Laporan Tutorial 8 Skenario III Blok Stoma 2

51
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO III BLOK SISTEM STOMATOGNASI II GENAP 2012-2013 Oleh Kelompok Tutorial VIII : Ketua : Farrahdina Nuri A. (Nim:121610101100) Sekertaris : Rio Faisal Ariady (Nim:121610101095) Rifqah Nabela S. (Nim:121610101108) Anggota : Wulan Tri M. (Nim:121610101085) Windhi Tutut M. (Nim:121610101088) Halimatus S.H. (Nim:121610101090) Aisyah Gediyani P. (Nim:121610101098) Linda Surya S. (Nim:121610101101) Prita Sari M. D. (Nim:121610101102)

description

pembentukan plak dan karang gigi

Transcript of Laporan Tutorial 8 Skenario III Blok Stoma 2

LAPORAN TUTORIALSKENARIO III BLOK SISTEM STOMATOGNASI IIGENAP 2012-2013Oleh Kelompok Tutorial VIII :Ketua

: Farrahdina Nuri A.(Nim:121610101100)Sekertaris: Rio Faisal Ariady(Nim:121610101095)

Rifqah Nabela S.(Nim:121610101108)Anggota

: Wulan Tri M.(Nim:121610101085)

Windhi Tutut M.(Nim:121610101088) Halimatus S.H.(Nim:121610101090) Aisyah Gediyani P.(Nim:121610101098) Linda Surya S.(Nim:121610101101)

Prita Sari M. D.(Nim:121610101102)

Galuh Panji R.(Nim:121610101103)

Iqma Dea Agih C.(Nim:121610101104) Nungky Tias S.(Nim:121610101106) Resti Ayu Indriana(Nim:121610101109) Rakotoarison J. N.(Nim:121610101110)FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS JEMBER2013

KATA PENGANTARPuji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini, tentang Plak gigi. Laporan ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok VIII pada skenario kelima.

Penulisan laporan ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. drg. Zainul Cholid, Sp. BM, selaku tutor yang telah membimbing jalannya diskusi tutorial kelompok VIII dan yang telah memberi masukan yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah didapatkan.2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.

Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikanperbaikan di masa mendatang demi kesempurnaan laporan ini. Semoga

laporan ini dapat berguna bagi kita semua.

Jember, Maret 2013Tim PenyusunDAFTAR ISIHALAMAN JUDULKATA PENGANTAR

DAFTAR ISIBAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Permasalahan

I.2. Skenario

I.3. PermasalahanI.4. Mind Mapping

I.5. Learning Objective

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Mekanisme Pembentukan Plak dan Karang Gigi

II.2. Struktur dan Komposisi Dental Plak

II.3. Faktor Timbulnya Plak

II.4. Akibat Timbulnya PlakII.5. Menjelaskan Penanganan dan Pencegahan Karang Gigi

BAB III PEMBAHASAN

BAB IV KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKABAB I

PENDAHULUANI.1. Latar Belakang Permasalahan

Di dalam rongga mulut terdapat berbagai komponen yang turut berperan penting dalam keseimbangan rongga mulut. Salah satu komponen yang mempengaruhinya adalah plak. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak terdiri atas kumpulan bakteri yang berkembang biak di atas suatu matriks, terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan, merupakan salah satu faktor terjadinya proses karies dan inflamasi jaringan lunak. Lokasi pembentukan plak pada permukaan gigi diklasifikasikan atas plak supragingival berada pada atau koronal dari tepi gingiva dan plak subgingival berada pada apikal dari tepi gingiva.18 Plak supra dan subgingiva hampir tiga perempat bagian terdiri atas berbagai macam bakteri grampositif dan gram-negatif, termasuk bakteri fakultatif anaerob dan obligat anaerob. Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami mekanisme, struktur, komposisi, faktor-faktor, akibat, pencegahan, dan penanganan mengenai plak gigi.I.2. Skenario

Kita hidup di lingkungan yang penuh dengan berbagai mikroorganisme pathogen seperti virus, bakteri, jamur, parasit, protozoa dan lain lain. Mikroorganisme ini dapat masuk ke dalam tubuh dan dapat menimbulkan penyakit bahkan akhirnya mampu membunuh host yang ditempatinya. Sebagian besar infeksi tubuh dapat berlangsung singkat dan hanya meninggalkan sedikit kerusakan di dalam tubuh kita. Ini disebabkan karena tubuh kita dilengkapi dengan system yang bertanggungjawab melindungi tubuh terhadap serangan mikroorganisme/ agen asing yang berbahaya. Mikroorganisme pathogen masuk ke dalam tubuh kita dengan berbagai bentuk, maka bentuk respon yang diperlukan untuk menanggulanginya juga berbeda. Tempat terjadinya infeksi dan tipe pathogen akan menentukan respon imun mana yang efektif. Port de entry dari mikroorganisme ke dalam tubuh kita sebagian besar dapat lewat rongga mulut kita. Sehingga mulut kita dilengkapi dengan sistim yang mampu melawan hal tersebut.I.3. Permasalahan

I.3.1. Bagaimana mekanisme sistim imun rongga mulutI.3.2. Apa saja faktor faktor yang mempengaruhi sistim inum rongga mulutI.4. Mind Mapping

I.5. Learning Objevtive

I.4.1. Memahami tentang mekanisme sistim imun rongga mulut I.4.2. Memahami tentang faktor faktor yang mempengaruhi sistim imun rongga

mulutBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pertahanan tubuh (Sistem Imun)Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara. Secara umum mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit disebut

patogen. Patogen yang telah masuk akan menimbulkan penyakit dengan pelbagai mekanisme. Segala macam mikroorganisme yang menginvasi vertebrata akan berhadapan dengan imunitas innate sebagai pertahanan pertama yang terjadi beberapa menit setelah infeksi. Imunitas adaptif akan timbul apabila pertahanan pertama ini tidak mampu mengeliminasi patogen yang masuk.

Pertahanan pertama tidak dapat menuntaskan tugasnya antara lain karena besarnya jumlah invader yang masuk, cacat genetik, maupun lemahnya sistem pertahanan itu sendiri akibat kurang gizi. Sel-sel epitel pada permukaan tubuh mempunyai peran penting sebagai penghalang masuknya mikroorganisme dalam tubuh. Sekresi kelenjar minyak maupun keringat juga mempunyai peran dalam sistem pertahanan pertama. Makrofag dan neutrofil merupakan komponen selluler pertahanan pertama yang bersifat fagosit, sedangkan NK berperan sebagai sitotoksik pada pertahanan pertama.

NK merupakan sel yang memiliki jalur sama dengan sel limfosit hanya saja tidak mempunyai antigen khusus yang dikenali pada targetnya. NK mengenali sel yang mengalami kanker dengan cara mendeteksi penurunan ekspresi molekul MHC.

