OM II-Skenario III 2

download OM II-Skenario III 2

of 46

Transcript of OM II-Skenario III 2

BAB I 1.1 PENDAHULUAN Kesehatan gigi dan mulut tidak boleh dianggap remeh. Banyak orang tidak pernah membayangkan bahwa masalah gigi dan mulut dapat berpengaruh pada kondisi sistemik tubuh. Bila memiliki gigi yang tidak sehat, akan sulit mencerna makanan sehingga proses metabolisme akan terganggu. Adanya gangguan dalam mulut bisa dilihat dari kerusakan yang terjadi pada gigi maupun jaringan pendukungnya. Penyakit atau kelainan pada jaringan pendukung gigi yang paling banyak terjadi adalah kelainan gusi, karena merupakan bagian dari jaringan penyangga yang terletak dipermukaan. Salah satu kelainan itu adalah pembesaran gusi yang dapat terjadi karena peradangan, tanpa peradangan, kombinasi keduanya, pengaruh sistemik, dan neoplastik. Pembesaran gusi adalah suatu keadaan di mana terjadi penambahan ukuran dari gusi. Dalam keadaan ini, jaringan gusi menggelembung secara berlebihan di antara gigi dan atau pada daerah leher gigi. Penambahan ukuran ini dapat terjadi secara hipertrofi, hiperplasia ataupun kombinasi antara keduanya. Hipertrofi dapat dibedakan dengan hiperplasia sebagai berikut, Hipertrofi (Inflammatory Gingival Enlargement) adalah penambahan ukuran pada sel-sel yang mengakibatkan penambahan ukuran pada suatu organ, sedangkan hiperplasia (Fibrotic Gingival Enlargement) adalah penambahan jumlah selnya. Hipertrofi dan hiperplasia gingiva dapat ditemukan lebih sering pada anak-anak, remaja dan dewasa muda. Pembesaran gusi dapat dikelompokkan menjadi keradangan: kronik atau akut, pengaruh obat-obatan, berhubungan dengan penyakit sistemik terbagi dalam kondisi sistemik seperti kehamilan, pubertas, kekurangan vitamin C, penyakit sistemik seperti leukemia; pembesaran neoplastik: tumor jinak atau tumor ganas, Pembesaran semu seperti penyakit Pagets, fibrous displasia, cherubism. 1.2 TINJAUAN PUSTAKA 1.2.1 JENIS-JENIS ORAL SWELLING BERDASARKAN ETIOLOGI A. ORAL SWELLING ODONTOGENIC BONE LESION 1. Ameloblastoma

Jarang terjadi pada anak kecil, periode prevalensi terbesar adalah dalam rentang usia 20-50 tahun. Mayoritas terjadi di rahang bawah dalam lebih dari dua pertiga daerah molar dekat ramus. Merupakan suatu strome fibrous dengan pulau pulau/massa dari epithelium yang berproliferasi. Bertendensi kuat unuk menimbulkan invasi local, yang dapat bertumbuh sampai cukup besar tanpa disertai anak sebar. 2. Ameloblastik Odontoma Terdiri dari jaringan ameloblastik yang ditemukan berhubungan dengan suatu masaa abnormal dari jaringan gigi yang terkalsifikasi sebagian, secara histologist mengandung email, dentin, osteodentin, tulang, cementum dan jaringan pulpa serta berbagai tahap perkembangan dari jaringan tersebut. 3. Odontogenik Fibroma Terdiri dari jaringan fibroblastic dewasa dengan jala jala dan untaian epithelium odontogenik. Lesi yang tumbuh lambat, tidak agresif dan bentukan matang dari odontogenik miksoma (Burket, 2008). 4. Odontogenik Miksoma Tumor yang terdiri dari jaringan ikat seluler yang sangat longgar, mengandung sedikit kolagen dan substansi interseluler dalam jumlah besar dan kaya akan asam hialuronat.karena beberapa mukosa mulut mengandung sisa epithelium odontogenik yang tidak aktif maka tumor ini dianggap sebagai tumor odontogenik dan terdiri dari jaringan ikat hiperplastik yang menyerupai pulpa gigi.merupakan tumor yang tumbuh lambat tetapi invasive, kadang mencapai dimensi yang cukup besar dan menyebabkan ekspansi rahang (Burket, 2008). 5. Sementoma Istilah ini biasa digunakan untuk menggambarkan massa radiopak setempat, daerah yang mengalami kondensasi dari alveolus di dekat akar gigi. Lesi ini merupakan lapisan yang tersebar merata sekalipun berlebihan dari cementum di sekeliling sepertiga apikal dari akar gigi (Burket, 2008). Diferensial Diagnosis : AMELOBLASTOMA epitelial odontogenic tumor

-

sering terdapat pada bagian posterior mandibula tampak radiolusen, unilocular sampai multilocular sering pada umur 20-50 tahun tidak ada material yang terkalsifikasi mikroskopis : terdapat sel tuor yang menyerupai ameloblas (Burket, 2008)

B. ORAL SWELLING NON ODONTOGENIC BONE LESION Menurut Suprapti (2009), Non-odontogenik tumor berdasarkan asal jaringan

diklasifikasikan yaitu: Benign mesenchymal Malignant mesenchymal Vascular Hematopoietic-reticuloendotelial Neurogenic Malignant epithelial

1. Benign mesenchymal tumor:a. Giant cell lesion, jenis tumor ini dikelompokkan menjadi tiga jenis antara lain: -

Giant cell repative granuloma: tanpa gejala sakit, mandibula lebih sering daripada

maksila, region tersering pada gigi molar dan premolar, wanita lebih sering daripada pria (2 : 1), sering ditemukan tanpa sengaja pada waktu gambaran radiografi untuk perawatan gigi lainnya. Lesi unilokuler atau multilokuler, ada ekspansi tulang kortikal, dapat terjadi perforasi, gigi dapat bergeser. Terapi dengan kuretase atau eksisi konservatif. Jarang tapi rekuren (Suprapti, 2009).-

Brown tumor dari hyperparathyroidism: tumor ini secara klinis, radiografi, dan giant cell repative granuloma. Diagnosis

histopatologis sulit dibedakan dengan

ditegakkan dengan ara biopsi dimana ditemukan peningkatan serum parathyroid hormon (PTH). Terapi dengan reseksi(Suprapti, 2009).-

Giant cell tumor: true giant cell tumor pada rahang jarang terjadi. Dapat juga

terjadi pada tulang panjang. Terapi en bloc resection dengan immediate reconstruction untuk tumor yang sangat ganas, yang telah dilakukan simpel kuretase atau eksisi (Suprapti, 2009). b. Myxoma Merupakan tumor jinak, dapat juga terjadi bukan pada daerah tempat gigi geligi pada daerah rahang (Suprapti, 2009).

c. Fibrous dysplasia Biasanya monokistik, secara umum bisa dihubungkan atau tidak ada hubungan dengan endokrin yang abnormal. Pembesaran rahang dapat terjadi progresif pada saat pubertas. Setelah usia 25 tahun mulai stabil. Maksila lebih sering daripada mandibula. Radiografi radiolusen multiokular atau uniokular dengan penebalan tulang kortikal (pada pasien muda) sedang pada usia tua ada gambaran radiolusen dan radiopak. Terapi dengan recountouring (Suprapti, 2009). d. Ossifying fibroma Tumor ini dapat merupakan varian dari fibrous dysplasia dan termasuk di dalam kategori lesi osteofibrosis. Tumbuhnya lambat, jarang menyebabkan rasa sakit, dan parastesi. Terjadi lebih banyak di mandibula daripada maksila kontras dengan fibrous dysplasia. Paling banyak dijumpai pada decade ketiga dan keempat. Gambaran radiografi pada stadium stadium awal tampak radiolusen berbatas jelas, lesi dengan cepat mengalami kalsifikasi, dan tepinya menjadi kurang jelas. Secara klinis, histopatologis dan radiografi sulit dibedakan dengan cementifying fibroma. Terapi dengan eksisi atau enukleasi (Suprapti, 2009). e. Cherubism Timbul nyata pada usia 3-4 tahun sebagai suatu pembengkakan yang tidak sakit. Mandibula lebih sering terkena dibandingkan dengan maksila. Pertumbuhan tumor

menjadi melambat pada usia 10 tahun, selanjutnya memasuki usia pubertas tumor dapat berkurang progresif. Permukaan keras, biasanya disertai dengan pembesaran kelenjar limfe servikal yang tidak lunak. Gigi susu tanggal lebih cepat, multiple missing, dan dapat dijumpai impacted secondary teeth (foating teeth). Tampak ekspansi tulang rahang. Gambaran radiografi tampak bilateral ekspansi tulang rahang, multiokular, korteks tulang tipis. Bagian posterior mandibula biasanya terkena, gigi geligi dapat mengambang di dalam tumor, dan biasanya mengalami malformasi. Terapi sebaiknya ditunggu sampai masa pertumbuhan selesai baru dilakukan recountouring(Suprapti, 2009). f. Osteoblastoma dan osteoid osteoma Keduanya sulit dibedakan secara histologis. Keduanya menunjukkan adanya gambaran trabekula dari tulang woven dan osteoid di dalam stroma fibrous vascular. Perbedaan dilakukan pada pertumbuhannya, osteoblastoma mempunyai diameter 1 cm lebih besar (Suprapti, 2009). 2. Ossifying Fibroma Tempat Predileksi

Pada daerah tooth-bearing dari rahang, sering pada daerah premolar-molar

mandibula.

Sering terjadi pada usia 30-40 tahun, wanita > pria (Prakerin, 2009).

Penampakan Klinis

Bentuk lesi yaitu nodular kasar atau perluasan/ekspansi rahang berbentuk spherical/

bola.

Pertumbuhan yang lambat mungkin menyebabkan ekspansi dan cortical plate bukal

dan lingual. Perforasi dan ulserasi mukosa jarang ditemukan.

Radiografi: berbatas tegas, pada lesi yang lebih awal nampak sebagai radiolusensi

unilokular atau multilokular yang mirip kista odontogenik.Tahap awal radiolusen secara bertahap berkembang menjadi campuran antara lesi yang radiolusen-radiopaq, sebagaimana material terkalsifikasi terdeposit dalam tumor. Tumor yang matur nampak massa radiopak yang dikelilingi lingkaran radiolusen. Displacement akar gigi mungkin ditemukan, karena lesi meresorbsi akar gigi.

Histopatologi : Tumor terdiri dari stroma colagenus yang mengandung berbagai

macam sel stellat dan spindle yang seragam. Stroma umumnya tervaskularisasi baik,dan juga ditemukan deposit terkalsifikasi. Terlihat trabekula ireguler dari tulang imatur, meski tulang lamellar juga ditemukan pada banyak kasus. Osteoblas kadang ditemukan pada deposit tulang bagian perifer. Kebanyakan tumor ini menunjukkan campuran berbagai tipe produk terkalsifikasi (Prakerin, 2009). Tanda dan Gejala

asimptomatik saat ditemukan, tidak sakit, jinak, ekspansif, berkembang lambat

pada rahang, secara klinis dan mikroskopis mirip sementifying fibroma.

Berkembang dari sel yang tidak terdeferensiasi dari ligamen periodontal (Prakerin,

2009). 3. Fibroma Displasia Tempat Predileksi

Onset selama decade kedua sampai kedua kehidupan. Pada monostotic fibrous

dysplasia : wanita = pria, pada bentuk polyostotic wanita > pria. Penampakan Klinis

Pembesaran terjadi lambat dan progresif, tanpa rasa sakit, pembengkakan

unilateral. Lesi yang berkembang menyebabkan asimetri wajah , dan pembengkakan fusiform dari tulang yang terkena terjadi karena ekspansi kortikal plate bukal, dan jarang mengenai aspek lingual atau palatal.

