Sepsis Print
Embed Size (px)
description
Transcript of Sepsis Print

TUGAS
Sepsis
Disusun oleh:
Fadia Nadila, S.Ked
Perseptor:
dr. Ronald David Maratua, Sp. Pd
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT AHMAD YANI
METRO
2015

Sepsis
Definisi
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh
yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan
panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan
gangguan sirkulasi darah.
Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:
Hyperthermia/hypothermia (>38°C; <35,6°C)
Tachypneu (respiratory rate >20/menit)
Tachycardia (pulse >100/menit)
>10% cell immature
Suspected infection
Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); Creactive Protein (CrP).
Derajat Sepsis
1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan .2 gejala
sebagai berikut:
a) Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
b) Takipnea (resp >20/menit)
c) Tachycardia (nadi >100/menit)
d) Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e) >10% cell imature
2. Sepsis : Infeksi disertai SIRS
3. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria bahkan
anuria.
4. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg
atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg).

5. Syok septik
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi
yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan
disertai hipoperfusi jaringan.
Tabel 1. Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis
Etiologi
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik
dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau
hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang
berasal dari infeksi lokal.
Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara lain
karena pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat
sitotoksik dan imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive
seperti kateter intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat
Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis
Sindroma sepsis Syok Sepsis
Takipneu, respirasi 20x/m
Takikardi 90x/m
Hipertermi 38 C
Hipotermi 35,6 C
Hipoksemia
Peningkatan laktat plasma
Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1
jam
Sindroma sepsis ditambah dengan
gejala:
Hipotensi 90 mmHg
Tensi menurun sampai 40 mmHg
dari
baseline dalam waktu 1 jam
Membaik dengan pemberian cairan
danpenyakit shock hipovolemik,
infark
miokard dan emboli pulmonal sudah
disingkirkan

hidup lama, serta meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten
terhadap antibiotik.
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negative dengan presentase 60-
70% kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun
yang terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi.
Gambar 1. Etiologi Sepsis
Tabel 2. Mikroorganisme yang sering menyebabkan sepsis.

Sistem pendekatan sepsis dikembangkan dengan menjabarkan menjadi dasar
predisposisi, penyakit penyebab, respons tubuh dan disfungsi organ atau disingkat
menjadi PIRO (predisposing factors, insult, response and organ dysfunction).
Gambar 2. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada sepsis
Tabel 3. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada
sepsis

Patogenesis
Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang berat. Hal ini
dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan berlangsung terus menerus
dengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena proses ini menggambarkan
penyebaran infeksi melalui pembuluh darah dan dikatakan peradangan karena semua
tanda respon sepsis adalah perluasan dari peradangan biasa.
Ketika jaringan terinfeksi, terjadi stimulasi perlepasan mediator-mediator inflamasi
termasuk diantaranya sitokin. Sitokin terbagi dalam proinflamasi dan antiinflamasi.
Sitokin yang termasuk proinflamasi seperti TNF, IL-1,interferon γ yang bekerja
membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi.
Sedangkan sitokin antiinflamasi yaitu IL-1-reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10
yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang
berlebihan. Keseimbangan dari kedua respon ini bertujuan untuk melindungi dan
memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi proses penyembuhan. Namun ketika
keseimbangan ini hilang maka respon proinflamasi akan meluas menjadi respon
sistemik. Respon sistemik ini meliputi kerusakan endothelial, disfungsi
mikrovaskuler dan kerusakan jaringan akibat gangguan oksigenasi dan kerusakan
organ akibat gangguan sirkulasi. Sedangkan konskuensi dari kelebihan respon
antiinfalmasi adalah alergi dan immunosupressan. Kedua proses ini dapat
mengganggu satu sama lain sehingga menciptakan kondisi ketidak harmonisan
imunologi yang merusak.

