SANTUN BERBAHASA EDITAN
-
Upload
susi-nur-khamidah -
Category
Documents
-
view
40 -
download
0
Transcript of SANTUN BERBAHASA EDITAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sopan santun merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia, termasuk generasi mudanya. Berhubung peran pentingnya maka sopan santun dapat digolongkan sebagai nilai Kejawen, di samping nilai Kejawen yang lain misalnya “Rukun”. Hal tersebut dapat dikatakan pula bahwa sopan santun mendapat tempat yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya bagi mereka yang mengutamakan kebaikan, kerukunan dan sejenisnya.
Dalam segala bidang kehidupan masyarakat, sopan santun kita temukan bentuknya. Oleh karena itu, sopan santun sangatlah luas jangkauannya seluas bidang kehidupan yang dihadapi dan berhadapan dengan masyarakatnya. ‘Dihadapi’ dan ‘berhadapan’ secara mental maupun secara faktual (rohani/jasmani). Secara mental dapat berupa gagasan, penemuan, ide, niat dan sebagainya. Secara faktual dapat berupa peristiwa kehidupan nyata sehari-hari yang tentu saja tidak lepas dari masalah sopan santun.
Dalam segala lapisan masyarakat, tua-muda, kaya-miskin, terpelajar-tidak terpelajar dapat ditemukan suatu bentuk sopan santun. Di samping itu, dari segala jaman dapat pula ditemukan bentuk-bentuk sopan santun. Sopan santun selalu bersama dengan lapisan masyarakat dan jamannya.
Betapa luas jangkauan pembicaraan sopan santun, apabila kesemuanya dibicarakan. Dalam kesempatan ini, terutama akan dikhususkan pada pembicaraan mengenai sopan santun dari segi bahasa. Namun apabila pembicaraan menyinggung hal-hal di luar bahasa, hanyalah suatu cara untuk memperjelas uraian. Hal ini berhubungan dengan kenyataan adanya faktor bahasa dan faktor di luar bahasa ada kaitannya. Keduanya dapat dipilah-pilahkan akan tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan.
Sehubungan dengan topik penulisannya, maka berikut ini akan dibahas mengenai (1) pengertian sopan santun berbahasa, (2) sopan santun berbahasa dalam aspek menulis, (3) sopan santun berbahasa dalam penulisan karya ilmiah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bahasa dan Bahasa Indonesia
Bahasa mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan
bangsa. Bahasa bukan saja merupakan alat komunikasi tetapi lebih dari itu bahasa dapat
merupakan alat politis untuk mempersatukan bangsa. Beberapa negara sering mengalami
gejolak politik hanya karena masalah perbedaan bahasa atau hanya karena tiadanya bahasa
pemersatu. Bahasa juga merupakan sarana untuk menyerap dan mengembangkan
pengetahuan. Bangsa-bangsa yang sudah mengalami kemajuan-kemajuan yang
mengagumkan dan masuk dalam kategori bangsa maju pada umumnya mempunyai
struktur bahasa yang sudah modern dan mantap. Hal ini menimbulkan suatu pemikiran
bahwa bahasa merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan suatu bangsa karena
bahasa merupakan sarana untuk dapat mengantarkan suatu bangsa untuk membuka
wawasannya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan
dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan
bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski
demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar
menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak
resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing
sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain
sebagainya. Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya, bahasa Indonesia adalah
bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa
Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik
Indonesia.
Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Bahasa
Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata
baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa
Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau
sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I
tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa
Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang
soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam
baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia;
pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan
oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia". atau
sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra
Utara, "...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia
ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat
Indonesia".
Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa
Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan
dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno.
Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap "lahir"
atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal
18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.
Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang
penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa
minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai penghantar
pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.
B. Pengertian Sopan Santun
Secara etimologis sopan santun berasal dari dua buah kata, yaitu kata sopan dan santun. Keduanya telah bergabung menjadi sebuah kata majemuk. Di dalam Baoesastra Djawa (1939) dijelaskan sebagai berikut.
