Skenario III (2)
-
Upload
ayoek-susilo-mardzuki -
Category
Documents
-
view
110 -
download
1
Transcript of Skenario III (2)
SKENARIO III
Seorang penderita laki-laki berusia 40 tahun datang ke dokter gigi mengeluhkan gusi pada
rahang bawah kiri agak bengkak. Pembengkakan tersebut tidak sakit dan sudah dirasakan
sejak dia berumur kurang lebih 25 tahun dan makin besar tapi tumbuh lambat. Dari
pemeriksaan intraoral terlihat pembengkakan gingival mulai region 34 sampai region gigi
32, gigi tidak goyang, konsistensi keras dan palapsi tidak fluktuasi. Ekstra oral : tampak
pembengkakan di pipi kiri bawah sehingga wajah asimetri, batas tidak jelas, konsistensi
keras. Pemeriksaan radiografik tampak gambaran radiopak disekitsr mahkota gigi 33 yang
impaksi total. Massa radiopak yang dibatasi oleh tepi radiolusen. Pemeriksaan HPA :
menunjukkan terdapat gambaran material gigi yang ireguler.
STEP 1
Impaksi : suatu keadaan dikarenakan gigi yang tidak erupsi secara normal karena tertahan
gigi yang lain , bisa dikarenakan juga perkembangan gigi yang abnormal karena kekurangan
tempat erupsi.
Fluktuasi : kondisi adanya cairan pada daerah yang pembengkakan.
Palpasi : metode pemeriksaan dengan cara meraba menekan pada bagian tubuh yang
diperiksa berfungsi untuk ,emdeteksi suhu tubuh, adanta getaran, pergerakan, bentuk,
konsistensi dan ukuran.
STEP 2
1. Bagaimana hubungan gigi impaksi dengan pembengkakan yang terjadi?
2. Mengapa terjadi pembengkakan secara lambat dan disertai rasa sakit?
3. Bagaimana terjadi gambaran radiografi yang radiopak disekitar mahkota gigi yang
impaksi total?
4. Mengapa pada pemeriksaan HPA menunjukkan gambaran material gigi yang
irregular?
STEP 3
1. Pembengkakan pada skenario ini terjadi pada regio gigi 33, dimana gigi 33 ini
mengalami impaksi, sehingga tidak bisa erupsi. Gigi 33 ini dihalangi oleh lesi
radiopak yang disebut odontoma, sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan.
Lesi odontoma ini bisa berasal dari sisa-sisa epitel sel odontogen gigi sebelah-
sebelahnya, dimana sel-sel odontogen itu mengalami apoptosis yang tidak sempurna.
Sisa-sisa epitel yang inaktif itu bisa menjadi aktif karena stimulus-stimulus
oleh iritasi kronis, sehingga sel-sel tersebut berproliferasi kembali dan menjadi over
proliferation. Over proliferation ini mengandung jaringan-jaringan keras gigi,
campuran enamel, dentin, dan sementum, sehingga pada radiografi ini terdapat
gambaran radiopak.
2. Pembengkakan yang dialami pasien merupakan manifestasi dari
perkembangan lesi yang tumbuh semakin besar sehingga menyebabkan ekspansi
rahang. Pada skenario disebutkan pasien telah merasakan bengkak sejak umur 25
tahun dan sekarang pasien berusia 40 tahun, maka dapat disimpulkan bahwa kelainan
atau pembengkakan yang dialami pasien telah berlangsung selama 15 tahun dan dapat
dikatakan lambat. Jika dilihat dari gambaran HPA dan gambaran radiografi yang
didapatkan, terjadi suatu tumor jinak odontogenik. Sifat dari tumor jinak adalah
tumbuh secara lambat dan tidak menimbulkan rasa sakit.
Pembengkakan yang terjadi merupakan proliferasi yang berlebihan dari sel,
dari beberapa etiologi yang ada, misalnya disebabkan karena iritasi kronis, trauma
atau herediter dapat menyebabkan gangguan pada proses perbaikan jaringan yang
mengalami iritasi. Pada awalnya iritasi tersebut memicu perbaikan jaringan yang
rusak, lalu akan terus-menerus membuat proses perbaikan. Sel-sel yang baru
diperbaiki tersebut dipicu lagi untuk membelah sebelum benar-benar matur.
