Sepsis Neonatal

54
SEPSIS NEONATORUM I. PENDAHULUAN Kematian Neonatus sampai saat ini masih merupakan mortalitas yang tertinggi sepanjang kehidupan manusia dan berhubungan erat dengan angka kematian bayi. Dalam angka kematian bayi (infant mortality rate) dikenal dengan istilah the two third rule atau aturan 2/3, yaitu aturan yang memperlihatkan bahwa 2/3 dari seluruh kematian bayi berusia dibawah 1 tahun merupakan kematian bayi usia kurang dari 1 bulan; dari kematian bayi usia < 1 bulan tersebut 2/3 merupakan kematian bayi berusia < 1 minggu dan 2/3 dari jumlah tersebut meninggal dalam 24 jam pertama. Aturan memperlihatkan bahwa kematian neonatus merupakan komponen utama kematian bayi (infant mortality rate) yaitu angka yang dipakai sebagai indikator kemajuan kesehatan di suatu negara. Penyebab kematian neonatus pada negara berkembang berturut-turut ialah penyakit infeksi (42 %), asfiksia dan trauma lahir (29 %), bayi kurang bulan dan berat lahir rendah (10 %), kelainan bawaan (14 %) dan sebab lain (4 %). Penyakit infeksi dan Sepsis Neonatorum masih merupakan masalah utama yang belum dapat terpecahkan sampai saat ini. WHO juga melaporkan case fatality rate yang tinggi pada penderita tetanus neonatorum dan sepsis neonatus. 1

Transcript of Sepsis Neonatal

Page 1: Sepsis Neonatal

SEPSIS NEONATORUM

I. PENDAHULUAN

Kematian Neonatus sampai saat ini masih merupakan mortalitas yang tertinggi

sepanjang kehidupan manusia dan berhubungan erat dengan angka kematian bayi. Dalam

angka kematian bayi (infant mortality rate) dikenal dengan istilah the two third rule atau aturan

2/3, yaitu aturan yang memperlihatkan bahwa 2/3 dari seluruh kematian bayi berusia dibawah

1 tahun merupakan kematian bayi usia kurang dari 1 bulan; dari kematian bayi usia < 1 bulan

tersebut 2/3 merupakan kematian bayi berusia < 1 minggu dan 2/3 dari jumlah tersebut

meninggal dalam 24 jam pertama.

Aturan memperlihatkan bahwa kematian neonatus merupakan komponen utama

kematian bayi (infant mortality rate) yaitu angka yang dipakai sebagai indikator kemajuan

kesehatan di suatu negara. Penyebab kematian neonatus pada negara berkembang berturut-

turut ialah penyakit infeksi (42 %), asfiksia dan trauma lahir (29 %), bayi kurang bulan dan berat

lahir rendah (10 %), kelainan bawaan (14 %) dan sebab lain (4 %). Penyakit infeksi dan Sepsis

Neonatorum masih merupakan masalah utama yang belum dapat terpecahkan sampai saat ini.

WHO juga melaporkan case fatality rate yang tinggi pada penderita tetanus neonatorum dan

sepsis neonatus.

Dengan pesatnya kemajuan teknologi kedokteran dan penemuan bermacam antibiotik

baru memperlihatkan penurunan angka kematian sepsis neonatorum. Walaupun demikian, hal

ini ternyata tidak memperbaiki angka kejadian sepsis neonatorum. Angka kejadian sepsis yang

masih tetap tinggi baik dinegara maju maupun negara berkembang disebabkan oleh beberapa

faktor perinatal yang masih belum dapat ditanggulangi dengan optimal, antara lain :

1. Sering terjadi dilema dalam tata laksana sepsis. Keterlambatan pengobatan akan

meningkatkan angka mortalitas, sedangkan over diagnosis akibat gambaran klinis yang

tidak spesifik akan menyebabkan over treatment yang tentunya akan merugikan pasien.

1

Page 2: Sepsis Neonatal

2. Diagnosis sepsis neonatorum seringkali sulit karena jarang ditemukan tanda sepsis klasik.

Biakan darah yang merupakan baku emas dalam diagnosis sepsis baru memberikan hasil

setelah 3-5 hari pengambilan bahan biakan. Selain itu, kuman penyebab infeksi tidak selalu

sama, baik antar klinik, antara waktu, ataupun antar negara. Demikian pula berbagai

pemeriksaan penunjang lain seperti C reaktif protein atau rasio I/T tidak spesifik sehingga

sulit dipakai sebagai pegangan dalam diagnosis pasti sepsis.

3. Adanya informasi baru dalam patogenesis dan perjalanan penyakit sepsis dalam dekade

terakhir memberikan alternatif baru dalam mengatasi masalah sepsis, baik pencegahan

maupun tatalaksana sepsis secara umum beberapa penulisan terakhir memperlihatkan

tata laksana sepsis yang lebih efisien dan efektif.(1)

Segala bentuk infeksi yang terjadi pada bayi merupakan hal yang lebih berbahaya

dibandingkan dengan infeksi yang terjadi pada anak atau dewasa. Sistem imun pada bayi muda

belum cukup berkembang untuk melawan infeksi yang terlalu berat. Ini merupakan alasan

mengapa bayi harus dirawat dengan ketat bila dicurigai mengalami infeksi.(2)

II. DEFINISI

Konsensus definisi sepsis masih diperdebatkan. Sesuai dengan kesepakatan yang ada,

akhir-akhir ini dikemukakan bahwa sepsis bukan merupakan kondisi Homogen dengan

ditemukannya kuman penyebab, tetapi merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari

infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan dan akhirnya

kematian. Pada neonatus umumnya ditemukan berbagai tingkat defisiensi sistem pertahanan

tubuh, sehingga respon sistematik pada janin dan neonatus akan berlainan dengan orang

dewasa. Infeksi neonatus awitan dini respons sistematik pada bayi mungkin terjadi saat bayi

masih didalam kandungan yang dikenal dengan istilah fetal inflamatory responce syndrome

(FIRS), yaitu infeksi janin atau neonatus terjadi karena penyebaran infeksi dari kuman vagina

(ascendng infection) atau infeksi yang menjalar secara hematogen dari ibu yang mengalami

infeksi. Dengan demikian konsep infeksi pada neonatus, khusus pada infeksi awitan dini,

2

Page 3: Sepsis Neonatal

perjalanan penyakit bermula dengan FIRS, kemudian sepsis, sepsis berat, syok septik/renjatan

septik, disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian.

Pada tahun 1991 konsensus The American College of The Physicions and the society of

critical care medicine (ACCP/SCCM) mendefinisikan systematic inflammatory respons syndrome

(SIRS) sebagai respon inflamasi sistemik terhadap berbagai keadaan klinis yang merusak

(trauma, luka bakar, pankreatitis dan infeksi), sedangkan sepsis adalah respons inflamasi

sistemik terhadap infeksi. Pendapat lain menyebutkan sepsis neonatorum sebagai syndrom

klinik penyakit sistematik yang disertai bakteremia dan terjadi pada bulan pertama kehidupan.

Sepsis berat didefinisikan sebagai sepsis yang disertai komplikasi disfungsi organ tunggal dan

hipotensi. Syok septik ditandai dengan sepsis berat yang membutuhkan resusitasi cairan dan

dukungan inotropik. Syndrom disfungsi multi organ yaitu kegagalan multiorgan walaupun

dukungan terapi telah diberikan separuhnya.

III. EPIODEMIOLOGI

Berdasarkan perkiraan WHO terdapat sekitar 5 juta kematian neonatus per tahun. Di

negara berkembang angka mortalitas neonatus (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan)

adalah 34 per 1000 kelahiran hidup. Sepsis meliputi 11 – 30 % dari seluruh kematian neonatus.

Angka kejadian sepsis dinegara berkembang masih cukup tinggi (1,8 – 18/1000 kelahiran) di

banding dengan negara maju (1-5 pasien/ 1000 kelahiran). Di RSCM periode Januari –

September 2005, angka kejadian sepsis neonatorum sebesar 13,68 % dan seluruh kelahiran

hidup dengan tingkat kematian sebesar 14,18 %, tingginya angka kejadian sepsis neonatorum di

RSCM karena merupakan RS. Rujukan. (1)

IV. KLASIFIKASI

Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) dan

sepsis neonatorum awitan lambat (SWAL). Keduanya berbeda dengan patogenesis,

mikroorganisme penyebab, tata laksana dan prognosis. SNAD terjadi pada usia < 72 jam,

biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari ibu, baik dalam masa kehamilan

maupun selama proses persalinan. SNAL terjadi pada usia > 72 jam, dapat disebabkan oleh

mikroorganisme yang diperoleh selama proses pasalinan tetapi manifestasinya lambat (setelah

3

Page 4: Sepsis Neonatal

3 hari) atau biasanya terjadi pada bayi-bayi yang dirawat di rumah sakit (Infeksi nasokomial).