1) Sopan : weruh ing tatakrama (halaman 579).
‘mengetahui tatakrama’
2) Santun: salin (halaman 543)
‘berganti’
Berdasarkan pengertian di atas, sopan santun dapat mencerminkan dua hal, yaitu mengetahui tatakrama dan berganti tatakrama. Mengetahui sebagai cerminan kognitif (pengetahuan), sedangkan berganti cerminan psikhomotorik (penerapan suatu pengetahuan ke dalam suatu tindakan).
Sehubungan dengan sopan santun berbahasa, ada dua faktor yang tidak dapat dipisahkan, yaitu patrap ‘tindakan’ dan pangucap ‘ucapan’. Patrap dalam tindak tutur
dapat berupa anggukan kepala, lirikan mata, gerakan mulut, lambaian tangan dan sebagainya. Pangucap merupakan bentuk kebahasaan yang diucapkan oleh penuturnya. Dalam bahasa Jawa bentuk kebahasaan itu tercermin dalam unggah-ungguhing basa / undha-usuk atau speech levels.
Sopan santun berbahasa Jawa oleh Suwadji (1985: 14-15) menyatakan sebagai berikut.
1) Ajaran sopan santun berbahasa Jawa merupakan salah satu warisan budaya Jawa yang masih hidup dan bertahan sampai sekarang.
2) Sopan santun berbahasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa.
3) Sopan santun berbahasa Jawa mengajarkan supaya penutur menghormati lawan tuturnya.
4) Sopan santun berbahasa Jawa lebih menjamin kelancaran komunikasi dalam masyarakat tutur Jawa.
Keempat pernyataan tersebut menunjukkan adanya hakikat dan fungsi sopan santun berbahasa dalam masyarakat tutur Jawa. Hakikat dan fungsi menunjukkan adanya suatu prinsip kesopansantunan (politeness principle).
Prinsip kesopansantunan (kesopanan) menurut Leech (1993: 206-207) ada 6 maksim. Keenam maksim dan submaksim-submaksimnya adalah sebagai berikut.
1) Maksim kearifan/kebijaksanaan
(1) Minimalkan kerugian terhadap orang lain, atau
(2) Maksimalkan keuntungan terhadap orang lain
2) Maksim kedermawanan/kemurahan
(1) Minimalkan keuntungan terhadap diri sendiri, atau
(2) Maksimalkan kerugian terhadap diri sendiri
3) Maksim pujian
(1) Maksimalkan ketidakhormatan terhadap diri sendiri, atau
(2) Maksimalkan rasa hormat terhadap diri sendiri
4) Maksim kesepakatan
(1) Maksimalkan kesepakatan antara diri sendiri dengan orang lain, atau
(2) Minimalkan ketidaksepakatan antara diri sendiri dengan orang lain
5) Maksim kerendahan hati
(1) Maksimalkan ketidakhormatan terhadap diri sendiri, atau
(2) Minimalkan rasa hormat terhadap diri sendiri
6) Maksim simpati
(1) Maksimalkan rasa simpati antara diri sendiri dengan orang lain, atau
(2) Minimalkan rasa antipati antara diri sendiri dengan orang lain.
Sehubungan dengan prinsip kesopanan tersebut dalam bahasa Jawa dikenal adanya istilah atau ungkapan-ungkapan yang dapat dipandang sebagai ajaran sopan santun, yaitu sebagai berikut.
1) Pamicara puniku weh resepe ingkang miyarsi (KGPAA. Mangkunegara IV dalam Serat Nayakawara)
‘Pembicara itu memberikan rasa nyaman bagi yang mendengarkan’.
2) Tatakrama punika, ngedohken panyendhu (KGPAA. Mangkunegara IV dalam Serat Nayakawara)‘Sopan santun itu dapat menjauhkan kemarahan’.
3) Amemangun karyenak tyasing sasama (KGPAA Mangkunegara IV dalam Serat Wedhatama)‘Berusaha membuat nyaman hati sesama’.
4) Andhap asor atau Anor Raga ‘Merendahkan diri’.
