SNH

50
PRESENTASI KASUS STROKE NON HEMORAGIK DAN AFASIA Disusun Oleh: Nandika Nurfitria, S.Ked 110.2009.201 Pembimbing: dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI SALAH SATU PERSYARATAN TUGAS KEPANITERAAN DI BAGIAN NEUROLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON 2014

description

stroke non hemorragik

Transcript of SNH

Page 1: SNH

PRESENTASI KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

DAN AFASIA

Disusun Oleh:

Nandika Nurfitria, S.Ked

110.2009.201

Pembimbing:

dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S

DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI SALAH SATU

PERSYARATAN TUGAS KEPANITERAAN

DI BAGIAN NEUROLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON

2014

Page 2: SNH

2

BAB I

LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS

Identitas

Nama : Ny.T

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 45 tahun

Alamat : Bojonegara

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal Masuk RS : 3 April 2014

Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 4 April 2014 di Bangsal Nusa Indah.

Keluhan Utama

Anggota gerak sebelah kanan tidak bisa digerakkan.

Keluhan Tambahan

Tidak bisa bicara.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pada tanggal 4 April 2014, pasien datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan anggota

gerak sebelah kanan (tangan dan kaki) tidak bisa digerakkan sejak 1 hari SMRS. Selain

mengeluh tangan dan kaki sebelah kanan tidak bisa digerakkan, pasien mengaku sulit rukuk

saat sholat. Pasien tidak bisa bicara sejak kaki dan tangannya tidak bisa digerakkan, namun

pasien mengerti jika diajak bicara dan merespon dengan gerakan kepala. Pasien juga

mengeluh kepala terasa pusing seperti ditusuk-tusuk, pasien juga merasa mual tanpa disertai

muntah.

Pasien mulai merasakan keluhan terssebut muncul tiba-tiba saat pasien beraktivitas. Badan

pasien terasa lemas, kemudian pasien sempat terjatuh di lantai rumahnya namun pasien masih

Page 3: SNH

3

sadar. Pasien harus dipapah jika berjalan, karena tangan dan kaki kanannya terasa berat.

Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD Cilegon siang harinya pada tanggal 3 April 2014.

Keluhan yang dirasakan saat ini (4 April 2014) yaitu lengan dan tungkai kanan masih terasa

berat dan tidak bisa digerakkan, serta belum bisa bicara. Keluhan nyeri kepala masih

dirasakan namun sudah berkurang. Pasien terkadang gelisah dan sulit tidur.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit paru disangkal

Riwayat kejang dan trauma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol atau mengkonsumsi obat-obatan. Selama ini

pasien sering mengonsumsi makanan berlemak dan jarang olahraga.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Menurut keluarga pasien tidak ada masalah yang

terjadi dalam keluarga, baik masalah pribadi maupun masalah ekonomi. Pasien tinggal di

lingkungan yang cukup baik.

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 3 April 2014 di Bangsal Nusa Indah

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah : 120/70 mmHg kanan dan kiri

(Saat di IGD: 160/100mmHg)

Nadi : 82 x/menit

Page 4: SNH

4

Nafas : 20 x/ menit

Suhu : 37o C

Status Generalis

Kepala : normocephale

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya

langsung +/+, refleks cahaya tak langsung +/+

Telinga : normotia, serumen +/+, nyeri tekan tragus -/-

Hidung : septum deviasi (-), sekret (-)

Mulut : bibir sianosis (-), mukosa hiperemis (-), oral hygiene baik

Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar

Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Suara napas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : perut datar simetris, supel, timpani, bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat + + edema - -

+ + - -

Status Neurologik

GCS : E2 M5 Vx

Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk (-) kernig sign (+) lasegue (+)

Saraf Kranialis

1. N. I (Olfactorius )

Tidak dilakukan

2. N.II (Opticus)

Kanan Kiri Keterangan

Tajam Penglihatan

Lapang Pandang

Pengenalan Warna

Fundus okuli

(+)

(+)

(+)

(+)

Baik

Baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Page 5: SNH

5

3. N.III (Oculomotorius)

Kanan Kiri Keterangan

Ptosis

Strabismus

Nistagmus

Exopthalmus

Pupil

Bentuk

Ukuran

Gerak bola mata

Medial

Atas lateral

Atas medial

Bawah lateral

Atas

Bawah

Refleks pupil

Langsung

Tidak langsung

(-)

(-)

(-)

(-)

Bulat

3 mm

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(-)

(-)

(-)

(-)

Bulat

3 mm

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

4. N. IV (Trokhlearis)

Kanan Kiri Keterangan

Gerak bola mata

Bawah medial

(+)

(+)

Normal

5. N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri Keterangan

Sensorik

V1 (opthtalmik)

V2 (maksilar)

V3 (mandibular)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Baik

Baik

Baik

Page 6: SNH

6

Refleks kornea

Motorik

Membuka rahang

Menggigit

Tidak dilakukan

Baik

Baik

6. N. VI (Abduscens)

Kanan Kiri Keterangan

Gerak bola mata

Lateral

Strabismus

Deviasi

(+)

(-)

(-)

(+)

(-)

(-)

Normal

Normal

Normal

7. N. VII (Facialis)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik:

- Mengerutkan dahi

- Mengangkat alis

- Lipatan nasolabial

- Sudut mulut

- Meringis

- Menggembungkan pipi

- Daya pengecapan 2/3

Normal

Normal

Dangkal

Normal

Deviasi

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Simetris

Simetris

Asimetris

Simetris

Asimetris

Simetris

Tidak dilakukan

8. N. VIII (Akustikus)

Kanan Kiri Keterangan

Suara gesekan jari tangan

Suara detik arloji

Tes Rinne

Tes Webber

Tes Swabach

(+)

(+)

(+)

(+)

Baik

Baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Page 7: SNH

7

9. N. IX (Glossofaringeus)

Keterangan

Arkus faring

Daya perasa

Refleks muntah

Simetris

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

10. N. X (Vagus)

Keterangan

Bicara

Menelan

Arcus faring

Normal

Normal

Simetris

11. N. XI (Assesorius)

Kanan Kiri Keterangan

Mengangkat bahu

Memalingkan kepala

(+)

(+)

(+)

(+)

Baik

Baik

12. N. XII (Hipoglossus)

Keterangan

Menjulurkan lidah

Pergerakan lidah

Artikulasi

Asimetris

Baik

Normal

Kekuatan motorik : 1 5

1 3

Page 8: SNH

8

Sistem sensorik

Kanan Kiri Keterangan

Raba

Nyeri

Suhu

Propioseptif

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Tidak dilakukan

Baik

Refleks

Kanan Kiri Keterangan

Fisiologis

Biseps

Triseps

Knee

Achiles

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Normal

Normal

Normal

Normal

Patologis

Babinski

Chaddock

HoffmanTromer

Schaefer

Oppenheim

Gordon

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Fungsi koordinasi

Kanan Kiri Keterangan

Tes Telunjuk

Hidung

Tes Tumit Lutut

Stepping Test

Romberg

Tidak dapat

dilakukan

Tidak dapat

dilakukan

Baik

Baik

Tidak dapat dilakukan

Tidak dapat dilakukan

Page 9: SNH

9

Sistem otonom

o Miksi:

Inkontinensia : (-)