Perjalanan penyakit SNAD biasanya lebih berat, dan cenderung menjadi fulminan yang dapat

berakhir dengan kematian. Sepsis lambat mudah menjadi berat, dan sering menjadi meningitis. (3,4)

V. ETIOLOGI

Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan

infeksi berat yang mengarah ke terjadinya sepsis. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan

oleh bakteri. (2)

Beberapa masalah yang perlu dipertimbangkan dalam identifikasi kuman ialah adanya

perbedaan antara kuman penyebab dari satu tempat ke tempat yang lain, dari waktu ke waktu,

serta perbedaan bentuk infeksi. Pada negara maju kuman yang tersering ditemukan pada

infeksi awitan dini adalah kelompok kuman B Streptokokus (GBS), E-coli, Haemophilus

Influenzae dan Lysteria monosytogenis, sedangkan di FKUI RSCM selama tahun 2002 ditemukan

berturut-turut kuman Enterobacter Sp, Acinetobader Sp dan Coli Sp.

Berlainan dengan kelompok awitan dini, pada awitan lambat pola kuman yang

ditemukan.biasanya terdiri dari kuman nosokomial, antara lain Staphilococus aureus, E-coli,

Klebsilla, Pseudamonas, Enterobacter, Candida, GBS, Serratia, Acinetobacter, kuman anaerob

dan virus herpes samplex (HSV). Penelitian yang dilakukan di FKUI RSCM memperlihatkan jenis

kuman yang tidak banyak berbeda pada awitan dini dan awitan lambat, yaitu Enterabacter sp,

Klebsiella sp dan Acinotobacter Sp.

Hampir sebagian besar kuman penyebab dinegara berkembang adalah kuman gram

negatif berupa kuman enterik, antara lain Entrobacter sp, Klebsiella sp, dan Coli sp. Di Amerika

Utara dan Eropa Barat 40 % disebabkan oleh Streptococus group B (SGB), sedangkan Coli sp,

Literia sp, dan Enterouius di temukan dalam jumlah yang lebih sedikit.pada bayi dengan berat

badan lahir rendah, Candida dan Stafilokokus koagulase negatif (CONS) merupakan patogen

yang paling umum pada sepsis awitan lambat.(1)

Streptokokus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat

bakterial pada vagina / rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat

4

Page 5: Sepsis Neonatal

mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif

rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka

biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan

sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator.

Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh

kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas. Bayi berusia

3 bulan – 3 tahun beresiko mengalami bakteremia tersamar, yang bila tidak segera di rawat,

kadang-kadang dapat mengarah ke sepsis. Bakteremia tersamar artinya bahwa bakteri telah

memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya

bakteremia tersamar adalah demam. Hampir 1/3 dari semua bayi rentang usia ini mengalami

demam tanpa adanya alasan yang jelas dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka

akhirnya akan mengalami infeksi bakterial dalam darah. S treptokokus pneumoniae

(pneumokokus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteremia tersamar pada bayi

berusia 3 bulan – 3 tahun. (2)

VI. PATOFISIOLOGI

Sepsis merupakan akibat interaksi yang kompleks antara mikroorganisme patogen dan

pejamu. Tinjauan tentang sepsis menghubungkan patofisiologi yang kompleks dalam terjadinya

hipotensi dan obstruksi aliran darah karena pembentukkan mikro trombus pada sistem kapilar.

Hal ini akan mengakibatkan disfungsi organ, yang selanjutnya menyebabkan disfungsi multi

organ dan akhirnya kematian.

Meskipun manifestasi klinisnya sama, proses molekuler dan seluler untuk menimbulkan

respon sepsis berbeda tergantung mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapan-tahapan

pada respon sepsis adalah sama dan tidak tergantung faktor penyebab. Respon inflamasi

terhadap bakteri gram negatif dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida (LPS), suatu

endotoksin dari dinding sel yang dilepas pada saat lisis. Organisme gram positif, jamur dan virus

memulai respon inflamasi dengan melepaskan eksotoksin, super antigen dan komponen

antigen sel.

5

Page 6: Sepsis Neonatal

Cascade sepsis akan terpicu oleh mikroorganisme tersebut di atas, yang dimulai dengan

pelepasan mediator inflamasi primer. Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-sel sebagai

hasil dari aktifasi makrofag. Pelepasan mediator ini menyebabkan aktifasi sistem koagulasi dan

komplemen. Kerusakan utama akibat aktifasi tersebut terjadi pada endotel dan selanjutnya

akan menimbulkan migrasi lekosit dan pembentukkan mikrotrombin. Aktifasi endotel akan

meningkatkan jumlah reseptor trombin pada permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada

tempat cedera. Cedera pada endotel ini juga berkaitan dengan gangguan fibrinolisis. Hal ini

disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi

molekul anti trombotik.

Manifestasi klinis cascade sepsis ini adalah kebocoran kapiler dan vasodilatasi pembuluh

darah yang selanjutnya akan menimbulkan disfungsi organ dan syok. Bila syok, kebocoran

kapiler dan vasodilatasi tidak dapat diatasi, maka akan terjadi disfungsi multi organ dan

akhirnya kematian.

Sebelumnya sepsis dianggap sebagai kelainan inflamasi saja. Penelitian terkini

menunjukkan bahwa mekanisme sepsis juga mencakup aktivasi koagulasi dan gangguan

fibrinologis sehingga tercipta suatu keadaan protrombotik. Hasil akhir Hari dari keadaan ini

adalah gangguan fungsi multi organ. Gambar 3 memperlihatkan hilangnya homeostasis pada

sepsis sebagai akibat mekanisme tersebut di atas.

Mediator inflamasi primer mengaktivasi neutrofil untuk melekat pada sel endotel,

aktivasi trombosit, metabolisme asam arakidonat, dan mengaktivasi sel T untuk memproduksi

IFN-γ, IL-2, IL-4 dan granulocyte macrophage coloni stimulating factor (GMCSF). Agen lain

sebagai bagian kaskade sepsis adalah molekul adhesi, kinin, trombin, myocardial depressant

substance, beta endorphin, and heat shock protein. Molekul adhesi dan trombin dapat

membantu kerusakan endotel, sedangkan IL-4, IL-8, dan heat shock protein dapat melindungi

terhadap kerusakan.

Sel endotel yang cedera dapat menyebabkan granulosit dan konstituen plasma

memasuki jaringan inflamasi sehingga menyebabkan kerusakan organ. Inflamasi sel endotel

menyebabkan vasodilatasi melalui kerja nitric oxide pada otot polos pembuluh darah. Hipotensi

6

Page 7: Sepsis Neonatal

berat terjadi akibat produksi nitric oxide yang berlebihan, pelepasan peptida vasoaktif seperti

bradikinin, serotonin, dan ekstravasasi cairan ke ruang interstisial akibat kerusakan sel endotel.

Respons inflamasi sebetulnya bertujuan meningkatkan respons imun untuk

mengeliminasi mikro-orgamsme atau produk mikro-organisme tersebut. Bila eliminasi tersebut

tidak berhasil, maka inflamasi dapat meluas dan berlebihan sehingga terjadi kerusakan jaringan,

gangguan mekanisme koagulasi, renjatan, dan lain-lain. Sebagai respons terhadap mediator

proinflamasi, terjadi produksi sitokin anti inflamasi. Dalam keadaan normal terdapat

keseimbangan antara proinflamasi dan anti inflamasi. Beberapa sitokin anti inflamasi IL-4, IL-10

dan IL-13 menghambat produksi sitokin dari leukosit. IL-4 dan IL-10 dapat menghentikan

produksi monosit/makrofag yaitu TNF-a, IL-1, IL-6 dan IL-8. IL-1 receptor antagonist (IL-lra)

merupakan sitokin antagonis terlarut, menghambat aktivitas IL-1 dengan mengikat reseptor IL-

1. Reseptor TNF terlarut (sTNFr) merupakan reseptor yang terdapat di sirkulasi, terikat erat

pada sel pejamu, berperan sebagai antagonis TNF. Pemberian IL-10 juga melemahkan produksi

TNFa dan menurunkan kematian, sedangkan anti IL-10 dihubungkan dengan mortalitas yang

meningkat pada hewan yang terkena sepsis.

Sitokin proinflamasi mengaktivasi jalur klasik dan alternatif sistem komplemen. Sistem

komplemen merupakan komponen utama innate immunity. Meskipun demikian bila terjadi

overaktivasi akan menyebabkan kerusakan endotel. C5a dan produk komplemen lain akan

menimbulkan kemotaksis neutrofil, fagositosis dengan pelepasan enzim lisosom, sintesis

leukotrien, peningkatan agregasi dan adhesi trombosit dan neutrofil, degranulasi dan produksi

oksigen radikal toksik. Aktivasi sistem komplemen menghasilkan pelepasan histamin dari sel

mast dan peningkatan permeabilitas kapiler, menyebabkan perembesan cairan ke ruang

interstisial. Pada model binatang, C5a menyebabkan hipotensi, vasokonstriksi pembuluh darah

paru, neutropenia dan kebocoran vaskular disebabkan oleh kerusakan endotel.

Trombosit juga terlibat dalam kaskade sepsis, walaupun buktinya belum jelas. Trombosit

dapat menyebabkan kerusakan endotel melalui 2 cara, yaitu: menginduksi vasokonstriksi dan

stimulasi neutrofil. Turunan trombosit, transforming growth factor bl juga terlibat.

7

Page 8: Sepsis Neonatal

Gangguan fibrinolisis

Fibrinolisis adalah respons homeostasis tubuh terhadap aktivasi sistem koagulasi.