5) Empan papan ‘Menyesuaikan tempat’.
6) Undha-usuk atau Unggah-ungguhing basa ‘Tingkat tutur’.
Hal yang khusus ditemukan dalam bahasa Jawa yaitu undha-usuk ‘Tingkat tutur’. Geerzt (1981) dalam Abangan Santri Priyayi dalam Masyarakat Jawa menyatakan bahwa undha-usuk mencerminkan perbedaan sopan santun berbahasa. Yang pada pokoknya dinyatakan sebagai berikut.
1) Tingkat tutur ngoko mengatakan rasa sopan santun yang rendah (low honorifics).2) Tingkat tutur madya mengatakan sopan santun yang sedang (middle honorifics).3) Tingkat tutur krama mengatakan sopan santun yang tingi (high honorifics).
Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan sopan santun berbahasa Indonesia. Karena kenyataannya, sopan santun bahasa Jawa termasuk dalam bentuk sopan santun berbahasa Indonesia. Sehingga keduanya tidak jauh berbeda.
Pernyataan tersebut haruslah tidak dipandang dari segi kebahasaan saja, namun juga harus dilihat segi-segi nonkebahasaan yang menyertainya. Hal ini berdasarkan pendapat bahwa dalam berbahasa ada dua faktor yang menentukan yaitu faktor lingual dan faktor nonlingual. Keduanya sangat berkaitan dan dapat menentukan tingkat kesopansantunan seseorang.
C. Norma Sopan Santun
Norma sopan-santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai
norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu. Contoh-contoh norma kesopanan ialah:
1.Menghormati orang yang lebih tua.2.Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan.3.Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan sombong.4.Tidak meludah di sembarang tempat.
Norma kesopanan sangat penting kia terapkan, terutama dalam bermasyarakat karna norma ini sanga erat kaitannya terhadap masyarakat sekali saja kita melanggar terhadap norma kesopan kita pasti akan mendapat sanksi dari masyarakat semisal "cemoohan" atau yang lainnya.
Sanksi bagi pelanggar norma kesopanan adalah tidak tegas, tetapi dapat diberikan oleh masyarakat berupa cemoohan, celaan, hinaan, atau dikucilkan dan diasingkan dari pergaulan serta di permalukan.
D. Dialek dan Ragam Bahasa Indonesia
Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian
menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut
sebagai ragam bahasa.
Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:
1. Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga ia
membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan
di daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karena itu, dikenallah
bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek
Medan.
2. Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau
yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek
remaja.
3. Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya
dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa
Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata
bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terbatas.
Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan
antarpembicara.
Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
1. Ragam undang-undang
2. Ragam jurnalistik
3. Ragam ilmiah
4. Ragam sastra
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
1. Ragam lisan, terdiri dari:
a) Ragam percakapan
b) Ragam pidato
c) Ragam kuliah
d) Ragam panggung
2. Ragam tulis, terdiri dari:
a) Ragam teknis
b) Ragam undang-undang
c) Ragam catatan
d) Ragam surat-menyurat
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi
hanya untuk:
1. Komunikasi resmi
2. Wacana teknis
3. Pembicaraan di depan khalayak ramai
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati
Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.
E. Penulisan Karya Ilmiah
Karya ilmiah adalah tulisan yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan,
penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika
penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
atau keilmiahannya (Ekosusilo. M, 1995:11).
Adapun tulisan dapat disebut karya ilmiah apabila:
1. Mengandung suatu masalah beserta pemecahannya
2. Masalah yang dikemukakan harus obyektif sesuai realita
3. Tulisan harus lengkap dan jelas sesuai dengan kaidah bahasa (EYD)
4. Tulisan disusun dengan metode tertentu
5. Tulisan disusun menurut sistem tertentu
Ciri-ciri yang menandai tulisan ilmiah, yaitu:
Logis segala informasi yang disajikan memiliki argumentasi yang dapat diterima akal
sehat
Sistematis segala yang dikemukakan disusun berdasarkan urutan yang berjenjang dan
berkesinambungan
Objektif segala keterangan atau informasi yang dikemukakan itu menurut apa adanya
dan tidak bersifat fiktif
Tuntas segi-segi masalah ditelaah secara lengkap dan menyeluruh
Seksama Jelas, artinya tidak menimbulkan maksud lain
Kebenarannya dapat teruji
Berlaku untuk umum dan penyajiannya memperhatikan santun bahasa dan tata tulis
baku (EYD)
Dari pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa dalam penulisan karya ilmiah,
diharuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang santun dan baku.
