74257408 Sepsis Siap Print

48
Pendahuluan Sepsis neonatorum sampai saat ini masih merupakan masalah utama di bidang pelayanan dan perawatan neonatus. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO), terdapat 5 juta kematian neonatus setiap tahun dengan angka mortalitas neonatus (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, dan 98% kematian tersebut berasal dari negara berkembang. World Health Organization melaporkan case fatality rate yang tinggi pada kasus sepsis neonatorum , yaitu sebesar 40%. Hal ini terjadi karena banyak faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan ditanggulangi. Angka kematian bayi dapat mencapai 50% apabila penatalaksanaan tidak dilakukan dengan baik. 1,2 Angka kejadian sepsis neonatorum adalah 1-5 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan data dari The National Institute of Child Health and Human Development Neonatal Research Network, i nsiden tertinggi sepsis neonatorum ditemukan pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah. Insiden sepsis awitan dini adalah 15-19 per 1000 kelahiran hidup dan sepsis nosokomial awitan lambat sebanyak 21% kasus. 3 Angka kejadian sepsis di negara berkembang masih cukup tinggi (1,8-18/1000) dengan angka kematian sebesar 12-68%, sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis berkisar 1-5 pasien per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 10,3%. 1,2 Penelitian terkini di Malaysia melaporkan angka sepsis neonatorum 5-10% dengan tingkat kematian 23-52%. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam periode Januari-September 2005, angka kejadian sepsis 1

Transcript of 74257408 Sepsis Siap Print

Page 1: 74257408 Sepsis Siap Print

Pendahuluan

Sepsis neonatorum sampai saat ini masih merupakan masalah utama di bidang pelayanan dan

perawatan neonatus. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO), terdapat 5 juta

kematian neonatus setiap tahun dengan angka mortalitas neonatus (kematian dalam 28 hari

pertama kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, dan 98% kematian tersebut berasal

dari negara berkembang. World Health Organization melaporkan case fatality rate yang

tinggi pada kasus sepsis neonatorum , yaitu sebesar 40%. Hal ini terjadi karena banyak faktor

risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan ditanggulangi. Angka

kematian bayi dapat mencapai 50% apabila penatalaksanaan tidak dilakukan dengan baik. 1,2

Angka kejadian sepsis neonatorum adalah 1-5 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan

data dari The National Institute of Child Health and Human Development Neonatal Research

Network, insiden tertinggi sepsis neonatorum ditemukan pada bayi dengan berat badan lahir

sangat rendah. Insiden sepsis awitan dini adalah 15-19 per 1000 kelahiran hidup dan sepsis

nosokomial awitan lambat sebanyak 21% kasus.3 Angka kejadian sepsis di negara

berkembang masih cukup tinggi (1,8-18/1000) dengan angka kematian sebesar 12-68%,

sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis berkisar 1-5 pasien per 1000 kelahiran

hidup dengan angka kematian 10,3%. 1,2 Penelitian terkini di Malaysia melaporkan angka

sepsis neonatorum 5-10% dengan tingkat kematian 23-52%. Di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo (RSCM) dalam periode Januari-September 2005, angka kejadian sepsis

neonatorum sebesar 13,68% dari seluruh kehidupan dengan tingkat kematian sebesar

14,18%. 4

Menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus tidak mudah karena gejala dan tanda

yang tidak spesifik, dapat menyerupai keadaan lain yang disebabkan oleh non infeksi.

Pembuktian infeksi dengan biakan darah sering tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.

Keterlambatan pengobatan akan memperburuk keadaan bayi dan dapat menyebabkan

kematian. Sebaliknya penanganan yang berlebihan akan meningkatkan penggunaan antibiotik

dan lamanya rawat inap di rumah sakit. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengenal dan

menatalaksana sepsis neonatorum.1,4

Definisi

1

Page 2: 74257408 Sepsis Siap Print

Sepsis pada bayi baru lahir adalah infeksi aliran darah yang bersifat, invasive yang di tandai

dengan di temukannya bakteri dalam cairan tubuh, seperti darah, sumsum tulang dan air

kemih.

Sepsis neonatal merupakan syndrome klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi satu bulan

pertama kehidupan. Bakteri,virus,jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru

lahir

Fetus dan neonatus sangat rentan terhadap infeksi. Ada tiga jalur utama terjadinya infeksi

perinatal

1. Infeksi transplasental

2. Infeksi asendens dengan disertai rusaknya barier plasenta ( misalnya infeksi bakteri

setelah 12- 18 jam selaput amnion pecah) dan

Infeksi yang didapat saat bayi melewati jalan lahir yang telah terinfeksi atau terpapar

Etiologi

Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit atau jamur dapat menyebabkan infeksi

berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Pola kuman penyebab sepsis pun berbeda-beda

antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di negara berkembang sendiri

ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri gram negatif rata-rata menjadi penyebab

utama dari sepsis neonatorum.

Mikroorganisme tersering yang menyebabkan timbulnya sepsis awitan dini adalah group B

Streptococcus (GBS), Eschericia Coli, Coagulase-negative Staphylococcus,Haemophilus

influenzae, and Listeria monocytogenes.3 sedangkan di negara berkembang termasuk

Indonesia, mikroorganisme penyebabnya adalah batang Gram negatif. Mikroorganisme

penyebab sepsis awitan lambat diantaranya, coagulase-negative staphylococci,

Staphylococcus aureus, E coli, Klebsiella,Pseudomonas, Enterobacter, Candida, GBS,

Serratia, Acinetobacter, dan bakteri-bakteri anaerob.7,8 Di negara maju, coagulase-negative

staphylococci dan Candida albicans merupakan penyebab utama sepsis awitan lambat,

sedangkan di negara berkembang didominasi oleh mikroorganisme batang gram negatif

(E.Coli, Klebsiella, dan Pseudomonas aeruginosa).1 Di Divisi Neonatologi Departemen Ilmu

Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada tahun 2003, kuman terbanyak yang ditemukan berturut-

turut adalah Acinetobacter sp, Enterobacter sp, Pseudomonas sp. Data terakhir bulan Juli

2

Page 3: 74257408 Sepsis Siap Print

2004-Mei 2005 menunjukkan Acinetobacter calcoacetius paling sering (35,67%), diikuti

Enterobacter sp (7,01%), dan Staphylococcus sp (6,81%).2

Tabel 3. Jenis mikroorganisme penyebab sepsis neonatorum5

KLASIFIKASI

Sepsis neonatorum dibagi menjadi dua bagian yang dibedakan menurut waktu atau usia

timbulnya gejala, yaitu:1,2,3

a. Sepsis awitan dini. Timbulnya gejala sepsis segera dalam periode postnatal (kurang

dari 72 jam). Sepsis awitan dini memiliki kekerapan 3,5 kasus per 1000 kelahiran

hidup dengan angka mortalitas sebesar 15-50% Gejala melibatkan multi sistem

dengan gangguan pernafasan paling dominan. Pada umumnya bayi dengan sepsis

awitan dini berkontak dengan mikroorganisme selama proses persalinan melalui

traktus genitalia ibu. Kolonisasi mikroorganisme patogen dapat terjadi sejak periode

perinatal. Beberapa mikroorganisme patogen seperti treponema, virus, listeria dan

bahkan Candida dapat menyebar ke plasenta secara hematogen. Penyebaran

mikroorganisme lain dapat terjadi pada saat proses persalinan. Bakteri patogen dan

flora normal vagina dapat mencapai cairan amnion dan janin bila selaput ketuban

pecah. Korioamnionitis menyebabkan kolonisasi mikroorganisme pada janin dan

terjadinya infeksi. Timbulnya gejala gangguan pernafasan pada bayi disebabkan

karena bayi mengalami aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Kolonisasi

mikroorganisme dapat terjadi di tempat lain seperti kulit, nasofaring, orofaring,