Penghancuran fibrin penting bagi penyembuhan luka, angiogenesis (pembentukan pembuluh

darah baru), dan rekanalisasi pembuluh darah. Aktivator fibrinolisis yaitu tissue-type

plasminogen activator (t-PA) dan uroki-nase type plasininogen activator (u-PA) merubah

plasminogen menjadi plasmin. Sekali terbentuk plasmin, akan terjadi protcolisis fibrin. Tubuh

mempunyai inhibitor fibrinolisis natural yaitu PAI-1 dan thrombin-activatable fibrinolysis

inhibitor (TAFI). Aktivator dan inhibitor ini dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis.

Aktivitas fibrinolitik secara lengkap dihambat 3-4 jam setelah awitan endotoksemia

Pada pasien sepsis terjadi gangguan koagulasi dan fibrinolisis. Disseminated

intravascular coagulation (DIC) merupakan komplikasi tersering pada sepsis. Aktivasi koagulasi

dan konsumsi trombosit menyebabkan deposisi fibrin pada pembuluh darah kecil-sedang.

Bekuan darah ini menyumbat aliran darah sehingga perfusi ke organ menurun dan akan

menyebabkan disfungsi multi organ. Konsumsi faktor pembekuan dan trombosit akan

menginduksi komplikasi perdarahan berat. DIC secara bersamaan menyebabkan trombosis

mikrovaskular dan perdarahan.

Sepsis mengganggu respons fibrinolisis normal dan menyebabkan tubuh tidak mampu

menghilangkan mikrotrombin TNF-a menyebabkan supresi fibrinolisis akibat tingginya kadar

PAI-1 dan menghambat penghancuran fibrin. Hasil pemecahan fibrin dikenal sebagai fibrin

degradation product (FDP) yang sering diperiksa pada tes koagulasi klinis. Mediator

proinflamasi (TNF-a dan IL-6) bekerja sinergis meningkatkan kadar fibrin, sehingga

menyebabkan trombosit pada pembuluh darah kecil dari sedang, yang selanjutnya

menyebabkan disfungsi organ. Secara klinis disfungsi organ dapat bermanifestasi sebagai

gangguan napas, hipotensi, gagal ginjal, dan kematian pada kasus yang berat.

Efek kumulatif kaskade sepsis adalah keadaan tanpa keseimbangan. Inflamasi dominan

terhadap anti inflamasi dan koagulasi dominan terhadap fibrinolisis, sehingga terjadi trombosis

mikrovaskular, hipoperfusi, iskemia, dan kerusakan jaringan. Sepsis berat, syok septik,

kegagalan multi organ dapat terjadi, dan akhirnya kematian.

8

Page 9: Sepsis Neonatal

Kerusakan jaringan

Patogenesis kerusakan jaringan sangat kompleks. Kerusakan jaringan terjadi selama

proses inflamasi dan merupakan suatu proses yang progresif yang akhirnya menimbulkan

gangguan fungsi organ. Neutrofil dalam sirkulasi berinteraksi dengan sel endotel pembuluh

darah melalui 3 tahap yaitu menggulung, adhesi dan migrasi. Proses menggulungnya leukosit

diperantarai sitokin proinflamasi yang menginduksi ekspresi selektin pada leukosit dan endotel.

Adhesi terjadi melalui ikatan leukosit b2 integrins pada endothel:al intracellular adhesion

molecule-1 (ICAM-1). Ekspresi molekul adhesi meningkat pada hampir semua pasien dengan

sepsis berat dan paling tinggi pada pasien dengan disfungsi organ multipel. Selanjutnya leukosit

akan bermigrasi ke jaringan.

Leukosit polimorfonuklear (PMN) adalah salah satu mediator selular utama pada

kerusakan jaringan. Leukosit PMN tersebut menumpuk di jaringan sebagai respons terhadap

endotoksin dan IL-8, yaitu chemoattractan kuat dan aktivator leukosit PMN. Kerusakan jaringan

terjadi akibat degranulasi leukosit yang menghasilkan protease (termasuk elastase dan matriks

metaloprotein yang dapat memecah struktur protein) dan reactive oxygen species (ROS).

Neutrofil yang teraktivasi memproduksi sejumlah besar ROS yang berasal dari NADPH oxidase

membran sel yang selanjutnya memproduksi oxygen free radical dan hydroxyl radical. Radikal

bebas ini dihubungkan dengan kerusakan jaringan, namun juga merupakan bagian dari efek

sitotoksik mikroba oleh neutrofil.

Disfungsi multi organ

Gangguan fungsi paru sering terjadi pada pasien sepsis atau SIRS, dan bermanifestasi

sebagai takipneu, hipoksemia, dan alkalosis respiratorik. Pada keadaan berat akan terjadi acute

lung injury dan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Komplikasi ARDS terjadi pada lebih

dari 60 % kasus syok septik. Proses patologik utama adalah disfungsi endotel kapiler paru yang

mengakibatkan edema alveolar dan interstisial yang berisi cairan eksudat dengan kadar protein

yang tinggi dan sel fagosit. Permeabilitas endotel meningkat sebagai respons terhadap sitokin

proinflamasi yang selanjutnya akan terjadi kerusakan alveolus dan destruksi membran basalis.

9

Page 10: Sepsis Neonatal

Neutrofil bersekuestrasi dalam paru sebagai respons terhadap IL-8. Konsentrasi IL-8 dalam

cairan

Gangguan hemodinamik menyebabkan gangguan perfusi dan arterivenous shunting

sehingga menghasilkan hipoksia jaringan dan asidosis laktat. Bukti menunjukkan bahwa nitric

oxide berperan dalam terjadinya hipoksia jaringan dan peningkatan konsentrasi ROS yang

berasal dari mitokondria.

Komplikasi gagal ginjal akut terjadi pada 50 % kasus syok septik dan secara bermakna

mcningkatkan mortalitas. Sitokin menginduksi vasodilatasi sistemik dan hipovolemia relatif

serta menyebabkan hipoperfusi ginjal. Ginjal memproduksi vasokonstriktor intrinsik sebagai

respons terhadap sitokin. Metabolit asam arakidonat: (tromboksan dan leukotrien)

menurunkan aliran darah ke ginjal, dan antagonis tromboksan dan leukotren terbukti

mempunyai efek proteksi. Seperti jaringan lain, ginjal rentan terhadap kerusakan jaringan

akibat aktivasi leukosit, produksi protease, dan ROS. (1)

VII. DIAGNOSIS

Sepsis dikemukakan sebelumnya, dalam konsep baru Cascade infeksi, diagnosis sepsis

neonatus ditetapkan apabila terdapat SIRS yang disertai deteksi baik tersangka infeksi ataupun

terbukti infeksi. Tersangka infeksi bila terdapat sindrom klinis (gejala klinis dan pemeriksaan

penunjang lain). Sedang terbukti (suspected infection) infeksi (proven infection) bila ditemukan

kuman penyebab.

Selain masalah identifikasi kuman/diagnosis klinis sepsis neotarum mempunyai masalah

tersendiri. Gambaran klinis sepsis neonatorum tidak spesifik. Berbagai penelitian dan

pengalaman para ahli telah digunakan untuk menyusun kriteria sepsis neonatorum baik

berdasarkan anamnesis ( termasuk adanya faktor resiko ibu dan neonatus terhadap sepsis ) ,

gambaran klinis, dan pemeriksaan penunjang. Kriteria sepsis berbeda antara satu dengan

tempat yang lain.

10

Page 11: Sepsis Neonatal

Faktor resiko

Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor ibu, bayi dan lain-lain.

Faktor resiko ibu :

Ketuban pecah din dan ketuban pecah > 18 jam. Bila ketuban pecah > 24 jam maka

kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1 % dan bila disertai korioamnionitis maka

kejadian sepsis meningkat menjadi 4 kali.

Infeksi dan demam (> dari 38 0C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi

saluran kemih, kolonisasi vagina oleh streptokokus group B (GBS), kolonisasi perineal oleh

E.coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.

Cairan ketuban hijau keruh dan berbau

Kehamilan multipel

Keputihan yang tidak diobati

Infeksi saluran kemih (ISK) yang tidak diobati

Leukositosis ibu > 18.000/ml

Faktor resiko pada bayi

Prematuritas dan berat lahr rendah

Resusitasi pada soal kelahiran misalnya pada bayi yang mengalami fetal distres dan trauma

pada proses persalinan.

Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, kateter, infus, pembedahan

Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E.coli), defek imun atau asplenia

Asfiksia neonatorum

Cacat bawaan

Tanpa rawat gabung

Pemberian nutrisi parenteral

Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama

Faktror resiko lain

11

Page 12: Sepsis Neonatal

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi

pada bayi laki-laki dari pada bayi perempuan. Lebih sering pada bayi kulit hitam dari pada kulit

putih, lebih sering pada bayi dengan status sosial ekonomi yang rendah, dan sering terjadi

akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun anggota keluarga

pasien.(1)

Gambaran Klinis

Tanda dan gejala sepsis neonatorum tidak spesifik dengan diagnosis banding yang

luas termasuk gangguan nafas, penyakit metabolik, penyakit hematologik, penyakit sistem saraf

pusat, penyakit jantung dan proses penyakit infeksi lainnya. (4) .