F. Membangun Komunikasi yang Efektif dalam Penulisan Karya Ilmiah
Membangun Komunikasi yang Efektif
Aspek-aspek yang harus dipahami :
1. Kejelasan (clarity)
- Bahasa yang dipakai
- Kemampuan menyampaikan orang pandai belum tentu mampu menyampaikan
dengan jelas
2. Ketepatan (accuracy)
- Informasi yang disampaikan akurat (tepat/benar)
- Bahasa yang digunakan sesuai
3. Konteks (contex)
- Bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan keadaan lingkungan
dimana komunikasi itu terjadi
4. Alur (flow)
- Keruntutan alur bahasa dan informasi sangat penting untuk dapat berkomunikasi
efektif
- Individu yang mampu berkomunikasi dengan sistematis dan mengalir jelas sangat
disukai karena jelas
5. Budaya (culture)
Hal ini cenderung pada etika dan tata krama, serta pilihan kata yang digunakan harus
kita dasarkan pada budaya dan etika dimana kita bicara di kelompok, etnis, dan status
sosial dsb.
G. Bahasa dalam Penulisan Karya Ilmiah
Karya tulis akademik dan ilmiah menuntut kecermatan bahasa karena karya tersebut
harus disebarluaskan kepada pihak yang tidak secara langsung berhadapan dengan penulis
baik pada saat tulisan diterbitkan atau pada beberapa tahun sesudah itu. Kecermatan
bahasa menjamin bahwa makna yang ingin disampaikan penulis akan sama persis seperti
makna yang ditangkap pembaca tanpa terikat oleh waktu. Kesamaan interpretasi terhadap
makna akan tercapai kalau penulis dan pembaca mempunyai pemahaman yang sama
terhadap kaidah kebahasaan yang digunakan. Lebih dari itu, komunikasi ilmiah juga akan
menjadi lebih efektif kalau kedua pihak mempunyai kekayaan yang sama dalam hal
kosakata teknis leksikon). Ciri bahasa keilmuan adalah kemampuan bahasa tersebut untuk
mengungkapkan gagasan dan pikiran yang kompleks dan abstrak secara cermat.
Kecermatan gagasan dan buah pikiran hanya dapat dilakukan kalau struktur bahasa
(termasuk kaidah pembentukan istilah) sudah canggih dan mantap.
Kemampuan berbahasa yang baik dan benar, dalam hal ini termasuk bahasa yang
sopan dan santun, merupakan persyaratan mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab
bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa
dan kosakata yang baik akan sukar bagi seorang ilmuan untuk mengkomunikasikan
gagasannya kepada pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja
menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, di mana kejelasan kosakata dan logika
tata bahasa merupakan persyaratan utama. Bahasa merupakan sarana untuk
mengungkapkan perasaan, sikap, dan pikiran. Aspek pikiran dan penalaran merupakan
aspek yang membedakan bahasa manusia dan makluk lainnya. Selanjutnya disimpulkan
bahwa aspek penalaran bahasa Indonesia belum berkembang sepesat aspek kultural.
Demikian juga, kemampuan berbahasa untuk komunikasi ilmiah dirasakan sangat kurang
apalagi dalam komunikasi tulisan. Hal ini disebabkan oleh proses pendidikan yang kurang
memperlihatkan aspek penalaran dalam pengajaran bahasa. Dua masalah kebahasaan yaitu
masalah strategi kebahasaan nasional dan peran perguruan tinggi sebagai agen
pengembangan dan perubahan bahasa untuk tujuan keilmuan. Masalah pertama berkaitan
dengan kebijakan penegasan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa keilmuan dan
masalah kedua menyangkut peran perguruan tinggi dalam mengembangkan bahasa
keilmuan. Bahasa keilmuan merupakan salah satu ragam bahasa yang harus dikuasai oleh
mereka yang berkecimpung dalam dunia keilmuan dan akademik. Ragam bahasa keilmuan
pada dasarnya merupakan ragam bahasa yang memenuhi kaidah kebahasaan.
