Skenario Kasus III
-
Upload
sidik-kaca-paiisan -
Category
Documents
-
view
212 -
download
10
Transcript of Skenario Kasus III
1
I. PENDAHULUAN
Proses belajar memiliki berbagai metode pembelajaran dalam rangka
mencapai sasaran belajar dan kompetensi yang diharapkan untuk mahasiswa yang
bersangkutan. Salah satu metode pembelajaran tersebut adalah dengan metode
Problem Based Learning, yakni suatu metode belajar dengan model diskusi
pembelajaran bersama terhadap skenario kasus tertentu yang menuntut mahasiswa
berperan aktif secara individu. Tujuan diselenggarakannya PBL adalah sebagai
berikut,
1. Mengembangkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan
dari skenario masalah yang berisi patient problem.
2. Melatih kemampuan generic learning skills, dan memahami serta
menghubungkan basic sciences dengan clinical sciences.
3. Meningkatkan penguasaan soft skills yang meliputi kepemimpinan,
profesionalisme, ketrampilan komunikasi, kemampuan untuk bekerja sama
dan bekerja dalam tim, ketrampilan untuk berpikir secara kritis,serta
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi (Cline,2005).
4. Melatih karakter student centred learning,self directed learning dan adult
learning.
Pada kasus PBL (Problem Based Learning) ketiga blok Tropical Medicine
ini, kami membahas mengenai Demam Berdarah Dengue (DBD). DBD harus
benar-benar dipahami mulai dari definisi, klasifikasi, penegakkan diagnosis,
penatalaksanaan dan prognosis.
2
II. PEMBAHASAN
Informasi I
Seorang anak perempuan berusia 8 tahun dibawa orangtuanya ke UGD RS pukul
09.00 dengan keluhan tadi pagi BAB berwarna hitam. BAB 1x, konsistensi
normal. Keluhan disertai dengan perasaan sebah di perut. Dari orangtuanya
didapatkan informasi bahwa 4 hari yang lalu pasien demam, namun mulai pagi ini
demam sudah tidak ada lagi. Saat ini anak mengeluh keluar keringat dingin dan
merasa lemas.
1. Klarifikasi Istilah
Tidak ada istilah yang perlu diklarifikasi.
2. Batasan Masalah
Identitas Pasien
Usia : 8 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Keluhan utama : BAB berwarna hitam
Onset : tadi pagi
Frekuensi : 1 kali
Kualitas : konsistensi normal
Keluhan penyerta : sebah di perut, keringat dingin dan merasa lemas
Kronologi : 4 hari yang lalu demam
3. Batasan Masalah
a. Anamnesis tambahan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
b. Differensial Diagnosis
c. Macam-macam demam
d. Patofisiologi BAB berwarna hitam
e. Patofisiologi sebah
f. Patofisiologi keringat dingin
g. Derajat kesadaran
g. Diagnosis Kerja
3
g. Definisi DBD
h. Faktor resiko DBD
i. Etiologi DBD
j. Tanda dan gejala DBD
k. Pemeriksaan penunjang DBD
l. Patogenesis dan Patofisiologi DBD
m. Tatalaksana DBD \
n. Pencegahan
o. Prognosis dan komplikasi
Informasi II
Anamnesis lebih lanjut didapatkan informasi bahwa panas yang dialami selama 4
hari yang lalu sifatnya terus menerus dan hanya turun sebentar setelah minum
obat turun panas. Selama sakit penderita tidak ada keluhan menggigil, tidak
mimisan, dan tidak sesak nafas. Teman sekolahnya sedang ada yang dirawat di RS
karena demam berdarah. Buang air kecil tadi malam sebelum tidur. Pasien
memiliki kebiasaan makan yang teratur, dan tidak pernah mengkonsumsi obat
selain dari dokter. Penderita tidak pernah menderita sakit kuning dan baru pertma
sakit seperti ini. Pasien memiliki kebiasaan tidur siang setiap harinya.
