Screening 1
-
Upload
chi-rahmawati -
Category
Documents
-
view
44 -
download
4
Transcript of Screening 1
PENEMUAN PENYAKIT SECARA SCREENING
A. PENGERTIAN
Screening atau penyaringan kasus adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit yang
belum tampak melalui suatu test atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan
cepat memisahkan antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang
mungkin tidak menderita penyakit.
Screening adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi
penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu, atau suatu usaha secara
aktif untuk mendeteksi atau mencari penderita penyakit tertentu yang tampak gejala atau
tidak tampak dalam suatu masyaakat atau kelompok tertentu melalui suatu tes atau
pemeriksaan yang secara singkat dan sederhana dapat memisahkan mereka yang sehat
terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui
diagnosis dan pengobatan.
Screening tidak dimaksudkan untuk mendiagnosis. Pada hasil screening test yang positif
harus dilakukan pemeriksaan yang lebih intensif untuk menentukan apakah yang
bersangkutan memang benar-benar sakit atau tidak, kemudian bagi yang diagnosisnya
posistif dilakukan pengobatan intensif agar tidak membahayakan bagi dirinya maupun
lingkungannya, khususnya bagi penakit-penyakit menular.
Macam-macam screening :
1. Penyaringan massal (Mass Screening)
Penyaringan yang melibatkan populasi secara keseluruhan.
Contoh : screening prakanker leher rahim dengan metode IVA pada 22.000 wanita
2. Penyaringan Multiple
Penyaringan yang dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik uji penyaringan pada
saat yang sama.
3. Penyaringan yang ditargetkan
Penyaringan yang dilakukan pada kelompok-kelompok yang terkena paparan yang
spesifik.
Contoh : Screening pada pekerja pabrik yang terpapar dengan bahan timbal.
4. Penyaringan oportunistik
Penyaringan yang dilakukan hanya terbatas pada penderita-penderita yang berkonsultasi
kepada praktisi kesehatan.
Contoh : Screening pada klien yang berknsultasi kepada seorang dokter.
B. TUJUAN SCREENING TEST
Screening test memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap orang-orang
yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit yaitu orang yang mempunyai
risiko tinggi untuk terkena penyakit (population at risk).
2. Dengan ditemukannya penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas
hingga mudah disembuhkan dan tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya
dan tidak menjadi sumber penularan hingga epidemi dapat dihindari.
3. Mengetahui diagnosis sedini mungkin agar cepat terapinya.
4. Mencegah meluasnya penyakit.
5. Mendidik masyarakat melakukan general check up.
6. Memberikan gambaran kepada tenaga kesehatan tentang suatu pnyakit (waspada mulai
dini).
7. Memperoleh data epidemiologis, untuk peneliti dan klinisi.
C. SASARAN
Sasaran umum screening adalah penyait kronis seperti :
1. Infeksi bakteri (lepra, TBC, dll)
2. Infeksi virus (hepatitis)
3. Penyakit non-infeksi, antara lain :
a. hipertensi
b. diabetes mellitus
c. penyakit jantung
d. karsinoma serviks
e. prostat
f. glaucoma
4. HIV / AIDS
Screening dapat dilakukan secara :
a. Massal
Screening secara missal (penyakit TBC), screening ini dilakukan secara missal tanpa
mempertimbangkan population at risk. Cara ini dimaksudkan menjaring sebanyak
mugkin kasus tanpa gejala karena saat ini di Indonesia TBC masih merupakan masalah
yang serius. Penyakit ini praktis tanpa gejala hingga orang baru mencari pengobatan bila
telah terjadi hemoptoe dan akan berhenti berobat setelah gejala tersebut hilang. Kesulitan
lain adalah karena pengobatannya membutuhkan waktu yang lama dan mahal hingga
penderita menjadi bosan atau tidak sanggup membiayai pengobatan. Untuk melaksanakan
screening secara massal, besarnya biaya dan banyaknya tenaga yang dibutuhkan
hendaknya menjadi pertimbangan yang masak sebelum dilakukan.
b. Screening secara Spesifik
Screening secara spesifik dilakukan terhadap orang-orang yang mepunyai risiko atau
yang di kemudian hari dapat meningkatkan risiko terkena penyakit seperti hipertensi,
yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.
Screening secara spesifik dilakukan dengan mempertimbangkan faktor umur, jenis
kelamin atau pekerjaan dan lain-lain.
Contoh :
1) Screening penyakit hipertensi dilaukan pada penduduk berumur 35 tahun ke atas
yang dilakukan oleh Hart J.T pada tahun 1984 di Inggris. Dari hasil screening ini
ditemukan bahwa tekanan darah sistolik 170-180 mmHg tampa disertai gejala atau
keluhan. Dengan hasil tersebut Hart menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk
mendeteksi penyakit hipertensi adalah melaluiscreening.
2) Screening karsinoma serviks yang dilakukan terhadap wanita berumurr 29 tahun ke
atas.