Komunikasi ilmiah dalam bahasa Indonesia belum sepenuhnya mencapai titik
kesepakatan yang tinggi dalam hal kesamaan pemahaman terhadap kaidah bahasa
termasuk kosakata. Beberapa kenyataan atau faktor menjelaskan keadaan ini. Pertama,
kebanyakan orang dalam dunia akademik belajar berbahasa Indonesia secara alamiah (bila
tidak dapat dikatakan secara monkey see monkey do/MSMD). Artinya orang belajar dari
apa yang nyatanya digunakan tanpa memikirkan apakah bentuk bahasa tersebut secara
kaidah benar atau tidak. Lebih dari itu, akademisi kadangkala lebih menekankan selera
bahasa daripada penalaran bahasa. Akibatnya, masalah kebahasaan Indonesia dianggap hal
yang sepele (trivial) dan dalam menghadapi masalah bahasa orang lebih banyak
menggunakan argumen “yang penting tahu maksudnya.”
Kedua, bahasa Indonesia harus bersaing dengan bahasa asing (Inggris). Kenyataan ini
tidak hanya terjadi pada tingkat penggunaan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat
umum tetapi juga dalam kehidupan akademik. Cendekiawan dan orang yang berpengaruh
biasanya mempunyai kosakata asing yang lebih luas daripada kosakata Indonesianya
sehingga mereka merasa lebih asing dengan bahasa Indonesia. Akibatnya mereka lebih
nyaman menggunakan bahasa asing untuk komunikasi ilmiah tanpa ada upaya sedikit pun
untuk memikirkan pengembangan bahasa Indonesia yang sopan dan santun. Media masa
juga memperparah masalah terutama televisi. Nama acara berbahasa Inggris tetapi isinya
berbahasa Indonesia. Apakah bahasa Indonesia ataukah penyelenggara acara yang miskin
bagi dirinya, dia merasa itu bukan bahasanya dan akan bereaksi dengan mengatakan tidak
mengetahui arti kata tersebut dan menganggapnya aneh serta berusaha untuk tidak pernah
tahu apalagi membuka kamus dan menggunakannya secara tepat.
Ketiga, dalam dunia pendidikan (khususnya perguruan tinggi) sebagian buku referensi
atau buku ajar yang memadai dan lengkap biasanya berbahasa asing (Inggris) karena
memang banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang di luar negeri.
Sementara itu, kemampuan bahasa asing rata-rata pelajar dan mahasiswa dewasa ini belum
dapat dikatakan memadai untuk mampu menyerap pengetahuan yang luas dan dalam yang
terkandung dalam buku tersebut. Kenyataan tersebut sebenarnya merupakan implikasi dari
suatu keputusan strategik implisit yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap pelajar harus
sudah fasih berbahasa Inggris setamatnya dari sekolah sehingga bahasa Inggris
mempunyai kedudukan istimewa dalam kurikulum sekolah. Selain itu, digunakannya buku
teks berbahasa Inggris didasarkan pada gagasan bahwa jaman sekarang telah mengalami
globalisasi dan banyak orang berpikir bahwa globalisasi harus diikuti dengan
penginggrisan bangsa dan masyarakat. Pikiran semacam ini sebenarnya merupakan suatu
kecohan penalaran (reasoning fallacy).