Informasi III
Pemeriksaan fisik
KU : delirium, anak tampak lemah
BB : 26 Kg
Tanda vital : TD : 80/40 mm/Hg
RR : 28x/menit
HR : 112x/menit, nadi teraba cepat dan lemah
Suhu : 36,8°C (axilla)
Kepala : mata : konjunctiva palpebre anemis -/-, sclera ikterik -/-
Hidung : bekas darah mengering -/-
Mulut : thypoid tongue -, tanda perdarahan gusi –
Leher : pembesaran nll -/-
4
Thorax : paru dan jantung dalam batas normal
Abdomen: I : datar
Au : BU (+) N
Pe : tympani, pekak pada region hipokondriaca dextra
Pa : hepatomegali (+) splenomegali (-)
Ekstrimitas : petekie (+) pada lengan kanan kiri
Akral dingin -+/+
+/+
Pemeriksaan Penunjang
HB : 15,5 %
Ht : 48%
Leukosit : 2000
Trombosit : 65000
Informasi IV
Ig M anti dengue : (+)
Ig G anti dengue : (+)
Pemeriksaan ro thorax: dalam batas normal, sudut costofrenikus lancip
Informasi V
Selama perawatan suhu tubuh penderita sempat naik pada hari ke 2 perawatan,
disertai dengan penurunan trombosit sampai 37.000. selanjutnya, pada hari
keempat perawatan trombosit naik menjadi 122.000. Hb 11,1 g%, Ht: 34%. Hasil
lab lain dalam batas normal. Nafsu makan baik.
Tugas Mahasiswa:
1. Jika anda menjadi dokter yang merawat, apa rencana anada selanjutnya?
2. Dari segi epidemiologi, apa yang tidak boleh dilupakan/ harus dilakukan
oleh RS yang merawat?
4. PEMBAHASAN
a. Anamnesis tambahan, pemeriksaan fisik dan penunjang yang diharapkan
1) Anamnesis tambahan
5
a) Apakah demam tiba-tiba meninggi atau tidak
b) Apakah demam menyerupai pelana kuda?
c) Apakah ada nyeri tekan terutama di otot atau persendian?
d) Apakah sebah perut terus menerus terjadi atau hilang timbul?
2) Pemeriksaan fisik tambahan
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan serologis antibody IgM dan IgG. Pemeriksaan ini
dilakukan pada hari ke 5 demam untuk melihat apakah terjadi infeksi
virus primer atau sekunder.
b. Differensial Diagnosis
Diagnosis Dengue Haemorrhagic Fever
Demam Tifoid Tukak gaster dan tukak duodenum
Anamnesis Demam 2-7 hari, perdarahan mukosa (epistaksis atau perdarahan gusi), hematemesis/ melena, Petekie, ekimosis atau purpura (Suhendro dkk, 2007).
Demam > 7 hariGx konstitusional: nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, anoreksiaGx GI: obstipasi, diare, mual, muntah, kembungGx saraf sentral: apatis, penurunan kesadaran ( Widodo, 2007).
Mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, hematemesis/melenaTukak duodenum nyeri timbul saat pasien lapar dan hilang setelah makanTukak gaster nyeri timbul setelah makan (Tarigan, 2007).
Pemeriksaan fisik
uji tornikuet (+)Tanda2 kebocoran plasma (asites) (Suhendro dkk, 2007).
Hepatomegali ringanSplenomegaliLidah kotor tepi hiperemisBradikardi relativeRose spot ( Widodo, 2007).
Palpasi abdomen: nyeri epigastium (Tarigan, 2007).
Pemeriksaan penunjang
Darah leukopenia, trombositopenia, peningkatan hematokritSGOT-SGPT: meningkatRx: efusi pleuraProtein/ albumin: hiperproteinemiaImunoserologi: peningkatan IgG dan IgM terhadap dengue (Suhendro dkk, 2007)
Darah leucopenia, eosinofilia, LED meningkatUji widal (+)Kultur darah ( Widodo, 2007).
