65492524 Case Spondilitis TB

30
Laporan Kasus SPONDILITIS TUBERCULOSIS Oleh: Erlangga Danu Saputro, S. Ked 04071001085 Pembimbing: dr. Ismail Bastomi, Sp. OT BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2011

description

dawdawda

Transcript of 65492524 Case Spondilitis TB

Page 1: 65492524 Case Spondilitis TB

Laporan Kasus

SPONDILITIS TUBERCULOSIS

Oleh:

Erlangga Danu Saputro, S. Ked

04071001085

Pembimbing:

dr. Ismail Bastomi, Sp. OT

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2011

Page 2: 65492524 Case Spondilitis TB

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Spondilitis Tuberculosis

Disusun oleh : Erlangga Danu Saputro, S. Ked

NIM : 04071001085

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di

Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / RSUP dr. Mohammad

Hoesin Palembang, periode 9 Mei sampai 4 Juli 2011.

Palembang, Juni 2011

Pembimbing

dr. Ismail Bastomi, Sp. OT

ii

Page 3: 65492524 Case Spondilitis TB

PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya

sehingga laporan ini bisa diselesaikan. Laporan kasus yang berjudul “Spondilitis

Tuberkulosis” ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik

senior di Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (FK Unsri) / RSUP

dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ismail Bastomi, Sp.OT

selaku pembimbing yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan kasus

ini. Penulis juga berterima kasih kepada para residen di departemen bedah bantuannya

dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Terakhir, penulis juga berterima kasih kepada

semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.

Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan

belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik guna

menyempurnakan laporan kasus ini. Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat

bagi teman-teman di FK Unsri sebagai bahan rujukan dan dapat memberikan informasi

mengenai topik tersebut.

Palembang, Juni 2011

Penulis

iii

Page 4: 65492524 Case Spondilitis TB

BAB I

REKAM MEDIS

1.1. IDENTIFIKASI

Nama : Tn. S

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 38 Tahun

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

Status perkawinan : Sudah Menikah

Alamat : Jl. Lubuk Rengas Rantau Bayur, MUBA

MRS : 26 Mei 2011

1.2. ANAMNESIS (9 Juni 2011)

Keluhan Utama

Nyeri pinggang

Riwayat Perjalanan Penyakit

± 2 tahun yang lalu pasien terjatuh dengan posisi terduduk. Setelah itu pasien

mengeluhkan adanya nyeri pada pinggang. Riwayat batuk lama (-), penurunan berat

badan (-), demam yang tidak terlalu tinggi (-).

± 1 tahun yang lalu kaki pasien mulai terasa lemas dan mengecil sehingga

membuat pasien tidak dapat berjalan lama. Muncul benjolan di punggung bagian

bawah. Nyeri (+)

± 4 bulan yang lalu pasien merasakan keluhan semakin berat. Penurunan berat

badan (+), nafsu makan menurun (+).

iv

Page 5: 65492524 Case Spondilitis TB

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat minum obat rutin dan lama disangkal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

- Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal

- Riwayat penyakit batuk-batuk lama dalam keluarga dan orang di sekitar pasien

disangkal

1.3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Sensorium : Compos Mentis

- Gizi : Baik

- Tinggi badan : 160 cm

- Berat badan : 48 kg

- Nadi : 92 x/menit

- Pernafasan : 20 x/menit

- Tensi : 110/70

- Suhu : 36,5 oC

- Pupil : Isokor, refleks cahaya +/+

- Kepala : Tidak ada kelainan

- Kelenjar - kelenjar: Tidak ada kelainan

- Thoraks : Lihat status lokalis

- Abdomen : Tidak ada kelainan

- Vertebra Lumbal: Lihat status lokalis

- Ekstremitas atas : Tidak ada kelainan

- Ekstremitas bawah: Lihat status lokalis

v

Page 6: 65492524 Case Spondilitis TB

Status Lokalis

Regio thorax

I : statis dinamis simetris kanan = kiri

P : stemfremitus kanan = kiri

P : sonor pada kedua hemithorax

A : Cor: denyut jantung 92 x/menit. Murmur (-), gallop (-)

Pulmo: vesikuler (+) normal pada kedua hemithorax, ronchi basah (-), Wheezing

(-)

Regio Vertebra Lumbal

I : benjolan setinggi L3.

