Skenario 1

46
Skenario 2 Nenek yang Lemas Ny.Marzuki, perempuan, 58 tahun, datang ke praktek dr.Beny dengan keluhan lemas dan cepat lelah sejak 1 bulan yang lalu. Pada anamnesis, didapat keluhan lain yaitu sering nyeri didaerah ulu hati yang bertambah nyeri setelah makan, tidak nafsu makan, mual, sering bersendawa, rasa asam dan pahit pada mulut, dada terasa terbakar, dan perut terasa cepat kenyang padahal makan hanya sedikit. Sejak dua minggu yg lalu tinja Ny.Marzuki berwarna kehitaman. Pada pemeriksaan fisik Wajah terlihat pucat, didapatkan TD 110/80 mmHg, nadi 115x/menit, pernapasan 26x/menit, dan suhu tubuh normal. Konjungtiva dan telapak tangan pucat, nyeri tekan didaerah epigastrium. Didapatkan Hb 9 g/dl, dan ditemukan darah samar pada tinja. Setelah memastikan diagnosis klinis, dr.Beny lalu memberikan obat sementara dan merujuk Ny.Marzuki ke dr.Ibrahim, spPD . 1

description

sk

Transcript of Skenario 1

Page 1: Skenario 1

Skenario 2

Nenek yang Lemas

Ny.Marzuki, perempuan, 58 tahun, datang ke praktek dr.Beny dengan keluhan lemas dan cepat

lelah sejak 1 bulan yang lalu. Pada anamnesis, didapat keluhan lain yaitu sering nyeri didaerah

ulu hati yang bertambah nyeri setelah makan, tidak nafsu makan, mual, sering bersendawa, rasa

asam dan pahit pada mulut, dada terasa terbakar, dan perut terasa cepat kenyang padahal makan

hanya sedikit. Sejak dua minggu yg lalu tinja Ny.Marzuki berwarna kehitaman.

Pada pemeriksaan fisik Wajah terlihat pucat, didapatkan TD 110/80 mmHg, nadi 115x/menit,

pernapasan 26x/menit, dan suhu tubuh normal. Konjungtiva dan telapak tangan pucat, nyeri

tekan didaerah epigastrium. Didapatkan Hb 9 g/dl, dan ditemukan darah samar pada tinja.

Setelah memastikan diagnosis klinis, dr.Beny lalu memberikan obat sementara dan merujuk

Ny.Marzuki ke dr.Ibrahim, spPD .

1

Page 2: Skenario 1

Step 1

(Tidak ada Kata-kata yang belum di mengerti)

2

Page 3: Skenario 1

Step 2

1. Apa sajakah DD berdasarkan gejala dan tanda pada kasus?

2. Etiologi apa sajakah yang mungkin menjadi penyebab patogenesis pada kasus?

3. Patogenesis dan interpretasi ditemukannya darah samar?

4. Apa yang menyebabkan tinja berwarna kehitaman?

5. Menandakan apa vital sign pada pasien?

6. Pemeriksaan penunjang apa sajakah yang dapat dilakukan?

7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien?

3

Page 4: Skenario 1

Step 3

1. Berdasarkan tanda dan gejala klinis didapatkan bahwa pasien mengalami dispepsia yang

merupakan kumpulan gejala/syndrome klinik yang didasari pada suatu penyakit tertentu

misalnya :

Gastritis

Ulkus peptik

GERD

Syndroma zollinger-ellison

2. Etiologi yang mungkin bisa menyebebkan patogenesis penyakit pada kasus antara lain:

Helicobacter pylori

Obat-obatan (NSAID, Narkotika)

Trauma

Stress

Autoimun

3. Patogenesis

Etiologi (Misal : H. pylori)

Peningkatan asam lambung

Perusakan mukosa

Mukosa perdarahan

4

Page 5: Skenario 1

4. Tinja berwarna kehitaman menandakan terdapat zat besi berlebih pada tinja hal ini dapat

menunjukan berbagai hal salah satunya terdapat perdarahan pada saluran pencernaan

atas.

5. Vital sign pada pasien menunjukan rujukan normal sedangkan ketidaknormalan terdapat

pada keadaan umum dan Hb yang menunjukan pasien mengalami anemia. Anemia bisa

disebabkan oleh berbagai hal, jika di rujuk dengan gejala klinik maka bisa disimpulkan

ada hubungan anemia bisa saja disebabkan adanya perdarahan saluran cerna.

6. Pemeriksaan penunjang

Endoskopi

Radiografi/ rongent barrium

UBT (untuk infeksi H.pylori)

Biopsi mukosa

Analisis cairan lambung

Pemeriksaan darah samar

7. Penatalaksanaan

Non-Medikamentosa :

Istirahat

Makan yang cukup

Menghindari stressor

Stop alkohol

Hindari pemakaian NSAID

Medikamentosa

ARH2 : Ranitidin

Sukralfat

Antasida

Omeprazole

Amoxicilin/klaritromisin/metronidazole

5

Page 6: Skenario 1

Step 4

1. Dyspepsia syndrome

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-), berarti sulit , dan (Pepse), berarti

pencernaan Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa

tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.

Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan

regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.

Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :

1. Dispepsia organik

Bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindroma

dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak

(luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.

2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU)

Bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau

gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan

endoskopi (teropong saluran pencernaan).

Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar

satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu Seringnya, dispepsia

disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda memiliki penyakit

acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo

membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan

nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan

dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan.

Penyebab dispepsia secara rinci adalah:

1. Menelan udara (aerofagi)

6

Page 7: Skenario 1

2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung

3. Iritasi lambung (gastritis)

4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis

5. Kanker lambung

6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)

7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)

8. Kelainan gerakan usus

9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi

10. Infeksi Helicobacter pylory

Manifestasi Klinis Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang

dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe :

• Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala:

a. Nyeri epigastrium terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodik

• Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan gejala:

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

c. Mual

d. Muntah

e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

• Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) .