Keempat, kalangan akademik sering telah merasa mampu berbahasa sehingga tidak
merasa perlu untuk belajar bahasa Indonesia atau membuka kamus bahasa Indonesia
(misalnya Kamus Besar Bahasa Indonesia). Akibatnya, orang sering merasa lebih asing
mendengar kata bahasa sendiri daripada mendengar kata bahasa asing. Anehnya, kalau
orang menjumpai kata asing (Inggris) yang masih asing bagi dirinya, mereka dengan sadar
dan penuh motivasi berusaha untuk mengetahui artinya dan mencarinya di dalam kamus
dan tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa kata itu aneh. Akan tetapi, kalau
mereka mendengar kata bahasa Indonesia yang masih asing dan akan bereaksi dengan
mengatakan tidak mengetahui arti kata tersebut dan menganggapnya aneh serta berusaha
untuk tidak pernah tahu apalagi membuka kamus dan menggunakannya secara tepat.
H. Santun Berbahasa dalam Penulisan Karya Ilmiah
Pepatah mengatakan bahasa menunjukan bangsa, bahasa menunjukkan identitas kita.
Namun sayang, kebiasaan masyarakat kita sekarang ini cenderung kasar dalam berbahasa.
Bahasa Indonesia yang susah payah disatukan visinya dalam Sumpah Pemuda sebagai
bahasa pemersatu bangsa setelah berabad-abad bangsa ini terbelenggu dalam penjajahan,
kini seolah luntur termakan waktu. Bukan Bahasa Indonesianya yang hilang tapi
pemaknaan dalam pemakaian bahasa sebagai bahasa yang baik dan santun dalam
kehidupan sehari-hari. Kita melihat, orang lebih suka menggunakan bahasa asing atau
bahasa gaul yang cenderung tidak baku dan kurang santun.
Bahasa yang sopan dan santun ada di negara kita. Selain itu kemampuan bahasa asing
rata-rata pelajar dan mahasiswa dewasa ini belum dapat dikatakan memadai untuk mampu
menyerap pengetahuan yang luas dan dalam yang terkandung dalam buku tersebut.
Banyak di antara pelajar dan mahasiswa sering mengeluh bahwa mereka sukar
memahami suatu buku yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Barangkali salah satu
penyebabnya adalah bahwa buku yang dibacanya membahas masalah konkret dan
sederhana tetapi ditulis dengan bahasa yang kurang memadai sehingga sulit dipahami
apalagi kalau pembaca hanya menggunakan struktur bahasa alamiahnya. Mahasiswa
sering tidak tahu bahwa struktur bahasa dalam buku tersebut keliru sehingga menjadi tidak
mudah dipahami maksudnya. Kemungkinan yang lain adalah (hal ini justru yang sering
terjadi) bahwa buku tersebut memang ingin mengungkapkan sesuatu yang kompleks dan
konseptual yang memerlukan struktur bahasa yang canggih dan ditulis dalam bahasa yang
sopan santun dan baku tetapi kita (mahasiswa) menggunakan struktur bahasa awamnya
untuk memahami. Mungkin banyak mahasiswa yang menuduh bahwa suatu buku sulit
dipahami padahal sebenarnya mereka tidak mempunyai kemampuan bahasa yang
memadai untuk memahami.
Memang diperlukan kemampuan berbahasa pada tingkat yang memadai untuk mampu
menyerap gagasan dan pengetahuan yang kompleks dan konseptual. Kalau hanya
keterampilan teknis yang menjadi tujuan, bahasa alamiah memang sudah cukup.
Dalam menulis kepada teman akrab kita, mungkin kita tidak memerlukan sopan santun dan
etika yang terlalu kaku. Namun terkadang, etika dan sopan santun diperlukan dalam menulis
sebuah karya ilmiah atau bahan ajar. Kita tidak bisa sembarangan menyamakannya seperti
menulis email kepada teman. Contoh lain adalah surat bisnis. Tanpa etika dan sopan santun
kepada rekan bisnis yang kita hormati, bisa-bisa goodwill atau nama kita yang menjadi taruhan.
Berikut ini beberapa tips dalam menulis yang cukup beretika.