Akibatnya terjadi penumpukan sel-sel normal hasil perbaikan tanpa adanya perubahan
gen. Pertumbuhan jaringan baru yang abnormal ini tidak menimbulkan rasa sakit
karena sel-sel nya normal dan tidak mengganggu jaringan disekitarnya. Sel-sel yang
tumbuh tersebut akan berekspansif dan menekan jaringan di sekitarnya yaitu sel-sel
parenkim, yang akan mengalami atrofi dari tekanan yang besar dari tumor sehingga
membentuk kapsul dari tumor tersebut. Karena perkembangan sel tumor ini
berlangsung lama, tubuh akan melakukan respon adaptasi terhadap tekanan yang
berasal dari tumor yang berekspansi tersebut dengan melakukan penebalan sehingga
akan menghambat tumor untuk menekan jaringan sekitar lebih lanjut.
3. Gambaran radiopak berasapembentukan gigi seperti dentin, enamel, sementum dan
pulpa. Sedangkan pada gambaran radiolusennya merupakan kantung pada tumor.
4. Gambaran HPA yang irregular disebabkan karena pada odontoma terdiri dari
campuran massa tak teratur dari jaringan keras dan lunak odontogenik yang matang
dan berdiferensiasi secara buruk sebagai email, dentin, sementum dan jaringan pulpa
sehingga tidak punya kemiripan dengan gigi.
STEP 4 MAPPING
STEP 5 LEARNING OBJECT
1. Mampu mengetahui dan menjelaskan definisi tumor jinak odontogen.
2. Mampu mengetahui dan menjelaskan etiologi tumor jinak odontogen.
3. Mampu mengetahui dan menjelaskan macam-macam tumor jinak odontogen.
4. Mampu mengetahui dan menjelaskan patogenesis tumor jinak odontogen.
5. Mampu mengetahui dan menjelaskan gambaran klinis , gambaran HPA dan gambaran
radiologi dari masing-masing tumor jinak odontogen.
STEP 7 PEMBAHASAN
1. Tumor rongga mulut merupakan suatu pertumbuhan jaringan yang abnormal
dan tidak terkendali yang terjadi di dalam rongga mulut dan disekitar mulut.
Sedangakn neoplasia atau tumor jinak adalah pertumbuhan jaringan baru abnormal
yang tanpa disertai perubahan atau mutasi gen. Jadi tumor jinak odontogen adalah
tumor yang berasal dari sel-sel epitel odontogen yaitu jaringan epitel dan jaringan ikat
atau jaringan keduanya yang tumbuh secara lambat dan tidak terasa sakit serta tidak
menimbulkan gangguan pada jaringan sekitar atau mutasi gen.
Aktivitas sel-sel normal tergantung pada aktivitas sitoplasma dan berkembang
biak secara anabolic sel yang tergantung pada aktivitas inti. Sedangkan pada
neoplasma terjadi perubahan sifat sehingga sebagian energi digunakan untuk
berkembang biak. Unsur-unsur sitoplasma yang dapat dilihat yaitu :
a. Partikel-partikel besar (mitokondria) merupakan sumber energi untuk aktivitas
sel. Sedangkan pada sel tumor jumlah mitokondria berkurang.
b. Partikel-partikel kecil (mikrosom, ergatoplasma, edoplastik reticulum)
merupakan saluran / ruangan yang mengandung ribosom RNA untuk
pembentukan asam amino. Padas sel tumor, saluran/ruangan tersebut melebar,
jumlahnya berkurang sehingga fungsi berkurang atau hilang sama sekali.
2. Faktor penyebab terjadinya tumor jinak yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-faktor
pertumbuhan, misalnya gangguan hormonal dan metabolisme. Sedangkan faktor
eksternal terdiri dari trauma kronis, iritasi termal kronis (panas atau dingin), kebiasaan
buruk dan obat-obatan.