3

Page 4: 74257408 Sepsis Siap Print

konjungtiva dan tali pusat. Trauma pada permukaan mukosa dapat menyebabkan

terjadi nya infeksi. Sepsis awitan dini ditandai oleh adanya gejala sepsis yang muncul

tiba-tiba dan berat sehingga dapat berkembang dengan cepat menjadi syok septik dan

kematian.

b. Sepsis awitan lambat. Timbulnya gejala sepsis lebih dari 72 jam. Sepsis awitan

lambat pada umumnya lebih ringan, namun suatu saat dapat menjadi berat. Sepsis

biasanya tidak berhubungan dengan komplikasi persalinan. Fokus infeksi yang

menyebabkan bakteriemia dapat diidentifikasi. Meningitis merupakan gejala klinis

paling sering menyertai sepsis. Bakteri yang bertanggung jawab sebagai penyebab

sepsis awitan lambat dan meningitis. Alasan yang menyebabkan gejala klinis sepsis

awitan lambat berkembang lebih lambat, keterlibatan infeksi susunan saraf pusat dan

gejala infeksi sistemik serta kardiorespirasi yang lebih ringan sampai saat ini masih

belum jelas. Transmisi secara horisontal memegang peranan yang besar,kontak yang

erat dengan ibu yang menyusui,dan penularan transmisi secara nosokomial.Yang

paling utama penyebab faktor resiko didapatkannya nosokomial sepsis adalah

penggunaan lama kateter plastik intravaskuler, penggunaan prosedur invasif,

pemakaian antibiotik, perawatan yang lama di rumah sakit,kontaminasi dari peralatan

laboratorium pendukung, cairan intravena atau enteral,dan peralatan yang

terkontaminasi. Bagaimanapun,situasi yang meningkatkan paparan neonatus terhadap

mikroorganisme menghasilkan peningkatan yang tinggi terhadap infeksi nosokomial

dalam perawatan.

Tinjauan Immunologis Neonatus

Jika dibandingkan dengan orang dewasa, fungsi sistem imun neonatus memiliki kekurangan

pada beberapa aspek antara lain: tipe-tipe antibodi spesifik, fungsi bakterisidal dan fagositik,

opsonosasi, komplemen yang bersirkulasi, serta kemampuan untuk meningkatkan produksi

neutrofil sebagai rerspon terhadap infeksi. Kadar serta fungsi monosit pada neonatus sama

dengan orang dewasa; namun demikian, aktivitas kemotaksis makrofag terganggu dan

berlanjut dengan penurunan fungsinya sampai masa kanak-kanak awal. Jumlah makrofag di

paru-paru, limpa, serta hepar menurun. Aktivitas kemotaksis, bakterisidal, serta pemaparan

antigen tidak sempurna baik. Jumlah sitokin yang diproduksi oleh makrofag juga berkurang,

yang mana dapat berhubungan dengan penurunan jumlah produksi sel-T.

4

Page 5: 74257408 Sepsis Siap Print

Sel-T ditemukan dalam sirkulasi janin pada awal kehamilan dan jumlahnya meningkat saat

kelahiran sampai usia sekitar 6 bulan. Namun, sel ini banyak yang immatur dan tidak

bertahan lama. Neonatus kekurangan fenotip sel-T dengan sel memori pada permukaannya.

Namun demikian, jumlah sel-T ini bertambah dengan makin maturnya neonatus serta dengan

stimulus paparan antigen. Sel-T neonatus yang masih naïf ini belum dapat langsung

berproliferasi bila diaktivasi seperti pada sel-T orang dewasa. Selain itu, sel-T neonatus ini

belum secara efektif memproduksi sitokin saat terjadi stimulasi dan diferensiasi oleh sel-B,

serta stimulasi sum-sum tulang oleh granulosit/monosit. Keterlambatan pembentukan fungsi

memori terhadap antigen spesifik mengikuti terjadinya infeksi primer. Fungsi sitotoksik sel-T

neonatus kurang lebih 50-100% sama efektifnya dengan sel-T orang dewasa.

Kekebalan pasif terhadap beberapa jenis organisme didapatkan melalui IgG yang ditransfer

melalui plasenta selama trimester III kehamilan. Kadar IgG antibodi dalam darah bayi cukup

bulan setara dengan kadar antibodi tersebut dalam tubuh ibunya. Maka dari itu, bayi-bayi

yang lahir prematur khususnya yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 30 minggu, tentu

tidak memiliki antibodi ini secara mencukupi. Bila sistem imun ibu tersupresi

(immunosuppressed mother), maka tentu akan sangat mungkin bahwa jumlah IgG yang

ditransmisikan kepada janinnya juga rendah. Janin dapat mensintesis IgM pada usia

kehamilan 10 minggu; namun levelnya sangat rendah saat lahir, kecuali jika janin terpapar

agen infeksius selama kehamilan. Hal tersebut akan menstimulasi peningkatan produksi IgM.

IgG dan IgE juga dapat disintesis oleh janin dalam kandungan namun jumlahnya dalam darah

pada saat lahir hanya sedikit. Neonatus mendapatkan IgA melalui ASI dan mulai

mensekresikan IgA pada usia 2-5 minggu. Respon terhadap antigen polisakarida berkurang

dan tetap demikian sampai 2 tahun pertama kehidupan.

Pada neonatus, kemampuan kemotaksis dan kapasitas neutrofil neonatal serta leukosit PMN

untuk mengeliminasi antigen mengalami penurunan. Berkurangnya adhesi sel-sel ini pada

pembuluh darah mengurangi kemampuannya untuk berdiapedesis meniggalkan pembuluh

darah menuju ke jaringan. Selain itu juga, PMN pada neonatal kurang dapat bergerak melalui

matriks ekstraselular jaringan untuk mencapai lokus inflamasi dan infeksi. Kemampuan PMN

untuk memfagositosis dan membunuh bakteri terganggu saat bayi itu sakit. Yang terakhir,

cadangan neutrofil dengan mudah terdeplesi karena sum-sum tulang kurang responsif,

khususnya pada bayi prematur.

5

Page 6: 74257408 Sepsis Siap Print

Natural killer (NK) cells ditemukan dalam jumlah yang lebih besar pada darah tepi neonatus

dibandingkan orang dewasa; namun kemampuannya berkurang dalam hal mengekspresikan

antigen pada membran sel. Respon yang berkurang ini ditemukan pada infeksi herpes virus

pada neonatus.

Janin mulai dapat memproduksi protein komplemen pada usia kehamilan 6 minggu.

