Askep Spondilitis Tb
Click here to load reader
-
Upload
dian-kasihsa-sondi -
Category
Documents
-
view
668 -
download
1
description
Transcript of Askep Spondilitis Tb
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama
Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu
penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian
terjadi
Pengaruh spinal mungkin merupakan manifestasi awal dari tuberkulosis dan masalah
ini yang membawa pasien untuk berkunjung ke rumah sakit. tuberkulosis spinal
merupakan penyakit lanjut, membutuhkan penilaian yang cermat dan terapi sistemik yang
agresif. Seorang dokter harus mempunyai konsep diagnosis untuk penyakit ini, terutama
pada pasien dari kelompok dengan resiko tinggi infeksi tuberkulosis. Pada kasus-kasus
pasien dengan tuberkulosis, keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada kurang lebih 10%
kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena, akan tetapi tulang yang
mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai pergerakan
yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain.
Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena
tuberkulosis tulang (kurang lebih 50% kasus), diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut
dan tulang-tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area
torako-lumbal terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas
merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan
dari weight bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sakral.
Tulang belakang paling sering diserang tuberkulosis rangka dan yang paling
berbahaya. Diseluruh dunia kini diperkirakan 2 juta orang menderita tuberkulosis tulang
belakang yang aktif. Defisit neurologis muncul pada 10 – 47 % kasus pasien dengan
spondilitis tuberkulosa. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan
penyebab paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik. Insidensi paraplegia,
terjadi lebih tinggi pada orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak. Hal ini
berhubungan dengan insidensi usia terjadinya infeksi tuberkulosis pada tulang belakang,
kecuali pada dekade pertama dimana sangat jarang ditemukan keadaan ini.
Sejak hadirnya antituberkulosis dan meningkatnya angka kesehatan masyarakat,
tuberkulosis spinal sudah jarang ditemukan pada negara maju, walaupun masih merupakan
1
penyebab penyakit yang signifikan pada negara berkembang. Tuberkulosis yang
melibatkan spinal berpotensi menyebabkan morbiditas yang serius, termasuk defisit
neurologi yang permanen dan deformitas yang berat. Terapi medis atau kombinasi medis
dan pembedahan dapat mengontrol penyakit ini pada hampir semua pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Konsep Medik Spondilitis Tuberkolosa?
2. Apa Konsep Asuhan Keperawatan Pada Spondilitis Tuberkolosa?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Konsep Medik Spondilitis Tuberkolosa
2. Untuk Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Pada Spondilitis Tuberkolosa
2
BAB II
TINJAUAN TEORITAS
I. KONSEP MEDIK
A. Definisi
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan Spondilitis Tuberkulosa
merupakan perandangan granulomatosa yang bersifat kronis destruktif oleh
mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang vertebra. Tuberkulosis tulang
belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh.
Pecivall Pott (1793) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dan deformitas tulang belakang sehingga
penyakit ini disebut sebagai penyakit Pott.
Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif yang
disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari focus jauh, dan
hampir selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu
infeksi primer.
B. Anatomi Fisiologi
Kolumna vertebra atau rangkaian tulang belakang adalah pilar mobile
melengkung yang kuat sebagai penahan tengkorak, rongga thoraks, anggota gerak
atas, membagi berat badan ke anggota gerak bawah dan melindungi medula spinalis.
Kolumna vertebra terdiri dari beberapa tulang vertabra yang di hubungkan oleh
diskus Intervertebra dan beberapa ligamen. Masing - masing vertabra di bentuk oleh
tulang Spongiosa yang diisi oleh sumsum merah dan ditutupi oleh selaput tipis tulang
kompakta.
Kolumna vertebra terdiri atas 33 ruas tulang yang terdiri dari :
a. 7 ruas tulang cervikal
b. 12 ruas tulang thorakal
c. 5 ruas tulang lumbal
d. 5 ruas tulang sakral (sacrum)
e. 4 ruas tulang ekor (coccygis)
3
1. Vertebra dan persendiannya.
Vertebra memiliki perbedaan yang khas yang memperlihatkan seperti korpus
yaitu lempeng tulang yang tebal, dengan permukaan yang agak melengkung di
atas dan bawah.