Selain faktor eksternal dan internal juga ada faktor predisposisi yang dapat memicu
terjadinya tumor jinak odontogen ;
a. Usia
Pada umumnya, frekuensi tumor terus meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia, akumulasi dari
sel-sel yang mengalami mutasi somatik terus bertambah. Selain itu pada usia
lanjut, terjadi penurunan akompetensi imunitas juga ketidak seimbangan hormon
yang menyertai penuaan. Waktu yang lama memberikan kesempatan karsinogen
bekerja dan memberikan efek untuk menimbulkan tumor atau kanker.
b. Defisiensi Nutrisi
Defisiensi vitamin A,C, E dan Fe sering berhubungan dengan
timbulnya tumor. Contohnya pada defisiensi vitamin A. Vitamin A mengandung
dua golongan yaitu retinol dan keretenoid yang mampu menghambat
pembentukan tumor dengan memperbaiki keratenisasi dan menghambat efek
karsinogen.
c. Rokok
Di dalam rokok mengandung berbagai kandungan bahan kimia
karsinogen penyebab tumor. Kandungan rokok yang dapat memicu pertumbuhan
tumor adalah tar. Tar adalah zat mematikan yang dihasilkan oleh pembakaran
tembakau pada rokok. Tar merupakan campuran dari 4000 zat kimia yang
sebagian bersifat karsinogenik. Tar dapat mengakibatkan timbulnya berbagai
masalah pada gigi dan gusi serta neoplasma. Racun pada tar juga memicu
pertumbuhan tumor. Selain kandungan pada rokok asap rokok juga dapat memicu
tumbuhnya tumor karena panas asap rokok dapat menyebabkan iritasi pada
mukosa rongga mulut.
Selain merokok kebiasaan menyirih juga dapat menyebabkan tumor,
kandungan radikal bebas yang terbentuk dari campuran bahan tembakau, pinang
dan kapur. Kebiasaan menyirih menyebabkan kondisi gigi dan rongga mulut
kotor sehingga menjadi tempat yang baik untuk tempat berkembangnya candida
albicans. Selain itu tembakau yang di usapkan pada gingiva setelah menyirih
menyebabkan gingiva teriritasi.
d. Mikroorganisme
Beberapa mikroorganisme yang berhubungan dengan tumor mulut
adalah candida albicans. Penekanan system kekebalan tubuh oleh obat-obatan atau
HIV dapat menyebabkan infeksi candida meningkat. Hubungan antara infeksi
candida dengan penyakit speckled leukoplakia dijumpai adanya hyphaedan
penyakit ini memiliki kecenderungan untuk berubah menjadi tumor.
e. Makanan
Makanan yang mengandung bahan kimia seperti MSG (penyedap
masakan), bahan pengawet makanan, bahan pewarna tekstil yang sering dibuat
campuran sirup atau makanan lain, sudah dikenal lama sebagai bahan karsinogen.
Oleh karena itu kurangi makan mie instan atau lain-lain yang serba instan, karena
itu semua merupakan bahan pemicu tumor.
f. Radiasi
Sinar matahari merupakan sumber radiasi UV yang dapat merusak sel-
sel tubuh. Pemaparan sinar UV dalam jumlah besar dapat merusak asam
deoxyribonukleat (DNA) serta dapat merubah jumlah dan jenis kimia dan
menyebabkan terjadinya karsimoma sel basal pada bibir dan kulit. Perubahan ini
menyebabkan terjadinya tumor.
3. Klasifikasi tumor jinak odontogen berdasarkan WHO,1992
A. Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen tanpa melibatkan
ektomesenkim odontogen. Tumor-tumor jenis ini yaitu :
a. Ameloblastoma
b. Calcifying ephitelial odontogenic tumor
c. Squamous odontogenic tumor
d. Clear cell odontogenic tumor
B. Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen dan melibatkan ektomesenkim
odontogen dengan atau tanpa pembentukan jaringan keras gigi. Tumor-tumor jenis
ini yaitu :
a. Ameloblastic fibroma
b. Ameloblastic fibro-odontoma
c. Tumor-tumor odontoameloblastoma
d. Adenomatoid odontogenic tumor
e. Complex odontoma
f. Compound odontoma
C. Tumor yang berasal dari ektomesenkim odontogen dengan atau tanpa melibatkan
epitel odontogen. Tumor-tumor jenis ini yaitu :
a. Odontogenic fibroma
b. Myxoma
c. Cementoblastoma
Pada tumor jinak odontogenik ini prevalensi yang sering terjadi adalah
ameloblastoma, odontoma dan cementoblastoma.
