Skenario 2_laptut Haha

85
K A T A P E N G A N T A R Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial kedua sebagai suatu laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XVII semester VI ini. Pada skenario yang berjudul “waduh,bibirku mencong…” kami membahas mengenai kelumpuhan tipe LMN dan UMN, serta tentang penyakitnya kami membahas tentang stroke dan Bell’s Palsy. Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario kedua ini, baik pada Learning Objective yang kami cari ataupun pada pembahasan yang kurang memuaskan. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca. Mataram, 7 Mei 2010 Kelompok 1 1

description

n

Transcript of Skenario 2_laptut Haha

Page 1: Skenario 2_laptut Haha

K A T A P E N G A N T A R

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan

hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial kedua sebagai suatu laporan atas hasil

diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XVII semester VI ini. Pada

skenario yang berjudul “waduh,bibirku mencong…” kami membahas mengenai kelumpuhan

tipe LMN dan UMN, serta tentang penyakitnya kami membahas tentang stroke dan Bell’s Palsy.

Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali

semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario kedua ini, baik

pada Learning Objective yang kami cari ataupun pada pembahasan yang kurang memuaskan.

Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap

laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.

Mataram, 7 Mei 2010

Kelompok 1

1

Page 2: Skenario 2_laptut Haha

D A F T A R I S I

Kata Pengantar............................................................................................................ 1

Daftar Isi ..................................................................................................................... 2

Skenario II.................................................................................................................... 3

Concept Map............................................................................................................... 4

Learning Objective...................................................................................................... 5

Pendekatan Diagnosa.................................................................................................. 6

UMN............................................................................................................................ 9

LMN............................................................................................................................. 16

....................................................................................................................................

Ganglia Basalis............................................................................................................. 24

Serebelum................................................................................................................... 32

Sistem Vaskularisasi Otak............................................................................................ 34

Stroke.......................................................................................................................... 36

Stroke Iskemik............................................................................................................. 38

Stroke Hemoragik........................................................................................................ 44

TIA............................................................................................................................... 52

Anatomi Nervus Facialis.............................................................................................. 56

Bell’s Palsy................................................................................................................... 58

Daftar Pustaka............................................................................................................. 64

2

Page 3: Skenario 2_laptut Haha

S K E N A R I O 2

“Waduh,bibirku mencong…”

Tn. Joni, 55 tahun, dibawa keluarganya ke UGD RSUP NTB dengan keluhan wajahnya tampak

asimetris. Dari anamnesis diketahui bahwa kondisi tersebut terjadi sejak 30 menit yang lalu.

Saat kejadian, salah satu anak Tn. Joni menemukan Tn. Joni dalam keadaan tersungkur di kamar

mandi. Saat disuruh meringis, tampak sudut bibir kanan tertinggal. Dari riwayat penyakit dahulu

diketahui Tn. Joni menderita hipertensi dan Diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu. Dokter

melakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan tipe lesi yang dialami Tn. Joni. Dokter

selanjutnya segera melakukan pemeriksaan lengkap dan merencanakan penatalaksanaan

segera terhadap penyakit Tn. Joni.

3

Page 4: Skenario 2_laptut Haha

C O N C E P T M A P

4

Tn Joni, 55 tahun

Wajah asimetris

Kelumpuhan

UMN LMN NMJ Otot

Pemereiksaan Lanjutan

Karakteristik

Pemeriksaan Lanjutan

Anamnesis

Pendekatan diagnosa

DD

Pemeriksaan Fisik

Page 5: Skenario 2_laptut Haha

L E A R N I N G O B J E C T I V E S

1. Perbedaan kelumpuhan tipe UMN dan LMN

2. Diagnosa Banding dari tiap kelemahan

UMN : Stroke, TIA

LMN : Bell’s Palsy

3. Patofisiologi tiap – tiap diagnose banding

4. Pendekatan diagnose di scenario

5. Pembahasan penyakit di scenario (Pemeriksaan lengkap dan tatalaksana)

6. Jaras N.VII dan vaskularisasi otak

5

Page 6: Skenario 2_laptut Haha

Pendekatan Diagnosa

Anamnesis

a. Pasien datang dengan keluhan: “wajah tampak asimetris”, sudut bibir kanan tertinggal

Akibat gangguan Nervus VII Stroke, Bell’s palsy

b. “tersungkur di kamar mandi”

Bisa akibat terpleset trauma kepala lesi di N.VII paralisis otot wajah wajah asimetris

Serangan stroke terjadi kelumpuhan tiba-tiba (hemiparesis) jatuh tersungkur & wajah

menjadi asimetris

c. Sejak 30 menit yang lalu akut

Kemungkinan, jika akibat stroke, DD :

Stroke hemoragik

TIA

d. “Riwayat HT dan DM kronis”

kelainan struktur BV

Penting ditanyakan onset;

Bertahun-tahun ; Tumor jinak, degenerasi

Minggu-bulan ; Tumor ganas, inflamasi kronik

Hari-minggu ; Demyelinasi, CNS, Inflamasi akut

Jam-hari ; Inflamasi sangat akut

Tiba-tiba ; Kelainan vascular, trauma, Bell’s palsy

Untuk menentukan kemungkinan tempat terjadi kerusakan atau lesi perlu diketahui beberapa

karakteristik gejala yang bisa timbul apabila terjadi kerusakan pada bagian-bagian tertentu pada system

yang terkait;

1. Lesi pada Upper Motor Neuron

Tanda :

Kelemahan atau paralisis

Spastisitas

Peningkatan reflex tendon

Adanya reflex patologi(babinsi, Oppen heim, Gordon,dll)

Tidak adanya atrofi otot degenerative

6

Page 7: Skenario 2_laptut Haha

Turun atau hilangnya reflek eksteroseptif(reflex abdominal, kremaster, plantar)

2. Lesi pada Lower Motor Neuron

Tanda:

Kelemahan atau paralisis

Hypotonia(Flaciditas)

Kelemahan dan hiporefleksia

Terjadi atrofi otot

Reflek abdomen dan plantar bisa normal sampai menurun

3. Lesi pada Cereblum(disfungsi Cereblum)

Tanda:

Hypotoni

Reflek tendon menurun

Ataxia(kehilangan keseimbangan)

Kelainan gaya berjalan(Langkah cepat)

Gangguan keseimbangan

Gangguan pergerakan mata

Dysarthria

4. Kelainan pada Neuromuscular-Transmision

Tanda:

Tonus otot bisa normal sampai menurun

Reflex tendon dan superficial bisa normal sampai menurun

Tidak ada perubahan sensory

Kelemahan tapi penyebarannya tidak lengkap (tidak sesuai dengan struktur anatomi yang

terkena)

Terutama berkaitan dengan tingkat aktivitas

5. Kelainan Pada Otot(Myopathi)

Tanda:

Kelemahan, biasanya lebih di proksimal daripada distal

Tidak ada kelumpuhan otot atau penurunan reflex tendon kecuali jika terjadi perburukan

Reflek abdomen dan plantar normal

Tidak ada gangguan sensory ataupun spingter.

7

Page 8: Skenario 2_laptut Haha

Selain itu, perlu juga ditanyakan status pasien keseluruhan,termasuk tentang kelainan atau penyakit

yang pernah dialami pasien secara lengkap, tekanan darah, kadar gula darah, keadaan kardio-respirasi,

keadaan hidrasi, elektrolit, asam-basa, keadaan ginjal, dll.

Untuk memastikan letak, jenis dan luas lesi perlu dilakukan Pemeriksaan CT-scan, walaupun pada

beberapa keadaan sering tidak ditemukan tanda-tanda abnormal sehingga pemeriksaan ini perlu

diulang. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan MRI untuk lebih memastikan letak dan jenis lesi.

8

Page 9: Skenario 2_laptut Haha

UMN

Pada pergerakan normal, dibutuhkan 4 komponen agar suatu pergerakan normal dapat berlangsung,

yaitu :

1. Upper Motor Neuron (UMN)

2. Lower Motor Neuron (LMN)

3. Neuro Muskular Junction (NMJ)

4. Otot

Tapi pada laporan kali ini, hanya akan dibahas mengenai UMN dan LMN beserta gangguannya.

Definisi UMN

Ialah semua neuron yang menyalurkan

impuls motorik ke lower motor neuron

(LMN).

Berdasarkan perbedaan susunan

anatomic dan fisiologik dibedakan

menjadi :

Traktus pyramidal

Traktus ekstrapiramidal.

Traktus piramidalis

9

Page 10: Skenario 2_laptut Haha

Serabut sarafnya muncul sebagai sel pyramidal yang terletak di lapisan kelima korteks serebri. Sekitar

sepertiga serabut ini berasal dari korteks motorik primer (area 4), sepertiga dari korteks motorik

sekunder (area 6), dan sepertiga dari lobus parietalis (area 3, 1, dan 2); jadi dua pertiga serabut traktus

corticospinalis berasal dari gyrus precentralis. Serabut desendens mengumpul di korona radiata,

kemudian berjalan melalui capsula interna. Selanjutnya, traktus ini melanjutakn perjalanan perjalanan

melalui tiga perlima bagian medial basis pedunculi mesencephalon. Saat memasuki pons, traktus

terbagi menjadi banyak berkas oleh serabut pontocerebellaris transversal. Di dalam medulla oblongata,

berkas membentuk kelompok di sepanjang tepi anterior dan membentuk benjolan yang disebut

pyramid. Pada pertemuan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, hampir semua serabut

menyilang di decussatio pyramidum.

Traktus ekstrapiramidal

adalah semua traktus decendens

selain tractus corticospinalis.

10

Page 11: Skenario 2_laptut Haha

Fungsi Traktus Piramidal dan Ekstrapiramidal

Tr Piramidal Tr Ekstrapiramidal

Impuls piramidalis : gerak fasik Gerak tonik

Gerakan halus, jitu, tangkas Gerakan massal

Menentukan ketangkasan gerakan Menentukan tonus otot, menentukan

kedudukan/postur tubuh dan anggota tubuh

Memberi landasan yang menentukan agar gerakan

tangkas itu daoat dilakukan

Tanda Klinis

Tanda-tanda kelumpuhan UMN

1. Tidak ada atrofi dan fasikulasi (gerakan kedutan singkat dan irregular yang terlihat melalui kulit)

11

Page 12: Skenario 2_laptut Haha

2. Tonus otot meninggi (hipertoni)

- Karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks motorik tambahan terhadap inti-inti intrinsic

medulla spinalis

- Cirri khas disfungsi kompleks ekstrapramidalis

- Dapat muncul bila terjadi lesi di korteks motorik primer dan korteks tambahan

- Lesi yang mengganggu kompleks ektrapiramidal akan mengganggu kompleks

ekstrapiramdal juga

- Hipertonia tidak melibatkan semua otot skeletal, melainkan otot-otot fleksor seluruh

lengan serta otot-otot adductor bahu, dan pada tungkai, otot-otot ekstensornya serta

otot-otot plantarfleksinya

3. Hiperfleksia

- Refleks tendon lebih peka daripada keadaan biasa. Gerak otot bangkit secara berlebihan

meskipun perangsangan pada tendon lemah.