Displacement gigi, maloklusi dan interferensi pola erupsi normal mungkin terjadi,

walau mobilitas dari gigi yang erupsi bukan penampakan dari tumor ini.

Radiografik : Penampakannya bervariasi dari lesi radiolusen hingga massa radiopaq

(Prakerin, 2009). Tanda dan Gejala

idiopatik, asimptomatik, pertumbuhan lambat,

4. Osteoid Osteoma Tempat Predileksi

Sering muncul pada femur dan tibia, jarang lesi pada rahang. Berbagai daerah pada

mandibula dan maksila munkin terlibat.

Onset pada decade kedua dan ketiga kehidupan. Pria > wanita.

Penampakan Klinis

.Lesi yang berada dekat kortex menimbulkan pembengkakan yang terlokalisir, dan

tender/halus.

Osteoid osteoma mempunyai batas pertumbuhan, dimana diameternya tidak

melebihi 2 cm.

Radiografi : Radiolusensi kecil dan ovoid yang dikelilingi lingkaran tulang

sklerotik. Nidus tumor menampakkan berbagai derajat kalsifikasi, sering ditengahnya terdapat opak tebal.

Histopatologis : Osteoid osteoma

Tanda dan Gejala

idiopatik, Rasa sakit yang intermitten, tumpul, dan samar. Kadang sakit tersa lebih

parah saat malam. 5. Chondroma Tempat Predileksi

ada dimanapun, terutama anterior maksila dan mandibula posterior. Dapat terjadi pada berbagai umur.

Penampakan Klinis

Radiografi : relatif radiolusensi, mungkin terdapat opasitas.

6.

Osteoma Tempat Predileksi

Pada rahang, dapat pada berbagai umur.

Tanda dan gejala

asimptomatik, mungkin merupakan bagian dari Gardner's syndrome (osteoma, polip

intestinal, kisat dan lesi fibrosa kulit,gigi supernumerary), jarang terjadi (Prakerin, 2009).

7. Central Giant Cell Granuloma Tempat Predileksi

Pada mandibula > maksila. Lesi ini cenderung berkembang dari anterior rahang ke

daerah molar, dengan perluasan menyeberangi midline. Pada anak-anak dan dewasa muda Penampakan Klinis

Radiografi : Radiolusen yang tegas, biasanya multilokular tapi kadang bisa

unilokuler. Akar gigi mungkin resorbsi atau berubah posisi.

Histopatologi : Terdapat proliferasi serabut fibroblas pada stroma yang

mengandung banyak kolagen.Ekstravasasi eritrosit menyebabkan terdapat hemosiderinladen makrophag.Sel raksasa multinucleated ditemukan pada stroma jaringan ikat.Foci dari osteoid mungkin ditemukan (Prakerin, 2009). Tanda dan Gejala

Pertumbuhan

agresif,

asimptomatik,

tidak

berhubungan

dengan

hyperparatiroidisme, angka kambuhan rendah.

Ekspansi yang tidak sakit, pembengkakan pada daerah yang terkena (Prakerin,

2009). 8. Giant Cell Tumor Tempat Predileksi

Pada tulang-tulang panjang, terutama pada sendi lutut, jarang pada rahang. Juga

ditemukan pada kepala dan leher, termasuk tulang spenoidalis, ethmoidalis dan temporal.

Onset sering pada decade kedua dan ketiga kehidupan(Prakerin, 2009)

Penampakan Klinis

Radiografi : Lesi radiolusen seperti pada central giant cell granuloma. Histopatologi : Terdapat banyak sel raksasa multinucleated diantara sel stroma

mononuclear. Tumor ini mungkin juga terdapat sel-sel inflamasi dan area nekrosisbila tidak disertai perdarahan dan deposisi hemosiderin.Tumor ini sel raksasanya lebih besar

dan nukleinya lebih banyak daripada sel raksasa pada giant cell granuloma (Prakerin, 2009). Tanda dan Gejala

Jenis yang jinak : pertumbuhan yang lambat, ekspansi tulang. Jenis yang ganas atau agresif : pertumbuhan yang cepat, sakit, dan parestesia.

9.

Hemangioma Tulang Tempat Predileksi

Sering pada vertebra dan tengkorak, kemudian pada mandibula (regio posterior)

dan maksila.

Pada orang dewasa muda (decade kedua kehidupan), wanita > pria (Prakerin,

2009). Penampakan Klinis

Radiografi : lesi radiolusen, kadang menampakkan gambaran "honeycomb" atau

multilokuler.

Histopatologi: Terdapat proliferasi pembuluh darah, dimana ruang vaskuler yang

dilatasi dan berdinding tipis dilapisi oleh sel endothelial jinak (Prakerin, 2009). Tanda dan Gejala

Asimptomatik, jarang terjadi, mudah terjadi perdarahan(perdarahan gingiva

sponta), tumbuh lambat, ekspansi asimetrik dari mandibula dan maksila.

Rasa sakit dan parestesi , mobilitas gigi (Prakerin, 2009).

10.

Idiopathic Histiocytosis (Langerhans Cell Disease) Tempat Predileksi

Pada berbagai tulang, Terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, predominan pada

pria (Prakerin, 2009) Penampakan Klinis

Limphadenopathy servikal,, mastoiditis, otitis media merupakan manifestasi pada

kepala dan leher yang kadang ditemukan dengan perkembangan multifokal.

Radiografi : Lesi radiolusen single/multiple, berbatas tegas, kadang digambarkan

sebagai "punched out" atau "floating teeth"

Histopatologi : Proliferasi sel besar dengan sitoplasma yang berlimpah, batas sel

tidak jelas, dan nuclei yang oval hingga reniform (bentuk ginjal). Juga terdapat eosinofilia dan sel-sel inflamasi(Prakerin, 2009) Tanda dan Gejala : Sakit, nyeri tekan, Kehilangan gigi pada tulang alveolar yang terkena. Jaringan gingiva kadang inflamasi,hiperplastik, dan ulserasi (Prakerin, 2009). 11. Dysplasia fibrosa dari tulang Dysplasia fibrosa dari tulang terjadi akibat suatu abnormalitas perkembangan mesenkim pembentuk tulang. Keadaan ini bermanifestasi dalam bentuk penggantian tulang spongious dengan suatu jaringan fibrous yang aneh yang didalamnya terbentuk trabekula atau fragmen kecil dari tulang (tidak berlamela) yang tidak berkalsifikasi dengan baik melalui suatu metaplasia osseous. Secara histologist, lesi akan menunjukkan suatu variabilitas pola yang besar dengan disertai beberapa bidang yang sifat kolagenousnya menonjol, beberapa lagi osteoid, dan yang lainnya terosifikasi dan terkalsifikasi sepenuhnya. Secara radiografis, lesi ini biasanya memperlihatkan berbagai derajat radiopasitas dan radiolusensi, beberapa daerah menyerupai tulang yang padat, yang lainnya sebagai daerah kistik. Esplorasi secara bedah, dari daerah kistik tersebut biasanya memperlihatkan suatu jaringan lunak fibrous atau yang lebih khas lagi suatu jarinagn yang pada irisan atau kuretase tampak berpasir. Bilamana diperiksa secara radiografis lesi ini menunjukkan deformitas dan gambaran destruksi tulang yang cukup dramatik (Lynch, 1993) 12. Ossifying fibroma Merupakan suatu proses ekspansif dengan margin koryikal yang tampak jelas dan lebih mirip dengan sebuah tumor jinak. Ossifying fibroma lebih sering di mandibula, berkembang lebih lambat dan terjadi di dalam usia dini. Ossifying fibroma bertumbuh ke dalamdan mengisi rongga seperti ronga hidung dan sinus-sinus tambahan serta mendestruksi tulang di sekelilingnya seiring dengan pembesaran tulang tersebut (Lynch, 1993)

13. Giant Cell Lesions a. Central Giant Cell Granuloma (CGCG) Merupakan neoplastik-reaktif proliferasi dari rahang yang berisi kurang dari 7% semua jenis lesi jinak(benign lesions)dari rahang pada daerah-daerah bantalan gigi. Hal ini biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja terutama pada wanita. Lesi ini lebih sering terjadi di rahang bawah daripada rahang atas pada bagian anterior atau gigi premolar. Expansile lesi dapat menyebabkan akar yang divergen atau resorbsi. Manifestasi klinis bervariasi sesuai dengan jenis pembentukan asumsi lesi. Lesi dapat tumbuh secara perlahan dan asimptomatik atau berkembang cepat disertai rasa sakit, wajah bengkak dan resorbsi tulang. Lesi yang tumbuh secara cepat memiliki tingkat rata-rata tinggi pertahun. Dikarenakan tingginya insiden lesi ini yang terjadi pada anak perempuan dan wanita dewasa, kemungkinan hormone berpengaruh pada perkembangannya. Penampakan radiografi berkisar dari unilocular hingga multilocular radiolusen disertai dengan batas tegas maupun yang irregular. Multinuclear giant cells, akan tersebar diseluruh hypercellular fibrovascularstroma kadang disertai bony trabecula pada penampakan histologis. Treatmen pengobatan untuk CGCG meliputi kuretase, reseksi segmental, dan terapi radiasi. Namun terapi radiasi telah mengecewakan baru-baru ini, karena adanya resiko transformasi ganas menjadi osteogenic sarcoma. Intralesional steroids juga telah dianjurkan untuk mengatasi CGCG pada pasien yang lebih muda sebagai pengobatan alternatif nonsurgical. Treatmen secara individu tergantung pada agresivitas lesi. Kadang, nonagresif lesi dilakukan eksisi dengan kuretase yang hati-hati dengan tingkat kekambuhan kurang dari 15%. Sementara itu, biasanya agresif lesi yang mana memiliki tingkat kekambuhan yang lebih besar, memerlukan poerasi yang lebih luas, yang mungkin mencakup reseksi blok. b. Brown Tumor of Hyperparathyroidism Merupakan manifestasi local pada penyakit system metabolism yang secara histology identik dengan central giant cell granuloma. Penampakan histology memperlihatkan serum kalsium dan phosphorus terdeteksi, terutama pada pasien usia tua (tidak mungkin memiliki central giant cell granuloma).c. Aneurysmal Bone Cyst

Bukan merupakan kista yang sebenarnya, dan berhubungan erat terhadap giant cell granuloma dengan proses reaktif yang agresif. Lesi ini terdiri dari vascular sinusoid yang besar, dan darah dapat diaspirasi dengan syringe. Biar bagaimanapun tidak dapat tekanan rendah yang auskulasi. Hal ini sangat berpotensi untuk pertumbuhan dan dapat mengakibatkan ekspansi dan tanda kelainan. Multilocular radiolusen yang dilalui oleh septa tipis dengan ekspansi kortikal akan terlihat pada X-ray. Bagian pada mandibula adalah yang paling sering terjadi. Secara histologist, darah yang diisi sinusoid akan terlapisi oleh lapisan endothel yang dikelilingi fibroblastic, jaringan hypercellular juga akan terlihat. Pilihan pengobatannya secara simple karena kambuhan jarang terjadi. 14. Fibroosseus Lesions

Fibrous Dysplasia Dysplasia fibrosa adalah penyakit yang paling umum pada rahang disertai manifestasi pola ground-grass penampakan radiograf. Ada dua bentuk, yaitu bentuk monostotic, yang mana lebih sering terjadi di rahang dan cranium, kemudian bentuk poyostotic, yang mana kadang sering dikaitkan dengan McCune-Albrights syndrome (pigmentasi kulit, autonomic hyperfungsi kelenjar endocrine, dan precocious pubertas). Varian dari monostotic adalah jauh lebih umum jenis yang terlihat ketika rahang yang terlibat dan tampil sebagai proses painless expansile dysplastic dari osteoprogenitor jaringan ikat. Maxilla adalah yang paling umum terlibat. Lesi tidak menyusuri midline dan cenderung terbatas pada satu sisi. Pada antrum sering menghilang, dan pada orbital floor (dengan perpindahan secara memutar) mungkin terlibat. Karakteristik secara histology yaitu trabekula osseus tidak teratur dalam stroma fibrosa hypercellular. Perawatan harus ditunda, jika memungkinkan hingga skeletal maturity. Anak-anak dengan dysplasia fibrosa harus diikuti selama kurun waktu empat bulan dengan evaluasi klinik dan radiografi. Lesi tak bergerak dan non-agresif yang telah diamati tidak menunjukkan pertumbuhan, akan dilakukan eksisi kontur untuk estetik dan alasan fungsional. Ketika menonaktikan penurunan fungsional dan perestesi terjadi, kontur atau eksisi blok akan terlihat. Percepatan pertumbuhan atau lesi agresif membutuhkan pembedahan intervensi yang awal dengan reseksi blok dan rekonstruksi graf tulang. Transformasi keganasan telah dilaporkan setelah terapi radiasi, yang merupakan kontraindikasi.