Pelepasan dini mediator inflamasi menyebabkan demam, takikardi, takipnu dan

vasodilatasi (menimbulkan kulit yang hangat). Jika repon tersebut tidak dikontrol dengan baik,

akan menyebabkan hipoperfusi,somnolen dan penurunan jumlah urin. Tanda awal mungkin

terbatas pada hanya satu sistem seperti apnea, takipnea dengan retraksi, atau tatikardia,

namun pemeriksaan laboratorium dan klinis secara menyeluruh biasanya akan mengungkapkan

kelainan lainnya. Manifestasi klinis sepsis neonatorum antara lain :

SSP Letargi, refleks hisap buruk, limp, tidak dapat dibangunkan, poor or high pitch cry, iritable, kejang

Cardovaskular Pucat, sianosis, clummy skin

Respiratorik Takipnea, Apnea, merintih, retraksi

Saluran Pencernaan Muntah, Diare, Distensi abdomen

Hematologik Perdarahan, jaundice

Kulit Ruam, purpura, pustula

Manifestasi akhir spesis meliputi tanda-tanda edema serebral dan atau trombosis, gagal

nafas, sebagai akibat sindrom distres respirasi didapat (ARDS) hipertensi pulmonal, gagal

jantung, gagal ginjal. Penyakit-penyakit hepotoseluler dengan hiperbilirubinemia dan

peningkatan enzim waktu protombin (protombin time) dan waktu trombaplostin parsial

( partial tombroplostin time (PTT) ) yang menunjang syok septik pendarahan adrenal disertai

12

Page 13: Sepsis Neonatal

infusiensi adrenal, kegagalan sumsum tulang, (trombositopenia/neutropenia, anemia ) dan

koagulasi intravaskuler diseminata (diseminated introvascular coagulation- DIC ). (5)

Kriteria Diagnosis Sepsis pada Neonatus (X)

Variabel Klinis

- Suhu tubuh yang tidak stabil

- Laju nadi > 180 x/mnt atau < 100 x/mnt

- Laju nafas > 60 x/mnt dengan retraksi/desaturasi oksigen

- Letargi

- Intoleransi glukosa (plama glukosa > 10 mmd/L)

- Intoleransi minum

Variabel Hemodinamik

- Tekanan darah < 2SD menurut usia bayi

- Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (bayi usia 1 hari)

- Tekanan darah sistolik < 65 mmHg (bayi usia < 1 bulan)

Variabel perfusi jaringan

- Pengisian kembali kapiler/capilary refill > 3 detik

- Asam laktat plasma > 3 mmol/L

Variabel inflamasi

- Leukositosis (> 34.000 /ml)

- Leukopenia (< 5000/ml)

- Imatur neotrofil : total neutrofil (IT) ratio > 0,2

- Trombositopenia < 100.000/ml

- CRP > 10/dl atau > 2 SD atas nilai normal

- IL -6 atau IL -8 > 70 mg/ml

- 16 sPCR positif

Pemeriksaaan penunjang

13

Page 14: Sepsis Neonatal

Evaluasi laboratorium dapat membantu diagnosis dan konfirmasi sepsis. Kultur darah

yang positif, cairan serebrospinal atau urin adalah baku emas sepsis. Namun kadangkala hasil

kultur pada neonatus pada resiko tinggi dapat dipengaruhi oleh paparan antibiotik sebelumnya.

Kultur urin dilakukan jika terdapat kekurangan sepsis awitan lambat.

Pemeriksaan laboratorium

Bukti adanya infeksi

Biakan dari tempat yang secara normal steril ( darah, CSS dll)

Ditemukan adanya mikroorganisme dalam jaringan atau cairan

Deteksi antigen ( urin, CSS)

Serologi ibu / neonatus ( sifilis, toksoplasmosis)

Autopsi

Bukti adanya radang

Leukositosis, rasio neutrofil imatur/ total meningkat

Reaktan fase akut : PRC, LED

Sitokin = IL-6

Pleositosis dalam CSS, sinovia, cairan pleura

Koagulasi intravaskular tersebar, produk pecahan fibrin

Bukti adanya penyakit sistem multiorgan

Asidosis metabolik : PH , PCO2

Fungsi paru : PO2, PCO2

Fungsi ginjal : BUN , kreatinin

Fungsi hati : bilirubin, SGOT, SGPT, amonia, PT,PTT

Fungsi sumsum tulang ; neutropenia, anemia, trombositopenia

Petanda diagnosis yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cutoff tepat yang optimal, nilai

diagnostik yang baik yaitu sensitivitas mendekati 100%, spesifitas >85%, positive probable

14

Page 15: Sepsis Neonatal

value(PPV) >85%, negative probable value (NPV) mendekati 100% dan dapat mendeteksi infeksi

pada tahap awal.

Petanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung

neutropil, neutropil imatur, rasio neutropil imatur dengan neutropil total (IT), micro erytrocyte

sedimentation rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang dikerjakan adalah CRP,

prokalsitonin, sitokin IL6, GCSF, tes cepat (rapid test), untuk deteksi antigen dan panel skrining

sepsis. (5)

Komponen untuk skrining sepsis yang dihubungkan dengan sensitivitas dan spasifitas

Uji nilai abnormal sensitivitas spesifitas

CRP

hitung leukosit total

hitung neutropil absolut

rasio neutropil

imatur:total

GCSF

> 10mg/L

<5000, >15000

<18000/mm3

>20%

>200Pq/ml

47-100%

17-89%

38-96%

90-100%

95%

83-94%

81-98%

61-92%

50-78%

73%

Saat ini kombinasi yang petanda terbaik untuk mendiagnosa sepsis adalah sebagai

berikut : IL6 dan IL1ra untuk 1-2 hari setelah muncul gejala ; IL6 (atau IL1ra, IL8, GCSF, TNF, CRP,

dan hematological indecis pada hari ke 0 ); CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological indices pada

hari ke1) ; dan CRP pada hari berikutnya untuk memonitor respon terhadap terapi. Penggunaan

CRP dan IL6 secara simultan memiliki sensitivitasb 100% karena peningkatan CRP plasma terjadi

pada 12-48 jam setelah awitan infeksi, saat level IL6 telah menurun. (1)

Pendekatan diagnosis

Sampai saat ini belum ada satupun pemeriksaan laboratorium tunggal yang mempunyai

sensitifitas dan spesifitas yang cukup baik sebagai indikator sepsis, sehingga hasil laboratorium

harus digunakan bersama dengan faktor resiko dan gejala klinis.

Philip dan havitt pada tahun 1980 mengemukakan cara penapisan sepsis neonatorum

awitan dini, berdasarkan kombinasi dan hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu :

15

Page 16: Sepsis Neonatal

Jumlah leukosit < 5000/mm3

Rasio neutropil imatur : total neutropil = 0,2

Laju endap darah = 15 mm/jam

Latex CRP positif (>0,8 mg/100ml)

Latex haptoglobin ( > 25 mg/100ml)

Kriteria sepsis terpenuhi bila terdapat 2 atau lebih hasil tersebut dengan sensitifitas

93%, spesifitas 88%, dan PPV 99%. Bila kurang dari 2 macam pemeriksaan yang memberikan

hasil positif maka kemungkinan bukan sepsis mencapai 99%. Mereka juga mengemukakan

kombinasi leukopenia dan peningkatan rasio neutropil imatur : total merupakan petanda

prediksi sepsis awitan dini yang baik. penapisan sepsis ini sederhana, mudah dilakukan, praktis.

Pada tahun 1982, Wiswell menerapkan kriteria yang sama untuk mendeteksi sepsis

neonatorum awitan lambat. Mereka juga berpendapat bahwa rasio neutropil imatur: total

kurang sensitif sebagai petanda sepsis awitan lambat dibandingkan petanda sepsis awitan dini

(58% berbanding 90%). Sebaliknya latex CRP menunjukan sensitifitas yang lebih tinggi sebagai

petanda sepsis awitan lambat dibandingkan sebagai petanda sepsis awitan dini (75%

berbanding 47%).

Spektur dkk pada tahun 1980 mengemukakan sistem skoring 5 poin untuk memprediksi

kultur bakteri positif pada bayi yang dievaluasi untuk infeksi bakteri berdasarkan anamnesis,

klinis, dan pemeriksaan laboratorium. Bayi yang memiliki skor > 3 mempinyai resiko tinggi

untuk terinfeksi dan harus diterapi dengan antibiotik.

Sistem skoring untuk prediksi kultur bakteri positif

Penemuan skor

Lebih dari 2 sistem organ terlibat

Jumlah leukosit total < 10000 atau =20000/mm3

Jumlah neutropil absolut < 1000 /mm3

rasio neutropil batang : neutropil matur

usia >1 minggu

1

1

1

1

1

16

Page 17: Sepsis Neonatal

Rodwell dkk pada tahun 1987 mengumumkan sistem skoring heatologis untuk

menegakan diagnosis dini sepsis neonatorum dini dan lambat. Semakin besar skor semakin

besar kemungkinan sepsis. Dengan skor = 3 sensitivitas mencapai 96 % , spesifisitas 78%. PPV

31%, NPV 99%.