Komposisi komponen komplemen ini sangat bervariasi pada tiap neonatus. Aktivitas

komplemen pada neonatus dalam membunuh organisme, khususnya bakteri Gram-negatif,

masih kurang efisien. Hal ini terutama terjadi pada bayi-bayi prematur. Aktifitas sistem

komplemen mulai matang pada usia 6-10 bulan. Fibronectin, suatu protein serum yang

diinduksi dengan penempelan neutrofil serta memiliki aktivitas opsonisasi, ditemukan dalam

kadar yang rendah pada neonatus. Karena itulah, efisiensi serum neonatus rendah dalam

mengopsonisasi agen infektif.

PATOGENESIS

Dalam dekade terakhir telah diajukan konsep baru patogenesis infeksi yang dikenal

dengan “systemic inflammatory response syndrome”(SIRS). Istilah ini dipakai pada pasien

yang memperlihatkan gejala klinis infeksi dengan respon sistemik seperti takikardia,

takipneu, hipertermia atau hipotermia (Tabel 1). Pada stadium lebih lanjut, dalam cascade

inflamasi ini terjadi perubahan fungsi berbagai organ tubuh yang disebut Multi Organ

Dysfunction Syndrome (MODS). Konsep ini menggambarkan patofisiologi baru dalam

cascade inflamasi yang agak berbeda dengan gambaran yang dianut sebelumnya. 1,2

6

Page 7: 74257408 Sepsis Siap Print

Tabel 1. Kriteria SIRS4

Usia Neonatus Suhu Laju nadi /menit Laju

nafas /menit

Jumlah

leukosit x

103/mm3

0-7 hari >38,5 atau <36

C

>180 atau <100 > 50 >34

7-30 hari >38,5 atau <36

C

>180 atau <100 > 40 >19,5 atau < 5

Catatan: definisi SIRS pada neonatus ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria dalam tabel

(salah satu diantaranya adalah kelainan suhu dan leukosit)

Pada International Consensus Conference on Pediatric sepsis di San Antonio Texas USA

(2002) telah dicapai suatu kesepakatan mengenai definisi SIRS, MODS, Sepsis, Sepsis Berat,

dan syok Sepsis (Tabel 2). Berdasarkan kesepakatan tersebut, definisi sepsis neonatus

ditegakkan bila terdapat SIRS yang dipicu oleh infeksi, baik tersangka infeksi (suspected)

atau terbukti infeksi (proven). Berbagai respon sistemik dapat ditemukan pada SIRS, antara

lain perubahan sistem hematologi, sistem imun tubuh, dan lain-lain.2,5

Tabel 2. Kriteria infeksi, sepsis, sepsis berat, syok sepsis5

Infeksi Terbukti infeksi (proven infection) bila

ditemukan kuman penyebab atau Tersangka

infeksi (suspected infection) bila terdapat

sindrom klinis (gejala klinis dan pemeriksaan

penunjang lain)

Sepsis SIRS disertai infeksi yang terbukti atau

tersangka

Sepsis Berat Sepsis yang disertai disfungsi organ

kardiovaskuler atau disertai gangguan nafas

akut atau adanya gangguan dua organ lain

7

Page 8: 74257408 Sepsis Siap Print

(seperti gangguan neurologi, hematologi,

urogenital dan hepatologi

Syok Sepsis Sepsis dengan hipotensi (tekanan darah

sistolik < 65 mmHg pada bayi < 7 hari dan

<75 mmHg pada bayi 7-30 hari)

Salah satu perubahan yang timbul pada SIRS ialah terjadinya perubahan fisiologis

sistem imun baik humoral maupun seluler. Perubahan tersebut terjadi dalam upaya

mengimbangi atau melakukan reaksi eliminasi mikroba melalui pembentukan berbagai

komplemen dan antibodi. Salah satu proses yang terjadi adalah terbentuknya sitokin. Sitokin

berfungsi sebagai regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflamasi atau trauma. Sebagian

sitokin (Pro inflammatory cytokine seperti IL-1, IL-2 dan TNF-α) dapat memperburuk

keadaan penyakit, tetapi sebagian lainnya (anti inflammatory cytokine seperti IL-4 dan IL-10)

berfungsi menekan infeksi dan mempertahankan homeostasis organ vital tubuh. Dalam

berbagai penelitian dikemukakan bahwa produksi sitokin proinflamasi seperti interleukin (IL-

1) dan TNF akan menimbulkan demam, proses inflamasi, dan destruksi jaringan. Bila

pembentukan terlalu berlebihan dapat menimbulkan syok septik (Gambar 1), disfungsi organ

dan kematian.1,2,6

8

Page 9: 74257408 Sepsis Siap Print

Gambar 1. Patofisiologi syok septik7

Pada infeksi neonatus juga terdapat proses pembentukan sitokin. Kadar sitokin

proinflamasi (IL-2, IL-6, IFN-g, TNF-a) dan anti inflamasi (IL-4,IL-10) meningkat pada

neonatus dan peningkatan tersebut lebih tinggi pada bayi dengan infeksi sistemik dibanding

bayi tanpa infeksi. Keseimbangan homeostasis akan terganggu apabila terdapat dominasi

salah satu kelompok sitokin. Dominasi sitokin proinflamasi akan menimbulkan renjatan dan

disfungsi organ, sebaliknya sitokin antiinflamasi yang berlebihan akan terjadi supresi

terhadap sistem imun.1,6

Patofisiologi 9

Page 10: 74257408 Sepsis Siap Print

Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena terlindung

oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, korion, dan beberapa faktor anti

infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman dapat

timbul melalui berbagai jalan. Blanc (1961) membahaginya dalam 3 golongan, yaitu:

a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir

Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk

ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang

dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki,

influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan

toksoplasma.

Gambar 1. Penjalaran infeksi pada neonatus di dalam kandungan Sumber : Baltimore

R. Neonatal sepsis: epidemiology and management. Paediatr Drugs 2003;5:723

INFEKSI INTRANATAL

b. Pada masa intranatal atau saat persalinan.

Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik

mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya

kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan,

kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port

10

Page 11: 74257408 Sepsis Siap Print

de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman ( misalnya:

herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea)

c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan

Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi

akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat

penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau

dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan

terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus

Bila paparan kuman pada kelompok ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi

respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh

yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien.

Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh

karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula

gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.

11

Page 12: 74257408 Sepsis Siap Print

Gambar : Mekanisme terjadi nya gangguan klinis

Respons inflamasi

Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan pejamu. Meskipun

memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular yang memicu respon sepsis

berbeda tergantung dari mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapannya sama dan tidak

bergantung pada organisme penyebab. Respon sepsis terhadap bakteri gram negatif dimulai

dengan pelepasan lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri.

Lipopolisakarida merupakan komponen penting pada membran luar bakteri gram negatif dan

memiliki peranan penting dalam menginduksi sepsis. Lipopolisakarida mengikat protein

spesifik. dalam plasma yaitu lipoprotein binding protein (LPB). Selanjutnya kompleks LPS-

LPB ini berikatan dengan CD14, yaitu reseptor pada membran makrofag. CD14 akan

mempresentasikan LPS kepada Toll-like receptor 4 (TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi

12

Page 13: 74257408 Sepsis Siap Print

sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag. Bakteri gram positif dapat menimbulkan sepsis

melalui dua mekanisme, yaitu dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai

superantigen dan dengan melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel imun.