Screening dilakukan dengan pemeriksaan :
a) Pap smear,
b) Inspeksi portio
c) Palpasi ginekologis
Dari hasil screening ini ditemukan sebanyak 11% dengan kelainan pap smear,
tetapi setelah dilakukan pemeriksaan histologist tidak ditemukan kelainan yang
menunjukkan adanya tanda-tanda keganasan.
Selain itu juga ditemukan dysplasia sebanyak 23%, tetapi dalam pemeriksaan
selanjutnya 34% tidak menunjukkan tanda-tanda karsinoma invasif atau in situ.
3) Screening karsinoma prostat dilakukan terhadap 811 orang lanjut usia yang
dilakukan dengan pemeriksan digital.
Bila terdapat kecurigaan dilanjutkan dengan biopsi dan pemeriksaan patologi
anatomi.
Dari hasil screening ini ditemukan 34 orang yang dicurigai dan hasil biopsi
ditemukan 11 orang positif karsinoma prostat.
D. LOKASI SCREENING
Screening dapat dilakukan di lapangan, rumah sakit umum, rumah sakit khusus,
pusat pelayanan khusus, dan lain-lain.
Contoh :
1. Screening di lapangan biasanya dilakukan terhadap penyakit TBC yang dilakukan
dengan rontgen foto “mobil”
2. Screening di rumah sakit biasanya dilakukan terhadap penyakit karsinoma serviks
dengan pap smear pada wanita yang datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan
kehamilan aatu untuk pelayanan keluarga berencana.
Screening ini dilakukan oleh Blythe J.G di Hongkong pada tahun 1979.
3. Screening di rumah sakit khusus, misalnya uji tapis glukoma yang dilkukan di rumah
sakit mata.
4. Screening di pusat pelayanan khusus, misalnya Pusat Pelayanan Kanker dan penyakit
jantung.
E. CARA MELAKUKAN SCREENING
Proses pelaksanaan screening yaitu :
1. Tahap 1
Tahap pertama melakukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap
mempunyai risiko tinggi menderita penyakit
a. Bila hasil tes negative maka dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit.
b. Bila hasil tes positif maka dilakukan pemeriksaan tahap kedua.
2. Tahap 2
Yaitu pemeriksaan diagnostik yang bila hasilnya positif maka dianggap sakit dan
mendapat pengobatan, tetapi bila hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit.
Bagi tahap kedua yang hasilnya negative dilakukan pemeriksaan ulang secara
periodik. Ini berarti bahwa proses screening adalah pemeriksaan pada tahap pertama.
Penjelasan :
a. Pada sekelompok indvidu yang tampak sehat dilakukan pemeriksaan (tes) dan
hasil tes dapat positif dan negatif
b. Individu dengan hasil tes negatif pada suatu saat dapat dapat dilakukan tes ulang.
c. Pada individu dengan hasil tes positif dilakukan pemerisaan diagnostik yang lebih
spesifik dan bila hasilnya positif dilakukan pengobatan secar intensif.
d. Individu dengan hasil test negatif dapat dilakukan tes ulang dan seterusnya
sampai semua penderita terjaring.
Secara skematis digambarkan sebagai berikut :
Pemeriksaan yang digunakan untuk screening berupa pemeriksaan laboratorium /
radiologi, misalnya :
a. Pemeriksaan gula darah
b. Pemeriksaan RO untuk uj tapis penyakit TBC
Pemeriksaan tersebut harus dilakukan :
a. dengan cepat, dapat memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih lanjut (px
diaknostik)
b. tidak mahal
c. mudah dilakukan oleh petugas kesehatan
d. tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa.
Sebelum melakukan screening terlebih dahulu harus ditemukan penyakit atau
kondisi medis apa yang akan dicari pada screening.
bisa tes ulang
Kelompok orang yang
tampak sehat
Hasil tes negatif Hasil tes positif
pemeriksaan
diagnostik
Hasil tes positif Hasil tes negatif
pengobatan
intensif
F. TEST DIAGNOSTIK
Screening merupakan test untuk menyeleksi sesuatu kejadian atau penyakit melalui
kriteria mayor dan minor untuk menghasilkan 4 macam diagnosa. Kriteria ini sama
dengan hipotesis. Hipotesis mayor adalah hipotesis induk yang menjadi sumber hipotesis-
hipotesis lain (hipotesis minor).
Empat macam diagnosa yang dihasilkan :
1. Diagnosa observasi
Sama dengan diagnosa simptomatis, yaitu diagnosa yang menunjukkan tanda-tanda
atau symptom dari suatu penyakit. Misal : demam
2. Diagnosa differensial
Dari diagnosa simptomatis yang ada, bisa diambil diagnosa deferensial. Pada
diagnosa ini belum dilakukan cek laboratorium. Sebagai contoh demam, diagnosa
differensialnya bisa berupa thyfoid, demam berdarah, aatau flu burung, karena
masing-masing penyakit tersebut mempunyai gejala yang sama yaitu demam.
