Rederat Sepsis

27
 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Se psis merupaka n res pons sis temik terhadap infeksi di mana  pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga te rjadi aktivitas proses inflamasi. (infeksi dan inflamasi). Sepsis adalah penyebab tersering di perawatan pasien di unit perawatan intensif. Sepsis hampir diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Insidennya di perkira ka n seki tar 5!"5 kasus di antara 1. populasi dengan  peningkatan sebesar "# tiap tahunnya. Syok akibat sepsis merupakan  penyebab kematian te rsering di unit pelayanan intensif di $merika Serika t ($S) % seta ra de ng an angk a ke ma ti an yang di seba bk ab ol eh in fark miokardial dan jauh lebih tinggi dari kematian oleh karena $I&S dan kanker payudara.. Sep sis dap at men gen ai ber bag ai kel omp ok umur% pad a dewasa% sepsis umumnya terdapat pada orang yang mengalami immun ocomp romised ya ng dis eba bka n kar ena ada nya penya kit kronik maupun infeksi lainnya. Se ps is di ba gi da lam de ra jat Systemi c Infla mmato ry Respo nse Syndrome (SIRS)% sepsis% sepsis berat% sepsis dengan hipotensi% dan syok septik. Infeksi dapat disebabkan oleh virus% bakteri% fungi atau riketsia. 'espon sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang  beredar dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal. Sep sis mer upa kan pro ses inf eks i dan infl ama si yan g komple ks di mulai dengan ran gsangan endo at au eksotoksin terhadap sistem imunologi% sehingga terjadi aktivasi makrofag% sekresi berbagai sitokin dan mediator% aktivasi komplemen dan netrofil% sehingga terjadi disfungsi dan ke rusaka n endo tel% akti va si si stem ko agul asi da n tr ombo si t ya ng menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsikegagalan organ multipel. 1

description

REFRAT KOAS

Transcript of Rederat Sepsis

BAB IPENDAHULUAN

I. Latar BelakangSepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. (infeksi dan inflamasi). Sepsis adalah penyebab tersering di perawatan pasien di unit perawatan intensif. Sepsis hampir diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Insidennya diperkirakan sekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi dengan peningkatan sebesar 9% tiap tahunnya. Syok akibat sepsis merupakan penyebab kematian tersering di unit pelayanan intensif di Amerika Serikat (AS), setara dengan angka kematian yang disebabkab oleh infark miokardial dan jauh lebih tinggi dari kematian oleh karena AIDS dan kanker payudara..Sepsis dapat mengenai berbagai kelompok umur, pada dewasa, sepsis umumnya terdapat pada orang yang mengalami immunocompromised yang disebabkan karena adanya penyakit kronik maupun infeksi lainnya.Sepsis dibagi dalam derajat Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, sepsis dengan hipotensi, dan syok septik. Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal. Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiSepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan: Hyperthermia/hypothermia (>38C; 20/menit) Tachycardia (pulse >100/menit) >10% cell immature Suspected infectionBiomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); Creactive Protein (CrP).a. Derajat Sepsisa. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan .2 gejala sebagai berikut:i. Hyperthermia/hypothermia (>38,3C; 20/menit)iii. Tachycardia (nadi >100/menit)iv. Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia 10% cell imatureb. Sepsis : Infeksi disertai SIRSc. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria bahkan anuria.d. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik 40 mmHg).e. Syok septikSyok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan.

B. EpidemiologiDalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram negatif di AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat antara 300.000-500.000 kasus pertahun. Shock akibat sepsis terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden shock sepsis ini tak diketahui namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan cukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati, alkoholisme, leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisi parenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. Di AS syok sepsis adalah penyebab kematian yang sering di ruang ICU.

C. EtiologiInfeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal.Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara lain karena pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat sitotoksik dan imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive seperti kateter intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotik.

