PENGARUH TOTALITAS KERJA, SYUKUR DAN DUKUNGAN...
Embed Size (px)
Transcript of PENGARUH TOTALITAS KERJA, SYUKUR DAN DUKUNGAN...
-
PENGARUH TOTALITAS KERJA, SYUKUR DAN
DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP SUBJECTIVE WELL-
BEING PENGUSAHA PEREMPUAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Kresna Widyasti
NIM : 11140700000006
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018 M
-
MOTTO HIDUP
Aku ingin menjadi akar yang kuat untuk sebuah pohon yang hebat nan
tangguh
(Kresna Widyasti Santoso)
Laatahzan Innallaha Ma Ana
“Jangan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita”
PERSEMBAHAN
Karya ini sebagai sebuah bukti kasih, cinta dan sayang kepada
keluarga serta orang-orang yang telah mendukung saya hingga hari ini
dengan penuh kepercayaan dan kebanggaan. Terkhusus untuk Ayah
Yusup Budi Santoso dan Ibu Mulyati Santoso
YAKUSA
Yakinkan dengan Doa
Usahakan dengan kerja dan
Sampaikan dengan ilmu
-
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) Juli 2018
(C) Kresna Widyasti
(D) xiv + 84 Halaman + lampiran
(E) Pengaruh Totalitas Kerja, Syukur dan Dukungan Sosial Terhadap
Subjective well-being Pengusaha Perempuan.
(F) Subjective well-being pengusaha perempuan merupakan topik yang hangat
dalam kehidupan organisasi dan telah menjadi fokus dan penelitian
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh totalitas
kerja, syukur dan dukungan sosial terhadap subjective well-being pengusaha
perempuan.
Penelitian ini menggunakan sampel 200 responden dari empat
lembaga kewirausahaan di Provinsi Jambi yang meliputi, HIPMI), APPSI,
WE GENPRO dan Jambi Berdaya. Uji validitas masing-masing item
dilakukan dengan metode CFA (Confirmatory Factor Analysis)
menggunakan software LISREL versi 8.70. Kemudian untuk melihat
pengaruh variabel-variabel Independen terhadap Subjective well-being,
peneliti menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression
analysis) dari SPSS versi 14.
Berdasarkan dari hasil analisis data yang dilakukan, terdapat
pengaruh totalitas kerja, syukur dan dukungan sosial terhadap subjective
well-being pengusaha perempuan di Provinsi Jambi. Selanjutnya, pada
penelitian ini hanya terdapat empat variabel independen yang memberikan
pengaruh signifikan terhadap subjective well-being, yaitu vigor, dedikasi,
sense of abundance dan dukungan sosial. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari vigor, dedikasi, sense of
abundance dan dukungan sosial terhadap subjective well-being sebesar
35.6%.
(G) Daftar Bacaan: 30 jurnal + 2 buku + 2 artikel
-
ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology State Islamic Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) July 2018
(C) Kresna Widyasti
(D) xv + 95 Pages + appendix
(E) Effect subjective well-being toward work engagement, gratitude and social
support on woman entrepreneurs.
(F) Subjective well-being effect on woman entrepreneurs it is hot topic in
organizational socials life and has become to focus in social research. This
study has a purpose to know effect subjective well-being toward work
engagement, gratitude and social support on woman entrepreneurs.
This study has been samples 200 respondents from four entrepreneur’s
organization in Jambi province, HIPMI, APPSI, WE GENPRO and the last
Jambi Berdaya. Validity constuct using confirmatory factor analysis,
softwere from Lisrel Version 8.70. and than for showed of independent
variable a significant influances for Subjective well-being researcher using
multiple regression analysis from softwere SPSS version 14.
The result showed a significant influences of work engagement, gratitude
and social support to subjective well-being woman entrepreneurs in Jambi
Province. This study just four independent variabels significant provides to
subjective well-being that is vigour, dedication, sense of abundace and
social support. from independent variables gives influence value 35.6% .
(G) References: 30 Journals+ 2 handbooks + 2 articles.
-
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, rasa syukur yang luar biasa penulis haturkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya di setiap saat, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh totalitas kerja, syukur dan
dukungan sosial terhadap subjective well-being pengusaha perempuan di provinsi
Jambi”. Shalawat beserta salam tidak lupa kita haturkan pula kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang berkat segala perjuangannya sehingga kita dapat
merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam Rahmatan lil alamin.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari
bantuan berbegai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Abd.
Mujib, M.Si.. Wakil Dekan Bidang Akademik Dr. Abdul Rahman Shaleh M.Si,
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dra. Diana Mutiah, M.Si dan Wakil
Dekan Bidang Administrasi Umum Ikhwan Luthfi, M.Si yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.
2. Dosen pembimbing skripsi Ibu Ilmi Amalia, M.Psi dan ibu Liany Luzvinda,
M.Si. Penulis sangat berterima kasih dan sangat beruntung dibimbing oleh
keduanya. Bimbingan beliau telah membuka wawasan serta menambah
pengetahuan penulis mengenai banyak hal. Bekerja keras dan jujur dalam
bekerja merupakan semangat yang beliau berikan untuk penulis. Terima kasih
-
atas segala arahan, masukan dan saran serta koreksi dalam pengerjaan skripsi
ini.
3. Dosen Pembimbing Akademik bapak Ikhwan Luthfi, M.Si yang selalu
memberikan feedback terhadap prestasi saya selama di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta serta dosen pembimbing akademik yang tidak pernah absen dalam mem-
followup perkembangan perolehan IPK saya per smester di AIS.
4. Dosen Pamong Kuliah Kerja Lapangan Ibu Sitti Evangeline Imelda Suaidy, M.Si
yang telah mempermudah penulis untuk menyelesaikan KKL di BNN Lido,
Bogor sehingga penulis dapat mengambil matakuliah seminar proposal skripsi
dan penulisan skripsi.
5. Orang tua penulis Ayah Yusup Budi Santoso dan Ibu Mulyati yang telah
memberikan dukungan yang teramat besar kepada penulis, sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Serta ucapan terima kasih kepada adik
kandung penulis Dewi Wulandari yang telah bersabar hingga hari ini untuk
menyaksikan penulis mengenakan toga dan menyelesaikan pendidikan sarjana.
6. Kakak perempuan sekaligus sahabat dekat penulis, Permata Saimona yang selalu
mendukung penulis untuk terus berprestasi dan tentunya penyelesaian penulisan
skripsi ini.
7. Saudara angkat penulis, Abang Fazin Hisabi dan Mufidah Fariani yang
senantiasa memupuk semangat penulis hingga terselesaikannya skripsi ini
dengan tepat waktu.
-
8. Untuk Om dan Tante penulis, om Hari, om Riyanto, om Katno dan Tante Wati,
tante Yani, tante Rini dan tante Katini yang senantiasa mendokan penulis untuk
segera menyelesaikan pendidikan.
9. Untuk Abi Ismiyanto dan Umi Erni yang senantiasa sejak penulis kecil, beliau
selalu mengarahkan penulis untuk meraih Ridho Allah SWT, terutama pada
urusan pendidikan dan agama.
10. Sahabat satu kamar penulis, Karimah Adidah, S.Far, Apt., Khoirunisa, S,Far.,
Azizah Cesa Melia., S.Sos yang setiap tahunnya selalu memberikan warna yang
berbeda untuk kehidupan pribadi penulis.
11. Adik-adik dan sahabat sahabat dari Al-Munnah Squad, Fefy, Hafni, Kak Icha
Martha, Kak Isil, Kal Ela, Sarah, Rahma, Acim, Aden, Kak Nusa, Kak Hanna,
Kak Dian Meutiah, dan Salma yang senantiasa selalu memberikan semangat
dan doa kepada penulis untuk kesuksesan penulis.
12. Kepada abang penulis Muksin, yang tiada henti hentinya menasehati penulis
agar terselesaikannya sekripsi ini dengan tepat waktu.
13. Kepada tiga sahabat karib penulis Anna Mariana, Fathiana Arshuha dan Sri
Suryani Kusumawati yang selalu mendoakan penulis serta memberikan suntikan
semangat hingga terselesaikannya skripsi ini dengan tepat waktu.
14. Kepada keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terkhususnya HMI
Komisariat Psikologi dan KOHATI Cabang Ciputat periode 2018-2019, yang
karena LK 1, LKK dan LK 2 penulis bisa lebih dewasa dalam mengatur waktu
antara akademik dan organisasi sehingga penulis mampu menyelesaikan
pendidikan S1 dengan tepat waktu dan prestasi di HMI.
-
15. Kepada asisten penelitian, Mas Nur Fajri, Raihan Siregar, Mutoharoh dan Nurul
Hidayah yang berkat atas bantuan mereka penulis hanya memerlukan waktu 40
hari dalam penyelesaian bab 3 dan 4.
16. Kepada rekan-rekan mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2014, terima kasih
tidak terasa 4 tahun kita sudah bersama dalam menjalani suka duka kehidupan
kampus.
17. Dengan cinta dan kasih sayang tim penelitian payung 2018 yang diketuai oleh
bapak Dr.Abdul Rahman Shaleh, M.Si dan kawan-kawan seperjuanganku
Akhlis, Umi, Ellisa, Hany, Dwika, Hadi, Dilah dan Arin. Terima kasih sudah
bersama dan menemani dalam penyelesaian penelitian ini.
18.Terkhusus untuk Abangda Zainudin (Azmi Fathoni Arja, S.H) yang atas
kesabaran cinta kasih sayangnya, mampu mengantarkan penulis untuk
menyelesaikan studi dengan tepat waktu.
Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti sebagai balasan atas segala
kebaikan dan bantuan yang diberikan. Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi
manfaat, khususnya bagi penulis sendiri, para pembaca dan seluruh pihak yang
terkait.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, Juli 2018
Penulis
-
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN --------------------------------------------------------- ii
HALAMAN PERSETUJUAN ----------------------------------------------------- iii
LEMBAR ORISINALITAS -------------------------------------------------------- iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN --------------------------------------------------- v
ABSTRAK ---------------------------------------------------------------------------- vi
KATA PENGANTAR --------------------------------------------------------------- vii
DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------- ix
DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------- xiii
DAFTAR GAMBAR ---------------------------------------------------------------- xiv
DAFTAR LAMPIRAN ------------------------------------------------------------- xv
BAB 1 PENDAHULUAN -------------------------------------------------------- 1-12
1.1 Latar Belakang Masalah ------------------------------------------------------ 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah --------------------------------------- 10
1.2.1 Pembatasan Masalah ------------------------------------------------------ 10
1.2.2 Perumusan Masalah ------------------------------------------------------- 11
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ---------------------------------------------- 11
1.3.1 Tujuan Penelitian ---------------------------------------------------------- 11
1.3.2 Manfaat Penelitian -------------------------------------------------------- 11
1.3.2.1 Manfaat Teoritis ---------------------------------------------------- 11
1.3.2.2 Manfaat Praktis ----------------------------------------------------- 12
BAB 2 LANDASAN TEORI ------------------------------------------------------- 15-36
2.1 Subjective well-being ---------------------------------------------------------- 15
2.1.1 Pengertian Subjective well-being -------------------------------------- 15
2.1.2 Komponen Subjective well-being -------------------------------------- 15
2.1.2.1 Afek Positif dan Negatif -------------------------------------------- 16
2.1.2.1 Life Satisfaction ----------------------------------------------------- 18
2.1.3 Pengukuran SWB -------------------------------------------------------- 19
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi SWB ----------------------------- 20
2.2 Totalitas Kerja ------------------------------------------------------------------ 21
2.2.1 Pengertian Totalitas Kerja ---------------------------------------------- 21
2.2.2 Aspek Dalam Totalitas Kerja ------------------------------------------ 22
2.2.4 Pengukuran Totalitas Kerja --------------------------------------------- 23
2.3 Syukur --------------------------------------------------------------------------- 24
2.3.1 Definisi Syukur ----------------------------------------------------------- 24
2.3.2 Aspek-aspek Syukur ----------------------------------------------------- 25
2.3.3 Pengukuran Syukur ------------------------------------------------------ 27
2.4 Dukungan Sosial --------------------------------------------------------------- 28
2.4.1 Definisi Dukungan Sosial ----------------------------------------------- 28
2.4.2 Dimensi Dukungan Sosial ---------------------------------------------- 29
2.4.3 Pengukuran Dukungan Sosial ------------------------------------------ 32
2.5 Kerangka Berfikir -------------------------------------------------------------- 32
2.6 Hipotesis Penelitian ----------------------------------------------------------- 36
-
BAB 3 METODE PENELITIAN ------------------------------------------------- 37-64
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian --------------------------------------------- 37
3.2 Variabel Penelitian ------------------------------------------------------------ 37
3.3 Definisi Operasional Variabel ----------------------------------------------- 38
3.4 Instrument Pengumpulan Data ----------------------------------------------- 40
3.4.1 Instrument Penelitian ---------------------------------------------------- 41
3.5 Uji Validitas Konstruk -------------------------------------------------------- 44
3.5.1 Uji Validitas Konstruk SWB ------------------------------------------- 46
3.5.2 Uji Validitas Konstruk Vigor ------------------------------------------- 49
3.5.3 Uji Validitas Konstruk Dedikasi --------------------------------------- 51
3.5.4 Uji Validitas Konstruk Absorbsi --------------------------------------- 52
3.5.5 Uji Validitas Konstruk Sense of Abundance ------------------------- 54
3.5.6 Uji Validitas Konstruk Simple Appreciation ------------------------- 55
3.5.7 Uji Validitas Konstruk Appreciation for Others -------------------- 57
3.5.8 Uji Validitas Konstruk Dukungan Sosial ----------------------------- 59
3.6 Teknik Analisis Data ---------------------------------------------------------- 61
BAB 4 HASIL PENELITIAN ------------------------------------------------------ 65-72
4.1 Gambaran Subjek Penelitian ------------------------------------------------- 65
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ------------------------------------------------------ 66
4.2.1 Kategori Skor Variabel -------------------------------------------------- 67
4.3 Uji Hipotesis Penelitian ------------------------------------------------------- 69
4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ---------------------------------- 69
4.3.2 Pengujian Proporsi Varian --------------------------------------------- 72
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ------------------------------ 73-80
5.1 Kesimpulan --------------------------------------------------------------------- 73
5.2 Diskusi -------------------------------------------------------------------------- 73
5.3 Saran ----------------------------------------------------------------------------- 78
5.3.1 Saran Teoritis ------------------------------------------------------------- 78
5.3.2 Saran Praktis -------------------------------------------------------------- 80
DAFTAR PUSTAKA ---------------------------------------------------------------- 81-84
-
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor Pengukuran Skala ------------------------------------------------ 40
Tabel 3.2 Blue Print Skala Flourishing Schale & PANAS ------------------- 41
Tabel 3.3 Blue Print Skala Utrecht Work Engagement Scale ---------------- 42
Tabel 3.4 Blue Print Skala Gratitude Resentment and Appreciation Test -- 43
Tabel 3.5 Blue Print Skala Social Provisions Scale --------------------------- 44
Tabel 3.6 Muatan Faktor Skala SWB -------------------------------------------- 48
Tabel 3.7 Muatan Faktor Skala Vigor -------------------------------------------- 50
Tabel 3.8 Muatan Faktor Skala Dedikasi ---------------------------------------- 51
Tabel 3.9 Muatan Faktor Skala Absorbsi---------------------------------------- 53
Tabel 3.10 Muatan Faktor Skala Sense of Abundance -------------------------- 55
Tabel 3.11 Muatan Faktor Skala Simple Appreciation -------------------------- 57
Tabel 3.12 Muatan Faktor Skala Appreciation for Others --------------------- 58
Tabel 3.13 Muatan Faktor Skala Dukungan Sosial ------------------------------ 61
Tabel 4.1 Subjek Penelitian ------------------------------------------------------- 65
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif ------------------------------------------------------ 66
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor -------------------------------------------- 68
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel -------------------------------------------- 68
Tabel 4.5 R Square Model Summary --------------------------------------------- 69
Tabel 4.6 ANOVA ------------------------------------------------------------------ 70
Tabel 4.7 Koefisien Regresi ------------------------------------------------------- 71
Tabel 4.8 Proporsi Varians -------------------------------------------------------- 73
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir ------------------------------------------- 33
Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatorik SWB ------------------------------ 47
Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatorik Vigor ----------------------------- 49
Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatorik Dedikasi ------------------------- 51
Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatorik Absorbsi ------------------------- 53
Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatorik Sense of Abundance ------------ 54
Gambar 3.6 Analisis Faktor Konfirmatorik Appreciation with Simple ----- 56
Gambar 3.7 Analisis Faktor Konfirmatorik Appreciation for Others ------- 58
Gambar 3.8 Analisis Faktor Konfirmatorik Dukungan Sosial --------------- 60
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Output SPSS ------------------------------------------------------------ 84
Lampiran 2 : Angket Penelitian ------------------------------------------------------ 95
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut Rajasa (2012) salah satu mesin penggerak perekonomian suatu negara
ialah pada sektor kewirausahaan, untuk menjadi sebuah negara maju dibutuhkan
paling tidak 4% dari seluruh masyarakat yang bergerak dibidang wirausaha.
Laporan dari badan pusat statistik per Februari, Puspayoga (2017) saat ini jumlah
pengusaha di Indonesia mengalami peningkatan dari sebelumnya yang hanya
sebesar 1,67 % menjadi 3,10% dari total jumlah penduduk Indonesia yang saat ini
mencapai 225 juta jiwa. Dari fenomena ini dapat dilihat bahwa adanya kenaikan
minat masyarakat terhadap dunia kewirausahaan.
Kewirausahaan merupakan pilihan profesi yang penting. Dalam waktu yang
bersamaan kewirausahaan dapat mengubah sistem politik serta lingkungan, sosio-
ekonomi dengan menghasilkannya lapangan pekerjaan untuk masyarakat,
kemudian dalam bidang yang lebih kecil kewirausahaan berkontribusi dalam
menciptakan, inovasi dan pertumbuhan ekonomi global (Gelderen, Brand & Praag
et al,. 2008).
Kewirausahaan merupakan pilihan profesi yang memiliki banyak benefit
misalnya saja autonomy dan greater flexibility (Sorensson & Dalborg, 2017). Dua
hal tersebut merupakan alasan kebayakan orang untuk memilih profesi sebagai
-
pengusaha. Dengan autonomy pengusaha dapat bebas berinovasi, selain itu
pengusaha dituntut untuk selalu feksibel dalam segala hal.
Kewirausahaan menjadi pilihan karir yang banyak diminati oleh kaum
perempuan (Sorensson & Dalborg, 2017). Data menyebutkan bahwa pengusaha
perempuan menyumbang sepertiga dari semua bisnis yang beroperasi dalam
ekonomi formal di seluruh dunia. Sebuah fenomena menarik terjadi di Indonesia
bahwasanya sepertiga dari jumlah UMKM di Indonesia, merupakan usaha yang
dimiliki oleh pengusaha perempuan. Hal ini berarti, pengusaha perempuan
memiliki kapasitas yang cukup besar secara jumlah.
Selain memiliki jumlah yang besar pengusaha perempuan juga memiliki
angka kepuasan hidup yang tinggi (Jyoti, Sharma dan Kumari, 2011). Kepuasan
hidup ialah dimensi untuk mengukur subjectivr well-being. Dimana subjective well-
being bukan hanya sekedar perasaan senang, melainkan perasaan yang lebih dari
senang serta meliputi perasaan yang puas terhadap kehidupannya. Well-being yang
tinggi dapat mengembangkan individu untuk lebih merasakan kepuasan dan mampu
membuat kontribusi positif untuk komunitas atau lingkungan (Sorensson &
Dalborg, 2017).
Dalam realitanya, walaupun pengusaha perempuan memiliki angka
kepuasan hidup yang tinggi, hal ini tidak berarti bahwa pengusaha perempuan tidak
mendapatkan kendala apapun. Pengusaha perempuan memiliki tuntutan kerja yang
tinggi dengan beban ganda yang mereka miliki, dan tidak semua menikmati
profesinya sebagai pengusaha perempuan. Ditemukan dalam studi pendahuluan,
behwa ada yang sangat menikmati profesi sebagai pengusaha perempuan namun
-
disisi lain ia juga merasakan ketegangan dan tingkat stress yang tinggi akibat beban
ganda yang ia miliki sebagai pengusaha perempuan dan sekaligus ibu rumah
tangga.