a. Ameloblastoma
Ameloblastoma adalah tumor epitelial odontogenik yang berasal
dari jaringan organ enamel yang tidak menjalani diferensiasi membentuk
enamel. Ameloblastoma biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal
invasif dan sebagian besar tumor ini bersifat jinak. Secara radiografi
ameloblastoma dibagi menjadi tiga tipe, yaitu solid atau multikistik,
unikistik dan periferal dimana ameloblastoma solid atau multikistik paling
sering terjadi dari seluruh kasus. Tipe ini sering terjadi di mandibula pada
derah ramus acsendens. Ameloblastoma unikistik seringnya terjadi pada
mandibula bagian posterior dan tipe peripheral sering ditemukan pada
gingival posterior. Ameloblastoma tipe solid atau multikistik dan tipe
unikistik merupakan ameloblastoma intraosseus sedangkan ameloblastoma
peripheral merupakan ameloblastoma extraosseus.
Keterangan A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal
b. Odontoma
Odontoma merupakan jenis tumor odontogenik yang paling
umum. Tumor ini merupakan perkembangan anomaly non agresif yang
terdiri dari enamel, dentin, sementum bahkan jaringan pulpa. Menurut
WHO, odontoma adalah tumor jinak odontogen yang mengandung epitel
odontogen dan ektomesenkim odontogen dengan jaringan keras gigi. Lesi
biasanya terdapat antara akar gigi sulung. Perkembangan awal dari
odontoma adalah proliferasi epitel odontogen dan jaringan mesenkim,
kemudian perkembangannya diikuti oleh pembentukan enamel, dentin,
pulpa dan sementum.
Odontoma mempunyai dua tipe yaitu compound odontoma dan
complex odontoma. Compound odontoma mengandung struktur seperti
gigi yang kecil dan banyak, sedangkan complex odontoma mengandung
massa yang besar dari enamel dan dentin dan tidak menyerupai gigi.
Umumnya odontoma terdapat di dalam tulang, pada beberapa
kasus odontoma tampak erupsi missal nya ke daerah lingual sehingga
biasanya terlihat seperti gigi yang erupsi. Jika odontoma tersebut tetap
berada pada tulang maka dapat menyebabkan tidak tererupsinya gigi
permanen, karena etak odontoma terdapat pada daerah koronal dari benih
gigi permanen yang akan erupsi.
Odontoma bersifat asimptomatik dan biasanya lebih sering
terjadi pada maksila daripada mandibula. Lesinya kecil, jarang menjad
besar, kalaupun menjadi besar kadangkala sampai ukuran 6 cm dan
menyebabkan ekspansi rahang.
c. Sementoblas
Lesi cementoblastoma merupakan jaringan kalsifikasi yang
menyerupai tulang. Biasanya lesinya melekat ke apek gigi yang terkena.
Apabila lesinya cukup besar secara klinis akan menyebabkan suatu
ekspansi tulang sehingga menunjukkan pembengkakan rahang pada daerah
gigi yang terkena. Lesi cementoblastoma umumnya asimtomatik karena
tidak ada tanda tanda infeksi yang menyertai. Lesi ini dapat melibatkan
seluruh gigi pada rahang atas maupun rahang bawah.
4. Patogenesis neoplasia
Jaringan-jaringan labil pada tubuh mempunyai kemampuan bermitosis
untuk menghasilkan berjuta sel di setiap harinya. Sedangkan jaringan permanen
mempunyai sedikit kemampuan bermitosis untuk beregenerasi untuk memperbaiki
kerusakan. Kemampuan berproliferasi ini diatur oleh rangkaian DNA gen pada setiap
sel jaringan. Setiap sel disamping mempunyai gen yang mengatur proliferasi sel, juga
mempunyai gen yang menghentikan proliferasi sel pada suatu waktu yang disebut
repressor gen. Gen inilah yang berfungsi sebagai kontrol. Jika repressor gen ini rusak
atau mengalami gangguan, maka sel akan berproliferasi secara tidak terkontrol.