Radiologi dan endoskopi: lesi seperti kawah dengan batas jelas (Tarigan, 2007).
6
c. Tipe-tipe demam (Sudoyo, 2009):
1) Demam septik:
Suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi
tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik
2) Demam remiten:
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai
dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam
septik.
3) Demam intermiten:
Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam
satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan
demam disebut kuartana
4) Demam kontinyu:
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari satu derjat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi
sekali disebut hiperpireksia
5) Demam siklik:
Pada demam ini terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula
d. Patofisiologi BAB berwarna hitam
Melena adalah pengeluaran feses berwarna hitam yang disebabkan karena
adanya perdarahan (minimal 50-100 ml) saluran cerna bagian atas.
Penyebab:
1. Kelainan esophagus: varises, esofagitis, keganasan, dll
Virus
Aktivasi makrofag Supresi sumsum tulang
Aktivasi sel Th dan Tc Hiposelulerr dan supresi megakariosit
Produksi limfokin dan INF α
Aktivasi monosit
Sekresi mediator inflamasi (TNF α, IL-1, IL-6, histamine)
Disfungsi sel endotel
Kebocoran plasma Trombositopeni
Gangguan koagulasiPerdarahan
Perdarahan di saluran cerna atas menyebabkan darah bercampur asam lambung sehingga akan teroksidasi
Feses berwarna hitam
7
2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung, tukak duodenum,
keganasan, dll
3. Penyakit darah: leukemia, DIC, dan trombositopenia
4. Pemakaian obat yang ulseratif: obat gol. Salisilat, kortikosteroid, dan
alcohol
Patofisiologi:
8
e. Patofisiologi sebah di perut
Terdapat beberapa kemungkinan penyebab munculnya perasaan perut
sebah (kembung), antara lain (Lindseth, 2005):
1. Meningkatnya sekresi asam lambung
Bakteri usus besar menyintesis vitamin K dan beberapa vitamin B.
Pembusukan oleh bakteri dari sisa protein menjadi asam amino dan
zat yang lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol, dan asam
lemak. Bila asam lemak dan HCl dinetralisasi oleh ion bikarbonat,
maka akan terbentuklah gas karbondioksida (CO2). Peningkatan
sekresi asam lambung akibat stres atau peradangan pada mukosa
lambung akan berpengaruh pada kinerja usus besar sehingga gas
karbondioksida yang dihasilkan pun akan meningkat dan bersirkulasi
di lumen usus sehingga menyebabkan perasaan kembung.
2. Meningkatnya produksi gas dari hasil metabolisme bakteri di usus
Bakteri di dalam usus merupakan flora normal yang memang bertugas
untuk membantu proses pencernaan. Bakteri-bakteri di dalam usus
akan bermetabolisme dan hasil dari metabolisme tersebut adalah
berbagai macam gas-gas sisa seperti NH3, CO2, H2S, H2, dan CH4 yang
membantu pembentukan gas (flatus) dalam kolon. Apabila jumlah
bakteri di usus meningkat yang mungkin terjadi akibat adanya infeksi
bakteri yang menyerang usus, maka aktifitas bakteri dalam usus
otomatis meningkat sehingga gas-gas yang dihasilkan pun ikut
meningkat. Gas-gas yang kadarnya meningkat ini kemudian
tersirkulasi di dalam lumen usus sehingga menimbulkan perasaan
perut sebah (kembung).
3. Adanya sumbatan pada lumen usus (ileus obstruktif)
Keadaan tersumbatnya lumen usus bisa terjadi karena berbegai faktor,
bisa keganasan atau mungkin adanya infeksi parasit berupa cacing
yang bergerombol. Keadaan ini tentu akan menyulitkan gas-gas yang
merupakan hasil sampingan dari bakteri usus yang membantu
pencernaan akan sulit dikeluarkan melalui jalan flatus sehingga gas-
9
gas tersebut akan bersirkulasi di lumen usus dan menimbulkan
perasaan perut sebah (kembung).