Sebelumnya peneliti melakukan uji pendahuluan mengenai fenomena
pengusaha perempuan dengan menggunakan metode wawancara kepada salah satu
pengusaha perempuan yang memiliki usaha dibidang kulinery selama lebih kurang
14 tahun di provinsi Jambi MY (41 th). Dalam studi pendahuluan ini peneliti
menemukan bahwa tingkat stress yang tinggi cenderung sering dialaminya ketika
ia mendapatkan orderan ketring dalam jumlah yang besar. MY mengaku ia
memiliki kesempatan untuk mengembangkan minat dan bakatnya dibidang kuliner
serta ia pun merasakan kebahagiaan (happiness) ketika ia bisa mengatur usahanya
sediri dengan mandiri sebagai pemilik sekaligus pemimpin usaha tersebut. MY
menjelaskan pula bahwasanya ia merasa sangat puas dengan kehidupannya saat ini,
dikarenakan secara pendapatan rumahtangga atau income yang ia peroleh
cenderung stabil, karena melalui dua sumber pemasukan yang aktif. Pertama nafkah
dari suami sebagai kepala rumah tangga dan yang kedua penghasilan yang MY
peroleh dari hasil menjalankan usahanya sendiri.
Kemudian peneliti menilai bahwa seorang pengusaha perempuan
kemungkinan memiliki tingkat subjective well-being yang rendah. Hal ini bisa
dikarenakan oleh beban ganda yang dimiliki oleh kaum perempuan, seperti
mengatur urusan domestik rumah tangga, dapur, sumur dan kasur. Hal tersebut
tidak bisa terelakan lagi dalam keseharian dikarenakan budaya yang dianut
kebanyakan warga Indonesia adalah budaya timur dalam hal ini budaya patriarki
-
yang paling ditonjolkan. Disisi lain perempuan yang bekerja di kalangan publik
harus bersikap profesional karena tuntutan kesetaraan gender. Artinya dalam hal ini
perempuan dihadapkan dengan dua tugas dalam dirinya, yakni tugas diranah
domestik sebagai ibu rumah tangga dan tugas sebagai warga sipil yang harus
bekerja dengan profesional dengan menjujung tinggi azas kesetaraan gender di
tempat ia bekerja. Dari fenomena ini peneliti menilai bahwa tingginya tuntutan
kerja baik dalam ranah dometik maupun ranah publik, perempuan tentu memiliki
kebutuhan akan kesejahteraan yang tinggi, namun apakah bisa pengusaha
perempuan memiliki subjective well-being yang tinggi?, disamping itu pengusaha
perempuan memiliki beban ganda yang berat?
Dalam penelitian ini terdapat fenomena yang menarik di tempat saya lahir,
yakni provinsi Jambi banyak sekali perempuan yang berprofesi sebagai pengusaha
baik dalam bidang industri maupun jasa. Namun rata-rata kebanyakan dari mereka
berstatus ibu rumah tangga. Menariknya mereka berwirausaha dalam rangka
membantu perekonomian kelurga, artinya mereka bekerja sebagai pengusaha
dikarenakan dorongan ekonomi. Wajar saja angka perceraian rumah tangga di
provinsi Jambi masih cenderung tinggi. Sebagain besar warga provinsi Jambi
merupakan warga pendatang kemudian menetap dalam jangka waktu yang lama.
Sehingga perkembangan industri di provinsi Jambi cenderung melambat. Proses
jual beli merupakan kegiatan sehari hari warga provinsi Jambi yang cenderung
konsumtif. Misalnya saja untuk cabai merah provinsi Jambi masih mengambil
bahan baku dari Sumatera Barat. Dari hal ini bisa disimpulkan bahwa harga bahan
pokok di provinsi Jambi misalnya saja cabai merah harganya sudah cukup tinggi.
-
Ini lah salah satu alasan kenapa perempuan di provinsi Jambi ikut terjun di dalam
wirausaha, yakni karena tingginya biaya hidup yang harus ditanggung dalam
sebuah keluarga.
Salah satu konsep dari kesehatan mental ialah well- being dimana well-
being merupakan istilah umum untuk menggambarkan kondisi individu atau
kelompok, misalnya kondisi sosial psikologis, rohani, atau medis. Well-being yang
tinggi menandakan bahwa individu atau kelompok tersebut memiliki pengalaman
yang positif. Sementara well-being yang rendah dikaitkan dengan keadaan atau
kondisi yang negatif. Jauh dari itu Diener, Lucas, dan Oishi (2005) mendefinisikan
subjective well-being sebagai konsep yang meliputi emosi, pengalaman
menyenangkan, rendahnya tingkat mood negatif, dan kepuasan hidup yang tinggi.
Subjective well-being terdiri dari tiga aspek pengembangan yaitu aspek positif, dan
afek negatif serta kepuasan hidup. Afek positif dan afek negatif merupakan bagian
dari aspek aktif sedangkan kepuasan hidup merupakan aspek yang
merepresentasikan aspek kognitif individu. Individu dengan subjective well-being
yang tinggi menilai hidupnya secara positif dan merasakan kegembiraan dan
kebahagiaan. Subjective well-being yang rendah adalah individu yang sedikit sekali
merasakan kesenangan serta lebih sering merasakan emosi yang negatif, seperti
kemarahan dan rasa cemas. Out come yang akan diperoleh ketika memiliki
subjective well being yang tinggi antara lain, ia mampu merasakan kepuasan dalam
hidup serta mampu berkontribusi dengan lingkungannya, namun sebaliknya jika ia
memiliki well-being yang rendah ia akan cenderung merasakan tingkat stress yang
tinggi, serta kepuasan hidup yang rendah. Contoh kasus ketika seseorang
-
merasakan bahwa apa yang ia kerjakan adalah passion maka ia akan semakin ahli
dalam bidangnya, maka akan berlaku sebaliknya jika seseorang ahli dalam sebuah
bidang yang ia kuasai maka ia akan semakin menemukan passion-nya. Dimana
proses dalam menemukan sebuah passion kita harus lebih banyak menjumpai afek
positif atau pengalaman-pengalaman positif sehingga kita menemukan sebuah
kepuasan dalam hidup atas pencapaian yang sudah kita miliki.
Terdapat penelitian tentang subjective well-being misalnya oleh Diener
(1984) dalam laporan penelitian tentang sebagian besar orang bahagia dengan
kehidupannya. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa sebagian besar orang
merasa puas dengan pernikahannya, pekerjaanya dan waktu luang yang dimiliki.
Dari hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa kepuasan hidup adalah salah satu
faktor penting yang mempengaruhi subjective well-being. Well-being yang tinggi
dapat mengembangkan individu untuk lebih merasakan kepuasan dan mampu
membuat kontribusi positif untuk komunitas atau lingkungan (Sorensson &
Dalborg, 2017). Sedangkan well-being yang rendah berhubungan dengan tingginya
tingkat stress, depresi serta kecemasan. Dimana tiga hal tersebut merupakan bagian
atau out come dari afek negatif (Diener & Chan, 2011).
Berdasarkan penjabaran mengenai subjective well-being diatas, maka
peneliti menemukan beberapa variabel yang diprediksi mempengaruhi subjective
well-being. Independent variabel pertama yang akan menjadi fokus penelitian kali
ini adalah totalitas kerja yang terdiri dari tiga variabel yakni vigor, dedikasi dan
absorbsi (Shaleh, 2016). Independent variabel kedua yang diprediksi peneliti
memiliki pengaruh terhadap subjective well-being ialah variabel syukur dimana
-
terdapat tiga dimensi pada variabel syukur yakni, sense of abudance, appreciation
with others dan simple appreciation (Watkins, Woodward, Stone & Kolts, 2003).
Independent variabel ketiga yang diprediksi akan mempengaruhi subjective well-
being ialah dukungan sosial. Dalam teori Cutrona, Russell dan Rose (1986)
dukungan sosial terbagi menjadi 6 dimensi, meliputi attachment, social integration,
reassurance of worth, reliable alliance, guidance, opportunity for nurturance.
Selanjutnya masing masing dari tiga variabel ini yang meliputi totalitas kerja,
syukur dan dukungan sosial akan dijelaskan berdasarkan fenomena yang peneliti
temukan dari hasil literature riview sebelumnya untuk memperkuat fenomena yang
akan diteliti.
Banyak faktor yang menjadi penentu munculnya subjective well-being
dalam bekerja. Bakker & Oerlemans (2010) menjelaskan bahwa terdapat hubungan
yang positif antara totalitas kerja dengan subjective well-being. Perilaku organisasi
positif (POB) merupakan pendekatan perilaku organisasi yang sebagaian besarnya
berlandaskan kondisi psikologis positif. Pendekatan psikologi positif dalam
organisasi juga menempatkan totalitas kerja sebagai salah satu prespektifnya.
Istilah totalitas kerja didefinisikan sebagai kondisi yang penuh gairah dalam bekerja
yang dicirikan oleh semangat, dedikasi dan keterlarutan (Shaleh, 2016).
Totalitas kerja didefinisikan sebagai satu hal yang positif, yang berkaitan
dengan keadaan atau pikiran serta ditandai dengan semangat, dedikasi dan absorbsi
(Schaufeli & Salanova, 2006). Vigor mengacu pada tingkat energi dan ketahanan
mental yang tinggi dalam suatu pekerjaan serta bersedia berupaya dan tekun.
Dedikasi mengacu pada antusiasme, inspirasi, merasa dipentingkan, kebanggaan
-
dan tantangan. Absorbsi dalam kegiatan kerja mengacu pada konsentrasi penuh
dalam pekerjaan serta susah dalam melepaskan diri dalam pekerjaan (Schaufeli &
Salanova, 2006).
Totalitas kerja merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan subjective
well-being untuk pekerja dan pelaku kerja dengan beberapa alasan. Salah satunya
ialah totalitas kerja merupakan pengalaman positif pada diri individu selain itu
totalitas kerja berkaitan dengan kesehatan yang baik dan afeksi yang positif (Bakker
& Oerlemans, 2010). Oleh karena itu maka penting untuk melakukan pengukuran
terhadap totalitas kerja karena pada dasarnya istilah ini diletakkan pada kondisi
yang bergairah, dalam mencapai tujuan organisasi, mencakup keterlibatan,
kommitment dan passion, antusiasme dan ketekunan kerja dan penuh energi yang
keseluruhannya meliputi komponen sikap dan perilaku. Ketika dikaitkan antara
totalitas kerja dan subjective well-being tentu kita akan mendapat kemungkinan
hasil yang berbeda, pertama apakah totalitas kerja memiliki peran dan kontribusi
terhadap subjective well-being seseorang atau bahkan sebaliknya? Terutama
dikalangan pengusaha perempuan yang nota bene memiliki beban ganda di ranah
domestik dan di ranah publik.