Superantigen mengaktifkan sejumlah besar sel T untuk menghasilkan sitokin proinflamasi

dalam jumlah yang sangat banyak. Bakteri gram positif yang tidak mengeluarkan eksotoksin

dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun non spesifik melalui mekanisme

yang sama dengan bakteri gram negatif. Kedua kelompok organisme diatas, memicu kaskade

sepsis yang dimulai dengan pelepasan mediator inflamasi sepsis (Gambar 2.2). Mediator

inflamasi primer dilepaskan dari sel-sel akibat aktivasi makrofag. Pelepasan mediator ini

akan mengaktivasi sistem koagulasi dan komplemen. Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik

melalui sistem imunitas selular yang meliputi monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui

sistem imunitas humoral dengan membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR-2 serta TLR-4

di membran monosit dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan

sistem imunitas selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel T akan berdiferensiasi menjadi sel

T helper-1 (Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1 mensekresikan sitokin proinflamasi

seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon γ (IFN- γ), interleukin 1-β (IL-1β), IL-2, IL-6

dan IL-12 serta menjadi. Sel Th2 mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, -10, dan -

13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan anti inflamasi diatur melalui mekanisme umpan

balik yang kompleks. Sitokin proinflamasi terutama berperan menghasilkan sistem imun

untuk melawan kuman penyebab.

13

Page 14: 74257408 Sepsis Siap Print

Gambar : Patofisiologi Cascade sepsis

Namun demikian, pembentukan sitokin proinflamasi yang berlebihan dapat membahayakan

dan dapat menyebabkan syok, kegagalan multi organ serta kematian. Sebaliknya, sitokin anti

inflamasi berperan penting untuk mengatasi proses inflamasi yang berlebihan dan

mempertahankan keseimbangan agar fungsi organ vital dapat berjalan dengan baik. Sitokin

proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau secara tidak

langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, Platelet Activating

Factor (PAF), prostaglandin), dan komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag

terjadi pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan

mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ.

Aktivasi endotel akan meningkatkan jumlah reseptor trombin pada permukaan sel untuk

melokalisasi koagulasi pada tempat yang mengalami cedera. Cedera pada endotel ini juga

berkaitan dengan gangguan fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor

pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul antitrombik. Selain itu, inflamasi

pada sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah.

Faktor Risiko Sepsis

14

Page 15: 74257408 Sepsis Siap Print

Faktor risiko ibu:

1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih dari 24

jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis,

kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.15

2. Infeksi dan demam (>38°C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi saluran

kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli,

dan komplikasi obstetrik lainnya.15

3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.

4. Kehamilan multipel.

5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan.

6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu.15

Faktor risiko pada bayi:

1. Prematuritas dan berat lahir rendah.

2. Dirawat di Rumah Sakit.

3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress dan

trauma pada proses persalinan.

4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus,

pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal.

5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun, atau

asplenia.

6. Asfiksia neonatorum.

7. Cacat bawaan.

8. Tanpa rawat gabung.

9. Tidak diberi ASI.

10. Pemberian nutrisi parenteral.

11. Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama.

12. Perawatan di bangsal bayi baru lahir yang overcrowded.

15

Page 16: 74257408 Sepsis Siap Print

13. Buruknya kebersihan di NICU.15

Faktor risiko lain:

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada bayi

laki-laki daripada perempuan, pada bayi kulit hitam daripada kulit putih, pada bayi dengan

status ekonomi rendah, dan sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada

tenaga kesehatan maupun anggota keluarga pasien, serta buruknya kebersihan di

NICU.27,42,46,48 Faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih

menjadi masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak adanya

perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor

risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian

khusus terutama bila disertai gambaran klinis.

Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya sepsis awitan dini adalah:4

a. Bayi lahir prematur atau berat badan lahir rendah (<2500 gram)b. Ibu mengalami demam dalam 2 minggu sebelum melahirkanc. Ketuban hijau,kental dan baud. Ketuban pecah lebih dari 18 jame. Lebih dari tiga kali pemeriksaan dalam vagina selama persalinanf. Partus lama dan persalinan dengan tindakang. Asfiksia perinatal (nilai Apgar <4 pada satu menit pertama)h. Bayi yang memerlukan tindakan resusitasi saat lahir.

Beberapa faktor-faktor risiko sepsis awitan lambat seperti berat badan lahir rendah,

prematuritas, prosedur invasif, terapi cairan parenteral, penggunaan ventilasi. Faktor-faktor

risiko lain yang meningkatkan kejadian sepsis awitan lambat seperti higiene yang kurang,

perawatan tali pusat kurang memadai, pemberian susu botol dan susu formula.Ada juga yang

membaginya menjadi faktor mayor-minor.2,4

Faktor mayor :

a. Ruptur membran ibu > 18 jam.

b. Ibu dengan demam intrapartum > 38°C,

c. Korioamnionitis.

d. Fetal takikardi > 160 kali /menit.

16

Page 17: 74257408 Sepsis Siap Print

Faktor minor:

a. Ibu dengan demam intrapartum > 37,5°C.

b. Kehamilan kembar.

c. Bayi prematur

d. Ibu dengan leukositosis (hitung sel darah putih >15.000).

e. Ruptur membran > 12 jam.

f. Takipnea

g. Kolonisasi SGB pada ibu.

h. APGAR score yang rendah (<3)

i. Berat badan lahir rendah (<2500 gram)

j. Lochia berbau busuk.

Manifestasi Klinis

a. Sepsis awitan dini3,5,7,9,10

Tanda-tanda klinis muncul semenjak 6 jam kehidupan, mayoritas muncul pada 72 jam

pertama umur kehidupan. Tanda awal biasanya sering tidak spesifik dan tidak

diketahui.

Gejala diantaranya:

Hilangnya aktifitas spontan.

Poor sucking.

Apnea.

Bradikardi.

Suhu tubuh yang tidak stabil.

Distres pernafasan. Kebanyakan neonatus dengan early onset infeksi

menunjukkan gejala distres pernafasan yang sulit dibedakan dengan bentuk

HMD, pneumonia, atau penyebab lain dari kesulitan bernafas,dengan

penampilan seperti sianosis, dispneu, takipneu, apnea, retraksi epigastrium,

dan intercostal.

17

Page 18: 74257408 Sepsis Siap Print

Gangguan kardiovaskuler. Bradikardi, pallor, penurunan perfusi, hipotensi.

Gangguan metabolik.Hipotermia,hipertermia,asidosis metabolik (ph <7,25)

Gangguan neurologik. Lethargi,hipotonia,penurunan aktifitas,seizures,jittery.

b. Sepsis awitan lambat

Gejala dan tanda-tanda klinis muncul >7 hari kehidupan.Transmisi secara horisontal

dapat dari yang lain (dari neonatus yang terinfeksi atau dari perawat kesehatan) atau

secara vertikal (dari ibu yang terlalu sering berdekatan).Tanda-tanda yang sering

biasanya demam,lethargi. Irritable, poor feeding, dan takipnea. Distres pernafasan

yang tidak begitu jelas.