Mamalia rentan terhadap infeksi patogen. Patogen pada awalnya mengadakan kontak dengan host, selanjutnya menyebabkan infeksi dan sakit pada host. Satu patogen dengan yang lain mempunyai perbedaan struktur yang sangat besar pada molekul permukaan dan cara melakukan infeksi, sehingga diperlukan strategi yang berbeda dalam tubuh host untuk melakukan sistem pertahanan. Garis pertama pertahanan tubuh telah tersedia dan siap menghalangi dan menolak invader setiap saat. Permukaan sel-sel epitel menyebabkan patogen tetap berada di luar dan sulit mengadakan

penetrasi. Kulit misalnya, menghalangi penempelan patogen dengan cara menghasilkan enzim antimikrobia dan peptida. Kulit juga menghasilkan minyak yang dapat membunuh beberapa patogen.

Virus, bakteri, dan parasit yang berhasil menjebolkan pertahanan pertama akan segera berhadapan dengan makrofag pada jaringan. Makrofag mempunyai reseptor permukaan yang dapat mengikat dan

memfagosit bermacam-macam patogen. Peristiwa ini pada gilirannya akan menyebabkan respon inflamasi yang dapat menyebabkan terjadinya akumulasi protein plasma, termasuk komponen komplemen yang menjadi bagian humoral imunitas innate , dan aktivitas fagosit oleh neutrofil pada daerah infeksi.

Imunitas innate merupakan garis pertahanan pertama yang secara langsung dapat bekerja

nonspesifik jika ada patogen yang masuk. Imunitas innate ini tidak berubah kemampuannya jika pada waktu yang lain terinfeksi baik patogen yang sama maupun berbeda, karena tidak mempunyai memori setelah terjadinya infeksi. Kerja imunitas innate ini pada umumnya berhasil menghalangi terjadinya infeksi. Apabila imunitas innate tidak berhasil mengeliminasi agen penginfeksi, makrofag dan sel

lain yang telah teraktivasi pada respon innate akan segera membantu inisiasi respon imunitas adaptif.

1. Pengenalan Antigen Oleh Sel B dan T.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tubuh dipertahankan dengan imunitas innate, tetapi sistem tersebut hanya mengontrol patogen yang mempunyai susunan molekul tertentu atau patogen tersebut menginduksi tersintesisnya interferon atau molekul efektor lain. Imunitas innate tidak membentuk memori dan imunitas innate ini bekerja dengan reseptor yang dikode di dalam genom. Imunitas innate sangat penting untuk menjaga agar patogen tidak berkembang bebas di dalam tubuh, namun imunitas innate tidak memiliki sifat yang dimiliki inunitas adaptif. Imunitas adaptif memiliki memori yang bertahan dalam waktu sangat lama terhadap antigen spesifik. Untuk mengenali dan melawan patogen yang memiliki diversitas tinggi, limfosit sebagai komponen imunitas adaptif telah berkembang dan dapat mengenali diversitas yang tinggi dari antigen bakteri, virus, dan organisme penyebab penyakit lainnya. Molekul pengenalan sel B adalah imunoglobulin, Ig. Imunoglobulin diproduksi oleh sel B dalam keadaan yang sangat beragam sesuai dengan keragaman antigen.

Setiap sel B memproduksi imunoglobulin tunggal. Imunoglobulin yang berada pada permukaan sel berfungsi sebagai reseptor sel untuk suatu antigen yang disebut B-cell receptor (BCR). Imunoglobulin disekresi dalam bentuk antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yaitu sel B yang teraktivasi. Sekresi antibodi yang mengikat patogen atau substansi beracun yang diproduksi patogen pada ekstraselluler, merupakan peranan utama sel B pada imunitas adaptif.

Antibodi merupakan molekul pertama yang diketahui terlibat pada pengenalan antigen secara spesifik. Molekul antibodi mempunyai dua peranan yang terpisah: pertama mengikat molekul patogen untuk meningkatkan respon imun, kedua untuk merekrut selsel imunokompeten dan molekul efektor lainnya ketika antibodi tersebut telah berikatan dengan targetnya. Sebagai contoh, ikatan antibodi pada virus akan memberikan reaksi netralisasi di samping memberi penanda pada virus tersebut agar mudah dikenali oleh sel fagosit dan komplemen. Dua fungsi tersebut terpisah pada molekul antibodi, satu bagian terspesifikasi untuk mengenali dan mengikat patogen atau antigen, sedangkan bagian lain terlibat pada mekanisme efektor lain. Sisi ikatan pada molekul antigen mempunyai variasi yang sangat beragam yang selanjutnya dikenal sebagai daerah variabel.

Keberagaman antibodi memungkinkan pengenalan antigen yang berbeda-beda, dan populasi keseluruhan (repertoire) antibodi yang terbuat pada setiap individu keragamannya demikian besar untuk memastikan bahwa setiap struktur antigen asing akan ada yang mengenali. Bagian antibodi yang terlibat untuk fungsi efektor pada sistem imun tidak mempunyai variasi sebagaimana bagian variabel sehingga bagian tersebut disebut bagian konstan. Bagian konstan ini memiliki lima bentuk utama, yang mana setiap bentuk berfungsi untuk mengaktifkan mekanisme efektor yang berbeda. Reseptor sel B yang berikatan dengan membran tidak mempunyai fungsi efektor, karena bagian konstan tetap berada di dalam membran sel B. Bagian konstan yang berada di dalam membran sel berfungsi mentransmisi signal yang menyebabkan sel B teraktivasi dan terjadinya ekspansi klon dan produksi antibodi spesifik, ketika variabel mengikat antigen yang spesifik. Molekul yang digunakan sel T untuk mengenal antigen merupakan protein yang terikat pada membran dan berfungsi sebagai

pemberi signal pada sel T sehingga mengalami aktivasi. Molekul itu selanjutnya disebut reseptor sel T (T-cell receptor/TCR). TCR sangat dekat hubungannya dengan imunoglobulin baik pada struktur

molekulnya yang mempunyai bagian variabel (V region) dan bagian konstan (C region) maupun pada mekanisme pembentukan diversitas molekul yang sangat tinggi. Namun demikian reseptor sel T mempunyai perbedaan penting dengan reseptor sel B, dimana reseptor sel T tidak dapat mengenali dan mengikat antigen secara langsung. Reseptor sel T hanya mengenali fragmen peptida pendek

dari protein patogen yang terikat molekul MHC pada permukaan sel lain. Molekul MHC merupakan glikoprotein yang disandi oleh gen dalam klaster yang besar yang disebut major histocompatibility complex (MHC). Sifat khas molekul ini adalah adanya celah pada permukaan paling luar. Celah yang ada pada molekul MHC ini berfungsi untuk mengikat berbagai macam peptida. Pada suatu populasi molekul MHC mempunyai variasi genetik yang sangat tinggi. Pada setiap individu memiliki sampai 12 varian molekul MHC, sehingga memungkinkan presentasi berbagai macam peptida yang berasal dari patogen. Reseptor sel T mengenali peptida patogen maupun sifat dari molekul MHC yang mengikat peptida itu. Pengenalan dengan cara ini memberikan dimensi patogen yang lebih spesifik pada TCR yang dikenal dengan istilah restriksi MHC (MHC restriction). Istilah ini sangat tepat karena semua reseptor sel T bersifat spesifik tidak saja pada peptida antigen asing, namun juga terkait kombinasi antara peptida dengan molekul MHC. Meskipun sel B dan sel T mengenali molekul asing dengan cara yang berbeda, namun kedua reseptor sel tersebut mempunyai struktur yang sama.