Selain totalitas kerja yang menjadi salah satu variabel dalam mempengaruhi
subjective well-being peneliti juga menemukan beberapa variabel lain yang diduga
memiliki pengaruh terhadap subjective well-being yakni syukur. Syukur adalah
apresiasi yang dialami oleh individu ketika orang lain melakukan hal yang baik atau
membantu mereka. Secara lebih spesifik, syukur diartikan sebagai sebuah rasa atas
kebahagiaan yang timbul sebagai reaksi ketika menerima sebuah kebaikan atau
-
berupa hadiah, baik pemberian yang manfaatnya bersifat nyata dari orang tertentu,
atau saat dimana timbul perasaan damai dan bahagia akibat keindahan alami
(Watkins, Emmons, Greaves & Bell, 2017).
Gratitude (syukur) mewakili sifat kepribadian positif klasik, menjadi
indikator pandangan dunia yang berorientasi pada memperhatikan dan menghargai
hal positif dalam kehidupan. Individu yang bersyukur lebih sering serta lebih intens
merasakan pengaruh rasa syukur, memiliki pandangan yang lebih positif dari
lingkungan sosial mereka dan terus menerus fokus pada hal positif di lingkungan
mereka, dengan apresiasi yang lebih besar terhadap kehidupan mereka dan barang
milik mereka (McCullough, Emmons dan Tsang, 2002). Syukur berhubungan
dengan kesejahteraan kemudian, penelitian ini telah menyarankan bahwa rasa
syukur sangat kuat berkolerasi dengan kesejahteraan seperti sifat-sifat positif
lainnya (Watkins, Emmons, Greaves & Bell, 2017).
Meneliti syukur (gratitude) pada pengusaha perempuan penting karena
beberapa alasan. Pertama karena kaitannya dengan fungsi emosi positif. Rasa
syukur memiliki hubungan sebab akibat dengan perilaku positif (Watkins,
Emmons, Greaves & Bell, 2017). Sikap positif, dalam hal ini terkait dengan rasa
bahagia, berhubungan dengan akibat dari tercapainya kehidupan yang unggul yang
melintasi berbagai konteks (Diener & Chan, 2011). Sering kali mengalami emosi
positif dapat membuat seseorang menjadi lebih sehat dan menjadi lebih tahan
banting (tangguh, tabah), memicu meningkatnya optimalisasi fungsi diri,
kesejahteraan, dan pengembangan serta dapat menghilangkan pengaruh bawaan
emosi negatif (McCullough, Emmons dan Tsang, 2002).
-
Dalam sebuah penelitian mengenai hubungan gratitude terhadap subjective
well-being odapus wanita dewasa awal di Syamsi Dhuha Foundation Bandung,
ditemukan bahwa ada korelasi yang positif antara gratitude dan subjective well-
being. Hal ini dibuktikan dengan sebagian besar odapus wanita dewasa awal di
Syamsi Dhuha Foundation Bandung sebanyak 100% (30) memiliki faset simple
appreciation yang tinggi. Kemudian 86.67% (26) memiliki faset appreciation for
others yang tinggi. Lalu 13.3% (4) memiliki faset appreciation for others yang
rendah (Mahardika & Halimah, 2017). Artinya semakin tinggi tingkat subjective
well-being pada odapus wanita maka semakin tinggi pula perilaku syukur yang
mereka miliki.
Selain totalitas kerja dan syukur variabel lain yang diprediksi
mempengaruhi subjective well-being pada penelitian kali ini ialah dukungan sosial.
Dukungan sosial dalam Cutrona, Russell, dan Rose, (1986) memiliki enam dimensi
psikologi, attachment, social integration, reassurance of worth, reliable alliance,
guidance, opportunity for nurturance. Dukungan sosial mempunyai manfaat
emosional yang akan memberikan kekuatan pada diri individu untuk berusaha
bangkit dan meningkatkan kesejahteraanya. Sedangkan Sarafino (2011)
mendefinisikan dukungan sosial sebagai perasaan kenyamanan, perhatian,
penghargaan atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain.
Dalam penelitian yang pernah dilakukan Ramaprabou, V (2017) mengenai
perceived social support and subjective well-being among working woman who are
living away from their families. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah
wanita yang bekerja dengan dukungan sosial yang tinggi dari keluarga dan teman-
-
teman (significant others) hasilnya menunjukan bahwa mereka cenderung memiliki
tingkat subjective well-being yang baik atau tinggi dari pada mereka yang memiliki
dukungan sosial yang lebih rendah. Hal ini menandakan bahwasanya individu yang
mendapatkan dukungan sosial yang banyak cenderung akan lebih berhasil
mencapai tingkat subjective well-being yang baik.
Dari keempat variabel di atas penulis menemukan adanya keterkaitan antara
variabel totalitas kerja, syukur, dan dukungan sosial terhadap subjective well-being
pada pengusaha perempuan. Namun demikian, secara umum penelitian yang sudah
ada hanya dilakukan pada pekerja kantoran, sehingga terdapat urgensitas penelitian
ini untuk dilakukan kepada pelaku wiraswasta, khususnya pengusaha perempuan.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan variabel psikologi yang
mempengaruhi subjective well-being pada tingkatan individu. Oleh karena itu
peneliti menilai bahwasanya penelitian mengenai subjective well-being pada
pengusaha perempuan sangat perlu untuk dilakukan guna melihat pengaruhnya
terhadap kesejahteraan pengusaha perempuan.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Untuk membatasi agar permasalahan penelitian tidak meluas, maka masalah dalam
penelitian ini dibatasi pada subjective well-being, totalitas kerja, syukur dan
dukungan sosial. Adapun variabel yang diteliti adalah sebagai berikut:
1. Diener, Lucas, dan Oishi, (2005) mendefinisikan subjective well-being sebagai
“Person cognitive and affective evaluations of his or her life”. Sehingga
subjective well-being ialah evalusi seseorang secara kognitif dan efektif terhadap
-
kehidupannya. Evaluasi ini mencakup reaksi emosional (afek positif dan afek
negatif) serta kepuasan kepuasan hidup.
2. Bakker mendefinisikan mengenai work engagement atau totalitas kerja yang
merupakan sebuah keadaan yang positif dan meyelesaikan pekerjaan yang
dicirikan oleh semangat, dedikasi, dan keterlarutan (Bakker, Schaufeli, Leiter &
Taris at.al., 2008).
3. Syukur adalah apresiasi yang dialami oleh individu ketika orang lain melakukan
hal yang baik atau membantu mereka (Watkins, Emmons, Greaves & Bell,
2017).
4. Dukungan sosial menurut Cutrona, Carolyn dan Russel (1986) adalah perilaku
interpersonal yang mempunyai respon positif terhadap kebutuhan atas
kenyamanan, dorongan, kepedulian, dan membantu penyelesaian masalah yang
efektif melalui pemberian informasi terkait dengan bantuan nyata.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
Apakah terdapat pengaruh totalitas kerja, syukur dan dukungan sosial terhadap
subjective well-being pengusaha perempuan di provinsi Jambi?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh totalitas kerja, syukur dan dukungan sosial terhadap
subjective well-being pengusaha perempuan di provinsi Jambi
-
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat terhadap disiplin ilmu
pengetahuan khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) dengan
memberikan bukti-bukti empiris pada penelitian ini. Penelitian ini diharapkan
menjadi referensi teoritis dan empiris atau masukan bagi peneliti-peneliti lain yang
ingin mengukur subjective well-being pengusaha perempuan.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam pengembangan kapasitas diri pengusaha
perempuan di provinsi Jambi, dimana hasil penelitian ini akan diberikan langsung
kepada organisasi kewirausahaan yang menjadi patner penelitian ini.
-
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Subjective Well-being
2.1.1 Pengertian subjective well-being
Pengertian subjective well-being ialah “Person cognitive and affective evaluations
of his or her life” (Diener, Lucas dan Oishi 2005). Sehingga subjective well-being
ialah evalusi seseorang secara kognitif dan efektif terhadap kehidupannya. Evaluasi
ini mencakup reaksi emosional pada peristiwa seperti halnya pandangan kognitif
dari kepuasan hidup dan pemenuhan diri. Studi tentang subjective well-being telah
berkembang sedemikian rupa, karena individu memperhatikan perasaanya sendiri
dan kepercayaanya. Seseorang dikatakan memiliki subjective well-being yang
tinggi jika mereka merasa puas dengan kondisi hidup mereka, sering merasakan
emosi positif dan jarang merasakan emosi negatif. Diener dan Lucas (1999) dalam
Diener dan Chan (2011) Subjective well-being dapat diketahui dari ada atau
tidaknya perasaan bahagia dan ketika seseorang mengkarakteristikan atau
mencirikan suatu kehidupan yang baik maka ia akan membicarakan tentang
kebahagiaan, kesehatan, dan umur yang panjang.
2.1.2 Komponen-komponen subjective well-being
Diener (2005) subjective well-being merupakan konsep yang meliputi emosi,
pengalaman menyenangkan, rendahnya tingkat mood negatif, dan kepuasan hidup
-
yang tinggi. Subjective well-being terdiri dari tiga aspek pengembangan yaitu aspek
positif, dan afek negative serta kepuasan hidup. Afek positif dan afek negatif
merupakan bagian dari aspek aktif sedangkan kepuasan hidup merupakan aspek
yang merepresentasikan aspek kognitif individu. Individu dengan subjective well-
being yang tinggi menilai hidupnya secara positif dan merasakan kegembiraan dan
kebahagiaan. Subjective well-being yang rendah adalah individu yang sedikit sekali
merasakan kesenangan serta lebih sering merasakan emosi yang negatif, seperti
kemarahan dan rasa cemas.
Terlepas dari kita temukan dalam pengorganisasian kepuasan terhadap
domain kehidupan, struktur umum dari subjective well-being ini didasarkan pada
pengalaman kesejahteraan. Diener dan Suh (1997) telah menemukan tiga
komponen umum subjective well-being, kepuasan hidup (life satisfaction),
penilaian afek positif (mood dan emosi yang menyenangkan) dan afek negatif
(mood dan emosi yang tidak menyenangkan). Afek positif dan afek negatif
termasuk ke dalam komponen afektif, sementara kepuasan hidup dan domain
kepuasan termasuk ke dalam komponen kognitif (Dodge, Daly, Huyton & Sanders,
2012)
2.1.2.1 Positive affect dan negative affect
Positif affect dan negative affect bersifat independen karena memicu kontrol di
lapangan Bradburn dalam Diener (1984). Diener dan Emmons (1984) menulis
sebuah penelitian mengenai positive affect dan negative affect (Larsen dan Eid,
2008). Banyak peneliti melihat komponen hedonis subjective well-being sebagai
rasio positive affect terhadap negative affect (Larsen dan Eid, 2008) dan melihatnya
-
sebagai komponen penting dalam keseluruhan struktur subjective well-being
(Larsen dan Eid, 2008).