1. Kenali dengan siapa anda bicara
Salah satu siasat perang Tzun Zu (atau Shin Zui) yang sering didengar adalah “kenali dirimu dan kenali lawanmu maka kau akan selamat dalam pertempuran”. Mengenali lawan bicara kita akan membuat kita lebih berhati-hati dalam menulis. Jika belum mengenali siapa lawan bicara (atau lebih tepatnya lawan menulis ya?), gunakan bahasa yang umum. Tidak gaul dan sedikit resmi tidak masalah yang penting tidak menimbulkan masalah.
2. Jangan gunakan huruf kapital semua
Di dunia internet, komunikasi yang paling umum digunakan adalah menggunakan teks. Jadi tidak ada intonasi yang bisa membedakan orang itu sedang bercanda, santai, marah, atau jengkel. Jadi kita harus hati-hati dalam menggunakan tanda baca seperti tanda seru, titik-titik, dan yang lainnya. Salah satu hal yang patut kita hindari dalam menulis yang sopan dan beretika adalah menggunakan huruf kapital semua.
3. Jangan lebay (berlebihan)
Lebay adalah bahasa gaul yang saat ini sedang ngetrend. Jadi tidak perlu kangmoes sebutkan pun, kangmoes yakin anda pasti sudah tahu bahwa arti kata lebay adalah berlebihan . (Loh kok malah disebutin kang?)Berlebihan dalam memakai tanda baca dan huruf. Biasanya anak2 remaja yang menggunakan “teknik” ini. Entah biar gaul atau apa namanya. Yang mereka lakukan adalah mengkombinasi
huruf dengan angka dan tanda baca sulit seperti ini:k4p4n l@g! m@3n c3 Z06za? (kapan lagi maen ke jogja?)7@m b12apa? (jam berapa?)bagi sebagain orang mungkin menganggap paduan huruf dan simbol diatas membuat tulisan menjadi lebih menarik. Tapi dari pengalaman kangmoes, tak sedikit pula orang yang uring-uringan mendapat SMS seperti diatas. Bisa rumit kalau urusan bisnis menggunakan teknik seperti di atas. Misalnya jika SMS berkaitan dengan nomor rekening dan jumlah uang yang perlu ditransfer.
4. Jangan gunakan alamat email yang sulitAndaikan pertama kali anda membeli nomor HP disodori 2 pilihan nomor dengan harga yang
sama, anda pilih mana:
A. 0812 1000 000
B. 0897 3095 1282
saya yakin akan banyak yang memilih opsi A. Mengapa? Karena mudah di hapal. Dan mudah di
ucapkan.
Tapi kenyataan sepertinya tidak berlaku bagi para pembuat email terutama anak muda. Misalkan
namanya: Agus Santoso, alih-alih menggunakan [email protected] yang lebih mudah di
hapal dan diucapkan. Atas nama kreatifitas dan mengekspresikan diri, anak-anak muda terkadang
lebih suka menggunakan [email protected] yang notabene sering membuat orang
salah ketik. Padahal seperti nomor HP, salah satu huruf saja dalam menulis alamat email, jangan
harap email yang dikirim akan sampai.
Dari segi etika dan sopan santun dalam menulis email, memang poin nomor 4 diatas tidak begitu
besar urgensinya dibandingkan dengan poin-poin sebelumnya. Namun kangmoes merasa bahwa
jika digunakan untuk tujuan bisnis, lebih sopan jika kita menggunakan alamat email dengan
format yang pertama. Jadi untuk tujuan bisnis dan komunikasi denagn orang penting (dosen,
misalnya) tidak ada ruginya jika kita membuat alamat email yang mudah diingat, sekedar untuk
menunjukkan sedikit sopan santun dan etika dalam menulis email.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya, penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Bahasa dapat mempunyai dampak yang luas dalam penyebaran maupun pemahaman
ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia sedang bersaing dengan bahasa
asing dalam menemukan ciri khasnya. Sikap sinis dan apriori terhadap pengembangan
bahasa merupakan salah satu faktor yang menghambat pengembangan itu sendiri.