Sistem skoring hematologis untuk menegakan diagnosis dini sepsis neonatorum awitan dini dan

lambat

skor---------------------------------------------------------------------------------------------------1. Rasio imatur : total neutrofil meningkat 12. Jumlah total PMN meningkat atau menurun 13. Rasio imatur : matur neutrofil = 0,3 14. Jumlah imatur PMN meningkat 15. Jumlah total leukosit menurun / meningkat (=5000/mm3 atau =23000,

30000,21000/mm3 pada saat lahir, 12-24 jam dan usia 2 hari) 16. Terdapat perubahan degeneratif pada PMN = 3+| untuk vakualisasi,

granulasitoksik, badan dohle 17. Jumlah trombosit= 150000/mm3 1

Mahieu dkk pada tahun 2000 membuat sistem skoring untuk memprediksi sepsis

nosokomial pada neonatus yang dirawat di ruang perawatan intensif bayi baru lahir.

Berdasarkan pengolahan data tersebut disusun kriteria untuk memprediksi nasokomial pada

neonatus yang disebut skor NOSEP 1. Total skor maksimum 24. Skor = 8 memiliki sensitivitas 95

%, spesivitas 43%, PPV 54%, NPV 93%. Skor = 14 memiliki sensitivitas 96%, spesifitas 100%, PPV

100%, dan NPV 60%.

Kreiteria di atas oleh fidia segar disebut a rule of 14, yaitu nutrisi parenteral 14 hari, CRP 14

mg/ml. Trombosit 140x 10 9/l,dan skor NOSEP 14. (1)

SKOR NOSEP 1 untuk memprediksi sepsis nasokomial pada neonatus.

Skor

17

Page 18: Sepsis Neonatal

Nutrisi parenteral = 14 hari 6

CRP = 14mg/ml 5

Trombositopenia (<150 x 10 9/l) 5

Demam (>38,2 C atau 100,8 F) 5

Neutrofil >50% 3

VIII. TATALAKSANA

Pengendalian infeksi

Pada kasus tersangka sepsis, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai tanpa

menuggu hasil kultur darah. Penggunaan antibiotik secara empiris dapat dilakukan dengan

memperhatikan pola kuman penyebab tersering ditemukan di klinik tersebut. Selain itu,

hendaknya diperhatikan pola resistensi kuman masing-masing klinik. Segerea setelah

didapatkan hasil kultur darah, maka jenis antibiotik disesuaikan dengan kuman penyebab dan

pola resistensinya. Bila hasil kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari dan

bayi secra klinis baik, maka antibiotik harus dihentikan. Tapi bila bayi tersebut menderita

pneumonia atau terdapat gejala klinis sepsis, antibiotik sebaiknya tidak dihentikan walaupun

hasil kultur steril. Lama pemberian terapi antibiotik selama 10-14 hari, sedangkan penderita

yang disebabkan oleh kuman Gram negatif pengobatan kadang-kadang diteruskan sampai 2-3

minggu. Pada meningitis antibiotik diberikan 2-3 minggu.

Terapi antibiotik pada bayi prematur dan berat lahir kecil dengan tersangka sepsis

umumnya dimulai pada saat lahir dan dilanjutkan sampai 5 hari atau lebih walaupun kultur

darah steril. Bayi dan ibu yang memperoleh antibiotik intrapartum akan mempersulit dokter,

karena pertumbuhan kultur dapat dihambat. Bila ibu diberi antibiotik intrapartum, maka bayi

tetap diobservasi maksimum 48 jam setelah lahir dan bila terdapat gejala klinis sepsis, harus

dilakukan evaluasi diagnosis dan terapi empirik. Pada kasus simtomatik sebaiknya diterapi 10

hari walau kultur darah steril. Untuk asimtomatik, keputusan dibuat sesuai dengan data kultur

dan laboratorium (hitung lekosit < 5000/mm3 atau > 30000/mm3, ratio imatur/ total netrofil

>0,2, CRP > 0,8 mg/dl, micro eritrosit sedimentation rate > 15mm/jam). Bila uji tapis sepsis pada

bayi yang asimtomatik menunjukkan hasil negatif, kemungkinan infeksi sangat rendah. Pada

18

Page 19: Sepsis Neonatal

umumnya terapi antibiotik diberikan pada bayi prematur asimtomatik dengan hasil uji tapis

positif.

Antibiotik spektrum luas lebih sering menimbulkan resistensi dibandingkan spektrum

sempit. Sampai saat ini masih ada pemikiran yang keliru bahwa antibiotik spektrum luas lebih

baik karena dapat lebih banyak mencakup banyak organisme. Surveilens bakteri dan pola

resistensi harus secara rutin dilakukan di setiap unit neonatal untuk menetapkan kebijakan

penggunaan antibiotik di masing-masing unit. Pemakaian antibiotik berlebihan juga dapat

menyebabkan sepsis jamur pada neonatus.

Untuk menurunkan resistensi mikroorganisme diperlukan 2 strategi umum : yaitu

kontrol infeksi dan kontrol antibiotik. Rotasi antibiotik dilaporkan efektif menurunkan resistensi

dibeberapa tempat. Anjuran periode rotasi antibiotik adalah : 2 bulan. Sebagai contoh rotasi

antiibiotik yang mengandung beta laktam : agen beta laktam ditambah beta laktamase inhibitor

(misal ampisilin sulbaktam, amoksilin klavulanat) selam 2 bulan- karbapenem selama 2 bulan-

sefalosporin generasi ke 3 atau ke 4 selama 2 bulan dan seterusnya. Pada kasus yang berat

sebaiknya dikombinasikan dengan aminoglikosida untuk mencegah munculnya mutan resisten.

Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini

Pada bayi dengan SAD terapi empirik harus meliputi SGB, E, coli, listeria monocytogenes,

kombinasi penisilin / ampisilin dengan aminoglikosida umunya efektif terhadap semua

organisme penyebab SAD. Infeksi listeria dapat diobati dengan ampisislin saja, untuk infeksi

SGB dan sebagian besar kuman anaerob dengan penisilin. Meskipun demikian terapi kombinasi

penisilin/ampisilin dan aminoglikosida sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas

antibakteri

Pemilihan antibiotik sepsis awitan lambat

kombinasi penisilin / ampisislin dan aminoglikosida dapat juaga digunakan untuk terapi

awal SAL. Infeksi nosokomial lebih disukai netilmisin/amikasin. Pada kasus dengan resiko

pseudomonas (terdapat lesi kulit topikal) dapat diberikan piperasilin dan seftazidim

(sefalosporin generasi ketiga). Infeksi bakteri negatif gram dapat diobati dengan kombinasi

turunan penisilin (ampisilin, atau penisilin spektrum luas) dan aminoglikosida., sefalosporin

19

Page 20: Sepsis Neonatal

generasi ke 3 dikombinasi dengan aminoglikosida. Antibiotik baru untuk kuman gram negatif

yang resisten terhadap antibiotik lain, adalah imipenem/meropenem, karbapenem, aztreonam

dan isepremisin.(1)

Staphylococci sensitive terhadap antibiotic golongan penisilin resisten penisilinase (misal

: oksasiklin, nafsilin, dan metilsilin ). Strain resisten yaitu CONS ( Staphylococcus koagulase

negatif ) sensitive terhadap vankomisin, kombinasi vankomisin dan aminoglikosida

menghasilkan efek bakterisidal yang lebih baik untuk infeksi jamur dapat dipakai = amfoterisin

B ( liposomal ), pilihan lain yaitu fluconazole. Bila sudah terjadi komplikasi meningitis enteric

gram negatif, obat yang saat ini paling baik adalah cefotaxime, oleh karena bakteridalnya tinggi

dan toksisitasnya rendah.(3)

Divisi paranatologi RSCM, dengan mempertimbangkan pola kuman yang tersering

ditemukan, memberikan antibiotik spectrum luas sambil menunggu biakan darah / uji

resistensi. Antibiotik yang menjadi pilihan pertama adalah sefalosporin ( sefotaksim )

dikombinasi dengan amikasin. Pilihan kedua ampisilin dikombinasikan dengan kloramfenikol.