Arkus vertebra terdiri dari :
a. Pedikulus di sebelah depan : Tulang berbentuk batang memanjang kebelakang
dari korpus, dengan takik pada perbatasan vertebra membentuk foramen
intervertebralis.
b. Lamina di sebelah belakang : lempeng tulang datar memanjang ke belakang
dan ke samping bergabung satu sama lain pada sisi yang berbeda.
c. Foramen vertebra : Suatu lubang besar dibatasi oleh korpus pada bagian
depan, pedikulus di samping dan di belakang.
d. Foremen Transversarium : lubang disamping , diantara dua batasan vertebra ,
di dalamnya terdapat saraf spinal yang bersesuaian.
e. Processus articularis posterior dan inferior ; berarti kulasi dengan processus
yang serupa pada vertebra diatas dan dibawah.
f. Processus tranversus : memproyeksikan batang tulang secara tranversal.
g. Spina : Suatu processus yang mengarah ke belakang dan ke bawah.
h. Diskus intervertebra adalah diskus yang melekatkan kepermukaan korpus dari
dua takik vertebra : Diskus tersebut terbentuk dari anulus fibrosus,jaringan
fibrokartilago yang berbentuk cincin pada bagian luar, dan nukreus pulposus,
substansi semi-cair yang mengandung beberapa sarat dan terbungkus di dalam
anulus fibrosus.
2. Ligamentum.
Beberapa ligamentum yang menghubungkan vertebra :
a. Dari Ligamentum longitudinalis anterior melebar ke bawah pada bagian depan
korpus vertebra.
b. Ligamentum longitudinalis posterior melebar ke bawah pada bagian belakang
dari korpus vertebra (yaitu didalam kanalis vertebra).
c. Ligamen pendek menghubungkan processus tranversus dan spinalis dan
mengelilingi persendian processus artikuler.
4
3. Vertebra cervicalis atau ruas tulang leher:
Vertebra cervucalis bentuknya kecil, mempunyai korpus yang tipis, dan processus
tranversus yang di tandai dengan jelas karena mempunyai foramen ( di dalamnya
terdapat arteri vertebralis ) dan berakhir dalam dua tuberkolosis.
4. Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung
Vertebra torakalis bentuknya lebih besar daripada yang cervikal dan disebelah
bawah menjadi lebih besar. Ciri khas vertebra torakalis adalah sebagai berikut :
Badannya berbentuk lebar lonjong ( bentuk jantung ) dengan faset atau lekukan
kecil disetiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, prosesus
panjang dan mengarah kebawah, sedangkan prosesus tranversus , yang membantu
faset persendian untuk iga.
5. Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang
Vertebra lumbalis bentuknya adalah yang terbesar, badannya sangat besar
dibandingkan dengan badab vertebra yang lainnya dan berbentuk seperti ginjal,
prosesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil, prosesus
tranversusnya panjang dan langsing, ruas kelima membentuk sendi dengan
sakrum pada sendi lumbo sakral.
6. Sakrum atau tulang kelangkangan.
Tulang sakram berbentuk segitiga dan terletak padambagian bawah kolumna
vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (tulang koxa) dan
membentuk bagian belakabg rongga pelvis (panggul). Dasar dari sakrum terletak
diatas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi
intervetebra yang khas,tepi anterior dari basis saklrum ,membentuk
promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis
(saluran tulang belakang) dan lanjuan dari padanya. Dinding kanalis sakralis
berlubang-lubang untuk dilalui saraf sakral. Prosesus spinosus yang indemeter
dapat dilihat pada pandangan posterior dari sakrum. Permukaan anterior sakrum
adalah lekung dan memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan
tempat penggabungan kelima vertebra sakralis pada ujung gili-gili ini disetiap sisi
terdapat lubang - lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang - lubang ini
di sebut foramina. Apex dari sakrum bersendi,dengan tulang koksigius. Disisinya,
5
sakrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakroiliaka kanan
dan kiri.
7. Koksigeus atau tulang ekor.
Koksigeus terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimater yang bergabung
menjadi satu, di atasnya ia bersendi dengan sakrum.