Retensi : (-)

Anuria : (-)

o Defekasi:

Konstipasi : (-)

Diare : (-)

Fungsi luhur: Baik

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

Tanggal 3 April 2014 Tanggal 4 April 2014

Gula Darah Sewaktu (mg/dl)

Hemoglobin (g/dl)

Hematokrit (%)

Leukosit (/uL)

Trombosit (/uL)

SGOT (u/l)

SGPT (u/l)

Ureum (mg/dl)

Kreatinin

348

14,3

41,5

45.000

253.000

19

50

42

0,8

251

Pemeriksaan EKG

o Irama Sinus Reguler

o HR 131x/menit

o Axis Normal

Pemeriksaan Radiologi

o Thorax: Pneumonia

Page 10: SNH

10

o CT Scan kepala (3 April 2014)

Page 11: SNH

11

IV. RESUME

Anamnesis

Pada tanggal 3 April 2014, pasien datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan anggota

gerak kanan pasien tidak bisa digerakkan. Pasien juga tidak bisa bicara. Keluhan timbul

setelah sebelumnya pasien merasa pusing seperti ditusuk-tusuk. Badan pasien terasa lemas,

dan tiba-tiba pasien terjatuh sampai terduduk. Pasien masih dalam keadaan sadar, dan perlu

dibantu keluarga untuk berjalan karena kaki kanan dan tangan kanan tidak bisa digerakkan.

Pasien juga tidak bisa bicara semenjak kejadian tersebut.

Keluhan pasien saat ini (4 April 2014) yaitu kaki dan tangan kanan masih belum bisa

digerakkan, dan pasien belum bisa bicara. Nyeri kepala masih dirasakan oleh pasien namun

sudah berkurang. Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi, DM, maupun penyakit

lainnya. Pasien mengaku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Dan di

keluarga pasienpun tidak ada yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien.

Skoring Stroke

a. Skor Hasanuddin

Tekanan Darah = 1, Waktu Serangan = 6,5, Sakit kepala = 1, Kesadaran = 0, Muntah = 0

Total = 8,5 SNH

Page 12: SNH

12

b. Skor Stroke Siriraj

Kesadaran = 0, Muntah = 0, Nyeri Kepala = 1, Ateroma = 0, Diastolik = 100 mmHg

Total = (2,5x0) + (2x0) + (2x1) + (0,1x100) - (3x0)-12 = 0 SNH

Pemeriksaan fisik (tanggal 4 April 2014)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital dan status generalis dalam batas normal

Status neurologis :

GCS = E2M5Vx

Tanda rangsang meningeal : Lasegue dan Kernig (+)

Saraf cranialis : N.VII lipatan nasolabialis dangkal (dextra) dan saat meringis asimetris.

dan N.XII lidah deviasi ke kanan

Reflek fisiologis (+)

Reflek patologis (-)

Motorik :

Kekuatan : 1 5

1 3

Sensorik : rangsang raba dan nyeri menurun di sebelah kanan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Lab:

Tanggal 3 April 2014 : GDS 348 md/dl, leukosit 45.000/uL, SGPT 50 u/L

Tanggal 4 April 2014 : GDS 251 mg/dl

Pemeriksaan EKG

o Irama Sinus Reguler

o HR 131x/menit

o Axis Normal

Pemeriksaan radiologi

o Thorax: Kesan Pneumonia

Page 13: SNH

13

o CT scan kepala: Gambaran hipodens parenkim cerebri sinistra

V. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis : Hemiparesis dextra e.c. SNH dengan Afasia

Diagnosa Topis : Hemisfer cerebri sinistra

Diagnosis etiologis : Stroke non Hemoragik

VI. TATALAKSANA

Tanggal 3 April 2014

IVFD RL 20 tpm

Citicolin 3x500mg

Ranitidine inj 2x1 amp

Ceftriaxone 1x2gr drip dalam NS 100cc

Neurotan 3x3gr

Aspilet 1x80mg

Clopidogrel 1x1

Sleeding scale sesuai GDS

Tanggal 4 April 2014

IVFD RL 20 tpm

Ranitidine inj 2x1 amp

Citicolin inj 3x500mg

Aspilet tab 1x1

CPG tab 1x1

Actrapid

Inj. Levofloxacin

Inj. Ceftriaxon

Ambroxol

Page 14: SNH

14

Tanggal 5 April 2014

IVFD RL 20 tpm

Ranitidine inj 2x1 amp

Citicolin inj 3x500mg

Aspilet tab 1x1

CPG tab 1x1

Actrapid

Inj. Levofloxacin

Inj. Ceftriaxon

Ambroxol

Tanggal 6 April

(+)

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

Page 15: SNH

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. STROKE NON HEMORAGIK

DEFINISI

Stroke adalah gangguan fungsional otak yang bersifat lokal dan atau global, terjadi secara

akut berlangsung selama 24 jam atau lebih yang disebabkan oleh gangguan aliran darah otak.1

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa

defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung

menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non

traumatik.2

Stroke merupakan gejala dan atau tanda gangguan fungsi otak fokal maupun global yang

terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung progresif atau menetap hingga dapat berakhir pada

kematian, tanpa adanya penyebab lain selain dari gangguan vaskuler serta tanpa didahului

trauma atau penyakit infeksi sebelumnya.

Stroke non hemoragik atau stroke iskemik adalah iskemik otak yang lama, parah, dan

luas sehingga menyebabkan perubahan fungsi struktur otak yang irreversible.

EPIDEMIOLOGI

Stroke adalah penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara industri setelah

penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke pada populasi kulit putih berkisar antara 500-600

per 100.000 penduduk. Dilaporkan di Selandia baru 793 per 100.000 penduduk, di Perancis 1445

per 100.000 penduduk. Rentang pada Negara sedang berkembang juga bervariasi. Di China,

prevalensi stroke 620 per 100.000 penduduk, dan Thailand 690 per 100.000 penduduk (WHO,

2006)

Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah sakit dan penyebab

kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker (Purve, 2004).

Setiap tahunnya 500.000 orang di negara ini mengalami stroke dan 150.000 meninggal.

Prevalensi secara keseluruhan adalah 750/ 100.000.3

Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke (15,4%), yang

Page 16: SNH

16

disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil Riskesdas 2007, prevalensi

stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh

tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe

Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000 penduduk)

(Depkes, 2009).

ANATOMI VASKULARISASI OTAK

Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis dan sistem vertebral.

A.karotis interna , setelah memisahkan diri dari a.carotis komunis, naik dan masuk ke rongga

tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan

a.opthalmika untuk nervus opticus dan retina, akhirnya bercabang dua : a.serebri anterior dan

a.serebri media. Untuk otak sistem ini memberi aliran darah ke lobus frontalis, parietalis dan

beberapa bagian lobus temporalis.

Sistem vetebral dibentuk oleh a.vetebralis kanan dan kiri yang berpangkal di a.subclavia,

menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk

rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang

a.serebelli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.basilaris,

dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, a.basilaris

berakhir sebagai sepasang cabang a.serebri posterior, yang melayani daerah lobus oksipital dan

bagian medial lobus temporalis.

Ke 3 pasang arteri cerebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan

beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabangnya yang lebih kecil menembus ke

dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang a.serebri lainnya.

Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara

sistem karotis dan vetebral, yaitu:

1. Sirkulus Willlisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a.serebri media

kanan dan kiri, a.komunikans anterior (yang menghubungkan kedua a.serebri anterior),

sepasang a.serebri posterior, dan a. komunikans posterior (yang menghubungkan a.serebri

media dan posterior) kanan dan kiri.

2. Anastomosis antara a.serebri interna dan a.karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing

melaui a.optalmika dan a.fasialis ke a.maksilaris eksterna.

Page 17: SNH

17

3. Hubungan antara sistem vetebral dengan a.karotis eksterna.

Adapun gambaran aliran pembuluh darah otak dapat diamati di bawah ini:

Gambar 1. Sistem arteri karotis dan vetebral

Gambar 2. Sistem Willisi

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak :

- Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh

trombus/ embolus.

- Keadaan darah : viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat (polisitemia)

menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat; anemia yang berat menyebabkan oksigenasi

otak menurun.

Page 18: SNH

18

- Tekanan darah yang sistemik memegang tekanan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu

kemampuan intrinsik dari pembuluh darah otak agar aliran darah otak tetap konstan

walaupun ada perubahan dari tekanan perfusi.

- Kelainan jantung; menyebabkan menurunnya curah jantung antara lain fibrilasi dan lepasnya

embolus menimbulkan iskemia di otak.

FAKTOR RISIKO

Faktor risiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan pada

kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan

bukti yang kuat (well documented or less well documented)4

1. Non modifiable risk factors:

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Berat badan lahir rendah

d. Ras/etnik

e. Genetik

2. Modifiable risk factors:

a. Well-documented and modifiable risk factor

1) Hipertensi

2) Terpapar asap rokok

3) Diabetes

4) Atrial fibrillation and certain other cardiac condition

5) Dislipidemia

6) Stenosis arteri karotis

7) Terapi hormon postmenopouse

8) Poor diet

9) Physical inactivity

10) Obesitas dan distribusi lemak tubuh

b. Less well-documented and modifiable risk factor

1) Sindroma metabolik

2) Alcohol abuse

Page 19: SNH

19

3) Penggunaan kontrasepsi oral

4) Sleep disordered-breathing

5) Nyeri kepala migren

6) Hiperhomosisteinemia

7) Peningkatan lipoprotein (a)

8) Elevated lipoprotein-associated phospholipase

9) Hypercoagulability

10) Inflamasi

11) Infeksi

ETIOLOGI

Stroke non hemoragik karena penyumbatan, dapat disebabkan karena :

1. Trombosis serebri

Biasanya ada kerusakan lokal pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis

ditandai oleh plak berlemak pada tunika intima arteri besar. Plak cenderung terbentuk pada

percabangan atau tempat yang melengkung. Pembuluh darah yang mempunyai resiko adalah

arteri karotis interna, arteri vertebralis bagian atas. Hilangnya tunika intima membuat

jaringan ikat terpapar. Trombosit akan menempel pada permukaan yang terbuka sehingga

permukaan dinding menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim adenosin difosfat yang

mengawali proses koagulasi (Sylvia, 1995).

Adesi trombosit (platelet) dapat dipicu oleh produk toksik yang dilepaskan makrofag dan

kerusakan moderat pada permukaan intima. Trombosit juga melepaskan growth factors yang

menstimulasi migrasi dan proliferasi sel otot polos dan juga berperan pada pembentukan lesi

fibrointimal pada subendotelial.5

2. Emboli serebri

Embolisme serebri biasanya terjadi pada orang yang lebih muda, kebanyakan emboli serebri

berasal dari suatu trombus di jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya adalah

perwujudan penyakit jantung. Selain itu, emboli juga dapat berasal dari plak ateroma

karotikus atau arteri karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami emboli, tempat yang

paling sering adalah arteri serebri media bagian atas.5

Page 20: SNH

20

Gambar 4. Stroke non hemoragik

PATOFISIOLOGI STROKE NON HEMORAGIK

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap.6

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 :

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi

Tahap 4 : Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan

permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel,

asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh

radikal bebas.7

Page 21: SNH

21

Gambar 5. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut7

GAMBARAN KLINIS

Gejala neurologi yang timbul tergantung berat ringannya gangguan pembuluh darah dan

lokasinya. Hal ini dapat terjadi pada :

1. Sistem karotis

Gangguan penglihatan (Amaurosis fugaks / buta mendadak)

Gangguan bicara (afasia atau disfasia)

Gangguan motorik (hemiparese / hemiplegi kontralateral)

Gangguan sensorik pada tungkai yang lumpuh

2. Sistem vertebrobasiler

Gangguan penglihatan (hemianopsia / pandangan kabur)

Page 22: SNH

22

Gangguan nervi kraniales

Gangguan motorik

Gangguan sensorik

Koordinasi

Gangguan kesadaran

Bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasinya. Gejala klinis dan defisit neurologik yang

ditemukan berguna untuk menilai lokasi iskemi.

1. Gangguan peredarah darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan

hemihipestasi kontralateral yang terutama melibatkan tungkai

2. Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan hemihipestasi

kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur berupa afasia

(bila mengenai area otak dominan) atau hemispatial neglect (bila mengenai area otak

nondominan)

3. Gangguan peredaran darah arteri serebri posterior menimbulkan hemianopsi homonim atau

kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik maupun sensorik. Gangguan

daya ingat terjadi bila terjadi infark pada lobus temporalis medial. Aleksia tanpa agrafia

timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan dan splenium korpus kalosum.

Agnosia dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada

korteks tempoooksipoitalis inferior.

4. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf kranial seperti disartri,

diplopoi dan vertigo, gangguan serebelar, seperti ataksia atau hilang keseimbangan, atau

penurunan kesadaran.

5. Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik artau sensorik

tanpa disertai gangguan fungsi luhur.8

Page 23: SNH

23

Tabel 1. Evaluasi Klinis Stroke8

DIAGNOSIS

1. Anamnesa, dapat memberikan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal. Pada

anamnesis adanya defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat,

kesadaran baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah/tidak, riwayat hipertensi atau faktor

risiko stroke lainnya, lamanya (onset), serangan pertama/ulang.9

2. Melakukan pemeriksaan fisik neurologik dan internis. Ada defisit neurologis,

hipertensi/hipotensi/normotensi, aritmia jantung.

3. Skoring untuk membedakan jenis stroke :

a. Skor Hasanuddin

No. KRITERIA SKOR

1. Tekanan Darah

- Sistole ≥ 200 ; Diastole ≥ 110

- Sistole < 200 ; Diastole < 110

7,5

1

Page 24: SNH

24

2. Waktu Serangan

- Sedang bergiat

- Tidak sedang bergiat

6,5

1

3. Sakit Kepala

- Sangat hebat

- Hebat

- Ringan

- Tidak ada

10

7,5

1

0

4. Kesadaran Menurun

- Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah

onset

- 1 jam s/d 24 jam setelah onset

- Sesaat tapi pulih kembali

- ≥ 24 jam setelah onset

- Tidak ada

10

7,5

6

1

0

5. Muntah Proyektil

- Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah

onset

- 1 jam s/d < 24 jam setelah onset

- ≥ 24 jam setelah onset

- Tidak ada

10

7,5

1

0

Tabel 2. Skor Hasanuddin

Interpretasi:

≤ 15 : Stroke non Hemoragik

> 15 : Stroke Hemoragik

Nilai terendah = 2 ; nilai tertinggi = 44

Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa stroke pada

sebelum atau tanpa adanya CT scan.

