refrat editan terbaru

download refrat editan terbaru

If you can't read please download the document

description

q3r3r3r3

Transcript of refrat editan terbaru

BAB I PENDAHULUAN Leukemia adalah suatu keganasan dari sumsum tulang dan darah. Leukemia mempunyai karakteristik akumulasi yang tidak terkontrol dari sel-sel darah.1 Leukemia adalah salah satu dari sepuluh jenis kanker ( kanker leher rahim, payudara, hati, paru, kulit, nasofaring, limfoma, leukemia, trofoblas ganas, dan rektum) yang diprioritaskan dalam Yayasan Kanker Indonesia. Hal ini dikarenakan tingkat insidensi leukemia yang cukup tinggi, yaitu lima persen dari seluruh penyakit kanker.2 Leukemia menempati 40% dari semua keganasan pada anak. Faktor risiko terjadi leukemia adalah kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi, faktor hormonal, infeksi virus.3 Insidensi ALL adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75 % pasien berusia kurang dari 15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. ALL lebih banyak ditemukan pada pria daripada perempuan. Saudara kandung dari pasien ALL mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk berkembang menjadi ALL, sedangkan kembar monozigot dari pasien ALL mempunyai resiko 20 % untuk berkembang menjadi ALL.4 Leukemia Limfoblastik Akut (ALL) adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Leukemia akut ditandai oleh proliferasi klonal sel hematopoietik imatur. Presentasi klinis ALL sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis menggambarkan kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan jaringan ekstrameduler oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblast ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di daerah perifer sehingga gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan. Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien ALL, sedangkan gejala perdarahan hanya didapat pada sepertiga pasien yang baru didiagnosa ALL. 4 Gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah, panas tanpa infeksi, purpura, nyeri tulang dan sendi, macam-macam infeksi, penurunan berat badan, dan sering diketemukan suatu massa abnormal.5 Keberhasilan terapi ALL terdiri dari kontrol sumsum tulang dan penyakit sistemiknya serta terapi atau pencegahan terjadinya gangguan SSP. Hal ini dapat tercapai dengan kombinasi pemberian kemoterapi dan terapi pencegahan gangguan

1

SSP ( kemoterapi intratekal atau sistemik dosis tinggi dan pada beberapa kasus dengan radiasi kranial ). Lama rata-rata terapi ALL bervariasi antara 1,5-3 tahun dengan tujuan untuk eradikasi populasi sel leukemia.4 Kebanyakan pasien ALL dewasa dapat mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi saja, dan hanya 30% yang bertahan hidup lama. Kebanyakan pasien yang sembuh adalah usia 15-20 tahun dengan faktor prognostik baik lainnya. Harapan sembuh untuk pasien ALL dewasa lainnya tergantung dari terapi yang lebih intensif dengan tranplantasi sumsum tulang.4

2

BAB II LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT 2.1 DEFINISI Leukemia adalah suatu keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang didominasi oleh klon maligna limfositik dan terjadi penyebaran sel-sel ganas tersebut ke darah dan semua organ tubuh. Blastosit abnormal gagal berdiferensiasi menjadi bentuk dewasa, sementara proses pembelahan berlangsung terus. Sel-sel ini mendesak komponen hemopoitik normal sehingga terjadi kegagalan sumsum tulang. Disamping itu, sel-sel abnormal melalui peredaran darah melakukan infiltrasi ke organ-organ tubuh.3 Leukemia dibagi menjadi empat kategori, yaitu myelogenus dan limfositik, yang masing-masing dapat dibedakan menjadi akut dan kronik. Leukemia akut adalah penyakit yang berkembang dengan cepat sehingga menghasilkan akumulasi dari sel imatur yang kurang fungsional di sumsum tulang atau darah. Sumsum tulang sering tidak mampu lagi memproduksi sel darah merah, sel darah putih dan trombosit yang memadai.1,6,7 Dikenal 2 golongan besar leukemia akut : Leukemia limfoblastik akut (LLA) : sel induk berasal dari sel induk sistem limfoid Leukemia mieloblastik akut (LMA) : sel induk berasal dari sel induk sistem mieloid. 3 Lebih dari 80 % kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak ditemukan pada anak anak. Walaupun demikian, 20 % dari kasus ALL adalah dewasa.4

3

Klasifikasi leukemia limfoblastik akut: 1. Klasifikasi Imunologi Prekursor B-Acute Lympboblastic Leukemia (ALL) (70 %) : Common ALL (50 %), null ALL, pre-B ALL T- ALL (25 %) B- ALL (5 %) Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada tidaknya berbagai antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan adalah common ALL. Null ALL, berasal dari sel yang sangat primitif dan lebih banyak pada dewasa. B-ALL merupakan penyakit yang jarang, dengan morfologi L3 yang sering berperilaku sebagai limfoma agresif (varian Burkitt ). 4 Klasifikasi Morfologi the French-American-British (FAB) L1 L2 L3 : Sel Blas berukuran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma : Sel Blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang : Sel Blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofilik. dan nukleoli yang tidak jelas. jelas dengan rasio inti sitoplasma yang rendah. Kebanyakan ALL pada dewasa mempunyai morfologi L2, sedangkan tipe L1 paling sering ditemukan pada anak. Sekitar 95 % dari semua tipe ALL kecuali sel B mempunyai ekspresi yang meningkat dari terminal deoxynucleotidal transferase (TdT) , suatu enzim nuklear yang terlibat dalam pengaturan kembali gen reseptor sel T dan imunoglobulin. Peningkatan ini sangat berguna dalam diagnosis. Jika konsentrasi enzim ini tidak meningkat, diagnosis ALL dicurigai.1,4,8

