Skenario III

72
BAB I SKENARIO 3 BERDEBAR-DEBAR DAN MAKIN KURUS Seorang pasien Ny. SS 26 th diantar suaminya datang ke anda ketika sedang bertugas di poliklinik, dengan keluhan mata merah, nerocoh, silau bila melihat sinar, melihat dobel, terutama bila mata melirik dan atau nyeri bila mata digerakkan. Berdeebar sejak 4 bulan yang lalu. Keluhan lainnya adalah tidak tahan cuaca panas dan lebih suka cuaca dingin. Dalam 3 bulan terakhir pasien mengeluh berat badan turun sebanyak 5 kg padahal nafsu makannya baik. Keluhan lain adalah mudah letih saat aktivitas ringan dan timbul benjolan tidak nyeri di leher depan sejak 1 tahun. Pada pemeriksaan didapatkan mata menonjol, pembengkakan kelopak mata, pembatasan gerakan mata. Penderita mempunyai kebiasaan merokok sehari 10 batang. 1

description

pbl

Transcript of Skenario III

Page 1: Skenario III

BAB I

SKENARIO 3

BERDEBAR-DEBAR DAN MAKIN KURUS

Seorang pasien Ny. SS 26 th diantar suaminya datang ke anda ketika sedang bertugas di

poliklinik, dengan keluhan mata merah, nerocoh, silau bila melihat sinar, melihat dobel, terutama

bila mata melirik dan atau nyeri bila mata digerakkan. Berdeebar sejak 4 bulan yang lalu.

Keluhan lainnya adalah tidak tahan cuaca panas dan lebih suka cuaca dingin. Dalam 3 bulan

terakhir pasien mengeluh berat badan turun sebanyak 5 kg padahal nafsu makannya baik.

Keluhan lain adalah mudah letih saat aktivitas ringan dan timbul benjolan tidak nyeri di leher

depan sejak 1 tahun. Pada pemeriksaan didapatkan mata menonjol, pembengkakan kelopak mata,

pembatasan gerakan mata. Penderita mempunyai kebiasaan merokok sehari 10 batang.

1

Page 2: Skenario III

BAB II

KATA KUNCI

1. Mata merah, nerocoh, silau bila melihat sinar

mata merah di sebabkan karena ada keradangan pada konjungtiva akibat virus atau

bakteri. Nerocoh disebabkan oleh cairan air mata yang terus menerus keluar seperti

akibat terkena debu. Melihat silau karena tidak tahan cahaya terang

2. Melihat dobel

Mata seolah olah dapat melihat benda ganda . sebenarnya benda itu cuman satu.

3. Nyeri

Nyeri dapat digambarkan sebagai sensasi tidak menyenangkan yang terjadi bila kita

mengalami cedera atau kerusakan pada tubuh kita. Nyeri dapat terasa sakit, panas,

gemetar, kesemutan seperti terbakar, tertusuk, atau ditikam.

4. Berdebar

Berdebar yang dirasakan pasien diakibatkan karena meningkatnya kekuatan

jantung akibat meningkatnya metabolisme jaringan sehingga mempercepat kebutuhan

oksigen dan memperbanyak pelepasan produk akhir metabolisme dari jaringan. Efek ini

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah di sebagian besar jaringan tubuh sehingga

meningkatkan aliran darah. Oleh karena itu curah jantung juga ikut meningkat sehingga

jantung mengkompensasi dengan meningkatkan kontraksinya, sehingga timbul

takikardiatau berdebar yang dapat dirasakan oleh pasien

5. Tidak tahan cuaca panas

Dikarenakan oleh tubuh pasien sendiri yang merasa panas, yang disebabkan

karena meningkatnya metabolisme tubuh pasien, seperti metabolisme karbohidrat, lemak,

protein, dan lain-lain. Karena itu laju metabolisme basal meningkat. Selian itu, karena

meningkatnya kecepatan aliran darah di kulit karena kebutuhan pembungan panas oleh

tubuh meningkat

6. Berat badan turun padahal nafsu makan baik

2

Page 3: Skenario III

Dikarenakan metabolisme dalam tubuh sangat meningkat sehingga mempunyai nafsu

makan tinggi , tetapi berat badan tetap menurun karena tidak diikuti oleh pertambahan

kalori.

7. Mudah letih saat aktivitas

Hal ini disebabkan karena beberapa kemungkinan, bisa karena kelemahan otot-otot akibat

meningkatnya katabolisme protein yang berlebihan. Sehingga walaupun aktivitasnya

ringan, otot tetap tidak bisa berkontraksi

8. Benjolan tidak nyeri di leher

Benjolan di leher depan biasanya terjadi akibat pembesaran kelenjar tyroid.

9. Mata menonjol

mata menonjol keluar, karena bertambahnya otot, lemak, dan air di belakang bola mata.

Penyebab kelainan ini adalah proses otoimun, semacam reaksi radang, atau alergi

terhadap mata. Selain menonjol keluar, mata juga menjadi begkak, merah, tidak bisa

tertutup, melotot, nyeri, akhirnya penghlihatan menurun, bahkan buta karena saraf

matanya rusak.

3

Page 4: Skenario III

BAB III

MINIMUM PROBLEM

1. Apa yang menyebabkan mata merah merah, nerocoh, dan silau bila melihat sinar?

2. Apa yang menyebabkan berdebar-debar, tidak tahan cuaca panas, berat badan menurun

tapi nafsu makan baik ?

3. Apa yang menyebabkan mata menonjol, nyeri bila digerakkan, dan dapat melihat dobel?

4. Bagaimana cara mendiagnosis pasti untuk hipertyroidnya?

Jawaban:

1. Terjadi komplikasi eksofthalmos karena kelopak mata tidak dapat menutup dengan baik

dan dapat  terjadi kerusakan kornea dan konjungtivitis.Kornea sebagai permukaan terluar

mata terekspos dunia luar. Padahal, normalnya kornea selalu terlindungi kelopak mata.

Kondisi itu tentu berbahaya, sebab, kornea bisa mengalami peradangan. Salah satu

tandanya yaitu mata merah. Jika ophthalmopathy tidak segera ditangani, ada

kemungkinan kornea mata pecah. Dampaknya, pasien mengalami kebutaan.

2. vasodilatasi pembuluh darah di sebagian besar jaringan tubuh sehingga meningkatkan

aliran darah. Oleh karena itu curah jantung juga ikut meningkat sehingga jantung

mengkompensasi dengan meningkatkan kontraksinya, sehingga timbul takikardi. Karena

pasien mengalami hipermetabolisme sehingga suhu tubuhnya sudah merasa panas. Berat

badan menurun karena terjadi hipermetabolisme sehingga dibutuhkan energi yang banyak

, sehingga nafsu makan tetap baik tetapi tidak ada masukan kalori yang masuk dalam

tubuh. Gejala –gejala tersebut adalah klinis dari hypertyroid

3. mata menonjol keluar, karena bertambahnya otot, lemak, dan air di belakang bola mata.

Penyebab kelainan ini adalah proses otoimun, semacam reaksi radang, atau alergi

terhadap mata. Selain menonjol keluar, mata juga menjadi begkak, merah, tidak bisa

tertutup, melotot, nyeri, akhirnya penghlihatan menurun, dan juga penglihatan dapat

menjadi dobel bahkan buta karena saraf matanya rusak.

4. Untuk mendiagnosa dilakukan pemeriksaan laboraturium dengan memeriksa T3, T4, dan

TSH.

4

Page 5: Skenario III

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 ANATOMI KELENJAR THYROID

Thyroid adalah suatu kelenjar endokrin yang sangat vaskular, berwarna merah

kecoklatan dengan konsistensi yang lunak. Kelenjar thyroid terdiri dari dua buah lobus yang

simetris. Berbentuk konus dengan ujung cranial yang kecil dan ujung caudal yang besar.

Antara kedua lobus dihubungkan oleh isthmus, dan dari tepi superiornya terdapat lobus

piramidalis yang bertumbuh ke cranial, dapat mencapai os hyoideum. Pada umumnya lobus

piramidalis berada di sebelah kiri linea mediana.

Setiap lobus kelenjar thyroid mempunyai ukuran kira-kira 5 cm, dibungkus oleh

fascia propria yang disebut true capsule, dan di sebelah superficialnya terdapat fascia

pretrachealis yang membentuk false capsule.

Kelenjar thyroid berada di bagian anterior leher, di sebelah ventral bagian caudal

larynx dan bagian cranial trachea, terletak berhadapan dengan vertebra C 5-7 dan vertebra Th

1. Kedua lobus bersama-sama dengan isthmus memberi bentuk huruf “U”. Ditutupi oleh m.

sternohyoideus dan m.sternothyroideus. Ujung cranial lobus mencapai linea obliqua

cartilaginis thyreoideae, ujung inferior meluas sampai cincin trachea 5-6. Isthmus difiksasi

pada cincin trachea 2,3 dan 4. Kelenjar thyroid juga difiksasi pada trachea dan pada tepi

cranial cartilago cricoidea oleh penebalan fascia pretrachealis yang dinamakan ligament of

5

Page 6: Skenario III

Berry. Fiksasi-fiksasi tersebut menyebabkan kelenjar thyroid ikut bergerak pada saat proses

menelan berlangsung.

Topografi Kelenjar Thyroid

Topografi kelenjar thyroid adalah sebagai berikut:

• Di sebelah anterior terdapat m. infrahyoideus, yaitu m. sternohyoideus, m.

sternothyroideus, m. thyrohyoideus dan m. omohyoideus.

