Spondilitis TB -2

30
STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. R Umur : 19 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Karyawan Alamat : Jl. Sunter jaya RT 009 RW 6 No.15 II. ANAMNESA Autoanamnesa : Tanggal 17 September 2007 Keluhan Utama : Nyeri pada benjolan di punggung sejak 5 bulan SMRS Keluhan tambahan : Muntah, demam sejak 1 minggu SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli RSUD Koja tanggal 1 September 2007 dengan keluhan benjolan di punggung bagian tengah sejak kurang lebih 5 bulan SMRS. Awalnya benjolan kecil dan nyeri, lama-kelamaan semakin membesar dan nyeri yang dirasakan mendadak dan terus- menerus. Konsistensi lunak dengan ukuran awal kurang lebih 1x 1 cm dikatakan teraba oleh pasien. Warna pada benjolan sama dengan warna kulit, panas hanya dirasakan pada daerah benjolan. Pasien juga merasa lemas pada kedua tungkai sehingga menyebabkan pasien sering tiba-tiba terjatuh setelah beraktivitas. Lemas

Transcript of Spondilitis TB -2

Page 1: Spondilitis TB -2

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. R

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Karyawan

Alamat : Jl. Sunter jaya RT 009 RW 6 No.15

II. ANAMNESA

Autoanamnesa : Tanggal 17 September 2007

Keluhan Utama : Nyeri pada benjolan di punggung sejak 5 bulan

SMRS

Keluhan tambahan : Muntah, demam sejak 1 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli RSUD Koja tanggal 1 September 2007

dengan keluhan benjolan di punggung bagian tengah sejak kurang lebih

5 bulan SMRS. Awalnya benjolan kecil dan nyeri, lama-kelamaan

semakin membesar dan nyeri yang dirasakan mendadak dan terus-

menerus. Konsistensi lunak dengan ukuran awal kurang lebih 1x 1 cm

dikatakan teraba oleh pasien. Warna pada benjolan sama dengan warna

kulit, panas hanya dirasakan pada daerah benjolan. Pasien juga merasa

lemas pada kedua tungkai sehingga menyebabkan pasien sering tiba-tiba

terjatuh setelah beraktivitas. Lemas juga dirasakan pada kedua tangan

secara tiba-tiba. Pasien mengatakan keluhan ini muncul setelah pasien

menjalani operasi usus buntu pada bulan Maret 2007. Pasien juga

merasakan nafsu makannya menurun dan badannya terasa mengurus.

Pasien mengatakan nyeri pada benjolan meningkat pada malam hari.

Pasien mengatakan bahwa terdapat benjolan pada leher sebelah

kiri sebesar uang logam seribu rupiah sejak kurang lebih 1 tahun SMRS,

dan pasien merasa nyeri bila menengokke sebelah kiri. Saat ini benjolan

di daerah leher sudah mengecil sebesar uang logam seratus rupiah dan

tidak dirasakan nyeri laga bila menengok ke kiri.

Page 2: Spondilitis TB -2

Pasien menyangkal menderita batuk-batuk yang lama, keringat

dingin pada malam hari, trauma pada tulang belakang juga disangkal.

Mual, muntah dan sesak pada ulu hati juga disangkal.

Nyeri pada pinggang tidak pernah dirasakan oleh pasien. BAK

normal, warna kuning jernih, tidak ada darah, tidak terputus-putus, tidak

nyeri dan frekuensi 4-5 x perhari.

Pasien mengaku tidak pernah menstruasi lagi sejak benjolan itu

timbul. Sebelumnya siklus haid 20 hari, lama haid kurang lebih 5 hari,

tidak pernah nyeri saat haid. Pasien mengaku tidak pernah mersakan

sakit seperti itu. Pasien dirawat di RSUD Koja pada tanggal 1 september

2007.