4. Akibat konsumsi jenis makanan tertentu
Beberapa jenis makanan tertentu seperti misalnya karbohidrat dari
jenis kacang-kacangan atau dari sumber lain akan menghasilkan gas
CO2, H2, dan CH4 setelah difermentasi oleh bakteri usus. Zat-zat
karbohidrat merupakan zat-zat yang sulit dicerna secara sempurna
oleh usus sehingga mengakibatkan hasil pencernaannya terdapat zat-
zat sampingan yang memicu flatus. Apabila zat-zat sisa pencernaan
karbohidrat ini kadarnya terlalu banyak di dalam usus, maka akan
menimbulkan perasaan perut sebah pula.
f. Patofisiologi keringat dingin
Beberapa macam penyakit seperti Demam berdarah Dengue menyebabkan
spasme usus yang berakibat terjadinya gerakan antiperistaltik. Gerakan
antiperistaltik ini menyebabkan teraktifnya impuls saraf parasimpatis
sebagai kompensasi gerakan antiperistaltik tersebut. Karena
terangsangnyahantaran saraf parasimpats, menyebabkan terjadinya
pengeluaran keringat oleh kelenjar keringat. di lain pihak, vaskularisasi ke
jaringan perifer berkurang akibat adanya gangguan hemokonsentrasi dari
adanya gangguan hipovolemik dari penyakit demam berdarah. Gangguan
vaskularisasi ini menyebabkan terjadinya akral dingin. Akral dingin
ditambah pengeluaran keringat menyebabkan terjadinya keringat dingin.
g. Derajat Kesadaran
1) Kuantitatif
Eye (respon membuka mata)
(4) : spontan membuka mata
(3) : membuka mata dengan perintah (suara, sentuhan)
(2) : membuka mata dengan rangsang nyeri
(1) : tidak membuka mata dengan rangsang apa pun
10
Verbal (respon verbal)
(5) : berorientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau, disorientasi tempat dan waktu
(3) : bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat
(2) : bisa mengeluarkan suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak bersuara
Motor (respon motorik)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar/menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : menjauhi rangsang nyeri
(2) : extensi spontan
(1) : tidak ada gerakan
Kesadaran baik / normal : GCS 15
Koma : GCS < 7 (Ginsberg, 2007).
2) Kualitatif
a) ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur
lagi, mampu memberi jawaban verbal.
e) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri.
11
f) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).
h. Diagnosis Kerja berdasarkan informasi 1-4 adalah DBD derajat 3
i. Definisi DBD
Demam berdarah dengue/DBD (dengue henorrhagic fever, DHF),
adalah suatu penyakit trombositopenia infeksius akut yang parah, sering
bersifat fatal, penyakit febril yang disebabkan virus dengue. Pada DBD
terjadi pembesaran plasma yang ditandai hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas hemostasis, dan
pada kasus yang parah, terjadi suatu sindrom renjatan kehilangan protein
masif (dengue shock syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses
imunopatologik (Halstead, 2007).
j. Faktor Resiko DBD
1) Lingkungan :
a) Perubahan suhu, kelembaban, dan curah hujan mengakibatkan
nyamuk lebih sering bertelur sehingga, vector penularan penyakit
bertambah.
b) Kepadatan penduduk, hal ini ini lebih mudah terjadi penularan
DBD karena jarak terbang nyamuk yang diperkirakan 50-100
meter.
c) Daerah tropis, yang mana nyamuk aedes agypti ini hidup di air dan
berkembang biak di dalam rumah, yaitu di tempat penampungan
air jernih, atau tempat penampungan air di sekitar rumah.
d) Keadaan lingkungan yang banyak pepohonan rimbun tidak terawat.