Ossifying Fibroma Sama dengan fibrous dysplasia secara histologist, ini merupakan neoplasma bagian meduler dari rahang. Lesi ini muncul dari elemen ligament periodontal, dan cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda., paling sering di daerah regio premolar-molar pada mandibula. Tumor ini ketika kecil tidak menunjukkan gejala (asimptomatik) tetapi secara bertahap tumbuh meluas ke tulang rahang. Pada X-ray, terlihat dengan baik lesi radiolusen dari tahap awal yang menjadi semakin kaku ke tahap pematangan. Kemajuan dari radiolusen menjadi tahap radiopak berlangsung minimal 6 tahun. Setelah operasi eksisi pada lesi yang cenderung shell out, kambuh kembali itu jarang terjadi.

15. Condensing Osteitis Fokal area tulang sklerotik radiodense ditemukan 4% sampai 8% dari jumlah penduduk. Hal ini biasa terjadi pada mandibula di sekitar apeks dari molar pertama dan diperkirakan akan menjadi bony sklerosis yang kurang reaktif-pulpal inflammation. Tidak teratur bentuknya, radiopak dengan superimposed periapikal inflammation. Setelah terbentuk, lesi tersebut menjadi stabil. Tidak ada treatment yang dilakukan.

C. PEMBENGKAKAN ORAL KARENA NEOPLASMA Neoplasma adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara tidak terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh. Pada sel neoplasma terjadi perubahan sifat sehingga sebagian besar energi digunakan untuk berkembang biak. Pertumbuhan tak terkontrol yang sering terjadi dengan cepat itu dapat mengarah ke pertumbuhan jinak (benign) maupun ganas (malignant). Tumor jinak biasanya tidak menginvasi dan tidak menyebar ke jaringan lain di sekitarnya (Florey, 1970). Secara garis besar, etiologi kanker rongga mulut dapat dikelompokkan atas : 1. Faktor lokal, meliputi kebersihan rongga mulut yang jelek, iritasi kronis dari restorasi, gigigigi karies/akar gigi, gigi palsu (Bolden,1982; Tambunan,1993).

2. Faktor luar, antara lain karsinogen kimia berupa rokok dan cara penggunaannya, tembakau, agen fisik, radiasu ionisasi, virus, sinar matahari (Scully,1992; Bolden,1982). 3. Faktor host, meliputi usia, jenis kelamin, nutrisi imunologi dan genetik (Scully,1992). Faktor-faktor etiologi tersebut tidak bekerja secara terpisah, tetapi kombinasi dari berbagai faktor sering dijumpai bersama-sama. Pada dasawarsa terakhir, patogenesis molekular neoplasma menunjukkan bahwa neoplasma merupakan penyakit genetik. Terbentuknya tumor sebagai akibat terjadinya penyimpangan genetik yang disebabkan oleh faktor-faktor etiologi sehingga terjadi pembelahan gel yang berlebihan dan tidak terkendali. Gen yang menjadi sasaran perubahan genetik adalah onkogen (gen yang meningkatkan pertumbuhan), anti onkogen (gen yang menghambat pertumbuhan) dan gen yang mengatur apoptosis (Scully,1992). Hampir semua sel neoplasma berasal dari sel yang mengalami mutasi karsinogenik. Sel tersebut mengalami proses evolusi klonal yang akan menambah resiko terjadinya mutasi ekstra pada sel desendens mutan. Sel-sel yang hanya memerlukan sedikit mutasi untuk menjadi ganas diperkirakan bersumber dari tumor jinak. Ketika mutasi berakumulasi maka sel dari tumor jinak itu akan menjadi tumor ganas (Brown, 1998). Suatu tumor dikatakan jinak bila ciri-ciri makroskopik dan sitologinya tergolong relatif tidak berbahaya yaitu di antaranya tetap lokasinya, tidak dapat menyebar ke tempat lain,oleh karena itu biasanya mudah diangkat dengan pembedahan lokal dan tidak menyebabkan kematian penderita. Tumor jinak dapat juga menghasilkan bukan hanya suatu benjolan di lokasinya dan kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit yang nyata (Tjarta, 1979). Kebanyakan pertumbuhan neoplasma didahului oleh proliferasi sel neoplastik di dalam epithelium asalnya. Proliferasi ini tidak neoplastik karena bersifat reversible. Sesuatu menyebabkan sel mulai berploriferasi dalam aturan abnormal dan bila stimulus awal dihilangkan maka sel akan kembali normal. Bila sel dengan pertumbuhan non neoplastik ini mempunyai pola tidak teratur maka proses pertumbuhan ini disebut dysplasia. Sel dysplasia abnormal secara histologis, karakteristik epitel displastik mencakup disorganisasi sel, lokasi mitosis abnormal, dan nukleus yang tampak lebih gelap dari biasanya (hiperkromatik). Sel-sel ini tampak tidak sama dengan lainnya karena perbedaan ukuran dan bentuk (pleomorphism).

Tingkatan dysplasia ditentukan oleh ketebalan epitel yang mengalami perubahan ini. Tingkatan dysplasia termasuk dysplasia ringan, sedang, dan berat (Robins and Kumar, 2003). 1. Ameloblastoma Ameloblastoma jarang terjadi pada anak kecil, periode prevalensi terbesar adalah dalam rentang usia 20-50 tahun. Mayoritas terjadi di rahang bawah dalam lebih dua pertiga molar dekat ramus. Secara mikrokskopis, semua ameloblastoma menunjukkan suatu stroma fibrous dengan pulau-pulau atau massa dari epithelium yang berproliferasi, selalu menyerupai epithelium odontogenik dari email pada derajat tertentu. Varian histologis berbentuk folikular, pleksiform, dan akantomatosa digambarkan seperti suatu lesi dimana gambaran dari sel-sel basal, sel reticulum (dengan berbagai derajat dari degenerasi kistik), dan metaplasia squamosa akan dapat dijumpai (Lynch, dkk, 1993). 2. Adenoma monomorfik Neoplasma epithelial yang dari kelenjar saliva yang tidak memperlihatkan perubahan induktif dalam stroma, tersusun atas satu jenis sel, disebut sebagai adenoma monomorfik. Berbeda dengan adenoma pleomorfik, lesi ini biasanya jinak. Yang paling lazim dari lesi ini adalah tumor Warthin merupakan suatu pertumbuhan yang eksoktik, secara histologis terdiri dari ploriferasi epitel berlapis tiga di dalam dinding kista. Struktur vilous (tonjolan vascular kecil) di dalam kista terdiri dari dua lapisan epithelium dan satu lapisan jaringan limfositik dengan pusat-pusat germinal. Perubahan keganasan tampaknya jarang terjadi dalam sebagian besar monomorfik adenoma dan eksisi local yang konservatif atau terbukanya selubung lesi dianggap sebagai suatu terapi yang memadai (Lynch, dkk, 1993). 3. Fibrosarcoma Fibrosarcoma merupakan neoplasma maligna dari jaringan ikat fibrous yang juga dapat timbul pada tulang. Fibrosarcoma secara umum mempengaruhi jenis kelamin pria dan wanita secara seimbang dengan insidensi tertinggi pada usia antara 20-40 tahun. Namun, kasus pada bayi juga diketahui pernah terjadi. Fibrosarcoma memiliki kecepatan pertumbuhan yang tidak terkontrol atau dapat juga lambat. Ketika gingiva terpengaruh, maka secara umum akan terjadi pembengkakan sessile tanpa rasa sakit yang mungkin

mengalami ulserasi. Rasa sakit akan muncul ketika terjadi keterlibatan nervus trigeminal. Fibrosarcoma tidak memiliki tendensi untuk bermetastase (Sedano, 2006). 4. Squamous Cell Carcinoma (SCC) SCC oral ditemukan dengan frekuensi yang lebih besar pada usai 50 tahun ke atas dan predileksi jenis kelamin tergantung pada lokasinya. Menurut penelitian National Cancer Institute sejak tahun 1983 sampai 1993, lokasi intraoral yang paling banyak terpengaruh adalah lidah, diikuti bibir, dasar mulut, dan gingiva. SCC gingiva ditemukan dengan frekuensi seimbang pada pria dan wanita dan gingiva mandibula terjadi pada pada 60% kasus. Pada diagnosis ditemukan 34% kasus terlokalisasi namun sisanya (66%) telah bermetastase (Sedano, 2006). Secara klinis, SCC gingiva cenderung untuk berkembang dengan frekuensi yang lebih besar pada area molar dan premolar dan penampakannya dapat bervariasi sebagai area seperti leukoplakia sampai pembentukan masa exophitik. Mobilitas gigi akan muncul pada gigi yang berdekatan dengan tumor ketika SCC gingiva menginvasi tulang dan ligamen periodontal (Sedano, 2006). 5. Traumatic Neuroma Traumatik neuroma bukan merupakan tumor yang sebenarnya, tetapi merupakan suatu proliferasi dari jaringan saraf yang disebabkan oleh adanya luka pada nervus perifer. Jaringan saraf dibungkus dalam suatu kantung yang terdiri dari sel Schwann dan seratseratnya. Ketika kantung tersebut terganggu, maka saraf akan kehilangankerangkanya. Ketika suatu saraf dan kantung tersebut rusak, akhiran proksimal dari saraf yang rusak tersebut akan berproliferasi menjadi suatu masa dari saraf dan sel Schwann bercampur dengan jaringan fibrous yang padat (Greenberg et al, 2008). Pada kavitas oral, luka pada saraf dapat timbul oleh karena injeksi anestesi lokal, bedah, dan sumber trauma lainnya. Biasanya, traumatik neuroma ini menyebabkan timbulnya rasa sakit. Ketidaknyamanan dapat bervariasi dari rasa sakit ketika palpasi sampai pada sakit yang parah dan konstan. Sebagian besar traumatik neuroma terjadi pada

usia dewasa. Traumatik neuroma pada kavitas oral dapat terjadi dimana saja dimana saraf mengalami kerusakan. Diagnosis definitif dapat ditegakkan berdasarkan biopsi dah pemeriksaan mikroskopis. Traumatik neuroma dapat dirawat dengan eksisi bedah. Rekurensi atau kekambuhan penyakit ini jarang terjadi (Lewis and Lamey, 1998).