C. Etiologi
Penyebab Tuberculosis adalah Micobacterium Tuberculosa. Kuman ini dapat
menginfeksi manusia, seperti M. bovis, M. kansasii, M. intracellular. Pada manusia
paru-paru merupakan pintu gerbang utama masuknya infeksi pada organ lain, bahkan
bisa sampai menginfeksi tulang. Faktorresiko :udaralembab, imunodefisiensi, social
ekonomi, HIV.
D. Manifestasi Klinik
a. Tidak dapat menggerakkan kedua kakinya
b. Sakit pada punggung
c. Anoreksia
d. Demam pada malam hari
e. Deformitas
E. Komplikasi
1. Paraplegia(kelumpuhan tulang)
2. Meningitis(peradangan selaput otak)
3. Kifosis
F. Patofisiologi
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius.
Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi
basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru,
hati limpa, ginjal dan tulang. 6 hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik
timbul dan fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak
aktif atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering
terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra.
6
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari
bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi
hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.
Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra
sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya
kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung
menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan
vertebra di dekatnya.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang
fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum
longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini
dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis
ligament yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan
menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat
mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai
abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea,
esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal
pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang
menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis
sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk
mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian
medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat
mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.
Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada
daerah vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling
sering pada vertebra torakalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia
dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis10 sedang yang
non paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut :
arteri induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering
terdapat pada vertebra torakal 8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan
menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter
relatif antara medulla spinalis dengan kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis
mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis 10, sedang kanalis vertebralis di
7
daerah tersebut relative kecil. Pada vertebra lumbalis 1, kanalis vertebralisnya jelas
lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari
bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering
terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal. Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit
Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu :
1. Penekanan oleh abses dingin
2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis
3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya
4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :
1. Stadium implantasi.
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama
6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-
anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk
massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3
bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum
serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji
terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra,
yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologist
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,
tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini
ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra
torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis,
maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
a. Derajat I :
8
Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukanaktivitas
atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadigangguan saraf
sensoris.
b. Derajat II :
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
c. Derajat III :
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang
membatasigerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
d. Derajat IV :
Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguandefekasi dan
miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegiadapat terjadi secara dini
atau lambat tergantung dari keadaanpenyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan
ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum
tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit
yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan
tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang
progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi
secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan
gangguan vaskuler vertebra.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium
implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra
yang massif di sebelah depan.
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
1) Pemeriksaan rontgen
a) Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru.
b) Pada foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik, dan destruksi
korpus vertebra, disertai penyempitan diskus invertebralis yang berada
diantara korpus tersebut, dan mungkin dapat ditemukan adanya massa
abses paravertebral.
9
c) Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang
burung (bird’s nets), di daerah torakal berbentuk bulbus, dan pada daerah
lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut, terjadi
destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis.
d) Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi. Pemeriksaan mielografi
dilakukan bila terdapat gejalt sehingga timbul kifosis.
e) Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi. Pemeriksaan mielografi
dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum tulang.
f) Pemeriksaan MRI ta-gejala penekanan sumsum tulang.
g) Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak yaitu diskus
invertebralis dan ligamentum serta lesi dalam sumsum tulang belakang.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai leukositosis.
b) Uji Mantoux positif.
c) Pada pemeriksaan biakan kuman, mungkin ditemukan Mycobacterium
d) Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
e) Pada pemeriksaan histopatologis, dapat ditemukan tuberkel.
H. Penatalaksanaan Medik
1. Terapi konservatif ( tirah baring, memperbaiki keadaan umum klien, pemasangan
brace pada klien yang di operasi ataupun yang tidak dioperasi, pemberian obat anti
tuberculosis). Obat-obatan yang diberikan terdiri atas :
a. INH dengan dosis oral 5mg/kg BB/hari dengan dosis maksimal 300mg.
Dosis oral pada anak-anak 10mg/kgBB.
b. Asam para-amino salisilat, dosis oral 8-12mg/kgBB.
c. Etambutol, dosis oral 15-25mg/BB/hari.
d. Rifampisin, dosis oral 10mg/kgBB untuk anak-anak dan pada orang dewasa
300-400mg/hari
e. Streptomisin.