Adapun komponen pertahanan rongga mulut terdiri dari membran mukosa, saliva, kelenjar limfoid, dan cairan krevikuler gingiva.

a. Membran mukosa

Barier protektif mukosa mulut terlihat berlapis-lapis, terdiri air liur pada permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membran basal, dan komponen seluler serta humoral yang ebrasal dari pembuluh darah. Komposisi jaringan lunak mulut merupakan mukosa yang terdiri atas skuamosa yang karena bentuknya berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya, tergantung pada deskuamasi yang konstan sehingga bakteri sulit melekat pada sel-sel epitel dan derajat keratinisasinya menyebabkan mukosa mulut sangat efisien sebagai barier. Kedua hal ini haruslah dalam keadaan seimbang. Keratinisasi palatum keras dan gusi sangat baik, sedangkan keratinisasi epitel kantong gusi kurang baik, karenanya merupakan barier pertahanan yang agak lemah.

Di dalam lapisan granular, membran yang dilapisi granula dikeluarkan ke dalam ruang antarsel dan ini merupakan barier pergerakan substansi-substansi semacam mikroorganisme atau antigen melewati epitel. Membran basal juga merupakan barier untuk menahan penetrasi mikrobial dan bahan-bahan lain. Di dalam lamina propia yang dekat membran basal, ditemukan sel limfoid dan juga antibodi yang merupakan pertahanan berikutnya apabila mikroorganisme atau antigen dapat melewati membran basal epitel.

Lapisan epitel mukosa terdiri dari sel epitel yang termodifikasi yang dikenal dengan follicle associated epithelial cell (FAE). Sel tersebut mampu mentransport makromolekul dari lumen dalam jaringan di bawahnya. Dalam nodul seperti Peyers pathces merupakan modifikasi lain epitel yang disebut dengan M cell, juga banyak ditemukan. Beberapa mikroorganisme mengikta M cell dan kemudian mengendositosis dan transitosis. FAE dan M cell sangat penting dalam menentukan efektifitas respon imun mukosa. Lebih-lebih sel epitel mukosa mampu untuk mempresentasikan antigen CD8 T cell dan juga sebagai antigen precenting cell (APC).

b. Jaringan limfoid (kelenjar limfe)

Rongga mulut berhubungan dengan kelenjar getah bening ekstra oral yang terlibat dalam drainae mukosa mulut, gingival dan gigi; dan agregasi limfoid intra oral.

Suatu jaringan halus kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi dan bibir, mirip yang berasal dari gusi dan pulpa gigi. Kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan pembuluh limfatik yang berasal dari bagian dalam otot lidah dan sturktur lainnya. Antigen mikrobial yang dapat menembus epitel masuk ke lamina propia, akan difagositosis oleh sel-sel Langerhans yang banyak ditemukan di mukosa mulut.

Dikenal empat kesatuan anatomik dan fungsional jaringan limfoid intraoral yaitu:

Tonsil (palatum dan lingual, serta faringeal), memiliki struktur klasik folikel limfoid yang terdiri dari sel B dan sel T perifolikuler. Antigen hanya dapat berpenetrasi langsung melalui epitel yang menyelubungi karena tidak ada limfatik aferen.

Sel plasma dan limfosit dari kelenjar saliva ditemukan enam kelenjar saliva mayor dan sejumlah kelenjar minor tersebar di bawah mukosa mulut. Kelenjar tersebut menghasilkan IgA yang langsung disekresikan pada permukaan gigi, gusi, dan mulut.

Kumpulan sel plasma, limfosit, makrofag dan neutrofil dalam gingiva, yang penting pada tahap kekebalan terhadap plak gigi.

Sel-sel limfoid submukosa yang tersebar untuk berploriferasi apabila garis pertahanan primer pada mukosa gagal.

c. Saliva

Saliva disekresikan oleh kelenjar-kelenjar parotis, submandibularis, submaksilaris, dan beberapa kelenjar kecil pada permukaan mukosa. Aliran saliva sangat berperan dalam membersihkan rongga mulut dari mikroorganisme. Dalam hal ini, saliva bertindak sebagai pelumas aksi otot-otot lidah, bibir, dan pipi. Aliran air liur akan mencuci permukaan mukosa mulut, sedangkan sirkulasi darah sub epitel bertindak sebagai suplemen.

Komponen-komponen imunitas saliva dalam rongga mulut yang berperan adalah IgA sekretori, adalah imunoglobulin yang paling penting dalam saliva dan akan berperan dalam mencegah infeksi mikroba pada mukosa. Pada saliva, juga mengandung protein yang terdiri dari lisosim, sistem peroksidase saliva (SPS), laktoferin, salivari aglutinin, prolin rich protein (PRP), dan protein antimicrobial anionik.

Sumber lisosim saliva berasal dari glandula salivarius mayor dan minor, sel fagosit maupun cairan krevikular gingiva. Fungsi lisosim adalah aktivitas muramidase, yaitu lisosim mampu menghidrolisa ikatan (1-4) antara asam N-asetil muramik dan N-asetilglukosamin pada lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri. Hidrolisa lapisan peptidoglikan akan melisis bakteri. Namun bakteri gram negatif lebih resisten terhadap lisosim karena dinding luarnya terdapat lipopolisakarida yang tidak mudah ditembus lisosim. Selain itu, lisosim juga menyebabkan agregasi bakteri, memecah rantai sterptococcus, mencegah perlekatan bakteri pada permukaan gigi, dan mencegah penggunaan glukosa oleh bakteri sehingga mencegah produksi asam.