Tanda dan gejala keganasan menurut Chandrasoma and Taylor (2001) : Tumbuh infiltratif dan ekspansif Tumbuh infiltratif yaitu tumbuh bercabang menyebuk ke dalam jaringan sehat sekitarnya dan sulit digerakan dari dasarnya. Tumbuh ekspansif yaitu mendesak jaringan sehat sekitarnya sehingga jaringan sehat yang terdesak membentuk simpai/kapsul dari tumor. Residif Tumor ganas sering tumbuh kembali (residif) setelah diangkat atau diberi pengobatan dengan penyinaran. Keadaan ini disebabkan adanya sel tumor yang tertinggal kemudian tumbuh dan membesar membentuk tumor di tempat yang sama. Metastase Pada umumnya tumor ganas dapat menyebar di tempat lain melalui peredaran darah dan cairan getah bening. Tumbuh cepat Secara klinis tumor cepat membesar dan secara mikroskopik ditemukan mitosis normal (bipolar) maupun abnormal (atipik). Sebuah sel membelah menjadi dua dengan membentuk bipolar spindle. Pada tumor yang ganas terjadi pembelahan multiple pada saat yang bersamaan sehingga dari sebuah sel dapat menjadi tiga atau empat anak sel. Pembelahan abnormal ini memberikan gambaran mikroskopik mitosis atipik seperti mitosis tripolar atau multipolar. Perubahan pada inti sel Pembelahan sel diatur oleh inti sel yaitu nucleoprotein dalam kromatin. Oleh karena itu untuk menentukan keganasan harus memperhatikan perubahan inti sel. Inti sel tampak

lebih besar menyebabkan perbandingan inti terhadap sitoplasma 1:1 atau 1:2, seperti diketahui perbandingan inti sitoplasma normal adalah 1:4. Sering ditemukan inti yang bentuknya bizarre (tidak baraturan) dan sel tumor dengan beberapa inti. Tampak pula banyak gambaran mitosis yang menunjukan cepatnya pertumbuhan, di antaranya tampak mitosis abnormal seperti tri, quadric atau multipolar. Kehilangan polaritas Sel-sel epitel normal biasanya membentuk susunan tertentu, misalnya epidermis mempunyai susunan yang terdiri atas lapisan basal, spinosum, granulosum, korneum, jadi ada polaritas. Pada tumor ganas susunan yang teratur ini akan hilang sehingga letak sel yang satu terhadap yang lain tidak teratur lagi. Menyebabkan kematian Tumor ganas jika tidak diobati akan menyebabkan kematian terutama jika letaknya pada organ tubuh yang vital. D. PEMBENGKAKAN ORAL KARENA PENGARUH SISTEMIS 1. Gingiva Edema of Hypothroidism Hipotirodisme disebabkan karena akumulasi mukoprotein subkutan. Penyakit ini dikarakterisasi oleh edema kelopak mata dan jaringan suborbital. Wajah terlihat gembung, bibir dan lidah juga membesar dan menyebabkan perubahan pola bicara. Tanda-tanda klinis oral meliputi pembesaran gingival secara menyeluruh, berwarna pink pucat, dan dapat ditekan. Ketika terjadi inflamasi sekunder, gingival menjadi merah dan menjadi seperti lumpur, serta cenderung mudah berdarah. Ukuran lidah menjadi sangat besar dan protrusi dari rongga mulut, bibir dan gingival membesar, menggembung dan pucat. Mulut biasanya terbuka dan sering bernapas lewat mulut. Gingivitis dan rampan karies sering terjadi (Bricker dkk, 2002). Hipotiroidisme adalah kelainan relatif umum yang manifestasi-manifestasi klinisnya tergantung pada usia saat timbulnya, lamanya, parahnya insufisiensi tiroid. Jika pasien kekurangan hormone sejak pada usia dini, maka akan mengakibatkan kretinisme. Penyakit ini ditandai oleh badan pendek, keterbelakangan mental, ukuran kepala terhadap

badan tidak seimbang, erupsi gigi terlambat, mikrognatisme mandibula, dan bibir serta lidah membengkak. Tanpa memandang usia timbulnya, penderita hipotiroid menunjukkan kulit kasar, kering, kekuningan, tidak tahan dingin serta lesu. Pembengkakan adalah gambaran klasiknya dan paling mencolok di wajah terutama disekitar kedua mata (Langlais and Craig, 1998). Secara intraoral, makroglosia dan makrocheilia adalah hal yang umum dan dapat menyebabkan perubahan pola bicara. Gusi tampak membesar secara seragam, berwarna merah pucat, dan dapat ditekan. Pembengkakan terjadi ke semua arah, baik sisi fasial maupun lingual dari lengkung-lengkung gigi. Jika ada radang sekunder, maka jaringanjaringannya menjadi merah dan seperti lumpur serta mempunyai kecenderungan mudah berdarah. Perawatan untuk keadaan gusi tersebut tergantung pada derajat defisiensi tiroid. Pasien-pasien yang hampir defisiensi hanya memerlukan kebersihan mulut yang ketat, sedangkan kasus-kasus yang benar-benar defisiensi memerlukan terapi tiroid tambahan agar keadaan sistemik dan mulutnya mereda (Langlais and Craig, 1998). Penyakit gingiva ini ditandai dengan wajah penderita yang tampak bengkak, diikuti dengan pembesaran pada bibir dan lidah. Pembesarannya dapat menyebabkan sedikit gangguan berbicara. Hipotiroidisme merupakan penyakit yang relatif umum terjadi dan ketika home care dimanajemen dengan baik, gingiva hanya akan tampak membesar, merah muda pucat, serta bersifat kompresibel (dapat ditekan). Apabila edema tersebut tidak dapat ditangani dengan baik maka akan timbul inflamasi yang lebih parah lagi, disebut inflamasi sekunder. Inflamasi sekunder ditandai dengan gingiva menjadi warna merah, boggy (lunak), dan mengalami kecenderungan untuk berdarah dengan mudah. Perawatannya dapat dilakukan dengan cara mengeliminasi inflamasi sekunder dengan tindakan lokal serta memperbaiki manajemen home care. Tindakan lain yang dapat dilakukan yaitu dengan cara prosedur operasi pada tiroid untuk mengembalikan gingiva ke bentuk dan tekstur yang normal (Bricker dkk, 2002). 2. Scurvy Scurvy adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan vitamin C, yang diperlukan untuk sintesis kolagen pada manusia. Nama kimia untuk vitamin C, asam askorbat, berasal dari nama Latin kudis, scorbutus, yang juga memberikan kata sifat

scorbutic ("dari, dicirikan oleh atau berhubungan dengan kudis.") Scabies menyebabkan pembentukan bintik-bintik pada kulit, kenyal gusi dan perdarahan dari selaput lendir. Bintik-bintik yang paling berlimpah di paha dan kaki, dan orang-orang dengan penyakit yang tampak pucat, merasa tertekan, dan sebagian amobil. Dalam lanjutan kudis ada terbuka, suppurating luka dan kehilangan gigi (Pindborg, 2009). 3. Leukemia akut Pembengkakan gingiva yang paling sering dilihat dengan myelomonocytic leukemia akut. sel abnormal yang putih tidak dapat melakukan fungsi normal dan pertahanan mereka tidak dapat mengendalikan infeksi pada gingival margin. Pada daerah gingiva, sel leukosit abnormal hingga sel gingiva menjadi bengkak. Sel-sel ini sangat rusak bahwa infeksi berlangsung, ulkus menyebabkan dan kerusakan jaringan. Klinis, gingivae bengkak, mengkilap, pucat, atau ungu di warna dan sering ulserasi. Lain tanda-tanda leukemia (pucat, purpura, atau kelelahan) dapat juga (Pindborg, 2009). 4. Leucemic generalized gingiva enlargement Manifestasi oral penderita tergantung dari status umum penderita. Gingival biasanya terlibat pada awal terjadinya penyakit leukemia. Biopsy menunjukkan adanya infiltrasi selsel darah putih leukemi. Gambaran klinis gingival penderita leukemia adalah pembesaran dan edema gingival disertai dengan kecenderungan seperti akan lepas dari gigi. Jaringan gingival terasa lunak dan spongy saat di palpasi. Gambaran stippling gingival menghilang dan terlihat mengalami inflamasi dengan warna merah ungu tua, perdarahan spontan atau aliran darah dari sulkus biasanya terlihat, gingival terasa nyeri. Kontur normal gingiva cekat lepas, jaringan yang membengkak terlihat seperti akan mengelupas dari gigi dan mudah berdarah. Gingival yang edema terlihat jelas pada papilla interdental. Penyakit leukemia yang berkembang dengan pesat menghasilkan tanda-tanda klinis seperti gingival yang berwarna ungu, mengkilat, dan hemoragi. Pada orang-orang tertentu, sel-sel neoplastik menginvasi pulpa dan jaringan tulang dan menginduksi terjadinya nyeri yang samar-samar (vague pain). Kulit penderita juga terdapat bercak berwarna ungu kemerahan yang dikenal sebagai leukemia kutis. Tanda-tanda orofasial leukemia di antaranya adalah pallor, petechiae, ecchymoses, pembesaran gingival, perdarahan spontan pada gingival,

pembesaran kelenjar parotis, ulserasi pada rongga mulut, demam, infeksi rekuren (candidiasis), malaise, penurunan berat badan (Bricker dkk, 2002).5.

Diabetes mellitus oral swelling Diabetes berkaitan dengan beberapa manifestasi oral, khususnya kondisi inflamasi dan infeksi karena fungsi abnormal neutrofil, mikroangiopati, dan perubahan mikroflora oral. Tanda-tanda intraoral awal pada penyakit diabetes antara lain dry mouth, burning tongue, gingivitis persisten, lesi karies multipel, penyakit periodontal, dan infeksi candida. Gingivitis diabetic dapat menghasilkan proliferasi jaringan berlebih yang muncul dari gingival cekat dan gingival margin. Pembengkakan dengan demarkasi baik bersifat lunak, merah, ireguler, dan hemoragi. Permukaan jaringan hiperplastik biasanya berbentuk bulbus dan beberapa di antaranya berbentuk papulonodular. Sering terjadi infeksi candidiasis pada penderita DM. Terdapat insidensi yang tinggi pada penderita DM dalam proses penyembuhan luka yang lambat dan terjadinya dry socket (alveolar osteitis). Ulser oral dan luka terbuka sering terjadi meskipun telah diobati. Penyebabnya adalah karena perubahan vaskuler menuju degenerasi. Tanda-tanda oral penyakit DM yang lain meliputi bau nafas aseton, deposit kalkulus lunak berwarna kuning yang terbentuk secara cepat setelah dihilangkan, penurunan tonus otot lidah, peningkatan viskositas saliva, peningkatan karies, pembesaran glandula parotis asimtomatis (diabetic sialodenosis), dan odontalgia yang tidak diketahui penyebabnya (Bricker dkk, 2002).

6.

