan, pendinginan, terapi ultrasound,
massotherapy, TENS, akupuntur.
Penatalaksanaan bedah dilakukan pada pasien bila terdapat defisit
neurologi deteriorasi neurologi akut, paraparesis, paraplegia, deformitas tulang
belakang dengan instabilitas, tidak ada respon terhadap pengobatan
medikamentosa. Fisioterapi diperlukan untuk mencegah dekubitus, pencegahan
fraktur dan deformitas tulang belakang yang lebih berat.
Prognosis penyakit
Prognosis tergantung dari derajatnya. Bila tidak ada deformitas tulang
belakang berat dan defisit neurologi yang jelas maka hasil pengobatan akan baik.
Prognosis juga tergantung dari kepatuhan pasien minum obat. Paraplegia yang
timbul juga mengalami perbaikan dangan kemoterapi yang tapat, bila tidak ada
perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan operatif. Paraplegia ini dapat menetap
bila terjadi kerusakan medula spinalis yang permanen.
3
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien, perempuan umur 35 tahun dirawat di bangsal Penyakit Saraf
RSUP DR. M. Djamil Padang sejak tanggal 18 September 2012 dengan:
Keluhan utama
Lemah kedua tungkai
Riwayat penyakit sekarang
- Lemah kedua tungkai sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, terjadi
berangsur - angsur
- Keluhan diawali dengan nyeri dipunggung seperti diikat, nyeri tidak membaik
dengan perubahan posisi dan tidak menjalar.
- 1 minggu kemudian pasien merasakan kelemahan pada kedua tungkai yang
serentak kiri dan kanan. Pasien masih bisa berjalan tanpa berpegangan namun
kesulitan saat menaiki tangga.
- Pasien juga mengeluhkan kebas setinggi ulu hati ke bawah dan susah menahan
BAK.
Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat trauma pada tulang belakang (-)
- Riwayat batuk batuk lama dengan penurunan berat badan (-)
- Riwayat tumor (-)
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit yang sama.
4
Riwayat Sosial ekonomi
Pasien seorang pegawai negeri (guru).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Keadaan gizi :
Kesadaran : compos mentis kooperatif
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 kali/ menit
Frekuensi Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 37,50C
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 168 cm
Sianosis : tidak ada
Edema : tidak ada
Kulit : tidak ada kelainan
KGB : tidak membesar
Kepala : wajah simetris
Rambut : tidak ada kelainan
Mata : pupil isokor, reflek cahaya (+), diameter 3 mm/3mm
gerak mata ke segala arah baik
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : pendengaran baik
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak hiperemis
Mulut : caries tidak ada
Leher : JVP 5 - 2 cmH2O
Thorax
5
Paru : Inspeksi : gerakan nafas simetris statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing tidak ada
Jantung : Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba pada 1 jari medial linea midclavicularis
sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung atas : RIC II
Batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri : 1 jari medial linea midclavicularis
sinistra RIC V
Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada.
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung I : Deformitas (-), Gibbus (-).
Pa : Nyeri tekan (-)
Genitalia : tidak diperiksa.
Status Neurologis :
1. Tanda rangsangan meningeal :
Kaku kuduk : (-)
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial (-)
3. Nn. Kranial : tidak ada kelainan
6
4. Motorik :
Ekstremitas superior kanan kiri
Tonus eutonus eutonus
Kekuatan 555 555
Trofi eutrofi eutrofi
Ekstremitas inferior
Tonus eutonus eutonus
Kekuatan 444 444
Trofi eutrofi eutrofi
5. Sensorik : Rasa raba berkurang setinggi dermatom thorakal VI ke
bawah.
6. Otonom : Refleks Bladder (+)
7. Refleks fisiologis : KPR +++/+++ APR+++/+++
8. Reflek patologis :
Babinsky : +/+
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium :
Hemoglobin : 11,2 mg/dl GDS : 115 mg/dl Natrium : 137 mg/dl
Leukosit : 9.900/mm3 Ureum : 15 mg/dl Kalium : 4,1 mg/dl
Hematokrit : 35 % Kreatinin : 0,6 mg/dl Klorida : 102 mg/dl
Trombosit : 355.000/mm3
Rontgen thorakal AP – Lateral : Aligment Baik, Corpus tidak intak, pedikel
destruksi pada thorakal.
Diskus intervertebra menyempit pada thorakal
V-VI
7
Para vertebral Mass (+)
Kesan : Spondilitis TB.
Diagnosis kerja :
- Diagnosa Klinis : Paraparese Inferior Tipe UMN
- Diagnosis Topik : Segmen Medula Spinalis setinggi Corpus Vertebra
Thorakal V-VI
- Diagnosis Etiologi : Spondilitis TB
- Diagnosis Sekunder : -
Diagnosis Banding :
Terapi :
- Bed rest
- Diet MB TKTP
- Neurobion 5000 1 x 1
Anjuran pemeriksaan :
- Pemeriksaan darah rutin
- Faal hepar
- Rontgen thoraks PA
- Pungsi Lumbal
- CT scan AP-Lateral
Prognosis:
-Quo ad vitam: Bonam
-Quo ad sanam: Dubia at bonam
FOLLOW UP
19-09-2012
S/ - Lemah kedua tungkai
Pf/ KU Kes TD Nd Nf T
Sdg cmc 120/80 80 18 36,8°C
SI : dalam batas normal
8
SN: GCS 15, TRM (-), TIK (-)
Nn Cranialis : Pupil Isokor, Diameter 3 mm, Refl Cahaya +/+
Motorik : 555 555
444 444
Sensorik : Rasa raba berkurang setinggi setinggi thorakal VII ke bawah
Otonom : refleks bladder (+)
Reflek fisiologis : KPR +++/+++ APR+++/+++
Reflek patologis :
Babinsky : +/+
Oppenheim :+/+
A/ - Diagnosa Klinis : Paraparese Inferior Tipe UMN
- Diagnosis Topik : Segmen Medula Spinalis setinggi Corpus Vertebra
Thorakal V-VI
- Diagnosis Etiologi : Spondilitis TB
Penatalaksanaan :
- Bed rest
- Diet MB TKTP
- Neurobion 5000 1 x 1
9
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien perempuan berumur 35 tahun masuk
Bangsal Saraf pada tanggal 18 September 2012 dengan keluhan lemah kedua
tungkai sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pada anamnesa diketahui
bahwa pada awalnya pasien merasakan nyeri di punggung seperti diikat,1 minggu
kemudian baru dirasakan lemah dikedua tungkai dan terdapat perasaan baal mulai
dari atas pusat kebawah serta susah menahan BAK.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sensorik hipoestesi setinggi thorakal
VI ke bawah. Motorik pada ekstremitas inferior kiri dan kanan 4-4-4 yaitu masih
berjalan tapi kesulitan jika menaiki tangga. Kemudian juga terdapat neurogenic
bladder pada pasien ini. Terdapat hiperefleks pada pemeriksaan APR dan KPR,
Babinsky (+), dan Klonus (+).Dari pemeriksaan penunjang rontgen thorakal
didapatkan kesan Spondilitis TB. Dari keadaan ini dapat ditegakkan diagnosa
pada pasien ini Paraplegi tipe UMN ec Spondilitis TB.
Pada pasien ini diberikan terapi umum yaitu bed rest dan diet TKTP
kemudian terapi khusus yaitu Neurobion 5000 1 x 1.
,
10