Pemeriksaan Penunjang Sepsis

Dalam menentukan diagnosis sepsis, riwayat perinatal, pemeriksaan fisik, serta perjalanan

penyakit harus dievaluasi dengan cermat. Pemeriksaan darah rutin dan hitung jenis leukosit

umumnya bermanfaat walaupun tidak spesifik untuk sepsis. Adanya leukopenia (<> 0,2,

mengindikasikan prediksi yang mengarah kepada sepsis. Bila hal-hal tersebut tidak

ditemukan, maka kemungkinan sepsis adalah minim. Akurasi prediksi ini penting untuk

dibuktikan dengan reevaluasi dalam 8-24 jam. Trombositopenia, granul toksik, vakuolisasi,

dan badan Döhle merupakan perubahan lain yang dapat membantu menyingkirkan

kemungkinan sepsis. Leukositosis dan neutrophilia bukan indikator yang baik untuk

kemungkinan sepsis.

Tes aglutinasi latex terhadap adanya antigen GBS umumnya dilakukan pada urin. Namun

demikian, positif palsu terjadi pada lebih dari 10% kasus. Pengukuran mikrosedimentation

rate, C-reactive protein, fibronectin, dan haptoglobin memiliki akurasi dan spesifisitas yang

rendah.

Pemeriksaan yang lebih lengkap mencakup radiografi thorax dan biakan darah. Pada bayi

dengan resiko tinggi, kurang dari 72 jam, dan asimtomatik, biakan urin dan spinal tap juga

perlu dilakukan. Bayi-bayi pada keadaan di atas biasanya tidak mungkin menderita

meningitits tanpa adanya hasil positif pada biakan darah. Meskipun demikian, walaupun

biakan darah sudah memberi hasil positif, LCS juga harus tetap diperiksa. Bila LCS positif

atau bila ada tanda yang jelas akan adanya meningitis walaupun dengan hasil biakan negatif,

18

Page 19: 74257408 Sepsis Siap Print

pemberian terapi antibiotik harus diperpanjang. Setelah 72 jam pertama post partum atau

ketika ada kecurigaan kuat terhadap sepsis, aspirasi suprapubik dan LCS sebaiknya

dilakukan. Beberapa bayi dalam keadaan kritis, terutama bayi BBLR, dapat diberikan

antibiotik sebelum spinal tap dilakukan. Bila antibiotik sudah mulai diberikan, biakan harus

diinkubasikan selam 72 jam untuk menyediakan cukup waktu bagi organisme untuk

berkembang biak sebelum biakan dinyatakan negatif dan terapi antibiotik intravena

dihentikan. Hanya sekitar 82-90% biakan darah sensitif pada neonatus. Karena itu, dengan

adanya kecurigaan klinik yang cukup kuat terhadap sepsis serta jumlah leukosit yang

abnormal, bayi harus diterapi lengkap dengan antibiotikwalaupun dengan hasil biakan yang

negatif .

Pemeriksaan cairan serebrospinal umumnya sukar diinterpretasikan pada neonatus. LCS

normal dapat mengandung sampai 32 leukosit per mikroliter, dengan 60% sel PMN. Kadar

glukosa LCS bervariasi pada neonatus, namun secara umum 40% lebih tinggi dari kadar

glukosa dalam plasma. Protein dapat mencapai 180mg/dL atau lebih tinggi pada bayi

prematur. Organisme sebaiknya dilihat dengan pewarnaan Gram.

Diagnosis

Gejala klinis sepsis neonatorum sangat bervariasi sehingga diagnosis sepsis sulit

ditegakkan.11 Oleh karena itu, kriteria diagnostik sepsis pada neonatus tidak hanya

berdasarkan gejala klinis tetapi juga pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium

maupun pemeriksaan khusus lainnya. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus berdasarkan

perubahan klinis sesuai dengan perjalanan infeksi. Gambaran klinis sepsis neonatorum

dikelompokkan menjadi 4 variabel, yaitu variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel

perfusi jaringan dan variabel inflamasi.

Tabel 4. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus2,12

Variabel klinis

Suhu tubuh yang tidak stabil

Laju nadi >180 kali/menit atau <100 kali/menit

19

Page 20: 74257408 Sepsis Siap Print

Laju nafas >60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen

Letargi

Intoleransi glukosa (plasma glukosa >10 mmol/l)

Intoleransi minum

Variabel hemodinamik

Tekanan darah <2SD menurut usia bayi

Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (bayi usia 1 hari)

Tekanan darah sistolik < 65 mmHg (bayi usia <1 bulan)

Variabel perfusi jaringan

Pengisian kembali kapiler/ capillary refill > 3 detik

Asam laktat plasma > 3 mmol/l

Variabel Inflamasi

Leukosistosis (> 34000 x 106/L)

Leukopenia (<5000 x 106/L)

Neutrofil muda > 10%

Netrofil muda/ total neutrofil (I/T ratio) > 0,2

Trombositopenia < 100 000 x 106/L

C Reactive Protein > 10 mg/dl atau >2SD dari nilai normal

Procalcitonin > 8,1 mg/dL atau >2SD dari normal

IL-6 atau IL-8 > 70 pg/ml

16 S rRNA gene PCR: Positif

Penetapan interleukin sebagai salah satu kriteria diagnosis sepsis mempunyai arti

penting karena hal itu sesuai dengan respons sistemik yang terlihat pada pasien SIRS/FIRS.

Pembentukan sitokin ini bertambah penting artinya karena sitokin tidak hanya berperan

dalam regulasi proses inflamasi tetapi sekaligus dapat dipergunakan sebagai penunjang

diagnosis sepsis neonatorum. Kuster dkk (1998) melaporkan sitokin yang beredar di dalam

sirkulasi pasien sepsis dapat dideteksi 2 hari sebelum gejala klinis sepsis muncul. Pelaporan

20

Page 21: 74257408 Sepsis Siap Print

ini sangat bermanfaat dalam manajemen pasien karena dengan demikian rencana pengobatan

sepsis dapat dilakukan dengan lebih dini sehingga pengobatan akan lebih efisien dan efektif

serta komplikasi jangka panjang yang mengganggu tumbuh kembang bayi dapat dihindarkan.