Gambar 3. Ketidakseimbangan homeostasis pada sepsis
Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. Ketika bakteri gram
negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan endotoksin dengan
lipopolisakarida (LPS) yang secara langsung dapat mengikat antibodi dalam serum
darah penderita sehingga membentuk lipo-polisakarida antibody (LPSab). LPSab
yang beredar didalam darah akan bereaksi dengan perantara reseptor CD 14+ dan
akan bereaksi dengan makrofag dan mengekspresikan imunomodulator.
Jika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus atau parasit. Mereka dapat
berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang
berperan sebagai antigen processing cell yang kemudian ditampilkan sebagai APC
(Antigen Presenting Cell). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang
berasal dari MHC (Major Histocompatibility Complex). Antigen yang bermuatan
MHC akan berikatan dengan CD 4+ (Limfosit Th1 dan Limfosit Th2) dengan
perantara T-cell Reseptor.
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1 yang berfungsi sebagai immodulator
akan mengeluarkan IFN-γ, IL2 dan M-CSF (Macrophage Colony Stimulating
Factor), sedangkan Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IFN-g, IFN
1β dan TNF α yang merupakan sitokin proinflamantori. IL-1β yang merupakan

sebagai imuno regulator utama juga memiliki efek pada sel endothelial termasuk
didalamnya terjadi pembentukkan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi
intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang menyebabkan neutrofil
tersensitisasi oleh GM-CSF mudah mengadakan adhesi.10 Neutrofil yang beradhesi
akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis sehingga endotel
akan terbuka dan menyebabkan kebocoran kapiler. Neutrofil juga membawa
superoksidan yang termasuk kedalam radikal bebas (nitrat oksida) sehingga
mempengaruhi oksigenisasi pada mitokondria sehingga endotel menjadi nekrosis dan
terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah. Adanya kerusakan endotel pembuluh
darah menyebabkan gangguan vaskuler dan hipoperfusi jaringan sehingga terjadi
kerusakan organ multipel.
Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-α, IL-8, IL-6
menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah terjadi reperfusi pada
jaringan iskemik, terbentuklah ROS (Spesifik Oksigen Reaktif) sebagai hasil
metabolisme xantin dan hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme asam
amino yang turut menyebabkan kerusakan jaringan. ROS penting artinya bagi
kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh
bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah, Namun bila dihasilkan
melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang isi
sel itu sendiri sehingga menambah kerusakan jaringan dan bisa menjadi disfungsi
organ multipel yang meliputi disfungsi neurologi, kardiovaskuler, respirasi, hati,
ginjal dan hematologi.

Gambar 4. Patogenesis sepsis

Gambar 5. Pengaktifan komplemen dan sitoki pada sepsis
Patofisologi
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada
bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di
dalam plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang
disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS
masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum
seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS
akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14.1,2 Kompleks
CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor
kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi
yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14
terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).

Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid
(LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif
menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan
komponen dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan
molekul MHC kelas II dari antigen presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T,
kemudian akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin
proinflamasi yang berlebih.
Peran S itokin pada S epsis
Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan
invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi
yang berlebih, yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi
netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade
protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen
dan nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator
antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut,
inhibitor proteinase dan berbagai hormon.
Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting
adalah TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai
antiinflamasi. Pengaruh TNF-α dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas
endotel meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga
meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-
CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2,
pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan mediator
primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2
(PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif
seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan
serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem

komplemen. Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi,
tetapi pada sepsis berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi.
Peran K omplemen pada S epsis
Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi
respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi
dari sirkulasi. Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur
alternatif, selain jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a,
C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons
inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi pembentukan radikal
oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan ekspresi
faktor jaringan.
Peran NO pada S epsis
NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular.
Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan
hemodinamik berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi
karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi
dan menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan
dengan renjatan septik yang tidak responsif dengan vasopresor.
Peran N etrofil pada S epsis
Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan
pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi
umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun. Netrofil
seperti pedang bermata dua pada sepsis. Walaupun netrofil penting dalam
mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh
netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ.Terdapat 2 studi klinis
yang menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah komplikasi

sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada
pasien dengan sepsis juga tidak efektif.
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.Selain itu,
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena
vasodilatasi perifer meyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan
peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskular ke
interstisial yang terlihat sebagai edema.
Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi
jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena
toksin kuman.
Berlanjutnya proses inflamasi yang maladaptive akan menhyebabkan gangguan
fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple
(MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan (injury) pada tingkat seluler
(termasuk disfungsi endotel), gangguan perfusi ke organ/jaringan sebagai akibat
hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang ikut
berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant
substance), malnutrisi kalori-protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada
eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan.
Gejala Klinik
1. Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan
kering.
2. Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi
keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi,
dan ekstremitas hangat.

3. Disertai tanda-tanda sepsis.
4. Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari,
perubahan status mental.
Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik,
takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis
(tersangka sepsis).
Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka
sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia,
trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED
meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).
Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok
(nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan
penurunan tekanan darah).
Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok
hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam,
tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis
dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala
takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang
melebar.Perubahan hemodinamik
Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik
relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan).
Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga
apabila volume intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis
berat kemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung
intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu.

Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan
volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika
pada sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan
meningkatnya aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status
hipodinamik (vasokonstriksi dan aliran darah berkurang).
Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi
oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga
kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2
(pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septic
dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.
Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia,
mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia
jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen).
Diagnosis
Diagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk
menilai pasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea,
takikardia dengan keadaan hiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur,
dan perubahan keadaan mental. Keadaan seperti ini penting di perhatikan pada seperti
pada wanita – wanita dengan resiko tinggi seperti pyelonefritis, korioamnionitis,
endometritis, abortus septik, atau telah menjalani prosudur operasi emergensi.
Diagnosa dan penanganan awal ini sangat menentukan keberhasilan hidup pasien.
Tanda yang tampak tergantung dari fase syok septik dan tipe kerusakan organ yang
terjadi, tetapi hipotensi selalu ditemukan. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan
temperatur dan lekosit dengan pergeseran ke kiri, tetapi pada beberapa pasien terjadi
penurunan temperatur dan kadar leukosit dibawah normal. Sebagai akibat dari
keadaan hiperdinamik jantung, terjadi gejala gejala pada jantung seperti iskemia,

gagal jantung kiri, atau aritmia. Konsekuansi klinik dari DIC adalah perdarahan,
trombosis dan hemolisis mikroangiopati. Karena pada syok sepsis potensi terjadinya
disfungsi ginjal dan hipovulemia, manifestasi klinik dapat berupa oligouria,
hematuria dan proteinuria.
Dalam hal membantu menegakkan diagnosa sepsis atau syok septik, selain melalui
pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan rongen dan kultur. Dua kuman yang
sangat virulen dengan angka mortalitas yang tinggi adalah Streptokokus pyogens
( group A streptokokus ) dan Clostridium Sordeli.

Sepsis menurut Society of Critical Care Medicine
Tabel 4. Sepsis menurut Society of Critical Care Medicine

Data laboratorium yang merupakan indikator pada sepsis
Tabel 5. Data laboratorium yang merupakan indikator pada sepsis

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencangkup stabilisasi pasien langsung
(perbaikan hemodinamik), pemberian antibiotik, pengobatan fokus infeksi dan
resusitasi serta terapi suportif apabila telah terjadi disfungsi organ. Perbaikan
hemodinamik harus segera dilakukan seperti airway, breathing circulation. Tiga
kategori untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis, yaitu :
Terapi cairan
Karena sepsis dapat menyebabkan syok disertai demam, venadilatasi dan diffuse
capillary leackage inadequate preload sehingga terapi cairan merupakan tindakan
utama
Terapi vasopresor
Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan perfusi organ
tidak adekuat) dapat diberikan vasopresor potensial seperti norepinefrin, dopamine,
epinefrin dan phenylephrine
Terapi inotropik
Bila resusitasi cairan adekuat tetapi kontraktilitas miokard masih mengalami
gangguan dimana kebanyakan pasien akan mengalami cardiac output yang turun
sehingga diperlukan inotropik seperti dobutamin, dopamine dan epinefrin.
Antibiotik
Sesuai jenis kuman atau tergantung suspek tempak infeksinya


Tabel 6. Antibiotik berdasarkan sumber infeksi (Sepsis Bundle: Antibiotic
Selection Clinical Pathway from the Nebraska Medical Centre)
Fokus infeksi awal harus diobati
Hilangkan benda asing yang menjadi sumber infeksi. Angkat organ yang terinfeksi,
hilangkan atau potong jaringan yang menjadi gangrene, bila perlu dokonsultasikan ke
bidang terkait seperti spesialis bedah, THT dll.

Terapi suportif, mencangkup :
Pemberian elektrolit dan nutrisi
Terapi suportif untuk koreksi fungsi ginjal
Koreksi albumin apabila terjadi hipoalbumin
Regulasi ketat gula darah
Heparin sesuai indikasi
Proteksi mukosa lambung dengan AH-2 atau PPI
Transfuse komponen darah bila diperlukan
Kortikosteroid dosis rendah (masih kontroversial)
Recombinant Human Activted Protein C, merupakan antikoagulan yang
menurut hasil uji klinis Phase III menunjukkan drotrecogin alfa yang dapat
menurunkan resiko relative kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ
akut yang terkait sebesar 19,4% yang dikenal dengan nama zovant.
Komplikasi
MODS (disfungsi organ multipel)
Penyebab kerusakan multipel organ disebabkan karena adanya gangguan
perfusi jaringan yang mengalami hipoksia sehingga terjadi nekrosis dan
gangguan fungsi ginjal dimana pembuluh darah memiliki andil yang cukup
besar dalam pathogenesis ini.