4

Tabel 1. Klasifikasi Leukemia Akut menurut FAB ( French-American-British ) 1Subtipe (jumlah kejadian) Morfologi Sumsum Tulang Small Cell dengan sitoplasma minimal dan tidak ada granula. nukleoli jarang, TdT (+) Imunofenotip Tipikal Jika turunan Limfosit B: CD 10, 19, 20, 22, 34, HLA-DR, cytoplasmik Ig. Jika turunan Limfosit T: CD 2, 5, 7, 10, 34. Jika turunan Limfosit B: CD 10, 19, 20, 22, 34, HLA-DR, cytoplasmik Ig. Jika turunan Limfosit T: CD 2, 5, 7, 10, 34. CD 10, 19, 20, 21, 22, Ig permukaan Associated genotype Keterangan

ALL-L1 (30% pada dewasa)

t (9; 22) t (4; 11) t (1; 9) hiperdiploid

Banyak pada anak-anak

ALL-L2 (65% pada dewasa)

Large Cell dengan sitoplasma sedang, nucleus jelas, TdT (+)

t (9; 22) t (4; 11) t (1; 9) hiperdiploid

Banyak pada dewasa

ALL-L3, BCell or Burkitt Type Leukemia (5%)

Large round cell dengan sitoplasma basofilik dan vacoula

t (8; 14) t (2; 8) t (8; 22)

Prognosis buruk jika diterapi dengan regimen standar

2.2 PREVALENSI Leukemia adalah salah satu dari sepuluh jenis kanker (kanker leher rahim, payudara, hati, paru, kulit, nasofaring, limfoma, leukemia, trofoblas ganas, dan rektum) yang diprioritaskan dalam Yayasan Kanker Indonesia. Hal ini dikarenakan tingkat insidensi leukemia yang cukup tinggi, yaitu lima persen dari seluruh penyakit kanker di Indonesia.2 Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia paling banyak yang ditemukan pada anak-anak. Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA adalah dewasa.4

5

Berdasarkan data statistik National Cancer Institute insiden leukemia limfoblastik akut di USA adalah 1,4/100.000 orang per tahunnya. Insiden terjadinya leukemia ini pada kulit hitam lebih tinggi 1,5 kali dibandingkan kulit putih dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita dengan perbandingan 1,3:1,1.9 Saudara kandung dari pasien ALL mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk berkembang menjadi ALL, sedangkan pada kembar monozigot dari pasien ALL mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi ALL.4 Pada dewasa usia di atas 70 tahun termasuk dalam resiko tinggi terkena ALL. Selain itu riwayat mendapatkan kemoterapi dan radioterapi serta kelainan genetik seperti sindrom down juga meningkatkan resiko terkena ALL.1 Menurut laporan dari National Cancer Institute terdapat 4000 kasus baru tiap tahunnya di USA dengan usia pasien kurang dari 15 tahun. Insidensi puncaknya usia 2-5 tahun. Insiden ALL tinggi pada negara-negara di kawasan Amerika Utara dan Eropa, dan rendah pada negara-negara di kawasan Asia dan Afrika.9 2.3 KRITERIA DIAGNOSIS Leukemia akut ditandai oleh proliferasi klonal sel hematopoietik imatur. Leukimia muncul setelah transformasi maligna dari sebuah progenitor hematopoietik, diikuti oleh replikasi sel dan ekspansi klon yang mengalami transformasi tersebut. Karakteristik paling menonjol dari sel neoplastik pada leukimia akut adalah defek pada pematangan setelah tingkat limfoblas pada ALL.9 Manifestasi klinik ALL sangat bervariasi dan kadang tidak didapatkan gejala. Pada dewasa, ALL terdiagnosa dengan munculnya gejala klinik setelah durasi beberapa minggu. Gejala muncul jika terjadi kegagalan sumsum tulang dan invasi sel leukemia pada jaringan ekstramedular. Meningkatnya limfosit imatur dan sel-sel ganas menyebabkan berkurangnya sel-sel darah seperti eritrosit, leukosit dan trombosit dalam sirkulasi. Oleh karena itu, seseorang dengan ALL akan memperlihatkan gejala malfungsi

6

eritrosit, leukosit, dan trombosit. Setengah dari pasien dengan ALL mengalami demam atau infeksi. Gejala perdarahan spontan didapatkan pada sepertiga pasien ALL dimana lebih jarang terjadi daripada pada pasien AML.4,9 ALL dan AML banyak memiliki kesamaan gambaran klinis. Pada sebagian besar pasien, gejala awal Leukemia akut timbul dalam waktu kurang dari 3 bulan. Sindroma preleukemia dapat ditemukan pada sekitar 25% pasien AML; pada pasien ini, biasanya terjadi anemia atau sitopenia lain beberapa bulan atau tahun sebelum pembentukan Leukemia yang nyata. Pasien ALL dan AML dapat datang dengan pansitopenia tanpa blas dalam peredaran darahnya, dengan jumlah leukosit normal, atau dengan leukositosis mencolok. Leukositosis akibat oklusi mikrosirkulasi oleh sel blas leukemik dapat menimbulkan hipoperfusi jaringan vital, terutama pada paru dan otak. Leukositosis menjadi lebih sering bila jumlah blas dalam darah melebihi 100x109 per liter dan lebih sering pada sel blas besar pada AML daripada ALL.7 Pada sepertiga pasien ALL terjadi perdarahan yang ringan, hal ini lebih jarang terjadi pada ALL dibandingkan AML. Perdarahan yang berat sangat jarang terjadi.9,13 Pendekatan Diagnosis ALL Dewasa: 1. Anamnesis 1,4,9 Pada anamnesis di dapatkan: Gejala anemia, seperti keluhan mudah lelah, letargi, pusing, sesak, dan nyeri dada yang disebabkan adanya gangguan pada pleura. Nafsu makan berkurang. Nyeri tulang dan sendi ( karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel Leukemia. Nekrosis sumsum tulang lebih jarang terjadi pada pasien dewasa dibandingkan pada anak-anak). Gejala hipermetabolisme seperti demam dan banyak keringat. Perdarahan spontan pada kulit. Pada Leukemia didapatkan referable symptom : nyeri kepala, mual, muntah, kekakuan leher.