Page 25: SNH

25

b. Skor Stroke Siriraj

Tabel 3. Skor Stroke Siriraj

c. Skor stroke Gadjah Mada

Tabel 4. Skor Stroke Gadjah Mada

Page 26: SNH

26

d. National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). NIHSS tidak hanya menilai derajat

defisit neurologis, tetapi juga memfasilitasi komunikasi antara pasien dan tenaga medis,

mengidentifikasi kemungkinan sumbatan pembuluh darah, menentukan prognosis awal

dan komplikasi serta menentukan intervensi yang diperlukan. Skor NIHSS <20

mengindikasikan stroke dalam tingkat ringan sampai sedang. Skor NIHSS ≥20

mengindikasikan stroke dalam tingkat yang parah.10

Page 27: SNH

27

Tabel 5. National Institute of Health Stroke Scale9

Fischer, dkk. (2005) menemukan hubungan antara skor NIHSS dengan adanya

sumbatan pembuluh darah sekaligus menentukan lokasi penyumbatannya. Skor

Page 28: SNH

28

NIHSS ≥ 10 mengindikasikan adanya sumbatan pembuluh darah terutama di arteri

karotis dan arteri vertebrobasilaris. Skor NIHSS ≥ 12 mengindikasikan adanya

sumbatan pembuluh darah sentral. Semakin kecil skor NIHSS makan semakin ke

perifer sumbatan pembuluh darah yang terjadi.11

e. Skor Stroke Djoenaedi

Gejala klinis Onset Nilai

1. TIA sebelum serangan 1

2. permulaan serangan Sangat mendadak(1-2 menit) 6,5

Mendadak (menit- 1 jam) 6,5

Pelan-pelan (beberapa jam) 1

3. waktu serangan Bekerja (aktivitas) 6,5

Istirahat/duduk/tidur 1

Bangun tidur 1

4. sakit kepala Sangat hebat 10

Hebat 7,5

Ringan 1

Tidak ada 0

5. muntah Langsung sehabis serangan 10

Mendadak (menit-jam) 7,5

Pelan-pelan (1 hari / >) 1

Tidak ada 0

6. kesadaran Menurun langsung waktu serangan 10

Menurun mendadak (menit-jam) 10

Menurun pelan-pelan (1 hari/ >) 1

Menurun sementara lalu sadar lagi 1

Tidak ada gangguan 0

7. tekanan darah sistolik Waktu serangan sangat tinggi

(>200/110)

7,5

Waktu MRS sangat tinggi (>200/110) 7,5

Waktu serangan tinggi (>140/100) 1

Page 29: SNH

29

Waktu MRS tinggi (>140/100) 1

8.tanda rangsangan selaput

otak

Kaku kuduk hebat 10

Kaku kuduk ringan 5

Kaku kuduk tidak ada 0

9. pupil Isokor 5

Anisokor 10

Pinpoint kanan/kiri 10

Medriasis kanan/kiri 10

Kecil dan reaksi lambat 10

Kecil dan reaktif 10

10. fundus okuli Perdarahan subhialoid 10

Perdarahan retina(flame shaped) 7,5

Normal 0

TOTAL SKOR : > 20 Stroke Hemoragik

< 20 Stroke Non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Scan tomografik, sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan

terutama pada fase akut.

Gambar 6. Perbedaan gambaran CT Scan Stroke (sumber: http://emedicine.medscape.com/)

CT scan Stroke Hemoragik

CT scan

Stroke Iskemik

Page 30: SNH

30

b. Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk membantu membedakan gambaran

yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tidak jelas.

c. Pemeriksaan Likuor serebrospinalis : seringkali dapat membantu membedakan infark,

perdarahan otak, baik PIS maupun PSA.

d. Laboratorium : Bila curiga perdarahan tes koagulasi ( HT, HB, PTT, Protrombin Time),

Trombosit, Fibrinogen, GDS, Cholesterol, Ureum dan Kreatinin.

e. EKG (Elektrokardiogram) : Untuk menegakkan adanya miokard infark, disritmia

(terutama atrium fibrilasi) yang berpotensi menimbulkan stroke iskemik atau TIA.

f. Foto Rongten Thorax

Diagnosis Stroke Non Hemoragik terdiri dari:9

1. Emboli Serebral

Ditemukan gejala/tanda defisit neurologi fokal

CT scan kepala ditemukan gambaran hipodens dalam parenkim otak

Total skor Hasanuddin ≤ 15

Bila ditemukan hal berikut menunjang diagnostik, yaitu:

o aritmia jantung/penyakit jantung/ riwayat penyakit jantung

o waktu kejadian saat aktivitas

o riwayat hipertensi/DM

o EKG: kelainan irama/katup atau kelainan jantung lainnya

o laboratorium darah, bila ditemukan peningkatan enzim-enzim jantung dan faktor

reuma

2. Trombosis Serebral

Ditemukan gejala/tanda defisit neurologik fokal

CT scan kepala ditemukan gambaran hipodens dalam parenkim otak

Skor Hasanuddin ≤15 (lihat Tabel 1)

Bila ditemukan hal berikut menunjang diagnostic, yaitu:

o waktu kejadian saat istirahat (terutama saat bangun tidur pagi hari)

o gejala prodromal (TIA) dan / riwayat TIA

o ditemukan / riwayat hipertensi, diabetes

o faktor resiko stroke

Page 31: SNH

31

Diagnosis Banding9

Perbedaan stroke emboli dan stroke thrombosis

Perbedaan stroke emboli dan stroke trombosis

KRITERIA DIAGNOSA TROMBOSIS EMBOLI

UMUR 50-70 tahun Semua umur

ONSET bangun tidur tak tentu

Perjalanan bertahap cepat

GEJALA PENYERTA :

Sakit kepala - -

Muntah - -

Vertigo + / - + / -

Page 32: SNH

32

PENATALAKSANAAN9

Penatalaksanaan Umum

Posisi kepala 20 - 30 derajat bila kesadaran menurun, posisi lateral dekubitus kiri bila disertai

muntah. Posisi baring dirubah setiap 2 jam yaitu terlentang, miring kiri, miring kanan silih

berganti.

Bebaskan jalan nafas dan ventilasi diusahakan adekuat. Bila ada indikasi berikan oksigen 1-2

liter per menit sampai hasil analisis gas darah menunjukkan PaO2 > 90 mmHg dan PaCO2

28-34 mmHg.

Kandung kemih dikosongkan dengan kateterisasi intermiten steril (bila ada gangguan buang

air kecil) atau pemasangan kateter kondom pada laki-laki atau kateter tetap yang steril

maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli.

Tekanan darah yang tinggi jangan segera diturunkan dengan cepat kecuali pada kondisi

khusus dan kelainan jantung (aritmia, infark miokard akut, dan gagal jantung akut).

Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.

Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik, bila tidak baik

atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.

Suhu badan yang tinggi harus segera dikoreksi.

Keseimbangan cairan dan elektrolit : Hindari cairan intravena yang mengandung glukosa dan

koreksi gangguan elektrolit.