Gambar 6. Sepsis menyebabkan MODS
MODS karena sepsis

KID (Koagulasi Intravaskular Diseminata)
Patogenesis sepsis menyebabkan koagulasi intravaskuler diseminata
disebabkan oleh faktor komplemen yang berperan penting seperti yang sudah
dijelaskan pada patogenesis sepsis diatas.
Disungsi hati dan jantung, neurologi
ARDS
Kerusakan endotel pada sirkulasi paru menyebabkan gangguan pada aliran
darah kapiler dan perubahan permebilitas kapiler, yang dapat mengakibatkan
edema interstitial dan alveolar. Neutrofil yang terperangkap dalam
mirosirkulasi paru menyebabkan kerusakan pada membran kapiler alveoli.
Edema pulmonal akan mengakibatkan suatu hipoxia arteri sehingga akhirnya
akan menyebabkan Acute Respiratory Distress Syndrome.
Gambar 7. Patofisiologi sepsis menyebabkan ARDS

Gastrointestinal
Pada pasien sepsis di mana pasien dalam keadaan tidak sadar dan terpasang
intubasi dan tidak dapat makan, maka bakteri akan berkembang dalam saluran
pencernaan dan mungkin juga dapat menyebabkan suatu pneumonia
nosokomial akibat aspirasi. Abnormalitas sirkulasi pada sepsis dapat
menyebabkan penekanan pada barier normal dari usus, yang akan
menyebabkan bakteri dalam usus translokasi ke dalam sirukulasi (mungkin
lewat saluran limfe).
Gagal ginjal akut
Pada hipoksia/iskemi di ginjal terjadi kerusakan epitel tubulus ginjal. vaskular
dan sel endotel ginjal sehingga memicu terjadinya proses inflamasi yang
menyebabkan gangguan fungsi organ ginjal.

Syok septik
o Sepsis dengan hipotensi dan gangguan perfusi menetap walaupun telah
dilakukan terapi cairan yang adekuat karena maldistribusi aliran darah
karena adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang
bersirkulasi secara efektif tidak memadai untuk perfusi jaringan sehingga
terjadi hipovelemia relatif.
o Hipotensi disebabkan karena Endotoksin dan sitokin (khususnya IL-1,
IFN-γ, dan TNF-α) menyebabkan aktivasi reseptor endotel yang
menginduksi influx kalsium ke dalam sitoplasma sel endotel, kemudian
berinteraksi dengan kalmodulin membentuk NO dan melepaskan
Endothelium Derived Hyperpolarizing Factor (EDHF) yang meyebabkan
Gambar 8. Patogenesis sepsis menyebabkan gagal ginjal akut

hiperpolarisasi, relaksasi dan vasodilatasi otot polos yang diduga
menyebabkan hipotensi.
Algoritma Penatalaksanaan Resusitasi Dan Sepsis


Daftar Pustaka
1. Martin GS, Mannino DM, Eaton S, Moss M. The epidemiology of sepsis in
the United States from 1979 through 2000. N Engl J Med 2003;348:1546-54.
2. Angus DC, Linde-Zwirble WT, Lidicker J, Clermont G, Carcillo J, Pinsky MR.
Epidemiology of severe sepsis in the United States: analysis of incidence,
outcome, and associated costs of care. Crit Care Med 2001;29:1303-10.
3. Bone RC, Balk RA, Cerra FB, et al. Definitions for sepsis and organ failure
and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. The ACCP/SCCM
Consensus Conference Committee. American College of Chest
Physicians/Society of Critical Care Medicine. Chest 1992;101:1644-55.
4. Bone RC, Sibbald WJ, Sprung CL. The ACCP-SCCM consensus conference on
sepsis and organ failure. Chest 1992;101:1481-3.
5. Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al. 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS
International Sepsis Definitions Conference. Intensive Care Med 2003;29:530-
8.
6. Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al. 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS
International Sepsis Definitions Conference. Crit Care Med 2003;31:1250-6.
7. Vincent JL, Abraham E. The last 100 years of sepsis. Am J Respir Crit Care
Med 2006;173:256-63.
8. Esper AM, Martin GS. Extending international sepsis epidemiology: the