Repressor gen ini terikat dengan kuat pada pada jaringan permanen seperti
otot dan saraf, hal ini menyebabkan sangat sulit dipisahkan pada waktu sel
berdiferensiasi. Sedangkan pada sel labil, repressor gen sangat mudah dipengaruhi
oleh stimuli dari lingkungan seperti hormone, bahan-bahan kimia dan lain-lain.
Salah satu repressor gen ini adalah repressor gen P-53. Repressor gen P-
53 merupakan gen yang mempunyai peranan penting bagi proses repair gen pada
DNA. Repressor ini akan aktif apabila terjadi kesalahan dalam transkripsi dan
translasi dalam sel. Proses repair ini mempercepat apoptosis DNA yang tidak
sempurna. Apabila gen tersebut gagal melakukan proses penghentian pada gen-gen
yang mengalami kerusakan maka DNA tersebut akan terus mengalami pembelahan..
Proses proliferasi sel tersebut tidak terkontrol dan mengalami pembelahan secara
berlebihan dan tidak terkendali sehingga menyebabkan neoplasia.
Pertumbuhan sel secara terkontrol pada jaringan normal yang terkena
stimuli disebut hyperplasia. Jadi, jika stimuli disingkirkan maka sel akan kembali
normal. Proliferasi sel yang terganggu dan tumbuhnya yang tidak terkontrol terlihat
pada kasus neoplasia. Apabila pertumbuhannya terlokalisir maka disebut neoplasia
jinak, tetapi apabila pertumbuhan selnya infiltrative ke dalam jaringan sekitarnya,
maka akan menjadi neoplasia ganas.
Seperti yang sudah dijelaskan pada learning object sebelumnya prevalensi
tumor jinak odontogenik yang sering terjadi adalah ameloblastoma, odontoma dan
cementoblastoma. Oleh sebab itu pada laporan tutorial skenario ini dijelaskan
patogenesis dari tumor jinak odontogen ameloblastoma, odontoma dan
cementoblastoma.
a. Patogenesis ODONTOMA
Lesi odontoma ini bisa berasal dari sisa-sisa epitel sel odontogen gigi sebelah-
sebelahnya, dimana sel-sel odontogen itu mengalami apoptosis yang tidak
sempurna. Sisa-sisa epitel yang inaktif itu bisa menjadi aktif karena stimulus-
stimulus oleh iritasi kronis, sehingga sel-sel tersebut berproliferasi kembali dan
menjadi over proliferation. Over proliferation ini terjadi pada dental lamina atau
pada sisa-sisa dental lamina. Selanjutnya, over proliferation ini membentuk
lamina odotoma dan membentuk multiple schizodontia (kondisi lokal hiperatif
dari dental lamina).
b. Patogenesis AMELOBLASTOMA
Ameloblastoma terjadi kaena sisa-sisa epitel enamel organ tidak terluruhkan
secara sempurna. Hal ini dipengaruhi pula oleh penurunan produksi protein
intrinsik, seperti metalloprotein dan serin proteinase yang befungsi untuk
mendegradasi zona central enamel organ setelah perkembangan gigi. Oleh karena
itu, sisa-sisa epitel enamel organ yang inaktif menjadi aktif kaena stimulus-
stimulus, sehingga aktif membelah lagi dan menjadi ameloblastoma.
c. Patogenesis CEMENTOBLASTOMA
Terjadi proliferasi abnormal pada sel sementoblas dan proses tersebut bercampur
dengan struktur akar pada sementum. Oleh karena itu, pada lesi cementoblastoma
ini mengandung jaringan keras gigi. Selanjutnya, sel-sel abnormal ini terus
berkembang semakin besar, sehingga mengekspansi tulang alveolar.