Sistem pendekatan sepsis dikembangkan dengan menjabarkan menjadi dasar predisposisi, penyakit penyebab, respons tubuh dan disfungsi organ atau disingkat menjadi PIRO (predisposing factors, insult, response and organ dysfunction)

D. PatofisiologiSepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang berat. Hal ini dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan berlangsung terus menerus dengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena proses ini menggambarkan penyebaran infeksi melalui pembuluh darah dan dikatakan peradangan karena semua tanda respon sepsis adalah perluasan dari peradangan biasa. Ketika jaringan terinfeksi, terjadi stimulasi perlepasan mediator-mediator inflamasi termasuk diantaranya sitokin. Sitokin terbagi dalam proinflamasi dan antiinflamasi. Sitokin yang termasuk proinflamasi seperti TNF, IL-1,interferon yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Sedangkan sitokin antiinflamasi yaitu IL-1-reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Keseimbangan dari kedua respon ini bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi proses penyembuhan. Namun ketika keseimbangan ini hilang maka respon proinflamasi akan meluas menjadi respon sistemik. Respon sistemik ini meliputi kerusakan endothelial, disfungsi mikrovaskuler dan kerusakan jaringan akibat gangguan oksigenasi dan kerusakan organ akibat gangguan sirkulasi. Sedangkan konskuensi dari kelebihan respon antiinfalmasi adalah alergi dan immunosupressan. Kedua proses ini dapat mengganggu satu sama lain sehingga menciptakan kondisi ketidak harmonisan imunologi yang merusak.

Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. Ketika bakteri gram negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan endotoksin dengan lipopolisakarida (LPS) yang secara langsung dapat mengikat antibodi dalam serum darah penderita sehingga membentuk lipo-polisakarida antibody (LPSab). LPSab yang beredar didalam darah akan bereaksi dengan perantara reseptor CD 14+ dan akan bereaksi dengan makrofag dan mengekspresikan imunomodulator.Jika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus atau parasit. Mereka dapat berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing cell yang kemudian ditampilkan sebagai APC (Antigen Presenting Cell). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari MHC (Major Histocompatibility Complex). Antigen yang bermuatan MHC akan berikatan dengan CD 4+ (Limfosit Th1 dan Limfosit Th2) dengan perantara T-cell Reseptor. Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1 yang berfungsi sebagai immodulator akan mengeluarkan IFN-, IL2 dan M-CSF (Macrophage Colony Stimulating Factor), sedangkan Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IFN-g, IFN 1 dan TNF yang merupakan sitokin proinflamantori. IL-1 yang merupakan sebagai imuno regulator utama juga memiliki efek pada sel endothelial termasuk didalamnya terjadi pembentukkan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang menyebabkan neutrofil tersensitisasi oleh GM-CSF mudah mengadakan adhesi.10 Neutrofil yang beradhesi akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis sehingga endotel akan terbuka dan menyebabkan kebocoran kapiler. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk kedalam radikal bebas (nitrat oksida) sehingga mempengaruhi oksigenisasi pada mitokondria sehingga endotel menjadi nekrosis dan terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah. Adanya kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan gangguan vaskuler dan hipoperfusi jaringan sehingga terjadi kerusakan organ multipel. Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-, IL-8, IL-6 menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah terjadi reperfusi pada jaringan iskemik, terbentuklah ROS (Spesifik Oksigen Reaktif) sebagai hasil metabolisme xantin dan hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme asam amino yang turut menyebabkan kerusakan jaringan. ROS penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah, Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang isi sel itu sendiri sehingga menambah kerusakan jaringan dan bisa menjadi disfungsi organ multipel yang meliputi disfungsi neurologi, kardiovaskuler, respirasi, hati, ginjal dan hematologi.

HUBUNGAN INFLAMASI DENGAN KOAGULASISepsis akan mengaktifkan Tissue Factor yang memproduksi trombin yang merupakan suatu substansi proinflamasi. Trombin akhirnya menghasilkan suatu gumpalan fibrin di dalam mikrovaskular. Sepsis selain mengaktifkan tissue factor, dia juga menggangu proses fibrinolisis melalui pengaktifan IL-1 dan TNF dan memproduksi suatu plasminogen activator inhibitor-1 yang kuat mengahambat fibrinolisis. Sitokin proinflamasi juga mengaktifkan activated protein C (APC) dan antitrombin. Protein C sebenarnya bersirkulasi sebagai zimogen yang inaktif tetapi karena adanya thrombin dan trombomodulin, dia berubah menjadi enzyme-activated protein C. Sedangkan APC dan kofaktor protein S mematikan produksi trombin dengan menghancurkan kaskade faktor Va dan VIIIa sehingga tidak terjadi suatu koagulasi. APC juga menghambat kerja plasminogen activator inhibitor-1 yang menghambat pembentukkan plasminogen menjadi plasmin yang sangat penting dalam mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Semua proses ini menyebabkan kelainan faktor koagulasi yang bermanisfestasi perdarahan yang dikenal dengan koagulasi intravaskular diseminata yang merupakan salah satu kegawatan dari sepsis yang mengancam jiwa.