Riwayat Penyakit Dahulu : Appendisitis akut

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada

Riwayat Alergi Obat : Tidak Ada

III. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 17 September 2007

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan Umum : Sakit sedang

Berat Badan : 47 kg

Tinggi badan : 157 cm

Gizi : Baik

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,5˚C

STATUS GENERALIS

Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata.

Mata : Pupil bulat isokor, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak

ikterik, reflek cahaya langsung +/+, Refleks cahaya tidak

langsung +/+.

Page 3: Spondilitis TB -2

Telinga : Normotia, serumen -/-, membrane timpani intak, nyeri

tekan mastoid -/-

Hidung : septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-), oedem

mukosa (-)

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang

Leher : Trakea lurus di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba

membesar, KGB sebelah kiri membesar dan ukuran 1x1

cm, konsistensi padat, immobile, warna kulit sama

dengan sekitar, nyeri tekan -

Thoraks :

Pulmo : Inspeksi : gerak napas simetris

Palpasi : vocal fremitus paru simetris dikedua hemithoraks

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara Napas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing-/-

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi :

Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Batas kiri jantung : ICS V 1 jari medial linea

midclavikularis sinistra

Batas kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra

Auskultasi : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Inspeksi : Abdomen datar, benjolan (-)

Palpasi : Supel, massa (-), Nyeri tekan epigastrium(-),

Defans muskuler (-), hepatosplenomegali (-)

Perkusi : Hipertympani, Shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi : BU + normal

Ekstremitas: Akral hangat, sianosis (-), Oedem (-)

STATUS LOKALIS

Regio Thorakolumbal

Look : Deformitas (+) kifosis vertebra thorakal

Benjolan (+) Thorakal XI-XII

Tanda radang (-), warna benjolan sama dengan warna kulit

Page 4: Spondilitis TB -2

Cicatriks (-), tanda bekas luka (-), tidak ada fistel.

Feel : Suhu benjolan lebih hangat dari sekitarnya

Benjolan berbentuk lonjong ukuran 12x2x2 cm

Konsistensi lunak, batas tegas, mobile, fluktuasi (+)

Tidak melekat pada tulang. Nyeri tekan (+).

Move : ROM terbatas ketika bungkuk dan nyeri.

STATUS NEUROLOGIS

- GCS : E4V5M6

Tanda rangsang Meningeal :

Tes kaku kuduk : (-)

Tes Laseque : (-)

Tes Kernig : (-)

Tes Brudzinski I : (-)

Tes Brudzinski II : (-)

Pemeriksaan Motorik

1. Pergerakan

Ekstremitas atas dekstra : (+)

Ekstremitas atas sinistra : (+)

Ekstremitas bawah dekstra : (+)

Ekstremitas bawah dekstra : (+)

2. Derajat kekuatan otot :

5 5 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4

3. Trofik : tidak terdapat atrofi otot

4. Pergerakan spontan :

- Twiching : (-)

- Tremor : (-)

- Fasikulasi : (-)

Pemeriksaan sensibilitas

Page 5: Spondilitis TB -2

Dilakukan pemeriksaan pada daerah umbilicus, pasien

merasakan perangsangan sensoris berkurang bila dibandingkan dengan

daerah tangan.

Refleks Fisiologis

Dilakukan pemeriksaan refleks fisiologis tendon dalam :

- Refleks Patella : (+)

- Refleks Achilles : (+)

Refleks Patologis

Dilakukan pemeriksaan refleks patologis :

- Refleks Babinski : (-)

- Refleks Chaddock: (-)

- Refleks Oppenheim : (-)

- Refleks Gordon : (-)

- Refleks Schaefer : (-)

- Klonus kaki : (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tgl 29 Agustus 2007