Emosi (mood), yang keduanya diberi label afek, mencerminkan penilaian
seseorang terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Diener, Suh, Lucas
& Smith (1999) dalam Frances, Angelo, Zhaoli & Wanberg (2005) menjelaskan
bahwa pengalaman emosi setidaknya memiliki dua dimensi, yaitu activation dan
arousal; dan pleasantness atau evaluation. Afek positif (positif affect) adalah
kombinasi arousal dan pleasantness, dan emosi yang termasuk di dalamnya antara
lain aktif, sikap sedia, dan senang. Afek negatif adalah kombinasi arousal dan
unpleasantness, dan didalamnya terdapat emosi seperti cemas, sedih, dan ketakutan
Mendemonstrasikan bahwa item yang banyak dari skala kepuasan hidup, perasaan
senang (pleasant affect) dan perasaan tidak senang (unpleasant affect) membentuk
faktor-faktor yang bisa dipisahkan satu sama lain. Dalam hal ini, afek memiliki
dimensi frekuensi dan intensitas. Dimensi frekuensi merupakan keseluruhan jumlah
predominasi afek positif dan afek negatif (Diener, Lucas dan Oishi, 2005). Afek
postif dan afek negatif bersifat independen, meskipun demikian beberapa penelitian
menunjukan bahwa keduanya berkolerasi negatif. Semakin sering seseorang
merasakan salah satu afek, semakin rendah frekuensi afek lain yang dirasakan.
Dimensi identitas mengacu pada kuat lemahnya afek yang dirasakan oleh
seseorang. Hal inilah yang menjelaskan mengapa kedua afek yang independen ini
muncul secara bersamaan.
Dalam meneliti well-being sebaiknya menggunakan frekuensi dalam
meneliti afek positif dan afek negatif. Alasannya, karena well-being berbicara
-
mengenai evaluasi kondisi emosi yang sifatnya relatif jangka panjang, sedangkan
intensitas lebih bisa menjelaskan suasana emosi yang bersifat lebih sementara,
seperti emosi (mood) (Diener, Scollon, dan Lucas, 2003). Selain itu, jika afek positif
dan negatif terasa kuat secara bersamaan maka akan membingungkan dalam
penentuan well-being seseorang.
2.1.2.2 Kepuasan hidup (life satisfaction)
Dimensi ketiga dari subjective well-being yang diidentifikasi oleh Andrews dan
Withey (1976) dalam Diener (1984) ialah kepuasan hidup. Kepuasan hidup (life
satisfaction) merupakan penilaian kognitif terhadap kehidupan seseorang. Dengan
demikian, hal itu mungkin secara tidak langsung mempengaruhi, kemudian
subjective well-being memiliki komponen lain selain komponen hedonis; Ini
mencakup penilaian kognitif tentang kehidupan seseorang, secara keseluruhan, dan
memuaskan (Larsen dan Eid, 2008) beberapa peneliti menyebutkan bahwa ini
sebagai kepuasan hidup (life satisfaction), kemudian sebagian besar melihatnya
sebagai fitur penting dalam keseluruhan struktur subjective well-being (Larsen dan
Eid, 2008). Ada kemungkinan penilaian kepuasan hidup (life satisfaction), berbeda
dengan komponen hedonik (Larsen dan Eid, 2008).
Kepuasan hidup (life satisfaction) yang sering kali disebut dengan istilah
penilaian secara global (Diener, Scollon dan Lucas, 2003), merefleksikan penilaian
individu bahwa kehidupannya ini berjalan dengan baik. Setiap individu dapat
menelaah kondisi kehidupannya sendiri, menimbang pentingnya kondisi-kondisi
tersebut, dan kemudian mengevaluasi kehidupannya ke dalam skala memuaskan
dan tidak memuaskan. Evaluasi global semacam ini disebut dengan penelitian
-
kognitif atas kepuasan hidup. Dikatakan demikian karena penelitian ini
membutuhkan proses kognitif (Diener, Scollon dan Lucas, 2003). Penilaian
kepuasan yang dilakukan seseorang didasarkan pada informasi yang tersedia pada
saat penilaian tersebut dilakukan, dan kebanyakan dari informasi tersebut
merupakan informasi yang tetap sama dari waktu ke waktu. Di dalam banyak kasus,
orang cenderung menggunakan informasi yang relevan dan stabil, yang pada
akhirnya akan menghasilkan penilaian kepuasan yang stabil dan bermakna (Diener,
Scollon dan Lucas, 2003). Pada saat membuat penilaian kepuasan hidup, seseorang
juga menggunakan sumber-sumber informasi lain, diantaranya perbandingan
dengan standar-standar yang penting (Diener, Scollon dan Lucas, 2003).
Kepuasan hidup (life satisfaction) digunakan sebagai salah satu cara untuk
mengukur well-being karena dengan cara ini peneliti dapat menangkap well-being
dalam bentuk luas dari sudut pandang partisipanitu sendiri (Diener, Scollon dan
Lucas, 2003). Selain itu, keuntungan dari melihat kepuasan hidup sebagai ukuran
well-being adalah karena tipe pengukuran ini menangkap sensasi secara global akan
well-being dari perspektifnya sendiri (Diener, Scollon dan Lucas, 2003).
2.1.3 Pengukuran subjective well-being
Salah satu langkah pengukuran terbaik dari komponen afektif subjective well-being
ialah yang dikembangkan oleh Fordyce (1988), dengan cara meminta subjek untuk
memperkirakan persentase waktu yang mereka rasakan bahagia, persentase waktu
yang mereka rasakan netral, dan persentase waktu mereka merasa tidak bahagia
selama periode waktu tertentu (misalnya tahun lalu), sehingga akumulasi dari
perasaan netral, bahagia dan sedih bertambah hingga 100% (Larsen dan Eid, 2008).
-
Subjective well-being mengacu pada pengalaman afektif dan penilaian
kognitif, laporan dari ukuran mengenai subjective well-being sangat diperlukan
(Frances Kee-Ryan, at al 2005). Dengan rekan-rekannya Diener mengembangkan
subjective well-being dengan Life scale (Diener, Emmons, Larsen, & Griffin, 1985),
yang menjadi ukuran standar kepuasan hidup (life satisfaction) dan telah
diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Lebih lanjut, Diener (2005) menggunakan
Satisfaction With Life Scale (SWLS) yang ia kembangkan pada tahun1985 untuk
mengukur subjective well-being seseorang. Hal tersebut dikarenakan subjective
well-being berkenaan dengan evaluasi hidup seseorang yang dapat dilihat dari
kepuasan hidup mereka, yang didasarkan kepada perasaan, termasuk suasana hati
dan emosi. Ketika seseorang merasakan sedih atau mereka merasa gembira itu
dikarnakan mereka merasakan apakah hidup mereka baik atau tidak. (Frances Kee-
Ryan, at al 2005)
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being
Diener (1984) menjelaskan mengenai beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
subjective well-being diantaranya adalah sebagai berikut;
1. Variabel demografi (pendapatan, status pernikahan, aktivitas sosial)
Pendapatan memiliki hubungan yang positif dengan subjective well-being di
beberapa negara. Kepuasan terhadap pendapatan adalah hal yang berkorelasi
dengan kebahagiaan (happiness). Status pernikahan memiliki pengaruh yang
positif terhadap subjective well-being. Responden yang sudah menikah mengaku
lebih puas dengan kehidupannya ketimbang responden yang belum menikah.
Begitu juga dengan aktivitas sosial, responden yang memiliki aktivitas sosial
-
cenderung puas dengan kehidupannya ketimbang responden yang tidak memiliki
aktivitas sosial sama sekali.
2. Kepribadian
Kepribadian memberikan arah terhadap pengaruh happiness dalam jangka waktu
yang cukup lama, kepribadian menjadi kepercayaan sehingga menetap dan
menjadi penting bahwa kepribadian yang sehat akan membangun subjective
well-being dan membangun rasa kedamaian.
3. Totalitas kerja
Totalitas kerja memiliki hubungan yang positif terhadap subjective well-being.
Dimana, ketika seseorang bekerja dengan keras dan penuh semangat serta
dedikasi yang tinggi, ia akan cenderung menemukan sebuah meaning (makna
hidup). Adanya kepuasan hidup ketika menikati kesuksesan dari sebuah proses
kerja keras, merupakan sebuah out come dari subjective well-being. Totalitas
kerja merupakan sebuah perilaku yang positif.
4. Syukur
Adanya hubungan yang positif antara syukur dan subjective well-being. semakin
tinggi tingkat syukur seseorang maka akan semakin tinggi tingkat subjective
well-being seseorang (Mahardika dan Halimah, 2017).
5. Dukungan sosial
Perempuan yang bekerja dengan dukungan sosial yang tinggi dari keluarga serta
teman-teman, hasilnya menunjukan bahwa mereka cenderung memiliki tingkat
subjective well-being yang positif dari pada mereka yang memperoleh dukungan
sosial yang lebih rendah (Ramaprabou.V, 2017). Dari hasil ini dapat
-
disimpulkan bahwa dukungan sosial memiliki peranan pengaruh yang signifikan
terhadap subjective well-being.
2.2 Totalitas kerja
2.2.1 Pengertian totalitas kerja
Schaufeli dan Bekker (2004) menjelaskan bahwa seseorang yang total dalam
bekerja atau yang memiliki totalitas kerja yang tinggi akan bekerja keras,
memberikan usaha yang lebih (extra effort), aktif terlibat, focus terhadap pekerjaan,
hadir secara fisik, dan memberikan energi terhadap apa yang dikerjakan. Pengertian
dari Schaufeli dan Bakker (2004) tersebut akan menjadi pengertian yang peneliti
gunakan dalam penelitian ini.
Secara lebih spesifik dalam Bakker A. B, dan Demerouti Evangelia (2008)
mendefenisikan totalitas kerja sebagai hal positif, total yang berkaitan dengan
keadaan pikiran yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan absorbsi atau
penyerapan. Totalitas kerja lebih daripada keadaan sesaat dan spesifik, mengacu ke
keadaan yang bergerak tetap meliputi aspek kognitif dan afektif yang tidak fokus
pada objek, peristiwa, individu, atau perilaku tertentu.