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis

sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas

jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin

disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa

penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa

7

Page 8: Skenario 1

mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit,

diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa

minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat

badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

Pemeriksaan

Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan

pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan

lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair

berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi.

2. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung.

Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan

karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA

19-9

3. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat

dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat

badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.

4. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil

dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh

tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung

terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain

sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasid 20-150 ml/hari

Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Campuran yang biasanya terdapat

dalam antasid adalah Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg trisiikat. Sifatnya hanya simptomatis,

8

Page 9: Skenario 1

untuk mengurangi rasa nyeri.

2. Antikolinergik

Kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti

reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 28-

43%.Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial

seperti tukak peptik. Contoh obatnya adalah simetidin, roksatidin, ranitidin, dan

famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor =PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi

asam lambung. Contoh obatnya adalah omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

5. Sitoprotektif

Prostaglandin sintetik seperti misoprotol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat

sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi

meningkatkan sekresi prostaglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki

mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus, dan meningkatkan sekresi bikarbonat

mukosa, serta membentuk lapisan protektif yang bersenyawa denganprotein sekitar lesi

mukosa saluran cerna bagian atas.

6. Golongan Prokinetik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon,

dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional

dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung

(acid clearance)

7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat antidepresi dan cemas) pada pasien dengan

dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan

faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.

9

Page 10: Skenario 1

2. Gastritis

Secara sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa

lambung. Gastritis terbagi dua menjadi:

1. Gastritis akut

Merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang

khas. Biasanya ditemukan sel radang akut dan neutrofil.

2. Gastritis kronik

Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik yang

bervariasi. Kelainan ini berkaitan erat dengan infeksi H. Pylori.

Patofisiologi

Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dan faktor defensif yang berperan dalam

menimbulkan lesi pada mukosa.

1. Faktor Agresif pada Gastritis

• Asam lambung

• Pepsin

• AINS

• Empedu

• Infeksi virus

• Infeksi bakteri: H. Pylori

• Bahan korosif: asam dan kuat

2. Faktor Defensif pada Gastritis

• Mukus

• Bikarbonat mukosa

• Prostaglandin mikrosirkulasi

1. Gastritis Akut

Gastritis akut adalah proses peradangan mukosa akut yang biasanya bersifat transien

(sementara). Peradangan mungkin disertai perdarahan ke dalam mukosa dan, pada kasus

10

Page 11: Skenario 1

yang lebih parah, terlepasnya mukosa epitelial (erosi). Bentuk erosive yang parah ini

merupakan penyebab penting pedarahan saluran cerna akut.

Patogenesis.

Patogenesis belum sepenuhnya dipahami, sebagian karena mekanisme normal untuk

proteksi mukosa lambung belum semuanya jelas. Gastritis akut sering berkaitan dengan

hal berikut: Pemakaian NSAID (terutama aspirin) dalam jumlah besar, konsumsi alkohol

berlebihan, merokok, pemakaian obat kemoterapi antikanker, uremia, infeksi sistemik

(misal, salmonelosis), stress berat (misal, trauma, luka bakar, pembedahan), iskemia dan

syok, upaya bunuh diri dengan cairan asam dan basa, trauma mekanis (misal, NGT),

pasca gastrektomi distal disertai refluks bahan yang mengandung empedu.

Diperkirakan terjadi satu atau lebih pengaruh berikut:

• gangguan lapisan mukus lekat,

• rangsangan sekresi asam disertai difusi balik ion hidrogen ke dalam epitel superfisial,

• berkurangnya pembentukan bikarbonat oleh sel epitel superfisial,

• berkurangnya aliran darah ke mukosa,

• kerusakan epitel lambung.

• H.pylori juga dapat menyebabkan infeksi akut tetapi proses ini biasanya lolos dari

perhatian pasien.

Gambaran Klinis. Gastritis akut mungkin sama sekali tidak bergejala, dapat

menyebabkan nyeri epigastrium dengan keparahan bervariasi disertai mual dan muntah,

atau bermanifestasi sebagai hematemesis, melena, dan pengeluaran darah yang dapat

mematikan bergantung pada keparahan kelainan anatomic yang dicapai. Secara

keseluruhan, gastritis adalah salah satu penyebab utama hematemesis, terutama pada

pecandu alkohol.

2. Gastritis Kronis

Gastritis kronis didefinisikan sebagai peradangan mukosa kronis yang akhirnya

menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Penyakit ini memiliki subkelompok

11

Page 12: Skenario 1

kausal yang tersendiri dan pola kelainan histologik yang berbeda-beda di berbagai tempat

di dunia. Di dunia Barat, prevalensi perubahan histologik yang menunjukkan gastritis

kronis melebihi 50 % untuk semua populasi usia lanjut.

Patogenesis. Sejauh ini, keterkaitan etiologic terpenting adalah dengan infeksi kronis

oleh Helicobacter pylori. Organisme ini adalah patogen yang memiliki angka infeksi

tertinggi di negara yang sedang berkembang. Di daerah yang endemic, infeksi ini

tampaknya berjangkit pada masa anak dan menetap selama berpuluh tahun. Sebagian

besar orang terinfeksi juga mengalami gastritis, tetapi asimtomatik.

H. pylori adalah bakteri batang gram negatif, berbentuk S, tidak invasive, tidak

membentuk spora, dan berukuran + 3,5 x 0,5 µm. Gastritis terjadi karena kombinasi

pengaruh enzim dan toksin bakteri serta pengeluaran zat kimia merugikan oleh respon

imun tubuh. Pasien dengan gastritis kronis dan H. pylori biasanya memperlihatkan

perbaikan gejala bila mendapatkan terapi antimikroba, akan tetapi perbaikan pada

gastritis kroniknya memerlukan waktu lebih lama dan dapat terjadi kekambuhan.