4. Postur

- Tanda lain lesi ringan pada UMN di ekstremitas atas dapat dilihat dengan meluruskan

kedua lengan pasien, telapak tangan menghadap atas dan mata ditutup. Sisi yang

terkena akan lebih dahulu menjalani pronasi kemudian bergerak ke bawah.

5. Klonus

- Gerak otot refleks yang bangkit secara berulang-ulang selama perangsangan masih

berlangsung.

Ciri kelumpuhan pada UMN

Kelumpuhan UMN Gambar

12

Page 13: Skenario 2_laptut Haha

Monoparesis

Kontralateral

Lesi pada korteks serebri sebelum

masuk ke kapsula interna [Mis:

Stroke]

>> bisa Wajah, Tangan, Kaki

Monoparesis

Ipsilateral

Lesi pada medula spinalis pada salah

satu sisi di bawah segmen servikal

>> kaki

Hemiparesis

Kontralateral

Lesi pada Kapsula Interna

>> dari Wajah-Tangan-Kaki

Hemiparesis

Ipsilateral

Lesi pada medula spinalis pada salah

satu sisi di atas atau tepat pada

segmen servikal

>> dari tangan-kaki

Paraparesis Lesi pada segmen medulla spinalis

(terkena pada kedua kolumna

lateral) di bawah segmen serikal

>> bisa Kaki, Kaki+Tangan

13

Page 14: Skenario 2_laptut Haha

Tetraparesis/

Quadriparesi

s

Lesi pada kedua sisi medulla spinalis

di atas level servikal atau tepat pada

medulla oblongata

>> dari Kaki-Tangan-Wajah

Lesi pada traktus pyramidalis

1. Terdapat tanda Babinski. Terjadi dorsofleksi ibu jari kaki dan jari lainnya bergerak keluar sebagai

respon terhadap goresan pada kulit telapak kaki sepanjang sisi lateral. Normalnya traktus

kortikospinalis menimbulkan plantarfleksi jari kaki sebagai respon terhadap stimulus sensorik

pada kulit telapak kaki, bila tidak berfungsi maka pengaruh traktus decendens lainnya akan

terlihat dan timbuk refleks withdrawal sebagai respon terhadap stimulus di telapak kaki. Namun

hal ini normal sampai setahun pertama kelahiran, karena tracrus corticospinal belum bermielin

sampai akhir tahun pertama kehidupan.

2. Tidak ada refleks abdominalis superficialis. Otot-otot abdomen tidak berkontraksi ketika kulit

abdomen digores. Refleks ini bergantung pada keutuhan traktus corticospinalis yang

menggunakan pengaruh eksitasi tonik terhadap neuron-neuron internunsial.

3. Tidak ada refleks kremaster. Oto-otot kremaster tidak dapat berkontraksi saat kulit sisi medial

paha digores. Lengkung refleks ini berjalan melalui segmen lumbalis I medulla spinalis. Refleks

ini bergantung pada keutuhan traktus corticospinalis yang menggunakan pengaruh eksitasi tonik

terhadap neuron-neuron internunsial.

4. Terjadi kehilangan penampilan gerakan- gerakan tangkas halus. Hal ini terutama terjadi pada

ujung-ujung distal ekstremitas.

Lesi pada traktus ekstrapiramidalis

1. Paralisis berat dengan sedikit atau tidak ada atrofi (kecuali karena disuse atrophy)

2. Spastisitas atau hipertonisitas otot. Ekstremitas inferior dipertahankan dalam posisi ekstensi dan

ekstremitas superior pada posisi fleksi

3. Peningkatan refleks otot dalam serta klonus dapat terjadi pada otot – otot fleksor jari-jari

tangan, m. quadriceps femoris, dan otot-otot betis.

14

Page 15: Skenario 2_laptut Haha

4. Reaksi pisau lipat. Ketika dilakukan gerakan pasif pada sendi terdapat resitensi yang disebabkan

oleh spastisitas otot. Pada waktu diregangkan, tiba-tiba tahanan otot akan menghilang karena

adanya inhibisi pada organ neurotendinosa.

Manifestasi gangguan pada Tr Piramidal dan Tr Ekstrapiramidal

Sindrom Piramidal Sindrom Ekstrapiramidal

Sifat hipertonia Clasp – knife Rigiditas lead pipe & cogwheel

Otot yang hipertonik Fleksor lengan & ekstensor

tungkai

Fleksor lengan & tungkai

Gerakan involuntar (-) (+) : tremor, korea, atetosis, distonia

Refleks tendon Meningkat Normal/sedikit meningkat

Refleks Babinski (+) (-)

kelumpuhan (+) (-)

15

Page 16: Skenario 2_laptut Haha

LMN

Kelumpuhan LMN

Kelumpuhan LMN timbul akibat kerusakan pada final common path, motor end plate dan otot.

Tanda

Kelemahan atau paralisis

Hipotonia

Kehilangan refleks tendon

Normal pada abdominal dan tendon refleks.

Kelumpuhan LMN di uraikan menurut komponen-komponen LMN :

Kelumpuhan LMN akibat lesi di motorneuron

1. Sindrom lesi di kornu anterius

Contohnya : pada poliomielitis anterior akut.

Gejala awal berupa gejala infeksi umum : demam, lesu, sakit kepala, berkeringat banyak,

anoreksia, sakit kerongkongan, muntah, diare, dan nyeri otot.

16

Page 17: Skenario 2_laptut Haha

Tahap kelumpuhan bermula pada akhir tahap nyeri muskular. Anggota gerak yang mengalami

kelumpuhan adalah ekstremitas. Korban poliomyelitis anterior akut adalah terutama terjadi

pada anak-anak.

2. Sindrom lesi yang selektif merusak motorneuron dan jaras kortikospinalis

Karena sebab yang belum diketahui, motorneuron trunkus serebri dan medulla spinalis dalam

kombinasi dengan serabut-serabut kortikobulbar/kortikospinal dapat bergenerasi. Beberapa

patogenesis yang mungkin telah dikemukakan :

a. Poliomielitis kronik

b. Penyakit herediter

c. Slow viral infection

d. Akibat toksin yang berlokasi di substansia grisea sentralis.

Menimbulkan kelumpuhan yang disertai tanda LMN dan UMN secara berbauran. Namun pada

tahap lanjut hanya tanda LMN saja yang tertinggal. Di batang otak, inti-inti saraf otak motorik

terkena proses degeneratif itu juga, sehingga lidah dan otot-otot penelan lumpuh secara

bilateral. Atrofi dan fasikulasi tampak pada lidah dengan jelas. Namun bisa ditemukan refleks

maseter meninggi.

3. Sindrom lesi yang merusak motorneuron dan fusikulus anterolateralis.

Biasanya disebabkan oleh penyumbatan a.spinalis anterior. Penyumbatan ini mengakibatkan lesi

vaskular (infark) pada satu sampai beberapa segmen, sehingga menimbulkan :

1. Kelumpuhan LMN bilateral pada otot-otot yang disarafi oleh motorneuron yang terkena lesi

2. Hilangnya perasaan akan nyeri, suhu dan perabaan pada bagian tubuh secara bilateral dari

tingkat lesi ke bawah

3. Masih utuhnya kemampuan untuk merasakan rangsangan gerak, getar, sikap dan posisi

bagian tubuh.

Kelumpuhan LMN akibat lesi di radiks ventralis

1. Kelumpuhan akibat kerusakan pada seluruh radiks ventralis

Kelumpuhan LMN yang disebabkan oleh kerusakan pada radiks ventralis dicirikan oleh adanya

fibrilasi. Sebenarnya foramen elekromiografik itu mengungkapkan keadaan otot yang

mengalami denervasi.

Kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak, berikut kelompok otot di

sekitar persendian bahu dan pinggul.

2. Kelumpuhan akibat kerusakan pada radiks ventralis setempat.

17

Page 18: Skenario 2_laptut Haha

Kelumpuhan LMN yang terjadi akibat kerusakan radiks ventralis dari satu atau dua segmen saja,

tidak akan mempunyai arti, jika yang dilanda otot yang menyusun muskulatur toraks atau

abdomen. Lain halnya jika otot anggota gerak yang terkena kelumpuhan, kecanggungan gerakan

voluntar.

Proses patologik yang mengganggu radiks ventralis (dan dorsalis) setempat, pada umumnya

lebih jelas (dan juga lebih dini) diungkapkan oleh gangguan terhadap radiks dorsalisnya. Lesi

yang mengganggu satu radiks menimbulkan gejala motorik dan sensorik yang khas. Kelebihan

dan defisit sensoriknya atau nyerinya kedua-duanya menunjukkan sifat radikular, yang berarti,

yang terkena kelainan adalah kawasan satu dermatoma atau satu miotoma saja. Misalnya,

penekanan pada radiks ventralis C.5 dan C.6 menimbulkan atrofia dan kelemahan tenaga otot-

otot yang berasal dari miotoma C.5 dan C.6, yang menyusun otot-otot bahu (m.supraspinatus,

m.teres mayor, m.deltoideus, m.infraspinatus, m.subskapularis, dan m.teres mayor).

Kelumpuhan akibat kerusakan pada pleksus brakialis

Di tingkat torakal dan lumbal atas saraf spinal langsung berlanjut sebagai saraf perifer. Tetapi di

tingkat intumesensia servikalis dan lumbosakralis saraf spinal menghubungi satu dengan yang lain

melalui percabangan anastomosis masing-masing, sehingga membentuk anyaman, yang dinamakan

pleksus servikalis dan pleksus brakialis.