7

2. Pemeriksaan Fisik 1,4,6,9 Infeksi mulut, saluran napas atas dan bawah, selulitis, atau sepsis dikarenakan sistem pertahanan tubuh yang menurun. Petechiae, atraumatic ecchymosis. Perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, perdarahan otak. Hepatomegali, didapatkan pada lebih dari setengah penderita ALL. Splenomegali. Limfadenopati. Massa di mediastinum, dapat dideteksi dengan rontgent thorax dan CT. Kelainan ini banyak didapatkan pada pasien ALL tipe sel limfosit T. Pada Leukemia dengan infiltrasi pada sistem syaraf pusat didapatkan perubahan status mental, kelumpuhan syaraf otak terutama syaraf VI dan VII, kelainan neurologik fokal. Keterlibatan organ extramedular seperti testis, retina, kulit, pleura, perikardium, tonsil. 3. Pemeriksaan Laboratorium: Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostic ALL, klasifikasi prognostik dan perencanaan terapi yang tepat. Beberapa pemeriksaan laboratorium pada ALL antara lain: Hitung darah lengkap, pemeriksan apus darah tepi, elektrolit, kreatinin, enzim hepar, asam urat, kalsium dan albumin, pemeriksaan koagulasi, kadar fibrinogen, golongan darah ABO dan Rh, serta penentuan HLA.4,9 Hitung darah lengkap dan apus darah tepi Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi 200.000/mm3. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blast pada hitung jenis lekosit bervariasi dari 0-1000%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3.1,4 Aspirasi dan biopsi sumsum tulang Aspirasi dan biopsi sumsum tulang adalah uji diagnostik yang paling bernilai untuk kelainan hematologi, selain itu aspirasi dan biopsi sumsum

8

tulang juga digunakan untuk staging kelainan limfoproliferatif dan untuk mengetahui prognosis dari gangguan limfoproliferatif kronik.4,10,11 Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua pasien ALL harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis histologi, sitogenetik dan imunphenotyping. Apus sumsum tulang tampak hiperseluler dengan sel blas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada ALL dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel Leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi penting untuk evaluasi gambaran sitologi.4 Indikasi dari pemeriksaan sumsum tulang antara lain untuk diagnosa kelainan hematologi (misal: leukemia, multipel myeloma, anemia pansitopenia), keganasan hematologi, diagnosa demam yang tidak diketahui penyebabnya, infeksi infeksi dan tuberkulosis, diagnosis histoplasmosis, kanker leishmaniasis, jamur, metastasis

nonhematopoeitik pada sumsum tulang. Kontra indikasi absolut dari aspirasi dan biopsi sumsum tulang antara lain hemofilia, gangguan koagulasi, dan infeksi di daerah sekitar biopsi. Sedangkan kontra indikasi relatif adalah ekstrim trombositopeni.10,11 Tempat-tempat yang aman untuk aspirasi dan biopsi sumsum tulang antara lain krista iliaka anterior dan posterior, sternum (hanya aspirasi dan diperbolehkan untuk dewasa).10 Sitokimia Gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang tidak dapat membedakan ALL dengan AML. Pada ALL, pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negatif. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari prekursorgranulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas AML. Sitokimia juga berguna untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada pewarnaan periodic acid schiff (PAS). TdT (Terminal deoxynuclotidil

9

transferase) yang diekspresikan oleh limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flow cytometry.4,9 Imunofenotip Pemeriksaan ini berguna untuk diagnosis dan klasifikasi ALL. Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap: 1) Untuk sel prekursor B: CD10 (Common ALL antigen), CD 19, CD 97A, CD22, cytoplasmic m-heavy chain, dan TdT. 2) Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8, dan TdT. 3) Untuk sel B: kappa atau lambda, CD19, CD20, dan CD22 Pada sekitar 15-54% ALL dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid. Antigen mieloid yang biasa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan dari antigen limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada Leukemia bifenotip akut. Kasus ini jarang, dan perjalanan penyakitnya buruk.1,4,6 Sitogenetik Analisa sitogenetik sangat berguna untuk beberapa kelainan sitogenetik berhubungan subtipe ALL tertentu dan dapat memberikan informasi prognostik. Translokasi t(8;14), dan t(8;22) hanya ditemukan pada ALL sel B, dan kelainan kromosom ini menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom.1,4 Biologi Molekuler Dikerjakan bila analisis sitogenetik gagal, dan untuk mendeteksi t(12;21) yang tidak terdeteksi dengan sitogenik standar. Teknik ini juga harus dilakukan untuk mendeteksi gen BCR-ABL yang mempunyai prognosis buruk.1,4 Pemeriksaan lainnya Parameter koagulasi biasanya normal dan koagulasi intravaskular diseminata jarang terjadi. Kelainan metabolik seperti hiperurikemia dapat