Klisma / pencahar diberikan bila obstipasi / retensio alvi, menurut kondisi pasien.

Rehabilitasi dini dan mobilisasi bila tidak ada kontraindikasi.

FAKTOR RESIKO :

Hipertensi + / - -

Peny. Jantung ASHD RhHD

Diabetes ++ -

Hiperlipid ++ -

Page 33: SNH

33

Penatalaksanaan Komplikasi :

Kejang harus diatasi segera dengan diazepam / phenitoin iv sesuai protokol yang ada.

Profilaksis kejang tidak direkomendasikan secara rutin.

Ulkus stres : diatasi dengan antagonis reseptor H2.

Pneumonia : tindakan rehabilitasi khusus dengan fisioterapi dada dan antibiotika berspektrum

luas.

Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan salah satu atau gabungan berikut ini :

o Manitol bolus 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25-0,5

g/kgBB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam, lalu diturunkan perlahan-lahan (tappering

off). Osmolalitas 300 - 320 mOsm/L.

o Intubasi dan hiperventilasi mekanis sampai PaCO2 = 25 - 30 mmHg.

o Steroid tidak digunakan secara rutin

Bila diperlukan (hipoalbuminemia) dapat digunakan albumin 20 -50% (human albumin).

Penatalaksanaan Kondisi Khusus :

Hipertensi

o Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di bawah ini

:

Tekanan sistolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit

Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit

Tekanan darah arterial rata-rata (MABP) > 130-140 mmHg pada dua kali pengukuran

selang 30 menit

Disertai infark miokard akut/gagal jantung atau gagal ginjal akut/diseksi aorta

torakalis/retinopati/edema papil

o Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi ke 4, diturunkan sampai

batas hipertensi ringan / sebelum stroke.

o Obat yang direkemendasikan : golongan alfa blocker (labetolol), ACE inhibitor dan

antagonis kalsium.

o Bila diastolik lebih dari 140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 5 menit, dapat

diturunkan dengan nitrogliserin drips dengan pemantauan tekanan darah secara kontinyu.

Page 34: SNH

34

Hipotensi harus dikoreksi sampai normal/ hipertensi ringan dengan dopamin drips dan

diobati penyebabnya (gangguan fungsi jantung / emboli paru / hipovolemia ) dan kerjasama

bagian penyakit dalam.

Hiperglikemia harus diturunkan hingga GDS : 100 - 150 mg% dengan insulin iv secara

sliding scale setiap 6 jam (5 unit RI / kenaikan 50 mg%) selama 2-3 hari pertama.

Selanjutnya diobati bersama sub bagian endokrin.

Hipoglikemia harus diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan penyebabnya

diobati.

Hiponatremia dikoreksi dengan larutan natrium misalnya NaCl 20%.

Penatalaksanaan Spesifik Iskemik Serebral :

Pada fase akut (12 jam pertama) dapat diberikan :

o Clopidogrel/CPG 1x300

o Plasmin 2x1

o Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset.

Dapat dipakai neuroprotektor : piracetam, citicholine (bila kesadaran menurun), nimodipine.

Pasca fase akut :

o Clopidogrel/CPG 1x300

o Plasmin 2x1

o ASA (asam asetil salisilat) dosis rendah 80 - 325 mg/hari

o Neuroprotektor

Pencegahan sekunder :

o ASA dosis rendah 80 - 325 mg/hari.

o Ticlopidin 2 x 250 mg.

o Kombinasi ASA dan Tiklopidine.

o Pengobatan faktor resiko stroke yang ada.

pengobatan hipertensi

mengobati DM

menghindari rokok, obesitas, stress

olah raga teratur

o Rehabilitasi

Page 35: SNH

35

Upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan

fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi

KOMPLIKASI9

Bila perawatan dan fisioterapi tidak adekuat :

o Pneumonia baringan

o Kontraktur

o Dekubitus

Karena penyakit sendiri

o Stroke baru / susulan pada saat perawatan

o Infark hemoragik (transformasi dari infark otak)

PROGNOSIS

Prognosis stroke Iskemik yaitu sembuh, sembuh dengan cacat atau meninggal. Lama perawatan

stroke iskemik 2 minggu bila tidak ada penyulit/penyakit lain. Prognosis pada stroke perdarahan

pada umumnya lebih baik dari pada stroke non perdarahan. Tetapi juga tergantung dari seberapa

besar perdarahan yang terjadi. Dan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor :

2. Tingkat kesadaran : sadar 16% meninggal, somnolen 39% meninggal, stupor meninggal

71%, dan koma meninggal 100%.

3. Usia : Pada usia 70 tahun atau lebih, angka kematian meningkat tajam.

4. Jenis kelamin : laki-laki lebih banyak 61% yang meninggal daripada perempuan 41%.

5. Tekanan darah tinggi prognosis jelek

6. Lain-lain : cepat dan tepatnya pertolongan.9

II. AFASIA

DEFINISI

Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak. Afasia

tidak termasuk gangguan perkembangan bahasa (disebut juga disfasia), gangguan bicara motoric

murni, ataupun gangguan berbahasa sekunder akibat gangguan pikiran primer, seperti

skizofrenia.11

Page 36: SNH

36

Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun biasanya terdapat

gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya. Tercakup di dalam afasia adalah

gangguan yang lebih selektif, misalnya gangguan membaca (alexia) atau gangguan menulis

(agrafia). Gangguan yang berkaitan misalnya misalnya apraksia (gangguan belajar atau

ketrampilan), gangguan mengenal (agnosia), gangguan menghitung (akalkulias), serta deficit

perilaku neurologis seperti demensia dan delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama dengan

afasia atau sendiri.11

ANATOMI DAN FISIOLOGI BERBAHASA12

Mengenali dan mengklasifikasi afasia membutuhkan pemahaman fugsi berbahasa, disini

dikemukakan konsep berbahasa yang sangat disederhanakan.

Semua stimulus pendengaran dihantar dari perifer melalui system auditif ke area auditif

primer di girus hisch, pada kedua lobus temporalis. Di hemisfer dominan dari area auditif di

bagian posterior lobus temporalis superior. Informasi dar hemisfer yang non dominan dihantar

melalui korpus kalosum ke area asosiasi auditif di hemisfer dominan.

Area ini asosiasi auditif dapat dianggap sebagai pusat identifikasi kata dan dikenal

sebagai area Wernicke. Setelah suara diidentifikasi sebagai symbol bahasa, informasi ini

diteruskan ke area pengenalan kata yang mungkin terletak di bagian inferior lobus parieatal di

hemisfer yang dominan. Pengenalan symbol bahasa didasarkan pada pengalaman masa silam.

Fungs area pengenalan bahasa bukan saja mengenali symbol bahasa, namun mengenai

hubungan satu symbol dengan symbol lainya. Bila fungsi ini telah dilaksanakan, informasi

disampaika kembali ke atau melalui area Wernicke ke area-area di otak, yang berkaitan dengan

encoding atau berespon terhadap bahasa., diikuti penyampaian informasi ke area identifikasi

kata. Komonikasi ditegakkan Antara area idenifikasi kata dengan area encoding motor melalui

serabut asosiasi yang menghubungkan bagian posterior girus temporal superior dengan area

operkuler pada lobus frontal.