Pilihan selanjutnya kotrimoksazol. Pada pemberian antibiotik ini yang perlu mendapat

perhatian adalah pemberian kloramfenikol pada neonatus tidak melebihi 50 mg / kg bb / hari

untuk mencegah terjadinya sindrom “ grey baby” dan pemberian sefalosporin serta

kotrimoksazol tidak dilakukan pada bayi < 1 minggu.(7)

Walaupun pemberian antibiotik masih merupakan tata laksana utama pengobatan

sepsis neonatorum berbagai upaya pengobatan tambahan banyak dilakukan dalam upaya

memperbaiki mortalitas bayi. Pengobatan tambahan / terapi inkonvensional semacam ini selain

mengatasi berbagai defisiensi dan belum matangnya fungsi pertahanan tubuh neonatus. Juga

dalam mengatasi perubahan yang terjadi dalam perjalanan penyakit dan cascade inflamasi

pasien sepsis neonatorum. (1)

Antibiotik Dosis

tunggal/kgbb

Frekuensi Cara

pemberian

Cacatan

Amikasin 10 mg satu kali IV

7,5 mg setiap 12 jam IV

Garamisin 5-7 mg Satu kali IV

20

Page 21: Sepsis Neonatal

Netilmisin 2,5-3 mg Setiap 12 jm IV

Gentamisin 2,5 mg Setiap 12 jam (umur

<7 hari), setiap 8 jam

( umur > 7 hari)

Ampisilin 25-50 mg Setiap 12 jam

(umur<7 hari) setiap

8 jam {umur > 7 hari)

IV

I M Oral

50 mg/kg/6 jam untuk

meningitis

Cefotaxime 25 mg setiap 1 2 jam IV IM 150-200 mg/kg/ hari pada

infeksi berat

Kloramfenikol prematur 25

mg matur

50 mg

sekali sehari (bayi

berumur < 1 4 hari)

setiap 1 2 jam

(umur> 14 hari

IM oral - kadar dalam darah harus

dimonitor • kadar terapeutik

15-25mg/l - kadar toksik 50

mg/l

Metronidazol 7,5 mg setiap 8 jam IV

Oral

Penisilin G

(benzilpeni-silin)

1 5-30 mg setiap 1 2 jam (umur

< 7 hari) setiap 8 jam

(umur > 7 hari)

IV IM 30 mg/kg/dosis untuk infeksi

Streptococcus

Piperasilin 50 mg setiap 1 2 jam IV IV

Vankomisin 15 mg setiap 1 2 jam

selama 1 jam

IV monitor kadar dalam darah,

batas atas 25-40 jig/ml,

batas bawah 5-10}ig/ml

Amfoterisin B 0,1 mg dinaikkan

sampai 1 ,0 mg

selama 7 hari

setiap hari IV selama 6

jam

Efek samping: fungsi ginjal

menurun. Tera- ; pi infeksi

jamur sis'emik selama 4-6

minggu

21

Page 22: Sepsis Neonatal

1. Memperbaiki perfusi jaringan melalui resusitasi cairan(6)

2. Pengobatan komplikasi

22

Page 23: Sepsis Neonatal

Pernafasan : kebutuhan oksigen meningkat, yang harus dipenuhi dengan pemberian oksigen,

atau kemudian dengan ventilator.

Kardiovaskular: menunjang tekanan darah dan perfusi jaringan, mencegah syok dengan

pemberian volume expander 10-20 ml/kgBB ( NaCl 0,9%, albumin dan darah). Catatan

pemasukan cairan dan pengeluaran urin. Kadang diperlukan pemakaian dopamine atau

dobutamin.

Hematologi : untuk DIC ( trombositopeni, protrombin time mamanjang, tromboplastin

meningkat), sebaiknya diberikan FFP 10 ml/KgBB, vit K, suspensi trombosit, dan

kemungkinan transfuse tukar. Apabila terjadi neutropeni, diberikan trasfusi neutrofil

Susunan syaraf pusat : bila kejang beri fenobarbital ( 20 mg/KgBB loading dose) dan monitor

timbulnya syndrome inapropiate hiponatremia hormone (SIADH), ditandai dengan ekskresi

air turun, hiponatremia, osmolaritas serum turun, naiknya berat jenis urin dan osmolaritas.

Metabolic : monitor dan terapi hipo dan hiperglikemia. Koreksi asidosis metabolic dengan

bikarbonat dan cairan.(4)

Tranfusi tukar

Tindakan ini bertujuan untuk :

Mengeluaarkan /mengurangi toksin /produk bakteri dan mediator penyebab sepsi

Memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen

dalam darah

Memperbaiki sistem imun dengan adnya tambahan neutropil dan berbagai antibody

yang mungkin terkandung dalam darah donor

23

Page 24: Sepsis Neonatal

Kendala yang sering terjadi adalah pelaksanaan yang suklit dan mempunyai potensi

menimbulkan reaksi tranfusi (1)

3. Kortikosteroid

Pada awalnya pasien sepsis diberikan kortikosteroid dengan dosis tinggi untuk

mengatasi reaksi inflamasi akibat infeksi, akan tetapi hal ini tidak di anjurkan lagi karena

terbukti tidak membawa perbaikan. Pada saat ini pemberian kortikosteroid pada pasien

sepsis lebih ditujukan untuk mengatasi kekurangan kortisol endogen akibat insufisiensi

adrenal. Kortikosteroid dosis rendah bermanfaat pada pasien syok septic karena terbukti

memperbaiki respons terhadap katekolamin dan meningkatkan survival.(1)

Efek anti inflamasi glikokortikoid

Anti inflamasi mekanisme

Produksi sitokin proinflamasi

Produksi sitokin anti infalmasi

Migrasi sel inflamasi

Ekspresi medistor inflamasi

Ekspresi marker membran sel

Apoptosis

inhibisi sintesis IL2,3,4,5 IFN9, GMCSF limfosit T

InhibisisintesisIL1,TNFa,IL6,8,12,MIFmakrofag/

monosit

Inhibisi sintesis IL 8 neutropil

peningkatan sintesis antagonis reseptor IL10,IL1

inhibisi produksi kemokin MCP, IL8

Stimulasi produksi MIF dan lipokortin makrofag

inhibisi sintesis PLA2, soluble, induksi sintesis COX

inhibisi molekul adhesi ICAM1, ECAM2, LFA1

eosinofil dan limfosit T matur Dikutip dari prigent dkk 2004

4. Pemberian Imunoglobulin secara Intravena ( IVIG)

Pemberian IVIG dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan antibody tubuh serta

memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih. Manfaat pemberian IVIG sebagai tata

laksana tambahan masih bersifat kontroversi. Dilaporkan bahwa IVIG tersebut lebih bermanfaat

24

Page 25: Sepsis Neonatal

sebagai profilaksis sepsis neonatorum ( khususnya pada baya BBLR ) dibanding bila dipakai

sebagai terapi standar sepsis.(1)

5. Tata laksana imunologik sepsis neonatorum

Seperti telah dikemukakan terdahulu dalam konsep baru infeksi neonatus ditemukan

perubahan fisiologik sistem imun, baik humoral maupun selular. Salah satu respon yang terjadi

pada infeksi sistemik adalah terbentuknya sitokin baik sitokin proinflamasi (IL2,IL6, IFNY, TNF

alpha) maupun antiinflamasi (IL4,IL10). Bila terdapat dominan sitokin proinflamasi maka akan

terjadi renjatan dan disfungsi organ. Sedangkan sebaliknya bila sitokin anti inflamasi berlebihan

akan terjadi supresi terhadap sistem imun. Oleh karena itu hipotesis menyatakan pengurangan

sirkulasi TNF alpha dan IL1 (sitokin proinflamasi) dalam sirkulasi akan menghambat

perkembangan cascade sepsis. Hipotesis ini dibuktikan dengan menyuntikan reseptor antagonis

IL1 (IL1 ra) pada binatang percobaan dapat merintangi aktivitas IL1 sehingga terhindar dari

akibat bakterimia dan endotoksemia.

Pelaporan penelitian tersebut mempunyai arti penting dalam tat laksana sepsis

neonatorum. Pada bayi denangan resiko dimungkinkan merencanakan tata laksana sepsis secra

lebih efisien sehingga komplikasi jangka panjang yang mengganggu tumbuh kembang bayi

dapat dihindarkan. Penelitian klinik terhadap pemberian terapi IL1ra dan anti TNF alpha pada

penderita sepsis baru merupakan penelitian pendahuluan. Apabila penelitian klinik ini dapat

memberikan hasil seperti yang diperoleh pada penelitian eksperimental, diharapkan tata

laksana sepsis neonatorum akan lebih optimal. (1)

IX. PENCEGAHAN

Meningkatkan dan memperbaiki perawatan prenatal, menganjurkan agar ibu hamil

dengan resiko tinggi supaya melahirkan di rumah sakit yang ada tempat perawatan khusus

untuk bayinya, dan melengkapi adanya alat transportasi modern yang dapat mengurangi resiko

ibu dan neonatus terjangkit infeksi. Beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian

25

Page 26: Sepsis Neonatal

antibiotic profilaksis pada ketuban pecah dini, infeksi peripartum, sindrom gawat nafas,

transfusi tukar, tindakan operasi pada neonatus, dan pemasangan kateter melalui umbilicus

tidak memberikan hasil yang memuaskan. Untuk mencegah terjadinya wabah penyakit

ditempat rawat neonatus, perlu dilakukan pembersihan ruangan dan tempat tidur bayi,

sterilisasi alat secara teratur, upaya mencuci tangan setiap kali sebelum dan sesudah

memegang bayi, pengawasan infeksi secara teratur ditempat rawat neonatus, dan pengenalan

serta pengelolaan sumber wabah yang biasa terdapat streptococcus grup B dn K1 antigen yang

mengandung jenis E.Coli yang diberikan kepada ibu hamil untuk mencegah infeksi secara pasif

pada neonatus

X. PROGNOSIS

Pada umumnya angka kematian sepsis neonatal berkisar antara 10-40% dan pada

meningitis 15-50%. Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari waktu timbulnya

penyakit, penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit, dan tempat perwatannya.