10

terjadi terutama pada pasien dengan sel-sel Leukemia yang cepat membelah dan tumor burden yang tinggi. Pungsi lumbal dilakukan pada saat diagnosis untuk memeriksa cairan serebrospinal. Perlu atau tidaknya tindakan ini dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas yang bersirkulasi masih menjadi kontroversi.4 Foto Thorax atau Computed Tomography dilakukan jika curiga ada massa di mediastinum.9 2.4 Diagnosis Banding Limfositosis, limfadenopati, dan hepatosplenomegali yang berhubungan dengan infeksi virus dan limfoma Anemia aplastik. 4

11

BAB III PENATALAKSANAAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT 3.1 Prinsip Terapi Leukimia Akut Tujuan terapi leukemia akut adalah mengeradikasi sel-sel leukemia. Tujuan ini dapat dicapai dengan kemoterapi, namun kemoterapi ini dapat menyebabkan aplasia relatif dari sumsum tulang, sehingga mendepresi sel prekursor hematopoetik yang lain. Fungsi sumsum tulang yang terganggu menyebabkan pasien perlu mendapat terapi suportif dengan tranfusi dan antibiotik. Setelah perbaikan dari efek supresi tersebut hematopoetik stem cell yang normal dapat berproliferasi dan terjadi perbaikan dalam proses hematopoiesis.1 Manajemen terbaru pada pasien ALL dewasa memerlukan penilaian yang hati-hati terhadap risiko relaps pada saat terapi dimulai. Pada pasien ALL dewasa kebanyakan mempunyai sel prekursor B dan sel T dan dapat diterapi dengan tahapan terapi induksi remisi, intensifikasi, profilaksis dan maintenance. Dengan regimen terapi modern bisa mencapai remisi komplit sampai 90 %, dan 25-40 % dapat disembuhkan. Keberhasilan terapi ini tidak lepas dari profil prognostik dan faktor risiko terjadinya relaps.9 Sebelum dimulainya terapi perlu diperhatikan dengan baik terhadap masalah metabolik, infeksi dan hematologi. Seperti hipeurisemia, hiperphosphatemia, dan hipokalsemia memerlukan hidrasi intravena, alkalinisasi, dan pemberian allopurinol. Untuk mencegah terjadinya infeksi pada saat fase terapi intensifikasi karena adanya supresi terhadap sumsum tulang maka diperlukan profilaksis terapi terhadap virus herpes dan pneumocystis carinii.9 Keberhasilan terapi ALL terdiri dari kontrol sumsum tulang dan penyakit sistemiknya, juga terapi atau pencegahan SSP. Hal ini dapat tercapai dengan kombinasi pemberian kemoterapi dan terapi pencegahan SSP (kemoterapi intratekal atau sistemik dosis tinggi dan pada beberapa kasus dengan radiasi kranial). Lama rata-rata terapi ALL bervariasi antara 1,5-3 tahun dengan tujuan untuk eradikasi populasi sel leukemia. Terapi ALL dibagi menjadi induksi remisi,

12

intensifikasi atau konsolidasi, profilaksis susunan saraf pusat (SSP) dan pemeliharaan jangka panjang(maintenance).4,9 Induksi remisi Tujuan dari terapi induksi remisi adalah mencapai remisi komplit hematologik (hematologic complete remission/CR) yaitu eradikasi sel leukemia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah dan sumsum tulang dan kembalinya hematopoesis normal. Regimen utama terapi induksi remisi adalah prednison dan vinkristin. Terapi ini biasanya terdiri dari prednison, vinkristin dan antrasiklin (pada umumnya danorubisin, dapat juga doxorubicin, zorubicin, dan mitxantrone) dan juga L-asparaginase. Tambahan obat seperti siklofosfamid, sitarabin dosis konvensional atau tinggi, merkaptopurin dapat diberikan pada berbagai regimen. 4,9 Terapi dengan prednison dan vinkristin menghasilkan remisi kompit pada sekitar 50% pasien ALL. Penambahan antrasiklin memperbaiki remisi komplit menjadi 70%-85%. Daunorubisin biasanya diberikan seminggu sekali, tapi beberapa penelitian memberikan dosis intensifikasi (30-60mg/m 2 2-3 hari). Dosis intensifikasi berhubungan dengan mortalitas yang tinggi, sehingga diperlukan terapi suportif intensif dan pemberian faktor pertumbuhan (granulocyte colony-stimulating factor/GSCF). GSCF tidak memperbaiki remisi komplit tapi mempersingkat lama neutropenia 5-6 hari dan menurunkan insiden infeksi. Penambahan L-asparaginase tidak memperbaiki frekuensi dan durasi remisi komplit. 4,9,12 Protokol terapi: Vinkristin 1,5 mg/m2 IV, hari 1 (max, 2 mg) Danorubisin 30 mg/m2 IV, hari 1,2,14,21,28. Prednison 40 mg/m2 PO, hari 1-28 lalu tappering off 2 minggu. L-asparaginase 10.000 U/m2 IV diberikan pada saat mendekati remisi

komplit selama 4 hari sebelum radiasi kranial. Biasanya diperlukan 4 dosis vinkristin (tiap minggu) dan 5 dosis

daunorubisin. Pemberian metrotreksat intratekal sesuai dengan protokol biasa.