Kelumpuhan akibat lesi di pleksus brakialis dapat disebabkan oleh lesi yang merusak secara

menyeluruh atau setempat. Proses degeneratif herediter, toksik, neoplamatik atau infeksi dapat

merusak secara menyeluruh. Lesi yang menduduki sebagian dari pleksus brakialis biasanya berupa

trauma, penekanan, dan penarikan setempat.

Pada sindrom pleksus brakialis akibat proses difus di seluruh pleksus brakialis terdapat kelumpuhan

LMN dengan fibrilasi dan nyeri spontan, yang dapat bergandengan dengan hipalgesia atau dengan

parastesia. Walaupun terdapat manifestasi yang menyeluruh pada lengan dan bahu, pada umumnya

gejala-gejala abnormal yang berat terdapat diarea sensorik dan motorik C.5 dan C.6 saja. Saraf

perifer yang terutama disusun oleh serabut-serabut radiks ventralis dan dorsalis C.5 dan C.6 itu ialah,

n.frenikus, n.torakalis longus, m.supraklavikularis, n.skapularis dorsalis dan n.ulnaris.

Kelumpuhan akibat lesi di pleksus lumbosakralis

Anyaman pleksus lumboskralis lebih sederhana daripada anyaman pleksus brakialis. Oleh karena

semua saraf perifer bagia tungkai merupakan lanjutan langsungnya. Kelumpuhan akibat lesi

18

Page 19: Skenario 2_laptut Haha

setempat di pleksus lumbosakralis sukar dibedakan dari kelumpuhan akibat lesi di bagian proksimal

n.femoralis, n.obturatorius, dan n.iskiadikus.

Manifestasi sensorik akibat lesi di pleksus lumbosakralis lebih menonjol ketimbang manifestasi

motoriknya.

Kelumpuhan akibat lesi di fasikulus

Lesi di fasikulus lateralis dapat terjadi akibat dislokasi tulang humerus ke lateral dan menimbulkan

kelumpuhan LMN pada otot-otot biseps brakial, korakobrakial, dan lain-lain otot yang dipersarafi

oleh n.medianus, kecuali otot-otot intrinsik tangan.

Kerusakan pada fasikulus posterior jarang terjadi. Jika karena sebab yang tidak dapat dipastikan

lesi itu toh terjadi, maka kelumpuhan LMN dan defisit sensorik dapat dijumpai pada kawasan

n.radialis.

Lesi pada fasikulus medialis disebabkan oleh dislokasi humerus ke arah subkorakoid, sehingga

menimbulkan kelumpuhan LMN dan defisit sensorik di kawasan dan sensorik n.ulnaris. Paralisis

LMN akibat lesi di pleksus dan fasikulus tidak banyak berbeda dengan kelumpuhan yang terjadi

akibat lesi di n.radialis, n.ulnaris dan n.medianus

Kelumpuhan akibat lesi di saraf perifer

A. Kelumpuhan akibat lesi di saraf perifer yang berinduk pada pleksus brakialis

1. N. torakalis longus

Kerusakan pada n.torakalis longus menimbulkan gejala winging. Ini disebabkan oleh

kelumpuhan m.seratus anterior, yang bertugas untuk mengikat scapula pada dinding belakang

toraks, apabila lengan melakukan gerakan mendorong melawan suatu tahanan.

2. N. aksilaris

Lesi pada n.aksilaris jarang dijumpai, kecuali jika terpotong alat tajam, yang sekaligus merusak

otot-otot deltoid dan teres mayor.

Pasiennya mengeluh tentang kelemahan otot deltoid yang cepat menjadi atrofik. Kontur bahu

mendatar dan lengan tidak dapat diabduksikan dan dieksorotasikan. Defisit sensorik mungkin

dirasakan di daerah kecil di bagian lateral dari lengan.

3. N. radialis

N. radialis sering mengalami trauma pada 1/3 bagian bawahnya. Dalam hal itu m.triseps dan

m.brakioradialis ridak terkena kelumpuhan, sedangkan otot-otot lainnya yang dipersarafi

n.radialis menjadi lumpuh.

19

Page 20: Skenario 2_laptut Haha

Lesi yang sering merusak bagian atas n.radialis adalah fraktur tulang humerus. Terutama

bagian n.radialis yang melilit di bagian dorsomedial tulang humerus ke bagian

ventrolateralnya.

Pada kelumpuhan n.radialis baik akibat lesi di bagian atas maupun di bagian bawahnya, yang

paling jelas adalah kelumpuhan yang diperlihatkan oleh tangan. Karena otot-otot ekstensor

karpi radialis dan ulnaris lumpuh, maka tangan tidak dapat melakukan gerakan dorsofleksi

pada sendi pergelangan tangan. Lagipula, karena otot-otot ekstensor segenap jari (m.ekstensor

digitorum, m.ekstensor digiti kuinti, m.ekstensor polisis longus/brevis, dan m.ekstensor indiksis

proprius) lumpuh, maka semua jari tangan tidak dapat diluruskan atau dikembangkan.

Keadaan ini dikenal sebagai drop fingers dan drop hand (seluruh tangan dan jari-jarinya

bersikap menjulai).

4. N. muskulokutaneus

Kelumpuhan akibat lesi pada n.muskulokutaneus sering terjadi secara bergandengan dengan

“kelumpuhan malam minggu”. Dalah hal itu, n.muskulokutaneus ditindihi oleh kepala (wanita)

yang jatuh tertidur dalam pelukan pacaranya, yang setelah mabuk alcohol tertidur duduk di

kursi dengan lengannya bersandar di atas sandaran kursi. Oleh karena sebagian dari m.biseps

lumpuh, namun m.brakioradialis tidak terkena kelumpuhan, maka lengan masih bisa

ditekukkan dipersendian siku, meskipun tidak sekuat sebagaimana mestinya.

5. N. medianus

N.medianus sering terjepit atau tertekan dalam perjalanannya melalui m.pronator teres, siku,

dan retinakulum pergelangan tangan. Pada luka di pergelangan tangan, n.medianus dapat

terpotong bersama dengan n.ulnaris. Hal itu sering terjadi pada kecelakaan dimana tangan

menerobos kaca. Kelumpuhan yang menyusulnya melanda ketiga jari sisi radial, sehingga ibu

jari, jari telunjuk dan jari tengah tidak dapat difleksikan, baik di sendi metakarpofalangeal,

maupun di sendi interfalangeal. Ibu jari tidak dapat melakukan oposisi dan abduksi. Atrofi otot-

otot tenar akan cepat menyusul kelumpuhan tersebut.

6. N. ulnaris

Lesi pada n.ulnaris dapat terjadi karena fraktur atau dislokasi siku. Oleh karena kubitus valgus

atau osteofit n.ulnaris dapat tergeser, sehingga pindah dari belakang kondilus humeri ke

depannya. Sering jumpa kita jumpai neuritis n.ulnaris karena kuman Hansen. Pada tahap

dininya dirasakan nyeri sepanjang jari kelingking, namun pada tahap lanjutnya terdapat

anesthesia dan clawhand.

20

Page 21: Skenario 2_laptut Haha

B. Kelumpuhan akibat lesi di saraf perifer yang berinduk pada pleksus lumbosakralis.

1. N. femoralis

Kelumpuhan yang timbul akibat lesi di n.femoralis tampak jelas pada m.kuadriseps femoris.

Karena itu lutut tidak dapat diluruskan dan atrofia cepat tampak padanya. Lesi pada

n.femoralis dapat terjadi akibat abses psoas, karena tepat setinggi m.psoas, n.femoralis

berinduk pada pleksus lumbosakralis. Pada bagian-bagian yang lebih bawah letaknya dapat

terjadi kerusakan karena neoplasma di pelvis, fraktur dari pelvis atau femur, dan dislokasi

sendi panggul. Diabetes mellitus dapat mengakibatkan neuropati n.femoralis.

2. N. obturatorius

Kelumpuhan akibat lesi di n.obturatorius dapat diungkapkan pada waktu penderita tidur

telentang dengan kedua tungkai tertekuk di sendi lutut. Tungkai dengan

kelumpuhanm.aduktor longus/brevis dan m.grasilis tidak dapat mempertahankan sikap itu,

sehingga jatuh ke samping.

3. N. iskiadikus

N.iskiadikus dapat terusak oleh fraktur tulang pelvis, tulang femur, atau kolum femuris atau

pun suntikan yang tidak tepat. Penekanan/penarikan terhadap n.iskiadikus oleh neoplasma di

pelvis atau osteofit di spina iskiadika, atau pun perandangan yang melanda n.iskiadikus dapat

menimbulkan nyeri yang terasa menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus berikut selanjutnya

(n.tibialis dan n.peroneus).

Lesi pada n.peroneus sering terjadi karena fraktur kaput tulang fibula. Di dekat kaput fibulae

itu n.peroneus bisa terjerat oleh jaringan pengikat. Kelumpuhan yang timbul terutama

melanda m.peroneus dan untuk sebagian kecil m.tibialis anterior. Gambaran “”drop foot”

sangat menonjol.

Lesi pada n.tibialis jarang terjadi. Karena peluru atau tusukan n.tibialis bisa putus.

M.gastroknemius, m.soleus, m.popliteus, m.plantaris, m.tibialis posterior berikut m.fleksor

digitorum longusdan m.fleksor haluksis longus lumpuh dan kemudian menjadi atrofik. Karena

itu kaki menunjukkan sikap yang khas, yaitu sikap “talipes kalkaneovalfus”, pada mana kaki

menapak terutama dengan tumit dan bagian samping kaki saja, tanpa dengan telapak kakinya.

Kelumpuhan akibat lesi pada “motor end plate”

Misalnya pada penyakit miastenia gravis, yaitu kelemahan otot yang berbahaya, telah ditemukan

adanya antibodi yang menduduki reseptor asetilkolin dari “motor end plate”, sehingga ia tidak dapat

21

Page 22: Skenario 2_laptut Haha

menggalakkan serabut-serabut otot skeletal. Antibodi ini dikenal sebagai anti-acetylcholine receptor

antibody yang terbukti dibuat oleh kelenjar timus yang dihasilkan oleh proses imunologik. Menurut

konsep lama, membrane postsinaptik dari sinaps itu menjadi atrofik akibat reaksi imunologi. Karena

itu penyerapan asetilkolin sangat menurun. Lagi pula jarak antar membran ujung terminal akson

motorneuron dan membrane “motor end plaet” menjadi lebih panjang sehingga cholinesterase

mendapat kesempatan lebih besar untuk menghancurkan lebih banyak asetilkolin sehingga potensial

aksi postsinaptik yang dicetuskannya menjadi lebih kecil. Konsep ini tampak sesuai dengan sifat khas

kelemahan otot pada miestenia gravis. Kontaksi otot skeletal pertama-tama berlangsnung normal,

namun berangsur-angsur melemah dan berakhir dengan kelumpuhan total. Setelah istrahat,

kontraksi otot pulih kembali untuk kemudian melemah dan lumpuh lagi. Kelemahan yang

bergelombang ibni dikenal sebagai kelemahan miastenik.