5. Gambaran Klinis, Radiografi, dan Histopatologi
a. Gambaran Klinis
1) Ameloblastoma Solid atau Multikistik
Ameloblastoma bisa terjadi pada perempuan dan laki laki. Ada beberapa
penelitian yang menyebutkan bahwa frekuensi terjadinya ameloblastoma solid
atau multikistik lebih tinggi pada kulit hitam, tetapi beberapa peneliti lain
menyebutkan bahwa perbedaan ras tidak mempengaruhi terjadinya tumor ini.
Perbedaan ras yang di maksud adalah perbedaan perilaku, aktivitas dan juga
lingkungan hal ini juga berpengaruh terhadap metabolisme dan daya tahan
tubuh.
Pembesaran tumor ameloblastoma solid atau multikistik menyebabkan
ekspansi pada rahang tetapi tidak di sertai rasa sakit dan juga parastesia.
Tumor ini sering terjadi pada regio mandibula terutama pada ramus asendens.
Gambaran klinis ameloblastoma solid atau multikistik
2) Odontoma
3) Cementoblastoma
Tidak menimbulkan gejala (asimptomatok) karena tidak ada tanda tanda
infeksi
Dapat melibatkan seluruh gigi-geligi baik di maksila maupun mandibula
Dapat menyebabkan ekspansi rahang dan pemebngkakan pada regio gigi
yang terlibat
b. Gambaran Radiografi
1) Ameloblastoma Solid atau Multikistik
Gambaran radiografi ameloblastoma solid atau multikistik
Pada gambaran radiografi ameloblastoma solid atau multikistik
terdapat lesi lesi yang khas berbentuk skallop tidak teratur . lesi lesi ini terlihat
radiolusen apabila berkembang menjadi lokus yang besar di gambarkan
seperti buih sabun namun apabila lokusnya masih kecil di gambarkan sebagai
sarang tawon. Biasanya lesi mengenai apex gigi sehingga terjadi resorbsi.
Dalam beberapa kasus biasanya ameloblastoma berhubungan dengan tidak
erupsinya gigi molar ketiga.
2) Odontoma
Compound odontoma menunjukkan kumpulan struktur yang mirip gigi
dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi dikelilingi oleh daerah radiolussen
yang tipis.
Gambaran radiografis compound odontoma
Complex odontoma menunjukkan masa yang radiopak pada stuktur gigi yang
di kelilingi oleh radiolussen tipis. Pada gambar d bawah ini terlihat gigi molar
ketiga yang tidak dapat erupsi akibat terhalangi oleh odontoma.
Gambaran radiografis complex odontoma
3) Cementoblastoma
Gambaran radiografis sementoblas teknik oklusal
Gambaran radiografis
sementoblas teknik panoramik
Gambaran radiografi lesi memperlihatkan suatu massa radiopak yang
melekat ke apeks gigi penyebab dengan batas lesi dipisahkan oleh gambaran
radiolusen tipis.
c. Gambaran Histopatologi
1) Ameloblastoma Tipe Follicular
Tumor ini terdiri dari sel-sel yang membentuk pulau-pulau epitel dalam
stroma jaringan ikat dan didapatkan dalam pembuluh darah.
Bagian tengah epitel terdiri dari sel stellate shape cell yang berasal dari
reticulum enamel organ.
Bagian tepi pulau epitel terdapat sel yang berbentuk kolumnar mirip
ameloblas yang tersusun radier.
2) Odontoma
Gambaran HPA yang irregular disebabkan karena pada odontoma terdiri
dari campuran massa tak teratur dari jaringan keras dan lunak odontogenik yang
matang dan berdiferensiasi secara buruk sebagai email, dentin, sementum dan
jaringan pulpa sehingga tidak punya kemiripan dengan gigi.
3) Cementoblastoma
Gambaran mikroskopis cementoblastoma
Suatu massa kalsifikasi material-material gigi, seperti sementum,
osteoid, atau tulang yang bergabung dengan sel hiperkromatik padat , dimana
lesi melekat pada apeks gigi penyebab, dan batas dipisahkan oleh kapsul
fibrous.
LO 5
Gambaran histopatologi
Sumber :
Syafriadi,Mei.2008.“Patologi Mulut Tumor Neoplastik dan Non Neoplastik Rongga Mulut”.
Yogyakarta: CV Andi offset. P.41 - 42.