Area encoding motoric ( area broca ) bertanggung jawa untuk koversi preliminier symbol

bahasa ke aktivitas motor. Informasi dari area encoding motor disampaikan ke area motor primer

pada hemisfer untuk dikonfersi menjadi gerakan motoric yang dibibutukan , yang memproduksi

bicara (speech). Pada waktu yang bersamaan, terdapat komonikasi area broca dengan area

Page 37: SNH

37

suplamenter yang terletak dibagian medius girus frontal superior. Selanjutnya terjadi komonikasi

dari area motoric suplamenter ke area motoric primer.

Lengkung refleks dari area broca melalui area mtorik suplamenter ke area motoric primer

tampaknya bertanggung jawab terhadap kemulusan konversi informasi di area motoric primer

menjadi impuls yang memproduksi bicara (speech).

ETIOLOGI

Afasia adalah suatu tanbda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat cedera

otak atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal, atau parietal yang mengatur

kemampuan berbahasa, yaitu Area Broca, Area Wernicke, dan jalur yang menghubungkan

keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan orang,

hemisfer kiri merupakan tempat kemampuan berbahasa diatur.

Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh stroke, cedera

traumatiki, perdarahan otak, dan sebagainya. Afasia dapat muncul perlahan-lahan seperti pada

kasus tumor otak. Afasia juga terdaftar sebagai efek samping yang langka dari fentanyl, suatu

opioid untuk penanganan nyeri yang kronis.12

KLASIFIKASI

Dasar untuk mengklasifikasikan afasia beragam. Diantaranya ada yang mendasarkannya pada13

:

1. Manifestasi klinik

2. Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek

3. Gabungan pendekatan 1 dan 2

Pada klasifikasi yang berdasarkan manifestasi klinik ada yang membagi atas dasar lancarnya

bicara.Pada klasifikasi ini didapatkan afasia yang berbentuk:

- Lancar

- Tidak lancar

Afasia yang lancar

Pada afasia yang lancar didapatkan bicara yang lancar, artikulasi baik, irama dan prosodi

baik, namun sering isi bicara tidak bermakna tanpa isi. Kata yang digunakan sering salah dan

didapatkan parafasia.

Afasia yang lancar (fluent):

Page 38: SNH

38

- Afasia reseptif

- Afasia konduksi

- Afasia amnestic

- Afasia transkortikal

Seorang afasia yang tidak lancar mungkin akan mengatakan “mana…rokok…beli..” tetapi yang

lancar “rokok beli kemana dia gimana”.

Gambaran klinikmya:

- Keluaran bicara yang lancar

- Panjang kalimat normal

- Artikulasi baik

- Prosodi baik

- Anomi

- Terdapat parafasia fonemik dan semantic

- Komperhensi auditif dan membaca buruk

- Repetisi terganggu

- Menulis lancar tapi isinya kosong

Afasia tidak lancar

Dari berbicara spontan tidak begitu sulit bagi pemeriksa untuk menentukan apakah

afasianya jenis lancar atau tidak lancar.Penyandang afasia yang menggunakan kalimat pendek

dan kurang baik gramatikanya dianggap tak lancar.Kebanyakan penyandang afasia yang tidak

lancar mempunyai deficit dalam artikuilasi dan juga dalam irama bicara.

Gambaran klinik afasia tak lancar:

- Pasien tampak sulit memulai bicara

- Panjang kalimat berkurang

- Gramatika bahasa berkurang dan kurang kompleks

- Artikulasi umumnya terganggu

- Irama kalimat dan bicara terganggu

- Pemahaman lumayan baik

- Pengulangan buruk

- Kemampuan menamai dan menyebut nama benda buruk

Page 39: SNH

39

- Terdapat kesalahan parafasia

Pada afasia yang tidak lancar output keluaran bicara terbatas, sering disertai artikulasi yang

buruk, bicara dalam bentuk yang sederhana bicara singkat berbentuk gaya telegram. Afasia yang

tidak lancar mencakup:

- Afasia ekspresif

- Afasia global

Pada klasifikasi afasia yang berpedoman pada lesi anatomic afasia dibedakan atas:

Sindrom afasia peri-silvian:

- Afasia broca

- Afasia Wernicke

- Afasia konduksi

Sindrom afasia daerah perbatasan:

- Afasia transkortikal motoric

- Afasia transkortikal sensorik

- Afasia transkortikal campuran

Sindrom afasia subkortikal:

- Afasia talamik

- Afasia striatal

Sindrom afasia non-lokalisasi

- Afasiaanomik

- Afasia global

Selain itu, ada klasifikasi yang merujuk pada linguistic dalam hal ini afasia dapat dibedakan atas:

- Afasia semantic

- Afasia sintaktik

- Afasia pragmatic

- Afasia jargon

- Afasia global

Page 40: SNH

40

PATOFISIOLOGI

Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada manusia,

fungsi pengatuyran bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak pada 96-60% orang yang

dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yang dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien

yang menderita afasia, sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri.

Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit

degeneratif.Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur kemampuan berbahasa yaitu

area Broca dan Wernicke.

Area Broca atau area 44 dan 45 Broadman, bertanggung jawab atas pelaksanaan motoric

berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kesulitan dalam artikulasi tetapi penderitra bisa

memahami bahasa dan tulisan.13

Area Wernicke atau area 41 dan 42 Broadman, merupakan area sensorik penerima impuls

pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan penurunan hebat kemampuan memahami

serta mengerti suatu bahasa. 13

Secara umujm, afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan bahasa di atas.

Selain itu lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia transkortikal. Afasia juga

dapat muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu penghubung antara Area Broca dan

Wrnicke.1

3

Page 41: SNH

41

DIAGNOSIS

Diagnosis afasia ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yang ditemukan pada

pemeriksaan fisik dan kejiwaan. Sedangkan pemeriksaan tambahan lainnya dilakukan untuk

mengetahui penyebab kerusakan otaknya.

GAMBARAN KLINIS

AFASIA GLOBAL

Afasia global adalah bentuk afasia yang paling berat.Keadaan ini ditandai oleh tidak adanya

lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa patah kata yang diucapkan

secara berulang.Komprehensi sangat terbatas misalnya hanya mengenal namanya saja atau dua

patah kata saja. Mengulang juga sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan

menulis juga terganggu berat.Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian

besar atau semua daerah bahasa.Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri karotis

interna atau arteri serebri media pada pangkalnya.Kemungkinan untuk pulih sangat buruk.Afasia

Page 42: SNH

42

global hampir selalu disertai hemiparese atau hemiplegia yang menyebabkan invaliditas kronis

yang parah.