• Di sebelah medial terdapat larynx, pharynx, trachea dan oesophagus, lebih ke bagian

profunda terdapat nervus laryngeus superior ramus externus dan di antara oesophagus

dan trachea berjalan nervus laryngeus recurrens. Nervus laryngeus superior dan nervus

laryngeus recurrens merupakan percabangan dari nervus vagus. Pada regio colli, nervus

vagus mempercabangkan ramus meningealis, ramus auricularis, ramus pharyngealis,

nervus laryngeus superior, ramus cardiacus superior, ramus cardiacus inferior, nervus

laryngeus reccurens dan ramus untuk sinus caroticus dan carotid body.

• Di sebelah postero-lateral terletak carotid sheath yang membungkus a. caroticus

communis, a. caroticus internus, vena jugularis interna dan nervus vagus. Carotid sheath

terbentuk dari fascia colli media, berbentuk lembaran pada sisi arteri dan menjadi tipis

pada sisi vena jugularis interna. Carotid sheath mengadakan perlekatan pada tepi foramen

caroticum, meluas ke caudal mencapai arcus aortae. Fascia colli media juga membentuk

6

Page 7: Skenario III

fascia pretrachealis yang berada di bagian profunda otot-otot infrahyoideus. Pada tepi

kelenjar thyroid, fascia itu terbelah dua dan membungkus kelenjar thyroid tetapi tidak

melekat pada kelenjar tersebut, kecuali pada bagian di antara isthmus dan cincin trachea.

4.2 HiISTOLOGIS KELENJAR TIROID

Kelenjar thyroid hampir seluruhnya terdiri atas kista-kista bulat yang disebut

folikel. Folikel adalah unit struktural dan unit fungsional, terdiri atas epitel selapis kubis yang

mengelilingi suatu ruangan yang berisi koloid. Folikel-folikel bervariasi ukurannya dari

diameter sekitar 50 μm sampai 1 mm dan yang terbesar tampak secara makroskopis. Folikel

dikelilingi oleh membrana basalis yang tipis dan jaringan ikat interstisial membentuk jala-

jala retikulin sekeliling membrana basalis.

Sel-sel folikular biasanya berbentuk kubis, tetapi tingginya berbeda-beda,

tergantung pada keadaan fungsional kelenjar itu. Jika thyroid secara relatif tidak aktif, sel-

selnya hampir gepeng. Sedangkan dalam keadaan kelenjar sangat aktif, sel-sel akan

berbentuk kolumnar. Namun keadaan fungsional kelenjar tidaklah harus secara ekslusif

berdasarkan pada tingginya epitel.

Sel-sel folikular semuanya membatasi lumen dan mempunyai inti bulat dengan

warna agak pucat. Di ruang interfolikular, terdapat fibroblast yang tersebar dan serat-serat

kolagen yang tipis. Selain itu, terdapat sejumlah besar kapilar tipe fenestrata yang sering

berhubungan langsung dengan lamina basalis folikel.

Ultrastruktur sel-sel folikular memperlihatkan semua ciri-ciri sel yang pada saat yang

sama membuat, mengekskresikan, menyerap dan mencerna protein. Bagian basal sel-sel ini

penuh dengan retikulum endoplasma kasar. Inti umumnya bulat dan terletak di pusat sel.

7

Page 8: Skenario III

Kompleks Golgi terdapat pada kutub apikal. Di daerah ini terdapat banyak lisosom dan

beberapa fagosom besar. Membran sel kutub apikal memiliki mikrovili. Mitokondria,

retikulum endoplasma kasar dan ribosom tersebar di seluruh sitoplasma. Sel-sel C terletak di

antara membrana basalis dan sel-sel folikular. Berbentuk lonjong, lebih besar dan lebih pucat

daripada sel folikular dan juga berisi inti lebih besar dan lebih pucat.

4.3 FISIOLOGI KELENJAR THYROID

Biosintesis Hormon Thyroid

Iodium adalah adalah bahan dasar yang sangat penting dalam biosintesis hormon

thyroid. Iodium yang dikonsumsi diubah menjadi iodida kemudian diabsorbsi. Kelenjar

thyroid mengkonsentrasikan iodida dengan mentransport aktif iodida dari sirkulasi ke dalam

koloid. Mekanisme transport tersebut dikenal dengan “ iodide trapping mechanism”. Na+ dan

I- ditransport dengan mekanisme cotransport ke dalam sel thyroid, kemudian Na+ dipompa

ke interstisial oleh Na+-K+ATPase.

Di dalam kelenjar thyroid, iodida mengalami oksidasi menjadi iodium. Iodium

kemudian berikatan dengan molekul tirosin yang melekat ke tiroglobulin. Tiroglobulin

adalah molekul glikoprotein yang disintesis oleh retikulum endoplasma dan kompleks Golgi

sel-sel thyroid. Setiap molekul tiroglobulin mengandung 140 asam amino tirosin.

Enzim yang berperan dalam oksidasi dan pengikatan iodida adalah thyroid

peroksidase. Senyawa yang terbentuk adalah monoiodotirosin (MIT) dan diodotirosin (DIT).

Dua molekul DIT kemudian mengalami suatu kondensasi oksidatif membentuk

tetraiodotironin (T4). Triiodotironin (T3) mungkin terbentuk melalui kondensasi MIT dengan

DIT. Sejumlah kecil reverse triiodotironin (rT3) juga terbentuk, mungkin melalui kondensasi

DIT dengan MIT. Dalam thyroid manusia normal, distribusi rata-rata senyawa beriodium

adalah 23 % MIT, 33 % DIT, 35 % T4 dan 7 % T3. RT3 dan komponen lain terdapat hanya

dalam jumlah yang sangat sedikit.

Sekresi Hormon Thyroid

Sel-sel thyroid mengambil koloid melalui proses endositosis. Di dalam sel, globulus

koloid menyatu dengan lisosom. Ikatan peptida antara residu beriodium dengan tiroglobulin

terputus oleh protease di dalam lisosom, dan T4, T3, DIT serta MIT dibebaskan ke dalam

8

Page 9: Skenario III

sitoplasma. T4 dan T3 bebas kemudian melewati membran sel dan dilepaskan ke dalam

sirkulasi.

MIT dan DIT tidak disekresikan ke dalam darah karena iodiumnya sudah

dibebasakan sebagai akibat dari kerja intraselular iodotirosin dehalogenase. Hasil dari reaksi

enzimatik ini adalah iodium dan tirosin. Iodium digunakan kembali oleh kelenjar dan secara

normal menyediakan iodium dua kali lipat dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh pompa

iodium.

Transport dan Metabolisme Hormon Thyroid

Hormon thyroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma, yaitu:

globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin, TBG), prealbumin pengikat tiroksin

(thyroxine-binding prealbumin, TBPA) dan albumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding

albumin, TBA). Kebanyakan hormon dalam sirkulasi terikat pada protein-protein tersebut

dan hanya sebagian kecil saja (kurang dari 0,05 %) berada dalam bentuk bebas. 1, 2, 12

Hormon yang terikat dan yang bebas berada dalam keseimbangan yang reversibel. Hormon

yang bebas merupakan fraksi yang aktif secara metabolik, sedangkan fraksi yang lebih

banyak dan terikat pada protein tidak dapat mencapai jaringan sasaran.1, 2, 12

Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG merupakan protein pengikat yang paling spesifik.

Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini

dibandingkan dengan triiodotironin. Akibatnya triiodotironin lebih mudah berpindah ke

jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktifitas metabolik

triiodotironin lebih besar.

Perubahan konsentrasi TBG dapat menyebabkan perubahan kadar tiroksin total dalam

sirkulasi. Peningkatan TBG, seperti pada kehamilan, pemakaian pil kontrasepsi, hepatitis,

sirosis primer kandung empedu dan karsinoma hepatoselular dapat mengakibatkan

peningkatan kadar tiroksin yang terikat pada protein. Sebaliknya, penurunan TBG, misalnya

pada sindrom nefrotik, pemberian glukokortikoid dosis tinggi, androgen dan steroid anabolik

dapat menyebabkan penurunan kadar tiroksin yang terikat pada protein.12

Hormon-hormon thyroid diubah secara kimia sebelum diekskresi. Perubahan yang penting

adalah deiodinasi yang bertanggung jawab atas ekskresi 70 % hormon yang disekresi. 30 %

lainnya hilang dalam feses melalui ekskresi empedu sebagai glukuronida atau persenyawaan

sulfat. Akibat deiodinasi, 80 % T4 dapat diubah menjadi 3,5,3’-triiodotironin, sedangkan 20 9

Page 10: Skenario III

% sisanya diubah menjadi reverse 3,3’,5’-triiodotironin (rT3) yang merupakan hormon

metabolik yang tidak aktif.

Mekanisme Kerja Hormon Thyroid

Mekanisme kerja hormon thyroid ada yang bersifat genomik melalui pengaturan ekspresi

gen, dan non genomik melalui efek langsung pada sitosol sel, membran dan mitokondria.

Mekanisme kerja yang bersifat genomik dapat dijelaskan sebagai berikut, hormon thyroid

yang tidak terikat melewati membran sel, kemudian masuk ke dalam inti sel dan berikatan

dengan reseptor thyroid (TR). T3 dan T4 masing-masing berikatan dengan reseptor tersebut,

tetapi ikatannya tidak sama erat. T3 terikat lebih erat daripada T4.1,12

Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA melalui jari-jari “zinc” dan

meningkatkan atau pada beberapa keadaan menurunkan ekspresi berbagai gen yang

mengkode enzim yang mengatur fungsi sel.