12
2) Perilaku :
a) Kurangnya perhatian sebagian masyarakat terhadap kebersihan
lingkungan tempat tinggal, sering menyebabkan genangan air yang
mengakibatkan berkembangnya nyamuk.
b) Kurangnya pengetahuan tentang kebiasaan berada di dalam rumah
pada waktu siang hari, dimana nyamuk aedes agipty ini menggigit
pada siang hari.
3) Host :
a) Golongan umur akan mempengaruhi penularan penyakit, lebih
banyak golongan umur kurang dari 15 tahun berarti peluang sakit
DBD akan lebih besar.
b) Kerentanan terhadap penyakit, hal ini berkaitan dengan sistem
imun host, yang mana sistem imun adalah pertahanan tubuh kita
terhadap penyakit (Sari, 2005).
k. Etiologi DBD
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue,yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 .
Terdapat paling tidak 4 tipe serotipe virus dengue, yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN- 3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam
dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Sebagai
tambahan, terdapat 3 virus yang ditulari oleh artropoda (arbovirus) lainnya
yang menyebabkan penyakit mirip dengue (Halstead, 2007).
l. Tanda dan Gejala DBD
Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis DBD ditegakkan bila semua
hal di bawah ini terpenuhi.
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
13
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan di tempat lain.
- Hematemesis atau melena.
c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/μl).
d.Terdapat minimal satu dari tanda-tanda kebocoran plasm sebagaiberikut:
a) Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.
b) Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
c) Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.
Derajat berat penyakit DBD menurut WHO (1997) dibagi menjadi 4
derajat (Nasronudin,2011):
1. Derajat 1
Demam mendadak tinggi dengan gejala lain yang tidak khas disertai
dengan perdarahan pada uji bendungan
2. Derajat 2
Derajat 1 disertai perdarahan spontan biasanya dalam bentuk
perdarahan kulit atau perdarahan lain
3. Derajat 3
Derajat 2 disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi (denyut nadi kecil,
cepat dan lemah, tekanan darah rendah, kulit terasa dingin/ lembab
serta gelisah
4. Derajat 4
Syok berat yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat, tekanan nadi
menyempit, kulit dingin dan lembab serta hipotensi.
14
m. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis DBD
Pemeriksaan serologis antibody IgM dan IgG. Pemeriksaan ini dilakukan
pada hari ke 5 demam untuk melihat apakah terjadi infeksi virus primer
atau sekunder.
n. Patogenesis dan Patofisiologi
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini
masih diperdebatkan (Suhendro, 2006). Berdasarkan data yang ada,
terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan
dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue
(dengue shock syndrome). Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam
dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi
virus. Reaksi yang amat berbeda tampak, bila seseorang mendapat infeksi
berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal ini Halstead
pada tahun 1973 mengajukan hipotesis yang disebut secondary
heterologous infection atau sequential infection hypothesis. Hipotesis ini
telah diakui oleh sebagian besar para ahli saat ini (Hendarwanto, 1996).
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD
adalah respon imun humoral. Respon humoral berupa pembentukan
antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang
dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi
terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent
enhancement (ADE). Limfosit T, baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik
(CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue.
Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma,
interleukin-2 (IL-2) dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-
5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus.
Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus
dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu, aktivasi oleh kompleks imun
15
menyebabkan terbentuknya senyawa proaktivator C3a dan C5a, sementara
proaktivator C1q, C3, C4, C5-C8, dan C3 menurun.