Akhir-akhir ini pemeriksaan biomolekuler/ Polymerase Chain Reaction (PCR) juga

digunakan dalam menentukan diagnosis dini sepsis neonatorum. Dibandingkan dengan

biakan darah, pemeriksaan biomolekuler mampu lebih cepat memberikan informasi jenis

kuman. Selain bermanfaat untuk deteksi dini, PCR juga dapat digunakan untuk menentukan

prognosis pasien sepsis neonatorum.2,7

Tata laksana

Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis

neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan

mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan pengobatan

optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak

diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan antibiotika secara empiris dapat

dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab tersering yang ditemukan di klinik

tersebut. Selain pola kuman hendaknya diperhatikan pula resistensi kuman. Segera setelah

didapatkan hasil kultur darah, maka jenis antibiotik disesuaikan dengan kuman penyebab dan

pola resistensinya.1,2

Dalam kepustakaan dikemukakan bahwa kuman streptococcus Grup B dan kuman

gram positif lainnya masih sensitif terhadap penicillin (dosis 100.000-200.000 U/kgbb/hari)

atau ampisilin (dosis 100-200 mg/kgbb/hari). sedangkan kuman Listeria masih sensitif

dengan kombinasi antibiotik ampisilin dan aminoglikosid, serta golongan Pseudomonas

umumnya sensitif terhadap sefalosporin. Lamanya pengobatan sangat tergantung pada kuman

penyebab. Pada penderita yang disebabkan oleh kuman streptococcus dan listeria, pemberian

antibiotika dianjurkan selama 10-14 hari. sedangkan penderita yang disebabkan oleh kuman

gram negatif pengobatan kadang-kadang diteruskan sampai 2-3 minggu. Divisi perinatologi

RSCM menggunakan antibiotik golongan Ceftasidim sebagai antibiotik pilihan pertama

dengan dosis yang dianjurkan 50-100 mg/kgbb/hari (bergantung berat-ringannya gejala

sepsis) dan diberikan 2 kali sehari. Beberapa kuman gram negatif saat ini hanya sesnsitif

terhadap imipenem atau meropenem dengan dosis 25 mg/kgbb/dosis dengan pemberian 2 kali

sehari.1,2 Gambar 2 memperlihatkan protokol pemberian antibiotik pada sepsis.

21

Page 22: 74257408 Sepsis Siap Print

Walaupun pemberian antibiotik masih merupakan tata laksana utama pengobatan

sepsis neonatorum, berbagai upaya pengobatan tambahan (adjunctive therapy) banyak

dilaporkan dalam upaya memperbaiki mortalitas bayi. Pengobatan tambahan atau terapi

inkonvensional semacam ini selain mengatasi berbagai defisiensi dan belum matangnya

fungsi pertahanan tubuh neonatus, juga dalam rangka mengatasi perubahan yang terjadi

dalam perjalanan penyakit dan cascade inflamasi pasien sepsis neonatorum..

Gambar :Protokol tatalaksana sepsis8

Beberapa terapi inkonvesional yang sering diberikan antara lain:1,5,6,9,10

22

Page 23: 74257408 Sepsis Siap Print

Pemberian imunoglobulin secara intravena (IVIG). Bertujuan untuk dapat

meningkatkan antibodi tubuh serta memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah

putih. Namun pemberian IVIG belum terbukti memberikan efek yang menguntungkan

terhadap penderita tersangka sepsis dan sepsis neonatorum.13

Pemberian Fresh frozen plasma (FFP). Pemberian FFp diharapkan dapat mengatasi

gangguan koagulasi yang diderita pasien. FFP juga mengandung antibodi, komplemen

dan protein lain seperti C-reactive protein dan fibronectin. Walaupun FFP

mengandung antibodi protektif tertentu namun pemberian FFP dengan tujuan

meningkatkan kadar proteksi pada bayi tidak akan banyak berfaedah.

Pemberian Granulocyte-Macrophage Colony Stimulating Factor (G-CSF). G-CSF

secara langsung akan memperbanyak netrofil dalam sirkulasi akibat pelepasan netrofil

dari sum-sum tulang yang meningkat.

Transfusi tukar. Tindakan ini bertujuan untuk mengeluarkan/ mengurangi toksin atau

produk bakteri dan mediator penyebab sepsis, memperbaiki perfusi perifer dan

pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah, serta memperbaiki

sistem imun dengan adanya tambahan netrofil dan berbagai antibodi yang mungkin

terkandung dalam darah donor. Pelaksanaan tindakan ini sulit dan berpotensi

menimbulkan reaksi transfusi.

Tatalaksana imunologik. Adanya hipotesis yang menyatakan bahwa pengurangan

sirkulasi TNF-a dan IL-1 (sitokin proinflamasi) dalam sirkulasi akan menghambat

perkembangan cascade sepsis. Hipotesis ini dibuktikan dengan menyuntikkan reseptor

antagonis IL-1(IL-1ra) pada binatang percobaan dapat merintangi aktifitas IL-1

sehingga terhindar dari kematian akibat bakteriemia dan endotoksemia.

Komplikasi

Komplikasi sepsis neonatorum antara lain ialah meningitis, neonatus dengan meningitis dapat

menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau leukomalasia periventrikular, hipoglikemia,

asidosis metabolik, koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial dan

pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS). Selain itu ada komplikasi yang berhubungan dengan

penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal, komplikasi

akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan

sampai dengan retardasi mental dan komplikasi kematian.23

Page 24: 74257408 Sepsis Siap Print

Prognosis

Angka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10-40 %. Angka tersebut berbeda-beda

tergantung pada cara dan waktu awitan penyakit, agen etiologik, derajat prematuritas bayi,

adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit

perawatan. Angka kematian pada bayi BBLR adalah 2 kali lebih besar. Dengan diagnosis dini

dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik; tetapi bila tanda dan gejala awal serta faktor

resiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka kematian. Pada meningitis

terdapat sequele pada 15-30% kasus neonatus. Rasio kematian pada sepsis neonatorum 2–4

kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan. Rasio kematian pada

sepsis awitan dini adalah 15 – 40% (pada infeksi SGB pada SAD adalah 2 – 30 %) dan pada

sepsis awitan lambat adalah 10 – 20 % (pada infeksi SGB pada SAL kira – kira 2 %).

Pencegahan Sepsis Awitan Dini

Pencegahan sepsis neonatorum awitan dini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik.

Dengan pemberian ampisilin 1 gram intravena yang diberikan pada awal persalinan dan tiap

6 jam selama persalinan, dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi awitan dini (early-onset)

sampai 56% pada bayi lahir prematur karena ketuban pecah dini, serta menurunkan risiko

infeksi SGB sampai 36%. Pada wanita dengan korioamnionitis dapat diberikan ampisilin dan

gentamisin, yang dapat menurunkan angka kejadian sepsis neonatorum sebesar 82% dan

infeksi SGB sebesar 86%. Sedangkan wanita dengan faktor risiko seperti korioamnionitis

atau ketuban pecah dini serta bayinya, sebaiknya diberikan ampisilin dan gentamisin

intravena selama persalinan. Antibiotik tersebut diberikan sebagai obat profilaksis. Bagi ibu

yang pernah mengalami alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin.14 15

PENCEGAHAN SEPSIS

Pencegahan Sepsis Awitan Lanjut2

Pencegahan untuk sepsis neonatorum awitan lanjut yang berhubungan dengan infeksi

nosokomial antara lain :

Pemantauan yang berkelanjutan

24

Page 25: 74257408 Sepsis Siap Print

Surveilans angka infeksi, data kuman dan rasio jumlah tenaga medis dibandingkan

jumlah pasien

Bentuk ruang perawatan

Sosialisasi insidens infeksi nosokomial kepada pegawai

Program untuk meningkatkan kepatuhan mencuci tangan

Perhatian terhadap penanganan dan perawatan kateter vena sentral

Pemakaian kateter vena sentral yang minimal

Pemakaian antibiotik yang rasional

Program pendidikan

Meningkatkan kepatuhan pegawai berdasarkan hasil program kontrol.14

Antibiotik Profilaksis

Terapi pencegahan atau antibiotik profilaksis pada bayi baru lahir tidak dilakukan lagi.