Bentuk lain gastritis kronis adalah gastritis autoimun yang terjadi akibat autoantibody

terhadap sel parietal kelenjar lambung, khususnya terhadap enzim penghasil asam H+,

K+-ATPase. Cedera autoimun menyebabkan kerusakan kelenjar dan atrofi mukosa

sehingga faktor intrinsic dan asam berkurang. Defisiensi faktor intrinsik menyebabkan

anemia pernisiosa terkait dengan penyerapan vitamin B12. Bentuk gastritis ini paling

sering ditemukan di Skandinavia, berkaitan dengan penyakit autoimun lain, seperti

tiroiditis Hashimoto dan penyakit Addison.

Gambaran Klinis. Gastritis kronis biasanya tidak atau sedikit menimbulkan gejala; dapat

timbul rasa tidak enak di abdomen atas serta mual dan muntah. Apabila pada gastritis

autoimun terjadi banyak kehilangan sel parietal, biasanya terdapat hipoklorhidria atau

aklorhidria (mengacu pada kadar asam klorida di lumen lambung) dan hipergastrinemia.

Kadar gastrin serum biasanya dalam kisaran normal atau sedikit meningkat. Yang

terpenting adalah hubungan gastritis kronis dan terjadinya ulkus peptik dan karsinoma

12

Page 13: Skenario 1

lambung. Sebagian besar pasien dengan ulkus peptik mengalami infeksi H. pylori. Resiko

karsinoma lambung pada penderita gastritis kronis dengan H.pylori meningkat sekitar

lima kali lipat. Sementara penderita gastritis kronis autoimun memiliki resiko karsinoma

sekitar 2%-4%.

Perjalanan Alamiah Gastritis

Gastritis kronik akibat H.pylori secara garis besar dibagi menjadi gastritis kronik non

atropi predominasi antrum dan gastritis kronik atropi multifokal. Ciri khas gastritis kronik

non atropi predominasi antrum adalah inflamasi moderat sampai berat mukosa antrum,

sedangkan inflamsi di korpus ringan atau tidak ada sama sekali. Pasien-pasien ini

biasanya asimptopatik tetapi memiliki resiko menjadi tukak duodent. Gastritis kronik

atropi multifokal mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut: terjadi inflamasi pada

hampir seluruh mukosa, seringkali snagat berat berupa atropi atau metaplasia setempat

pada daerah antrum dan korpus. Gastritis kronik multifokal merupakan faktor resiko

penting displasia epitel mukosa dan karsinoma gaster. Gastritis kronik atrofik

predominasi korpus atau sering disebut gastritis kronik autoimun. Setelah beberapa tahun

kemudian akan diikuti anemia pernisiosa dan defisiensi besi.

3. GERD

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), merupakan gerakan membaliknya isi lambung

(mengandung asam dan pepsin) menuju esophagus. GERD juga mengacu pada berbagai

kondisi gejala klinik atau perubahan histology yang terjadi akibat refluks gastroesofagus.

Ketika esophagus berulangkali kontak dengan material refluk untuk waktu yang lama, dapat

terjadi inflamasi esofagus (esofagitis refluks) dan dalam beberapa kasus berkembang

menjadi erosi esofagus (esofagitis erosi).

Etiologi dan faktor resiko

Umur dapat mempengaruhi terjadinya GERD, karena seiring dengan pertambahan umur

maka produksi saliva, yang dapat membantu penetralan pH pada esofagus, berkurang

sehingga tingkat keparahan GERD dapat meningkat. Jenis kelamin dan genetik tidak

13

Page 14: Skenario 1

berpengaruh signifikan terhadap GERD. Faktor resiko GERD adalah kondisi

fisiologis/penyakit tertentu, seperti tukak lambung, hiatal hernia, obesitas, kanker, asma,

alergi terhadap makanan tertentu, dan luka pada dada (chest trauma). Sebagai contoh, pada

pasien tukak lambung terjadi peningkatan jumlah asam lambung maka semakin besar

kemungkinan asam lambung untuk mengiritasi mukosa esofagus dan LES.

Patofisiologi

Faktor kunci pada perkembangan GERD adalah aliran balik asam atau substansi berbahaya

lainnya dari perut ke esofagus. Pada beberapa kasus, refluks gastroesofageal dikaitkan

dengan cacat tekanan atau fungsi dari sfinkter esofageal bawah (lower esophageal

sphincter/LES). Sfinkter secara normal berada pada kondisi tonik (berkontraksi) untuk

mencegah refluks materi lambung dari perut, dan berelaksasi saat menelan untuk membuka

jalan makanan ke dalam perut. Penurunan tekanan LES dapat disebabkan oleh (a) relaksasi

sementara LES secara spontan, (b) peningkatan sementara tekanan intraabdominal, atau (c)

LES atonik.

Masalah dengan mekanisme pertahanan mukosa normal lainnya, seperti faktor anatomik,

klirens esofageal (waktu kontak asam dengan mukosa esofageal yang terlalu lama),

resistensi mukosa, pengosongan lambung, epidermal growth factor, dan pendaparan saliva,

juga dapat berkontribusi pada perkembangan GERD. Faktor agresif yang dapat mendukung

kerusakan esofageal saat refluks ke esofagus termasuk asam lambung, pepsin, asam

empedu, dan enzim pankreas. Dengan demikian komposisi, pH dan volume refluksat serta

durasi pemaparan adalah faktor yang paling penting pada penentuan konsekuensi refluks

gastroesofageal.

Tanda dan gejala

Gejala klinis GERD digolongkan menjadi 3 macam, yaitu gejala tipikal, gejala atipikal,

dan gejala alarm.