2.2.2 Aspek-aspek totalitas kerja
Dalam Bakker A.B dan Demerouti Evangelia (2008) totalitas kerja merupakan hal
yang positif, yang berkaitan dengan keadaan pikiran yang ditandai dengan
semangat, dedikasi dan absorbsi atau penyerapan. Vigor atau semangat
mencerminkan kesiapan untuk mengabdikan upaya dalam pekerjaan seseorang,
sebuah usaha untuk terus energik saat bekerja dan kecenderungan untuk tetap
berusaha dalam menghadapi kesulitan atau kegagalan tugas. Dedikasi mengacu
-
pada identifikasi yang kuat dengan pekerjaan seseorang dan mencakup perasaan
antusiasme, inspirasi, kebanggaan dan tantangan. Dimensi ketiga dari totalitas kerja
adalah penyerapan (absorbsi). Penyerapan ditandai dengan seseorang menjadi
benar-benar tenggelam dalam pekerjaanya, dalam waktu tertentu ia akan merasa
sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaanya.
Beberapa studi telah memvalidasi secara empiris instrumen yang mengukur
totalitas kerja, Utrecht Work Engagement Scale (UWES). Seorang karyawan yang
tergolong memiliki work engagement dengan kata lain dapat didefinisikan dengan
melakukan pekerjaan yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan penyerapan
dalam menyelesaikan semua penugasannya Bakker, Schaufeli, Leiter & Taris
(2008).
2.2.3 Pengukuran totalitas kerja
Pengukuran totalitas kerja menggunakan skala Utrecht Work Engagement Scale
(UWES) yang dikembangkan oleh Schaufeli, Bakker dan Salanova (2006), yang
terdiri dari sub-skala yakni semangat (vigor), dedikasi, penyerapan (absorbsi).
Skala ini berisi 17 item pernyataan yang masing-masing komponen terdiri dari
enam item vigor, enam item dedikasi, dan lima item absorbsi (Balducci, Fraccaroli
dan Schaufeli, 2010)
Utrecht Work Engagement Scale (UWES) memiliki dua versi. Versi
pertama dikembangkan pada tahun 2000 dengan sub item berjumlah 17 kemudian
versi yang kedua memiliki 9 jumlah item. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
inventori Utrecht Work Engagement Scale (UWES) versi pertama dengan jumlah
17 item. Inventori Utrecht Work Engagement Scale (UWES) mencakup
-
pengukuran masing-masing komponen yang terdiri dari enam item vigor, enam
item dedication, dan lima item absorbsi (Balducci, Fraccaroli dan Schaufeli, 2010)
2.3 Syukur
2.3.1 Definisi syukur
Peterson dan Seligman (2004) mendefinisikan syukur sebagai rasa berterima kasih
dan bahagia sebagai respon penerimaan karunia, baik karunia tersebut merupakan
keuntungan yang terlihat dari orang lain ataupun moment kedamaian yang
ditimbulkan oleh keindahan alamiah (Froh, Sefick, dan Emmons, 2008). Secara
singkat, orang yang bersyukur adalah seseorang yang menerima sebuah karunia dan
sebuah penghargaan, dan mengenali nilai dari karunia tersebut. Orang yang
bersyukur mampu mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang yang sadar dan
berterima kasih atas anugrah Tuhan, pemberian orang lain, dan menyediakan waktu
untuk mengekspresikan rasa terima kasih mereka
2.3.2 Aspek-aspek syukur
Mc.Cullough, et al (2002) menggunakan istilah aspek untuk merujuk elemen-
elemen gratitude dibandingkan dengan menggunakan istilah dimensi. Karena
mereka menduga bahwa elemen-elemen dalam gratitude tidak berbeda atau
independent, namun terjadi secara bersama-sama beberapa aspek dari gratitude
tersebut adalah:
1. Intesitas (Intensity)
Aspek pertama dari gratitude adalah intensitas. Seseorang yang memiliki watak
gratitude ketika mengalami peristiwa yang positif diperkirakan akan secara
-
intensitas merasa lebih bersyukur dibandingkan seseorang yang memiliki rasa
bersyukur rendah
2. Frekuensi (Frequency)
Aspek kedua adalah frekuensi. Seseorang yang memiliki watak gratitude
diperkirakan sering merasakan perasaan bersyukur setiap harinya dan rasa
syukur mungkin ditimbulkan bahkan oleh nikmat yang sederhana ataupun
tindakan yang sopan.
3. Jangka waktu (Span)
Jangka waktu gratitude merujuk pada sejumlah keadaan dalam hidup dimana
seseorang merasa bersyukur pada waktu tertentu. Seseorang yang senantiasa
bersyukur diduga merasa penuh rasa syukur atas keluarga, pekerjaan mereka,
kesehatan mereka, dan hidup mereka sendiri, bersama dengan segala manfaat
yang ada didalamnya. Seseorang yang kurang memiliki rasa syukur mungkin
mengalami kurangnya rasa syukur terhadap beberapa aspek dalam hidupnya.
4. Kepadatan (Density)
Aspek keempat dapat disebut kepadatan, yang mengacu pada jumlah orang
kepada siapa seseorang merasa bersyukur atas satu hasil positif yang ada. Orang
yang memiliki rasa syukur dapat menyebutkan banyak nama ketika mereka
ditanya kepada siapa dirinya merasa bersyukur atas hasil tertentu, misalnya
mendapatkan pekerjaan yang baik termasuk orang tua, teman, keluarga dan
mentor. Untuk seseorang yang memiliki hasil sama, ketika ia kurang memiliki
rasa syukur mungkin ia akan merasa berterima kasih kepada sedikit orang.
-
Dalm Watkins, Woodward, Stone, & Kolts (2003) membuat sebuah
pengukuran bernama GRAT (Gratitude, Resentment, and Appreciation Test) yang
bertujuan untuk mengukur beberapa karakteristik gratitude.
1. Sense of Abundance
Induvidu yang bersyukur tidak akan merasa kekurangan dalam kehidupannya. Atau
secara positif, individu yang bersyukur memiliki rasa berkelimpahan (sense of
abundance) dalam kehidupannya dan selalu merasa beruntung. Hal ini tidak
berdasarkan seberapa besar dan banyak individu tersebut memiliki rasa
berkelimpahan dan perasaan syukur.
Individu yang tidak memiliki rasa berkelimpahan, biasanya selalu merasa
serba kekurangan, selalu merasa bahwa Tuhan memberikannya kehidupan yang
tidak adil dan tidak layak, merasa selalu kekurangan dalam hal waktu, merasa
kehidupannya telah merusak dirinya, merasa bahwa dunia telah berhutang padanya.
Selain itu juga selalu merasa iri terhadap orang lain karena orang lain selalu merasa
lebih beruntung, merasa kemajuannya dihambat oleh orang lain, merasa bahwa
orang lain tidak memiliki kehidupan sepertinya yang selalu merasa merugi, merasa
belum mendapatkan keuntungan atau kebaikan padahal telah merasa berbuat
kebaikan yang banyak, dan merasa selalu mendapatkan kebaikan tidak sebanyak
yang orang lain dapatkan.
2. Apreciation with others
Bersyukur kepada manusia atau orang lain adalah sebagai tanda terima kasih atas
kebaikan mereka. Karena kebaikan yang didapatkan merupakan salah satu hasil dari
-
kontribusi yang diberikan oleh orang lain, oleh sebab itu sangat perlu untuk
menghargai orang lain tersebut. Bentuk dari penghargaan tersebut dapat berupa
membalas dengan cara membantunya juga. Menghargai apapun yang dilakukan
orang lain terhadapnya dalam kehidupannya, seperti kesejahteraan dan prestasi
yang diraih serta kondisi yang dicapai hingga saat ini juga merupakan sikap positif
yang ditunjukan oleh orang yang bersyukur karena telah merasa mendapatkan
kebijaksanaan yang berharga dari orang lain yang sangat bermanfaat bagi
keberhasilannya.
3. Simple Appreciation
Individu yang bersyukur ditandai dengan kecenderungan untuk menghargai
kesenangan sederhana yang sebenarnya sering ditemui (simple appreciation).
Kesenangan sederhana mengacu pada kesenangan dalam hidup yang bagi
kebanyakan orang sebenarnya telah sering merasakannya.
Individu yang menghargai kesenangan sederhana harus lebih rentan untuk
mengalami perasaan bersyukur karena mereka akan lebih sering mendapatkan
manfaat dalam kehidupan sehari-hari mereka. Jadi simple appreciation, merupakan
bentuk penghargaan terhadap kesenangan sederhana yang dapat berupa kesenangan
yang berasal dari fenomena atau keindahan alam sekitar.
Individu menjadi tambah bersyukur karena keindahan alam atau keindahan
alam yang diberikan Tuhan. Dengan menikmati dan menghayati keindahan tersebut
mereka akan berfikir untuk menjaga kelestarian alam. Individu juga berfikir bahwa
penting untuk menghargai dan merasakan hal-hal sederhana yang dialami dalam
hidup sehingga individu akan lebih menghargai sebuah kehidupan.
-
2.3.3 Pengukuran syukur
Terdapat dua self-report yang dapat mengukur gratitude tanpa mengaitkan item-
itemnya dengan kata-kata keagamaan. Pengukuran yang pertama adalah Gratitude,
Resenment, and Appreciation Test (GRAT), terdiri dari 44-item yang telah
dikembangkan dan telah divalidasi. Dalam GRAT ini terdapat tiga faktor yaitu
kebencian, apresiasi sederhana, dan penghargaan sosial. Indeks self-report yang
kedua adalah the Gratitude Questionnaire-Six (GQ-6) (McCullough, Emmons, dan
Tsang, 2002). GC-6 ini adalah quisioner 6-item dengan skala 1 = sangat tidak setuju
sampai dengan 7 = sangat setuju.
GRAT (Gratitude, Resenment, and Appreciation Test). Alat ukur ini dibuat
oleh Watkins dkk (2003) yang akan digunakan untuk mengukur tiga karakteristik
gratitude yaitu, sense of abundance, appreciation for others, dan simple
appreciation. Gratitude, Resenment, and Appreciation Test terdiri dari dua versi.
Versi pertama menggunakan 44 item dan versi kedua, GRAT-R yang merupakan
revisi dari GRAT versi pertama dengan jumlah 16 item dengan menggunakan
skala jenis Likert dengan lima pilihan (1= I Strongly Disargee hingga 5= I Strongly
Agree) Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan inventori Gratitude,
Resenment, and Appreciation Test (GRAT-Revised) untuk mengukur variable
gratitude pada woman entrepreneur.