AFASIA BROCA

Afasia broca ditandai dengan bicara yang tidak lancar dan disartria serta tampak melakukan

upaya bila bicara.Pasien paling sering menggunakan kata benda dan kata kerja. Bicaranya

bergaya telegram atau tanpa tata bahasa.mengulang dan membaca kuat sama terganggunya

seperti berbicara spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca tampak tidak

terganggu, namun pemahaman kalimat dengan tata bahasa yang kompleks sering terganggu. Ciri

klinik:

- Bicara tidak lancar

- Tampak sulit memulai bicara

- Kalimatnya pendek

- Pengulangan

- Kemampuan menamai buruk

- Kesalahan parafasia

- Pemahaman lumayan

- Gramatika bahasa kurang tidak kompleks

- Irama kalimat dan irama bicara terganggu

Menamai dapat menunjukan jawaban yang parafasik.Lesi yang menyebabkan afasia broca

mencakup daerah brodman 44 dan sekitarnya. Lesi yang menyebabkan afasia broca biasanya

melibatkan operculum frontal area brodman 45 dan 44 dan massa alba frontal dalam tidak

melibatkan korteks motoric bawah dan massa alba paraventrikular. Selain itu ada pasien dengan

lesi dikorteks peri-rolandik dengan kerusakan massa alba yang ekstensif.

Ada pakar yang menyatakan bahwa bila kerusakan terjadi hanya didaerah broca dikorteks

tanpa melibatkan jaringan disekitarnya maka tidak akan terjadi afasia.penderita afasia broca

sering mengalami perubahan emosional seperti frustasi dan depresi. Prognosis umumnya lebih

baik daripada afasia global.Karena pemahaman relative baik, pasien dapat beradaptasi dengan

lingkungannya.

Page 43: SNH

43

AFASIA WERNICKE

Afasia Wernicke pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di klinik pasien afasia

wernickeditandai dengan ketidak mampuan dalam memahami bahasa lisan dan bila ia menjawab

iapun tidak mampu mengetahui apakah jawabannya salah. Ia tidak mampu memahami kata yang

diucapkannya dan tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah.

Maka terjadilah kalimat yang isinya kosong berisi parafasia dan neologisme.Pengulangan

terganggu berat, naming umumnya parafasik.Membaca dan menulis juga terganggu berat.

Gambaran klinik:

- Keluaran afasik yang lancar

- Panjang kalimat normal

- Artikulasi baik

- Prosodi baik

- Anomia

- Parafasia fonemik dan semantic

- Komperhensi auditif dan membaca buruk

- Repetisi terganggu

- Menulis lancar tapi isinya kosong

Penderita afasia Wernicke ada yang menderita hemiparese ada pula yang tidak.Penderita

yang tanpa hemiparese karena kelainannya hanya atau terutama pada berbahasa yaitu bicara yang

kacau disertai banyak parafasia dan neologisme bisa disangka psikosis.Lesi yang menyebabkan

jenis afasia Wernicke terletak di daerah bahasa bagian posterior.Semakin berat defek dalam

komperhensi auditif semakin besar kemungkinan lesi mencakup bagian posterior dari girus

temporal superior.Bila pemahaman kata tunggal terpelihara namun kata kompleks terganggu lesi

cenderung mengenai daerah lobus parietal, ketimbang lobus temporal superior. Afasia jenis

Wernicke dapat juga dijumpai pada lesi subkortikal yang merusak isthmus temporal memblokir

signal aferen inferior ke korteks temporal. Prognosisnya buruk walaupun dengan terapi wicara

yang intensif.

AFASIA KONDUKSI

Afasia konduksi ini merupakan gangguan berbahasa yang lancar yang ditandai oleh

gangguan yang berat pada repetisi, kesulitan dalam membaca kuat-kuat, gangguan dalam

Page 44: SNH

44

menulis, parafasia yang jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan terpelihara.Anomianya

berat.Terputusnya hubungan antara area Wernicke dan broca diduga menyebabkan manifestasi

klinik kelainan ini.Terlibatnya girus supramarginal diimplikasikan pada beberapa pasien. Sering

lesi ada di massa arkuatus yang menghubungkan korteks temporal dan frontal.

AFASIA TRANSKORTIKAL

Afasia transkortikal ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik namun fungsi bahasa

lainnya terganggu.Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam memproduksi bahasa namun

komperhensinya lumayan.Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar namun

komperhensinya buruk.Pasien dengan afasia motoric transkortikal mampu mengulang,

memahami, dan membaca, namun dalam bicara spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia

broca. Sebaliknya pasien dengan afasia sensorik transkortikal dapat mengulang dengan baik

namun tidak memahami apa yang didengarnya atau yang diulangnya.Bicara spontannya dan

memahami lancar tetapi parafasik seperti afasia jenis Wernicke.Sesekali ada pasien yang

menderita kombinasi dari afasia transkortikal motoric dan sensorik.Pasien ini mampu

mengulangi kalimat yang panjang juga dalam bahasa asing dengan tepat.Mudah mencetusakan

repetisipada pasien ini, dan mereka cenderung menjadi echolalia.

Gambaran klinik afasia sensorik:

- Keluaran lancar

- Pemahaman buruk

- Repetisi baik

- Echolalia

- Komperhensi auditif dan membaca terganggu

- Deficit motoric dan sensorik jarang dijumpai

- Didapatkan deficit lapangan pandang disebelah kanan

Gambaran klinik afasia motoric:

- Keluaran tidak lancar

- Pemahaman baik

- Repetisi baik

- Inisiasi output terlambat

- Ungkapan singkat

Page 45: SNH

45

- Parafasia semantic

- Echolalia

Gambaran klinik afasia transkortikal campuran:

- Tidak lancar

- Komperhensi baik

- Repetisi baik

- Echolalia mencolok

Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark berbentuk bulan sabit

didalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor.Afasia transkortikal tidak

mengenai atau tidak melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior area 22 dan 44 dan

lingkungan sekitarnyadan korteks peri sylvian parietal.Korteks peri sylvian yang utuh ini

dibutuhkan untuk kemampuan mengulang yang baik.Penyebab seringnya adalah anoksia

sekunder terhadap sirkulasi darah yang menurun seperti yang dijumpai pada henti jantung, oklusi

atau stenosisi berat arteri karotis, anoksia oleh keracunan karbon monoksida, demensia.

AFASIA ANOMIA

Afasia anomiA ditandai dengan kesulitan dalam menemukan kata dan tidak mampu naming

benda yang ada dihadapannya.Disebut juga afasia nominal atau amnestic. Berbicara spontan

biasanya lancar dan kaya dengan gramatika, namun sering tertegun mencari kata dan terdapat

parafasia mengenai nama objek. Gambaran kliniknya:

- Keluaran lancar

- Komperhensi baik

- Repetisi baik

- Gangguan dalam menemukan kata

Lesinya memiliki lokalisasi sempit. Anomia dapat begitu ringan sehingga hampr tidak

terdeteksi pada percakapan biasa atau dapat pula demikian berat sehingga keluaran spontan tidak

lancar dan isinya kosong.Prognosisnya tergantung pada beratnya defek inisial. Karena output

bahasa relative terpelihara dan komperhensi lumayan utuh, pasien demikian dapat menyesuaikan

diri dengan lebih baik dari pada jenis afasia lain yang lebih berat. Afasia dapat juga terjadi oleh

Page 46: SNH

46

lesi subkortikal bukan oleh lesi kortikal saja. Lesi di thalamus putamen kaudatus dapat menyebab

kan afasia anomik jika ada perdarahan atau infark.