1.  Gejala tipikal (typical symptom)

14

Page 15: Skenario 1

Adalah gejala yang umum diderita oleh pasien GERD, yaitu: heart burn, belching

(sendawa), dan regurgitasi (muntah)

2. Gejala atipikal (atypical symptom)

Adalah gejala yang terjadi di luar esophagus dan cenderung mirip dengan gejala penyakit

lain. Contohnya separuh dari kelompok pasien yang sakit dada dengan elektrokardiogram

normal ternyata mengidap GERD, dan  separuh dari penderita asma ternyata mengidap

GERD. Kadang hanya gejala ini yang muncul sehingga sulit untuk mendeteksi GERD dari

gejala ini. Contoh gejala atipikal: asma nonalergi, batuk kronis, faringitis, sakit dada, dan

erosi gigi.

3.  Gejala alarm (alarm symptom)

Adalah gejala yang menunjukkan GERD yang berkepanjangan dan kemungkinan sudah

mengalami komplikasi. Pasien yang tidak ditangani dengan baik dapat mengalami

komplikasi. Hal ini disebabkan oleh refluks berulang yang berkepanjangan. Contoh gejala

alarm: sakit berkelanjutan, disfagia (kehilangan nafsu makan), penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan, tersedak. Penting untuk diperhatikan bahwa keparahan gejala tidak

selalu berkaitan dengan keparahan esofagitis, tetapi berkaitan dengan durasi reflux. Pasien

dengan penyakit yang nonerosif dapat menunjukkan gejala yang sama dengan pasien yang

secara endoskopi menunjukkan adanya erosi esophagus.

Diagnosis

Cara yang paling baik dalam diagnosa adalah dengan melihat sejarah klinis, termasuk

gejala yang sedang terjadi dan faktor resiko yang berhubungan. Endoskopi tidak perlu

dilakukan pada pasien yang mengalami gejala tipikal, terutama jika pasien merespon baik

terhadap pengobatan GERD. Endoskopi dilakukan pada pasien yang tidak merespon terapi,

pasien yang mengalami gejala alarm, atau pasien yang mengalami gejala GERD terus

menerus. Selain endoskopi, tes yang sering digunakan untuk diagnosa adalah pengamatan

refluksat ambulatori, dan manometri.

15

Page 16: Skenario 1

1. Endoskopi dilakukan untuk melihat lapisan mukosa pada esophagus, sehingga

dapat diketahui tingkat keparahan penyakit (erosif atau nonerosif) dan

kemungkinan komplikasi yang telah terjadi, karena memungkinkan visualisasi dan

biopsi mukosa esofagus.

2. Pengamatan refluksat ambulatori meliputi pengamatan pH refluksat. Pengamatan

ini berguna untuk mengetahui paparan asam yang berlebih pada mukosa esofagus

dan menentukan hubungan gejala yang dialami dengan paparan asam tersebut.

Pasien diminta untuk mencatat gejala-gejala yang dialami selama pengamatan pH

sehingga dapat diketahui hubungan gejala dengan pH dan efektivitas

pengobatannya.

3. Manometri esophageal digunakan untuk penempatan probe yang tepat dalam

pengukuran pH dan untuk mengevaluasi peristaltik serta pergerakan esofagus

sebelum operasi antirefluks. Metode ini mengukur tekanan pada lambung, LES,

esofagus, dan faring.

Terapi

Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala pasien,

mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal, mempercepat

penyembuhan mukosa yang terluka, dan  mencegah berkembangnya komplikasi.

Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan /

atau mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan

mukosa. Secara spesifik, yaitu:

1. Mengurangi keasaman dari refluksat.

2. Menurunkan volume lambung yang tersedia untuk direfluks.

3. Meningkatkan pengosongan lambung.

4. Meningkatkan tekanan LES.

5. Meningkatkan bersihan asam esofagus.

6. Melindungi mukosa esophagus.

Terapi GERD dikategorikan dalam beberapa fase, yaitu:

16

Page 17: Skenario 1

Fase I: mengubah gaya hidup dan dianjurkan terapi dengan menggunakan antasida

dan/atau OTC antagonis reseptor H2 (H2RA) atau penghambat pompa proton (PPI).

Fase II: intervensi farmakologi terutama dengan obat penekan dosis tinggi.

Fase III: terpai intervensional (pembedahan antirefluks atau terapi endoluminal).

4. Helicobacter pylori

Helicobacter pylori tinggal menempel pada permukaan dalam lambung melalui interaksi

antara membran bakteri lektin dan oligosakarida yang spesifik dari glikoprotein membran

sel-sel epitel lambung. Mekanisme utama dari bakteri ini dalam menginisiasi

pembentukan luka adalah melalui produksi racun VacA. Racun VacA akan

menghancurkan keutuhan sel-sel tepi lambung melalui berbagai cara, diantaranya adalah

melalui pengubahan fungsi endolisosom, peningkatan permeabilitas parasel,

pembentukan pori dalam membran plasma, atau apoptosis (pengaktifan bunuh diri sel).

Lokasi infeksi Helicobacter pylori di bagian bawah lambung dan mengakibatkan

peradangan hebat, yang sering kali disertai dengan komplikasi pendarahan dan

pembentukan lubang-lubang. Peradangan kronis pada bagian distal lambung

meningkatkan produksi asam lambung dari bagian badan atas lambung yang tidak

terinfeksi. Ini menambah perkembangan tukak lebih besar di usus duabelas jari.

Pada beberapa individu, Helicobacter pylori juga menginfeksi bagian badan lambung.

Bila kondisi ini sering terjadi, menghasilkan peradangan yang lebih luas yang tidak hanya

mempengaruhi borok di daerah badan lambung tetapi juga kanker lambung. Kanker

lambung merupakan kanker penyebab kematian kedua di dunia.

Peradangan di lendir lambung juga merupakan faktor risiko tipe khusus tumor limfa

(lymphatic neoplasm) di lambung, atau disebut dengan limfoma MALT (mucosa

associated lymphoid tissue, jaringan limfoid yang terkait dengan lendir). Infeksi

17

Page 18: Skenario 1

Helicobacter pylori berperan penting dalam menjaga kelangsungan tumor. Limfoma-

limfoma dapat merosot saat bakteri-bakteri itu dibasmi dengan antibiotik.