2. Terapi operatif.
Indikasi penatalaksanaan operasi yang perlu diketahui oleh perawat sebagai bahan
untuk melakukan kolaborasi, meliputi :
a. Bila dengan terapi konservatif tidak ada perbaikan paraplegia atau kondisi
tersebut bertambah berat
10
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan sistem drainase abses secara
terbuka, penatalaksanaan debridemen, dan bone graft
c. Pada pemeriksaan radiologi (foto polos, mielografi, CT-scan dan
MRI),didapatkan adanya penekanan langsung pada medula spinalis.
d. Koreksi deformitas pada spondilitis tuberculosa yang telah mengalami
penyembuhan.
11
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama :
b. Umur :
c. Agama :
d. Pekerjaan :
e. Alamat :
2. Pengkajian 11 pola gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Keadaan Sebelum sakit : pasien mengatakan bisa beraktivitas dengan baik
b. Keluhan utama : sakit pada punggung.
c. Riwayat keluhan utama : pasien mengatakan sering merasa nyeri pada area
punggung dan untuk mengurangi nyeri, pasien hanya beristirahat.
d. Riwayat penyakit dahulu :pasien mengatakan pernah menderita penyakit
TBC.
e. Riwayat kesehatan keluarga : Pasien mengatakan orang tuanya meninggal
karena penyakit TBC.
2) Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan
anoreksia, sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat
sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. Dan
penumpukan secret pada saluran pernapasan.
3) Pola eliminasi
Dimana klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula
bias kekamar mandi, karna lemah dan sakit pada punggung.
4) Pola aktifitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung
menyebabkan klien membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan
dalam melaksanakan aktifitas fisik tersebut.
5) Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak
hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan tidur dan istirahat.
12
6) Pola hubungan dan peran
Dengan penyakit yang dialami oleh klien maka pola peran akan berubah
dimana klien akan tidak mampu dalam melaksanakan perannya yang bagai
mana semestinya. Baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan kerja dan
sekitarnya.
7) Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk
tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
8) Pola reproduksi dan seksualitas
Dengan keadaan ini maka kebutuhan seksual klien akan terganggu.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum. Pada keadaan spondilitis tuberkulosa, klien umumnya tidak
mengalami penurunan kesadaran.
2. B1 (Breathing). Hasil pemeriksaan fisik sistem ini pada klien spondilitis
tuberkulosa dengan fase penurunan aktivitas yang parah adalah pada infeksi
didapatkan bahwa klien batuk, ada peningkatan sputum, sesak napas, penggunaan
otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Pada palpasi, ditemukan
taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada perkusi, ditemukan adanya resonan
pada seluruh lapang paru. Pada auskultasi, didapatkan suara napas tambahan,
seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan
batuk yang menurun yang sering ditemukan pada klien spondilitis tuberkulosa
dengan penurunan tingkat kesadaran. Pad klien spondilitis tuberkulosa fase awal,
biasanya tidak didapatkan kelainan pada sistem pernafasan.
3. B2 ( Blood). Pada keadaan spondilitis tuberkulosa dengan komplikasi paraplegia
yang lama diderita, biasanya akan didapatkan adanya hipotensi ortostatik
(penurunan tekanan darah sistolik ≤25mmHg dan diastolik ≤ 10mmHg ketika
klien bangun dari posisi berbaring ke posisi duduk) . pada klien spondilitis
tuberkulosa tanpa paraplegia, biasanya tidak didapatkan kelainan pada sistem
kardiovaskuler.
4. B3 (Brain). Tingkat kesadaran biasanya kompos mentis.
5. B4 (Bladder). Pada spondilitis tuberkulosa daerah torakal dan servikal, tidak ada
kelainan pada sistem ini. Pada spondilitis tuberkulosa daerah lumbal, sering
13
didapatkan keluhan inkontinensia urine, ketidakmampuan mengomunasikan
kebutuhan eliminasi urine.
6. B5 ( Bowel ). Inspeksi abdomen:bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi:
turgor baik, tidak ada kejang otot abdomen akibat adanya abses pada lumbal,
hepar tidak teraba. Perkusi : suara timpani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : peristaltik usus normal ±20x/menit. Inguinal-genetalia-anus : tidak
ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan BAB. Pola nutrisi dan
metabolisme : pada klien spondilitis tuberkulosa, sering ditemukan penurunan
nafsu makn dan gangguan menelan karena adsanya stimulus nyeri menelan dari
abses faring sehingga pemenuhan nutrisi berkurang.