Darah

- Hb : 9,3 g/dL

- Ht : 30 %

- LED : 135 mm/jam

- Leukosit : 9.600 /uL

- Trombosit : 623.000 /uL

- Masa pembekuan : 14 menit

- Masa perdarahan : 3 menit

Sputum

- BTA 3x negatif

- TBEIA (IgG) negative

Page 6: Spondilitis TB -2

Laboratorium tanggal 18 September 2007

Darah

- Hb : 10,1 g/dL

- Ht : 33%

- Leukosit : 6.200 /uL

- Trombosit : 520.000 /uL

- Masa perdarahan : 10 menit

- Masa pembekuan : 3 menit

Faal Hati

- SGOT : 60 u/L

- SGPT : 41 u/L

Faal Ginjal

- Ureum : 24 mg/l

- Kreatinin : 0,6 mg/dL

Pemeriksaan thoraks (PA), 28 Agustus 2007

- Sinus costophrenicus dan diafragma normal

- Pulmo kanan dan kiri bersih

- Cor : bentuk dan besar normal

Pemeriksaan thorakolumbal (AP/Lateral)

- Tampak destruksi dari corpus Th XI dan XII serta intervertebralis

space Th XI-XII menghilang

- Tampak terdapat bayangan abses paravertebral setinggi vertebra Th

X –XII

- Vertebra thorakolumbal lainnya intact/normal

- Kesan : Spondilitis TB vertebra Th XI-XII

IV. RESUME

Pasien wanita umur 19 tahun datang ke poli RSU KOJA pada tanggal 1

September 2007 dengan keluhan benjolan pada punggung belakang

sebelah kiri kurang lebih sejak 5 bulan SMRS. Benjolan yang dirasakan

Page 7: Spondilitis TB -2

awalnya kecil yang lama-kelamaan menjadi besar dan nyeri. Benjolan

juga terdapat pada daerah leher sebelah kiri dan nyeri pada saat pasien

menengoke sebelah kiri. Pasien merasakan badan dan kaki terasa lemas

sehingga sering tiba-tiba terjatuh. Nafsu makan menurun dan BB

menurun. Pasien dirawat di RSU KOJA sejak tanggal 1 September 2007.

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis :

Leher : terdapat pembesaran KGB.

Derajat kekuatan otot :

5 5 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4

STATUS LOKALIS

Regio Thorakolumbal

Look : Deformitas (+) kifosis vertebra thorakal

Benjolan (+) Thorakal XI-XII

Tanda radang (-), warna benjolan sama dengan warna kulit

Cicatriks (-), tanda bekas luka (-), tidak ada fistel.

Feel : Suhu benjolan lebih hangat dari sekitarnya

Benjolan berbentuk lonjong ukuran 12x2x2 cm

Konsistensi lunak, batas tegas, mobile, fluktuasi (+)

Tidak melekat pada tulang. Nyeri tekan (+).

Move : ROM terbatas ketika bungkuk dan nyeri.

Pemeriksaan Penunjang

LED : 135 mm/jam

Hb : 9,3 g/dL

Ht : 30%

Trombosit : 623.000/uL

Faal Hati

Page 8: Spondilitis TB -2

SGOT : 60 u/L

SGPT : 41 u/L

Tes Sensitivitas : Uji Mantoux (+)

Pemeriksaan thorakolumbal (AP/Lateral)