Gejala sisa neurologik yang jelas tampak adalah hidrosefalus , retardasi mental, buta, tuli, dan

cara bicara yang tidak normal. kejadian gejala sisa ini adalah sekitar 30-50% pada bayi yang

sembuh dari meningitis neonatus.(3)

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama Lengkap : By. Ny. R

Umur : 0 hari

26

Page 27: Sepsis Neonatal

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Pasar Rebo

Agama : Islam

Pendidikan : -

IDENTITAS ORANG TUA

AYAHNama Lengkap : Tn. DS

Umur : 31 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Kuli

Suku bangsa : Sunda

Alamat : Pasar Rebo

IBUNama lengkap : Ny. RK

Umur : 31 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku bangsa : Betawi

Alamat : Pasar Rebo

RIWAYAT PENYAKIT

Telah lahir bayi perempuan cukup bulan dengan BBL 3180 gram, PBL 47 cm, dari

seorang ibu G1P0A0. Lahir secara SC pada tanggal 29/03/11 pukul 02.45. Sebelum persalinan,

ketuban sudah pecah selama 8 jam dan warna ketuban hijau keruh. Bayi lahir tidak langsung

menangis, gerakan sedikit, tubuh kemerahan namun tangan dan kaki kebiruan. Dilakukan

27

Page 28: Sepsis Neonatal

rangsang taktil selama 1” lalu bayi menangis namun tidak kuat. APGAR score 7/9. Kelainan

kongenital mayor(-), deformitas(-)

RIWAYAT KEHAMILAN

G1P0A0

Presentasi Kepala

HPHT : 25-7-2010

Taksiran Partus : 1-5-2011

Penyakit Selama Kehamilan : Hipertensi

Komplikasi selama Kehamilan : Pre Eklampsia

Pemeriksaan Terakhir Saat kehamilan :

Hb :11,3 g/dl; Ht : 33,5% ; trombosit ; 258rb ; leukosit : 26rb

Kebiasaan Waktu Hamil : -

Perawatan antenatal : Teratur, ke bidan

RIWAYAT KELAHIRAN

Berat badan ibu : 54 kg

Tinggi badan ibu : 156 cm

Persalinan di Rumah Sakit UKI

Jenis persalinan : Sectio Caesaria

Indikasi : Pre eklampsia berat + KPD

KEADAAN BAYI

Berat badan lahir : 3180 gram

Panjang badan lahir : 37 cm

Lingkar kepala : 27,5 cm

Kelainan Bawaan : Tidak ada

Kriteria neurologis menurut Dubowitz:

- sikap : 3

28

Page 29: Sepsis Neonatal

- jendela sendi pergeangan tangan : 3

- dorsofleksi kaki : 3

- rekoil lengan : 2

- rekoil tungkai : 2

- sudut poplitea : 4

- gerakan tumit kekuping : 3

- tanda skarf : 2

- tonus otot leher : 1

- suspensi ventral : 1 +

24

Karakteristik eksternal menurut Dubowitz :

- edema : 2

- jaringan kulit : 3

- warna kulit : 2

- ketipisan kulit : 3

- lanugo : 2

- guratan telapak kaki : 3

- perkembangan puting susu : 2

- besarnya payudara : 2

- bentuk telinga : 3

- elastisitas daun telinga : 3

- genitalia : 2 +

27

Total skor : 24 + 27 = 51

Umur Kehamilan : 39 minggu

Klasifikasi Neonatus (Battaglia & Lubchenko) : Neonatus Cukup Bulan – Sesuai Masa

Kehamilan

29

Page 30: Sepsis Neonatal

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA : -

DATA KELUARGA

Keterangan AYAH IBU Perkawinan ke 1 1 Umur saat menikah 32 tahun 31 tahun konsanguitas - - Penyakit Disangkal Disangkal

Riwayat penyakit dalam keluarga : Disangkal

Riwayat penyakit antar anggota keluarga : Disangkal

PEMERIKSAAN JASMANI

PEMERIKSAAN UMUM

KU : Tampak sakit sedang (hipoaktif, menangis jarang & lemah)

FJ : 145X/mnt (Reguler, kuat angkat, isi cukup)

RR : 60 X/mnt (reguler, tidak adekuat)

SUHU : 37,7 ˚C (Axilla)

PEMERIKSAAN SISTEMATIS

KEPALA :

BENTUK DAN UKURAN : NORMOCEPHALI, BULAT, UUB DATAR, KAPUT

SUKSEDANEUM (-), LK = 38 CM

RAMBUT & KULIT KEPALA : HITAM, DISTRIBUSI MERATA, SEFAL HEMATOM (-)

MATA : KONJUNGTIVA TIDAK ANEMIS, SKLERA TIDAK IKTERIK

TELINGA : NORMOTIA

HIDUNG : BENTUK BIASA, LAPANG, PERNAPASAN CUPING HIDUNG(+)

BIBIR : MUKOSA BIBIR LEMBAB, SIANOSIS SIRKUM ORAL (-)

LIDAH : TIDAK KOTOR

30

Page 31: Sepsis Neonatal

LEHER : KGB TIDAK TERABA

THORAKS

INSPEKSI : PERGERAKAN DINDING DADA SIMETRIS, RETRAKSI

EPIGASTRIUM (+)

PALPASI : STEM FREMITUS KANAN = KIRI

AUSKULTASI : BND BRONKOVESIKULER, RONKI -/-, WHEEZING -/- ;

BJ I/II NORMAL, GALLOP -, MURMUR -

ABDOMEN :

INSPEKSI : PERUT DATAR, TALI PUSAT TERAWAT

AUSKULTASI : BISING USUS (+), 4 X/MNT

PALPASI : SUPEL, HEPAR DAN LIEN TIDAK TERABA

ANUS & REKTUM : DBN

GENITALIA : LABIA MAYOR SUDAH MENUTUPI LABIA MINOR

ANGGOTA GERAK : DBN

TULANG BELAKANG : DBN

KULIT : TURGOR CUKUP, SIANOSIS (-)

REFLEX : Hisap(+) tidak kuat, rooting(+), moro(+), genggam(+)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (29 Maret 2011)

Golongan darah : O

Hemoglobin : 14,2 g %

Eritrosit : 4 Juta/ μl

Hematokrit : 42%

Leukosit : 28.200/μl

Trombosit : 184.000/μl

Hitung jenis : 0 / 1/ 12/ 66/ 18/ 3

GDS : 122 mg/dl

CRP semi kuantitatif : 15 mg/dl

IT Ratio : 1,16

31

Page 32: Sepsis Neonatal

DIAGNOSIS KERJA

NCB – SMK dengan Sepsis Neonatorum

PENATALAKSANAAN

Rawat inap perina

Puasa Sementara

OGT di alirkan

O2 8% LPM Head Box

Pasang monitor saturasi O2

Periksa lab DL

IVFD: D10% 10 tts/mnt ( mikro)

MM/ :

Zidifec 2 x 200 mg (IV)

FOLLOW UP

Follow up 3 jam : ( 29/3/2011)

SS : sesak, menangis lemah

O O :

KU : Tampak sakit berat

SOAP Hari II (30/03/2011;07.00 WIB)

S : Sesak tampak berkurang

O :

KU : Tampak sakit sedang

32

Page 33: Sepsis Neonatal

Kes : Menangis lemah,gerak tidak aktif

FJ : 140 x/mnt

FP : 60 x/mnt

Suhu : 37,7° C

Pemeriksaan Fisik

Hidung : Pernafasan cuping hidung (+)

Thoraks:

I : Retraksi epigastrium (+)

P: Stem fremitus kanan = kiri

A: BND Bronkovesikuler, Ronki -/-, Wheezing -/-

BJ I/II Normal, Gallop -, Murmur –

AA : NCB-SMK dengan sepsis neonatorum

PP : O2 Head box 8 LPM

Diet : Puasa

IVFD: Dextrose 5% 10 tetes/menit

(mikro)

mm/ Cidifec 2X150 mg(IV)

Kes : Menangis merintih,gerak tidak aktif

FJ : 130 x/mnt

FP : 60x/mnt

Suhu : 37,5° C

Pemeriksaan Fisik

Hidung : Pernafasan cuping hidung (+)

Thoraks:

I : Retraksi epigastriuml (+)

P: Stem fremitus kanan = kiri

A: BND Bronkovesikuler, Ronki-/-,Wheezing -/-BJ

I/II Normal, Gallop -, Murmur –

A : NCB-SMK dengan

sepsis neonatorum

P : O2 headbox 8 LPM

Diet : Puasa

IVFD Dextrose 5% 12 tts/menit

(mikro)

mm/ Zidifec 2X150 mg(IV)

Visit dr. Tjondro

Minum/OGT : Asi/Lactogen 1 takaran 60cc.