P : keras, fluktuasi (-)

Regio Ekstremitas inferior dextra et sinistra

I : tidak tampak kelainan

P : rangsangan nyeri (+)

Status Neurologikus

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri Motorik +5 +5 +3 +3Sensorik N N Parastesi

Femur anteriorParastesiFemur anterior

- Refleks patologis (-)

vi

Page 7: 65492524 Case Spondilitis TB

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (tanggal 4 Juni 2011)

Hemoglobin : 113,6 g/dl

Hematokrit : 39 vol %

Leukosit : 7600 /mm3

LED : 57 mm/jam

Hitung jenis :0/5/0/65/26/4

BSS : 105 mg/d1

Natrium : 140 mmol/l

Kalium : 3,5 mmol/l

Pemeriksaan Sputum (tanggal 30 Mei 2011)

BTA I : (-)

BTA II : (-)

BTA III : (-)

Radiologis:

Foto Thorax PA (tanggal 26 Mei 2011)

Didapat gambaran infiltrat pada kedua lapangan paru. Kesan: KP aktif

vii

Page 8: 65492524 Case Spondilitis TB

Foto Vertebra thoracolumbal AP/Lat (tanggal 19 Mei 2011)

Didapatkan gambaran kompresi dan dekstruksi korpus vertebrae L3. Terdapat

penyempitan sela diskus L2-3 dan L3-4.

1.5. DlAGNOSA KERJA

viii

Page 9: 65492524 Case Spondilitis TB

Spondilitis TB pada lumbal III

1.6 DIAGNOSIS BANDING

Tumor vertebra

1.6. PENATALAKSANAAN

o Rifampisin oral 1 x 450 mg

o INH oral 1 x 400 nmg

o Etambutol oral 1 x 500 mg

o Pirazinamid 1 x 250 mg

o PSSW 3 minggu setelah kemoterapi anti.tuberkulosis

o Rencana pemeriksaan Kultur BTA dan Tes Mantoux

o Rencana Fisioterapi

1.7. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam

BAB II

ix

Page 10: 65492524 Case Spondilitis TB

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENDAHULUAN

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis

tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif

oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan

infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh. Percivall Pott (1793) yang

pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat

hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi,

sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott.1

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan

sendi yang terjadi. Di Ujung Pandang insidens spondilitis tuberkulosa ditemukan

sebanyak 70% dan Sanmugasundarm juga menemukan persentase yang sama dari

seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan

pada kelompok umur 2-10 tahun dengan perbandingan yang hampir sama antara

wanita dan pria.

Spondilitis paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3, dan paling jarang

pada vertebra C1-C2. Spondilitis tuberculosis biasanya mengenai korpus vertebra,

tetapi jarang menyerang arkus vertebra.2

2.2 ETIOLOGI

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis

di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakteriumn tuberkulosis tipik

(2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium

tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra

torakal bawah dan lumbal atas1, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari

suatu tuberkulosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson

pada vena paravertebralis.

x

Page 11: 65492524 Case Spondilitis TB

2.3 PATOFISIOLOGI

Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi

berawal dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra.

Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan

perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus

intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini

akan menyebabkan terjadinya kifosis (Gambar 1).

Gambar 1. Gambar skematis terjadinya kifosis pada tulang belakang (penyakit Pott) akibat osteomielitis

tuberkulosa.

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang

fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum

longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke

berbagai daerah di sepanjang garis ligamen yang lemah.

Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis

dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat

dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjoi ke dalam faring yang dikenal

sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat

trakea, esofagus atau kavum pleura.

xi

Page 12: 65492524 Case Spondilitis TB

Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks

setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan

fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul

paraplegia.

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus

psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat

juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti

pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea. Kumar

membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu:

1. Stadium implantasi.

Setelah bakteri berada dalam tulang; maka bila daya tahan tubuh penderita

menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung

selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan

pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra.

2. Stadium destruksi awal.

Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra

serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6

minggu.

3. Stadium destruksi lanjut.

Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk

massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), .yang terjadi

2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk

sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang

baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus

vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.

4. Stadium gangguan neurologis.

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,

tetapi terutama ditemukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.

Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis

tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

xii

Page 13: 65492524 Case Spondilitis TB

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.

Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia,

yaitu:

1. Derajat I

Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas

atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf

sensoris.

2. Derajat II

Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih apat

melakukan pekerjaannya

3. Derajat III

Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi

gerak/aktivitas penderita serta hipestesia/anestesia

4. Derajat IV

Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi

dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi

secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan

ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum

tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang

sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang

kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari

jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan

dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.

Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai paraplegia.