- Tampak destruksi dari corpus Th XI dan XII serta intervertebralis

space Th XI-XII menghilang

- Tampak terdapat bayangan abses paravertebral setinggi vertebra Th

X –XII

- Vertebra thorakolumbal lainnya intact/normal

- Kesan : Spondilitis TB vertebra Th XI-XII

V. DIAGNOSIS KERJA

Susp. Spondilitis TBC Thorakal XI-XII dengan abses paravertebral

Frankel D

VI. PENATALAKSANAAN

- Diet TKTP

- OAT

Rifampisin 300 g

Etambutol 300 g

Pirazinamid 500 g

INH 300 g

- Inj Ranitidin 2 x 1 amp I.V

- Metilcobalt 3 x 1 tab

VII. PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Fungtionam: dubia ad bonam

Ad sanationam: dubia ad bonam

VIII. FOLLOW UP

TGL 24 September 2007

Page 9: Spondilitis TB -2

S : Pegal-pegal di punggung hingga ke tulang iga kiri & kanan

O : Keadaan umum : Baik

Status Generalis Baik

TD : 110/80 mmHg S : 36,0˚C

Nadi: 88x/menit P : 22 x/menit

Status Lokalis

- Regio Colli

I : tampak benjolan, warna tidak merah

Pa : Konsistensi padat, nyeri tekan -, suhu sama dengan

sekitar

- Regio Thorakolumbal

L : Benjolan setinggi Th XI-XII, warna sama dengan kulit.

F : Konsistensi lunak, batas tegas, fluktuasi +, tidak meletak

pada suhu sama dengan sekitar, ukuran 12x3x2 cm

M :

5 5 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4

Refleks Fisiologis : +/+

Refleks Patologis : -

Klonus : +

ROM terbatas saat menunduk dan terasa nyeri

A : Suspect Spondilitis TB thorakal XI-XII dengan abses paravertebral

TB Kelenjar leher sinistra

Frankel D

P : IVFD 20 tetes/menit

Pre debridement, dekompresi, stabilisasi Tanggal 24/9/07

Diet TKTP

Inj Ranitidin 2x1 I.V

Inj Transamin 3x1 I.V

Inj Vit C

Page 10: Spondilitis TB -2

Inj Vit K 3x1 I.V

Rifampisin 300 g

Etambutol 300 g

Pirazinamid 500 g

INH 300 g

Metilcobal 3x1

TGL 25 September 2007

S : Pegal-pegal di punggung hingga ke tulang iga kiri & kanan

O : Keadaan umum : Baik

Status Generalis Baik

TD : 110/80 mmHg S : 36,0˚C

Nadi: 88x/menit P : 22 x/menit

Status Lokalis

- Regio Colli

I : tampak benjolan, warna tidak merah

Pa : Konsistensi padat, nyeri tekan -, suhu sama dengan

sekitar

- Regio Thorakolumbal

L : Benjolan setinggi Th XI-XII, warna sama dengan kulit.

F : Konsistensi lunak, batas tegas, fluktuasi +, tidak meletak

pada suhu sama dengan sekitar, ukuran 12x3x2 cm

M :

5 5 5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4

Refleks Fisiologis : +/+

Refleks Patologis : -

Klonus : +

ROM terbatas saat menunduk dan terasa nyeri

Laboratorium

Hb 10,4g/dL

Ht 34%

Page 11: Spondilitis TB -2

Leukosit 17.300/uL

Trombosit 642.000/uL

A : Suspect Spondilitis TB thorakal XI-XII dengan abses paravertebral

TB Kelenjar leher sinistra

Frankel D

P : IVFD 20 tetes/menit

Pre debridement, dekompresi, stabilisasi Tanggal 24/9/07

Inj Ranitidin 2x1 I.V

Inj Transamin 3x1 I.V

Inj Vit C

Inj Vit K 3x1 I.V

Rifampisin 300 g

Etambutol 300 g

Pirazinamid 500 g

INH 300 g

Metilcobal 3x1

Siapkan alat

Siapkan PRC 1000 cc + FFP 500 (untuk di ICU)

Page 12: Spondilitis TB -2

TINJAUAN PUSTAKA

SPONDILITIS TUBERKULOSIS

POTT’S DISEASE

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga spondilitis tuberculosis

merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh

Mikobakterium tuberculosis. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan

infeksi sekunder dari focus di tempat lain dari tubuh. Percivall Pott (1973) yang

pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatak tulang belakang yang

terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit pott. Spondilitis

tuberculosis paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3, paling jarang pada

vertebra C1-C2. Spondilitis tuberkulosa biasanya mengenai korpus vertebra,

tetapi jarang mengenai arcus vertebra.