13

Aspirasi sumsum tulang dilakukan sekitar minggu ke 5 jika trombosit

>100.000 /mm3 dan neutrofil >1000/mm3 untuk konfirmasi respon komplit. Selama pemberian asparaginase harus diperiksa kadar fibrinogen, bila

fibrinogen 2 mg% Doksorubisin: dosis diturunkan: 25% bila bilirubin 2-3 mg%, 50%

bila bilirubin 3-4 mg%, 75% bila bilirubin >4 mg%a. Intensifikasi atau konsolidasi

Setelah tercapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi (early intensification) yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten obat. Terapi ini juga dilakukan 6 bulan kemudian (late intensification). Studi Cancer and Leukemia Group B menunjukkan durasi remisi dan kelangsungan hidup yang lebih baik pada pasien ALL yang mencapai remisi dan mendapat 2 kali terapi intensifikasi (early and late intensification) dari pada pasien yang tidak mendapat terapi intensifikasi. Berbagai dosis mielosupresi dari obat yang berbeda diberikan tergantung protokol yang dipakai. Penelitian oleh British UKALL secara random ALL pada anak bahwa menunjukkan bahwa terapi intensifikasi awal (diberikan segera setelah remisi komplit) dan terapi intensifikasi lanjut (pada minggu ke-20) memberikan hasil yang lebih baik. Penelitian lain oleh CALGB namun secara nonrandom terhadap pasien ALL dewasa juga menunjukkan hasil yang lebih baik bila menggunakan terapi intensifikasi awal dan lanjut. 1,4,8,9b. Profilaksis susunan saraf pusat (SSP)

Profilaksis SSP sangat penting dalam terapi ALL. Sekitar 50%-75% pasien ALL yang tidak mendapat terapi profilaksis ini akan mengalami relaps pada Sistem Saraf Pusat (SSP). Profilaksis SSP dapat terdiri dari kombinasi kemoterapi intratekal, radiasi intrakranial dan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavailabilitas SSP yang tinggi seperti metrotreksat dosis tinggi

14

dan sitarabin dosis tinggi. Pemberian ketiga kombinasi terapi ini ternyata tidak memberikan hasil yang superior, sedangkan kemoterapi intratekal saja atau kemoterapi sistemik dosis tinggi saja tidak memberikan proteksi SSP yang baik. Kemoterapi intratekal dengan radiasi intrakranial (antara 18002400 cGy) memberikan angka relaps SSP yang sama dengan kemoterapi intratekal + kemoterapi sistemik dosis tinggi tanpa radiasi kranial yaitu antara 0%-11%.1,4,9 Kantarijan et al memberikan methotrexate dan cytarabin dosis dua kali seminggu sampai cairan serebrospinal tidak terdapat sel limfoblas. Sedangkan Linker et al., memberikan injeksi methotrexate intrathecal sekali seminggu selama sepuluh minggu, kemudian satu bulan sekali selama setahun. Protokol terapi: 4 Dilakukan pada keadaan remisi lengkap. Radiasi kranial 2400 rad dalam dosis terbagi (200 rad/kali) Metotreksat intratekal 10 mg /m2 , 2 kali seminggu sebanyak 5 dosis.

Modifikasi dosis: 4 Metotreksat : dosis diturunkan: 25% bila kreatinin 1,5-2mg%, 50%

bila kreatinin >2 mg%. HIDAC 1 gram/m2, bila: o Usia 60 tahun o Kreatinin >2 mg% o Kadar metotreksat 20 mmol/L c. Pemeliharaan jangka panjang

Terapi ini terdiri dari 6-merkaptopurin tiap hari dan metrotreksat seminggu sekali selama 2-3 tahun. Pada ALL anak terapi ini memperpanjang disease-free survival, sedangkan pada dewasa angka relaps tetap tinggi. 1,4,9 Protokol terapi: 4 6 MP 70-9 mg/m2 PO tiap hari. Metotreksat 15 mg/m2 PO tiap minggu.

Pemeliharaan diteruskan sampai 3 tahun, lalu periksa apus sumsum tulang, cairan spinal, biopsi testis. Bila terdapat remisi, obat-obatan di stop. Dosis

15

pemeliharaan disesuaikan dengan target leukosit 3000-3500/mm 3, jika leukosit meninggi, dosis metotreksat dinaikkan. Modifikasi dosis: Metotreksat : dosis diturunkan: 25% bila kreatinin 1,5-2mg%, 50%

bila kreatinin >2 mg%. HIDAC 1 gram/m2, bila: o Usia 60 tahun o Kreatinin >2 mg% o Kadar metotreksat 20 mmol/L 3.2 Transplantasi sumsum tulang

Pada pasien ALL yang mempunyai resiko tinggi untuk relaps dilakukan transplantasi sumsum tulang alogenik pada remisi komplit yang pertama. Resiko tinggi untuk relaps yaitu : Kromosom Philadelphia Perubahan susunan gen MLL Hiperleukositosis Gagal mencapai remisi komplit dalam waktu 4 minggu

Pasien ALL dewasa yang mengalami relaps setelah mencapai remisi komplit harus menjalani transplantasi sumsum tulang alogenik begitu remisi kedua tercapai. Kebanyakan B-ALL tidak dapat diterapi dengan regimen ALL konvensional. Karena kecepatan proliferasi sel-sel leukemia-nya tinggi, maka diberikan terapi hyperfractionation dari siklofosfamid dosis tinggi dan metrotreksat dosis tinggi. Saat ini tidak ada terapi yang efektif untuk B-ALL yang refrakter atau relaps. 4,93.3 Pilihan Terapi dan Pengelolaan Baru untuk ALL Dewasa 1. Terapi molekular : inhibisi direk aberasi molekular yang terlibat dalam

patogenesis. Inhibitor tirosin kinase ST1571, inhibitor farnesil transferase.