Ada dua gen TR manusia, yaitu gen reseptor α pada kromosom 17 dan gen reseptor β

pada kromosom 3. Dengan ikatan alternatif, setiap gen membentuk paling tidak dua mRNA

yang berbeda, sehingga akan terbentuk dua protein reseptor yang berbeda. TRβ2 hanya

ditemukan di otak, sedangkan TRα1, TRα2 dan TRβ1 tersebar secara luas. TRα2 berbeda

dari ketiga reseptor yang lain, yaitu tidak mengikat T3 dan fungsinya belum diketahui.

Reseptor thyroid (TR) berikatan dengan DNA sebagai monomer, homodimer dan

heterodimer bersama dengan reseptor inti yang lain.

Dalam hampir semua kerjanya, T3 bekerja lebih cepat dan 3-5 kali lebih kuat daripada

T4. Hal ini disebabkan karena ikatan T3 dengan protein plasma kurang erat, tetapi terikat

lebih erat pada reseptor hormon thyroid.

Efek Hormon Thyroid

Secara umum efek hormon thyroid adalah meningkatkan aktifitas metabolisme pada

hampir semua jaringan dan organ tubuh, karena perangsangan konsumsi oksigen semua sel-

sel tubuh. Kecepatan tumbuh pada anak-anak meningkat, aktifitas beberapa kelenjar endokrin

terangsang dan aktifitas mental lebih cepat.

• Efek Kalorigenik Hormon thyroid

T4 dan T3 meningkatkatkan konsumsi O2 hampir pada semua jaringan yang

metabolismenya aktif, kecuali pada jaringan otak orang dewasa, testis, uterus, kelenjar

limfe, limpa dan hipofisis anterior. Beberapa efek kalorigenik hormon thyroid disebabkan 10

Page 11: Skenario III

oleh metabolisme asam lemak yang dimobilisasi oleh hormon ini. Di samping itu hormon

thyroid meningkatkan aktivitas Na+-K+ATPase yang terikat pada membran di banyak

jaringan.

Bila pada orang dewasa taraf metabolisme ditingkatkan oleh T4 dan T3, maka akan

terjadi peningkatan ekskresi nitrogen. Bila masukan makanan tidak ditingkatkan pada

kondisi tersebut, maka protein endogen dan simpanan lemak akan diuraikan yang

berakibat pada penurunan berat badan.1, 2

• Efek Hormon Thyroid pada Sistem Saraf

Hormon thyroid memiliki efek yang kuat pada perkembangan otak. Bagian SSP yang

paling dipengaruhi adalah korteks serebri dan ganglia basalis. Di samping itu, kokhlea

juga dipengaruhi. Akibatnya, defisiensi hormon thyroid yang terjadi selama masa

perkembangan akan menyebabkan retardasi mental, kekakuan motorik dan ketulian.

Hormon thyroid juga menimbulkan efek pada refleks. Waktu reaksi refleks regang

menjadi lebih singkat pada hipertiroidisme dan memanjang pada hipotiroidisme. Pada

hipertiroidisme, terjadi tremor halus pada otot. Tremor tersebut mungkin disebabkan

karena peningkatan aktivitas pada daerah-daerah medula spinalis yang mengatur tonus

otot.

• Efek Hormon Thyroid pada Jantung

Hormon thyroid memberikan efek multipel pada jantung. Sebagian disebabkan karena

kerja langsung T3 pada miosit, dan sebagian melalui interaksi dengan katekolamin dan

sistem saraf simpatis. Hormon thyroid meningkatkan jumlah dan afinitas reseptor β-

adrenergik pada jantung, sehingga meningkatkan kepekaannya terhadap efek inotropik

dan kronotropik katekolamin. Hormon-hormon ini juga mempengaruhi jenis miosin yang

ditemukan pada otot jantung. Pada pengobatan dengan hormon thyroid, terjadi

peningkatan kadar myosin heavy chain-α (MHC-α), sehingga meningkatkan kecepatan

kontraksi otot jantung.

• Efek Hormon Thyroid pada Otot Rangka

Pada sebagian besar penderita hipertiroidisme terjadi kelemahan otot (miopati

tirotoksisitas). Kelemahan otot mungkin disebabkan oleh peningkatan katabolisme

protein. Hormon thyroid mempengaruhi ekspresi gen-gen myosin heavy chain (MHC)

11

Page 12: Skenario III

baik di otot rangka maupun otot jantung. Namun , efek yang ditimbulkan bersifat

kompleks dan kaitannya dengan miopati masih belum jelas.

• Efek Hormon Thyroid dalam Sintesis Protein

Peranan hormon thyroid dalam peningkatan sintesis protein dapat dijelaskan sebagai

berikut: (1) Hormon thyroid memasuki inti sel, kemudian berikatan dengan reseptor

hormon thyroid. (2) Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA dan

meningkatkan transkripsi mRNA serta sintesis protein.

• Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme Karbohidrat

Hormon thyroid merangsang hampir semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk

ambilan glukosa yang cepat oleh sel-sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan

glukoneogenesis, meningkatkan kecepatan absorbsi dari traktus gastrointestinalis dan

juga meningkatkan sekresi insulin dengan efek sekunder yang dihasilkan atas

metabolisme karbohidrat.

• Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme Kolesterol

Hormon thyroid menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kadar kolesterol plasma

turun sebelum kecepatan metabolisme meningkat, yang menunjukkan bahwa efek ini

tidak bergantung pada stimulasi konsumsi O2. Penurunan konsentrasi kolesterol plasma

disebabkan oleh peningkatan pembentukan reseptor LDL di hati, yang menyebabkan

peningkatan penyingkiran kolesterol oleh hati dari sirkulasi.

• Efek Hormon Thyroid pada Pertumbuhan

Hormon thyroid penting untuk pertumbuhan dan pematangan tulang yang normal. Pada

anak dengan hipotiroid, pertumbuhan tulang melambat dan penutupan epifisis tertunda.

Tanpa adanya hormon thyroid, sekresi hormon pertumbuhan juga terhambat, dan hormon

thyroid memperkuat efek hormon pertumbuhan pada jaringan.

Pengaturan Sekresi Hormon Thyroid

Fungsi thyroid diatur terutama oleh kadar TSH hipofisis dalam darah. Efek spesifik TSH

pada kelenjar thyroid adalah:

1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin dalam folikel

2. Meningkatkan aktifitas pompa iodida

3. Meningkatkan iodinasi tirosin12

Page 13: Skenario III

4. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sel-sel thyroid

5. Meningkatkan jumlah sel-sel thyroid.

Sekresi TSH meningkat oleh hormon hipotalamus, thyrotropin releasing hormone (TRH)

yang disekresi oleh ujung-ujung saraf pada eminensia media hipotalamus. TRH mempunyai

efek langsung pada sel kelenjar hipofisis anterior untuk meningkatkan pengeluaran TRHnya.

Salah satu rangsang yang paling dikenal untuk meningkatkan kecepatan sekresi TSH oleh

hipofisis anterior adalah pemaparan dengan hawa dingin. Berbagai reaksi emosi juga dapat

mempengaruhi pengeluaran TRH dan TSH sehingga secara tidak langsung dapat

mempengaruhi sekresi hormon thyroid.

Peningkatan hormon thyroid dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh

hipofisis anterior. Bila kecepatan sekresi hormon thyroid meningkat sekitar 1,75 kali dari

normal, maka kecepatan sekresi TSH akan turun sampai nol. Penekanan sekresi TSH akibat

peningkatan sekresi hormon thyroid terjadi melalui dua jalan, yaitu efek langsung pada

hipofisis anterior sendiri dan efek yang lebih lemah yang bekerja melalui hipotalamus.

4.4 ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

Bentuk mata hampir bulat berdiameter ± 2,5 cm. Bola mata terletak dalam bantalan lemak, pada

sebelah depan dilindungi oleh kelopak mata dan ditempat lain oleh tulang orbita. Mata terdiri

dari :

Dinding mata : kornea dan sklera Selaput khoroid, korpus soliaris, retina, dan pupil

Media refrakta : kornea, acqeous humor, lensa, vitreous humor

Jaringan nervosa : sel-sel saraf pada retina dan serat saraf yang menjalar melalui sel ini

Fisiologi

Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, didalamnya terdapat iris dan pupil. Iris

berfungsi mengatur bukaan pupil secara otomatis sesuai jumlah cahaya yg masuk.

Pupil berfungsi mengatur cahaya yang masuk, dlm keadaan gelap pupil akan midriasis

dan miosis dalam keadaan terang .

Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya ke retina. Fungsinya untuk

mengatur fokus cahaya sehingga jatuh tepat di retina.

Humor aqueous dan vitreous bekerja sama dgn lensa untuk membiaskan cahaya sehingga

tepat jatuh pada fovea.13

Page 14: Skenario III

Retina, bagian yg tersusun atas sel-sel saraf dan serat-seratnya.

4.5 HISTOLOGI MATA

1. Sklera

5/6 posterior lapisan luar mata

Bentuknya opak & warnanya putih.

Vaskuler (terutama pd limbus) & beberapa serat saraf siliaris

Simpai tenon serat kolagen halus, menghubungkan sklera dengan episklera.

Ruang tenon memungkinkan bola mata bergerak ke segala arah.

Antara sklera & koroid lamina suprakoroid (lapisan tipis jaringan ikat, banyak melanosit,

fibroblas & serat elastin)

Lamina cribrosa : bagian posterior ditembus serat2 saraf optik

Terdiri atas : jaringan ikat padat kolagen dan fibroblast

2. Kornea

1/6 anterior bola mata.