2.4 Dukungan sosial
2.4.1 Definisi dukungan sosial
Dalam Sarafino (1998) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada
kenyamanan yang dirasakan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh
-
individu dari orang lain maupun kelompok. Dukungan sosial menurut Cutrona,
Carolyn dan Russel (1986) adalah perilaku interpersonal yang mempunyai respon
positif terhadap kebutuhan atas kenyamanan, dorongan, kepedulian, dan membantu
penyelesaian masalah yang efektif melalui pemberian informasi terkait dengan
bantuan nyata.
Taylor (2006) mendefinisikan dukungan sosial adalah informasi dari orang
lain bahwa ia dicintai, diperdulikan, dihargai, dan bernilai menjadi bagian dari
jaringan komunikasi dan kewajiban dari orang tua, istri, atau kekasih, saudara,
teman , sosial dan hubungan dengan komunitas sosial.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan dukungan sosial adalah pemberian bantuan dalam berbagai
bentuk baik verbal, maupun non-verbal yang berdampak positif bagi individu.
Dukungan sosial didapatkan individu dari hubungan dengan orang lain dalam suatu
jaringan sosial.
2.4.2 Dimensi dukungan sosial
Sarafino (2011) mengemukakan membagi dukungan sosial menjadi lima bentuk,
yaitu:
1. Dukungan Emosional
Dukungan emosional di dalamnya terkandung ekspresi empati, keperdulian, dan
perhatian terhadap seseorang. Kesemua ekspresi tersebut memberikan seseorang
rasa nyaman, perasaan dimiliki, dan rasa dicintai.
2. Dukungan Penghargaan
-
Dukungan penghargaan terjadi melalui ekspresi seseorang dalam pandangan
yang positif terhadap orang lain, dorongan atau kesesuaian dengan ide-ide atau
perasaan individu, dan perbandingan positif orang tersebut dengan orang lain
seperti orang yang kurang mampu atau lebih buruk. Dukungan jenis ini
membantu individu untuk membangun perasaan menghargai diri sendiri,
berkompeten, dan bernilai.
3. Dukungan nyata atau Instrumental
Dukungan nyata atau instrumental mengacu pada penyediaan barang dan jasa
yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara praktis.
Sebagai contoh: pinjaman atau sumbangan dari orang lain atau bantuan dalam
mengerjakan tugas-tugas tertentu.
4. Dukungan informasi
Dukungan informasi meliputi dukungan yang diberikan dengan cara
memberikan informasi baik kepada individu yang menghadapi masalah dengan
kepercayaan diri. Meliputi pemberian nasehat, saran, bimbingan yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah.
5. Dukungan jaringan
Dukungan jaringan membuat individu yang menghadapi masalah kepercayaan
diri merasa sebagai anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat
dan aktifitas sosial dengannya. Dengan demikian, individu akan merasa
memiliki teman senasib.
Sedangkan dalam Cutrona (1986), mengembangkan The Social Provisions Scale
untuk mengukur ketersediaan dukungan sosial yang diperoleh dari hubungan
-
individu dengan orang lain. Cutrona menjelaskan terdapat enam aspek didalam
teorinya, yang meliputi:
Attachment (kedekatan emosional), yaitu jenis dukungan ini memungkinkan
seseorang memperoleh kedekatan secara emosional sehingga menimbulkan rasa
aman bagi yang menerima. Sumber dukungan semacam ini biasanya dapatkan
dari pasangan, teman dekat, atau hubungan keluarga.
Social Intergration (intergrasi sosial), yaitu jenis dukungan yang memungkinkan
memiliki perasaan suatu kelompok yang memungkinkan untuk berbagi minat,
perhatian, serta melakukan kegiatan yang sifatnya reaktif secara bersama-sama.
Hubungan tersebut dapat memberikan kenyamanan, keamanan dan kesenangan.
Reassurance of Worth (penghargaan dan pengakuan), yaitu dukungan sosial
jenis ini mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta
mendapatkan penghargaan dari orang lain atau lembaga terhadap kompetensi,
keterampilan dan nilai yang dimiliki seseorang.
Reliable Alliance (Ikatan atau hubungan yang dapat diandalakan untuk
mendapatkan bantuan yang nyata), yaitu dalam dukungan sosial jenis ini agar
mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat
diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan tersebut. Jenis
dukungan ini bersumber pada umumnya diberikan oleh anggota keluarga.
Guidance (Saran atau bimbingan), yaitu dukungan sosial jenis ini adalah
memungkinkan mendapatkan informasi, saran atau nasihat yang diperlukan
dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis
dukungan ini bersumber dari guru, mentor, atau sosok orang tua.
-
Opportunity for Nurturance (kemungkinan membantu), yaitu suatu aspek
penting dalam hubungan interpersonal yang berupa perasaan dibutuhkan oleh
orang lain, sehingga seseorang merasa mendapatkan dukungan sosial ketika
mendapakan timbal balik ketika merasa dibutuhkan orang lain dan sebaliknya.
2.4.3 Pengukuran dukungan sosial
Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur dukungan sosial dalam penelitian
ini menggunakan alat ukur yang bernama The Social Provisions Scale (Cutrona,
Carolyn dan Russel, 1986) dengan item berjumlah 24 dari enam hal sebagai berikut:
attachment, social integration, reassurance of worth, reliable alliance, guidance
dan opportunity for nurturance. Rentang berkisar 1 (sangat tidak setuju) sampai 4
(sangat setuju)
2.5 Kerangka berfikir
Peneliti menilai bahwa seorang pengusaha perempuan kemungkinan memiliki
tingkat subjective well-being yang rendah. Hal ini bisa dikarenakan oleh beban
ganda yang dimiliki oleh kaum perempuan, seperti mengatur urusan domestik
rumah tangga, dapur, sumur dan kasur. Hal tersebut tidak bisa terelakan lagi dalam
keseharian dikarenakan budaya yang dianut kebanyakan warga Indonesia adalah
budaya timur dalam hal ini budaya patriarki yang paling ditonjolkan. Disisi lain
perempuan yang bekerja di kalangan publik harus bersikap profesional karena
tuntutan kesetaraan gender. Artinya dalam hal ini perempuan dihadapkan dengan
dua tugas dalam dirinya, yakni tugas diranah domestik sebagai ibu rumah tangga
dan tugas sebagai warga sipil yang harus bekerja dengan profesional dengan
menjujung tinggi azas kesetaraan gender di tempat ia bekerja. Dari fenomena ini
-
peneliti menilai bahwa tingginya tuntutan kerja baik dalam ranah dometik maupun
ranah publik, perempuan tentu memiliki kebutuhan akan kesejahteraan yang tinggi,
namun apakah bisa pengusaha perempuan memiliki subjective well-being yang
tinggi?, disamping itu pengusaha perempuan memiliki beban ganda yang berat?
Saat ini peran perempuan dalam kewirausahaan tidak dapat terelakan. Data
menyebutkan bahwa pengusaha perempuan menyumbang sepertiga dari semua
bisnis yang beroperasi dalam ekonomi formal di seluruh dunia, data ini merupakan
bukti bahwa perempuan Indonesia semakin menunjukan peranannya dalam dunia
ekonomi, bisnis dan wirausaha baik sebagai pekerja maupun pengusaha
(International Finance Corporation, 2017).
Kemudian dalam sebuah penelitian mengenai life satisfaction pada
pengusaha perempuan di India, menunjukan bahwa pengusaha perempuan
memiliki tingkat kepuasan hidup yang tinggi (Jyoti, Sharma dan Kumari, 2011)
selanjutnya life satisfaction merupakan satu dari tiga indikator subjective well-being
(Diener, 1984). Banyak faktor yang menjadi penentu munculnya subjective well-
being dalam bekerja. Bakker dan Oerlemans (2010) menjelaskan bahwa terdapat
hubungan antara totalitas kerja dengan subjective well-being. Induvidu yang sangat
total dalam pekerjaan, mereka mengidentifikasi pekerjaan mereka sendiri dan
termotivasi untuk melaksanakan pekerjaanya. Mereka cenderung untuk bekerja
lebih keras dan lebih produktif dari pada orang lain dan lebih mungkin untuk
menghasilkan kepuasan pelanggan dan tercapainya keinginan organisasi. Individu
yang total dalam bekerja akan menggunakan kemampuan dan keterampilan mereka
dengan baik, merasa tertantang dalam pekerjaan dan berprestasi.
-
Seorang pengusaha tentu memiliki proses jatuh bangun dalam merintis
usahanya hingga saat ini. Dalam proses jatuh bangun ini terjadi kondisi psikologis
yang memungkinkan adanya tekanan stress yang komplek, karena beban ganda
pengusaha perempuan. Totalitas kerja yang meliputi semangat (vigor) dedikasi dan
keterlarutan (absorbsi) diduga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kesejahteraan pengusaha perempuan. Dimana kesejahteraan ini berdampak kepada
kualitas hidup mereka sebagai masyarakat pada umumnya, namum memiliki
meaning bahwa hidup ini harus banyak bersyukur karena jerihpayah akan proses
jatuh bangun sudah banyak dilalui.
Bersyukur didefenisikan sebagai rasa berterima kasih dan bahagia sebagai
respon penerimaan karunia, baik karunia tersebut merupakan keuntungan yang
terlihat dari orang lain ataupun moment kedamaian yang ditimbulkan oleh
keindahan alamiah (Peterson dan Seligman, 2004). Orang yang bersyukur mampu
mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang yang sadar dan berterima kasih atas
anugrah Tuhan, pemberian orang lain, dan menyediakan waktu untuk
mengekspresikan rasa terima kasih mereka (Peterson dan Seligman, 2004).
Sarafino (1998) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada
kenyamanan yang dirasakan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh
individu dari orang lain maupun kelompok. Dukungan sosial menurut Cutrona,
Carolyn dan Russel (1986) adalah perilaku interpersonal yang mempunyai respon
positif terhadap kebutuhan atas kenyamanan, dorongan, kepedulian, dan membantu
penyelesaian masalah yang efektif melalui pemberian informasi terkait dengan
bantuan nyata.
-
Seorang pengusaha yang tangguh dan pada akhirnya memiliki kesejahteraan
hidup yang baik, tentu memiliki sumber-sumber dukungan yang mampu
mengantarkannya sampai kesuksesan ini. Baik dukungan dari keluarga,
lingkungan, pasangan, mentor atau atasan dalam organisasi. Dari dukungan sosial
ini kita juga bisa meilhat proses kehidupan sosial subjek penelitian ini. Apakah
mendapat dukungan sosial yang tinggi atau rendah.