5. Stadium deformitas residual.

Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium

implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan

vertebra yang masif di sebelah depan.

xiii

Page 14: 65492524 Case Spondilitis TB

2.4 GAMBARAN KLINIS

Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama

dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu

makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril)

terutama pada malam . hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak

sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries).

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah

belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat

adanya abses retrofaring. Kadangkala penderita datang dengan gejala

abses pada daerah paravertebral, abdominal, inguinal, poplitea atau

bokong, adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang

dengan gejala-gejala paraparesis, gejala paraplegia, keluhan gangguan

pergerakan tulang belakang akibat spasme atau gibus (gambar 2).

A B C

Gambar 2. Gambaran lesi lanjut osteomielitis tuberkulosa pada lulang belakang.

Gambaran kilnis gibbus (A) gambaran destruksl korpus disertai penyempltan ruang

intervertebral (B) dan gambaran patologis (C).

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

1. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai dengan leukositosis

xiv

Page 15: 65492524 Case Spondilitis TB

2. Uji Mantoux positif

3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium

4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar linfe regional

5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

Pemeriksaan radiologis

1. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru

2. Poto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus

vertebra, disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara

korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral.

3. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung

(bird's nets), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses

terlihat berbentuk fusiform

4. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbal kifosis

5. Pemeriksaan foto dengan zat kontras

6. Pemeriksaan mielografi dilakukai bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum

tulang

7. Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi

8. Pemeriksaan MRI

2.6. DIAGNOSIS

Diagnosis spondilitis tuberkulosa dapat ditegakkan berdasarkan

gambaran klinis dan pemeriksaan radiologis. Untuk melengkapkan

pemeriksaan, maka dibuat suatu standar pemeriksaan pada penderita

xv

Page 16: 65492524 Case Spondilitis TB

tuberkulosis tulang dan sendi, yaitu:

1. Pemeriksaan klinik dan neurologis yang lengkap

2. Foto tulang belakang posisi AP dan lateral

3. Foto polos toraks posisi PA

4. Uji Mantoux

5. Biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa

2.7 PENGOBATAN

Prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus

dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit

serta mencegah paraplegia.

Pegobatan terdiri atas:

1. Terapi konservatif berupa:

a. Tirah baring (bed rest)

b. Memperbaiki keadaan umum penderita

c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi ataupun yang tidak

dioperasi

d. Pemberian obat antituberkulosa

Obat-obatan yang diberikan terdiri atas:

· Isonikotinik hidrasit (INF) dengan dosis oral 5 mg/kg berat badan

per hari dengan dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10

mg/kg berat badan.

· Asam para amino salisilat Dosis oral 8-12 mg/kg berat badan.

· Etambutol. Dosis oral 15-25 mg/kg berat badan per hari.

· Rifampisin. Dosis oral 10 mg/kg berat badan diberikan pada anak-

anak. Pada orang dewasa 300-400 mg per hari.

Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang efektif dan mencegah

terjadinya kekebalan kuman tuberkulosis terhadap obat yang diberikan

maka diberikan kombinasi beberapa obat tuberkulostatik. Regimen yang

xvi

Page 17: 65492524 Case Spondilitis TB

dipergunakan di Amerika dan di Eropa adalah INH dan Rifampisin selama

9 bulan. INH + Rifampisin + Etambutol diberikan selama 2 bulan

dilanjutkan dengan pemberian INH + Rifampisin selama 7 bulan, Di Korea

diberikan kombinasi antara INH + Rifampisin selama 6-12 bulan atau INH

+ Etambutol selama 9-18 bulan.

Standar pengobatan di Indonesia berdasarkan program,P2TB paru adalah:

· Kategori 1

Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-)/rontgen (+), diberikan dalam dua

tahap, yaitu:

o Tahap I, diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300

mg dan Pirazinamid 1.500 mg..0bat diberikan setiap hari selama 2 bulan

pertama (60 kali).

o Tahap II, diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg. Obat

diberikan tiga kali seminggu (intermiten) selama 4 bulan (54 kali).

· Kategori 2

Untuk penderita baru BTA .(+) yang sudah pernah minum obat selama

lebih sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal

yang diberikan dalam dua tahap, yaitu:

o Tahap I, diberikan Streptomisin 750 mg (injeksi), INH 300 mg,

Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1.500 mg dan Etambutol 750 mg,

Obat diberikan setiap hari, Streptomisin injeksi hanya 2 bulan

pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).

o Tahap II, diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol

1.250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermiten) selama 5 bulan

(66 kali),

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila:

· Keadaan umum penderita bertambah baik

· Laju endap darah menurun dan menetap

· Gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang

xvii

Page 18: 65492524 Case Spondilitis TB

· Gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra

2. Terapi Operatif

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi

penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih

memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold

abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.

· Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh

karena dapat terjadi resorpsi spontan dengan pemberian obat

tuberkulostatik.

Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah.

Ada tiga Cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:

a.debridemen fokal

b.kosto-transversektomi

c.debridemen fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan

· Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:

a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata

b. Laminektomi

c. Kosto-transveresektomi

d. Operasi radikal

e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

lndikasi operasi

a. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah

semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan,

setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.

b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka

xviii

Page 19: 65492524 Case Spondilitis TB

dan sekaligus debrideman serta bone graft

c. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun

pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medula

spinalis

Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis

mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan

operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.

BAB III

ANALISIS KASUS

xix

Page 20: 65492524 Case Spondilitis TB

Pasien dengan keluhan lemah pada kedua tungkai dapat mengarah pada kasus

infeksi, kongenital, neoplasma, trauma maupun kelainan degeneratif di daerah tulang

belakang. Dari anamnesis didapatkan data bahwa kedua tungkai lemah mulai timbul 1

tahun SMRS, sehingga kemungkinan kelainan kongenital dapat disingkirkan. Usia

penderita yang baru 38 tahun dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan degeneratif

karena usia.

Nyeri pada tulang belakang dapat berasal dari suatu keganasan pada tulang

belakang maupun infeksi spesifik seperti tuberkulosis. Nyeri yang timbul pada pasien

ini bersifat hilang timbul. Sifat nyeri ini lebih mengarah pada tuberkulosis. Pada

tumor tulang yang sangat jarang terjadi, nyeri bersifat difus dan terus-menerus. Oleh

karena itu, kemungkinan suatu keganasan dapat disingkirkan.

Dari hasil anamnesis didapat data berupa nyeri punggung yang disertai dengan

rasa kesemutan pada kedua tungkai, lama kelamaan penderita mengalami kesulitan

berjalan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan data penderita merasakan nyeri tekan

setinggi vertebra lumbal III. Hasil pemeriksaan penunjang yaitu jumlah leukosit 7.600

/mm3, serta rontgen thorax didapat gambaran infiltrat pada kedua lapangan paru,

kesan: KP aktif, pada rontgen thorakolumbal didapatkan gambaran destruksi vertebra

lumbal III, terdapat penyempitan sela diskus lumbal II-III dan III-IV. Dari data-data

di atas, diagnosis kerja spondilitis TB dapat ditegakkan

Timbulnya paraplegia dan paraestesia femur bagian anterior menandakan adanya

suatu proses pada medula spinalis penderita setinggi L3. Pada kasus-kasus spondilitis

TB seringkali ditemukan gejala ini terutama. pada keadaan lanjut. Dari pemeriksaan

penunjang radiologis didapatkan data adanya gibus pada penderita ini. Data-data ini

mengarah pada suatu spondilitis tuberkulosis.

Terapi pada penyakit spondilitis tuberkulosis adalah terapi konservatif dan terapi

pembedahan. Terapi konservatif bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum dan

eliminasi kuman penyebab dengan kombinasi antibiotik. Terapi konservatif juga

bertujuan untuk mempersiapkan pasien yang akan dilakukan tindakan bedah.

xx

Page 21: 65492524 Case Spondilitis TB

Prosedur pembedahan yang dilakukan adalah bedah kostotransversektomi berupa

debridement dan penggantian corpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa

atau kortiko-spongiosa. Teknik lainnya adalah posterokostotransversektomi, yaitu

sama seperti di atas namun dilakukan dari posterior. Operasi pembedahan sebaiknya

dilakukan 3 minggu setelah pemberian obat-obat antituberkulosis (OAT). Tujuan

tindakan ini adalah untuk mencegah penyebaran atau diseminasi penyakit bila operasi

dilakukan sebelum pemberian OAT. OAT dilanjutkan setelah pembedahan sampai 6

bulan sesuai dengan pedoman dari WHO dan dapat ditambah sesuai dengan keadaan

penyakit pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Spondilitis tuberkulosis.

Editor: Mansjoer A; Jakarta; Media Aesculapius.

xxi

Page 22: 65492524 Case Spondilitis TB

Salter RB. 1999. Texbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal System. Editor:

Eric P Johnson. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.

Lumbantobing SM. 2008. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hidalgo JA. 2008. Pott Disease (Tuberculous Spondylitis). (online) http://emedicine.medscape.com/article/226141-overview

xxii