Avaskuler, jernih, transparan, tembus cahaya

Kornea asli t.a (dari depan ke belakang):

1. Epitel

5-6 lapis epitel skuamous kompleks non keratin

Banyak akhiran saraf bebas

Permukaan kornea: ruang berisi lap. tipis air mata pra- kornea lap. pelindung yang terdiri

atas lipid & protein

Fungsi : mempertahankan kejernihan kornea

2. Membrana Bowman

Tebal 7-12 µm

Serat2 kolagen bersilangan acak & aseluler

Fungsi: membantu stabilitas & kekuatan kornea

3. Stroma/substansia propria

90% massa kornea

berkas kolagen

fibroblast (+) berbentuk stelat, gepeng, & ramping (spt kupu2)14

Page 15: Skenario III

4. Membrana Descemet

struktur homogen, tebal 5-4 µm

filamen kolagen halus

5. Endotel

epitel selapis gepeng/kuboid rendah

Aktif menstransport & membuat protein u/ sekresi

Fungsi: pembuatan & pemeliharaan m. Descemet, mempertahankan kejernihan kornea.

3. Koroid

Sangat vaskuler n Terdiri atas :

1. Epikoroid/lamina suprakoroidal ? CT longgar dg >> melanosit

2. Lapisan pembuluh darah

lapisan paling tebal

massa pembuluh arteri & vena yg lebih besar, dalam CT longgar

mengandung >> melanosit

3. Koriokapiler

terdiri dari kapiler

Fungsi: nutrisi retina

4. Lamina elastika (Membran Bruch)

antara koriokapiler dengan retina

Terdiri atas membran hialin tipis (3-4 mm)

Meluas dari diskus optikus/papila optikus sampai ora serrata

4. Iris

n Permukaan anterior tidak teratur & kasar n Lapisan2 (dari anterior-posterior)

Lapisan sel pigmen

Jaringan ikat

Jaringan ikat longgar

Permukaan posterior : 2 lapis epitel

Di lap posterior terdapat otot polos :

M. sfingter pupil : tersusun melintang konsentris, parasimpatis (N. III), u/ konstriksi

pupil.

15

Page 16: Skenario III

M. dilator pupil : tersusun radier, simpatis (ganglion servikalis posterior), untuk dilatasi

pupil. n melanosit untuk menentukan warna mata & mencegah berkas cahaya yang

mengganggu pembentukan bayangan. n Makin banyak pigmen, makin gelap n albino

pigmen (-) , warna iris merah muda karena pantulan cahaya dari pembuluh darah iris.

5. Lensa

3 Komponen : Simpai/kapsul lensa :

Membungkus lensa (10- 20 mm)

Serat zonula melekat pd struktur ini. n Epitel subkapsular :

lapisan anterior, terdiri atas selapis sel kuboid.

Serat lensa

Berasal dr sel epitel subkapsular

Produksi serat seumur hidup mkn lama produksinya

Lensa avaskuler, nutrisi dr humor aqueus & korpus vitreus

Lensa ditahan o/ zonula

akomodasi memfokuskan obyek penglihatan dgn cara mengubah kelengkungan lensa.

Peningkatan usia elasitisitas lensa sukar berakomodasi presbiopia

6. Korpus vitreous

Terdapat pd ruang mata di belakang lensa

Merupakan gel transparan yg terdiri atas: air (± 99%), kolagen & glikosaminoglikan yg

berhidrasi berat, yg unsur utamanya adalah asam hialuronat.

7. Retina

Berasal dr penonjolan ke luar forebrain (vesikel otak)

lapis luar epitel pigmen

melekat erat pd koroid

lapis dlm retina neural/saraf

tidak melekat pada koroid

mudah terlepas :“ablatio retina”

melapisi koroid dari papila optik di posterior sampai ora serrata di anterior

Terdapat cekungan dangkal : fovea sentralis, terletak ± 2,5 mm ke arah temporal papila

optic daerah penglihatan terjelas

Sekeliling fovea tdpt daerah yg dikenal sbg bintik kuning (makula lutea) 16

Page 17: Skenario III

Papila optik tdk terdapat fotoreseptor (bintik buta) Lapisan retina ( dari luar ke dalam)

1. Epitel pigmen

2. Lapisan batang & kerucut

3. Membran limitans eksterna (neuron pertama)

4. Lapisan nuklear luar

5. Lapisan pleksiform luar

6. Lapisan nuklear dlm (neuron kedua)

7. Lapisan pleksiform luar

8. Lapisan sel ganglion

9. Lapisan serat saraf (neuron ketiga)

10. Membran limitans interna

17

Page 18: Skenario III

4.6 PATOFISIOLOGI

Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah penurunan produksi hormon thyroid. Hal ini mengakibatkan

penurunan aktifitas metabolik, konstipasi, letargi, reaksi mental melambat dan peningkatan

simpanan lemak. Pada orang dewasa, kondisi ini menyebabkan miksedema, yang ditandai

dengan adanya akumulasi air dan musin di bawah kulit, sehingga terlihat penampakan

edema. Sedangkan pada anak kecil, hipotiroidisme mengakibatkan retardasi mental dan fisik.

Jika kadar yodium di dalam kelenjar gondok kurang, dipastikan seseorang akan mengidap

penyakit gondok.

1. Tiroiditis Hasimoto’s

Ini adalah kondisi autoimun di mana terdapat kerusakan kelenjar tiroid oleh sistem

kekebalan tubuh sendiri. Sebagai kelenjar menjadi lebih rusak, kurang mampu membuat

persediaan yang memadai hormon tiroid.

2. Penyakit Graves

Sistem kekebalan menghasilkan satu protein, yang disebut tiroid stimulating

imunoglobulin (TSI). Seperti dengan TSH, TSI merangsang kelenjar tiroid untuk

memperbesar memproduksi sebuah gondok.

3. Multinodular Gondok

Individu dengan gangguan ini memiliki satu atau lebih nodul di dalam kelenjar tiroid

yang menyebabkan pembesaran. Hal ini sering terdeteksi sebagai nodular pada kelenjar

perasaan pemeriksaan fisik. Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal yang besar dengan

nodul kecil di kelenjar, atau mungkin tampil sebagai nodul beberapa ketika pertama kali

terdeteksi.

4. Kanker Tiroid

Thyroid dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun kurang dari 5 persen dari nodul

adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul bukan merupakan resiko terhadap kanker.

5. Kehamilan

Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan Chorionic manusia (gonadotropin)

dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.

18

Page 19: Skenario III

Hipertiroidisme

Hipertiroidisme adalah terjadinya produksi hormon thyroid yang berlebihan. Hal ini

mengakibatkan aktifitas metabolik meningkat, berat badan menurun, gelisah, tremor, diare,

frekuensi jantung meningkat dan pada hipertiroidisme berlebihan gejalanya adalah toksisitas

hormon. Hipertiroidisme berlebihan dapat menyebabkan goiter eksoftalmik (penyakit Grave).

Gejalanya berupa pembengkakan jaringan di bawah kantong mata, sehingga bola mata

menonjol.

 Klasifikasi Goiter

1. Goiter kongenital

Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi

pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.

2. Goiter endemik dan kretinisme

Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan

hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi

yang tinggal disepanjang laut.

3. Goiter sporadis

Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim

pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama dengan

hipertiroidisme yang merupakan petunjuk penting untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3

(tiga) bagian yaitu :

a.    Goiter yodium

Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus, dan pada

beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.

b.   Goiter sederhana (Goiter kollot)

Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau

menunjukan berbagai ukuran follikel, koloid dan epitel pipih.

c.    Goiter multinodular

Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus yang

dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis.

4. Goiter intratrakea

19

Page 20: Skenario III

Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid

ekstratrakea yang terletak secara normal.

Klasifikasi Goiter menurut WHO :

1.     Stadium   O – A: tidak ada goiter.

2.     Stadium O – B: goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun leher

terekstensi penuh.

3.     Stadium I : goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher  terekstensi penuh.

4.     Stadium II: goiter terlihat pada leher dalam Potersi.

5.     Stadium III :  goiter yang besar terlihat dari Darun.

Grave Oftalmopati

Dalam terminologi yang sederhana Grave’s oftalmopati merupakan reaksi antibodi-

mediasi terhadap reseptor TSH dengan modulasi fibroblast orbitadari limfosit sel-T. Limfosit sel-

T diyakini bereaksi terhadap sel folikular tiroid dengan epitop antigen diruang retroorbita.

Grave’s oftalmopati berhubungan dengan antibodi yang bereaksi silang dengan antigen

TSH-R yang terdapat pada fibroblast. Fibroblast dipercayai sebagai sel target dan efektor dalam .

Fibroblast sangat sensitive terhadap stimulasi dari sitokin dan protein larut lainnya, serta

immunoglobulin yang dilepaskan pada saat terjadinya reaksi imun sitokin ini akan merangsang

fibroblast untuk menghasilkan glikosaminoglikan. Produksi berlebihan dari glikosaminoglikan

dalam orbita inilah secara garis menyebabkan manifestasi klinik dari grave’s oftalmopati.

Glikosaminoglikan ini merupakan makromolekul hidrofilik yang bersifat menarik cairan

(osmotik) dan terakumulasi di jaringan penyambung dari lemak dan otot orbita. Akumulasi ini

menyebabkan pembesaran otot ekstraokuler dan lemak sekitar menyebabkan proptosis, fibrosis

serat otot, selanjutnya menyebabkan atrofi jaringan.