Bagan kerangka berfikir
Gambar 2.1 Bagan kerangka berfikir
Totalitas Kerja
Vigor
Dedikasi
Absorbsi
Syukur
Sense of Abudance
Simple Appreciation
Appreciation for
Others
Subjective Well-
being
Dukungan Sosial
-
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Mayor
Ada pengaruh yang signifikan dari totalitas kerja (vigor, dedikasi, absorbi),
bersyukur (sense of abudance, appreciation with simple pleasure, social
appreciation) dan dukungan sosial terhadap subjective well-being pengusaha
perempuan.
Hipotesis Minor
H1 = Ada pengaruh yang signifikan dimensi vigor pada subjective well-being.
H2 = Ada pengaruh dedikasi yang signifikan dimensi pada subjective well-
being.
H3 = Ada pengaruh yang signifikan dimensi absorbsi pada subjective well- being.
H4 = Ada pengaruh yang signifikan dimensi sense of abudance pada subjective
well-being.
H5 = Ada pengaruh yang signifikan dimensi appreciation with simple pleasure
pada subjective well-being.
H6 = Ada pengaruh yang signifikan dimensi social appreciation pada subjective
well-being.
H7 = Ada pengaruh yang signifikan dimensi dukungan sosial pada subjective
well-being.
-
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha perempuan yang berdomisili di
Provinsi Jambi. Adapun jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini
sebanyak 200 responden. Penetapan jumlah responden disesuaikan dengan
kemampuan peneliti berdasarkan waktu, tenaga dan dana penelitian. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik non-probability sampling
dimana responden dipilih berdasarkan kriteria yang ditentukan serta bersedia untuk
menjadi responden.
3.2 Variabel Penelitian
Sebelum membahas definisi operasional penelitian, dibawah ini terdapat beberapa
variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana yang telah disebutkan
pada bab sebelumnya. Untuk berikutnya, yang disebut dengan variabel adalah
sesuatu yang bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain. Dimensi dalam
penelitian ini meliputi dimensi dari totalitas kerja meliputi vigor (semangat),
dedikasi dan absorbsi, dimensi dari bersyukur yaitu sense of abudance,
appreciation with others, simple appreciation dan dukungan sosial. Dependen
variabel dalam penelitian ini adalah subjective well-being, sedangkan sisanya
adalah independen variabel.
3.3 Definisi Operasional
Berikut ini penjelasan definisi operasional dari masing-masing variabel:
-
1. Subjective well-being
Diener, Lucas, dan Oishi, (2005) mendefinisikan subjective well-being sebagai
“Person cognitive and affective evaluations of his or her life”. Sehingga
subjective well-being ialah evalusi seseorang secara kognitif dan efektif terhadap
kehidupannya. Evaluasi ini mencakup reaksi emosional (afek positif dan afek
negatif) serta kepuasan kepuasan hidup.
2. Totalitas kerja
Schaufeli dan Bakker (2004) mendefinisikan totalitas kerja ialah seseorang yang
memiliki totalitas kerja yang tinggi memiliki kecenderungan akan bekerja keras,
memberikan usaha yang lebih, aktif terlibat dan fokus terhadap pekerjaan,
kemudian hadir secara fisik dan memberikan energi terhadap apa yang
dikerjakan yang meliputi vigor, dedikasi dan absorbsi (Bakker dan Demerouti,
2008).
1) Vigor atau semangat merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama
bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan, tekun dalam menghadapi kesulitan kerja, juga kemauan untuk
menginvestasikan segala upaya dalam suatu pekerjaan, dan tetap bertahan
meskipun menghadapi kesulitan. Artinya vigor adalah sebuah keadaan
dimana individu akan berusaha bertahan dengan semangat serta usaha.
2) Dedikasi ditandai dengan individu yang merasa terlibat sangat kuat dalam
suatu pekerjaan dan mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan,
inspirasi dan tantangan. Dedikasi mencerminkan sikap positif dimana
kehadiran di dalam organisasi menjadi penting dalam pekerjaan.
-
3) Absorbsi ditandai dengan individu yang selalu penuh konsentrasi dan serius
terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat
dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan.
3. Syukur adalah apresiasi yang dialami oleh individu ketika orang lain melakukan
hal yang baik atau membantu mereka (Watkins, Emmons, Greaves & Bell,
2017). Watkins at al (2017) membagi dimensi syukur menjadi tiga, sense of
abundance, appreciation with simple pleasure, simple appreciation yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
1) Sense of Abundance
Induvidu yang bersyukur tidak akan merasa kekurangan dalam
kehidupannya. Atau secara positif, individu yang bersyukur memiliki rasa
berkelimpahan (sense of abundance) dalam kehidupannya dan selalu merasa
beruntung hal ini tidak berdasarkan seberapa besar dan banyak individu
tersebut memiliki rasa berkelimpahan dan perasaan syukur.
2) Simple appreciation
Merupakan bentuk penghargaan terhadap kesenangan sederhana yang dapat
berupa kesenangan yang berasal dari fenomena atau keindahan alam sekitar.
3) Appreciation with others
Apapun yang dilakukan orang lain terhadapnya dalam kehidupannya, seperti
kesejahteraan dan prestasi yang diraih serta kondisi yang dicapai hingga saat
ini juga merupakan sikap positif yang ditunjukan oleh orang yang bersyukur
karena telah merasa mendapatkan kebijaksanaan yang berharga dari orang
lain yang sangat bermanfaat bagi keberhasilannya.
-
3. Dukungan sosial
Merupakan perilaku interpersonal yang mempunyai respon positif terhadap
kebutuhan atas kenyamanan, dorongan, kepedulian, dan membantu
menyelesaikan masalah yang efektif melalui pemberian informasi terkait dengan
bantuan nyata (Cutrona, Carolyn, dan Russel 1986)
3.4 Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan skala sebagai alat
pengumpul data. Skala adalah sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh
jawaban dari responden. Skala yang digunakan adalah model skala Likert yaitu
pernyataan pendapat yang disajikan kepada responden yang memberikan indikasi
pernyataan. Tiap item diukur melalui empat kategori jawaban yaitu “Sangat Sesuai”
(SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Dengan
tidak menggunakan pilihan jawaban tengah (netral/ragu-ragu). Instrumen
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala subjective
well-being, skala totalitas kerja, skala syukur, skala dukungan sosial.
Tabel 3.1
Format skoring skala Likert
Skala Favorable Unfavorable
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
3.4.1 Instrument Penelitian
a. Skala subjective well-being
Untuk mengukur kesejahteraan subjektif, digunakan FS (Flourishing Scale) terdiri
dari 8 item yang diadaptasi oleh Ed Diener dan Robert Biswas-Diener (2009) untuk
-
mengukur koponen kognitif dan afek positif serta negatif menggunakan SPANE
(Scale of Positive and Negative Experience) yang terdiri dari 12 item, untuk
mengukur komponen afektif positif terdiri dari 6 item serta 6 item lagi untuk
mengukur afek positif yang telah dimodifikasi oleh Ed Diener dan Robert Biswas-
Diener (2009). Peneliti mengubah rentangan skala 7 menjadi skala 4 yaitu, Tiap
item diukur melalui empat kategori jawaban yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai”
(S), “Tidak Sesuai” (TS), dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Dengan tidak
menggunakan pilihan jawaban tengah (netral/ragu-ragu).
Tabel 3.2
Blue Print Skala Flourishing Scale dan Scale of Positive and Negative Experience
No. Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Kognitif a. Evaluasi kepuasan hidup secara global. 1, 2, 3, 4 8
b. Evaluasi kepuasan hidup secara domain. 5, 6, 7, 8
2. Afektif a. Afek positif 9, 11, 13, 15, 18, 20 12
b. Afek negatif 10, 12, 14, 16, 17, 19
Total 20
b. Skala Utrecht Work Engagement scale (UWES)
Skala ini dikembangkan oleh Wilmar B. Schaufeli, Arnold B. Bakker, dan Marisa
Salanova pada tahun 2006. Skala ini terdiri dari 17 Item Dimensi Vigoratau
semangat terdiri dari 6 item, dimensi dedikasi terdiri dari 5 item, dan dimensi
absorbsi atau penyerapan terdiri dari 6 item. Skala Utrecht Work Engagement scale
(UWES) mempunyai konsistensi internal yang baik, dimana alpha Cronbach nya
ada di 0,80 (Schaufeli & Bakker, 2004). Tiap item diukur melalui empat kategori
-
jawaban yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), dan
“Sangat Tidak Sesuai” (STS). Dengan tidak menggunakan pilihan jawaban tengah
(netral/ragu-ragu).
Tabel 3.3
Blue Print Skala Utrecht Work Engagement Scale
No. Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Vigor a. Curahan energi dan mental yang kuat 1, 2, 5,10 4
selama bekerja.
b. Keberanian untuk berusaha sekuat
tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
c. Tekun dalam menghadapi kesulitan kerja.
d. Kemauan untuk menginvestasikan segala upaya
dalam suatu pekerjaan.
e. Tetap bertahan meskipun menghadapi kesulitan.
2. Dedikasi a. Menemukan kesulitan dalam memisahkan diri 3, 4,7,11 4
dengan pekerjaan
b. Mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme,
kebanggaan, inspirasi dan tantangan.
3. Absorbsi a. Bekerja penuh dengan konsentrasi 6, 8, 9, 12 4
b. Serius terhadap pekerjaan
c. Dalam bekerja waktu terasa begitu cepat
d. Menemukan kesulitan dalam memisahkan
diri dengan pekerjaan
Total 12
3. Skala Gratitude Resentment and Appreciation Test (GRAT-Revised)
GRAT Gratitude Resentment and Appreciation Testterdiri dari 16 item yang
disusun berdasarkan karakteristik gratitude. Menurut Watkins, Woodward, Stone
& Kolts (2003) gratitude terdiri dari 3 unsur, yaitu sense of abudance, appreciation
for others, dan simple appreciation. Instrumen ini telah diterjemahkan dan
diadaptasi oleh peneliti ke dalam Bahasa Indonesia. Menggunakan jenis skala
-
Likert dengan empat pilihan. Peneliti mengubah rentangan skala 7 menjadi skala 4
yaitu, tiap item diukur melalui empat kategori jawaban yaitu “Sangat Sesuai” (SS),
“Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Dengan tidak
menggunakan pilihan jawaban tengah (netral/ragu-ragu).
Tabel 3.3 Blue Print Skala Gratitude Resentment and Appreciation Test
No. Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Sense of Abundance Terdapat perasaan berkelimpahan 3, 11, 14, 6
16, 18, 12
2. Appreciation for Others Terdapat perasaan untuk 4, 8, 5 6
menghargai pemberian orang lain 6, 7, 9
3. Simple Appreciation Mampu menghargai hal- hal 1, 2, 10,