Pemberian antibiotik harus dibatasi serta memperhatikan faktor ibudan bayi. Antibiotik hanya

boleh diberikan pada BBLR dengan berat <1250 Gram tanpa memandang ke dua faktor

tersebut. Penelitian meta-analisis pada neonatus kurang bulan terhadap pemberian antibiotik

profilaksis diantaranya dari 5 RCT yang dianalisis tampak adanya penurunan insidens

terjadinya sepsis dan sepsis akibat coagulase negative staphylococcal (CoNS) pada neonatus

yang mendapat profilaksis vankomisin. Didapatkan hasil lebih baik dengan pemberian secara

infus kontinyu. Namun, tidak ada bukti bahwa pemberian profilaksis vankomisin dapat

menurunkan angka mortalitas ataupun mempengaruhi lama masa perawatan di NICU. Dari

hasil analisis yang sama juga tidak menunjukkan adanya gangguan pendengaran yang

signifikan akibat efek samping ototoksisitas dari vankomisin. Hingga saat ini belum ada bukti

cukup untuk menunjang hipotesis adanya peningkatan resistensi mikroba terhadap

vankomisin.120 Selain mengetahui berat bayi, perlu diketahui ada tidaknya riwayat infeksi

intrauterin dengan menanyakan apakah ibu demam selama proses persalinan sampai tiga hari

pasca persalinan atau ketuban pecah dini 18 jam atau lebih sebelum bayi lahir. Setelah itu,

antibiotik baru dapat diberikan.14

Indikasi pulang pada sepsis neonatorum

Pengobatan antibiotika telah selesai

Tidak ada tanda-tanda infeksi baik secara klinis maupun laboratoris

Keadaan umum baik

25

Page 26: 74257408 Sepsis Siap Print

Dapat minum secara adekuat15

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. Ny Noviyanti

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal lahir : 29-07-2013

Jam : 13.25 WIB

Anak ke- : 3

Alamat : dusun tanjung neraca kec.payed kab aceh tamiang

IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ibu : Ny. Noviyanti Nama Ayah : Robi Sunardi

Usia : 27 tahun Usia : 31 tahun

Pekerjaan : wiraswasta Pekerjaan : PNS

Telah lahir seorang bayi laki-laki di RSUD UMI secara sectio secaria. Bayi dilahirkan

dalam kondisi tidak segera menangis, pernafasan spontan (+) serta gerakan lemah oleh karena

itu os dirujuk ke ruang perawatan anak RSUD LANGSA.

ANAMNESA

Alloanamnesa dengan ibu pasien dilakukan pada hari kamis tanggal 2 agustus 2013 pukul

14.00 wib

A. Keluhan utama

Bayi tampak lemas dan kesulitan bernapas

B. Keluhan tambahan

Suhu badan abnormal ( kadang hipertemi kadang hipotermi ) tonus otot kurang aktif,

menangis seperti merintih, bayi sianosis, pucat, lemah.

C. Riwayat penyakit sekarang

Ibu pasien merakan ketuban pecah pukul 06.00 tanggal 29 juli. Ibu langsung dibawa

kerumah bidan dan oleh bidan dilakukan induksi, namun induksi gagal dan pada

26

Page 27: 74257408 Sepsis Siap Print

pukul 13.00 dilakukan operasi caesar atas. Bayi lahir atas kesadaran baik keadaan

lemas dan sulit bernapas dan tidak langsung menangis hanya merintih, bayi kadang

panas, kadang dingin pucat, pergerakan kurang, tidak bisa minum/ menyusui.

D. Riwayat penyakit dahulu

Disangkal pasien

E. Riwayat kehamilan dan persalinan

Ibu pasien hamil pada usia 26 tahun ini merupakan kehamilan yang ketiga .riwayat

perawatan antenatal selama kehamilan baik dan tidak bermasalah saat kontrol setiap bulan

pada bidan dan oleh dr sps di usg pasien tidak ditemukan adanya kelainan. Sebelum kelahiran

sc ibu os mengaku terlebih dahulu ibu sempat mengalami kelahiran di rumah bidan akibat

pecah ketuban sekitar pukul 06.00 pagi dan bayi sulit lahir smpai jam 12 sehingga ibu dibawa

ke rumah sakit UMI Langsa untuk di lakukan kelahiran secara secio secaria oleh dr. Spesialis

obgyn. Kemudian bayi lahir pukul 13.25 dan setelah lahir bayi menangis tidak kuat sehingga

badan bayi membiru. Kemudian bayi di bawa keruang perawatan anak 1 jam setelah bayi

lahir bayi terlihat lemas tidak mau menyusui, menangis dan suhu badan bayi tersebut menjadi

tinggi.

3. Riwayat kehamilan ibu

Gravid : 3

Partus : 3

Abortus: 0

Kehamilan ganda : 0

Umur kehamilan : 38 minggu

Cairan ketuban : hijau lumpur dan berbau

STATUS PRESENT

KU : Lemah

HR : 130 x/i

RR : 90 x/i

PB : 50 cm

27

Page 28: 74257408 Sepsis Siap Print

PEMERIKSAN FISIK

Kepala : normocephali

Fontanela : (+)

Ubun-ubun : (+)

Lingkar Kepala : 35 cm

Lingkar dada : 36cm

Lingkar lengan :10cm

Leher : DBN

Mata : DBN

Telinga : DBN

Hidung : DBN

Mulut : DBN

Thoraks I : Simetris

P: DBN

P: Sulit Dinilai

A: Vesikuler (+), suara nafas tambahan (-),

Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)

Adomen I : Simetris

P: DBN

P: Sulit Dinilai

A: peristaltik (+)

Ektremitas Atas : lemah

Bawah : lemah

28

(-) (-)

(-)(-)

edema pucat sianosis

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Page 29: 74257408 Sepsis Siap Print

Anus : (+)

Kelainan kongenital : (-)

Pemeriksaan neurologis

1. Reflek moro : ada kurang aktif

2. Reflek sucking : tidak ada

3. Reflek glabela : DBN

4. Reflek menggenggam : tidak ada

APGAR SCORE

1’ 5’

Warna Kulit 1 1

Frekuensi Jantung 2 2

Refleks 1 1

Tonus Otot 1 1

Usaha bernafas 1 2

6 7

MATURITAS NEUROMUSKULAR

Sikap tubuh : 3 Tanda selempang : 3

Pergelangan tangan : 3 Tumit ke kuping : 3

Recoil lengan : 4 Sudut poplitea : 4 +

20

MATURITAS FISIK

Kulit : 1

Lanugo : 2

Permukaan plantar : 3

Payudara : 3

Mata / telinga : 2

Genitalia : 1 +

12

29

Page 30: 74257408 Sepsis Siap Print

Total score : 32

Minggu : 36 – 38

Diagnosa : NCB SMK + Asfiksia berat + Sepsis

Terapi

Rawat inkubator

Oksigen 1/L

Ivfd 0,5 % NaCl 0,225 (375cc) + D40 % (Ncc) +Kcl 10cc ( 6 gtt/i Mikro )