Bentuk

Afasia

Ekspresi Komprehensi

Verbal

Repetisi Menamai Membaca Menulis

Broca Tak

Lancar

Baik Buruk Buruk Variaso Buruk

Wernicke Lancar Terganggu Buruk Buruk Buruk Buruk

Global Tak

Lancar

Terganggu Buruk Buruk Buruk Buruk

Konduksi Lancar Baik Buruk Buruk Variasi Buruk

Nominal Lancar Baik Baik Buruk Variasi Variasi

T. Motorik Tak

Lancar

Baik Baik Buruk Variasi Buruk

T. Sensorik Lancar Terganggu Baik Buruk Buruk Buruk

Page 47: SNH

47

Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan laboratorium, hanya diperlukan tergantung dari penyebab kerusakan

otaknya. Diagnosis afasia terutama berasal dari pemeriksaan klinik dan kejiwaan karena afasia

merupakan tanda klinis.13

Pemeriksaan radiologi, biasanya dilakukan dalam hal untuk melokalisasi lesi dan

mendiagnosa penyebab kerusakan otak. CT (Computed Tomography) Scan efektif untuk

mengetahui adanya perdarahan otak atau stroke iskemik yang sudah lebih dari 48 jam. MRI

(Magnetic Resonance Imaging) mampu mendeteksi stroke sesegera mungkin sampai 1 jam

setelah onset. Penggunaan kontras mungkin perlu untuk mendeteksi tumor.13

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada penyebabnya, misalnya stroke,

perdarahan akut, tumor otak, dan sebagainya.12, 13

Tidak ada penanganan atau terapi untuk afasia yang benar-benar efektif dan terbukti

mengobati. Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk mengobati afasia adalah dengan

melakukan terapi wicara/bina wicara. 11,12,13

Prinsip umum dari terapi wicara adalah:

Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik jika intensitas

terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi akan lebih baik jika pasien melakukan

beberapa sesi terapi selama beberapa hari dibandingkan dengan melakukan banyak sesi terapi

dalam sehari dengan jumlah hari yang lebih banyak pula.

Efektivitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan berbagai bentuk stimulus

sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam bentuk musik, dan stimulus visual dalam

bentuk gambar-gambar, serta lukisan. Jenis stimulus ini sebaiknya digunakan secara rutin

selama mengikuti sesi terapi afasia.

Peningkatan kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama mengikuti sesi terapi akan

memberikan hasil yang lebih baik.

Berikut merupakan beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering digunakan, seperti:

Terapi kognitif linguistik. Bentuk terapi ini menekankan pada komponen-komponen emosional

bahasa. Sebagai contoh, beberapa latihan akan mengharuskan pasien untuk menginterpretasikan

Page 48: SNH

48

karakteristik dari suara dengan nada emosi yang berbeda-beda. Ada juga yang meminta pasien

mendeskripsikan arti kata seperti kata "gembira." Latihan-latihan seperti ini akan membantu

pasien mempraktekkan kemampuan komprehensif sementara tetap fokus pada pemahaman

komponen emosi dari bahasa.

Program stimulus. Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori. Termasuk gambar-

gambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan tingkat kesukaran yang meningkat dari

tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit.

Stimulation-Fascilitation Therapy. Jeni terapi afasia ini lebih fokus pada semantik (arti) dan

sintaksis (sususan kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang digunakan selama terapi adalah

stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu, peningkatan kemampuan berbahasa akan lebih baik jika

dilakukan dengan pengulangan.

Terapi kelompok (group therapy). Dalam terapi ini, pasien disediakan konteks sosial untuk

mempraktekkan kemampuan berkomunikasi yang telah mereka pelajari selama sesi pribadi.

Selain itu, mereka juga akan mendapatkan umpan balik dari para terapis dan pasien lainnya. Hal

ini bisa juga dilakukan dengan anggota keluarga. Efeknya akan sama sekaligus juga mempererat

komunikasi pasien dengan orang-orang tercinta mereka.

PACE (Promoting Aphasic's Communicative Effectiveness). Ini merupakan bentuk terapi

pragmatik yang paling terkenal. Jenis terapi afasia ini bertujuan meningkatkan kemampuan

berkomunikasi dengan menggunakan percakapan sebagai alatnya. Dalam terapi ini, pasien akan

terlibat percakapan dengan terapis. Untuk menstimulus komunikasi yang spontan, jenis terapi ini

akan menggunakan lukisan-lukisan, gambar, serta benda-benda visual. Benda-benda ini akan

digunakan oleh pasien sebagai sumber ide untuk dikomunikasikan dalam percakapan. Pasien dan

terapi secara bergiliran akan menyampaikan ide-ide mereka.

Transcranial Magnetic Stimulation (TMS). Terapi ini dilakukan dengan mendekatkan magnet

langsung ke area otak yang diduga menghambat pemulihan kemampuan berbahasa setelah

stroke. Dengan menekan fungsi dari bagian otak tersebut, maka pemulihan diharapakan akan

Page 49: SNH

49

semakin cepat. Beberapa studi telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tetapi, masih

diperlukan studi yang lebih besar untuk membuktikan efektivitas terapi ini.

PROGNOSIS

Prognosis hidup untuk pendertia afasia tergantung pada penyebab afasia. Suatu tumor

otak dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil, sedangkan afasia dengan stroke

minor mungkin memiliki prognosis yang sangat baik. Prognosis hidup ditentukan oleh penyebab

afasia tersebut.12

Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada ukuran lesi

dan umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan tanda klinis yang lebih

ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik. Afasia Broca secara fungsional memiliki

prognosis yang lebih baik daripada afasia Wernicke. Terakhir, afasia akibat penyakit yang tidak

dapat atau sulit disembuhkan, misalnya tumor otak, memiliki tingkat prognosis yang buruk.(2)

Page 50: SNH

50

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, 2004, Stroke dalam Neurologi Klinis dalam Praktek umum, ED 5, Dian Rakyat,

Jakarta, hal : 260-275.

2. Mansjoer, 2000, Stroke dalam Kapita Selekta Kedokteran, Ed 3, Media Aeuculapius, Jakarta,

hal : 17-26.

3. Simangunsong DK. 2011. Bab II Tinjauan Pustaka Stroke. Diunduh dari:

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21421/4/Chapter%20II.pdf

4. Goldstein, 2006, Primary Prevention of Ischemic Stroke. Stroke; 37: 1583-1633

5. Sylvia, 1995, Penyakit Serebrosvaskuler dan Nyeri Kepala dalam Patofisiologi Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed 4, EGC, Jakarta, hal : 964-968.

6. Sjahrir, H. 2003. Stroke Iskemik. Yandira Agung. Medan

7. Sherki,YG, Rosenbaum Z., Melamed E, Offen D. 2002. Antioxidant Therapy in Acute

Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev. 54:271-284.

8. Dewanto G, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta:

EGC

9. Kasim, M. Standar Pelayanan Medik SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Cilegon

10. Adams, H.P., et al., 2007. Guidelines for Early Management of Adults with Ischemic stroke.

Circulation, 115: e478-e534.

11. Sidiarto L, Kusumoputro S. Cermin Dunia Kedokteran No.34, Afasia Sebagai Gangguan

Komunikasi Pada Kelainan Otak. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta.

12. Kirshner HS, Jacobs DH. eMedicine Neurology Specialties: Aphasia. 2009. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/1135944-print

13. National Institute On Deafness and Other Communication Disorders. Aphasia, Voice, Speech

and Language Health Info. 2010. Available at:

http://www.nidcd.nih.gov/health/voice/aphasia.html