Pada beberapa pasien dengan Grave’s oftalmopati serum yang mengandung antibodi

thyrotropin reseptor juga mengandung antibodi yang menstimulasi sintesis kolagen pada

fibroblast di kulit. Ditemukan juga IgG pada serum pasien yang menstimulasi proliferasi

myoblast ekstraokular sesuai konsentrasi dalam serum. Penelitian ini memperkirakan bahwa

antibodi selain antibodi thyrotropin reseptor mungkin mempunyai efek langsung pada fungsi

orbita.

20

Page 21: Skenario III

Pada pemeriksaan histologi dapat dilihat perubahan yang terjadi berupa

1.Inflamasi otot ekstraokuler

Ditandai oleh infiltrasi sel pleomorfik sehubungan dengan peningkatan sekresi

glikosaminoglikan dan penarikan cairan secara osmotik, sehingga otot menjadi lebih besar ( pada

sebagian kasus, terbatas pada otot tertentu terutama musculus rectus inferior atau medialis ),

kadang hingga 8 kali ukuran normal dan dapat menekan saraf optik. Selanjutnya degenerasi serat

otot akhirnya menyebabkan fibrosis, yang menimbulkan efek tambahan pada otot yang terkait,

menghasilkan miopati dan diplopia.

2. Infiltrasi sel inflamasi

Terdapat induksi lipogenesis oleh fibroblast dan preadiposit, yang menyebabkan penumpukan

lemak dan juga berperan memperbesar volume orbita.

4.7 PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN

Klasifikasi Struma

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan) Menurut American society for Study of

Goiter membagi :

1.Struma Non Toxic Diffusa

2.Struma Non Toxic Nodusa

3.Stuma Toxic Diffusa

4.Struma Toxic Nodusa

Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi

fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan

diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

1. Struma non toxic nodusa

Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala

hipertiroid.

Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan

tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui.

Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

21

Page 22: Skenario III

1.Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang

kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d

dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.

2.Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid

autoimun

3.Goitrogen :

Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang

mengandung yodium

Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari

tambang batu dan batubara.

Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels

kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.

4.Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid

5.Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak

mengakibatkan nodul benigna dan maligna

2.Struma Non Toxic Diffusa

Etiologi :

a.Defisiensi Iodium

b.Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis

c.Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan

pelepasan hormon tiroid.

d.Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap

hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin

e.Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon

tiroid.

f.Terpapar radiasi

g.Penyakit deposisi

h.Resistensi hormon tiroid

i.Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)

j.Silent thyroiditis

k.Agen-agen infeksi22

Page 23: Skenario III

l.Suppuratif Akut : bacterial

m.Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit

n.Keganasan Tiroid

3. Struma Toxic Nodusa

Etiologi :

a.Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4

b.Aktivasi reseptor TSH

c.Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G

d.Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth

factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.

4. Struma Toxic Diffusa

Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit

autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya

STRUMA NON TOKSIK

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak

berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau

nodular.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini

disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut

struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di

daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mlai membesar pada

usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa

terjadi pada wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa

hiperplasi sampai bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami

keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal

tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi

jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-

angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun

sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan,

sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral.

23

Page 24: Skenario III

Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea

pedang). Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya

terjadi dispnea dengan stridor inspirator.

4.8 PEMERIKSAAN KELENJAR TIROID

Cara pemeriksaan penderita dengan kelainan tyroid dalah setelah dilakukan

inspeksikemudian dilanjutkan dengan palpasi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien,

kemudiandengan kedua tangan pemeriksa dari arah belakang meraba kelenjar tyroid. Dengan

lembutujung jari kedua tangan anda harus terletak di daerah kelenjar, dengan trakea

memisahkankedua tangan tersebut seperti pada gambar.

Penderita juga diminta menelan ludahnya agar pada saat menelan tersebut dapat

dinilaiapakah benjolan yang ada bergerak atau tidak. Kemudian lakukan penilaian mengenai

ukuran, bentuk,kepadatan / konsistensi dan adakah nyeri tekan.Untuk dapat melakukan

penilai yang lebih tepat, dari masing-masing lobus dan kutub kelenjar tyroid, tariklah m.

sternocleidomastoideus, kemudian raba lobus atau nodule dengan tangan yang lain.Jika kutub

bawah tidak dapat diraba, mungkin kutub tersebut berada di belakang sternum dan dapat

dibukyikan dengan perkusi. Dapat juga melakukan auskultasi pada tyroid yang membesar,

untuk mengetahui adakan bruits pada kelenjar yang merupakan suatu keadaan vaskularisasi

yang bertambah. Auskultasidilakukan dari arah depan. Bising atau getaran tyroid hampir

selalu patogomonik untuk penyakin graves.

24

Page 25: Skenario III

Pemeriksaan Tirotoksikosis

Indeks klinis Wayne

25

Page 26: Skenario III

4.9 ANAMNESA

1. Nama : Ny. Santi

2. Umur : 25 tahun

3. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

4. Status : Menikah

5. Alamat : Dukuh kupang 25 surabaya

6. Keluhan Utama : berdebar sejak 4 bulan lalu

7. Riwayat Penyakit sekarang : -

8. Riwayat Penyakit Dahulu : benjolan di leher, makin lama makin membesar, belum

diobati akibat tidak nyeri

9. Riwayat Penyakit Keluarga : -

10. Riwayat Sosial : menikah 1 tahun belum memiliki keturunan

11. Riwayat pengobatan : pernahn ke klinik umum karena mudah letih, sehingga

dibaeri vitamin

4.10 GEJALA KLINIS

A. Gejala Klinis

Keadaan Umum : composmentis

Kesadaran : GCS 456

TB : 160cm

BB : 50 kg

BMI : dibawah normal

Vital Sign

o Tekanan Darah : 140/60 mmHg

o Nadi : 108 X/menit

o RR : 26 X/menit

o Suhu : 37,2οC

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kepala:

( anemia/ikterik/cyanosis/dyspneu ) : ( - / - / - / -)

Mata : exoptalmus

26

Page 27: Skenario III

Lidah,Hidung dan Telinga : - /tak ada perdarahan/ tak ada perdarahan

Rambut : Berwarna hitam

Pemeriksaan leher : Benjolan difus di leher depan,

bergerak saat menelan,ada bunyi fluit

Pemeriksaan dada : jantung tidak membesar

Suara jantung normal, bising (-)

Paru normal,

Pemeriksaan Abdomen : Tak ada jejas, Bissing usus normal

Pemeriksaan ekstremitas : Telapak tangan hangat dan lembab, jari

tremor halus

C. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Hb 12,3 (N) ; Leukosit 7800 (N)

GDP : 130 (N)

Kolesterol total: 125 (N)

TG : 120

T3 : 3,4 () N:1,3 – 2,9

T4 : 22 () N:4,5 – 12,5

TSH : 0,003 () N: 0,3-5

SGPT, SGOT : normal

Radiologi

USG kelenjar tiroid : struma solid dengan hipervaskularisasi

Thyroid scaning : pembesaran kelenjar tiroid dengan hiperaktivitas homogen

27

Page 28: Skenario III

BAB V

HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

Oftalmopati Grave.

Fistula Sinus Kavernosus

Ulkus Kornea

Selulitis Orbita

28

Page 29: Skenario III

BAB VI

ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

6.1 GRAVE DISEASE (DENGAN OPHTHALMOPATHY)

Penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroidisme (produksi berlebihan dari

kelenjar tiroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Graves disease lazim juga disebut

penyakit Morbus Basedow atau Parry disease. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia

dekade 3 dan 4 terutama wanita, tetapi penyakit ini dapat terjadi pada segala umur.

Istilah “Grave Disease Ophthalmopathy” dipakai bila kelainan mata pada Grave

Disease dijumpai pada penderita eutiroidisme atau pada penderita yang tidak pernah

menderita hipertiroidisme. Sebagian kecil penderita ini dikemudian hari akan menderita

hipertiroidisme.

GEJALA KLINIS

Trias Morbus Basedow :

Struma difus

Hipertiroid

Eksoftalmos

Gejala klinis ophthalmopathy :

Kemosis dan iritasi konjuktival

Eksoftalmus

Penonjolan kelopak mata

Edema periorbital

Retraksi kelopak mata atas

Oftalmoplegia

Dan gejala klinis lainnya :

Berkeringat berlebihan

Tremor tangan

Menurunnya toleransi terhadap panas

29

Page 30: Skenario III

Penurunan berat badan dengan nafsu makan yang baik

Ketidakstabilan emosi

Gongguan menstruasi, berupa amenore

Polidefekasi

Pemeriksaan fisik

Akral : hangat, namun terjadi peningkatan produksi keringat terutama di telapak

tangan

Kepala : pada mata terjadi eksoftalmus; iritasi conjungtiva; edema periorbital

Leher : terdapat pembesaran kelenjar tiroid difus, lunak, dan tidak nyeri. Bila di

auskultasi terdengar thyroid bruit

Thorax : tachypnea, tachycardia, murmur, hyperdynamic precordium, terdengar suara

S3 dan S4, ectopic beats, irregular heart rate and rhythm

Abdomen : peningkatan bising usus

Extremitas : edema

Neuron : tremor tangan (biasanya bilateral) ; hiperreflexia

Psikis : insomnia, anxietas, depresi

Pemeriksaan penunjang

TSI (thyroid stimulating immunoglobulins) biasa meningkat pada penderita tiroiditis

autoimun

USG

X-Ray

Pemeriksaan hormon tiroid (T3 dan T4) dan TSH (tiroid stimulating hormon)

DIAGNOSIS

Diagnosis dapat dibuat berdasarkan dari tanda dan gejala yang ada, dan dari hasil

laboratorium berupa kadar dari hormon tiroid (tiroksin/ T4, triyodotironin/ T3) dan kadar dari

tiroid stimulating hormone (TSH). Free T4 dan free T3 yang tinggi merupakan suatu petanda,

sambil TSH memberikan negative feedback. Peningkatan ikatan protein iodium mungkin dapat

terdeteksi. Struma yang besar kadang terlihat pada foto rontgen. Tiroid stimulating antibodi

mungkin dapat terlihat pada pemeriksaan serologi.