8x5cc/OGT

Vit K 1 mg 1x lagi

Anjuran Prx Kultur darah & resistensi

SOAP Hari III(31/03/2011;07.00 WIB)

S : sesak berkurang

O :

SOAP Hari III(31/03/2011;07.00 WIB)

S : sesak berkurang

O :

33

Page 34: Sepsis Neonatal

KU : Tampak sakit berat

(hipoaktif,

Kes : Menangis merintih,gerak tidak aktif

FJ : 120 x/mnt

FP : 50 x/mnt

Suhu : 37° C

Pemeriksaan Fisik

Hidung : Pernafasan cuping hidung (+)

Thoraks:

I : Retraksi epigastriuml (+)

P: Stem fremitus kanan = kiri

A: BND Bronkovesikuler, Ronki-/-,Wheezing -/-BJ I/II

Normal, Gallop -, Murmur -

A : NCB-SMK dengan

sepsis neonatorum

P : O2 8 LPM per incubator

Diet Lactogen 8x5 cc

IVFD Dextrose 5% 12 tts/menit

(mikro)

mm/ Zidifec 2X150 mg(IV)

Visit dr. Ida Bagus, SpA

Infus ganti Kaen1B 12tetes/menit + KCL 4 meq

Acran 2 x 2mg

Aminosteril 50 cc/hari

KU : Tampak sakit berat

(hipoaktif,

Kes : Menangis merintih,gerak tidak aktif

FJ : 120 x/mnt

FP : 50 x/mnt

Suhu : 37° C

Pemeriksaan Fisik

Hidung : Pernafasan cuping hidung (+)

Thoraks:

I : Retraksi epigastriuml (+)

P: Stem fremitus kanan = kiri

A: BND Bronkovesikuler, Ronki-/-,Wheezing -/-

BJ I/II Normal, Gallop -, Murmur -

A : NCB-SMK dengan

sepsis neonatorum

P : O2 8 LPM per incubator

Diet Lactogen 8x5 cc

IVFD Dextrose 5% 12 tts/menit

(mikro)

mm/ Zidifec 2X150 mg(IV)

Visit dr. Ida Bagus, SpA

Infus ganti Kaen1B 12tetes/menit + KCL 4 meq

Acran 2 x 2mg

Aminosteril 50 cc/hari

SOAP Hari IV(1/04/2011;07.00 WIB)

S : sesak tidak ada

O :

SOAP Hari V(2/04/2011;07.00 WIB)

S :Sesak tidak ada

O :

34

Page 35: Sepsis Neonatal

KU : Tampak sakit sedang

Kes : Menangis merintih,gerak tidak aktif

FJ : 120 x/mnt

FP : 130 x/mnt

Suhu : 36,7° C

Pemeriksaan Fisik

Hidung : Pernafasan cuping hidung (-)

Thoraks:

I : Retraksi epigastriuml (-)

P: Stem fremitus kanan = kiri

A: BND Bronkovesikuler, Ronki-/-,Wheezing -/-BJ I/II

Normal, Gallop -, Murmur –

A : NCB-SMK dengan

sepsis neonatorum

P : O2 8 LPM perincubator

Diet : Lactogen 8x5 cc

IVFD KAEN 1 B 12 tts/menit + KCL 4 meq (mikro)

Aminosteril 1x 50 cc

mm/ Zidifec 2X150 mg(IV)

Acran 2 x 20 mg

Visit dr. Ida Bagus, SpA

Aff OGT

Boleh minum lactogen 8 x 30 cc

KU : Tampak sakit sedang

Kes : Menangis merintih,gerak tidak aktif

FJ : 100 x/mnt

FP : 50x/mnt

Suhu : 36,7° C

Pemeriksaan Fisik

Hidung : Pernafasan cuping hidung (-)

Mulut: Sianosis sirkumoral (-), mukosa bibir

lembab

Thoraks:

I : Retraksi epigastriuml (-)

P: Stem fremitus kanan = kiri

A: BND Bronkovesikuler, Ronki-/-,Wheezing

-/-BJ I/II Normal, Gallop -, Murmur -

A : NCB-SMK dengan

sepsis neonatorum

P : O2 8 LPM perinkubator

Diet Lactogen 8x30 cc

IVFD KAEN 1B 12 tts/menit + KCL 4 Meq

(mikro)

Aminosteril 1 x 50 cc

mm/ Zidifec 2X150 mg(IV)

Visit dr. Ida Bagus, SpA

Infus ganti KAEN 1 B Polos

SOAP Hari VI(03/04/2011;07.00 WIB)

S : Tidak ada keluhan

O :

KU : Tampak sakit sedang

SOAP Hari VII(04/04/2011;07.00 WIB)

S : Tidak ada keluhan

O :

KU : Tampak sakit sedang

35

Page 36: Sepsis Neonatal

Kes : Menangis kuat,gerak tidak aktif

FJ : 100 x/mnt

FP : 50x/mnt

Suhu : 36,7° C

Pemeriksaan Fisik

Hidung : Pernafasan cuping hidung (-)

Mulut: Sianosis sirkumoral (-)

Thoraks:

I : Retraksi epigastriuml (-)

P: Stem fremitus kanan = kiri

A: BND Bronkovesikuler, Ronki-/-,Wheezing -/-BJ I/II

Normal, Gallop -, Murmur –

A : NCB-SMK dengan

sepsis neonatorum

P : O2 8 LPM perinkubator

Diet Lactogen 8x30 cc

IVFD KAEN 1B 12 tts/menit

(mikro)

mm/ Zidifec 2X150 mg(IV)

Kes : Menangis kuat,gerak aktif

FJ : 100 x/mnt

FP : 55x/mnt

Suhu : 36,5° C

Pemeriksaan Fisik

Hidung : Pernafasan cuping hidung (-)

Mulut: Sianosis sirkumoral (-) terutama bila

menangis, mukosa bibir lembab

Thoraks:

I : Retraksi epigastriuml (+)

P: Stem fremitus kanan = kiri

A: BND Bronkovesikuler, Ronki-/-,Wheezing

-/-BJ I/II Normal, Gallop -, Murmur –

A : NCB-SMK dengan

sepsis neonatorum

P : O2 8 LPM perinkubator

Diet Lactogen 8x30 cc

IVFD KAEN 1B 12 tts/menit

(mikro)

mm/ Zidifec 2X150 mg(IV)

Pasien Pulang

ANALISA KASUS

Pasien di diagnosis dengan Neonatus Cukup Bulan – sesuai Masa Kehamilan dengan

Sepsis neonatorum. Diagnosis di tegakkan berdasarkan Anamnesis, Pemeriksaan fisik dan

36

Page 37: Sepsis Neonatal

pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamesis didapatkan bayi baru lahir dengan BBL 3180

gram dan PBL 47 cm. Pasien lahir dengan riwayat persalinan ketuban pecah dini (8 jam) dan

pada saat lahir ketuban ibu berwarna hijau keruh. Meskipun demikian hal tersebut tidak dapat

dimasukkan kedalam criteria factor resiko sepsis neonatal, karena ;menurut literature; tidak

lebih dari 12 jam (minor) ataupun lebih dari 24 jam (mayor).

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan, menurut criteria Lubchenko dan kriteria bataglia

pasien termasuk neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan. Pemeriksaan berdasarkan

neurologi criteria dan eksternal criteria.

Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan:

Frekuensi Nafas : 60 x/menit

Frekuensi Jantung: 145 x/mnt

Pernafasan cuping hidung (+)

Retraksi suprasternal (+)

Suhu : 37,7 ˚C

Pemeriksaan fisik tersebut mendukung ke arah terjadinya suatu proses infeksi sistemik atau

mendukung diagnosis sepsis neonatal.

Berdasarkan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil lab darah berupa pemeriksaan

darah perifer, CRP, IT ratio. Hal ini sudah seuai dengan tinjauan pustaka. Pemeriskaan lab

tersebut mendukung diagnosis kea rah sepsis neonatal. Meskipun demikian pada kasus ini tidak

dilakukan pemeriksaan kultur darah, padahal dengan dilakukan pemeriksaan tersebut dapat

ditegakkan diagnosis pasti sepsis neoanatal. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan kultur

darah dikarenakan keterbatasan biaya.

Pilihan utama penatalaksanaan sepsis neonatorum adalah eliminasi kuman penyebab. Pada

pasien ini diberikan terapi antibiotk selama 7 hari. Hal ini sudah sesuai dengan prinsip

penatalaksanaan sepsis neonatal menurut literatur.

37

Page 38: Sepsis Neonatal

DAFTAR PUSTAKA

1. Hegar, badriul. Tribowo, partini., Irfan, evita bermansah. Update in Neonatal Infections.

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM ; Jakarta : 1- 127.

2. Sepsis Neonatal. Diunduh dari http://www.idai.or.id

38

Page 39: Sepsis Neonatal

3. Markum A.H. Prematuritas dan Retardasi Pertumbuhan Intrauterine. Dalam: Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Anak, jilid I, cet.3, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

1996; 221-36

4. Sepsis Neonatal.Diunduh dari http://www.emedicine.medscape.com

5. Behrman, kliegman, Arvin. Sepsis dan Meningitis Neonatus Nelson textbook of

Pediatrics. edisi,15. Penerbit EGC ; Jakarta 2000 : 653 – 655.

6. Sumarmo,Gama Herry, Hadinegoro Sri Rezeki. Sepsis dan syok septic. Buku ajar ilmu

kesehtran anak . infeksi dan penyakit tropic. Ikatan dokter anak Indonesia, Jakarta

2002 : 391-398

7. Hassan, Rusepno, et al (ed). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK UI. Jakarta. 1985

8. Nelson. Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak, Ed. 15,

Vol. 1, Jakarta: EGC, 1996; 562-72

39

Sumber : www.idai.or.id.