Sedangkan laktoferin adalah glikoprotein yang mengikat besi. Sumber pentingnya dalam rongga mulut adalah cairan gingival. Fungsi utama laktoferin adalah mampu mengikat ion besi, sehingga level ion besi yang merupakan bahan esensial untuk metabolisme mikroorganisme patogen menurun. Sifat ini merupakan sifat bakteriostatik dari laktoferin. Sedangkan sifat bakteriosidnya ditujukan pada S. Mutans secara in vitro dengan suhu optimum 37

Sumber utama sistem peroksidase saliva (SPS) adalah glandula salivarius, yang disebut dengan salivary peroksidase; dan dari leukosit, yang disebut dengan mieloperoksidase. Salivari peroksidase diproduksi oleh sel asinar glandula parotis dan submandibularis. Konsentrasi tertingginya didapat pada plak gigi orang dewasa, dan menurun pada saat distimulasi. Sedangkan mieloperoksidase diproduksi oleh sel leukosit, dan konsentrasi tertingginya pada saat flow saliva rendah. Aktivitas mikrobial dilakukan oleh komponen salivari peroksidase, mieloperoksidase, hidrogen peroksida, dan ion thiosanat. Fungsi peroksidase selain memiliki aktivitas antimicrobial adalah melindungi sel dari efek toksik hidrogen peroksida, melindungi asam sialik dari dekarboksilase oksidatif oleh hidrogen peroksida, dan inaktivasi komponen mutagenik dan karsinogenik.

Komponen yang lain adalah salivari aglutinin. Komponen ini merupakan komponen yang mampu mengaglutinasi bakteri mulut. Akibatnya, interaksi antara komponen ini dengan bakteri menghasilkan agregasi bakteri dan membentuk endapan bakteri yang mudah dibersihkan oleh saliva dan kemudian tertelan. Selain salivari aglutinin juga ada glikoprotein dengan berat molekul tinggi, salivari IgA, lisosim 2-mikroglobulin (2m), dan fibronektin (FN).

Komponen lain adalah protein kaya prolin, merupakan sekelompok kompleks protein yang mampu menghambat presipitasi spontan garam kalsium fosfat. Protein ini dengan cepat akan terabsorbsi dari saliva ke permukaan hidroksiapatit. Diperkirakan absorbsi ini menghambat pertumbuhan kristal garam kalsium.

Selain itu, juga terdapat protein antimicrobial anionic yang dapat menghambat pertumbuhan S. Mutans. Pada orang yang bebas karies, protein ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada penderita karies, justru merupakan penyumbang nitrogen bagi pertumbuhan S. Mutans.

d. Cairan krevikuler gingiva

Epitel pada celah gusi mempunyai dua lamina basalis, satu melekat pada jaringan konektif dan yang lainnya pada permukaan gigi. Polipetida keratin dan epitel jungsional berbeda dengan keratin pada epitel sulkular.

Komponen seluler dan humoral dari darah dapat melewati epitel jungsional yang terletak pada celah gusi dalam bentuk cairan celah gusi. Cairan mengalir dari kapiler menuju ke jaringan sub epitel terus ke epitel jungsional. Dari sini cairan disekresikan dalam bentuk cairan celah gusi bersatu dengan saliva dalam rongga mulut.

3. Mekanisme Sistem Imun Rongga Mulut

Umumnya, pertahanan dalam rongga mulut meliputi pertahanan eksternal (pertama kali) yaitu mukosa rongga mulut, yang kemudian akan mengaktivasi sistem imun yang lain. Berikut adalah skema dari proses sistem imun rongga mulut secara umum:

Mulanya, bakteri ditangani oleh barier eksternal yaitu mukosa rongga mulut. Pertahanan yang ada pada mukosa rongga mulut adalah berupa turn over, yaitu proses deskuamasi sel epitel dan keratinisasi. Apabila barier eksternal ini tidak mampu menangani bakteri yang melekat, maka pertahanan seluler yaitu polimorphonuclear neutrophil (PMN) akan teraktivasi. Namun, PMN ini hanya berumur pendek yaitu sekitar 2 hari saja sehingga hanya mampu menangani infeksi akut. Ketika infeksi menjadi kronis dan PMN tidak lagi dapat menanganinya, maka akan digantikan dengan sel makrofag yang berumur lebih panjang (bulan/tahun). Jika makrofag masih gagal menangani invasi bakteri, maka makrofag akan mengaktivasi sistem imun spesifik yang melibatkan sel B (akan membentuk antibodi) dan sel T (akan membentuk interleukin dan sel natural killer/NK).

3.1 Turn over sel epitel rongga mulut

Epitel oral adalah epitel skuamosa berlapis yang terdiri dari sel-sel yang melekat erat satu sama lain dan diatur dalam beberapa lapisan yang berbeda atau strata. Seperti epidermis dan lapisan saluran pencernaan, epitel oral mempertahankan integritas struktural oleh proses pembaharuan sel terus-menerus di mana sel-sel yang dihasilkan oleh pembelahan mitosis dalam lapisan terdalam bermigrasi ke permukaan untuk menggantikan sel yang membuka. Sel-sel epitel sehingga dapat dianggap terdiri dari dua fungsional populasi: populasi sel progenitor (fungsi yang membagi dan memberikan sel-sel baru) dan sebuah populasi sel matur (sel-sel yang terus-menerus mengalami proses diferensiasi atau pematangan untuk membentuk pelindung lapisan permukaan).

Pada setiap lapisan terdapat sel-sel dengan bentuk yang berbeda dan memiliki gambaran struktural yang khas. Pada lapisan basal terdapat sel-sel yang dapat membelah diri, sehingga dianggap sebagai bagian progenitor (asal) sel. Di atas lapisan basal terdapat beberapa lapis sel yang membentuk daerah sel yang matang atau yang berdiferensiasi. Sedangkan lapisan permukaan (superfisial) yang merupakan terminal diferensiasi terdiri dari sel-sel pipih.

Mukosa mulut berdasarkan kondisi permukaannya, dapat dibedakan menjadi tipe non keratinised/ tidak mempunyai lapisan keratin, parakeratinised/ mempunyai lapisan keratin tipis yang beberapa selnya ada yang masih memiliki inti sel yang tidak sempurna, atau orthokeratinised/ mempunyai lapisan keratin tebal yang terdiri dari sel-sel yang sudah tidak berinti. Ketebalan lapisan keratin ini bervariasi sesuai regionya di rongga mulut. Lingua dan dasar mulut memiliki karakteristik epitel non-keratinisasi dan tipis, bukal memiliki karakteristik epitelnya tebal dan non-keratinisasi, sedangkan ginggiva dan palatum durum memiliki karakteristik epitel tebal dan mengalami keratinisasi.