Hiperparatiroidisme Pasien dengan hiperparatiroid biasanya mengeluhkan nyeri yang samar pada tulang rahang, gigi menjadi sensitif saat mastikasi dan dilakukan perkusi. Gigi dapat terlepas dan miring sehingga menyebabkan maloklusi. Pulp stone dan resorpsi akar juga terjadi. Pasien dengan status hiperkalsemia dapat menginduksi terjadinya kalsifikasi jaringan lunak glandula salivarius (sialolithiasis), kelemahan otot-otot skeletal, dan fasikulasi lidah. Hiperparatiroidisme adalah penyebab utama penipisan tulang rahang secara menyeluruh dan pengamatan secara radiografik mirip fibrous dysplasia, Pagets disease, osteomalasia, osteoporosis. Radiografi oral penderita hiperparatiroidisme menunjukkan hilangnya lamina dura secara menyeluruh dan trabekulasi medulla. Rahang terlihat radiopak sering disebut sebagai ground glass appearance of the bone. Terjadi hilangnya kortikasi batas inferior

mandibula dan kanalis mandibularis. Terkadang, kista tulang yang mengalami lisis berkembang pada rahang dan tulang perifer. Lesi intraoseus multipel atau tunggal dikenal sebagai brown tumor hiperparatiroidisme, dapat membesar dan merusak tulang alveolar (Bricker dkk, 2002). 7. Fibromatosis Gingivae Fibromatosis gingiva merupakan sebuah pembesaran idiopatik progresif jaringan dari gingival yang terkait secara autosomal dominan. Penampakan klinis dari fibrimatosis gingiva yaitu jaringan yang non hemoragik dan secara keleluruhan gingiva akan nampak berwarna merah muda. Jaringan terdiri atas area yang bersatu, bersifat multipel dari pembesaran globular dengan stippling berlebihan (Bricker dkk, 2002). Fibromatosis gingiva dapat berhubungan dengan konsumsi obat imunosurpresan, cyclosporin, CC blocker, phenytoin dan derivatnya, dan pada fibromatosis difus gingivam fibrotic gingival enlargement bisa terjadi pada pasien dengan hiperplasi gingiva kronis. Fibromatosis juga dapat menjadi salah satu manifestasi klinis suatu sindrom. Sindrome yang berhubungan dengan fibromatosis gingival disebutkan pada tabel dibawah ini : No. Syndrome 1. Laband syndrome Clinical feature hadir saat lahir atau muncul sesaat setelah 2. Rutherfurd syndrome itu, hidung dan kuping abnormal, displasia kuku. Fibromatosis gingiva, tertunda erupsi Dominant gigi dan distrofi kornea. Serta gigi berbentuk abnormal, keterbelakangan mental dan perilaku agresif. 3. Cross syndrome Disorder ditandai dengan fibromatosis Recessive gingiva, pengurangan pigmen di kulit dan mata, microphthalmia, nystagmus, berawan kornea, menangis sangat sugestif, dan keterbelakangan mental yang berat. Sering dikaitkan dengan gangguan pertumbuhan, nystagmus Mode of inheritance

Fibromatosis dari gingiva biasanya Dominant

kasar, dan cryptorchism. tumor ganas kulit dapat komplikasi. 4. Ramon syndrome Sebuah gangguan langit penyakit keluarga ditandai Recessive epilepsy, cherubism, rheumatoid dengan keterbelakangan mental ringan, pertumbuhan, sempit, juvenile displasia fibrosa dari maxillae, langitmulut hipertrikosis, (Jaju, 2009)

arthritis, dan fibromatosis gingiva.

8. Plasma cell gingivitis

Merupakan pembesaran gingival ringan pada marginal gingival sampai ke attached gingiva. Secara klinis, gingiva tampak merah, friable, dan mudah berdarah Diperkirakan karena alergi, berkaitan dengan komponen chewing gum atau dentrifices. Berhubungan juga dengan cheilitis dan glossitis. (Reedy, 2008)

9.

Non-specific conditoned enlargement (granuloma pyogencium) Merupakan pembesaran gingival yang seperti tumor dan diperkirakan merupakan respon berlebihan terhadap trauma minor.Lesi tampak bervariasi dari discrete, spherical, dengan perlekatan pedunculated sampai datar, bisa juga tampak seperti keloid dengan dasar yang meluas. Berwarna merah terang atau ungu, cekat, tampak ulserasi pada permukaan dan terdapat eksudat purulen. (Reedy, 2008)

KELENJAR LIMFE Kelenjar limfe adalah tempat diproduksinya atau pembentukan limfosit paska kelahiran. Limfosit merupakan unsur kunci pada proses kekebalan tubuh melawan patogen. Kelenjar limfe

dibentuk pada sumsum tulang, timus, dan limpa. Setelah kelenjar limfe diproses dalam timus, akan menjadi prekursor sel T atau sel B (Ganong, 2003). Kelenjar limfe adalah cairan jaringan yang masuk ke dalam pembuluh limfe. Cairan tersebut akan mengalir ke aliran darah vena melalui duktus torasikus dan duktus limfatikus sebelah kanan. Cairan ini mengandung banyak faktor pembekuan darah dan pada in vitro akan membeku jika didiamkan terlalu lama (Ganong, 2003). Sedangkan menurut Guyton dan Hall (2003), kelenjar limfe berfungsi untuk mencegah terjadinya pembengkakan atau edema.

Jaringan lunak Jaringan gingiva normal aslinya transparan; Warna merah disebabkan adanya darah yang mengalirinya. Hubungan gingiva dengan gigi dan tulang melalui serat periodotal ( dikenal juga dengan serat PDL ). Gingiva merupakan salah satu komponen dari periodontium atau PDL, komponen lainnya adalah cementum (lapiasan sel terluar dari akar gigi), tulang dan serat PDL.

Subdivisi dari gingiva Gingiva sacara anatomis terbagi menjadi marginal, attached dan daerah interdental. Marginal gingiva Marginal gingiva merupakan bagian tepi gingiva yang menyelimuti gigi seperti kerah pada baju. Pada 50% kasus, batas marginal gingiva dengan attached gingiva ditandai dengan adanya cerukan dangkal yang disebut free gingival groove. Marginal gingiva umumnya memiliki lebar 1mm, membentuk dinding jaringan lunak dari sulkus gingiva. Marginal gingiva dapat dipisahkan dengan permukaan gigi dengan menggunakan probe periodontal. Attached gingiva Attached gingiva merupakan kelanjutan dari marginal gingiva. Jaringan padat ini terikat kuat dengan periosteum tulang alveolar dibawahnya. Permukaan luar dari attached gingiva terus memanjang ke mukosa alveolar yang lebih kendur dan dapat digerakkan, bagian tersebut disebut mucogingival junction Interdental gingiva

Interdental gingiva mewakili gingival embrasure, dimana terdapat ruang interproksimal dibawah tempat berkontaknya gigi. Interdental gingiva dapat berbentuk piramidal atau berbentuk seperti lembah.

Penyakit gingiva Microekosistem lubang gingival, dibanjiri oleh sisa makanan dan saliva, yang dapat mendukung perkembangannya banyak mikroorganisme, yang beberapa diantaranya dapat menyebabkan penyakit. Kebersihan mulut yang buruk dapat menyebabkan penyakit gingival dan periodontal, penyakit itu antara lain gingivitis atau pyorrhea,yang merupakan salah satu penyebab utama kerusakan gigi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa Anabolic steroid juga berhubungan erat dengan gingival enlargement yang pada banyak kasus membutuhkan gingivectomy. (Willmann, 2006)

Karakteristik gingiva sehat Gambaran gingival normal Gingiva merupakan bagian dari mukosa mastikatori yang menutupi prosesus alveolaris dan melingkari bagian servikal gigi. Gingival terdiri dari lapisan epithelial dan jaringan ikat di bawahnya yang disebut lamina propria. Gingiva memperoleh bentuk dan teksturnya pada daerah erupsi gigi. Pada arah koronal warna pink coral gingiva berakhir pada margin gingiva bebas yang memiliki outline scalloped. Pada arah apikal gingival berlanjut menjadi mukosa longgar dan berwarna lebih merah tua (lining mucosa) yang mana gingival dipisahkan oleh suatu garis pembatas yang disebut mucogingival junction atau mucogingival line. Gingival dibagi menjadi 2 bagian yaitu free gingival dan attached gingival. Free gingival atau gingival bebas berwarna coral pink, memiliki permukaan tumpul, dan konsistensi yang cekat. Gingival bebas meliputi jaringan gingival di bagian vestibula dan sebelah lingual/ palatal gigi, dan gingival interdental. Pada sisi vestibula dan lingual gigi, gingival bebas memanjang dari margin gingival pada arah apikal sampai ke free gingival groove yang terletak pada cementoenamel junction (CEJ). Gingival vekat berada pada arah apikal didemarkasi oleh mucogingival junction. Free gingival margin berbentuk bulat karena terdapat invaginasi atau sulkus di antara gigi dan gingival yang disebut sulkus gingiva. Sulkus gingival yang sehat tidak mudah berdarah saat probe dimasukkan ke dalamnya. Dalam

keadaan inflmasi, gingival berwarna lebih merah dan mudah berdarah. Kondisi gingival membesar dan merah mengkilat karena stippling menghilang. Setelah erupsi gigi selesai, free gingival margin terletak pada permukaan email kira-kira 1,5-2 mm pada arah koronal ke CEJ. Bentuk gingival interdental ditentukan relasi kontak antara gigi, lebar permukaan gigi dan CEJ. Pada regio anterior papilla interdental berbentuk pyramidal, sedangkan di daerah posterior papilla lebih datar pada arah bukolingual. Gingival cekat memanjang ke arah apikal sampai ke mucogingival junction yang akan berlanjut dengan mukosa alveolar. Teksturnya cekat, berwarna coral pink, dan menunjukkan adanya depresi kecil pada permukaan yang disebut stippling. Gambaran stippling pada gingival mirip dengan kulit jeruk (Lindhe, 2003).

Warna Gingiva sehat umumnya memiliki warna yang disebut "coral pink." Warna lain seperti merah, putih dan biru dapat menandai adanya peradangan (gingivitis) atau kelainan lain. Walaupun menurut text book warna gingiva disebut "coral pink", pigmentasi rasial normal membuat gingiva berwarna lebih gelap. Karena warna gingiva dipengaruhi pigmentasi rasial, kesepahaman dalam warna lebih penting daripada warna yang ada sebetulnya (Willmann, 2006).

Kontur Gingiva sehat memiliki permukaan halus dan bergelombang di depan tiap gigi. Gingiva sehat menempati daerah interdental dengan tepat dan pas, berbeda dengan papilla gingiva yang membengkak yang terdapat pada gingivitis, atau embrasure yang kosong pada penyakit periodontal. Gusi yang sehat melekat erat pada tiap gigi, bentuknya meruncing seperti ujung pisau pada tepi marginal gingiva bebas. Dilain pihak, gusi yang meradang memiliki tepi yang menggembung atau bulat (Willmann, 2006).

Tekstur Gingiva sehat bertekstur padat, tahan terhadap adanya pergerakan. Tekstur ini sering dideskripsikan sama seperti kulit jeruk. Gingiva yang tidak sehat teksturnya membengkak dan seperti busa (Willmann, 2006).

Reaksi terhadap gangguan Gusi sehat umumnya tidak berekasi terhadap gangguan normal seperti penyikatan atau periodontal probing. Sebaliknya gusi yang tidak sehat akan menunjukkan adanya perdarahan ketika probing / Bleeding On Probing (BOP) dapat disertai timbulnya cairan nanah (Willmann, 2006).