7. B6 ( Bone )
a. Look. Kurvatura tulang belakang mengalami deformitas (kifosis) terutama
pada spondilitis tuberkulosa daerah torakal. Pada spondilitis tuberkulosa
daerah vertebra lumbalis, hampir tidak terlihat deformitas, tetapi terlihat
adanya abses pada daerah bokong dan pinggang. Pada spondilitis tuberkulosa
daerah servikal, terdapat kekakuan leher.
b. Feel. Kaji adanya nyeri tekan pad daerah spondilitis.
c. Move. Terjadi kelemahan anggota gerak (paraplegia dan gangguan
pergerakan tulang belakang
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas b/d sputum berlebih
2. Nyeri akut b/d agens-agens penyebab cedera (penekanan saraf pada medula
spinalis)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penyakit kronis
(abses faringeal)
4. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal (paraplegia, paralisis
ekstremitas bawah)
5. Ansietas b/d konsep diri
D. Intervensi
1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas b/d sputum berlebih
NOC : Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif
NIC :
14
a. Catat jenis dan jumlah sekret yang di kumpulkan
b. Ajarkan teknik batuk efektif
c. Informasikan kepada pasien mengenai larangan merokok didalam ruang
perawatan, serta beri penyuluhan tentang pentingnya berhenti merokok
d. Konsultasi dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan
pendukung
2. Nyeri akut b/d agen - agen penyebab cedera (penekanan saraf pada medula
spinalis)
NOC : nyeri berkurang
NIC :
a. Kaji skala nyeri
b. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
b. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri
c. Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian analgesik
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penyakit kronis
(abses faringeal)
NOC : memperlihatkan status nutrisi yang baik
NIC :
a. Kaji dan dokumentasikan derajad kesulitan mengunyah dan menelan.
b. Ketika membantu memberikan makan pasien gunakan spoit jika perlu untuk
memudahkan menelan
c. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
d. Kolaborasikan dengan dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
4. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal ( paraplegia, paralisis
ekstremitas bawah)
15
NOC : Dapat mengembalikan mobilitas pasien
NIC :
a. Kaji kebutuhan belajar pasien
b. Anjurkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
c. Instruksikan pasien untuk memerhatikan kesejajaran tubuh yang benar
d. Kolaborasi dnegan dokter untuk rujukan ke ahli terapi fisik untuk program
latihan
5. Ansietas b/d konsep diri
NOC : menunjukan pengendalian diri terhadap ansietas
NIC :
a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
b. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran
dan perasaan.
c. Informasikan kepada keluarga pasien tentang gejala ansietas
d. Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian obat untuk
menurunkan ansietas
E. Discharge Planning
1. Hindari kontak langsung dengan penderita penyakit menular seperti TBC.
2. Periksakan secepatnya apabila mengalami keluhan seperti diatas
3. Berikan obat secara teratur dan sesuai dosis.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Spondylitis tuberkolosa atau penyakit pott adalah peradangan agranulamatosa yang
bersifat kronik dekstruktif oleh microbacterium tuberculosis paru, ditambah lagi dengan
adanya gibus, nyeri pada punggung dan gagguan pada pergerakan tulang belakang.
Pemeriksaan kadar LED diperlukan untuk melihat adanya infeksi .sedangkan pada
pemeriksaan radiologi ditemukan penyempitan diskus interveterbralis dan pengobatanya
dapat diberikan terapi konservatif dan operatif.
B. Saran
Dengan adanya pembuatan makalah ini di harapkan mahasiswa dapat memahami
penyakit “Spondilitis Tuberkulosa” dan juga dapat mengerti bagaimana asuhan keperawatan
yang di lakukan pada pasien dengan penyakit ini .
17
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Zairin noor helmi.2012.buku gagguaan muskuloskeletal.salemba medika.jakarta.
John crofton.norman horne.fred miller.I. 2002.tuberkolosis klinis.edisi 2.jakarta.
http://www.kennethsternchiropractic.com/anatomy-of-spine.htm
http://www.emedicine.medscape.com.
18