Helicobacter pylori hanya terdapat pada manusia dan telah menyesuaikan diri di

lingkungan lambung. Hanya sebagian kecil individu terinfeksi berkembang menjadi

penyakit lambung. Bakteri Helicobacter pylori sendiri sangat beragam dan galur-galurnya

berbeda dalam banyak hal, seperti perekatan ke lendir lambung dan kemampuan

menimbulkan peradangan. Walau pada satu individu terinfeksi, semua bakteri

Helicobacter pylori (HP) tidak identik, dan selama jalur infeksi kronis, bakteri

menyesuaikan diri terhadap perubahankondisi-kondisi di lambung. Sifat HP sangat

kompleks, dan boleh dikatakan mempunyai berbagai senjata, sehingga bisa ’survive’

didalam lingkungan yang sangat asam dari lambung/ gaster/ maag.

1. HP dapat merubah lingkungan mikro disekitarnya menjadi bersifat agak basa, sehingga

dia bisa tinggal dan berkoloni dilapisan lendir mukosa lambung.

2. HP mempunyai alat flagella, untuk membor mukosa lambung, sehingga bisa lebih

mudah masuk kedalam dasar kripta/ cekungan mukosa dan menetap ditempat itu.

3. HP mempengaruhi sistem imunitas tubuh kita untuk tidak mengenali dirinya sebagai

benda asing/non-self, melainkan sebagai bagian organ jaringan lambung/self

sehingga tidak dapat dikenali sebagai ‘invader’ atau penyusup yang harus

diberantas oleh sel limfosit-T. Maka luputlah bakteri HP dari penyisiran sistem imun

kita, karena HP tidak terdeteksi sebagai benda asing/non-self.

4. HP bisa resisten terhadap terapi yang diberikan, dengan cara bakteri tersebut membuat

zat anti terhadap bahan aktif anti-mikroba yang diberikan.

Dan banyak lagi senjata yang dimiliki HP, sehingga dampak yang ditimbulkan oleh

peradangan lambung oleh HP menjadi semakin kompleks. Terutama bila HP tidak

terdeteksi, maka bakteri akan terus berkembang-biak meluas membentuk tukak lambung,

displasia, adenoma dan akhirnya kanker lambung yang sangat ditakuti. Dan semenjak

ditemukan bakteri HP, maka paradigma bahwa ’sakit maag disebabkan oleh asam lambung

berlebih’ telah bergeser menjadi ’sakit maag disebabkan oleh infeksi/peradangan lambung

oleh kuman HP’. Sudah tentu akibat perubahan paradigma tersebut akan juga pasti

18

Page 19: Skenario 1

mempengaruhi pengobatan sakit maag. Maka tidak mengherankan saat ini pasien gastritis

akan diberikan antibiotika yang sesuai untuk HP, bila ternyata pada pemeriksaan biopsi

endoskopi lambung pasien ditemukan HP positif.

Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi

abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran

Gastrointestinal atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur

diagnostic pilihan. Endoskopi Gastrointestinal atas digunakan untuk mengidentifikasi

perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung

dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi

yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya. Feces dapat

diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap adanya darah.

Pemeriksaan sekretori gaster merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis

aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah gaster) dan sindrom zollinger-

ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang

timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan

biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus.

Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi H. Pylori, serta tes serologis terhadap antibody

pada antigen H. Pylori.

19

Page 20: Skenario 1

Step 5

1. Ulkus peptik

2. Terapi pilihan pada infeksi H.pylori

3. Indikasi rujuk dan rawat inap

20

Page 21: Skenario 1

Step 6

(Belajar Mandiri)

21

Page 22: Skenario 1

Step 7

1. Ulkus Peptik

Ulkus peptikum adalah kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, submukosa

sampai lapisan otot (muskularis propia) dari saluran cerna bagian atas yang berkaitan

dengan asam, pepsin dalam patogenesisnya. Lokasi ulkus peptikum yang paling sering

adalah di bulbus duodenalis (90%) dan kurvatura minor lambung. Namun ulkus peptikum

juga dapat terjadi di daerah esofagus bagian distal, lengkung duodenum, jejunum atau sisi

jejunum dari gastrojejunostomi, pilorus, dan divertikulum Meckel. Dewasa ini tukak

lambung dan tukak duodenum dianggap sebagai dua penyakit yang berlainan dalam

patogenesisnya. Namun secara patologi anatomis, gejala klinis, perjalanan penyakit dan

komplikasi kedua kelainan tersebut serupa, sehingga dikelompokkan sebagai satu penyakit,

ulkus peptikum.

Ulkus peptikum merupakan suatu penyakit yang sering diderita oleh umat

manusia di seluruh dunia pada semua kelompok umur. Di negara-negara Barat, angka

kejadian ulkus peptikum cukup tinggi dan menurut catatan angka statistik yang didasarkan

atas pemeriksaan radiologi dan otopsi, sekitar 10% dari jumlah penduduk s.epanjang

hidupnya pernah mengalami ulserasi peptik. Ulkus peptikum bertanggung jawab atas 7.500

kematian per tahun dan 400.000 individu yang cacat, dengan kerugian ekonomi sebanyak 4

mil yar dollar per tahun di Amerika saja. Di Indonesia insidensi penyakit ini masih relatif

rendah bila dibandingkan dengan negara-negara Barat. Kaum laki-laki lebih banyak

menderita ulkus peptikum dari pada kaum wanita dengan perbandingan 3–4 : 1

Ulkus duodenum

Tukak duodenum merupakan suatu penyakit yang kronis dan sering kambuh. Sekitar 60%

tukak duodenum yang telah sembuh, kumat kembali dalam waktu 1 tahun dan 80–90%

kambuh dalam waktu 2 tahun.