Otot-otot yang paling sering dilanda kelemahan miastenik adalah otot-otot ocular dan penelan. Otot-

otot anggota gerak dan pernapasan dapat terkena juga pada fase lanjut dari miastenia gravis.

Membrane “motor end plate” yang menghadap celah sinaptik

Kelumpuhan akibat lesi di otot. (kelumpuhan miogenik)

Lesi di otot dapat berupa kerusakan structural pada serabut otot atau selnya yang disebabkan oleh

infeksi, intoksikasi eksogenik/endogenik dan degenerasi herediter.

Klasifikasi penyakit otot yang kini dianut adalah sebagai beikut ;

a. Distrofia muskulorum. Segala macam penyakit otot yang disebabkan oleh faktor patologik

kromosomal dinamakan distrifia otot.

Factor patologik kromosomal mungkin mengganggu kegiatan enzim-enzim yang berperan dalam

metabolism otot. Enzim yang menghasilkan gaya besar untuk memungkinkan serabut otot

berkontraksi ialah Creatine phosphokinase (CPK) dan adenosine triphosphatase (ATP). Pada

penderita distrofia muskulorum terdapat CPK serum dalam jumlah besar.

b. Miopati. Penyakit-penyakit otot yang tidak herediter dan tidak disebabkan oleh proses infeksi

dinamakan miopati.

Kelainan morfologii yang terlihat pada kasus-kasus miopati berbeda-beda. Ada yang

memperlihatkan penimbunan mitokondria pada garis Z, vakuolisasi, penimbunan glikogen dan

banyak yang tidak memperlihatkan kelainan struktural.

Kita kenal miopati yang timbul pada tahap tertentu berbagai penyakit endokrin, seperti

tirotoksikosis, sindrom Cushing, penyakit Addison dan akromegalia.

22

Page 23: Skenario 2_laptut Haha

Akibat gangguan metabolik dapat berkembang miopati, misalnya, pada steatore, hipoglikemik

kronik, mioglobinuria idiopatika, osteomalasia dan penimbunan glikogen.

Miopati iatrogenik dapat terjadi akibat penggunaan obat kortikostreoid yang berlebihan.

c. Miositis, ialah segala macam penyakit otot yang disebabkan oleh infeksi baik secara langsung

maupun tak langsung.

Miositis yang paling sering dijumpai adalah miositis reumatika atau polimiositis. Oleh karena

reumatik merupakan gangguan autoimun maka miositis dianggap sebagai manifestasi proses

autoimun juga. Demikian halnya dengan anggapan mengenai miopati yang timbul pada penderita-

penderita neoplasma ganas.

Miosistis infeksiosa adalah radang otot yang timbul bersama-sama dengan infeksi virus umum.

Nyeri otot dan kelemasan merupakan gejala utamanya. Infeksi banal jarang berkomplikasi pada

otot. Penyakit paralisis yang dapat menimbulkan miositis ialah trikinosis spiralis.

Perbedaan kelumpuhan UMN dan LMN

23

Page 24: Skenario 2_laptut Haha

Ganglia Basalis

TERMINOLOGI

Istilah nuclei basalis diberikan kepada sekelompok massa substantia grisea yang terletak di dalam

setiap hemispherium cerebri. Massa-massa tersebut adalah corpus striatum, nucleus amygdala, dan

Claustrum.

CORPUS STRIATUM

24

Page 25: Skenario 2_laptut Haha

Corpus striatum terletak di lateral talamus dan hampir terbagi secara lengkap oleh sebuah pita serabut

saraf—capsula interna—menjadi nucleus caudatus dan lentiformis.

Nucleus caudatus

Nucleus caudatus adalah massa substantia grisea berbentuk huruf-C yang berhubungan erat dengan

ventriculus lateralis dan terletak di lateral talamus. Permukaan lateral nucleus berhubungan dengan

capsula interna, yang memisahkannya dengan nucleus lentiformis. Untuk mendeskripsikannya, nucleus

caudatus terbagi menjadi Caput, corpus, dan cauda.

Nucleus Lentiformis

Nucleus lentiformis adalah massa substantia grisea berbentuk baji dengan dasarnya yang konveks meng-

hadap ke lateral dan ujungnya menghadap ke medial. Nucleus ini tertanam dalam di substantia alba

hemispehrium cerebri dan di bagian medial berhubungan dengan capsula interna, yang memisahkannya

dengan nucleus caudatus dan talamus.

NUCLEUS AMYGDALA

Nucleus amygdala terletak di dalam lobus temporalis dekat dengan uncus. Melalui hubungan-

hubungannya, nucleus ini dapat memengaruhi respons tubuh terhadap perubahan lingkungan. Misalnya,

sensasi takut sehingga nucleus amygdala dapat mengubah denyut jantung, tekanan darah, warna kulit,

25

Page 26: Skenario 2_laptut Haha

dan laju pernapasan.

CLAUSTRUM

Claustrum merupakan selembar tipis substantia nigra yang dipisahkan dari permukaan lateral nucleus

lentiformis oleh capsula externa. Lateral terhadap claustrum terdapat substantia alba subkortikal insula.

Fungsi claustrum tidak diketahui.

26

Page 27: Skenario 2_laptut Haha

FUNGSI NUCLEUS BASALIS

Nuclei basalis berhubungan satu dengan yang lain dan dihubungkan dengan berbagai area susunan

saraf pusat oleh neuron-neuron yang sangat kompleks.

Pada dasarnya, corpus striatum menerima informasi aferen dari hampir seluruh cortex cerebri, talamus,

subtalamus, dan batang otak, termasuk substantia nigra. Informasi diintegrasikan di dalam corpus

striatum dan aliran keluar berjalan kembali ke area-area yang disebutkan di atas. Lintasan sirkular ini

diduga berfungsi sebagai berikut :

Aktivitas nuclei basalis diinisiasi oleh informasi yang diterima dari area premotorik dan area korteks

motorik suplementer, korteks sensorik primer, talamus, dan batang otak. Aliran keluar dari nuclei basalis

dialirkan melalui globus pallidus, yang kemudian memengaruhi aktivitas area motorik cortex cerebri

atau pusat-pusat motorik lain di batang otak. Jadi, nuclei basalis mengendalikan gerakan otot dengar.

memengaruhi cortex cerebri dan tidak memiliki kontrol langsung jaras desendens ke batang otak dan

27

Page 28: Skenario 2_laptut Haha

medulla spinalis. Dengan cara ini, nuclei basalis membantu regulasi gerakan voluntar dan pembelajaran

keterampilan motorik.

Kerusakan pada korteks primer menyebabkan seseorang sulit melakukan gerakan-gerakan halus dan

tangkas pada tangan dan kaki sisi tubuh yang berlawanan. Namun, gerakan umum yang kasar pada

ekstremitas, sisi kontralateral masih dapat dilakukan. Jika kemudian terjadi kerusakan corpus striatum,

timbul paralisis pada gerakan-gerakan kasar tersebut pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

Nuclei basalis tidak hanya memengaruhi timbulnya sebuah gerakan tertentu - seperti pada

ekstremitas—tetapi juga membantu mempersiapkan gerakan. Hal ini dapat terjadi dengan

mengendalikan gerakan aksial dan gelang bahu/panggul serta penempatan bagian-bagian proksimal

ekstremitas. Aktivitas neuron-neuron tertentu di globus pallidus meningkat sebelum terjadi gerakan

aktif pada otot-otot ekstremitas bagian distal. Fungsi persiapan yang penting ini memungkinkan badan

dan ekstremitas berada dalam posisi yang sesuai sebelum bagian motorik primer cortex cerebri

mengaktifkan gerakan tertentu pada tangan dan kaki.

28

Page 29: Skenario 2_laptut Haha

GANGGUAN PADA GANGLIA BASALIS

Gangguan pada nuclei basalis terdiri dari dua tipe umum. Gangguan hiperkinetik, yaitu gangguan dengan

gerakan-gerakan abnormal dan berlebihan, seperti korea, atetosis, dan ballismus. Gangguan hipokinetik,

yaitu gangguan dengan berkurangnya gerakan-gerakan atau gerakan menjadi lambat. Penyakit Parkinson

termasuk pada kedua tipe gangguan motorik.

KOREA

Pada sindrom ini, pasien menunjukkan gerakan-gerakan involuntar, cepat, menghentak, iregular dan

tidak berulang. Gerakan-gerakan meringis dan gerakan kepala atau ekstremitas yang tiba-tiba merupakan

contoh yang baik.

Penyakit Huntington

Penyakit Huntington adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan dengan onset

tersering pada masa dewasa. Kematian terjadi 15-20 tahun setelah onset. Penyakit ini disebabkan

oleh sebuah defek pada gen kromosom 4. Gen ini mengkodekan protein—huntingtin—yang

fungsinya masih belum diketahui. Kodon (GAG) yang mengkodekan glutamin diulangi lebih banyak

daripada normal. Penyakit ini mengenai pria dan wanita dengan frekuensi yang sama dan

sayangnya sering ditemukan setelah mereka mempunyai anak.

Pasien menunjukkan tanda dan gejala khas berikut:

1. Gerakan koreiform yang pertama kali muncul sebagai gerakan involuntar pada ekstremitas serta

kedutan pada wajah (facial grimacing). Selanjutnya, kelompok otot yang terlibat lebih banyak

sehingga pasien menjadi tidak dapat bergerak dan tidak dapat berbicara ataupun menelan.