Pada kondisi normal, jumlah sel yang hilang pada lapisan superfisial seimbang dengan jumlah sel baru hasil mitosis dari sel basal. Proses keratinisasi sel dari sel basal sampai sel tanduk berlangsung selama 14-21 hari

3.2 Kemotaksis

Terdapat 3 fenomena pergerakan sel yaitu motilitas yang diartikan sebagai sel yang bergerak, lokomosi berarti pergerakan sel dari satu tempat ke tempat lain, dan kemotaksis yang merupakanlokomosi sel ke segala arah karena peningkatan gradien kemoatraktan. PMN leukosit dapat merangsang kemotaksis yang berbeda dari sistem komplemen, berbagai faktor dari bakteri, dan faktor-faktor dari limfosit.

Sistem komplemen dan faktor aktivasi makrofag (MAF) merupakan kemotaksis untuk makrofag dan monosit. Sedangkan untuk eosinofil meliputi kompleks imun, limfokin, dan eosinophilic chemotactic factor of anaphylaxis (ECF-A) yang dilepas oleh sel mast jaringan dan basofil perifer. ECF-A merupakan senyawa penting dalam pathogenesis reaksi alergi tipe cepat. PMN leukosit juga melepaskan ECF-A.

3.3 Fagositosis

Langkah berikutnya setelah kemotaksis adalah fagositosis. Setelah dimobilisasi, sel fagosit speerti PMN neutrofil, monosit dan makrofag, akan menyerang sel target dengan cara menelan dan menghancurkannya. Bila bertemu sel target, sel fagosit akan bergerak ke arah objek karena efek kemotaksis, kemudian terjadi perlekatan sel target pada sel fagosit. Melalui mekanisme endotosis, sel target akan ditelan dan dihancurkan. Penghancuran intraselular melalui suatu seri reaksi biokimia yang sangat kompleks. Di dalam sitoplasma, akan terjadi pembentukan fagosom yaitu sel target terletak di dalam suatu vakuola. Granula lisosom kemudian menempel pada fagosom dan kedua membran fagosom dan lisosom berfusi menjadi fagolisosom yang akan menghancurkan bakteri.

Enzim-enzim di dalam lisosom masuk ke dalam vakuola dan berkontak dengan partikel asing. Proses ini dikenal sebagai degranulasi. Granula primer pada PMN mengandung berbagai enzim hidrolitik dan senyawa bakterisidal.

Mengikuti pembentukan vakuola fagostitik, terjadi satu seri reaksi biokimia dalam sel fagosit, terutama metabolisme karbohidrat melalui jalur glikolisis dan Hexose Monophosphate Shunt (HMS). Katabolisme karbohidrat ini diperlukan karena selama melakukan fungsinya, sel fagosit membutuhkan energi. Dalam keadaan anaerob, jalur glikolisis akan menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH di dalam fagolisosom. Sedangkan pada kondisi aerob, jalur glikolisis akan menghasilkan privat yang akan diproses lebih lanjut dalam daur Krebs. Pada proses ini, akan dihasilkan H2O2, yang penting sebagai antimikrobial.

Katabolisme glukosa oleh fagosit menghasilkan H2O2, anion superoksid, oksigen singlet/teraktivasi, radikal hidroksil bebas, dan hipoklorit yang semuanya mempunyai efek bakterisidal.

3. Faktor faktor yang mempengaruhi kerja system imun rongga mulut

Setiap zat gizi, makro atau mikro mempunyai peranan yang penting dalam sistem imunitas. Hubungan antara gizi dan imunitas telah ditunjukkan pada fungsi dari beberapa sel-sel di dalam sIstem imun yang mengatur siklusmetabolisme yang membutuhkan berbagai jenis gizi sebagai kofaktor yangberpengaruh pada mekanisme pertahanan tubuh (Mac Dermott 2000 diacudalam Fuller & Perdigon 2003).

Di negara berkembang, masalah kurang gizi merupakan penyebab umum defisiensi imunitas. Kekurangan protein dapatmenimbulkan gangguan imunitas yang ditandai dengan pelemahan sistemik danimunitas mukosa (Baratawidjaja & Rengganis 2009). Defisiensi imunitas berefeklangsung terhadap respon fase akut dan meningkatkan frekuensi dan keparahaninfeksi. KEP dapat meningkatkan atropy mucosa, pembentukan mucin taknormal, involusi thymus dan pelemahan sekresi sIgA (Sullivan et al. 1993). Pada hewan percobaan, kemampuan untuk mempertahankan kandungan normalmucin terganggu dan laju untuk penyerapan asam amino serta lemak berkurang (Arisman 2007).

Oleh karena itu penambahan suplemen bakterial, seperti BALyang terseleksi atau susu fermentasi ke dalam formula makanan mungkin akanmeningkatkan tidak hanya status gizi, tetapi juga mikrobiota usus dan sistemimum, sebagaimana dalam mengeliminasi toksin dan membantu dalampengaturan produksi mukus. Penambahan probiotik pada defisiensi imunitas yang disebabkanmasalah gizi kurang dapat disarankan setelah recovery mucosal denganpemberian makanan yang cukup untuk menghilangkan efek berbahaya padaattropy mucosa yang disebabkan oleh masalah kurang gizi (Isolauri et al. 1991;Allori et al. 2000 diacu dalam Fuller & Perdigon 2003).Faktor faktor yang mempengaruhi sistem Imun Rongga Mulut

Menurut Roeslan (2002), sistem imunitas rongga mulut dipengaruhi oleh :

a. Membran mukosa.

Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya tergantung pada deskuamasinya sehingga bakteri sulit melekat pada sel epitel dan derajat keratinisasinya yang sangat efisien menahan penetrasi microbial.

b. Nodus Limfatik

Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstra oral dan agregasi limfoid intra oral. Kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi dan bibir, mirip yang berasal dari ginggiva dan pulpa gigi. Kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan pembuluh limfatik yang berasal dari bagian dalam otot lidah dan struktur lainnya. Di dalam rongga mulut terdapat tonsil palatel.

c. Saliva

Sekresi saliva merupakan perlindungan alamiah karena fungsinya memelihara jaringan keras dan lunak rongga mulut agar tetap dalam keadaan fisiologis. Saliva yang disekresikan oleh kalenjar parotis, submandibularis dan beberapa kelenjar saliva kecil yang tersebar dibawah mukosa, berperan dalam membersihkan rongga mulut dari debris dan mikroorganisme, selain bertindak sebagai pelumas pada saat mengunyah dan berbicara.

Saliva mengandung berbagai komponen organik seperti enzim yang berfungsi sebagai antimikrobial. Sistem peroksidase pada saliva dapat bekerja atau aktif dengan adanya bantuan ion thiosianat (SCN-) serta hidrogen peroksida (H2O2). Enzim laktoperoksidase di dalam saliva merupakan enzim oksidatif, dalam kombinasi dengan tiosianat sebagai substrat dari saliva dan H2O2 dari bakteri, memberi hambatan efektif pertukaran zat dan pertumbuhan bakteri tertentu seperti lactobacilli, Staphylococcus Aurens, Streptococcus Mutans dan Escherenchia Coli. Sekitar 60% mikroorganisme flora mulut dapat memproduksi dan mensekresi H2O2.