16

2. Terapi antibodi : supresi target sel blas leukemia sesuai dengan ekspresi

antigennyaa. CD19: anti CD 19 b. CD20: Rituximab c. CD 52: Campath 3. Transplantasi sumsum tulang non-mieloblasi

Penggunaan efek graft-versus-leukemia ekstensi indikasi transplantasi sumsum tulang untuk pasien tua.4. Evaluasi minimal residual disease (MRD): evaluasi individual terhadap

respon terapi:a. Penilaian elemen terapi yaitu induksi , terapi baru dan stratifikasi

resikob. MRD = sel blas leukemia residual yang tidak dapat dideteksi dengan

pemeriksaan mikroskopis sumsum tulang. MRD diperiksa dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction).5. Analisis microarray: Analisis profil ekspresi gen dan seleksi gen yang

diekspresikan secara berbeda: Identifikasi faktor prognostik dan gen target untuk terapi baru. 43.4 Terapi ALL rekuren

Leukemia dapat kambuh di sumsum tulang atau di jaringan ekstramedularis. Pasien yang mengalami kekambuhan sementara menerima terapi pemeliharaan memiliki prognosis yang sangat buruk dengan sedikit kemungkinan remisi sekunder jangka panjang. Kemoterapi kombinasi dengan regimen tiga atau empat obat yang mencakup vinkristin, prednison, Lasparaginase dan/atau daunorubisin menghasilkan remisi kedua pada 50 sampai 70% pasien dan para pasien ini harus dipertimbangkan untuk mendapat transplantasi sumsum tulang. Namun, lama remisi biasanya singkat dan kekambuhan berikutnya tidak dapat dihindari. Pasien yang mengalami kekambuhan setelah penghentian terapi pemeliharaan memiliki prognosis yang lebih baik. Remisi kedua dapat diinduksi pada sekitar 90 % pasien. Walaupun sebagian besar akan kambuh kembali, beberapa mencapai kesintasan jangka

17

panjang. Pasien mungkin harus mendapat profilaksis SSP kemoterapetik berulang untuk mencagah penyakit kambuh di tempat ekstramedularis ini.8,12,13 Leukemia meningen merupakan tempat tersering kekambuhan ekstramedularis pada pasien ALL. Iradiasi kranial ditambah metotreksat intratekal saja atau berkombinasi dengan sitarabin merupakan terapi standar untuk leukemia SSP. Pada pasien ALL biasanya ditempatkan Ommaya reservoir secara bedah untuk menyampaikan kemoterapi ke CSS ventrikuler. Kekambuhan pada testis sering terjadi pada pasien ALL laki-laki dan dapat terjadi selama pemberian ini setelah penghentian terapi pemeliharaan. Pengobatan pilihan adalah iradiasi terhadap testis yang sakit. Pasien yang mengalami kekambuhan ekstramedularis dan mengenai SSP, testis memiliki resiko sangat tinggi mengalami kekambuhan berikutnya di sumsum tulang.63.5 Komplikasi pada terapi ALL

Efek samping yang tidak dapat dihindari pada pengobatan ALL adalah mielosupresi dan immunosupresi akibat kemoterapi. Kemoterapi yang ditujukan pada limfoblas leukemik juga mempengaruhi limfosit T dan B normal, menimbulkan limfositopenia dan immunodefisiensi. Sel B darah tepi biasanya pulih ke kadar normal dalam beberapa bulan setelah penghentian terapi, tetapi jumlah dan fungsi sel T mungkin tetap tertekan sampai satu tahun. Pneumonia Pneumocystis carinii dapat timbul sementara pasien sedang dalam remisi dan profilaksis trimetoprim-sulfametoksazol efektif dalam mencegah penyulit ini. Infeksi virus seperti herpes simplek dan zoster, campak dan sitomegalovirus sering terjadi. 6,9 Pertumbuhan pada anak agak terganggu selama pemberian kemoterapi. Setelah terapi dihentikan biasanya terjadi pertumbuhan cepat mengejar ketertinggalan dan sebagian besar anak akhirnya mencapai tinggi dan berat mendekati normal. Sebagian besar obat kemoterapeutik dan radiasi dapat menimbulkan kemandulan. Fungsi gonade dapat pulih setelah interval yang panjang. Gonade pada pasien prapubertas relatif resisten terhadap efek kemoterapi dan sebagian besar pasien mengalami pubertas normal setelah terapi dihentikan. Penyulit lambat adalah gangguan SSP dan neuroendokrinologik

18

yang dapat timbul akibat iradiasi kranium, kanker sekunder dan leukemia mieloid yang dapat timbul setelah iradiasi atau kemoterapi dan gangguan jantung akibat obat toksik. 6,9 3.6 Respon Terhadap Terapi Respon terhadap terapi dapat dinilai dengan penentuan waktu untuk mencapai CR, kuantitas dari leukemic blast clearance awal, atau dari deteksi sisa penyakit minimal. Ukuran ini menyediakan penilaian langsung dari kelemahan biologis dari agen antiLeukemia, dan, seperti faktor prognostik yang berdasar padanya memiliki kekuatan heuristik tinggi yang melekat. Terlebih lagi, evaluasi yang akan datang dari kegunaan mereka sebagai perkiraan dari hasil percobaan klinik telah dibuktikan yang dimana mereka juga memiliki penjelasan yang kuat. Akan tetapi, sebetulnya semua penelitian klinik mengukur hasil ini ditunjukkan pada pasien ALL anak-anak. Variasi sederhana diantara hasil penelitian anak-anak, mungkin sebuah cerminan dari perbedaan pada teknik yang digunakan untuk mengukur respon terapi, selanjutnya membatasi pemakaian metodologi ini untuk praktek manajemen pasien dewasa. Tidak satupun, hasil sebuah survey terbaru menunjukkan bahwa penilaian respon terapi menjadi faktor prognostik penting. Hal ini harus membantu dalam mencari kembali contoh prognostik dengan tujuan meningkatkan hasil dengan resiko terapi yang disesuaikan. 9 1) Remisi lengkap awal. Kegagalan untuk mencapai CR dalam 4 minggu sejak dimulainya pengobatan atau setelah satu bagian induksi kemoterapi adalah sebuah faktor prognostik yang kurang menguntungkan pada hampir semua penelitian ALL dewasa. Dimana berarti, CR awal menyediakan nilai perkiraan untuk standar program ALL sebaik untuk dosis intensif protokol pengobatan yang baru. Pasien yang membutuhkan waktu lebih dari 4 minggu untuk mencapai CR sedikitnya kemungkinan dua kali untuk kambuh, tergantung dari penelitian. Satu penelitian, pasien yang tidak mencapai CR dalam 4 minggu dari induksi memiliki 5- year disease-free survival dari 0% dibandingkan dengan 46% untuk sisa dari responden