30

Page 31: Skenario III

6.2 FISTULA SINUS KAVERNOSUS

Fistula dapat terbentuk pada sinus kavernosus antara arteri karotis atau arteri dura dan

sinus kavernosus (fistula karotis-sinus kavernosus). Hal ini menyebabkan vena terpajan pada

tekanan intravaskular yang tinggi. Mata mengalami proptosis dan vena konjungtiva

mengalami dilatasi. Pembersaran otot-otot ekstraokular mengurangi pergerakan mata dan

tekanan pada vena drainase mata yang meningkat menyebabkan peningkatan tekanan

intraokular. Teknik radiologi intervensi dapat digunakan untuk menutup fistula dengan

mengembolisasi dan menyumbat segmen vaskular yang mengalami gangguan.

Vena – vena orbita mungkin mengalami dilatasi (varises orbita) menyebabkan proptosis

intermiten ketika tekanan vena meningkat.

Pada bayi dapat timbul hemangioma kapiler sebagai lesi ekstensif orbita dan kulit

sekitarnya. Untungnya kebanyakan hemangioma mengalami resolusi spontan pada 5 tahun

pertama usia anak. Terpai diindikasikan jika ukuran atau posisi hemangioma tersebut

menutupi akses visual dan terdapat resiko terjadinya ambliopia. Penyuntikan steroid lokal

biasanya dapat mengecilkan ukuran lesi.

6.3 ULKUS KORNEA

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan ganguan

penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya

bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai

Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan dengan air

mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga

menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada kornea.

Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi

kornea.

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat

supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel

sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk

mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,

endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan

kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia31

Page 32: Skenario III

ETIOLOGI

a. Infeksi

Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella

merupakan penyebab paling sering.

Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,

Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.

Infeksi virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas

dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah

akan menimbulkan ulkus. Acanthamoeba.

b. Noninfeksi

Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

Radiasi atau suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan

merusak epitel kornea.

Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang

merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film

air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan

epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada

keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea

terpulas dengan flurosein.

Defisiensi vitamin A

Obat-obatan

Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

Pajanan (exposure)

Neurotropik

c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

Granulomatosa wagener

Rheumathoid arthritis

. MANIFESTASI KLINIS32

Page 33: Skenario III

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

Gejala Subjektif

Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

Sekret mukopurulen

Merasa ada benda asing di mata

Pandangan kabur

Mata berair

Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

Silau

Nyeri

Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer

kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

IX. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting

pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi,

adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes

simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh

pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus

terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik

seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea

edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang

disertai dengan hipopion.

33

Page 34: Skenario III

6.4 SELULITIS ORBITA

Definisi

Selulitis orbita adalah peradangan supuratif jaringan ikat jarang intraorbita di belakang

septum orbita.Selulitis orbita jarang merupakan penyakit primer rongga orbita. Biasanya

disebabkan oleh kelainan pada sinusparanasal dan yang terutama adalah sinus etmoid. Selulitis

orbita dapat mengakibatkan kebutaan, sehingga diperlukan pengobatan segera. Pada anak-anak,

selulitis orbitalis biasanya berasal dari infeksi sinus dandisebabkan oleh bakteri Haemophilus

influenzae. Bayi dan anak-anak yang berumur dibawah 6-7 tahun tampaknya sangat rentan

terhadap infeksi oleh Haemophilus influenzae.

Epidemiologi

Peningkatan insiden selulitis orbita terjadi di musim dingin, baik nasional maupun

internasional, karenapeningkatan insiden sinusitis dalam cuaca. Ada mencatat peningkatan

frekuensi selulitis orbita pada masyarakatdisebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus yang

resisten methicillin.

Etiologi dan Patofisiologi

Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif yang menyerang jaringan ikat di sekitar

mata,dan kebanyakan disebabkan oleh beberapa jenis bakteri normal yang hidup di kulit, jamur,

sarkoid, daninfeksi ini biasa berasal dari infeksi dari wajah secara lokal seperti trauma kelopak

mata, gigitan hewanatau serangga, konjungtivitis, kalazion serta sinusitis paranasal yang

penyebarannya melalui pembuluhdarah (bakteremia) dan bersamaan dengan trauma yang

kotor.Pada anak-anak infeksi selulitis sering disebabkan oleh karena sinusitis etmoidalis

yangmengenai anak antara umur 2-10 tahun. Ada Beberapa bakteri penyebab, diantaranya :

a. Haemophilus influenzae

b. Staphylococcus aureus

c. Streptococcus pneumoniae

d. Streptococcus pyogenes

34

Page 35: Skenario III

MANIFESTASI KLINIS

Selulitis orbita jarang merupakan penyakit primer rongga orbita. Biasanya disebabkan oleh

kelainan pada sinus paranasal dan yang terutama adalah sinus etmoid. Gejalanya berupa:

Demam, biasanya sampai 38,9° Celsius atau lebih

Kelopak mata atas dan bawah membengkak dan nyeri

Kelopak mata tampak mengkilat dan berwarna merah atau ungu

Bayi atau anak tampak sakit

Jika mata digerakkan, akan timbul nyeri

Penglihatan menurun (karena kelopak mata membengkak menutupi mata)

Mata menonjol

Merasa tidak enak badan

Gerakan mata menjadi terbatasDiagnosis selulitis orbita ditegakkan

berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan lainnya.

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah :

-Pemeriksaan darah lengkap

-Pembiakan dan tes sensitivitias darah

-Pungsi lumbal (pada kasus yang sangat berat)

-Rontgen sinus dan orbita

-CT scan atau MRI sinus dan orbita

-Pembiakan kotoran mata

-Pembiakan lendir hidung

-Pembiakan lendir tenggorokan.

Penyakit selulitis orbita bisa dicegah melalui imunisasi vaksin HiB untuk mencegah terjadinya

infeksi Haemophilus pada anak-anak. Evaluasi yang tepat dan pengobatan dini pada infeksi sinus

maupungigi bisa mencegah penyebaran infeksi ke mata.

35

Page 36: Skenario III

BAB VII

HIPOTESIS AKHIR

Diagnosis

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan yang di lakukan, kami dapat menentukan

diagnosa yakni bahwa pasien tersebut mengalami Oftalmopati Grave.

Oftalmopati Grave merupakan suatu komplikasi dari penyakit Grave disease. Grave

oftalmopati disebut juga Tyroid Associated Ophtalmopaty (TAO), penyakit mata tiroid, dan

penyakit Basedow’s (bahasa Jerman), orbitopaty dystiroid . Adalah gangguan inflamasi

autoimmune dengan pencetus yang berkesinambungan. Dengan gambran khas karakteristiknya

satu atau lebih gambaran berikut yaitu retraksi kelopak mata, keterlambatan kelopak mata dalam

mengikuti gerakan mata (lid lag), proptosis, myopati ekstraokuler, restriksi dan neuropaty optik

progresif. Orbitopaty yang diikaitkan dengan tiroid secara dasar dijelaskan sebagai bagian dari

trias penekanan penyakit grave dimana termasuk tanda orbita tersebut, hipertiroidisme dan

mixedema pretibial secara tipikal dihubungkan dengan hipertiroid. TAO bisa juga terjadi dengan

Tiroiditis Hashimoto.

Menurut kriteria NOSPEC penderita ini termasuk Kelas V    

Kelainan mata kelas ini ditandai oleh kelainan pada kornea berupa kornea kering, keratitis dan

ulserasi, sampai perforasi. Kelainan kornea disebabkan oleh trias retraksi palpebra superior, tidak

dapat mengangkat bola mata dan eksoftalmus.

36

Page 37: Skenario III

BAB VIII

MEKANISME DIAGNOSIS

ANAMNESA

37

Keluhan Utama Mata merah

Riwayat Penyakit Sekarang

- Berdebar - debar saat istirahat dan saat aktivitas sejak 4 bulan lalu

- Tidak disertai nyeri dada dan sesak napas

- Tidak tahan cuaca panas dan lebih suka cuaca dingin

- Dalam 3 bulan terakhir, berat badan turun 5kg, padahal nafsu

makan baik.

- Mudah letih saat aktivitas ringan sejak 1bulan terakhir

- Timbul benjolan tidak nyeri di leher depan sejak 1 tahun

- Tangan selalu basah dan sering gemetar (tremor)

- Mengeluh kepalanya pusing

Riwayat Penyakit Dahulu

Setahun lalu muncul benjolan tidak nyeri di leher depan dan

secara perlahan bertambah besar .