2. Dementia progresif terjadi disertai kehilangan daya ingat dan kemampuan intelektual.

3. Pada penyakit ini, terjadi degenerasi neuron-neuron yang, mensekresi GABA (GABA-secreting),

substansi-P (substance P-secreting), dan asetilkolin (acetylcholine-secreting) di jaras inhibisi

striatonigra. Degenerasi ini mengakibatkan neuron-neuron di substantia nigra yang mensekresikan

dopamin menjadi lebih aktif sehingga jaras nigrostriata menginhibisi nucleus caudatus dan

putamen (Gambar 10-6). Inhibisi tersebut menimbulkan gerakan-gerakan abnormal yang terlihat

pada penyakit ini. Pemeriksaan melalui CT scan menunjukkan pembesaran ventriculus lateralis

yang terjadi akibat degenerasi nucleus caudatus. Terapi medis untuk korea Huntington me-

ngecewakan.

29

Page 30: Skenario 2_laptut Haha

Korea Sydenham

Korea Sydenham (dansa St.Vitus) adalah penyakit pada anak yang ditandai dengan gerakan-

gerakan involuntar yang cepat dan iregular pada ekstremitas, wajah, dan badan. Kondisi ini

disebabkan oleh demam rematik. Struktur antigen bakteri streptokokus mirip dengan struktur

protein di membran neuron-neuron striata. Antibodi pejamu tidak hanya mengikat antigen bakteri,

tetapi juga menyerang membran neuron-neuron ganglia basalis. Hal ini menimbulkan gerakan-

gerakan koreiform, yang untungnya bersifat sementara, dan sembuh sempurna.

HEMIBALLISMUS

Kelainan ini merupakan bentuk gerakan involuntar yang mengenai satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada

otot-otot proksimal anggota gerak dan ekstremitas tiba-tiba bergerak ke segala arah tanpa dapat

dikendalikan. Lesi yang biasanya berupa stroke kecil terjadi pada nucleus subthalamicus sisi

kontralateral atau hubungan-hubungannya; gerakan-gerakan halus dari berbagai bagian tubuh

diintegrasikan di dalam nucleus subthalamicus.

PENYAKIT PARKINSON

Penyakit progresif yang belum diketahui penyebabnya ini dimulai pada usia antara 45 dan 55 tahun. Pe-

nyakit ini disebabkan oleh degenerasi neuron di dalam substantia nigra dan sedikit lebih luas pada globus

pallidus, putamen, dan nucleus caudatus. Penyakit ini mengenai sekitar satu juts orang di Amerika Serikat.

Degenerasi neuron substantia nigra yang mengirimkan akson ke corpus striatum mengakibatkan

berkurangnya pelepasan neurotransmiter dopamin di dalam corpus striatum. Hal ini mengakibatkan

hipersensitivitas reseptor dopamin pada neuron-neuron postsinaps di dalarn striatum.

Pasien memiliki tanda dan gejala khas sebagai berikut.

1. Tremor. Tremor terjadi akibat kontraksi agonis dan antagonis secara bergantian. Tremor laminar dan

paling jelas terlihat saat ekstremitas dalam keadaan istirahat. Tanda ini hilang pada tidur.

Tremor pada Parkinson harus dibedakan dengan intention tremor yang ditemukan pada penyakit

serebellar yang hanya timbul bila dillakukan gerakan yang bertujuan.

2. Rigiditas. Rigiditas pada penyakit Parkinson beda dengan rigiditas yang disebabkan oleh lesi upper

30

Page 31: Skenario 2_laptut Haha

motor neuron; pada lesi upper motor neuron rigiditas pada kelompok otot yang berlawanan

mengalami tingkat rigiditas yang sama. Jika tre mor tidak ada, rigiditas dirasakan sebagai tensi

terhadap gerakan pasif dan kadang disebut rigiditas plastik. Jika terdapat tremor, tahanan otot

terlihat seperti serangkaian hentakan, yang disebut rigiditas roda besi (cogwheel rigidity).

3. Bradikinesia. Pasien sulit memulai (akinesia) dan melakukan gerakan-gerakan baru. Gerakannya

lambat, wajah tanpa ekspresi, serta suaranya tidak jelas dan tidak bertenaga. Ayunan lengan saat

berjalan hilang.

4. Gangguan postural. Pasien berdiri dengan membungkuk dan lengannya berada dalam keadaan fleksi.

la berjalan dengan langkah-langkah pendek dan sering tidak dapat berhenti. Bahkan, pasien tiba-tiba

dapat berlari dengan menyeret kakinya untuk mempertahankan keseimbangan.

5. Tidak terjadi penurunan kekuatan otot dan sensibilitas. Refleks abdomen superfisial normal dan tidak

terdapat respons Babinski karena tractus corticospinalis normal. Refleks tendon dalam normal.

A T E T O S I S

Atetosis terdiri dari gerakan-gerakan yang lambat, bergelombang, dan menggeliat (writhing), yang

hampir selalu mengenai segmen distal anggota gerak. Degenerasi globus pallidus terjadi akibat pemutusan

sirkuit yang melibatkan nuclei basalis dan cortex cerebri.

31

Page 32: Skenario 2_laptut Haha

Serebelum

Serebelum mempunyai koneksi dua arah:

1. Koneksi yang pertama akan menghubungkan serebelum dan korteks serebri pada sisi

kontralateral

(Misal: hemisfer serebelum kiri akan berkomunikasi dengan hemisfer serebrum pada bagian

kanan)

2. Koneksi yang kedua menghubungkan serebelum dengan otot- otot pada sisi tubuh yang

sama yang melewati medulla oblongata dan medulla spinalis pada sisi ipsilateral

Fungsi dari serebelum adalah:

a. Untuk mengontrol pergerakan halus volunter

b. Mengkoordinasikan input sensoris dan output motorik.

Kelainan Serebelum

Karakteristik klinis jika terdapat lesi pada serebelum:

1. Aktivitas otot yang tidak terkoordinasi

32

Page 33: Skenario 2_laptut Haha

Kepala Nystagmus, Disartria

Tangan Finger-nose ataxia, Tremor kinetik

Kaki Heel-knee-shin ataxia, Gait ataxia

2. Tidak ada kelumpuhan

3. Jika kelainan hanya terdapat pada satu hemisfer serebeli, maka sisi Ipsilateral yang

mengalami kelainan sedangkan sisi Kontralateral tetap normal.

33

Page 34: Skenario 2_laptut Haha

Sistem Vaskularisasi Otak

Darah mengalir ke otak melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis, arteri karotis interna setelah

melepaskan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis

karotikus, kemudian berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri nervus optikus dan dan

retina, akhirnya bercabang dua : arteri serebri anterior dan arteri serebri media.

Arteri Karotis

Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi pada region sentral dan lateral hemisfer, arteri serebri

anterior memvaskularisasi korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum, dan nukelus

kaudatus. Arteri serebri media memvaskularisasi korteks lobus frontalis, parietalis, dan temporalis.

Arteri Vertebralis

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia,

menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga

kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli

34

Page 35: Skenario 2_laptut Haha

inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris. Selanjutnya,

arteri Basilaris akan menjadi arteri serebri posterior.

35

Page 36: Skenario 2_laptut Haha

Stroke

Definisi

Kehilangan fungsi neurologis secara tiba-tiba karena menurunnya/terputusnya aliran darah ke otak, yg menimbulkan gejala defisit neurologis yg bertahan lebih dari 24 jam.

Faktor resiko

1. HT2. Peny-Jantung3. DM4. Rokok5. Dislipidemia6. Kelainan Darah7. Kelainan Pembuluh Darah8. Stress9. Lansia

Klasifikasi Infark

1. TIA2. Stroke In Evolution3. Completed Stroke4. Lakunar Stroke Hemoragik

1. SAH (PSA) Perdarahan Sub-Araknoid 2. ICH (PIS) Perdarahan Intra-Serebr

Gejala Klinis (Penjelasan Kerusakan pada Tiap Arteri )

1. Arteri Serebral Media kehilangan fungsi kontralateral wajah dan tangan ; kehilangan sensoris

kontralateral pada wajah dan tangan; dysphasia; dyslexia; dysgraphia; dyscalculia.

2. Arteri Serebral Anterior kehilangan motor dan sensor tungkai kontralateral

3. Arteri Serebral Posterior hemianopia homonim kontralateral

4. Arteri Karotis Interna ada keterlibatan wajah, tangan, dan tungkai, atau tanpa hemianopia

homonim

5. Arteri Ophthalmic (cabang dari arteri carotis interna) kehilangan visual monokular

36

Page 37: Skenario 2_laptut Haha

6. Arteri Vertebrobasilar :

Double vision(nervus III, IV, VI);

Kebas pada wajah (nervus V);

Kelemahan otot wajah (nervus VII);

Dysphagia (nervus IX, X);

Dysarthria (nervus XII);

Ataxia (cerebellum);

Kehilangan sensoris lengan dan kaki

7. Arteri Kecil / Arteriol Penetrating:

Pure Loss of motorik kontralateral tungkai;

Pure Loss of sensorik kontralateral tungkai

37

Page 38: Skenario 2_laptut Haha

Stroke Iskemik

Reduksi atau penurunan darah ke bagian manapun pada otak dapat menyebabkan iskemia,

kehilangan fungsi yang reversible, dan kemudian apabila reduksi aliran darah ini berat dan lama,

akan terjadi infark dengan kematian sel ireversibel

Etiologi

Thrombosis arteri atau vena pada SSP dapat disebabkan ≥ 1 trias Virchow :

a. Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit degenerative, dapat juga karena

inflamasi (vaskulitis), atau trauma (diseksi).

b. Abnormalitas darah, misalnya polisitemia.

c. Gangguan aliran darah.

Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit degenerative arteri SSP, atau dapat juga berasal

dari jantung :

a. Penyakit katup jantung

b. Fibrilasi atrium

c. Infark miokard yang baru terjadi

Dua mekanisme patogenetik yang menyebabkan stroke iskemik :

1. Thrombosis dengan cara mengoklusi large cerebral arteries (terutama arteri carotis interna,

cereblar medial, atau basilar), arteri – arteri kecil (lacunar stroke), vena-vena cereblar, atau sinus

venosus. Gejala khasnya berkembang dari menit hingga berjam-jam, dan seringkali didahului

oleh TIA.

2. Embolisme menyebabkan stroke saat arteri cereblar teroklusi oleh embolus, bisa berasal dari

jantung, arkus aorta, atau large cerebral arteries. Karakteristik gejalanya adalah menyebabkan

defisit neurologis yang onsetnya maksimal.

Penyebab tersering stroke adalah penyakit degenerative arterial, baik arterosklerosis pada pembuluh

darah besar (dengan tromboemboli) maupun penyakit pembuluh darah kecil (lipohialinosis).