22

Page 23: Skenario 1

1. Etiologi dan patogenesis

Meskipun dewasa ini telah banyak diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya

tukak duodenum, namun pathogenesis penyakit ini belum diketahui seluruhnya. Sekresi

asam lambung bertanggung jawab atas timbulnya tukak duodenum, namun faktor-faktor

yang menyebabkan individu peka terhadap ulserasi duodenum masih belum diketahui.

Timbulnya tukak duodenum dianggap sebagai akibat ketidakseimbangan .antara sekresi

asam lambung-pepsin dengan resistensi mukosa lambung atau duodenum.

2. Gambaran Klinis

Gejala tukak duodenum yang paling sering adalah nyeri di daerah epigastrium. Rasa nyeri

ini sering kali diutarakan seperti terbakar atau perih, namun kemungkinan batasnya tidak

jelas, boring atau aching atau perasaan tertekan atau penuh di perut atau sebagai sensasi

lapar. Sekitar 10% penderita mengeluh rasa nyeri di sebelah kanan dari pertengahan

epigastrium. Rasa nyeri khas terjadi antara 90 menit sampai 3 jam setelah makan. Akibat

rasa nyeri ini, penderita sering terbangun pada malam hari. Rasa nyeri biasanya

menghilang dalam waktu beberapa menit setelah makan atau minum antasida. Hal ini

sesuai dengan pola: painfood- relief: nyeri timbul bila lambung kosong dan menghilang

setelah diberi makanan atau alkali.

3. Diagnosis

Nyeri di daerah epigastrium yang berkurang setelah diberi makanan atau antasida memberi

kesan ke arah tukak duodenum. Namun banyak penderita yang memperlihatkan

gejalagejala seperti ulkus, pada pemeriksaan radiografi dan endoskopi tidak terlihat tanda-

tanda adanya ulkus. Pemeriksaan barium meal saluran cerna bagian atas bermanfaat untuk

mcngidcntifikasi adanya tukak duodenum dan mcrupakan metode yang lazim untuk

menegakkan diagnosis. Pada pemcriksaan sinar X, tukak duodenum terlihat sebagai suatu

kawah yang terpisah (diskret) di bagian proksimal bulbus duodenum. Pada kasus-kasus

dengan deformitas yang berat, yang sering dijumpai pada pendcrita tukak duodenum kronis

berulang, dapat timbul kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi adanyanya ulkus(3).

Bagaimanapun, pemeriksaan endoskopi pada kasus ini mempunyai keuntungan-

keuntungan, yaitu:

23

Page 24: Skenario 1

1). Dapat mendeteksi tukak duodenum yang tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi dan

penderita dengan deformitas yang berat serta ulkus yang samar-samar

2). Dapat mengidentifikasi ulkus yang sangat kecil atau superfisial

3). Bila ada perdarahan, dapat ditentukan sumbernya

4). Padakasus dengan kecurigaan adanya keganasan dapat dilakukan biopsi

5). Brushing secara terarah dapat dikerjakan untuk pemeriksaan sitologi bila ada

kemungkinan keganasan.

4. Pengobatan

Tujuan utama pengobatan adalah :

1) Mengurangi rasa sakit

2) Menyembuhkan tukak

3) Mencegah residif dan komplikasi

Obat-obat spesifik yang dewasa ini tersedia dan dianjurkan dalam pengobatan tukak

duodenum adalah :

1) Antasida

Antasida yang ideal harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu: mampu menetralkan asam,

tidak diadsorbsi oleh saluran cerna, sedikit atau tidak mengandung natrium, dengan

pemberiandosis berulang dapat ditoleransi oleh penderita dan tidak menimbulkan efek

samping. Kalsium karbonat merupakan antasida yang kuat dan murah. Pada proses

penetralan asam, kalsium karbonat diubah menjadi kalsium klorida dalam lambung.

Kalsium karbonat dapat menyebabkan acid rebound, konstipasi, mual, muntah, perdarahan

saluran cerna dan disfungsi ginjal. Keadaan gawat sekali yang dapat terjadi akibat

pemberian kalsium karbonat adalah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis,

azotemia, terutama terjadi pada penggunaan yang kronik dari kalsium karbonat bersama

susu dan antasida lain (milk alkali syndrome ). Karena efek samping yang sangat

merugikan ini, kalsium karbonat tidak.dianjurkan untuk pengobatan ulkus peptikum.

Natrium bikarbonat dapat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi dan reaksi

kimianya sebagai berikut :

24

Page 25: Skenario 1

NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2

Karbondioksida yang terbentuk dalam lambung akan menimbulkan efek karminatif yang

menyebabkan sendawa. Dapat terjadidistensi lambung dan perforasi. Selain itu natrium

bikarbonat cenderung meneetuskan timbulnya alkalosis sistemik, sehingga

tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai antasida dalam pengobatan ulkus peptikum.

Aluminium hidroksida; reaksi yang terjadi di lambung adalah :

Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H20

Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya lebih panjang. Efck

samping yang utama adalah konstipasi. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan antasida

garam Mg. Gangguan absorbsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi

fosfat disertai osteomalasia. Magnesium hidroksida merupakan antasida yang kuat yang

menetralkan asam klorida dengan menghasilkan magnesium kloridadan air. Magnesium

hidroksida menyebabkan pelunakan tinja. Efek laksatif magnesium hidroksida dan efek

konstipasi aluminium hidroksida dapat diatasi dengan menggunakan preparat kombinasi

kedua antasida tersebut.

2) Antagonis reseptor H2

Simetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel.

Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada

pemberian simetidin atau ranitidin sckresi asam lambung dapat dihambat. Walaupun tidak

lengkap, simetidin dan ranitidin dapat menghambat sekresi asam lambung akibat

perangsangan muskarinik atau gastrin. Efek samping kedua obat ini kira-kira sama,

terutama nyeri kepala, mual, muntah dan reaksi-reaksi kulit. Simetidin dapat menimbulkan

ginekomastia, sedangkan ranitidin tidak karena tidak berefek antiadrogenik.