Bahasa Indonesia nampaknya masih dipandang sebagai bahasa politis atau sebagai
simbol persatuan tetapi belum dikembangkan menjadi sarana komunikasi untuk
pengungkapan informasi yang kompleks dalam bidang keilmuan. Atas dasar struktur
dan morfologi bahasa Indonesia yang sekarang tersedia, bahasa Indonesia sebenarnya
mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi bahasa yang maju dan
canggih sebagai bahasa keilmuan sehingga para pelajar dapat menikmati karya-karya
sastra, ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi tanpa harus menunggu kefasihan
berbahasa asing. Pada gilirannya, kefasihan berbahasa Indonesia akan sangat membantu
proses dan pemahaman dalam belajar bahasa asing itu sendiri.
2. Pembentukan istilah yang konsisten dan berkaedah akan memudahkan pengartian makna atau gagasan yang terkandung dalam simbol berupa rangkaian kata. embentukan istilah yang cermat ini akan sangat terasa manfaatnya dalam bahasa keilmuan yang mensyaratkan kecermatan ekspresi. Acapkali orang menciptakan istilah bukan dengan logika dan kaedah bahasa tetapi dengan perasaan atau pengalaman saja. Cara seperti ini dapat saja dilakukan tetapi hasilnya sering tidak mengena atau bahkan menyesatkan. Pengembangan pengetahuan dan bahasa sering menjadi terhambat karena orang mempertahankan apa yang sudah kaprah tetapi secara kaedah dan makna bahasa keliru sehingga penangkapan dan pemahaman suatu konsep dalam pengetahuan tertentu juga ikut keliru (walaupun tidak disadari). Istilah membawa perilaku. Oleh karena itu, istilah yang keliru dapat mengakibatkan perilaku yang keliru pula dan kalau perilaku yang keliru tersebut dipraktikkan tanpa sadar dalam suatu profesi maka profesi sebenarnya telah melakukan malpractice.
3. Perguruan tinggi merupakan pusat pengembangan ilmu sehingga perguruan tinggi tidak dapat melepaskan diri dari fungsinya sebagai pengembang bahasa Indonesia. Perguruan tinggi tidak harus tunduk pada apa yang nyatanya dipraktikkan tetapi harus dapat mempengaruhi selera penggunaan bahasa oleh masyarakat. Kalau perguruan tinggi hanya mengajarkan apa yang nyatanya dipraktikkan dalam masyarakat maka hilanglah fungsi perguruan tinggi sebagai agen pengembangan dan perubahan (kemajuan). Perguruan tinggi hanya berfungsi tidak lebih dari sebuah kursus keterampilan. Dalam hal penggunaan bahasa, memang dapat diterima pandangan yang menyatakan bahwa the public has the final taste. Akan tetapi, selera masyarakat dapat diarahkan menuju ke selera bahasa yang tinggi kalau alternatifalternatif yang berselera tinggi ditawarkan kepada mereka. Barangkali apa yang diungkapkan oleh Moeliono berikut dapat menjadi landasan kita dalam bersikap terhadap pengembangan bahasa. "Perencana bahasa dan tidak hanya para ahli tapi juga para anggota dari kelompok-kelompok sosial lainnyayang menginginkan untuk melihat Bahasa Indonesia menjadi lebih baik, lebih feksibel, lebih akurat dan mampu melayani pembicaranya sesuai tujuannya masing-masing, dapat lebih mencoba untuk menuntun arah selera masyarakat dengan mengatur contoh yang peka terhadap bentuk bahasa sebaik keberagamannya. Jika kita ingin mengembnagkan kosakata un berbagai macam gaya, masalah yang muncul
adalah apakah Bahasa Indonesia sudah cukup mampu untuk memungkinkan terjadinya modernisasi ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, pengguna bahasa harus berlatih kreativitas mereka, mereka tidak boleh melarikan diri dari masalah yang sulit dan melepaskan kecenderungan mereka yang menancap mendarah daging pada penerimaan kegunaan."
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia
http://www.suwardjono.com
http://basinasmanding.wordpress.com/
http://muslich-m.blogspot.com/2010/03/pentingnya-sopan-santun-berbahasa.html
http://ven9eance.wordpress.com/2009/10/26/bahasa-indonesia-dalam-penulisan-karya-ilmiah/