Kemungkinan berkembangnya penyakit degenerative arteri yang signifikan meningkat pada beberapa

factor resiko vascular.

38

Page 39: Skenario 2_laptut Haha

Faktor Resiko Vaskular

1. Usia

2. Riwayat penyakit vascular/atheroma dalam keluarga

3. Hipertensi

4. Diabetes mellitus

5. Merokok

6. Hiperkolesterolemia

7. Alcohol

8. Kontrasepsi oral

9. Fibrinogen plasma

Patofisiologi

Insufisiensi hemodinamik

Autoregulasi cerebrovaskular secara normal mampu mempertahankan aliran darah cerebral (CBF)

konstan sebesar 50-69 ml/100 g jaringan otak/ menit sepanjang tekanan arteri rata-rata (mean arterial

pressure - MAP) tetap berada dalam kisaran 50-150 mmHg. Apabila MAP turun hingga di bawah 50

mmHg, dan pada tingkat patologis tertentu (mis. Iskemia), maka autoregulasi akan jatuh dan CBF

menurun. Stenosis vascular atau oklusi akan menginduksi terjadinya kompensasi berupa vasodilatasi

downstream, yang meningkatkan volume darah cereblar dan CBF. Deficit neurologis mayor terjadi hanya

jika CBF jatuh di bawah ‘threshold iskemi’ kritis (20ml/100g/menit).

Hipoperfusi

Jika CBF yang adekuat tidak dikembalikan, terjadi disfungsi neurologis. Apabila terjadi lebih lama,

depresi berat CBF hingga di bawah ‘threshold infark’ (8-10ml/100g/menit) menyebabkan hilangnya

proses metabolic selular yang progresif dan ireversibel, diikuti oleh kerusakan structural/nekrosis.

Ischemic Penumbra, ialah area jaringan yang mengelilingi zona infark dimana CBF berada di antara

threshold iskemi dan infark. Area ini beresiko, namun berpotensial kembali sembuh. Semakin lama

terjadi iskemi, maka semakin besar kemungkinan terjadinya infark.

Manifestasi Klinis

Kehilangan fungsi yang terjadi tergantung dari area jaringan otak yang terlibat dalam proses iskemik.

1. Menunjukkan iskemia pada arteri cerebral medial :

- Kehilangan fungsi pada kontralateral wajah dan lengan

- Kehilangan rasa pada kontralateral wajah dan lengan

39

Page 40: Skenario 2_laptut Haha

- Dysphasia

- Dyslexia, dysgraphia, dyscalculia

2. Menunjukkan iskemia pada arteri cerebral anterior :

- Kehilangan fungsi dan/atau rasa pada kontralateral tungkai

3. Menunjukkan iskemia pada arteri cereblar posterior :

- Contralateral homonymous hemianopia

4. Menunjukkan oklusi pada arteri carotis interna :

- Keterlibatan wajah, lengan, dan tungkai dengan atau tanpa homonymous hemianopia

5. Menunjukkan iskemia pada arteri ophthalmicus :

- Monocular loss of vision

6. Menunjukkan iskemia pada arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior):

- Double vision (nervus cranialis III, IV, dan VI dan koneksinya)

- Kelumpuhan facial (nervus cranialis V)

- Kelemahan facial (nervus cranialis VII)

- Vertigo (nervus cranialis VIII)

- Dysphagia (nervus cranialis IX, dan X)

- Dysarthria

- Ataxia

- Kehilangan fungsi atau rasa pada kedua lengan dan tungkai

- Tanda-tanda lesi batang otak (vertigo, diplopia, perubahan kesadaran).

7. Menunjukkan iskemia pada pembuluh darah kecil (stroke lacunar) :

- Stroke murni/ kehilangan murni fungsi dari kontralateral lengan dan tungkai

- Stroke murni/ kehilangan murni rasa dari kontralateral lengan dan tungkai

- Infark lakunar multiple dapat menyebabkan deficit neurologis multiple termasuk gangguan

kognitif (demensia multi – infark) dan gangguan pola berjalan yang karakteristiknya seperti

langkah-langkah kecil dan kesulitan untuk mulai berjalan.

Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis

Stroke merupakan diagnosis klinis. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk :

a. Mencari penyebab

b. Mencegah rekurensi dan, pada pasien yang berat, mengidentifikasi factor-faktor yang dapat

menyebabkan perburukan fungsi SSP.

Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada pasien stroke :

40

Page 41: Skenario 2_laptut Haha

a. Darah lengkap dan LED

b. Ureum, elektrolit, glukosa, dan lipid

c. Rontgen dada dan EKG

d. CT scan kepala terutama dilakukan apabila diagnosis klinis sudah jelas, tetapi pemeriksaan ini

berguna untuk membedakan infark serebri atau perdarahan, yang berguna dalam menentukan

tatalaksana awal. Pemeriksaan ini juga menyingkirkan diagnosis banding yang penting seperti

tumor intracranial atau hematoma subdural.

Komplikasi dan Prognosis

Pasien yang mengalami gejala berat seperti imobilisasi dengan hemiplegia berat, rentan terhadap

komplikasi yang dapat menyebabkan kematian lebih awal, yaitu :

- Pneumonia, septikrmia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih)

- Deep vein thrombosis dan emboli paru.

- Infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung.

- Ketidakseimbangan cairan.

Sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal pada 30 hari pertama. Hingga 50% pasien yang

bertahan akan membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Factor-faktor yang berkontribusi pada disabilitas (ketidakmampuan) jangka panjang a.l :

- Ulkus dekubitus

- Epilepsy

- Jatuh berulang dan fraktur

- Spastisitas, dengan nyeri kontraktur dan kekakuan sendi bahu.

- Depresi

Terapi

Hingga saat ini belum ada terapi medikamentosa yang pasti efektif untuk memulihkan stroke.

Medical support

- Untuk mengoptimalkan perfusi serebral

- Menurunkan tekanan darah jika terdapat hipertensi maligna atau iskemi miokard yang

bersamaan atau jika TD > 185/110 mmHg dan jika diantisipasi untuk pemberian trombolitik

β1 adrenergik blocker.

- Glukosa serum harus di monitor dan dijaga < 6,1 mmol/L (110 mg/dL) menggunakan infus

insulin.

41

Page 42: Skenario 2_laptut Haha

- Pencegahan terjadinya komplikasi

Terapi trombolitik, misalnya dengan activator plasminogen jaringan (tissue plasminogen activator – tPA)

telah terbukti memperbaiki outcome jika diberikan dalam 3 jam onset gejala. Dapat diberikan secara

intra vena.

Administration of Intravenous Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rtPA) for Acute Ischemic

Stroke

Indication

Clinical diagnosis of stroke

Onset of symptoms to time of drug

administration ≤3 h

CT scan showing no hemorrhage or

edema of >⅓ of the MCA territory

Age ≥18 years

Consent by patient or surrogate

Contraindication

Sustained BP >185/110 despite treatment

Platelets <100,000; HCT <25%; glucose <50

or >400 mg/dL

Use of heparin within 48 h and prolonged

PTT, or elevated INR

Rapidly improving symptoms

Prior stroke or head injury within 3 months;

prior intracranial hemorrhage

Major surgery in preceding 14 days

Minor stroke symptoms

Gastrointestinal bleeding in preceding 21

days

Recent myocardial infarction

Coma or stupor

Administration of rtPA

Intravenous access with two peripheral IV lines (avoid arterial or central line placement)

Review eligibility for rtPA

Administer 0.9 mg/kg intravenously (maximum 90 mg) IV as 10% of total dose by bolus,

followed by remainder of total dose over 1 h

Frequent cuff blood pressure monitoring

No other antithrombotic treatment for 24 h

For decline in neurologic status or uncontrolled blood pressure, stop infusion, give

cryoprecipitate, and reimage brain emergently

Avoid urethral catheterization for ≥2 h

42

Page 43: Skenario 2_laptut Haha

Stroke,TIA

ABCs; glukosa

Obtain brain imaging

Stroke iskemik/TIA 85%

Stroke hemoragik 15%

Consider trombolisis/ trombectomy

Establish cause

Atrial fibtillation

17%

Carotid disease

4%

others 64%

Consider BP lowering

Establish cause

AneurismSAH 4%

HipertensiICH, 7%

others , 4%

Consider warfarin

Consider CEA / stent

Treat specific cause

Clip or coil Consider surgery

Treat specific cause

Deep venous thrombosis prophylaxisPhysical, occupational, speech therapyEvaluate for rehab, discharge planning

Secondary prevention based on disease

Antitrombosis

- Inhibisi Platelet aspirin, satu-satunya agen yang telah terbukti efektif untuk terapi akut

stroke iskemik. Aspirin diberikan 300mg per hari.

- Penggunaan heparin serta antikoagulan lainnya tidak direkomendasikan karena resiko

perdarahan intracranial dan ekstrakranial dan pengobatan ini tidak menunjukkan manfaat

yang signifikan terhadap stroke iskemik.

Skema Tatalaksana

43

Page 44: Skenario 2_laptut Haha

Stroke Hemoragik

Ialah perdarahan spontan pada parenkim otak (intracerebral hemorrhage) atau ruang cairan

cerebrosvinal (subarachnoid hemorrhage).

Merupakan 15-20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vakular intraserebrum mengalami

rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.

Factor predisposisi utama yang menyebabkan stroke perdarahan adalah usia dan hipertensi, penyebab

lainnya adalah aneurysma, malformasi arteriovenous, penyakit koagulasi, erosi pembuluh darah

karena tumor dan vaskulitis.

Patogenesis

Faktor Resiko rupture pembuluh darah otak perdarahan ke ruang intracranial edema .

Penekanan jaringan otak sekitar + hambatan aliran darah karena vasokonstriksi ischemic dan infark

sel-sel otak stroke

Faktor Resiko

44

Page 45: Skenario 2_laptut Haha

Usia, seiring bertambahnya usia terjadi degradasi fungsi dan dtruktur organ tubuh termasuk

pembuluh darah otak.

Hipertensi, aliran darah otak yang cukup deras pada pasien hipertensi dapat menyebabkan lesi

pembuluh darah, memperparah lesi yang sudah ada dan menginduksi rupture pembuluh yang

sejak awal sudah memiliki lesi.

Aneurysma terutama terjadi pada bifurcation/percabangan pembuluh dimana pembuluh

mengalami dilatasi abnormal dan dindingnya menipis sehingga mudah rupture.