Spondilitis corpus vertebra dibagi menjadi 3 bentuk. Pada bentuk sentral,

destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra. Bentuk ini sering ditemukan

pada anak. Bentuk paradiskus terletak di bagian korpus vertebra yang

bersebelahan dengan discus intervertebra. Bentuk ini sering ditemukan pada

orang dewasa. Bentuk anterior dengan lokus awal pada korpus vertebra di

bagian anterior, merupakan penjalaran perkontinuitatum dari vertebra di atasnya.

Proses radang spesifik di tulang ini berlangsung sperti dijelaskan pada

tuberculosis.

Nekrosis dengan perkijuan membentuk nanah yang menjadi abses

dingin. Destruksi tulang mengakibatkan patah tulang kompresi.

Insidens

Spondilitis tuberculosa merupakan 50% dari seluruh tuberculosis tulang

dan sendi yang terjadi. Di Ujung pandang insidens spondilitis tuberkulosa

ditemukan sebanyak 70% dan sanmugasundram juga menemukan presentase

yang sama dari seluruh tuberculosis tulang dan sendi. Spondilitis tuberkulosa

terutama ditemukan pada kelompok umur 2-10 tahun dengan perbandingan yang

sama antara wanita dan pria.

Page 13: Spondilitis TB -2

Etiology

Tuberkulosis tulang merupakan infeksi sekunder dari infeksi tempat lain

di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberculosis tipik (2/3 dari tipe

human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium atipik. Lokalisasi

spondilitis tuberkulosa terutama sering pada daerah vertebra torakal baeah dan

lumbal atas (T8-L3), sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu

tuberculosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada

vena paravertebralis. Dan paling jarang pada vertebra C1-C2. Spondilitis

tuberkulosa biasanya mengenai korpus vertebra, jarang mengenai arcus

vertebra.

Patofisiologi

Penyakit ini umumnya mengenai lenih dari satu Vertebra. Infeksi berawal

dari bagian sentral, bagian depan atau baian efifisial korpu vertebra. Kemudian

terjadi hiperemis dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan

korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis , discus

intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian korpus ini akan

menyebabkan terjadinya kifosis. Kemudian eksudat (yang terdiri dari serum,

leukosit,kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke

depan, di bawah ligamentum dan berekspansi berbagai arah di sepanjang garis

ligamen yang lemah.

Pada daerah servical, eksudat terkumpul di belakang fasia

paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus

sternokleidomatoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan

menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses ini dapat

berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus atau kavum pleura.

Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks

setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan

fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul

paraplegia

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti uskulus

psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada daerah medial paha.

Eksudat juga dapat menyebar ke daerah Krista iliaca dan mungkin dapat

mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonu scarpei atau region glutea.

Page 14: Spondilitis TB -2

Kuman membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium :

1. Stadium Implantasi , setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan

tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang

berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah

paradiskus, yang sering ditemukan pada orang dewasa dan pada anak-anak

umumnya pada daerah sentral vertebra.

2. Stadium destruksi awal , setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi

korpus vertebra serta penyampitan yang ringan pada discus. Proses ini

berlangsung selama 3-6 minggu.

3. Stadium destruksi lanjut . Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps

vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses

(abses dingin), yang terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal.

Selanjutnya dapat terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging

anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yng menyebabkan terjadinya kifosis

atau gibus.

4. Stadium gangguan neurologis . Gangguan neurologist tidak berkaitan dengan

beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke

kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis

tuberkulosaVertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil

sehingga gangguan neurologist lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi

gangguan neurologid, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :

Page 15: Spondilitis TB -2

Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan

aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi

gangguan saraf sensorik.

Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita

masih dapat melakukan pekerjaannya.

Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi

gerak/aktivitas penderita setelah hiperestesia/anesthesia.

Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan

defekasi dan miksi.

Tuberkulosis paraplegia atau Pott’s paraplegia dapat terjadi

secara dini atau lambat tergantung dari penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi terjadi oleh karena

tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung

sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.

Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh

karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan

jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan

dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler

vertebra.

Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai

paraplegia.

5. Stadium deformitas residual . Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah

timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanent oleh karena

kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.

Gambaran klinis

Gambaran klinis hanya berupa nyeri pinggang atau punggung. Nyeri ini

terjadi akibat reaksi inflamasi di vertebra dan sukar dibedakan dengan nyeri

akibat penyebab lain seperti kelainan degeratif karena biasanya keadaan umum

penderita masih baik. Pada foto rontgen belum didapat kelainan. Bila proses

berlanjut terjadi destruktif vertebra yang akan terlihat pada foto rontgen.

Secara klinis gejala tuberculosis tulang belakang hamper sama dengan

gejala tuberculosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan

berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama

Page 16: Spondilitis TB -2

pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai

menangis pada malam hari (night cries).

Bentuk sentral terjadi osteoporosis dan destruksi mengakibatkan

kompresi vertebra spontan/akibat jatuh yang ringan. Jika terjadi kompresi maka

pada pemeriksaan klinis didapati gibus. Jika terjadi destruksi korpus vertebra

yang bersebelahan dengan discus akan mengakibatkan iskemia sehingga

menyebabkan nekrosis discus. Pada gambaran rontgen terdapat penyempitan

discus intervertebra terjadi osteoporosis, kemudian menyebar ke seluruh korpus

vertebra menyebabkan kompresi vertebra dan terjadi gibus. Beda gibus TBC

dengan gibus traumatic adalah tidak didapatkan penyempitan sela discus pada

gibus traumatic.

Pada tuberculosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah

belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya

abses retrofaring. Kadangkala penderita datang dengan gejala abses pada

daerah paravertebral,abdominal, inguinal, poplitea, atau bokong, adanya pada

daerah paravertebral atau penderita datang dengan gejala paraparesis, gejala

paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang belakang akibat spasme atau

gibus. Abses akan berkumpul dan mendesak ke arah belakang sehingga

menekan medulla spinalis menyebabkan paraplegi pott (paraplegi awal).

Paraplegi awal selain dari tekanan abses, dapat juga disebabkan oleh kerusakan

Page 17: Spondilitis TB -2

medulla spinalis akbat gangguan vaskuler dan akibat regangan yang terus-

menerus pada gibus.

Gejala awal paraplegi pada TBC tulang belakang dimulai dengan keluhan

kaki terasa kaku dan lemah dengan penurunan koordinasi tungkai. Proses ini

dimulai dengan penurunan daya kontraksi otot tungkai dan peningkatan

tonusnya menyebabkan spasme otot fleksor dan terjadi kontraktur. Gangguan

pada paraplegi ini kebanyakan terbatas pada traktus motorik.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai lekositosis.

2. Uji mantoux positif

3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium.

4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional

5. pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberculosis paru.

Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi

korpus vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada

di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa

abses paravertebral.

Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal membentuk sarang

burung (bird’s nets), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah

lumbal abses terlihat berbentuk fusiform.

Page 18: Spondilitis TB -2

Pemeriksaan foto dengan zat kontras

Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan

sumsum tulang.

Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi

Pemeriksaan MRI

Diagnosis

Diagnosis spondilitis tuberkulosa, ditentukan berdasarkan gejala klinik dan

pemeriksaan radiologist. Gejala yang mendukung diagnosis adalah nyeri yang

meningkat pada malam hari makin lama makin berat, terutama pada

pergerakkan. Anak kecil dapat berteriak sewaktu tidur nyenyak pada malam hari.

Keadaan ini terjadi karena otot erektus trunkus mengendur sehingga terdapat

pergerakan kecil antara vertebra yang sangat nyeri. Kemudian terbentuk gibus

dan laju endap darah meninggi. Pada foto rontgen tampak pemyempitan sela

discus dan gambaran abses paravertebral. Reaksi tuberculin biasanya positif.