3. Diagnosa kausatif
Diagnosa ini menjadi media untuk menjadi diagnosa pasti
4. Diagnosa pasti
Dalam diagnosa pasti inilah diketahui penyakit yang sebenarnya.
Test diagnostik hendaknya :
1. Sensitif dan Spesifik
2. Sederhana dan murah
3. Aman dan dapat diterima
4. Reliabel
5. Fasilitas adekuat
G. PERALATAN YANG DIGUNAKAN
Dalam pelaksanaan screening test membutuhkan peralatan sesuai dengan diagnosis
yang ditentukan. Beberapa contoh :
1. USG untuk mendeteksi kelainan penyakit dalam perut, misalnya apendikitis, gastritis,
deteksi kehamilan, dll.
2. Tensimeter dan stetoskop untukpemeriksaan tekanan darah untuk mendeteksi
hipertensi.
3. Pemeriksaan RO (Rontgen) untuk uji tapis penyakit TBC, paru, kelainan tulang, dll
4. Mammografi untuk mendeteksi ca mammae
5. Pap smear untuk mendeteksi ca cervix
6. Stick test pemeriksaan reduksi untuk mendeteksi penyakit diabetes mellitus
7. Pemeriksaan EKG untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner
8. DDST untuk screening tumbuh kembang anak, dll
H. CARA MENYIMPULKAN HASIL SCREENING TEST
Untuk menilai hasil screening dibutuhkan kriteria tertentu seperti berikut :
1. Validasi
Validasi adalah kemampuan dari test penyaringan untuk memisahkan individu yang
benar-benar sakit terhadap yang sehat.
Validasi mempunyai dua komponen :
a. Sensitivitas
Sensivitas mengacu pada peluang bahwa seorang individu yang sakit akan
diklasifikasikan sebagai sakit.
b. Spesifisitas
Spesifisitas mengacu pada peluang bahwa seorang individu yang sehat
akan diklasifikasikan sebagai sehat.
Secara ideal, hasil test untuk screening harus 100% sensitif dan 100%
spesifik, tetapi dalam praktik hal ini tidak pernah ada dan biasanya sensitivitas
berbanding terbalik dengan spesivisitas. Bila hasil tes mempunyai sensivitas yang
tinggi, maka akan diikuti spesivitas yang rendah, dan sebaliknya.
Hasil screeningKeadaan penderita
Sakit Tidak sakit
Positif a b
Negatif c d
a = positif benar
b = positif palsu
c = negatif palsu
d = negatif benar
Sensitivitas =
=
Spesifisitas =
=
Penilaian hasil screening dengan menghitung sensitivitas dan spesifisitas
mempunyai beberapa kelemahan sebagai berikut :
1) tidak smua hasil pemeriksaan dapat dinyatakan dengan tegas “ya” atau
“tidak”
2) Perhitungan ini tidak sesuai dengan kenyataan karena perhitungan
sensitivitas dan spesifisitas setelah penyakit di diagnosis, sedangkan tujuan
screening adalah mendeteksi penyakit yang belum tampak dan bukan
untuk menguji kemampuan alat tes yang digunakan.
jumlah orang yang diklasifikasikan sebagai sakit
jumlah total orang sakit
a
a +c
b
b + d
jumlah orang yang diklasifikasikan sebagai sehat
jumlah total orang sehat
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah kemampuan suatu tes memberikan hasil yang sama / konsisten
bila tes diterapkan lebih dari satu kali pada sasaran yang sama dan kondisi yang sama.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi :
a. Variasi cara screening : stabilitas alat, fluktuasi keadaan (demam)
b. Kesalahan / perbedaan pengamat: pengamat beda / pengamat sama dengan hasil
yang beda.
Upaya meningkatkan reliabilitas :
1) pembakuan /standarisasi cara screening
2) Peningkatan ketrampilan pengamat
3) Pengamatan yang cermat pada setiap nilai pengamatan
4) Menggunakan dua atau lebih pengamatan untuk setiap pengamatan
5) Memperbesar klasifikasi kategori yang ada, terutama bila kondisi penyakit
juga bervariasi / bertingkat.
3. Derajat Screening (yield)
Yield adalah kemungkinan menjaring mereka yang sakit tanpa gejala melalui
screening, sehingga dapat ditegakkan diagnosis pasti serta pengobatan dini.
I. INTERVENSI TERAPETIK
Setelah diketahui hasil screening maka perlu dilakukan intervensi terapetik sesuai
dengan kasus dan diagnosis screening.
Contoh-contoh intervensi terapetik :
1. Untuk kasus TBC maka perlu intervensi pengobatan seperti INH, dll
2. Untuk tekanan darah tinggi perlu intervensi terapetik pengaturan diit rendah garam,
tinggi protein, pengaturan emosi, dll
3. Untuk Ca serviks perlu intervensi terapetik kemoterapi, dll
4. Untuk penyakit jantung perlu intervensi pemberian obat jantung, diit, dll
5. Untuk pertumbuhan dan perkembangan anak diperlukan intervensi berupa stimulasi-
stimulasi, penambahan gizi, terapi, dll