KONSEP RUJUKAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT ADANYA MASSA ATAU PEMBENGKAKAN GINGIVA Pasien dengan hiperplasi gingival harus diperiksa dengan hati-hati dan diambil sampel darahnya untuk menentukan apakah terdapat gangguan darah. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah kuretase. Pada pasien dengan kebiasaan bernafas melalui mulut dibutuhkan rujukan ke otolaryngologist untuk menentukan apakah terdapat obstruksi saluran nafas atas seperti adanya adenoid atau perawatan orthodonsi untuk mengembalikan penutupan mulut yang normal. Pada pasien epilepsy yang mengalami pembengkakan gingival karena mengkonsumsi dilantin, sebelum dilakukan perawatan sebaiknya dirujuk ke ortodontis untuk dievaluasi seminggu sebelum perawatan (Greenberg, 2003). Pada pasien yang menderita cardiomyopathy, biasanya mengkonsumsi obat-obatan immunosuppressive seperti Cyclosporin A yang dapat menyebabkan hiperplasi gingival. Apabila dokter gigi akan memberikan terapi sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu ke cardiologist untuk menentukan kebutuhan profilaksis antibiotic yang dibutuhkan untuk mencegah infeksi bakteri, level antikoagulasi, kebutuhan akan steroid apabila mengalami stress saat perawatan dental, kemungkinan adanya infeksi endokarditis atau atherosclerosis koroner. (Bricker at al., 1994) Adapun pada penderita DM, juga sering mengalami pembengkakan gingiva yang dikenal dengan diabetic gingivitis. Pada kondisi ini dibutuhkan konsultasi dengan dokter untuk mempertahankan keseimbangan nutrisi selama perawatan dental agar kadar glukosa darah pasien normal sedangkan pada ibu hamil yang menderita pregnancy gingivitis diperlukan konsultasi

dengan dokter untuk menentukan kebutuhan steroid selama perawatan dental untuk mengurangi dental stress. (Bricker at al., 1994) Untuk linfadenopati, banyak penyakit yang dapat menyebabkan lesi pada leher, namun secara umum terdapat pembengkakan atau sakit di nodus limfatikus cervikal. Nodus limfatik yang membengkak biasanya erdapat infeksi pada area drainase. Nodus tersebut cekat, lunak, dan dapat digerakkan (limfadenitis). Fokus inflamasi biasanya ditemukan di area drainase. Infeksi dan keganasan pada area drainase merupakan penyebab yang penting. Infiltrasi metastatis menyebabkan nodus menjadi keras, terikat pada jaringan yang berdekatan, dan pada kasus yang berat bisa terjadi ulser pada kulit (Scully and Cawson, 2005). Penyakit denganciri-cirinya klinisnya mengandung ciri-ciri seperti pembengkakan menyeluruh, tidak mudah berdarah, disertai kerusakan tulang alveolar, gigi goyah, dan sebagian gusi bisa digerakkan antara lain : 1. Fibromatosis gusi turunan Adalah suatu pembesaran fibrosa progresif yang jarang dari gusi dan diwariskan sebagai suatu ciri autosomal dominan. Keadaan tersebut timbul pada masa kanak-kanak dan menjadi lebih menonjol dengan bertambahnya usia. Pembesaran ini biasanya menyeluruh dan tanpa radang, mengenai permukaan bukal dan lingual dari kedua rahang dengan seimbang. Gusi bebas interproksimal dan marginal membesar, berwarna merah muda dengan merata, keras, tanpa perdarahan dan seringkali bernodula. Ada 2 macam fibromatosis gusi turunan yaitu : menyeluruh dan setempat. Tipe menyeluruh bernodula dan batasnya tidak jelas, menunjukkan daerah-daerah pertumbuhan gusi globuler yang bergabung, yang menempati dan akhirnya menutupi mahkota gigi-gigi. Tipe setempat kadang-kadang dijumpai, dimana pertumbuhan-pertumbuhan soliter terbatas pada atap palatum dari tuberositas maksila atau gusi lingual dari lengkung mandibula. Pertumbuhan berlebih dari gusi tampak licin, keras, bulat simetris. Tipe setempat dapat unilateral atau bilateral dan telah disarankan istilah fibromatosis gusi lokal untuk tipe ini (Langlais and Craig, 1998). Fibromatosis gusi turunan dapat menghalangi erupsi gigi, pengunyahan, dan kebersihan mulut. Dalam kasus-kasu yang parah, gigi-gigi sulung atau tetap yang tidak bererupsi dapat merupakan keluhan utama pasien. Penyakit ini tidak akan mereda sendiri,

bahkan dengan kebersihan mulut yang baik. Gingivektomi baik dengan scalpel atau laser karbon dioksida adalah perawatan pilihan. Pertumbuhan yang berlanjut memerlukan operasi yang multiple. Keadaan tersebut dapat disertai dengan gambaran wajah akromegali, hipertrikosis atau gangguan metal (Langlais and Craig, 1998). 2. Pembesaran gingival fibrotik Jenis lesi gingival proliferatif memiliki warna merah muda normal atau mungkin juga agak pucat daripada normalnya. Jaringan ini konsistensinya keras, kaku, dan fibrous, oleh karena peningkatan jaringan fibrous. Jaringan ini tidak mudah berdarah ataupun meninggalkan bekas bila ditekan (konsistensi lunak yang disebutkan di skenario kasus). Fibromatosis yang difus dari gingival merupakan suatu bentuk hiperplasi gingival yang lebih jarang dan dalam banyak kasusnya penyakit ini merupakan suatu penyakit kongenital atau penyakit yang diwariskan, sekalipun pembesaran yang difus dari gingival juga dapat terjadi sebagai respon terhadap iritan lokal (kebiasaan menggarukgaruknya gusinya dengan kuku jari atau ranting kayu yang disebutkan di scenario kasus) yang menyebar luas dengan atau tanpa faktor sistemik. Pembesaran mungkin terdapat pada kelahiran atau hanya terjadi saat erupsinya gigi geligi sulung ataupun gigi geligi permanen (Lynch et al., 1993).

PERMASALAHAN Seorang laki-laki (33 th) dengan pembengkakan gusi rahang kanan atas yang telah berlangsung sejak 3 hari yang lalu, terasa nyeri jika untuk makan. Pasien pernah membuatkan gigi tiruan untuk gigi 21 pada tukang gigi ketika kelas 3 SMP. Gigi tiruan tersebut perna diganti karena

telah aus. Pada tahun 2004, gigi tiruan tidak pernah dipakai karena gusinya membengkak. Sejak saat itu gigi tiruan tidak pernah dipakai lagi namun bengkak gusi tidak berkurang bahkan untuk itu pernah dilakukan beberapa kali skaling disertai pemberian antibiotik dan anlgetik. Pemeriksaan obyektif menunjukkan pemengkakan gusi yang menyeluruh, simtris regio posterior atas dan bawah. Palpasi pada pembengkakan gusi sebagian terasa kenyal dan lunak. Stippling gingiva negatif, warna gingiva merah jambu pucat tidak mudah berdarah, sebagian gusi dapat digerakkan, sebagian cekat. Gigi posterior atas dan bawah goyah (kegoyahan derajat 2-3). Hasil ronsen foto mencapai seperempat apikal. Nenek dan paman pasien meninggal karena menderita diabetes melitus. Pasien mengaku selama ini membatasi diri hanya makan yang lunak-luna. Pasien mempunyai kebiasan menggaruk-garuk gusinya dengan kuku jari atau ranting kayu untuk mengambil sisa makanan. Riwayat medik tidak dicurigai menderita penyakit sistemik. Pasien mengaku punya hobi berolah raga.

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Pemeriksaan Subjektif

a.

Keluhan utama (Chief Complaint) Keluhan utama yang menyebabkan pasien datang ke dokter gigi adalah

pembengkakan gusi rahang kanan atas yang nyeri jika untuk makan. b. Present Illness Pasien pernah membuatkan gigi tiruan untuk gigi 21 pada tukang gigi ketika kelas 3 SMP, pada tahun 2004 gigi tiruan tersebut tidak dipakai lagi karena gusinya membengkak, namun bengkak gusi tidak berkurang. Skaling, pemberian antibiotic dan analgetik tidak memperbaiki kondisi pasien. Pasien memiliki kebiasaan menggaruk-garuk gusi dengan kuku atau ranting kayu untuk mengambil sisa makananc.

Family History Nenek dan paman pasien meninggal karena menderita diabetes melitus Medical History Pasien tidak dicurigai menderita penyakit sistemis. Pasien hobi berolah raga

d.

II.2 Pemeriksaan Obyektif Pembengkakan gusi menyeluruh, simetris regio gigi posterior atas dan bawah. Palpasi pada pembengkakan gusi sebagian terasa kenyal dan lunak. Stippling negatif, warna gingiva merah jambu pucat, tidak mudah ebrdarah, sebagian gusi dapat digerakkan, sebagian cekat. Gigi posterior atas dan bawah mengalami kegoyahan derajat 2-3 II.3 Pemeriksaan penunjang Hasil ronsen foto menunjukan resorpsi tulang alveolar yang menyeluruh pada rahang bawah hingga mencapai seperempat apikal

II.4 Analisis kasus Present illness yang lengkap merupakan komponen penting dalam menentukan diagnosis. Salah satu informasi penting yang harus diperoleh sejak awal riwayat penyakit terjadi yang akan membantu mengkategorikan serta menyederhanakan penyakit pasien ialah waktu mulai terjadinya penyakit sampai sekarang (lesi akut atau lesi kronis) (Greenberg, 2003).

Pada skenario kasus, pasien telah menderita pembengkakan gusi sejak kurang lebih enam tahun yang lalu, sehingga pembengkakan ini dapat digolongkan sebagai lesi kronis pada gingiva. Pembengkakan yang dialami pasien terjadi pada regio posterior atas, bawah dan regio palatum. Hal ini menunjukan bahwa pasien mengalami pembengkakan gingiva yang menyeluruh. Pemeriksaan obyektif menunjukan struktur gingiva yang kenyal dan lunak, berwarna merah jambu pucat, tidak mudah berdarah, sebagian gusi dapat digerakan, dan tidak menunjukan stippling. Normalnya gingiva sehat memiliki warna yang disebut "coral pink." Warna lain seperti merah, putih dan biru dapat menandai adanya peradangan (gingivitis) atau kelainan lain. Gingiva sehat melekat erat pada tiap gigi, bentuknya meruncing seperti ujung pisau pada tepi marginal gingiva bebas. Dilain pihak, gusi yang meradang memiliki tepi yang menggembung atau bulat. Gingiva sehat bertekstur padat, tahan terhadap adanya pergerakan. Tekstur ini sering dideskripsikan sama seperti kulit jeruk. Gingiva yang tidak sehat teksturnya membengkak dan seperti busa (Wilman, 2006).

gambaran gingiva sehat dengan stipplingnya

Pembesaran gingiva menyeluruh dapat disebabkan oleh banyak faktor. menurut (Lych. Et all, 1994) pembesaran gingival disebabkan oleh faktor- faktor peradangan local, infeksi dan traumatic seperti penggunaan protesa, akumulasi kalkulus, kebiasaan buruk (bad habit) Pasien merupakan pengguna gigi tiruan, gigi tiruan yang tidak baik dapat menyebabkan pembengkakan pada mukosa rongga mulut, namun meskipun pasien telah menghentikan pemakaian gigi tiruan, pembengkakan gusi yang dialaminya tidak mengalami resolusi. Hal ini

dapat mengindikasikan bahwa pembengkakan gusi menyeluruh yang dialami pasien bukan disebabkan oleh gigi tiruan. Tetapi gigi tiruan dapat menjadi iritator pertama yang menginduksi overproliferasi sel-sel fibroblas, mengingat pembengkakan pasien dialami setelah pasien mengganti gigi tiruannya. Deposisi kalkulus akan menyebabkan gingivitis dan pada tahap lanjut dapat menyebabkan pembengkakan gingiva, namun pada skenario disebutkan bahwa pasien telah melakukan beberapa kali skaling, namun tidak memperbaiki kondisinya, maka pembengkakan gusi bukan karena deposisi kalkulus. Deposisi kalkulus pada skenario ini berperan sebagai kofaktor yang menyebabkan resorpsi tulang alveolar. Pemberian antibiotik juga tidak memberikan pengaruh terhadap pembengkakan gusi pasien, hal ini disebabkan karena infeksi bukanlah penyebab pembengkakan gusi pasien. Pengakuan pasien yang selalu membatasi makan makanan yang lunaklunak menunjukan bahwa pasien merasa tidak nyaman dengan kondisinya. Nenek dan paman pasien meninggal karena penyakit diabetes melitusnya. Pembengkakan gingiva menyeluruh yang terjadi oleh banyak hal, salah satunya adalah diabetes. Gingivitis diabetic dapat menghasilkan proliferasi jaringan berlebih yang muncul dari gingival cekat dan gingival margin (Burket, 2008), akan tetapi pada skenario kasus, riwayat medik pasien tidak dicurigai adanya penyakit sistemik, sehingga pembengkakan gingiva menyeluruh yang terjadi pada pasien bukan merupakan manifestasi dari penyakit diabetes. Pada kasus ini, pasien memiliki bad habit yaitu menggaruk gusinya dengan kuku atau ranting kayu, hal tersebut dapat menimbulkan trauma. Trauma akan memacu iritasi lokal yang dapat menyebabkan infeksi sekunder. Gingiva mudah berdarah, edematous, dan mengkilat. Pembesaran akan menyebar dan secara perlahan akan melibatkan gingival labial dan bukal. Pada keadaan kronis pada pembesaran ini, tulang interseptal akan menghilang serta terlihat adanya pergeseran gigi (Lych. Et all, 1994). Sebaliknya, pembengkakan gingiva pada skenario ini mempunyai ciri tidak mudah berdarah, jadi trauma karena bad habitnya bukan merupakan penyebab utama kondisi pasien. Bad habit dapat dimasukan sebagai faktor yang memperparah kondisi yang terjadi, karena bad habit dapat menyebabkan iritasi dan infeksi sekunder. Gigi posterior atas dan bawah pasien mengalami kegoyahan derajat 2-3. Derajat kegoyangan gigi yaitu: 1. Derajat 1: Kegoyangan yang sedikit lebih besar daripada normal 2. Derajat 2: Kegoyangan gigi sekitar 1 mm