Injeksi cefotaxime 100 mg / 12 jam

Injeksi gentamicin 20 mg / 12 jam

Diet ASI 10 cc / 3 jam / NGT

Folow Up Harian Pasien

2 agustus 2013 Os tidak mau minum, demam dan tidak menangis, kemudian

diberikan terapi sepeti diawal

3 agustus 2013 Os msh tidak mau minum, tetapi sudah mulai menangis dengan

merintih, suhu badan normal, terapi tetap dilanjutkan

4agustus 2013 Keluhan os msh tetap sama tidak mau minum dan jarang

terbangun disertai dengan sklerema maka terapi selain

farmakoterapi seperti biasa diberikan fototerapi

5 agustus 2013 Os msh sama demam masih ada disertai dengan sklerema terapi

dilanjutkan

6-8 agustus 2013 Os mulai membaik sklerema mulai menghilang deman sudah

mulai stabil reflek menghisap sudah ada tetapi lemah terapi

dilanjutkan

30

Page 31: 74257408 Sepsis Siap Print

9 agustus 2013 Os pulang atas indikasi sendiri

DISKUSI

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, permasalahan seputar sepsis neonatorum

terletak pada permasalahan penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahan

(profilaksis) sepsis neonatorum. Dalam hal penegakan diagnosis sepsis neonatorum

mengalami kendala karena gejala dan tanda klinis sepsis tidak spesifik, yaitu dapat

menyerupai keadaan lain. Dilain pihak, penegakan diagnosis secara dini berperan sangat

penting karena dapat membantu menurunkan tingkat mortalitas.

Pada kasus yang telah dipaparkan terlihat ada beberapa gejala klinis yang menunjukkan

penegakan ke diagnosis seperti :

1. Dari faktor resiko kejadian sepsis yaitu 50% dari faktor si ibu akibat pecah nya

ketuban dalam waktu yang lama sekitar 6 jam yang bisa berakibat pencetus infeksi

2. Dari gejala klinis setelah bayi lahir nampak bayi menangis lemah merintih, suhu

badan kadang hipotermi dan kadang hipertermi, tidak mau menyusui, dan disertai

sklerema.

3. Dari pemeriksaan darah rutin tidak didapatkan karena ibu os tidak bersedia untuk

diperika, tetapi pada umumnya hasil yg khas terletak pada:

Leukosit <5000 atau > 22000

Maka dari tatalaksana yang diberikan pasien mendapatkan terapi :

1. Rawat inkubator

Inkubator bayi dirancang untuk melindungi serta memberikan temperature yang

sesuai untuk bayi baru lahir yang rentan terhadap dunia luar.

2. Oksigen 1/L

Untuk memenuhi kebutuhan O2 pada os dengan klinis os tampak susah bernapas

sehingga anoksia bisa terminimalisir.

3. Ivfd 0,5 % NaCl 0,225 (375cc) + D40 % (Ncc) +Kcl 10cc ( 6 gtt/i Mikro )

31

Page 32: 74257408 Sepsis Siap Print

4. Injeksi cefotaxime 100 mg / 12 jam

Cefotaxime merupakan antibiotik golongan sefalosporin. Sefalosporin merupakan

antibiotika bakterisid yang mekanisme kerjanya mirip dengan golongan penisilin.

Antibiotik-antibiotik -lactam ini menghambat pembentukan dinding sel bakteri pada

tahap III dan tahap akhir dengan berikatan pada satu atau lebih protein-protein

pengikat penisilin (PBPs) yang terdapat di membran sitoplasma di bawah dinding

sel bakteri yang rentan. Cefotaxime memiliki afinitas yang besar terhadap PBPs

Enterobacteriaceae.

5. Injeksi gentamicin 20 mg / 12 jam

Gentamicin adalah jenis obat yang termasuk kelompok aminoglycosides.

Gentamicin ini merupakan antibiotik, yang bekerja dengan cara memperlambat

pertumbuhan atau membunuh bakteria sensitif dalam tubuh.

6. Diet ASI 10 cc / 3 jam / NGT

Diberikan diet asi dikarenakan os belum ada ransangan menghisap dan tidak mau

minum sehingga untuk memenuhi kebutuhan gizi os tetap harus diberi asi 10 cc / 3

jam.

32

Page 33: 74257408 Sepsis Siap Print

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminullah A, Gatot D, Kosim S, Rohsiswatmo R, Indarso F, Dharma R, Wibowo N,dkk.

Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum. Health Technology Assessment Indonesia.

Departemen keshatan Republik Indonesia, Jakarta;2007:h.3-43

2. Aminullah A. Masalah Terkini Sepsis Neonatorum. Dalam: Hegar B, Trihono P, Irfan

EB. Update in Neonatal Infections. Pendidikan Kedokteran berkelanjutan Ilmu Kesehatan

Anak XLVIII. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia RS.Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta:2005.h:1-13.

3. Gomella LT. Sepsis. Dalam: Neonatology. Management, Procedures, On-Call Problems,

Diseases, and Drugs. McGraw Hill Lange,New York;2009.h.665-71.

4. Rohsiswatmo R. Kontroversi Diagnosis Sepsis Neonatorum. Dalam: Hegar B, Trihono P,

Irfan EB. Update in Neonatal Infections. Pendidikan Kedokteran berkelanjutan Ilmu

Kesehatan Anak XLVIII. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia RS.Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta:2005.h:32-42

5. Goldstein B, Giroir B, Randolph A, the members of the international consensus

conference on pediatric sepsis. International Pediatric Sepsis Consensus Conference:

Definitions for Sepsis and Organ Dysfunction in Pediatrics. Pediatr Crit Med; 2005.

Vol.6,No.1.h:2-8.

6. Sankar MJ, Agarwal R, Deorari AK, Paul VK. Sepsis in The newborn. Diunduh dari:

www.newborhocc.org . Tanggal 24 Oktober 2011.

7. Cipla. Neonatal Sepsis Protocol For Indian Neonatal intensive Care Unit (NICU)-The

Algorithmic Way. Dalam: Infection update. New Delhi;2008.h.1-20.

8. Aleteyeb SMH, Khosravi AD,Dehdashtian, Kompani F, Mortazavi SM, Aramesh MR.

Identification of bacterial agents and antimicrobial susceptibility of neonatal sepsis: A 54-

month study in a tertiary hospital. African Journal of Microbiology research

Vol.5(5),Maret;2011. h 528-531.200

9. Waseem R, Izhar TS, Khan M, Qureshi AW. Neonatal Sepsis. Professional Med J.

Desember 2005;12 (4),h.451-6.

10. Anderson-Berry AL. Neonatal Sepsis.Diunduh dari: www.emedicine.com .tanggal 24

Oktober 2011.33

Page 34: 74257408 Sepsis Siap Print

11. Chiesa C, Panero A, Osborn JF, Simonetti AF, Pacifico L. Diagnosis of Neonatal Sepsis:

A Clinical and laboratory challenge.Clinical chemistry Volume 2;2004.h.279-87.

12. Zahedpasha Y. AhmadpourKachor M, Hajiahmadis M. Procalcitonin as A Marker of

neonatal sepsis.Iran J Pediatr;Jun 2009.vol 19 No,.2.h.117-22.

13. The INIS Collaborative Group. Treatment of Neonatal Sepsis with Intravenous

Immune Globulin. N Engl J Med 2011;365:1201-11.

34