E. Gejala Klinika. Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering.b. Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas hangat.c. Disertai tanda-tanda sepsis.d. Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan status mental.Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik, takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis (tersangka sepsis).Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan tekanan darah).Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.

Perubahan hemodinamikTanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu.Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik (vasokonstriksi dan aliran darah berkurang). Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2 (pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septic dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia, mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen).

F. DiagnosisDiagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk menilai pasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea, takikardia dengan keadaan hiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur, dan perubahan keadaan mental. Keadaan seperti ini penting di perhatikan pada seperti pada wanita wanita dengan resiko tinggi seperti pyelonefritis, korioamnionitis, endometritis, abortus septik, atau telah menjalani prosudur operasi emergensi. Diagnosa dan penanganan awal ini sangat menentukan keberhasilan hidup pasien.Tanda yang tampak tergantung dari fase syok septik dan tipe kerusakan organ yang terjadi, tetapi hipotensi selalu ditemukan. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan temperatur dan lekosit dengan pergeseran ke kiri, tetapi pada beberapa pasien terjadi penurunan temperatur dan kadar leukosit dibawah normal. Sebagai akibat dari keadaan hiperdinamik jantung, terjadi gejala gejala pada jantung seperti iskemia, gagal jantung kiri, atau aritmia. Konsekuansi klinik dari DIC adalah perdarahan, trombosis dan hemolisis mikroangiopati. Karena pada syok sepsis potensi terjadinya disfungsi ginjal dan hipovulemia, manifestasi klinik dapat berupa oligouria, hematuria dan proteinuria.Dalam hal membantu menegakkan diagnosa sepsis atau syok septik, selain melalui pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan rongen dan kultur. Dua kuman yang sangat virulen dengan angka mortalitas yang tinggi adalah Streptokokus pyogens ( group A streptokokus ) dan Clostridium Sordeli.

G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencangkup stabilisasi pasien langsung (perbaikan hemodinamik), pemberian antibiotik, pengobatan fokus infeksi dan resusitasi serta terapi suportif apabila telah terjadi disfungsi organ. a. Perbaikan hemodinamik harus segera dilakukan seperti airway, breathing circulation. 3 kategori untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis, yaitu : Terapi cairan a. Karena sepsis dapat menyebabkan syok disertai demam, venadilatasi dan diffuse capillary leackage inadequate preload sehingga terapi cairan merupakan tindakan utama Terapi vasopresor a. Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan perfusi organ tidak adekuat) dapat diberikan vasopresor potensial seperti norepinefrin, dopamine, epinefrin dan phenylephrine Terapi inotropik a. Bila resusitasi cairan adekuat tetapi kontraktilitas miokard masih mengalami gangguan dimana kebanyakan pasien akan mengalami cardiac output yang turun sehingga diperlukan inotropik seperti dobutamin, dopamine dan epinefrin. b. Antibiotik Sesuai jenis kuman atau tergantung suspek tempak infeksinya

c. Fokus infeksi awal harus diobati Hilangkan benda asing yang menjadi sumber infeksi. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang menjadi gangrene, bila perlu dokonsultasikan ke bidang terkait seperti spesialis bedah, THT dll. d. Terapi suportif, mencangkup : Pemberian elektrolit dan nutrisi Terapi suportif untuk koreksi fungsi ginjal Koreksi albumin apabila terjadi hipoalbumin Regulasi ketat gula darah Heparin sesuai indikasi Proteksi mukosa lambung dengan AH-2 atau PPI Transfuse komponen darah bila diperlukan Kortikosteroid dosis rendah (masih kontroversial) Recombinant Human Activted Protein C :Merupakan antikoagulan yang menurut hasil uji klinis Phase III menunjukkan drotrecogin alfa yang dapat menurunkan resiko relative kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ akut yang terkait sebesar 19,4% yang dikenal dengan nama zovant.ALGORITMA PENATALAKSANAAN RESUSITASI DAN SEPSIS

H. Komplikasi1. MODS (disfungsi organ multipel)Penyebab kerusakan multipel organ disebabkan karena adanya gangguan perfusi jaringan yang mengalami hipoksia sehingga terjadi nekrosis dan gangguan fungsi ginjal dimana pembuluh darah memiliki andil yang cukup besar dalam pathogenesis ini.