3) Obat-obat antikolinergik

Obat-obatan tikolinergik seperti sulfasatrofin, bekerja dengan menghambat efek asetilkolin

pada reseptor muskarinik. Obatobat ini menurunkan sekresi asam lambung, namun tidak

seefektif antagonis reseptor H2. Banyak penelitian membuktikan bahwa obat-obat

antikolinergik ini memperlambat penyembuhan atau memperberat gejala-gejala tukak

duodenum; oleh karena itu tidak dianjurkan untuk pengobatan tukak duodenum. Pirenzepin

25

Page 26: Skenario 1

merupakan derivat benzodiazepin yang memiliki khasiat antikolinergik yang lebih kurang

selektif. Reseptorreseptor muskarin di sel-sel lambung yang memegang peran pada sekresi

HCI dan pepsin dirintangi, sehingga produksinya dikurangi. Produksi lendir tidak

dikurangi. Pirenzepin mempunyai kemampuan menghambat sekresi asam lambung lebih

besar dibanding obat-obat antikolinergik yang lain. Selain itu pirenzepin memiliki daya

protektif, yaitu melindungi mukosa lambung terhadap HCI.

4) Obat pelapis mukosa (coating agent)

Yang termasuk jenis obat ini adalah sukralfat dan senyawa bismut koloid. Obat-obat ini

bekerja dengan cara meningkatkan produksi prostaglandin endogen dan meningkatkan

sekresi mukus, sehingga dapat meningkatkan daya sitoprotektif mukosa. Sukralfat juga

dapat membentuk suatu kompleks dengan protein dari dasar ulkus, yang melindunginya

terhadap HC1, pepsin dan empedu. Efek samping sukralfat adalah konstipasi. Senyawa

bismut koloid juga bekerja dengan membentuk suatu koagulan bismut-protein yang dapat

melindungi ulkus terhadap

proses digesti asam-pepsin

5) Prostaglandin

Berbagai prostaglandin, terutama prostaglandin E (PGE1dan PGE2) mempunyai sifat

selain sitoprotektif juga anti-sekretoris. Prostaglandin akan merangsang sekresi bikarbonat

dan memproduksi lendir dari mukosa gastro-duodenal, dan akan mcningkatkan aliran darah

di mukosa, serta memperbaharui sel epitel yang rusak. Pada dosis terapeutis yang diberikan

dapat mengurangi sekresi asam lambung baik basal maupun, setelah rangsangan. Efek

samping obat ini yaitu diare pada 10% penderita. Mengingat bahwa obat ini juga

mempengaruhi kontraksi uterus, maka merupakan kontraindikasi pada wanita hamil.

6) Diet

Berbagai macam diet dianjurkan dalam pengobatan tukak duodenum. Namun tidak ada

bukti bahwa bland diet (diet yang digunakan untuk menetralkan keasaman cairan lambung)

seperti susu, krim, gelatin, sup, nasi, mentega, telur, daging lunak, ikan, keju dan tapioka

26

Page 27: Skenario 1

cukup bermanfaat. Diet susu dan krim tidak memperlihatkan perbaikan tukak duodenum;

bahkan diet tersebut berkaitan dengan timbulnya milk-alkali syndrome.

Ulkus Gaster

Sekitar 55% tukak lambung terjadi pada laki-laki. Secara khas, tukak lambung dalam dan

meluas sampai di sebelah atas mukosa lambung. Hampir semua tukak lambung jinak

terletak di antrum, pada suatu zona tepat di sebelah distal dari sambungan mukosa antrum

dengan mukosa korpus ventrikuli yang mensekresi asam. Lokasi sambungan ini

bermacam-macam, terutama pada kurvatura minor lambung. Tukak lambung jarang terjadi

pada kurvatura mayor lambung. Tukak lambung hampir selalu disertai gastritis dan

berbagai atrofi mukosa yang mengenai antrum.

1. Etiologi dan patogenesis

Asam-pepsin tampaknya memegang peranan penting dalam patogenesis tukak lambung.

Sekitar 10% sampai 20% penderita tukak lambung juga menderita tukak duodenum.

Penderita dengan kedua jenis tukak tersebut mempunyai pola sekresi asam

seperti penderita tukak duodenum. Patogenesis tukak lambung dipengaruhi oleh banyak

faktor. Sebagian besar peneilitian menunjukkan bahwa resistensi mukosa

lambung dan/atau trauma mukosa lambung merupakan factor yang paling renting. Kadar

gastrin serum meningkat pada beberapa penderita tukak lambung, namun peningkatan ini

terbatas pada penderita hiposekresi asam lambung. Juga dijumpai keterlambatan

pengosongan lambung. Diperkirakan bahwa regurgitasi isi duodenum, terutama yang

mengandung empedu, dapat mencetuskan trauma mukosa lambung dan kemudian berlanjut

dengan ulserasi lambung.

2. Gambaran klinis

Seperti pada tukak duodenum, gejala yang paling sering dijumpai pada tukak lambung

adalah nyeri di daerah epigastrium. Rasa nyeri ini dapat menyerupai tukak duodenum,

namun beberapa penderita tukak lambung mengalami rasa nyeri yang tidak menghilang

dengan pemberian makanan dan bahkan dapat dicetuskan atau diperberat dengan

pemberian makanan. Tukak yang letaknya di kurvatura minor lambung bagian

27

Page 28: Skenario 1

atas dapat menimbulkan rasa nyeri dada depan. Kadang-kadang rasa nyeri ulkus peptikum

hanya dirasakan di punggung setinggiruas tulang punggung VIII – X, terutama pada tukak

yang mengalami penetrasi ke pankreas. Nausea dan muntah yang timbul pada tukak

duodenum hampir selalu menunjukkan adanya obstruksi saluran keluar dari lambung

(gastric outlet), sedangkan pada tukak lambung gejala ini dapat terjadi tanpa adanya

obstruksi mekanik.