Karena tidak nyeri benjolan dianggap hal biasa dan tidak

pernah diperiksa ke dokter.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada menderita penyakit yang sama

Riwayat Obat

Gambaran :

- Tidak tahu sejak kapan- Merah dan nrocoh- Nyeri bila digerakkan- Bertambah nyeri saat

beraktifitas berat- Silau bila melihat sinar- Penglihatan seperti dobel

Sesekali ke klinik umum dekat rumah karena mudah letih, hanya diberi vitamin

Page 38: Skenario III

PEMERIKSAAN FISIK

38

Inspeksi: paru dalam

batas normal dan jantung

tak membesar

Palpasi: takikardi

Auskultasi: suara

jantung normal tanpa ada

Abdomen:

Tidak ada kelainan

4.Ekstremitas

Hiperrefleksia (+) ,

telapak tangan hangat

dan lembab, jari-jari

Keadaan Umum Baik

Vital Sign

Kesadaran :

Komposmentis

Tensi: 140/60 mmHg

Nadi: 108 x /menit

RR: 26x / menit

1. Kepala Leher

Mata :

- eksoptalmus

pada kedua mata

- hiperemia

- okular motility

(+)

- palpebra lid lag

(+)/(+)

- erosi kornea

O/D (+)/(+)

Page 39: Skenario III

PEMERIKSAAN PENUNJANG

39

Darah Lengkap

- Hb 12,3 g/dl

- Leukosit 7800 mm3

- HCT/PCV meningkat

- Trombosit normal

- Indeks Eritrosit normal

OFTALMOPATI GRAVES

Radiologi

USG kelenjar tiroid :

struma solid dengan

hipervaskularisasi

Thyroid scanning

pembesaran kelenjar tiroid

dengan hiperaktivitas

homogen.

Kimia darah

Gula darah puasa 130 mg/dl

Total Cholesterol 125 mg/dl

Triglyceride 120mg/dl

Tes fungsi hati dan ginjal dalam batas

normal

Total T4 27 µg/dl (Normal : 4,5 -12,5

µg/dl)

Total T3 4,5 µg/dl (Normal : 1,3 – 2,9

µg/dl)

TSH < 0,003 IU/L (Normal : 0,3 – 5,0

Page 40: Skenario III

BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

9.1.PENATALAKSANAAN

A. HIPERTIROID

Tujuan terapi hipertiroidisme adalah mengurangi sekresi kelenjar tiroid. Sasaran terapi dengan menekan

produksi hormon tiroid atau merusak jaringan kelenjar (dengan yodium radioaktif atau pengangkatan

kelenjar).

Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan:

1. Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 2600-3000 kalori per hari baik

dari makanan maupun dari suplemen.

2. Konsumsi protein harus tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kg berat badan) per hari untuk mengatasi

proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan telur.

3. Olah raga secara teratur.

4. Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme.

Terapi Farmakologis

Ada 4 golongan penghambat sintesis hormon tiroid, yaitu Antitiroid (menghambat sintesis tiroid secara langsung),

Penghambat ion (memblok mekanisme transporiodida), Iodium konsentrasi tinggi (mengurangi sintesis dan pengeluaran

hormon darikelenjarnya), Iodium radioaktif (merusak kelenjar dengan radiasi ionisasi)

a) Antitiroid

b) Penghambat Transpor Ion Iodida

c) Iodida

d) Iodium Radioaktif 

Tindakan Operatif 

-Isthmulobectomy : mengangkat isthmus

-Lobectomy : mengangkat 1 lobus, bila subtotal sisa 3gram

-Tiroidectomy total : mengangkat semua kelenjar tiroid

-Tiroidectomy subtotal bilateral : mengangkat sebagianlobus kanan dan lobus kiri

-RND (Radical Neck Dissection) : mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher sisi yang

bersangkutandengan menyertakan N. accesorius, V. jugularis externa& interna, M. sternocleidomastoideus, dan

M.omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis.

40

Page 41: Skenario III

B. GRAVE OPHTHALMOPHATY

Pada semua pasien dengan ophthalmopathy, faktor-faktor yang berhubungan dengan

meningkatnya risiko perkembangan penyakit mata harus dihilangkan atau dikendalikan. Misalnya, pasien

yang merokok harus didorong untuk berhenti.Meskipun data dari randomized trials kurang, dalam sebuah

studi observasional,berhenti merokok berhubungan dengan penurunan resiko exophthalmos dandiplopia pada

pasien dengan Graves 'disease.

Disfungsi tiroid (hipertiroidisme dan hipotiroidisme) harus dikoreksi .Dalamprospective observational study,

restorasi euthyroidism dengan obat antitiroidberhubungan dengan perbaikan dari Graves'

ophthalmopathy. Dalamrandomized trials, terapi radioiodine untuk Graves' hipertiroidisme menyebabkan

perkembangan pada ophthalmopathy pada 15% pasien, Sedangkan obat antitiroid tidak mempengaruhi

proses alami dari Graves ophthalmopathy. Merokok termasuk faktor resiko dari perkembangan Graves’

ophthalmopathy setelah terapi radioiodine, hipertiroidisme berat ( serum triiodothyronine concentration,

≥5 nmol per liter), kadart hyrotropin-reseptor antibodi tinggi, dan hipotiroidisme yang tidak

terkontrolsetelah terapi radioiodine.

Dalam dua randomized trials, pengobatan bersamaanpasien risiko tinggi dengan prednison oral (dosis awal

0,3 hingga 0,5 mg perkilogram berat badan, diberikan 1 sampai 3 hari setelah terapi radioiodine, taperingof

dosis sampai 3 bulan kemudian) mencegah perkembangan dan memperbaiki Graves’ ophthalmopathy yang sudah

ada. Pengobatan profilaksis dengan glukokortikoid mungkin cocok bagi sebagian besarpasien dengan

Graves' ophthalmopathy yang hipertiroidisme, diobati dengan terapiradioiodine, termasuk pasien dengan

aktif ophthalmopathy atau faktor risiko sepertiyang telah dijelaskan diatas.

Dalam prospective observational study , pasien yangtelah menerima levothyroxine (biasanya

dosis awal : 50μg per hari) segera setelah2 minggu terapi radioiodine memiliki penurunan yang bermakna

terhadap resikoperkembangan Graves’ ophthalmopathy , dibandingkan dengan pasien yang tidaksegera

diobati dengan levothyroxine sampai didapatkan hipotiroidism.Tidak jelasapakah pasien hipertiroidisme

dengan Graves’ ophthalmopathy harus diobati dengan obat antitiroid atau dengan pengobatan ablatif

(seperti, tiroidektomi, radioiodine,atau keduanya).Pengobatan khusus untuk

Graves’ ophthalmopathy sangat bergantung pada tingkatkeparahan penyakit. Mild Graves’

ophthalmopathy biasanya tidak memerlukan terapiapapun kecuali untuk daerah mata (misalnya, pelumas,

salep, lensa gelap, danprisma untuk mengurangi diplopia) untuk mengontrol gejala-gejala yang ringan.

Dalam beberapa kasus, kualitas hidup pasien sangat terganggu karenadiperlukan pengobatan untuk

Graves’ ophthalmopathy yang parah..Regular follow-up setiap 3 sampai 6 bulan secara rutin, karena

perkembangan dari ophthalmopathyringan ke moderate sampai berat terjadi pada sekitar 25% pasien.

41

Page 42: Skenario III

a. Terapi Glukokortikoid

Pasien dengan ancaman dysthyroid optik neuropati memerlukan pengobatan segera, biasanya

dengan glukokortikoid dosis tinggi intravena atau oral. Meskipun tidak ada jadwal pengobatan, umumnya

dosis awal 1 g metilprednisolon intravenaselama 3 hari berturut-turut. Terapi selanjutnya tergantung dari

responpenderita. Jika tidak ada atau hanya sedikit perbaikan yang terjadi setelah 1 sampai2 minggu,

pasien harus segera menjalani surgical orbital decompression.

Pada small randomized trial, tidak ada perbedaan yang signifikan pada hasil antara

decompression sebagai terapi utama dan initial treatment dengan glucocorticoids intravena diikuti dengan

prednisone oral. Glucocorticoids juga digunakan untuk moderat-to severe dan aktif ophthalmopathy.

Dalam percobaan dengan placebo sebagai kontrol, randomized trial, glukokortikoidintravena

(Empat siklus metilprednisolon, 500 mg / hari selama 3 hari berturut-turut dengan interval 4 minggu)

efektif dalam mengobati inflamasi dan pergerakanokular pada lima dari enam pasien (83%) dibandingkan

dengan satu dari sembilanpasien (11%) yang menerima placebo.

Glukokortikoid oral dosis tinggi (misalnya,prednisolon 40 mg atau lebih pada awalnya) juga biasa

digunakan, dosis ini kemudian secara bertahap dikurangi sampai dihentikan setelah 4 sampai 6 bulan.Rata-

rata memberikan respon sebanyak 63% yang dilaporkan dari beberapa kasusyang diobati dengan

glukokortikoid oral.Dua randomized trials Menunjukkan bahwa terapi intravena memberikan hasil yang

lebih memuaskan dibandingkan dengan terapi oral (88% vs 63% pada study pertama dan 77% vs 51% pada

study lainnnya), dan lebih baik ditoleransi, dengan penurunan risiko perkembangan cushingoid.