Faktor-faktor di atas dapat berinteraksi dengan sel-sel endotel
untuk menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur
akhir nitrat oksida. Sistem pembekuan darah dan fibrinolisis diaktivasi,
dan jumlah faktor XII (factor Hageman) berkurang. Mekanisme
perdarahan pada DBD belum diketahui, tetapi terdapat hubungan terhadap
koagulasi diseminata intravaskular (dissemintated intravascular
coagulation, DIC) ringan, kerusakan hati, dan
trombositopenia.Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui
mekanisme supresisumsum tulang, serta destruksi dan pemendekan masa
hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5
hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah
keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis
termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat
terjadi trombositopenia justru mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan
terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi
trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan
fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan senyawa
adenin-di-fosfat (ADP), peningkatan kadar β-tromboglobulin dan faktor
prokoagulator IV yang merupakan penanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel
yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan
terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium
III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi
melalui jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga
berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak
(kalikrein C1-inhibitor complex) (Suhendro, 2006). Kebocoran kapiler
menyebabkan cairan, elektrolit, protein kecil, dan, dalam beberapa
kejadian, sel darah merah masuk ke dalam ruang ekstravaskular.
16
Redistribusi cairan internal ini, bersama dengan defisiensi nutrisi oleh
karena kelaparan, haus, dan muntah, berakibat pada penurunan
hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja jantung, hipoksia
jaringan, asidosis metabolik dan hiponatremia (Halstead, 2007).
Penelitian tentang patogenesis yang menjelaskan keparahan
penyakit dengue sudah banyak dilakukan. Survei berkala terhadap serotipe
DENV memberi pandangan bahwa beberapa subtipe secara lebih umum
dikaitkan dengan keparahan dengue. Muntaz et al. (2006) dalam
penelitiannya menemukan DEN-3 menyebabkan infeksi lebih parah
dibandingkan serotipe lainnya. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan virus
untuk bereplikasi untuk menghasilkan titer virus yang lebih tinggi.
o. Tatalaksana
Prinsip pengobatan dengue shock syndrome adalah
1) Atasi segera hipoveleminya
2) Lanjutkan penggantian cairan yang masih terus keluar dari pembuuh
darah selama 12-24 jam, atau paling lama 48 jam
3) Koreksi keseimbangan asam basa
4) Beri darah segar bila ada perdarahan hebat
Mengatasi renjatan sebagai berikut
1) Jenis cairan
Jenis cairan yang dapat digunakan ialah
a) Ringers lactat dan Glukose 5% dalam half strength NaCl 0,9%
Plasma ekspander yang dapat digunakan ialah
b) Diperlukan pada penderita renjatan berat atau pada penderita yang
tidak segera mengalami perbaikan dengan cairan kristaloid diatas
c) Dosis yang diberikan 10-20 ml/kg.bb dalam waktu 1-2 jam
d) Contoh plasmanya ialah : plasbumin, plasmanate, plasmafuchsin,
dextran L 40
Dosis kecepatan pemberian cairan
Dosis yang diberikan ialah 20-40 ml/kg.bb, diberikan secepat
mungkin dalam waktu 1-2 jam. Untuk renjatan yang tidak berat, cairan
17
diberikan dengan kecepatan 20 ml/kg.bb/jam dan dapat diulangi
hingga dua kali.
2) Transfusi darah
a) Sebaiknya darah segar
b) Perdarahan hebat hematemesis/melena atau epitaksis yang
memperlukan temponade
c) Dosis 10-20 ml/kg.bb dapat ditambah bila perdarahan berlangsung
terus
3) Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Diberikan bila: prolonged shock, adanya infeksi sekunder,
profilaksis. Contohnya: Ampisilin 400-800 mg/kg.bb/hsri iv
b) Sedativa-antikonvulsan
Diberikan kepada penderita DSS yang sangat gelisah atau kejang.
Contohnya: Diazepam 0,3-0,5 mg/kg.bb/dosis iv
c) Antasida
Antasida dipertimbangkan pemberiannya pada penderita DSS
dengan muntah-muntah hebat dan nyeri epigastrium yang tidak
jelas dan bukan disebabkan oleh pembesaran hepar yang progresif
Flowchart tatalaksana terlampir
p. Pencegahan
Pencegahan penyakit demam berdarah dengu bisa dilakukan dari
berbagai aspek sebagai berikut :
a) Aspek Lingkungan
Pengendalian nyamuk dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
yang meliputi :
1) Menguras bak mandi dan tempat penampungan air kurang lebih
seminggu sekali.