19

lengkap. Dalam penelitian ini, jumlah minggu yang dibutuhkan untuk mencapai CR hanya sedikit lebih buruk dari kromosom Ph sebagai sebuah variabel yang tidak menguntungkan. 2) Leukemic Blast Clearance awal. Evaluasi untuk blas leukemi menetap pada rata-rata waktu antara hari ke 7 sampai hari ke 21 induksi, telah dibuktikan dengan kuat sebagai indikator prognostik yang penting untuk hasil pada ALL anak-anak. blas Leukemi menetap awal pada 7 hari setelah memulai induksi dipikirkan terhadap resistensi kortikosteroid. Akan tetapi, titik waktu yang menetap setelah 21 hari dipertimbangkan sebuah resistensi sitotoksik kemoterapi. Sejumlah penelitian terbaru pada ALL anak-anak menunjukkan bahwa faktor yang kurang menguntungkan berpengaruh terhadap hasil yang dihubungkan dengan deteksi morfologi darah atau sumsum tulang leukemic blast menetap selama terapi induksi pada hari ke 7, hari ke 21, atau pada titik waktu yang lain diantaranya. Leukemia menetap biasanya ditetapkan dengan penemuan blast cell lebih besar dari 1000 x 10 6/L pada sampel darah tepi atau leukemic blast lebih besar dari 5% dari sel normal pada specimen sumsum tulang. 3) Penyakit sisa minimal. Penyakit sisa minimal mengacu pada post remisi menetap dari Leukemia yang tidak dapat dideteksi dengan penilaian histomorfologi. Immunofenotipe, sitogenetik, atau teknik molekuler dapat digunakan untuk deteksi penyakit sisa minimal. Sampel dari darah tepi umumnya satu log 10 sedikit sensitif dari sumsum tulang tetapi mungkin telah dibandingkan sensitifitasnya pada t-lineage ALL. Hibridisasi fluoresense in-situ adalah lebih baik dari pada analisis rantai konvensional untuk deteksi translokasi kromosom dan abnormalitas menurut angka, tetapi keduanya dibatasi oleh sensitivitas yang rendah. Pengujian kadar logam yang paling sensitif untuk mendeteksi penyakit sisa minimal adalah didasarkan pada teknik PRC, yang dapat mendeteksi satu blast leukemic di atas lebih 10 6 sel normal.

20

Target PCR menggunakan fusi gen transkrip seperti BCR-ABL, TELAML1, MLL-aF4, dan E2A-PBX. Banyak studi mengevaluasi manfaat prognostik dari penyakit sisa minimal yang dilaporkan. Sebetulnya semua diadakan pada anak-anak dengan ALL. Tiga dari studi pediatri menonjolkan untuk memiliki pasien dalam jumlah besar, inklusi dari kedua B- dan T-lineage ALL, dan untuk memasukkan pasien dengan sedikit gambaran resiko. Persoalan berhubungan dengan teknik tetap untuk diputuskan. Contohnya, nilai ambang dari penyakit sisa minimal pada ALL dewasa telah dipikirkan lebih terbatas, tetapi penemuan hampir sama. Mortuza dkk melaporkan hasil untuk Ph-negative 66 pasien B-lineage ALL dewasa diobati pada institusi tunggal, yang mana penyakit sisa minimal ditentukan dengan PCR menggunakan immunoglobulin rantai besar primer gen. Deteksi Leukemia residual pada tingkat 10 -3 , batas sensitivitas dari pengujian kadar logam berhubungan inferior disease-free survival .4,6,9

3.7 Prognosis Kebanyakan pasien ALL dewasa dapat mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi saja, dan hanya 30% yang bertahan hidup lama. Kebanyakan pasien yang sembuh adalah usia 15-20 tahun dengan faktor prognostik baik lainnya. Harapan sembuh untuk pasien ALL dewasa lainnya tergantung dari terapi yang lebih intensif dengan tranplantasi sumsum tulang. Overall disease-free survival rate untuk ALL dewasa kira-kira 30%. Pasien usia >60 tahun mempunyai disease-free survival rate 10% setelah remisi komplit. 4

21

Faktor prognostik ALL dewasa dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Faktor prognostik ALL dewasa. 4 Karakteristik Pasien Usia (pasien) < 30 30 Jumlah lekosit (x106/ml) < 30.000 30.000 (> 100.000 untuk sel T) Immunophenotype T-cell ALL Mature B-cell ALL, early T-cell ALL Sitogenetika Kelainan 12p; t(10;14)(q24;q11) Normal; hiperdiploid t(9;22),t(1;9).hipodiploid,-7,+8 Respon terapi Remisi komplit dalam 4 minggu Minimal residual disease persisten Faktor prognostik Baik Buruk Baik Buruk Baik Buruk Baik Sedang Buruk Baik Buruk