Namun, jarang kasus kerusakan hati yang parah dan akut(Termasuk empat yang fatal) telah

dilaporkan dengan penggunaan dosis yangsangat tinggi. Dengan demikian, terapi intravena harus

diberikan denganpengawasan yang ketat (terutama fungsi hati) di pusat-pusat khusus. Tidak

adakonsensus mengenai dosis optimal dan jadwal pemberian, tetapi regimen yangumum digunakan terdiri dari

12 minggu infus metilprednisolon dengan dosiskumulatif 4,5 g (500 mg / minggu selama 6 minggu, kemudian 250 mg /

mingguselama 6 minggu).Dosis ini jauh lebih rendah daripada yang digunakansebelumnya,

untukmeminimalkan risiko hepatotoksik, penggunaan melebihi 8 g tidakdianjurkan.Oral glukokortikoid

merupakan alternative pilihan yang rasional, terutama pada pasiendengan penyakit hati. Disamping

kelainan hati, pasien harus dievaluasi untuk efeksamping lain dari pengobatan glukokortikoid (misalnya,

peningkatan tekanan darah,hiperglikemia, kelainan elektrolit, efek lambung, dan infeksi).

b. Orbital Radioterapi

Iradiasi orbital dapat menjadi tambahan terapi yang berguna, terutama ketikamotilitas mata

terganggu. Dalam kasus serial, sekitar 60% pasien memiliki responyang baik terhadap iradiasi orbital,

meskipun pasien dengan keadaan tertentu,termasuk exophthalmos, retraksi kelopak mata, danperubahan

42

Page 43: Skenario III

jaringan lunak, cenderung memiliki respon yang buruk terhadapterapi. Dosis umum radiasi kumulatif

adalah 20 Gy per mata, yang diberikandalam 10 sesi selama 2 minggu, tetapi dosis kumulatif yang lebih

rendah (10 Gy)mungkin memiliki efektifitas yang sama. Dalamrandomized trial membandingkaniradiasi

orbital dengan oral glukokortikoid, didapatkan efektifitas yang serupa dengan dua pendekatan (sekitar

50%) .

Data dari randomized trials menunjukkan bahwa kombinasi pengobatan radioterapi dan

glukokortikoid oral lebih efektif dibandingkan pengobatan tunggal, tidak juga diketahui bagaimana

panduangyang benar tentang terapi glukokortikoid intravena. Orbital iradiasi harus dihindaripada pasien

yang berusia kurang dari 35 tahun (karena efek karsinogenik jangkapanjang) dan pada pasien dengan

retinopati diabetes atau hipertensi berat (Karena kemungkinan adanya kerusakan tambahan pada

retina) .Untuk pengetahuan,tidak ada kasus radiasi-induced tumor yang telah dilaporkan pada pasien

yangdiobati dengan radioterapi orbital untuk Graves' ophthalmopathy.Kemungkinan lain Pengobatan

farmakologis Randomized trials belum menunjukkan manfaat analog somatostatin (octreotide

danlanreotide)untuk Graves’ ophthalmopathy.

Ada juga beberapa data untuk mendukungpenggunaan intravena immune globulin untuk kondisi

ini.Walaupun siklosporinterbukti kurang efektif dibandingkan glukokortikoid oral dalam randomized

trial,dapat membantu mengurangi dosis glucocorticoid.Data awal menunjukkanbahwa obat imunomodulasi

seperti rituximab atauinhibitors of tumor necrosisfactor α mungkin bermanfaat pada Graves’

ophthalmopathy. Dalam open-label study,efek rituximab pada pasien dengan Graves’ ophthalmopathy

sama dengan yangdiamati dalam kontrol yang diobati dengan glucocorticoids intravena.

c.  Operasi

Dekompresi orbital diperlukan untuk ancaman dysthyroid optik neuropati jikaglukokortikoid

dosis tinggi tidak dapat memperbaiki kondisi ini dalam 1 sampai 2minggu. Jika penglihatan terancam

karena kerusakan kornea yangmengancam (yang biasanya terkait dengan exophthalmos berat

danlogophthalmos), dan penutupan kelopak mata tidak rapat, peningkatan substansial,dekompresi orbital

diindikasikan untuk improve exposure keratopathy. Orbitaloperasi (termasuk operasi otot mata untuk

memperbaiki disfungsi otot extraokulardan operasi kelopak mata untuk memperbaiki retraksi kelopak

mata) dapatmengurangi pengrusakan yang disebabkan oleh Graves’ ophthalmopathy. Operasisebaiknya

dilakukan setelah ophthalmopathy tidak aktif untuk setidaknya 6bulan.

Dekompresi orbital dapat dilakukan dengan berbagai teknik bedah yangdijelaskan di bagian lain. Jika

beberapa prosedur bedah diperlukan untuk secarastabil menonaktifkan

43

Page 44: Skenario III

Graves’ ophthalmopathy, dekompresi orbita harus dilakukanpertama kali, diikuti operasi

strabismus, dan terakhir operasi kelopak mata. Seperti operasi rehabilitatif dapat dilakukan dalam kasus-

kasus Graves'ophthalmopathy yang lama.

Penggunaan terapi radioiodine yang tepat untuk tatalaksana hipertiroidisme pada pasien dengan

Graves' ophthalmopathy masih belum jelas. Beberapa ahlimerekomendasikan bahwa obat antitiroid dapat

digunakan sebagai first line terapipada pasien dengan aktif ophthalmopathy, penggunaan terapi

radioiodine,digunakan hanya pada Graves’ ophthalmopathy tidak aktif dan jika terapi obatantitiroid gagal.

Hasil randomized trial membandingkan total ablasi tiroid(tiroidektomi diikuti dengan radioiodine terapi)

dengan near total tiroidektomi pada pasien dengan mild-to-moderate Graves’ ophthalmopathy yang diterapi

denganglukokortikoid intravena menyimpulkan bahwa hasil ablasi total lebih baik,meskipun perbedaan

antara kelompok klinis tidak mencolok.

Pada pasien yang telah menerima terapi radioiodine, profilaksis glukokortikoid oralbiasanya

direkomendasikan, tetapi waktu inisiasi dan dosis optimal dan durasi tidakpasti. Efektifitas pengobatan

profilaksis selama kurang dari 3 bulan dengan dosisyang lebih rendah dari prednison dan lebih lama,

terapi dosis yang lebih tinggimemberikan hasil yang mirip.Meskipun terdapat bukti yang mendukung

penggunaan intravena daripadaglukokortikoid oral untuk active Graves’ ophthalmopathy, namun

regimenglukokortikoid yang optimal masih belum jelas. Tidak jelas apakah penambahanorbital iradiasi

pada terapi glukokortikoid intravena meningkatkan hasil lebih dariterapi tunggal glukokortikoid.

Randomized trials gagal membandingkan pengobatandini dengan obat yang bekerja pada mekanisme

patogenesis penyakit (sepertirituximab) dengan terapi standar saat ini

44

Page 45: Skenario III

BAB X

PROGNOSIS & KOMPLIKASI

PROGNOSIS

Pada penderita tanpa komplikasi, penyakit berjalan natural secara benigna selama sekitar

1 tahun. Faktor yang menyebabkan prognosis buruk berupa orbitopati yang berat dan progresif

adalah pria, umur diatas 50 tahun, onset gejala yang cepat, perokok, diabetes, hiperlipidemia,

penyakit vaskuler perifer.

KOMPLIKASI

1. Korneal eksposure

Pada Grave’s opthalmopati sering terjadi adanya korneal eksposure akibat dari adanya proptosis atau

retraksi palpebra menyebabkan palpebra tidak dapat menutup dengan baik 2

2. Strabismus

Strabismus sering ditemukan dan bersifat hypotropia karena keterlibatan otot ekstraokuler yang

tersering adalah m.rektus inferior dan medialis.

3. Tekanan nervus optik

Karena terjadi inflamasi pada otot ekstraokular menyebabkan otot menjadi lebih besar sehingga dapat

menekan nervus optik.

TANDA RUJUKAN PASIEN

Pasien Grave’s disease memiliki kecenderungan mengalami gangguan pada

sistemkardiovaskularnya. Gagal jantung, tachyarrhytmia, dan atrial fibrilasi memerlukan

penanganan intensif. Selain itu keadaan thyroid storm juga memerlukan penanganan segera.

CARA PENYAMPAIAN PROGNOSA PADA PASIEN

Menyampaikan bahwa pasien menderita suatu penyakit autoimun (penyakit dari

dalamtubuh sendiri), menyampaikan bahwa penyakit pasien ini dapat diusahakan untuk

disembuhkan, beberapa usaha yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan obat anti-tiroid

karena pasien menderita penyakit yang membuat hormone tiroidnya meningkat didalamdarah,

45

Page 46: Skenario III

untuk mengatasi penyakit ini adakalanya pasien membutuhkan tindakan operasiapabila dengan

obat terapi tidak berhasil, bila demikian, oprasi harus dipersiapkan denganmatang, baik dari

kesiapan pasien dan juga dokter, dan juga harus sesuai dengan prosedur oprasi untuk

mengihindari kemungkinan terjadinya Tyroid Storm saat melakukan tindakanoperasi.\

PERAN PASIEN/KELUARGA UNTUK PENYEMBUHAN

Dukungan motivasi yang diberikan keluarga sangat penting bagi penderita

hipertiroid.Komplikasi yang mungkin juga dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik

(thyroidstorm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang

menjalaniterapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang

tidak terdiagnosis. Disini peran keluarga sangat penting dimana dengan support kepada

pasienkarena gangguan dengan komplikasi yang lain akan sangat berpengaruh terhadap psikis

penderita.

46

Page 47: Skenario III

DAFTAR PUSTAKA

Djokomoeljanto, R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed: V. 2009. Hal : 1996-1999

Guyton , Arthur C, Hall. 2007. Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC

Halim, Johannes , Dr. 1989. Atlas Praktikum Histologi. Jakarta : EGC

McKenzie JM, Zakaria M and Bonnys M: Graves’ Disease. Med Clin N Amer 1975; 59: 1172-

92.

Brown J : Autoimmune Thyroid Disease – Graves and Hashimoto’s. Ann Intern Med 1978; 88:

379-91.

Tanzil M : Pengelolaan Komplikasi Mata Pada Penyakit Graves. Laporan Satu Kasus MKIB4

(1) 1984.

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/08/05/kenali-tanda-tanda-hipertiroid-dan-cegahlah-

segera/

http://www.totalkesehatananda.com/hipertiroid3.html

47