2) Menutup rapat tempat penampungan air.
3) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung.
4) Membersihkan pekarangan dan halaman rumah.
18
5) Menimbun sampah.
6) Tidak menggantungkan pakaian.
b) Aspek Biologis
Pemeliharaan ikan cupang pada kolam atau bakteri Bt H-14
c) Aspek Kimiawi
Pengasapan atau fogging dan pemberian bubuk abate pada tempat yang
menjadi sarang nyamuk.
q. Prognosis dan komplikasi
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya
antibody yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD,
kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan
penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus.
Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal
dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak, yang
disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial (Halstead,
2007).
Komplikasi
Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga
dapat terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan
hipoglikemia, ketidak seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi
nosokomial, serta praktik klinis yang buruk (Dengue: Guidelines for
diagnosis, treatment, prevention and control, WHO, 2009). Di daerah
endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada orang
yang mengalami demam, atau memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi
dan (Halstead, 2007).
5. JAWABAN PERTANYAAN INFORMASI V
1) Pasien dapat dipulangkan,
Syarat pemulangan pasien demam berdarah dunge adalah jika
HB,ht dan trombisit normal atau trobosit di antara 100.000 – 150.000,
pasien dapat dipulangkan dengan anjuran control atau berobat jalan ke
19
poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (Sudoyo, 2009). Selain itu
pasien juga sudah mengalami perbaikan klinis seperti Keadaan umum,
tanda vital, nafsu makan sudah membaik.
20
III. KESIMPULAN
1. Demam berdarah dengue/DBD (dengue henorrhagic fever, DHF), adalah
suatu penyakit trombositopenia infeksius akut yang parah, sering bersifat
fatal, penyakit febril yang disebabkan virus dengue.
2. Terdapat paling tidak 4 tipe serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN- 3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau
demam berdarah dengue.
3. Tanda dan Gejala dari DBD yaitu demam terus menerus sampai beberapa hari
dan yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah timbulnya petekie
pada tangan dan kaki.
4. Terapi dari DBD bertujuan untuk menghindari komplikasi DBD lebih lanjut
dan untuk mengembalikan kondisi pasien ke semula.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ginsberg, L., 2007. Lecture Notes Neurologi. 8th ed. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Halstead. 2007. Dengue. The Lancet. Vol 70: 1644-56
Jakarta: Internapublishing. hal 2676-2677.149-154
Lindseth, Glenda. 2005. Gangguan Usus Besar, dalam Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit vol.1 ed.6. Jakarta: EGC
Pedoman Diagnosis dan Terapi bag/SMF ilmu kesehatan anak Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga/ RSU dr Soertomo, Infeksi Virus
Dengue (Revisi 2006, belum dipublikasikan)
Nasronudin. 2011. Penyakit Infeksi di Indonesia & Solusi Kini dan Mendatang,
Edisi Kedua. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP), hal.
98
Rampengan T.H, Laurentz I.R. 1993. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak. Jakarta:
EGC. Hal
Sari, Cut,I,N,. 2005. Pengaruh LingkunganTerhadap Perkembangan
PenyakitMalaria dan Demam Berdarah Dengue.
http://www.rudyct.com/PPS702- ipb/09145/cut_ irsanya_ ns.pdf
Sudoyo, Aru W. 2009. Tipe Demam dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi V.
Suhendro, Leonard N., Khie C., Herdiman T. P. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit
Dalam: Demam Berdarah Dengue. FK UI, Jakarta
Tarigan, Pengarapean. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam: Tukak gaster. FK
UI, Jakarta
WHO. 2009. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and
Control
Widodo, Djoko. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Tifoid. FK UI,
Jakarta