Efek biologi dari enzim laktoperoksidase yaitu mempunyai aktivitas antibakterial, memperlambat pertumbuhan mikroorganisme, mengkatalis yodasi asam amino tirosin dalam berbagai protein, mengkatalis pembentukan cross-link dalam beberapa protein diantaranya kolagen. Kandungan laktoperoksidase pada saliva yang tidak distimulasi adalah 1mg/100ml (Handajani, 2005).

d. Celah Ginggiva

Epitel jangsional dapat dilewati oleh komponen seluler dan humoral dari daerah dalam bentuk cairan celah ginggiva (CCG). Aliran CCG merupakan proses fisiologik atau meriapakan espon terhadap inflamasi.

faktor faktor lain yang mempengaruhi :

a. Usia

Penurunn kemampuan untuk bereaksi secara memadai terhadap mikroorganisme yang menginvasinya

Terganggunya produksi limfosit B dan T

Kulit (barier eksterna) tipis, tidak elastic, neuropati perifer, penurunan sensitabilitas serta sirkulasi yang menyertainyaa. Hormon

Estrogen : 1. Memodulasi aktivitas limfosit T khususnya sel T

supresor

2. Mengaktifkan populasi sel sel B berkaitan dengan

autoimun yang mengekspresikan marker CD5

3. Cenderungmenggalakkan imunitas

Androgen : 1. Sebagai imunosupresif

2. Mempertahankan produksi IL-2 dan aktivitas sel T

Supresor

b. Gender

Hormon seks steroid mempunyai pengaruh yang signifikan pada sistem organ yangberbeda. Pada gingiva, hormon ini dapat mempengaruhi proliferasi seluler, diferensiasi danpertumbuhan keratinosit dan fibroblas. Estrogen terutama bertanggung jawab untuk perubahandalam pembuluh darah dan progesteron merangsang produksi mediator inflamasi (Markou et al,2009).Hormon seks wanita yang berpengaruh yaitu estrogen dan progesteron. Dengandemikian, fisiologis jaringan host termasuk diantaranya periodonsium seringkali dipengaruhioleh fluktuasi normal hormonal yang terjadi selama pubertas, menstruasi, kehamilan, dan menopause (Marcuschamer et al, 2009).

Estrogen dan progesteron secara signifikan dapatmempengaruhi sistem organ yang berbeda (Mascarenhas et al, 2003). Sebagai contoh, estrogendapat mempengaruhi sitodiferensiasi epitel skuamosa, sintesisnya dan pemeliharaan kolagenfibrous (Amar et al, 1994). Selain itu, reseptor estrogen menyediakan mekanisme untuk aksilangsung pada tulang sedangkan reseptor estrogen dalam fibroblas periosteal dan fibroblasligamen periodontal menyediakan mekanisme untuk aksi langsung pada jaringan periodontalyang berbeda (Mascarenhas et al, 2003).Selama kehamilan pula, hormon seks wanita dapat mencapai konsentrasi jaringan 10-30 kali normal. Estrogen bertanggung jawab untuk perubahan homeostasis epitel, jaringan ikat,pembuluh darah, produksi keratin dan kolagen. Selama kehamilan, fungsi sel epitel depresi dansebagai akibatnya derajat keratinisasi gingiva cenderung menurun. Terdapat pula perubahandalam metabolisme kolagen yaitu dengan menekan tingkat sintesis kolagen (Marcuschamer et al,2009)

c. Psikoneuro-imunologik

Keadaan psikologi seseorang (misal, stress) akan berpengaruh pada kelancaran impuls oleh system saraf dalam memberikan respon. Hal ini berdampak pula pada kerja dari tiap organ dalam melakukan metabolisme.

d. Penyakit sistemik

Pada penyakit sistemik tertentu akan menyebabkan proses degenerasi yang berbeda pada organ organ tertentu yang menyebabkan perbedaan kekebalan tubuh terhadap bakteri

Menurut Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto, 2007 faktor yang mempengaruhi system imun tubuh, termasuk rongga mulut :

a. Vitamin

Misal, vitamin A dosis tinggi (20.000 iu perhari) terbukti mendorong dan memperkuat banyak proses system imun, yaitu aktivitas inatural killer cell, produksi limfosit, fagositosis, dan produksi antibodi. Selain itu, vitamin A dapat meningkatkan pertumbuhan kelenjar timus yang terganggu akibat stress. Namun, vitamin A dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan keracunan dengan gejala nyeri kepala, mual, dan nyeri sendi.b. Fitoestrogen

Sejumlah riset menunjukkan bahwa diet vegetarian menurunkan tingkat resiko kanker dan memperpanjang harapan hidup. Sebagian manfaat yang diperoleh dari kandungan buah dan sayur yang dikonsumsi. Kedelai dan padi padian (terutama rye) dan biji bijian (terutama rami) mengandung senyawa yang dikenal dengan lignin (misalnya metairesinol dan enterediol dari rye) dan isoflavonoid (seperti ganeistein dan daidzein dari kedelai) yang dikonverensi oleh bakteri pendukung sehingga mengurangi resiko kanker. Hal ini dapat diartikan bahwa diet sangat berperan dalam pertahanan tubuh.

BAB III

PEMBAHASANIII.1. MekanismeSistemImunRonggaMulutDalam mekanisme pertahanan tubuh, sistem imun yang pertama kali berperan adalah sistem imun non spesifik. Begitu pula yang berlaku pada rongga mulut. Didalam sulkus ginggiva terdapat cairan krevikular ginggiva (CGF) yang memiliki berbagai macam sel-sel imunnon spesifikdan antibodi yang berperan, diantaranya adalah IgA, IgG, PMN, monosit, serta neutrofil. Sulkus ginggiva merupakan bagian dari rongga mulut yang kurang dari mekanisme pembersihan secara mekanis (dengan sikat gigi) maupun pembersihan melalui aliran saliva. Oleh karena itu pada sulkus ginggiva dapat ditemukan berbagai macam antigen utamanya adalah antigen anaerob karena pada aerah ini juga minim oksigen.