22

BAB IV KESIMPULAN Leukemia Limfoblastik Akut (ALL) adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid yang ditandai oleh proliferasi klonal sel hematopoietik imatur. Gejala klinis berhubungan dengan anemia, infeksi, perdarahan dan kadang tidak didapatkan gejala. Yang tersering terjadi adalah rasa lelah, demam, purpura, nyeri tulang dan sendi, macam-macam infeksi, penurunan berat badan, dan sering diketemukan suatu massa abnormal. Beberapa pemeriksaan laboratorium pada ALL antara lain: Hitung darah lengkap; pemeriksan apus darah tepi; elektrolit; kreatinin; enzim hepar; asam urat; kalsium dan albumin, pemeriksaan koagulasi, kadar fibrinogen, golongan darah ABO dan Rh, penentuan HLA, pemeriksaan sitomorfologi, sitogenetika dan imunofenotip dari aspirasi sumsum tulang, dan pemeriksaan biologi molekuler. Laboratorium didapatkan anemia, trombositopenia, leukosit turun/normal/meningkat, dan retikulosit yang menurun. Terapi ALL dibagi menjadi induksi remisi, intensifikasi atau konsolidasi, profilaksis susunan saraf pusat (SSP) dan pemeliharaan jangka panjang(maintenance). Pilihan terapi dan pengelolaan baru untuk ALL dewasa adalah terapi molekular, terapi antibodi, transplantasi sumsum tulang non-mieloblasi, evaluasi minimal residual disease (MRD), dan analisis microarray. Komplikasi pada terapi ALL antara lain adalah mielosupresi dan immunosupresi akibat kemoterapi. Kebanyakan pasien ALL dewasa dapat mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi saja, dan hanya 30% yang bertahan hidup lama. Kebanyakan pasien yang sembuh adalah usia 15-20 tahun dengan faktor prognostik baik lainnya.Harapan sembuh untuk pasien ALL dewasa lainnya tergantung dari terapi yang lebih intensif dengan tranplantasi sumsum tulang. Overall disease-free survival rate untuk ALL dewasa kira-kira 30%. Pasien usia >60 tahun mempunyai disease-free survival rate 10% setelah remisi komplit.

23

DAFTAR PUSTAKA 1. Devita, T. Vincent, Hellman, S., 2000. Cancer Principles and Practice of Oncology, 7th edition. USA : Lippincott Williams and Wilkins. Pp : 1939-2077. 2. Yayasan kanker indonesia, 2005. Registrasi dan Penelitian Kanker, Jakarta, Indonesia. http://www.kankerindo.org/penel_reg.htm (5 April 2008) 3. Permono, Bambang, Ugrasena, IDG., Ratwita, Mia, 2007. Leukemia Limfoblastik Akut. http://www.ummusalma.wordpress.com (5 April 2008) 4. Fianza, Irani Panji. 2007. Leukemia Limfoblastik Akut dalam Sudoyo, Aru; Setiohadi, Bambang; Alwi, Idrus; Simadibrata, M; Setiati ,Siti (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Hh:728-734 5. Mansjoer, Arif, Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., Setiowulan, W., 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi Ketiga, jilid Pertama. Jakarakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pp: 563. 6. Armitage, James O., Logo, Dan L., 2005. Malignancies of Lymphoid Cells in Harrisons 16th edition Principles of Internal Medicine. USA: McGraw Hill. Pp: 641-655. 7. Mehta, Atul B., Hoffbrand, A. Victor, 2005. Acute Leukaemia in Haematology at a Glance. London: Blackwell Science. Pp: 60-63 8. William, J., Williams M.D., Beutler, E., Erslev, A., Lichtman, M.A., 1991. Hematology, 4th edition. USA: McGraw Hill Book Company. Pp: 236, 994. 9. Chao, Thai M and Coutre Steven E. 2004. Acute Lymphoblastic Leukemia in Adult in Greer, John P; Foerster, John; Lukens, John N; Rodgers, Goerge M; Paraskevas Frixos; Glader, Bertil (editors). Wintrobes Clinical Hematology 11th edition. USA: Lippincontt Williams and Wilkins. Pp:2077-2096

24

10. Bain, B. J., 2005. Bone Marrow Biopsi. http://en.wikipedia.org/wiki/Bone_marrow_biopsy (31 Maret 2008) 11. Dimitrios, Vargidis (author); Krishnan, kayamangalath; Talavera, Francisco; Sacher, Ronal A; McKenna, rajalaksmi; Bessa Emmanuel C (editors), 2004. Bone Marrow Aspiration and Biopsy. http://www.emedicine.com/hematology/bonemarrowbiopsy (5 April 2008) 12. Zeller, John L., 2007. Acute Lymphoblastic Leukemia in The Journal of the American Medical Association, Vol 297, No. 11, Pp : 1278 13. Satake, Noriko, Sakamoto, K. (author); Grupp, Stephan A, Windle, Mary L., Cripe, Timothy P., Gross, S., Arceci, R.J.(editors), 2006. Acute Lymphoblastic Leukemia. http://www.emedicine.com/hematology/acutelymphoblasticleukemia (5 April 2008) 14. Selter, Karen (author); Sarkodee-Adoo, Clarence, Talavera, Francisco, McKenna, rajalaksmi, Bessa Emmanuel C (editors). 2006. Acute Lymphoblastic Leukemia. http://www.emedicine.com/hematology/acutelymphoblasticleukemia (5 April 2008)

25

LAMPIRAN

Gambar 1. : Sel Leukimia Tipe L1

26

LAMPIRAN

Gambar 2 : Sel Leukimia Tipe L2

LAMPIRAN 27

28