Untuk melakukan pemeriksaan bakteriologis, dapat dilakukan pungsi abses atau

dari debris yang didapat melalui pembedahan.

Untuk melengkapi pemeriksaan, dibuatlah standar pemeriksaan TBC tulang dan

sendi, yaitu :

1. Pemeriksaan klinik dan neurology yang lengkap.

2. Foto tulang belakang posisi AP dan lateral

3. Foto polos toraks posisi AP

4. Uji mantoux

5. Biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa.

Page 19: Spondilitis TB -2

Diagnosis banding

Fraktur kompresi traumatic/akibat tumor (biasanya tumor metastatik dan

granuloma eosinofilik)

Infeksi kronik non tuberculosis

Osteitis piogenik, lebih cepat timbul demam

Polimielitis

Metastasis tulang belakang, tidak mengenai discus, adakah karsinoma

prostate

Kifosis senilis, kifosis tidak local, osteoporosis seluruh kerangka.

Penatalaksanaan

Pada prinsipnya pengobatan tuberculosis tulang belakang harus

dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta

mencegah paraplegi.

Pengobatan terdiri atas :

1. Terapi konservatif berupa :

a. Tirah baring (bed rest), untuk mencegah paraplegia dengan

pemberian tuberkulostik.

b. Memperbaiki keadaan umum penderita

c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi ataupun

yang tidak dioperasi

d. Pemberian obat antituberkulosa

e. Dilakukan pencegahan untuk menghindari dekubitus dan kesulitan

miksi dan defekasi.

Umumnya penderita akan sembuh dalam waktu terbatas. Bila

gangguan neurologik berubah menjadi lebih baik, penderita dapat

dimobilisasi dengan alat penguat tulang belakang. Pada awal paraplegi

kadang dianjurkan pembedahan.

2. Terapi operatif

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utam bagi

penderita tuberculosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih

Page 20: Spondilitis TB -2

memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bias terdapat cold

abses, lesi tuberkulosa, paraplegi dan kifosis.

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena

dapat terjadi resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik.

Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah :

Ada 3 cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu :

a. Denridement fokal

b. Kosto-tranversektomi

c. Debridement fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

Paraplegi

Pada paraplegi, terapi ini dilakukan untuk dekompresi Medula Spinalis.

Penanganan yang dapat dilakukan yaitu :

Pengobatan dengan kemoterapi

Laminektomi

Kosto-transversektomi

Operasi radikal

Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau

malah demam berat. Biasanya 3 mg sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap

spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.

Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara

terbuka, debridement serta bone graft.

Pada pemeriksaan radiologist baik dengan foto polos, mielografi ataupun

pemeriksaan ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis

mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan

opertaif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.

Page 21: Spondilitis TB -2

Keuntungan tindakan bedah yaitu dapat menentukan diagnosis dengan

pemeriskan mikrobiologis dan patologis serta mengintensifkan terapi medis.

Untuk menghindari koplikasi timbulnya tuberculosis miliar sesudah atau selama

pembedahan, masa prabedah perlu diberikan antituberkulosis selama satu

sampai dua minggu.

Prognosis

Prognosis spondilitis tuberculosis bergantung pada cepatnya dilakukan

terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologik. Untuk spondilitis dengan

paraplegi awal, prognosis untuk kesembuhan sarafnya lebih baik sedangkan

spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Bila

paraplegi disebabkan oleh mielitis tuberculosis, prognosis ad fungtionan juga

buruk.

Page 22: Spondilitis TB -2

PRESENTASI KASUSSPONDILITIS TUBERKULOSIS

(POTT’S DISEASE)

Pembimbing:Dr. Kusmedi Priharto, Sp. OT, FICS, FWPOA

Disusun Oleh:Erwin Wibowo

030.02.073

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

RSUD KOJAJAKARTA

2007