3. Diagnosis

Riwayat penyakit dapat bermanfaat untuk memperkirakan adanya tukak lambung, namun

tidak begitu khas seperti tukak duodenum. Dua cara utama untuk menegakkan wkak

lambung adalah pemeriksaan barium meal dan endoskopi. Secara radiologis pada

tukak lambung ditemukan suatu kawah dari ulkus yang disebut niche. Bila ditemukan

gambaran tersebutperlu dibedakan antara jinak dan ganas. Bentuk tukak yang jinak

umumnya bulat atau oval dengan dinding yang teratur; sedangkan bentuk yang ganas

mempunyai tepi yang ireguler, dasar yang kasar ireguler, mukosa di sekitar tukak tidak

licin dengan lipatan mukosa yang seperti terpotong di jalan dan berbentuk seperti tabuh

genderang. Untuk memastikan diagnosis serta untuk membedakan antara bentuk jinak

dengan ganas, perlu dilakukan biopsi secara endoskopi. Pada tukak yang jinak, secara

mikroskopis di bawah tukak akan tampak lapisan eksudat inflamasi akut, sebelah

dalamnya terdapat lapisan nekrosis fibrinoid, jaringan granulasi dan jaringan parut. Tepi

tukak tampak edema yang berisi sel eritrosit dari sel inflamasi. Muskularis mukosa di

sekitar kawah ulkus biasanya menebal.

4. Pengobatan

Antasida efektif untuk pengobatan tukak lambung; karena hipersekresi asam lambung tidak

khas pada tukak lambung, maka diperlukan dosis antasida yang lebih kecil dibanding pada

tukak duodenum. Antagonis reseptor H2 dan sukralfat kira-kira sama efektifnya

dengan antasida untuk pengobatan tukak lambung. Dosis yang dianjurkan sama pada

penderita tukak duodenum. Beberapa ahli menganjurkan penggunaan obat antikolinergik

untuk pengobatan tukak lambung, tetapi obat tersebut mempunyai banyak efek samping,

28

Page 29: Skenario 1

cenderung menurunkan kecepatan pengosongan lambung yang telah terganggu; dan

kenyataannya penderita wkak lambung yang mendapatkan pengobatan

ini, proses kesembuhannya lebih lama. Oleh karena itu obat tersebut tampaknya tidak

dianjurkan untuk pengobatan tukak lambung. Karena salisilat berkaitan dengan timbulnya

tukak lambung, maka penderita dilarang untuk minum salisilat. Alkohol juga

sebaiknya dicegah, karena memberikan efek trauma terhadap mukosa lambung. Diet susu

dan krim tidak memperlihatkan manfaat yang bermakna dalam pengobatan tukak lambung.

Natrium karbenoksolon banyak digunakan untuk pengobatan tukak lambung di berbagai

negara. Obat ini dapat menurunkan gejala-gejala dan mempercepat penyembuhan tukak

lambung. Karbenoksolon tidak menurunkan sekresi asam lambung namun meningkatkan

sekresi dan viskositas mukus lambung serta meningkatkan daya hidup sel epitel mukosa

lambung: Sayangnya obat ini mempunyai efek seperti aldosteron, sehingga

dapatmenyebabkan retensi natrium dan air dan pengeluaran kalium. Obat ini belum beredar

di Indonesia.

2. Terapi Infeksi Helicobacter pylori

Jika terdapat infeksi H.pylori, pada saat ini indiikasi yang telah disetujui secara universal

untuk melakukan eradikasi yang ada hubungannya dengan tukak peptik. Dan yang

berhubungan dengan low grade B cell lymphoma. Eradikasi dilakukan dengan kombinasi

antara berbagi antibiotik dan proton pump inhibitor (PPI). Antibiotika yang dianjurkan

adalah klaritomisin, amoksisilin, metronidazol, dan tetrasiklin. Bila PPI dan kombinasi

dua antibiotika gagal dianjurkan menambahkan bismuth subsalisilat/subsitral.

3. Semua masalah ulkus peptik dan gastritis diperbolehkan rawat jalan dengan catatan

pasien melakukan semua yang disarankan dokter dan mengikuti terapi medikamentosa.

Namun jika ada tanda-tanda komplikasi maka diharuskan pasien melakukan rawat inap.

Komplikasi diantaranya :

1. Tanda-tanda perdarahan saluran cerna

2. Adanya penetrasi/perforasi

3. Adanya stenosis pylorik

29

Page 30: Skenario 1

Indikasi rujik, apabila penanganan yang dilakukan mengalami kegagalan atau terjadi

perburukan klinis.

30

Page 31: Skenario 1

KESIMPULAN

1. Ny.Marzuki mengalami sindrome dyspepsia yg merupakan menisfestasi klinis dr suatu

pnykit saluran cerna : Gastritis, ulkus peptikum, GERD

2. Penyebab utama penyakit Ny.Marzuki dikarenakan terjadinya peningkatan as.lambung yg

diakibatkan beberapa faktor misalnya infeksi H.pylori, stress, Trauma, konsumsi alkohol

dan obat-obatan yg bersifat iritan bagi saluran cerna

3. Pemeriksaan dpt berupa endoskopi, analisis darah samar, radiologi, UBT (Jika etiologi

H.Pylori)

4. Pengobatan yg dpt diberikan jk sudah terjd ulkus: Ranitidin, omenazole, antasida,

sukralfat, antibiotik (Amoxicilin/metronidazole)

31

Page 32: Skenario 1

DAFTAR PUSTAKA

• Buku ajar IPD UI edisi V

• Farmakologi ulasan bergambar, edisi 2. widya medika

• G.Katzung, Betram. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. EGC

• Jawetz. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC

• Repisatory FK USU 2010

• medicaNet.com

32