2. KID (Koagulasi Intravaskular Diseminata)Patogenesis sepsis menyebabkan koagulasi intravaskuler diseminata disebabkan oleh faktor komplemen yang berperan penting seperti yang sudah dijelaskan pada patogenesis sepsis diatas. 3. Disungsi hati dan jantung, neurologi 4. ARDSKerusakan endotel pada sirkulasi paru menyebabkan gangguan pada aliran darah kapiler dan perubahan permebilitas kapiler, yang dapat mengakibatkan edema interstitial dan alveolar. Neutrofil yang terperangkap dalam mirosirkulasi paru menyebabkan kerusakan pada membran kapiler alveoli. Edema pulmonal akan mengakibatkan suatu hipoxia arteri sehingga akhirnya akan menyebabkan Acute Respiratory Distress Syndrome.

5. Gastrointestinal :Pada pasien sepsis di mana pasien dalam keadaan tidak sadar dan terpasang intubasi dan tidak dapat makan, maka bakteri akan berkembang dalam saluran pencernaan dan mungkin juga dapat menyebabkan suatu pneumonia nosokomial akibat aspirasi. Abnormalitas sirkulasi pada sepsis dapat menyebabkan penekanan pada barier normal dari usus, yang akan menyebabkan bakteri dalam usus translokasi ke dalam sirukulasi (mungkin lewat saluran limfe).6. Gagal ginjal akut Pada hipoksia/iskemi di ginjal terjadi kerusakan epitel tubulus ginjal. vaskular dan sel endotel ginjal sehingga memicu terjadinya proses inflamasi yang menyebabkan gangguan fungsi organ ginjal.

7. Syok septicSepsis dengan hipotensi dan gangguan perfusi menetap walaupun telah dilakukan terapi cairan yang adekuat karena maldistribusi aliran darah karena adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif tidak memadai untuk perfusi jaringan sehingga terjadi hipovelemia relatif. Hipotensi disebabkan karena Endotoksin dan sitokin (khususnya IL-1, IFN-, dan TNF-) menyebabkan aktivasi reseptor endotel yang menginduksi influx kalsium ke dalam sitoplasma sel endotel, kemudian berinteraksi dengan kalmodulin membentuk NO dan melepaskan Endothelium Derived Hyperpolarizing Factor (EDHF) yang meyebabkan hiperpolarisasi, relaksasi dan vasodilatasi otot polos yang diduga menyebabkan hipotensi.

I. PrognosisKeseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan sekarang rata-rata 40% (kisaran 10 to 90%, tergantung pada karakteristik pasien). Hasil yang buruk sering mengikuti kegagalan dalam terapi agresif awal (misalnya, dalam waktu 6 jam dari diagnosa dicurigai). Setelah laktat asidosis berat dengan asidosis metabolik decompensated menjadi mapan, terutama dalam hubungannya dengan kegagalan multiorgan, syok septik cenderung ireversibel dan fatal.

TAMBAHAN1. Gold Standard Diagnosis SepsisPemeriksaan kultur darah merupakan gold standard pada diagnosis mikrobiologi pada sepsis. Pemeriksaan ini sangat sensitif, spesifik dan cepat dalam memberikan informasi sehingga dapat memberikan terapi yang lebih efektif.2. Lama pemberian antibiotik pada sepsisPemberian antibiotik dilakukan secara individual dengan mempertimbangkan respon klinik pasien, lama opemberian antibiotik berkisar antara 5 7 hari dan dihentikan 3 5 hari setelah respon klinis membaik

DAFTAR PUSTAKA1. Fitch SJ, Gossage JR. Optimal management of septic shock: rapid recognition and institution of therapy are crucial. Postgraduate Med. 2002;3:50-9. 2. Angus DC, Linde WT, Lidicker J. Epidemiology of severe sepsis in the United States. Crit Care Med. 2001;20:1303-31. 3. Reinhardt K, Bloos K, Brunkhorst FM. Pathophysiology of sepsis and multiple organ dysfunction. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, eds. Textbook of critical care. 15th ed. London: Elsevier Saunders Co; 2005. p.1249-57. 4. Hoyert DL, Anderson RN. Age-adjusted death rate. Natl Vital Stat Rep. 2001;49:1-6 5. Leksana, Ery. SIRS, Sepsis, Keseimbangan Asam-Basa, Syok dan Terapi cairan. Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP.dr.Kariadi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,2006.6. PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. 7. A.Guntur.H. Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III . Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI. 2007;1840-43. 8. PB PAPDI. Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Edisi I. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2010. 123-5.29