Neutrofil merupakan sel imun yang paling banyak ditemukan pada sulkus ginggiva karena sel tersebut tidak membutuhkan terlalu banyak oksigen sebagai nutrisi sehinga dapat hidup lebih lama. Jika terdapat benda asing (antigen) pada sulkus ginggiva, maka sel-sel antibodi IgA dan IgG yang terdapat di cairan sulkus ginggiva akan berikatan dengan epitop (reseptor pada bakteri/virus yang dapat dideteksi oleh antibodi) pada antigen. Selanjutnya sel antibodi tersebut dapat melakukan beberapa mekanisme untuk pengeliminasian antigen tersebut, diantaranya adalah menyelimutinya dan kemudian memberi sinyal terhadap sel-sel fagosit utamanya neutrofil untuk melakukan fagositosis, mengaktifkan komplemen, dimana komplemen merupakan kemotaktik bagi neutrofil, atau menonaktifkan antigen tersebut sehingga dapat di fagosit oleh sel-sel imun.

Pada saat tertentu, antigen yang tingkat patogenitasnya tinggi sehingga dapat lolos dari pertahanan sistem imun non spesifik, maka sistem imun spesifik seperti sel B, sel T yang berasal dari pembuluh darah akan turun tangan dalam menghadapi mikrooganisme tersebut. Dalam sistem ini makrofag juga ikut berperan. Sel T terdiri dari dua macam yaitu sel T helper dan sel T sitotoksik, dimana sel T sitotoksik akan mengeluarkan suatu enzim yaitu limfokin yang digunakan untuk membunuh antigen. Sedangakan sel T helper akan membantu mengenali antigen dan memberi mempresentesikannya pada sel B untuk melakukan fagositosis.

Dalam menjalankan fungsinya untuk mengeliminasi antigen, sel B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel memori B. Sel plasma akan memproduksi sel-sel antibodi (IgA, IgB, IgG, dll) yang nantinya akan melakukan mekanisme seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan sel B memori akan menyimpan data mengenai materi antigen dan tinggal menetap pada jaringan, sehingga jika suatu saat antigen yang sama masuk ke dalam tubuh akan langsung di eliminasi oleh sel ini.

Sementara itu peran makrofag disini adalah selain untuk memfagosit antigen, juga menguraikan materi antigen dan mengekskresikannya untuk pemakaian ulang dengan meletakannya ke permukaan sel sehingga terpapar oleh sel T. Kemudian sel T akan menyimpan data tersebut dan jika antigen yang sama masuk kedalam tubuh dapat langsung dieliminasi.

Meskipun begitu ketatnya sistem pertahanan tubuh dalam melawan antigen yang masuk kedalam tubuh, pada kasus tertentu pertahanan tersebut dapat bocor karena tingginya patogenitas antigen maupun karena menurunnya daya tahan tubuh sehingga produksi dan kekuatan sistem imun berkurang. Jika hal tersebut terjadi maka tubuh akan melakukan alternatif terakhir dengan menaikkan suhu tubuh, karena pada antigen (mikroorganisme) tertentu tidak dapat hidup dalam lingkungan suhu yang tinggi. Selain itu meningkatnya suhu tubuh menyebabkan rasa tidak nyaman pada tubuh sehingga tubuh akan diistirahatkan dan penggunaan energi berkurang. Penggunaan energi tersebut akan di alih fungsikan untuk meningkatkan produksi sel-sel imun untuk mengeliminasi antigen dari tubuh.

MekianismeFagositositFagositosisadalahsuatumekanisme pertahanan yang dilakukan oleh sel-sel fagosit, dengan jalan mencerna mikroorganisme/partikel asing hingga menghancurkannya berkeping-keping. Sel fagosit ini terdiri dari 2 jenis, yaitu fagosit mononuklear dan polimorfonuklear. Fagosit mononuklear contohnya adalah monosit (di darah) dan jika bermigrasi ke jaringan menjadi makrofag. Contoh fagosit polimorfonuklear adalah granulosit, yaitu netrofil, eusinofil, basofil dan cell mast (di jaringan). Supaya proses ini bisa terjadi, suatu mikroorgansimeharusberjarakdekatdenganselfagositnya.Fagositositsertapenelananbakterimeliputibeberapatahapdan proses sebagaiberikut :

1. Pengiriman sel sel fagositosit ke daerah yang terinfeksi

Pengiriman sel sel fagosit, monosit atau neutrofil ke daerah yang terkena infeksi meliputi dua proses sebagai berikut :a. Diapedesis

Diapedesis merupakan migrasi sel sel yang melewati dinding vaskular yang diinisiasi oleh mediator inflamasi (kinins, histamine, prostaglandins, dan sebagainya)

b. Kemotaksis

Kemotaksis adalah pergerakan sel sel sebagai respon dari stimulus kimia. Stimulus kimia ini termasuk produk produk yang dihasilkan oleh bakteri, debris jaringan, dan komponen komponen yang berasal dari eksudat inflamasi seperti peptida yang berasal dari komplemen

2. Perlekatan Sel sel Fagosit

Tahap ini biasanya melibatkan bebrapa tipe reseptor permukaan pada membran fagosit. Pada tahap ini terjadi pula opsonisasi bakteri dimana bakteri akan terselimuti oleh zat zat yang berasal dari sel sel faosit seperti IgG, C3b, fibronectin, atau manose yang kemudian akan menyerupai sebuah mantel. Tujuan dari proses opsonisasi bakteri ini adalah untuk membuat bakteri menjadi lebih mudah untuk dicerna. Namun demikian, sel sel fagosit mesih dapat melekat pada bakteri tanpa adanay opsonisasi, hal ini disebut sebagai nonspecific attachment. Nonspecific attachment yang dilakukan oleh sel sel fagosit dapat berupa membuat perngkap untuk bakteri ataupun juga memnfaatkan sifat partikel hidrofobik.

3. Ingestion

Setelah perlekatan sel sel fagosit ke ddaerah daerah target, terbentuklah sinyal sinyal yang mengakibatkan perubahan fisik maupun kimia pada sel sel fagosit yang kemudian akan menstimulasi terjadinya ingestion. Ingestian adalah proses penelanan yang melibatkan invaginasi membran sel menutupi partikel dan kemudian melepaskannya ke dala sitoplasma dari sel di dalam membran vesikel. Hasil akhir proses ingestion adalah fagosom.

4. Pembentukan Fagolisosom

Fagosom berigrasi ke dalam sitoplasma dan bertabrakan dengan butiran butiran lisosom yang eksplosif sehingga menumpahkan isinya ke dalam vesikel membran yang tertutup (fagosom) tersebut. Percampuran antara fagosom dan lisosom inilah yang kemudian disebut sebagai fagolisosom. Di dalam fagolisosom inilah pembunuhan dan pencernaan bakteri atau mikroba akan berlangsung. Beberapa komposnen yang terkandung dalam lisosom diantaranya adalah lisozim, protein kationik, protease, dan berbagai peroksidase.