3. Derajat 3: Kegoyangan gigi lebih besar dari 1 mm pada segala arah dan atau gigi dapat ditekan ke arah apikal (Burket, 2008) Hal ini berhubungan dengan hasil ronsen foto pasien menunjukan resorpsi tulang alveolar yang menyeluruh pada rahang bawah hingga mencapai seperempat apikal. Resorpsi tulang alveolar ini dapat terjadi sebagai kelanjutan dari pembengkakan gingiva menyeluruh (Jaju, 2009). Resorpsi tulang alveolar rahang bawah inilah yang menyebabkan kegoyahan gigi pasien. Sedangkan kegoyahan gigi rahang atas dapat disebabkan karena efek dari pembengkakan gingiva yang parah, pada beberapa penyakit, pembengkakan gingiva menyeluruh dapat menyebabkan pergesaran dan pergerakan gigi (Burket, 2008; Bricket et al, 1994). Salah satu karakteristik pembengkakan gingiva menyeluruh pada skenario ini adalah sifatnya yang tidak mudah berdarah, karena pada umumnya, pembengkakan gingiva baik lokal maupun menyeluruh disertai dengan kecenderungan untuk bleeding II.5 Differensial Diagnosis a. Idiopatic gingival fibromatosis Fibromatosis gingiva merupakan pembesaran gusi yang difus dengan karakteristik pertumbuhan komponen jaringan ikat yang berlebihan pada jaringan gingival (Soediono, 2007). Idiopathic gingival fibromatosis merupakan kondisi herediter yang jarang terjadi dimana tidak memiliki penyebab yang pasti. Gingival fibromatosis sering dikarenakan karena autosomal dominant inheritance dan jarang karena autosomal recessive inheritance (Gorlin,dkk, 2001). Kelainan genetic pada chromosome 2 tampak pada mutasi yang terjadi pada 2 gen, yaitu 2p21-->p22 region dan 2p13-->p16 (Gorlin,dkk, 2001). Kondisi autosomal dominant disebabkan karena terjadi anomali pada kromosom 2 atau 5 sehingga menyebabkan transformasi stimulasi growth factor pada proliferasi fibroblast sehingga mengubah ekspresi matrix metalloproteinase (Scully,dkk, 2010). Seperti namanya, kelainan ini hanya terbatas pada gingival dan merupakan lesi yang independent dan terisolasi, tidak berhubungan dengan fibromatosis lainnya pada tubuh. Penambahan besar gingiva ini karakternya adalah lambat, progresif, dan jinak (Muthu&Sivakumar, 2009). Keadaan ini dapat bermanifestasi sebagai keturunan

autosom dominan atau merupakan bagian dari sebuah sindrom. Idiopathic gingival fibromatosis merupakan pembesaran jinak yang progresif mempengaruhi marginal gingival, gingival cekat, maupun papilla interdental (Jaju, 2009). Pembesaran yang tampak pada fibrimatosis gingival dapat general, melibatkan kedua buah rahang, atau dapat bersifat lokal. Keterlibatan secara lokal memiliki frekuensi terbesar pada bagian palatal dari tuberositas maksilla serta pada bagian lingual gingiva dari arkus mandibula (Bricker dkk, 2002). Pembesaran fibromatosis dapat menutupi permukaan gigi yang terkena sehingga mengganggu fungsi sistem stomatognathic. Jaringan gingival biasanya pink dan tidak berdarah serta konsistensinya keras dan fibrous. Pembesaran gingiva biasanya simetris dan terdiri dari jaringan yang tampak normal. Karakteristik ini akan membedakan dengan pembesaran gingiva lainnya, seperti pembesaran gingiva karena penytoin, medikasi, atau gingivitis (DeLong&Burkhart, 2008). Gambaran histopatologis terjadi peningkatan jaringan ikat avaskuler, bundel-bundel serabut kolagen memadat, fibroblast banyak, dan adanya sedikit infiltrasi sel inflamasi kronis. Permukaan epitel menebal dan akantolitic serta rete ridges memanjang. Sering kali pada sisi vestibular dan lingual gigi tertutup. Gigi yang terpendam di dalam gusi akan mengalami kehilangan hampir seluruh tulang alveolarnya (Pindborg, 2009). Pada beberapa kasus ditemukan pemeriksaan intraoral yang menunjukkan pembesaran gingival pada kedua bukal dan lingual/ palatal yang berwarna merah pink, konsistensinya fibrous, dan tidak ditemukan stippling. Tidak disertai juga perdarahan. Pembesaran gingival terlihat menutupi bagian utama gigi kecuali permukaan incisal/ oklusal. Mobilitas terlihat di semua gigi. Pada pemeriksaan radiografi ditemukan kehilangan tulang menyeluruh diikuti dengan penampilan gigi yang terangkat dari tulang alveolar pada semua regio posterior gigi (Jaju, 2009). Terkadang, kondisi ini dapat mengganggu erupsi dari gigi atau pada akhirnya menutupi gigi yang erupsi secara menyeluruh. Kondisi ini tidak juga menjadi lebih baik dengan cara peningkatan oral hyginie. Terkadang pula, kondisi fribromatosis yang cukup parah akan mengakibatkan fungsi bicara dapat sedikit terganggu. Management

dari keadaan fibromatosis ini biasanya dengan gingivektomi, di mana pembedahannya dilakukan secara berulang-ulang dikarenakan gingiva yang cenderung berkembang secara terus menerus (Bricker dkk., 1994).

Gingivektomi baik dengan scalpel atau laser karbon dioksida adalah perawatan pilihan. Pertumbuhan yang berlanjut memerlukan operasi yang multiple. Keadaan tersebut dapat disertai dengan gambaran wajah akromegali, hipertrikosis atau gangguan metal (Langlais and Craig, 1998). b. Neoplastic fibroma Neoplastic fibroma merupakan keganasan yang dapat disebabkan karena reaksi terhadap iritasi atau trauma kronis. Neoplastic fibroma bisa terlokalisasi, difus, maupun discrete. Pertumbuhan lesi ini bersifat lambat, ia memiliki masa spherical yang cenderung cekat dan nodular tetapi bisa juga lunak dan vaskular. Neoplastic fibroma bersifat jinak, lesi biasanya pedunculated (Reddy, 2008). Pemeriksaan histopatologis menunjukan adanya bundel-bundel serabut kolagen dengan berbagai macam fibroblas dan pembuluh darah kecil. Permukaannya ditutupi oleh epitel squamous stratified dan tampak area kalsifikasi (Reddy, 2008). Kebiasaan pasien yang sering menggaruk-garuk gusinya dengan jari atau ranting kayu merupakan bad habit yang dapat menyebabkan trauma dan iritasi pada jaringan gingiva. Trauma ini dapat menjadi bersifat kronis apabila dilakukan terus menerus. Trauma kronis dapat memacu terbentuknya keganasan, dalam hal ini adalah neoplastic fibroma, oleh karena itu, neoplastic fibroma dimasukan kedalam

diferensial diagnosis karena adanya kemungkinan bad habit pasien sebagai penyebab pembengkakan yang dideritanya.c. Desmoplastic fibroma (Fibromatosis of Bone)

Desmoplastik fibroma adalah neoplasma sel fibroblas yang secara histopatologis mirip dengan penampakan fibromatosis atau tumor desmoid jaringan lunak. Meskipun biasanya neoplasma fibrous intraosseous ini terjadi di tulang panjang, rahang juga menjadi tempat predisposisinya, dengan mandibula menjadi tempat yang paling sering terjangkit. Kebanyakan kasus terjadi pada bagian posterior mandibula pasien dengan usia rata-rata 16 tahun (Neville et al., 2003). Penampakan klinis yang umumnya terjadi adalah pembengkakan yang tidak menimbulkan sakit, tetapi berhubungan dengan pembukaan sendi rahang yang terbatas. Proliferasi akan menimbulkan lesi litik single atau multiple. Lesi ini dapat meluas pada jaringan lunak. Meskipun tidak bermetastasis, desmoplastic fibroma bersifat agresive lokal, yang permenetrasi pada tulang dan jaringan lunak (Neville et al., 2003). Desmoplastic fibroma dipilih sebagai salah satu diferensial diagnosis karena merupakan lesi pada tulang. Selain itu, pada skenario dijumpai resorpsi tulang alveolar pada posterior mandibula, yang merupakan daerah predisposisi desmoplastic fibroma. Penampakan lesi ini yang mirip dengan fibromatosis juga menjadi pertimbangan dalam memasukan desmoplastic fibroma sebagai salah satu diagnosis diferensial

II.6 Diagnosis dan Pembahasannya Pada dasarnya, pasien mengalami pembengkakan menyeluruh pada gingivanya, akan tetapi untuk mengetahui secara pasti penyebab terjadinya penyakit ini perlu berbagai pertimbangan dari kondisi sistemis pasien, kondisi herediter, kondisi sistemis dan lokal faktor pada rongga mulut pasien. Penentuan diagnosis tidaklah cukup jika hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

klinis seperti pada skenario. Dibutuhkan beberapa pemeriksaan penunjang lain dan tentunya analisis riwayat pasien yang lebih mendalam. Pembesaran gingiva yang menyeluruh dapat disebabkan oleh pengaruh lokal dan pengaruh sistemis. Pengaruh sistemis meliputi kondisi hormonal, kondisi hematopoietik, konsumsi obatobatan, kondisi imunitas host, herediter, dan idiopatik. Untuk menentukan diagnosis pasien, perlu diselidiki apakah pasien memang tidak menderita DM. Pemeriksaan darah / blood test dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi hematopoietik pasien seperti leukimia, yang juga dapat menyebabkan pembesaran menyeluruh. Kondisi endokrin pasien seperti hipertiroidisme dan hipoparatiroidisme juga perlu diketahui. Pembesaran gingiva juga bisa merupakan suatu neoplasma, untuk mengesampingkan neoplasma sebagai diagnosis, perlu pemeriksaan penunjang lain seperti biopsi. Skenario kasus menyebutkan bahwa pasien tidak dicurigai menderita penyakit sistemis, dan pasien menyebutkan kegemarannya berolah raga. Jika tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut, maka dua hal tadi dapat diasumsikan sebagai kondisi sistemis pasien yang sehat. Pengaruh lokal yang bisa mentrigger antara lain adalah plak. Plak adalah kumpulan dari bakteri dan mikroorganisme yang melekat pada gigi, jika plak dibiarkan terus menerus, maka plak lama-lama akan merusak attachment gingiva. Hilangnya attachment gingiva akan menimbulkan pocket yang semakin memperparah kondisi, karena dengan adanya poket akan memungkinkan kontak plak dengan mukosa gingiva dan tulang alveolar. Masuknya bakteri kedalam poket akan memacu komponen imunitas tubuh seperti makrofag dan beberapa sitokin. Makrofag kemudian akan mensekresikan mediator inflamasi seperti prostaglandin (PGE) dan interleukin (IL-1). Mediator inflamasi dapat merusak jaringan tubuh, merangsang aktivasi osteoklas dan secara klinis akan menyebabkan kerusakan tulang alveolar. Makrofag sendiri dapat berubah menjadi osteoklas, dan menyebabkan resorpsi tulang alveolar. Resorpsi tulang alveolar pada skenario dapat disebabkan karena lokal faktor yaitu plak. Pembengkakan gingiva menyeluruh dapat disebabkan oleh kondisi herediter, namun kondisi herediter pasien tidak diketahui secara lengkap. Perlu diselidiki apakah ada anggota keluarga pasien yang mengalami kasus yang serupa dengan kondisi pasien.