impact of organ dysfunction. Crit Care 2009;13:120.
9. Silva E, Passos Rda H, Ferri MB, de Figueiredo LF. Sepsis: from bench to
bedside. Clinics (Sao Paulo) 2008;63:109-20.
10. Remick DG. Pathophysiology of sepsis. Am J Pathol 2007;170:1435-44.
11. Rudiger A, Stotz M, Singer M. Cellular processes in sepsis. Swiss Med Wkly
2008;138:629-34.
12. Adrie C, Pinsky MR. The inflammatory balance in human sepsis. Intensive
Care Med 2000;26:364-75.
13. Rittirsch D, Flierl MA, Ward PA. Harmful molecular mechanisms in sepsis.
Nat Rev Immunol 2008;8:776-87.
14. Wesche DE, Lomas-Neira JL, Perl M, Chung CS, Ayala A. Leukocyte
apoptosis and its significance in sepsis and shock. J Leukoc Biol 2005;78:325-
37.
15. Bone RC. Sepsis and coagulation. An important link. Chest 1992;101:594-6.
16. Zeerleder S, Hack CE, Wuillemin WA. Disseminated intravascular
coagulation in sepsis. Chest 2005;128:2864-75.
17. Bone RC. Immunologic dissonance: a continuing evolution in our
understanding of the systemic inflammatory response syndrome (SIRS) and
the multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Ann Intern Med
1996;125:680-7.

18. Bone RC, Grodzin CJ, Balk RA. Sepsis: a new hypothesis for pathogenesis
of the disease process. Chest 1997;112:235-43.
19. Nystrom PO. The systemic inflammatory response syndrome: definitions
and aetiology. J Antimicrob Chemother 1998;41 Suppl A:1-7.
20. Ward NS, Casserly B, Ayala A. The compensatory anti-inflammatory response
syndrome (CARS) in critically ill patients. Clin Chest Med 2008;29:617-25,
viii.
21. Ward PA, Lentsch AB. The acute inflammatory response and its regulation.
Arch Surg 1999;134:666-9.
22. Aird WC. The role of the endothelium in severe sepsis and multiple organ
dysfunction syndrome. Blood 2003;101:3765-77.
23. Elbers PW, Ince C. Mechanisms of critical illness--classifying
microcirculatory flow abnormalities in distributive shock. Crit Care
2006;10:221.
24. Ramalho FS, Fernandez-Monteiro I, Rosello-Catafau J, Peralta C. Hepatic
microcirculatory failure. Acta Cir Bras 2006;21 Suppl 1:48-53.
25. Spapen H. Liver perfusion in sepsis, septic shock, and multiorgan
failure. Anat Rec (Hoboken) 2008;291:714-20.
26. Merx MW, Weber C. Sepsis and the heart. Circulation 2007;116:793-802.
27. Young JD. The heart and circulation in severe sepsis. Br J Anaesth
2004;93:114-20.

28. Balk RA. Optimum treatment of severe sepsis and septic shock:
evidence in support of the recommendations. Dis Mon 2004;50:168-213.
29. Brower RG, Ware LB, Berthiaume Y, Matthay MA. Treatment of ARDS. Chest
2001;120:1347-67.
30. Dettenmeier P, Swindell B, Stroud M, Arkins N, Howard A. Role of
activated protein C in the pathophysiology of severe sepsis. Am J Crit Care
2003;12:518-24; quiz 25-6.
31. Langenberg C, Bellomo R, May C, Wan L, Egi M, Morgera S. Renal
blood flow in sepsis. Crit Care 2005;9:R363-74.
32. Ronco C, Kellum JA, Bellomo R, House AA. Potential interventions in
sepsis-related acute kidney injury Clin J Am Soc Nephrol 2008;3:531-44.
33. Wheeler AP. Recent developments in the diagnosis and management
of severe sepsis. Chest 2007;132:1967-76.
34. Ventetuolo CE, Levy MM. Sepsis: a clinical update. Clin J Am Soc Nephrol
2008;3:571-7.
35. Ferreira FL, Bota DP, Bross A, Melot C, Vincent JL. Serial evaluation of the
SOFA score to predict outcome in critically ill patients. JAMA 2001;286:1754-
8
36. Minne L, Abu-Hanna A, de Jonge E. Evaluation of SOFA-based models for
predicting mortality in the ICU: Asystematic review. Crit Care 2008;12:R161.

0