5. Intercelullar Killing of Organisms

Setelah fagolisosom terbentuk, akan terjadi perubahan fisiologis pada bakteri dimana bakteri akan kehilangan kemampuannya untuk bereproduksi. Mekanisme untuk hal ini secara tepat belum diketahui. Hal yang terjadi kemudian adalah penghambatan sintesis makromolekul bakteri. Sepuluh samapi dengan tiga puluh menit setelah penelanan, akan banyak bakteri patogen yang tewas diikuti oleh lisis dan pencernaan bakteri bakteri tersebut oleh enzim lisozim. Keadaan ini dapat berlangsung tanpa oksigen maupun dengan adanya oksigen.

6. Intracellullar Digestion

Mikroba atupun bakteri bakteri yang mati akan terdegradasi dari berat molekul yang rendah ke berat molekul yang berat. Mikroba serta bakteri bakteri yang mati ini kemudian akan membentuk karakteristik nanah. Debris yang dicerna makrofag memungkinkan penyisipan komponen antigen mikroba ke dalam mebran plasma untuk presentasi kepada limfosit dalam hal respon kekebalan melawan bakteri serupa yang mungkin akan hadir.

III.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Imun Rongga MulutFaktor yang mempengaruhi sistem imun rongga mulut diantaranya ada cairan sulkus gingival. Sulkus ginggiva berisi cairan yang jumlahnya meningkat bila terdapat keradangan, setelah makan-makanan yang pedas, setelah menggosok gigi, pada saat ovulasi ataupun karena pemakaian kontrasepsi hormonal peroral. Cairan gingival ini mengandung sel-sel epitel yang lepas, leukosit PMN, limfosit, monosit, berbagai ion mineral (Na, K, Cl), berbagai protein Ig serta komponen komplemen, albumin, dan fibrinogen. Selain itu ditemukan juga asam laktat, urea, hidroksiprolin, asam sulfat, asam fosfat, lisosim, ensim alkalin fosfatase, dehidrogenase laktat dan berbagai protease. Fungsi cairan diatas adalah melarutkan material dari sulkus gingival, sebagai antibakteri (karena adanya antibodi dan berbagai jenis leukosit).

Selain cairan sulkus gingival, faktor yang lain yaitu komponen kekebalan humoral dan seluler. Dari kekebalan humoral ini terdapat lisosim, laktoferin, komplemen, interferon. Lisosim yang berupa enzim untuk memotong tulang punggung proteoglikan pada dinding sel bakteri, enzim ini biasanya ditemukan dalam beberapa sekresi tubuh termasuk air mata, saliva, dan cairan krevikular gingival. Laktoferin merupakan bahan yang mengandung besi, ditemukan di ASI, saliva. Komplemen merupakan system yang melibatkan kurang lebih 20 serum protein dalam aksinya, prinsip kerjanya sebagai media terjadinya reaksi inflamasi akut dan kemudian mengeliminasi mikroorganisme yang menginvasi. Interferon merupakan kelompok protein yang terlibat dalam pertahanan melawan infeksi virus. Dari komponen seluler prinsipnya pada fagositosis. Fagositosis sendiri ada dua prinsip yaitu mikrofag dan makrofag. Mikrofag merupakan polymorphonuclear neutrophil (PMN), sedangkan makrofag berasal dari monosit menetap di jaringan yang dikenal juga dengan retikuloendhotelial sistim atau berinfiltrasi di jaringan sebagai bagian dari inflamasi kronis. Contoh PMN adalah sel darah putih, yang tidak mempunyai kemampuan untuk membelah diri dan masa hidupnya sangat pendek. Sedangkan makrofag, mempunyai masa hidup yang lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tergantung dari lingkungannya. Monosit bermigrasi dari sirkulasi menjadi makrofag jaringan dan bersama dengan limfosit sebagai bagian dari sel-sel mononuklear yang berinfiltrasi dalam inflamasi kronis.

Faktor yang lain ada juga organisme kariogenik yang mempunyai kemampuan berkoloni pada gigi, untuk menurunkan pH. Contoh mikroorganisme tersebut adalah streptococcus mutan, streptococcus sanguis, lactobacillus achidopilus, lactobacillus casei, dan actynomices viscosus. Streptococcus mutans merupakan bakteri kariogenik yang paling seringmenginduksikaries.

BAB IVKESIMPULAN

Sistim imun rongga mulut terdiri dari sistem imun non spesifik dan sistim imun spesifik yang masing masing memiliki mekanisme yang kompleks dan bertahap. Apabila bakteri dapat melewati sistem imun spesifik, sistim imun selanjutnya akan merespon.DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakrata: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Baratawidjaya KG, Rengganis I. 2009. Imunologi Dasar. Eds ke 8. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Fuller, Perdigon, G. 2003. Gut Flora, Nutrition, Immunity and Health. Oxford :Blackwell Publishing.

Sullivan DA, Vierman JP, Soo C. Influnence of severe protein malnutrition on rat lactimal, salivary and gastrointestinal immune expression during development, adulthood and ageing. Immunology, 78 (2),308-17.

Avery, James K., Steele, Pauline F., Avery, Nancy. 2002. Oral Development and Histology. 3rd edition. New York: Thieme Medical Publisher.

Barid, Izzata., Didin Erma Indahyani., Yani Corvianindya Rahayu. 2007. Biologi Mulut. Jember: Jember University Press.

Dewanti, I Dewa Ayu. 2009. Diktat Stomatognasi I Komponen Pertahanan Rongga Mulut. Jember: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

Alam, Syamsir dan Iwan Hadibroto. 2007. Endometriosis. Penerbit PT Gramedia

Pustaka Utama : Jakarta.

Handajani, dkk. 2005. Analisis Aktivitas Biologik Pasta Gigi dengan Kandungan

Enzim Amiloglukosidase, Glukosa- Oksidase, Laktoperoksidase, Lisosim dan Laktoferin terhadap Stomatitis Aphtosa

Sudiono, Janti. 2008. Pemeriksaan Patologi untuk DiagnosisNeoplasma Mulut.

Editor ; Lilian Juwono. EGC : Jakarta.

Baratawidjaja, K.G. 2004. ImunologiDasar Ed.6. Jakarta: BalaiPenerbit FK UI. Hal. 1, 11-14, 32-44, 311-314.

Erma, Didin . 2013. ImunologiRonggaMulut. Jember: Power Point Materi.

Kenneth, Todar. 2008. Online Textbook of Bacteriology. Wisconsin: University of Wisconsin.

Sloane, Ethel. 2003. AnatomidanFisiologiuntukPemula. Jakarta: EGC.

RONGGA MULUT NORMAL

INFEKSI RONGGA MULUT

BAKTERI LOLOS

BAKTERI TERBUNUH

FAGOSITOSIS

SISTIM IMUN SPESIFIK

SISTEM IMUN NON SPESIFIK

SISTIM IMUN RONGGA MULUT