Berdasarkan diskusi kelompok, pembengkakan gingiva menyeluruh yang memiliki ciri-ciri menyerupai kasus antara lain adalah neoplastic fibroma, desmoplastic fibroma, dan idiopatic gingival hiperplasia. Neoplastic fibroma tidak dijadikan diagnosis kerja karena sebagai suatu neoplasma, neoplastic fibroma membutuhkan banyak vaskularisasi untuk proliferasi sel. Neovaskularisasi berupa pertambahan pembuluh darah, yang tentunya akan memudahkan terjadinya bleeding pada gingiva, hal ini tidak sesuai dengan kondisi pasien, dimana gingiva pasien tidak mudah berdarah. Desmoplastic fibroma juga tidak dipilih sebagai diagnosis kerja karena selain sifatnya yang juga neoplasma, lokasi pembengkakan pasien yang terjadi menyeluruh tidak didukung dengan adanya lesi tulang alveolar yang juga menyeluruh (pada foto ronsen pasien hanya terdapat resorpsi pada rahang bawah, tetapi tidak pada rahang atas), sehingga dapat disimpulkan bahwa pembengkakan pasien bukan merupakan akibat dari bone lesion. Resorpsi tulang yang terjadi merupakan akibat lanjutan dari deposisi plak dan pembengkakan gingiva, bukan sebagai penyebab pembengkakan. Diagnosis kerja yang diambil adalah Idiopatic Gingival Fibromatosis. Idiopatic gingival fibromatosis merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Kerusakan kromosom 2 dan 5 mempengaruhi Transforming growth factor (TGF) yang akan merangsang overresponsif fibroblas. Fibroblas akan terus memproduksi kolagen yang menyebabkan pembesaran gingiva menyeluruh dengan konsistensi cekat (Scully dkk, 2010). Pembesaran gingiva pada penyakit ini dapat meluas hingga menutupi gigi kecuali bagian oklusal dan incisal. Nyeri yang dirasakan pasien saat makan 3 hari ini dapat disebabkan karena pembesaran gingiva berlebih yang menyebabkan trauma saat mastikasi (Muthu dan Sivakumar, 2009). Pemeriksaan obyektif menunjukan ciri-ciri yang sesuai dengan idiopatic gingival fibromatosis. Sebagian gusi dapat digerakkan disebabkan karena adanya terjadinya proses akantolitik pada penyakit ini (Jaju, 2009). Idiopatic gingival fibromatosis menunjukan pembesaran gingiva yang berlebih, dan memiliki kemungkinan meresorpsi tulang alveolar. Mekanisme terjadinya resorpsi tulang alveolar telah dijelaskan diatas sebagai dampak dari akumulasi plak menahun. Jadi plak merupakan salah satu kofaktor terjadinya penyakit ini. Pada skenario gigi goyah derajat 2-3 disebabkan karena resorpsi

tulang alveolar dan pembengkakan gingiva berlebih yang menggeser gigi dari tempatnya. Kebiasaan menggaruk-garuk gusi bukan sebagai penyebab, namun memperparah penyakit ini.

II.7 Rencana Perawatan Pembengkakan gingiva menyeluruh sangat mengganggu, kondisi ini dapat menyebabkan kesulitan mastikasi, mengganggu artikulasi dan terkadang menimbulkan trauma, penanganannya adalah dengan gingivoectomy (Cohen, 2007). Pada dasarnya, surgical removal tidak akan selalu efektif karena akan terjadi rekurensi dalam hitungan bulan setelah surgical removal. Pembesaran gingiva ulangan ini dapat dihambat dengan oral hygiene yang bagus (Muthu and Sivakumar, 2009). Pada gingiva fibromatosis sangat penting untuk mempertahankan oral hygiene karena inflamasi apapun akan memperparah pertumbuhan jaringan. Dokter gigi dapat menolong pasien dengan memberitahu cara perawatan oral hygiene yang efektif dan mudah ditaati. Perawatan prefentif juga sangat disarankan untuk mempertahankan kesehatan jaringan (DeLong and Burkhart, 2008).

BAB III HASIL DAN KESIMPULAN

Berdasar diskusi kelompok kami, diagnosis akhir yang dapat disimpulkan dari kasus diatas yaitu Idiopatic gingival fibromatosis. Ciri-ciri penyakit ini secara umum adalah pembengkakan menyeluruh non hemoragic (tidak berdarah), dengan pertumbuhan lambat, gingiva berwarna merah muda, konsistensi fibrous, cekat dan tidak ditemukan stippling. Pada tahap lanjut dapat menyebabkan akantolisis, resorpsi tulang alveolar, mobilitas gigi dan menutupi gigi sehingga mengganggu proses mastikasi. Pada dasarnya pasien mengalami kondisi generalized gingival enlargement/

pembengkakan gingiva menyeluruh. Etiologi pembengkakan menyeluruh tersebut tidak dapat diketahui secara pasti, butuh pemeriksaan lanjutan seperti biopsi, pemeriksaan histopatologis, pemeriksaan darah rutin, dan tentunya investigasi riwayat pasien yang lebih dalam untuk memastikan diagnosis pasien. Namun berdasarkan skenario ini, pasien diasumsikan sehat secara sistemis, ia menderita idiopatic gingival fibromatosis dengan plak sebagai faktor lokal penyebab utama yang memulai proses resorpsi tulang, gigi tiruan sebagai inisial triger, bad habit yang memperparah kondisi dan kondisi herediter yang menyebabkan hiperesponsif makrofag dan proliferasi sel fibroblas berlebihan.

BAB IV DAFTAR PUSTAKA Barnes, L., 2001, Surgical Pathology of The Head and Neck, 2nd edition, volume 2, Marcel Dekker, New York. Burket. 2008. Burket`s Oral Medicine. 11th ed. Hamilton : BC Decker Inc Bolden, T.E. 1982. The Prevention and Detection of Oral Cancer, dalam Stallard,R.E. A Textbook of Preventif Dentistry. Ed. Ke.2. Philadelphia. W.B. Saunders Company. 277-306. Bricker SL, Langlais RP, Miller CS. 1994. Oral Diagnosis, Oral Medicine, & Treatment Planning. Philadelphia: A Waverly Company. Bricker, L.S., Langlais, P.R., Miller, S.C., 2002, Oral Diagnosis, Oral Medicine, and Treatment Planning, 2nd edition, BC Decker Incorporation, Canada. Brown E. 1998. Basic Concepts in Pathology. International edition. Mc Grawl Hill Co. : Singapore. Chandrasoma P, Taylor CR. 2001. Concise Pathology. 3rd edition. Lange Medical Book, Mc Grawl Hill Co. : Singapore. Cohen, S.E., 2007, Atlas of Cosmetic and Reconstructive Periodontal Surgery, Peoples Medical Publishing House, USA. DeLong, L., Burkhart, W.N., 2008, General and Oral Pathology for the Dental Hygienist, Lippincott Williams&Wilkins, Philadelphia. Florey L. 1970. General Pathology. 4th edition. WB Saunders Co : London. Ganong WF. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Gorlin, J.R., Cohen. M.M., Hennekam, M.C.R., 2001, Syndromes of The Head and Neck, 4th edition, Oxford University Press, New York dkk) Greenberg MS, Glick M. 2003. Burkets Oral Medicine Diagnosis and Treatment. Ontario: BC Decker Inc.

Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jaju, P. P., Desai, A., Desai, R. S., and Jaju, S. P., 2009, Idiopathic Gingival Fibromatosis: Case Report and Its Management, International Journal of Dentistry, Volume 2009, p. 1-6. Langlais, R. P., and Craig, S. M., 1998, Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim (terj.), Hipokrates, Jakarta, h. 24. Lewis, AO dan Lamey, PJ. 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Jakarta : Widya Medika. Lynch, M. A., Brightman, V. J., and Greenberg, M. S., 1993, Ilmu Penyakit: Diagnosis dan Terapi (terj.), 8th ed., Jilid 1, Binarupa Aksara, Jakarta, h. 440, 443-444. Manor, Y, Merdinger, O, Katz, J, Taicher, S. 1999. Unusual peripheral odontogenic tumors in the differential diagnosis of gingival swellings. Journal of Clin Periodon. 26(12): 806-809. Muthu, M.S., Sivakumar, N., 2009, Paediatric Dentistry: Principles and Practice, Elsevier, India. Neville BW, Damm DD, White DH. 2003. Color Atlas of Clinical Oral Pathology. 2nd edition. Hamilton : BC Decker Inc. p 356 Philipsen, H, Reichart, P. 1996. Squamous odontogenic tumor: a benign neoplasm of the periodontium: a review of 36 reported cases. J Clin Periodontol. 23(10): 922-926. Pindborg JJ. 2009. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Binarupa aksara publisher: Jakarta. Prakerin, 2009, Tumor, Available at : http://buletin.budirahayu.com/? pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=39, Accessed 13/11/09. Reddy, S., 2008, Essentials of Clinical Periodontology and Periodontitics, 2nd edition, Jaypee Brothers Medical Publishers, New Delhi Reddy, S., 2008, Essentials of Clinical Periodontology and Periodontitics, 2nd edition, Jaypee Brothers Medical Publishers, New Delhi Roberson, J, Crocker, D, Schiller, T. 1997. The diagnosis and treatment of central giant cell granuloma. JADA. 128: 81-84. Robbins SL, Kumar VK. 2003. Basic Pathology. 7th edition. Saunders : Philadelphia.

Scully, C. 1992. Oncogen, Onco-Supressor, Carcinogenesis and Oral Cancer. British Dental Journal. 173. 53. Scully, C., Almeida, P.O., Bagan,J., Dios D.P., Taylor, M.A., 2010, Oral Medicine and Pathology at A Glance, Blackwell Publishing, United Kingdom Scully C, Cawson RA. 2005. Medical Problems in Dentistry. Philadelphia : Elsevier, Accessed 27/04/09. Suprapti, R. C., 2009, Tumor Jinak Rongga Mulut, Available at: http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/7a8aabea6658779e518c06b6c362662ebeec4d 81.pdf Tambunan, G. W. 1993. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia. Editor dr. Maylani Handoyo. Ed.Ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGG. Jakarta. 185-198. Tjarta A. 1979. Kumpulan Kuliah Patologi. Bagian Patologi Anatomi FK UI : Jakarta. Willmann, Donald. 2006. PERI 5081 - Freshman Periodontics. UTHSCSA,. 2.3.1 Sedano, H. 2006. Gingival Cysts, Neoplasms and Pseudo-neoplasms. (http://www.dent.ucla.edu/pic/members/gingTumors/index-2.html) Accessed 21/04/10. Soediono, 2007, Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial, EGC, Jakarta.

LAMPIRAN MAPPING Bone lose RB

Laki-laki 33 tahun

Gigi goyah derajat 2 dan 3

Pembengkakan menyeluruh (regio posterior RA dan RB)

Nenek dan Paman DM

Nyeri saat makan Nyeri saat makan

Generalize gingival enlargement

Sistemic problem

Gingival firm //cekat Gingival firm cekat

No bleeding

painlessakantolisis

Gingiva movable/ lunak

Infiltrasi fibrous

Menggaruk gusi

Neoplastic fibroma

Idiopatic gingival fibromatosis

Desmoplastic fibroma

HASIL DISKUSI KELOMPOK