Malformasi arteriovena adalah keadaan dimana ada kelainan dinding pembuluh.

Penyakit koagulasi dimana terdapat gangguan koagulasi sehingga pada cedera endotel karena

stress aliran darah dapat menghasilkan koagulasi yang tidak sempurna dan menyebabkan

kerusakan dinding sehingga mudah erdarahan.

Tumor mengerosi pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah semakin menipis.

Vaskulitis/ inflamasi pada pembuluh dapat memicu kerusakan pembuluh.

Selain defek vascular, factor resiko non-vaskular yang juga berkontribusi dalam mengeksaserbasi

stroke perdarahan adalah penggunaan obat antikoagulan (ditemukan pada 10% kasus) dan

trombolisis (ditemukan pada 1-2% kasus). Kokain, amphetamine dan Phenylpropanolamine juga

dapat menginduksi stroke perdaraan dengan efek peningkatan TD dan induksi vaskulitis.

Berdasarkan lokasi terjadinya perdarahan, stroke perdarahan diklasifikasikan menjadi dua yaitu stroke

intracerebral/intraparenchymal dan sroke subdural. Perbadaan kedua stroke ini terletak pada

manifestasi klinik yang ditampilkan.

Stroke Intracerebral

Perdarahan banyak ditemukan pada daerah putamen, pons, kapsula interna, thalamus, nucleus

kaudatus, dan serebellum dimana pembuluh darah kecil mudah rupture karena HT kronis atau penyakit

pembuluh darah primer. Perdaraham kedalam hemisphere parenkimal lebih jarang ditemukan dan

umumnya disebabkan malformasi arteriovenous dan hemangioma vena.

45

Page 46: Skenario 2_laptut Haha

Etiologi

Ruptur lesi vascular akibat hipertensi, aneurisme, atau malformasi arterivenosus

Komplikasi antikoagulasi

Amyloid angiopathy

46

Page 47: Skenario 2_laptut Haha

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang umum ditemukan ialah:

Sakit kepala berat dengan onset yang tiba-tiba, sering disertai mual, muntah,

diaphoresis, dan gangguan kesadaran.

Leher kaku, dan sakit saat di fleksikan.

Dapat terdapat tanda-tanda neurologis fokal, photophobia, dan atau sakit punggung.

Penggunaan tenaga berlebih seringkali memicu timbulnya gejala

Perdarahan yang terlokalisasi pada putamen, thalamus, pons, dan cerebellum yang akan

menghasilkan gejala deficit neurologis sesuai tempat dan luas daerah yang mengalami

infark

Dapat terjadi gaze palsies dan meningkatnya stupor

Diagnosis

Penemuan karakteristik klinis

Konfirmasi adanya darah pada pemeriksaan CT atau MRI

CT scan dengan melihat lokasi perdarahan dan luasnya edema.

47

Page 48: Skenario 2_laptut Haha

Terapi

Perdarahan intraserebral sering diterapi secara konservatif, kecuali jika merusak kesadaran atau

menyebabkan defisit neurologis yang progresif. Perdarahan cerebellar mayor ( 3 cm) dapat mengancam

kehidupan kecuali dengan neurosurgically.

Lesi di Internal capsule

1. Terapi awal yang optimal juga masih dalam penelitian. Misalnya dengan manitol atau dengan

menghilangkan hematoma, kadang-kadang dapat membantu untuk mengurangi tekanan

intrakranial.

2. Hipertensi harus ditangani dengan gentle pada awalnya, dan lebih penuh semangat setelah

beberapa minggu.

3. Rehabilitasi: defisit neurologis yang besar dan terus-menerus diperkirakan akan terjadi.

Lesi di Pons-Mortalitas dan morbiditas lesi di pons adalah seperti membuat terapi aktif apapun

diragukan secara medis.

Lesi di Cerebral cortex-Jika terdapat perdarahan cortikal tunggal, terutama pada pasien yang lebih

muda, maka dipertimbangkan untuk mencari kelainan pembuluh darah arteri yang mendasarinya.

Hal ini dapat dilakukan dengan MRI sekali hematoma telah ditangani. Beberapa perdarahan cortikal

pada orang tua biasanya karena angiopathy amyloid cerebral dan paling baik ditangani secara

konservatif.

Terapi ideal untuk perdarahan intraserebral adalah profilaksis. Perdarahan intraserebral merupakan

salah satu komplikasi utama dari hipertensi yang tidak diobati. Ada bukti yang baik menunjukkan

bahwa terapi yang serius pada tekanan darah tinggi dapat mengurangi insidensi perdarahan

intraserebral pada pasien hipertensi.

Perdarahan subaraknoid

Merupakan perdarahan spontan pada subarachnoid space. Dapat terjadi pada semua usia, Puncak

insidensi usia 50 th, Jarang terjadi pada anak-anak.

Etiologi

Biasanya disebabkan ruptur spontan aneurisme saccular pada arteri dasar otak, biasanya salah satu

arteri yang membentuk sirkulus wilisi.

Jarang : malformasi arteriovenosus, vasculophaties, coagulopathies, dan trauma.

Tanda dan gejala klinis

48

Page 49: Skenario 2_laptut Haha

o Sakit kepala hebat yang ekstrim, onset tiba-tiba, sering dideskripsikan sebagai sakit kepala terburuk

dalam hidupnya. (diffuse atau bioccipital)

o seringkali pada tahap awal gangguan kesadaran

o Mual & muntah

o Jarang cranial nerve palsies atau defisit neurologis fokal lainnya

o Tanda dan gejala klasik

o Nyeri kepala yang hebat

o Hilangnya kesadaran

Fotofobia

Meningismus

Mual

muntah

o Tanda peringatan

o Nyeri kepala yang mendadak dan kemudian hilang dengan sendirinya

o Nyeri kepala disertai mual

o Nyeri tengkuk dan fotofobia ( 40-50%)

o Mengalami serangan seperti disambar petir

o Tanda Aneurisma

o Defek medan pengelihatan

o Gangguan gerak bola mata

o Nyeri wajah

o Nyeri orbital atau nyeri kepala yang terlokalisasi.

o Aneurisma yang berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan efek medan

pengelihatan, disfungsi pengelihatan, disfungsi endokrin atau nyeri kepala di daerah

frontal.

o Aneurisma pada arteri carotis internus: menimbulkan paresis okulomotorius defek

medan pengelihatan, penurunan visus, nyeri wajah disatu tempat.

o Aneurisma arteri carotis internus didalam sinus kavernosus: menimbulkan fistula

karotika-kavernosus, menimbulkan sindrom sinus kavernosus.

o Aneurisma pada arteri serebri media: menimbulkan disfasia, kelemahan lengan fokal

atau baal.

49

Page 50: Skenario 2_laptut Haha

o Aneurisma pada bifurkasio basilar: menimbulkan paresis okulomotorius.

Terapi

Awal tatalaksana : Perawatan intensif yang terpantau secara baik.

Goal of treatment :

mengeksklusi aneurisme dari sirkulasi sesegera mungkin untuk mencegah potensi perdarahan

berulang yang fatal neosurgical clipping

General measures:

• Bed rest

• Stabilisasi fungsi cardiovascular

• Pemberian cairan dan elektrolit

• Analgesi

• Sedasi

• Pemberian calcium-channel blocker (nimodipine)

Pemberian obat anti hipertensi yang bersifat jangka pendek – untuk pasien hipertensi.

Prognosis

10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS

40% meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan

Tingkat mortalitas pada tahun pertama sekitar 60%

Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama sekitar 70%

Tidak ada intervensi bedah maka sekitar 30%-pasien meninggal dalam 2 hari pertama.

50% dalam 2 minggu pertama

60% dalam 2 bulan pertama.

PERBEDAAN STROKE ISKEMIK DAN HEMORRHAGIC

50

Page 51: Skenario 2_laptut Haha

51

Page 52: Skenario 2_laptut Haha

Alur Tatalaksana

52

Page 53: Skenario 2_laptut Haha

TIA

Merupakaan keadaan dimana hilangnya fungsi system saraf pusat fokal secara cepat yang berlangsung

kurang dari 24 jam, dan diduga diakibatkan oleh mekanisme vascular emboli, thrombosis, atau

hemodinamik. Beberapa episode transien/sementara berlangsung lebih dari 24 jam, tetapi pasien

mengalami pemulihan sempurna yang disebut reversible ischemic neurological deficits (RIND).

Etiologi

Etiologi tersering adalah akibat tromboemboli dari ateroma pembuluh darah leher. Penyebab lain

adalah lipohialinosis pembuluh darah kecil intracranial dan emboli kardiogenik. Etiologi yang lebih jarang

adalah vaskulitis atau kelainan hematologis.

Gambaran Klinis

Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara mendadak, gejala seperti sinkop, bingung,

dan pusing tidak cukup untuk menegakan diagnosis. TIA biasanya berlangsung beberapa menit saja,

jarang berjam-jam. Daerah arteri yang kena menentukan gejala yang terjadi:

Karotis (paling sering):

- Hemiparesis

- Hilangnya sensasi hemisensorik

- Disfasia

- Kebutaan monocular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh iskemia retina

Vertebrobasalis

- Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternative

- Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut)

- Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia (setidaknya dua dari gejala ini terjadi bersamaan).

Beberapa gejala tidak menunjukan lokasi daerah arteri spesifik yang akurat, seperti hemianopia atau

disartria saja, walaupun umumnya oleh kelainan ini disebabkan kelainan vertebrobasilar. Tanda-tanda

neurologis biasanya tidak ada saat pasien diperiksa oleh dokter, tetapi emboli kolestrol dapat dilihat

melalui funduskopi pada pasien amaurosis fugax. Dapat pula terdengar bruit karotis dan mempunyai

53

Page 54: Skenario 2_laptut Haha

hubungan tertentu bila terdapat pada sisi lesi TIA. Murmur dan aritmia jantung menunjukkan

kemungkinan penyebab emboli kardiak.

Penyebab TIA vertebrobasilar yang jarang adalah subclavian steal syndrome. Pada sindrom ini terjadi

stenosis pada bagian proksimal arteri subklavia (kadang dengan bruit pada leher bawah dan penurunan

tekanan darah dan volume nadi lengan ipsilateral) yang dapat menyebabkan aliran retrograde arteri

vertebralis ke bawah saat lengan digerakkan.

Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis

Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mendeteksi penyebab sehingga dapat mencegah rekurensi

yang lebih serius, yaitu stroke:

Pemeriksaan darah rutin, LED

Glukosa darah dan kolestrol

Serologi sifilis

EKG

Dari pemeriksaan dasar dan kondisi pasien, mungkin diperlukan pemeriksaan lebih lanjut:

Rontgen toraks, ekokardiogram jika diduga terdapat emboli kardiogenik

CT scan cranial untuk mendeteksi penyakit serebrovaskular yang telah ada sebelumnya, dan

menyingkirkan kemungkinan lesi structural seperti tumor yang menunjukan gejala seperti TIA

USG karotis atau angiografi untuk mendeteksi stenosis karotis pada pasien TIA dengan lokasi lesi

karotis

Kultur darah jika terdapat dugaan endokarditis infektif

Diagnosa banding TIA

Migren disertai aura

Epilepsy parsial

Tumor intracranial, malformasi vascular, atau hematoma subdural kronik

Sklerosis multiple

Gangguan vestibular

Lesi saraf perifer atau radiks saraf (misalnya palsi nervus kranialis)

Hipoglikemia

Hiperventilasi dan proses psikogenik lainnya

54

Page 55: Skenario 2_laptut Haha

Prognosis dan Terapi

Risiko stroke dalam lima tahun pertama setelah TIA adalah 7% per tahun, sedangkan risiko terbesar

adalah pada tahun pertama. Bersamaan dengan peningkatan risiko infark miokard setelah TIA, maka

risiko gabungan stroke, infark miokard atau penyakit vascular berat lainnya adalah 9% per tahun. Hingga

15% pasien dengan stroke pertama kali memiliki riwayat TIA.

Cara-cara untuk mencegah stroke:

Memodifikasi factor risiko

- Menangani hipertensi

- Berhenti merokok

- Menurunkan kolestrol serum dengan diet dan obat-obatan

Obat anti platelet (aspirin dosis rendah):

- Kontraindikasi pada pasien ulkus peptikum aktif

- Beberapa bukti menganjurkan kombinasi aspirin dan dipiridamol yang lebih efektif daripada

pengobatan tunggal

- Klopidogrel merupakan obat antiplatelet pilihan untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi

aspirin

Antikoagulan (warfarin):

- Jika diketahui sumber emboli dari jantung, meliputi fibrilasi atrium nonreumatik

Endarterektomi karotis:

- Setelah terjadi TIA atau stroke minor, mungkin diperlukan intervensi bedah untuk

membersihkan ateroma pada arteri karotis interna pada kasus stenosis karotis berat yang

simtomatik (stenosis lebih dari 70%).

Peran pembedahan untuk kasus stenosis karotis yang lebih ringan atau asimtomatik masih belum

ditetapkan. Sat ini, tidak ada pilihan pembedahan untuk TIA vertebrobasilar.

55

Page 56: Skenario 2_laptut Haha

Skema Tatalaksana

56

Page 57: Skenario 2_laptut Haha

Anatomi N. VII

Nervus Fasialis memiliki 2 nukleus yaitu nukleus superior (homo dan kontralateral) dan inferior

(heterolateral) yaitu dari gyrus presentralis. Kemudian mengelilingi N.VI (disebut genu internum),

kemudian ke cerebelopontin angle, kemudian ke MAI (meatus akustikus interna) bersama dengan N VIII,

kemudian membentuk ganlion genikulatum yang mempercabangkan n. petrosus superfisialis mayor,

bersama dengan N.V yang mencabangkan N. lakrimalis. Kemudian membentuk pleksus timpani menuju

ke lidah dan kelenjar sub mandibula dan sub lingua (disebut pars horisontalis). Sedangkan pars

desenden keluar ke foramen stilomastoideus yang mempercabangkan N.Stapeideus ( pars desenden

atau mastoidea).Tepat sebelum keluar dari foramen stilomastoideus mempercabangkan korda timpani

menuju ke interkordae posterior (antara krus longus inkudis dan manubrioum malei). N. VII berlanjut ke

parotis menjadi ramus zygomatico temoralis dan ramus mandibulo servikalis.

Secara singkat,perjalanan N.VII ialah sebagai berikut :

Pons (cerebellopontine angle) above the olive internal acoustic meatus petrous pyramid (canal of

facial nerve) geniculum of facial nerve ( nervus intermedius/greater petrosal nerve gustatory

fibers) medial wall of the tympanic cavity stylomastoid foramen muscles of facial expression

57

Page 58: Skenario 2_laptut Haha

58

Page 59: Skenario 2_laptut Haha

Bell’s Palsy

Definisi

Merupakan paralisis fasialis Lower Moto Neuron unilateral akibat paralisis nervus fasial perifer yang

terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai

adanya penyakit neurologis lainnya

Factor resiko

- wanita hamil

- penderita diabetes

- penderita hipertensi

Epidemiologi Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden

tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemikan di Swedia tahun

1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63%

mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita

diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan

wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih

rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua

umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2

minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil,

bahkan bisa mencapai 10 kali lipat

Etiologi

- Dulu dianggap idiopatik

- Sekarang terbukti Infeksi atau pasca infeksi virus (virus herpes simpleks

Patofisiologi

- Lokasi cedera nervus fasialis pada Bell’s palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera

tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum

- Inflamasi penigkatan diameter nervus fasialiskompresi nervus fasialis di dalam foramen

stilomastoideum dan saat melalui tulang temporalkelumpuhan Fasialis lower

motoneuronbell’s palsy.

59

Page 60: Skenario 2_laptut Haha

- Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai

bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan

bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat

menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis

bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear

bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di

lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik

primer

- Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan

menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-

pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-

cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan

fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai

kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis

nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia

(tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah)

Gejala klinis

- Onsetnya cepat, dalam jam atau hari

- kelopak mata sulit menutup dan saat penderita berusaha menutup kelopak matanya, matanya

terputar ke atas dan matanya tetap kelihatan fenomena Bell

- Nyeri pada atau dibagian belakang telinga

- Bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh

- Dahi tidak bisa dikerutkan

- Fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha memejamkan mata terlihat bola mata yang

berbalik ke atas

- Sudut mulut tidak bisa diangkat

- Bibir tidak dapat dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan

- Lagoftalmus maka airmata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu

Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi les :

a. Lesi di luar foramen stilomastoideus

60

Page 61: Skenario 2_laptut Haha

Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat, makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi

dalam (deep sensation) di wajah menghilang. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang

terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka aur mata akan keluar terus menerus.

b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)

Gejala dan tanda klinik seperti pada point (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan

lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan

pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah

antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.

c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)

Gejala dan tanda klinik seperti pada point (a) dan (b) ditambah dengan adanya hiperakusis.

d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

Gejala dan tanda klinik seperti point (a), (b) dan (c) disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam

liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay

Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion

genikulatum. Lesi herpetik terlibat di membran timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina.

e. Lesi di daerah meatus akustikus interna

Gejala dan tanda klinik seperti point (a), (b), (c) dan (d) ditambah dengan tuli sebagi akibat dari

terlibatnya nervus akustikus.

f. Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons.

Gejala dan tanda klinik sama dengan di atas, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus trigeminus,

nervus akustikus, dan kadang-kadang juga nervus abdusens, nervus aksesorius, dan nervus

hipoglosus.

61

Page 62: Skenario 2_laptut Haha

Sindrom air mata buaya (crocodile tears syndrome) merupakan gejala sisa Bell’s palsy, beberapa bulan

pasca awitan, dengan manifestasi klinik: air mata bercucuran dari mata yang terkena pada saat

penderita makan. Nervus fasilais menginervasi glandula lakrimalis dan glandula salivatorius

submandibularis. Diperkirakan terjadi regenerasi saraf salivatorius tetapi dalam perkembangannya

terjadi ‘salah jurusan’ menuju ke glandula lakrimalis.

62

Page 63: Skenario 2_laptut Haha

Diagnosis

Diagnosis Bell’s palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pada

pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese dari nervus fasialis yang menyebabkan

bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata dan rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga

dapat ditemukan. Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bell’s palsy lesinya bersifat LMN

Pemeriksaan fisik

Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik tetapi yang harus diteliti

lebih lanjut adalah apakah ada penyebab lain yang menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Pada lesi

supranuklear, dimana lokasi lesi di atas nukleus fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN. Pada

kelainan tersebut, sepertiga atas nervus fasialis normal, sedangkan dua pertiga di bawahnya mengalami

paralisis. Pemeriksaan nervus kranialis yang lain dalam batas normal

63

Page 64: Skenario 2_laptut Haha

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bell’s palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika

dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan

AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bell’s palsy akan menunjukkan adanya

penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum

Tatalaksana

- Beberapa ahli merekomendasikan penggunaan kortikosteroid dan obat-obat antivirus (Acyclovir

(400 mg selama 10 hari) pada 48 jam pertama setelah onset

- Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari

selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya

dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang

kesembuhan pasien

- Pada pasien dengan kelemahan fasialis LMN berat mungkin membutuhkan tarsorafi lateral

(penjahitan bagian lateral kelopak mata atas dan bawah) untuk melindungi kornea.

Komplikasi

Kira-kira 30% pasien Bell’s palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi motorik dan sensorik

yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu

disgeusia atau ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik yang

menyebabkan kelenjar lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi infeksi pada kornea.

Prognosis

- 85-90% pasien akan mengalami perbaikan total dalam hitungan mionggu atau bulan walau

tanpa pengobatan

- Sisanya mungkin mengalami perbaikan parsial yang memuaskan

- Hanya sebagian kecil yang tetap mengalami kelainan wajah

64

Page 65: Skenario 2_laptut Haha

Daftar Pustaka

Fauci, Longo. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th edition. United states of America : The

McGraw-Hill Companies, Inc.

Mardjono, Mahar. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta

Mumenthaler M, Mattle H, Taub E. 2006. Fundamentals of neurology. Stuttgart: Georg Thieme Verlag

Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

Rohkamm R. 2004. Color Atlas of Neurology. 2nd ed. Stuttgart: Georg Thieme Verlag

Ropper AH, Brown RH. 2005. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th ed. New York: The

McGraw-Hill Companies, Inc.

Wilkinson I, Lennox G. 2005. Essential Neurology. 4th ed. Oxford: Blacwell Publishing Ltd.

65