S1-2014-280377-chapter1

16
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah satu dengan lainnya maupun negara satu dengan negara lainnya. Penting bagi kita untuk dapat memiliki definisi yang sama dalam mengartikan pembangunan. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus-menerus pada Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada PDRB atau PDRB per kapita suatu provinsi, kota/ kabupaten atau bahkan kecamatan. Tujuan pembangunan tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan per kapita. Tujuan pembangunan harus memperhatikan proses pemerataan atau distribusi nilai tambah tertentu dalam kegiatan ekonomi di suatu wilayah (Kuncoro, 2011). Kesenjangan atau ketimpangan daerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Sutarno dan Kuncoro (2003) melihat tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Banyumas, yang mana menunjukkan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antar kecamatan diklasifikasikan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang dikelompokkan menjadi empat, yaitu (i) daerah cepat maju & tumbuh, (ii) daerah maju tetapi tertekan, (iii) daerah berkembang cepat, dan (iv) daerah tertinggal. Berdasarkan peringkat PDRB per kapita provinsi di Indonesia pada tahun 2010, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Riau, dan Kepulauan Riau merupakan provinsi yang mempunyai PDRB per kapita dengan jumlah yang sangat tinggi yaitu di atas Rp 40 juta. Sedangkan Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Gorontalo merupakan provinsi yang memiliki PDRB per kapita rendah yaitu di bawah Rp 10 juta (lihat Gambar 1.1

description

Chapter

Transcript of S1-2014-280377-chapter1

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

    Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah

    satu dengan lainnya maupun negara satu dengan negara lainnya. Penting bagi kita untuk

    dapat memiliki definisi yang sama dalam mengartikan pembangunan. Secara tradisional

    pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus-menerus pada Gross Domestic Product

    (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan

    yang tradisional difokuskan pada PDRB atau PDRB per kapita suatu provinsi, kota/

    kabupaten atau bahkan kecamatan.

    Tujuan pembangunan tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

    peningkatan pendapatan per kapita. Tujuan pembangunan harus memperhatikan proses

    pemerataan atau distribusi nilai tambah tertentu dalam kegiatan ekonomi di suatu wilayah

    (Kuncoro, 2011). Kesenjangan atau ketimpangan daerah merupakan konsekuensi logis

    pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri.

    Sutarno dan Kuncoro (2003) melihat tentang Pertumbuhan Ekonomi dan

    Ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Banyumas, yang mana menunjukkan

    pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antar kecamatan diklasifikasikan berdasarkan

    pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang dikelompokkan menjadi empat, yaitu

    (i) daerah cepat maju & tumbuh, (ii) daerah maju tetapi tertekan, (iii) daerah berkembang

    cepat, dan (iv) daerah tertinggal.

    Berdasarkan peringkat PDRB per kapita provinsi di Indonesia pada tahun 2010,

    Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Riau, dan Kepulauan Riau merupakan provinsi yang

    mempunyai PDRB per kapita dengan jumlah yang sangat tinggi yaitu di atas Rp 40 juta.

    Sedangkan Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Gorontalo merupakan

    provinsi yang memiliki PDRB per kapita rendah yaitu di bawah Rp 10 juta (lihat Gambar 1.1

  • 2

    di bawah). Gambar tersebut menunjukkan peringkat PDRB per kapita provinsi pada tahun

    2010.

    Gambar 1.1 Peringkat PDRB per kapita Provinsi di Indonesia, tahun 2010

    Sumber: diolah dari BPS (2012)

    0.00 20,000,000.00 40,000,000.00 60,000,000.00 80,000,000.00 100,000,000.00 120,000,000.00

    Maluku Utara

    Maluku

    NTT

    Gorontalo

    Bengkulu

    NTB

    Sulawesi Barat

    Sulawesi Tenggara

    Kalimantan Barat

    Sulawesi Selatan

    D.I. Yogyakarta

    Jawa Tengah

    Lampung

    Sulawesi Tengah

    Banten

    Sulawesi Utara

    Kalimantan Selatan

    Kalimantan Tengah

    Jawa Barat

    Jambi

    Bali

    Aceh

    Sumatera Barat

    Sumatera Utara

    Jawa Timur

    Sumatera Selatan

    Bangka Belitung

    Papua

    Papua Barat

    Kep. Riau

    Riau

    DKI Jakarta

    Kalimantan Timur

  • 3

    Sebagai ibukota Indonesia, pendapatan per kapita DKI Jakarta didampingi

    Kalimantan Timur, Riau, dan Kepulauan Riau jauh di atas rata-rata pendapatan per kapita

    Indonesia pada tahun 2010 yaitu Rp 22.837.644,82. Hal ini terlihat dari pendapatan per kapita

    Kalimantan Timur sebesar Rp 100.878.997,05, DKI Jakarta sebesar Rp 95.997.385,54, Riau

    sebesar Rp 46.276.985,27, dan Kepulauan Riau sebesar Rp 42.648.935,40 pada tahun 2010,

    sedangkan rata-rata pada tahun 2010 menunjukkan nominal sebesar Rp 22.837.644,82.

    Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Gorontalo merupakan provinsi-provinsi

    dengan tingkat pendapatan per kapita terendah yang masing-masingnya hanya mencapai Rp

    5.559.391,44, Rp 5.903.904,95, Rp 5.923.859,32, dan Rp 8.883.573,62 pada tahun 2010.

    Kestabilan pertumbuhan domestik justru tercermin dari perekonomian provinsi-

    provinsi di Sulawesi. Perlambatan yang lebih tinggi dibandingkan perlambatan nasional

    menimpa Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Sulawesi Utara bahkan tumbuh sedikit lebih

    tinggi dibanding tahun 2008. Provinsi ini menjadi satu dari lima provinsi yang

    pertumbuhannya lebih baik dibanding tahun 2008. Di ujung timur Indonesia, Papua

    mencatatkan akselerasi pertumbuhan yang amat signifikan didorong oleh peningkatan ekspor

    barang tambang yang me-drive perekonomian provinsi ini.

    Kondisi makro ekonomi tiga puluh tiga provinsi di Indonesia dapat dijelaskan oleh

    kondisi PDRB per kapita provinsi seperti pada Tabel 1.1 di bawah ini. Rata-rata pertumbuhan

    ekonomi selama lima tahun terakhir yang paling tinggi adalah Papua Barat yaitu 0,45 persen,

    kemudian diikuti Jambi dan Lampung yang sama-sama sebesar 0,20 persen, Sulawesi Selatan

    sebesar 0,17 persen, serta Sumatera Utara dan Bangka Belitung yang sama-sama sebesar 0,15

    persen. Sedangkan rata-rata pertumbuhan yang paling rendah adalah Kepulauan Riau yaitu

    0,01 persen, diikuti Sulawesi Barat sebesar 0,06 persen, Sulawesi Tenggara dan Nangroe

    Aceh Darussalam yang sama-sama sebesar 0,08 persen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta

    sebesar 0,09 persen.

  • 4

    Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan PDRB per kapita menurut Provinsi, 2008-2012 (dalam

    persen)

    Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata 2008-2012

    Aceh 0.03 -0.02 0.08 0.09 0.13 0.06

    Sumatera Utara 0.16 0.09 0.15 0.13 0.10 0.13

    Sumatera Barat 0.18 0.08 0.13 0.13 0.10 0.12

    Riau 0.26 0.03 0.12 0.15 0.05 0.12

    Jambi 0.26 0.06 0.20 0.16 0.11 0.16

    Sumatera Selatan 0.20 0.01 0.13 0.14 0.12 0.12

    Bengkulu 0.14 0.08 0.11 0.12 0.12 0.11

    Lampung 0.19 0.19 0.20 0.16 0.12 0.17

    Bangka Belitung 0.18 0.06 0.15 0.12 0.11 0.12

    Kep. Riau 0.08 0.05 0.01 0.01 0.05 0.04

    Sumatera (rata-rata) 0.17 0.06 0.13 0.12 0.10 0.12

    DKI Jakarta 0.19 0.11 0.13 0.13 0.12 0.14

    Jawa Barat 0.18 0.07 0.10 0.10 0.08 0.11

    Jawa Tengah 0.17 0.08 0.11 0.12 0.11 0.12

    DI Yogyakarta 0.15 0.08 0.09 0.13 0.13 0.11

    Jawa Timur 0.15 0.10 0.13 0.13 0.13 0.13

    Banten 0.11 0.06 0.10 0.09 0.08 0.09

    Bali 0.17 0.15 0.10 0.09 0.12 0.12

    Jawa & Bali (rata-rata) 0.16 0.09 0.11 0.11 0.11 0.12

    Kalimantan Barat 0.11 0.09 0.10 0.09 0.10 0.10

    Kalimantan Tengah 0.14 0.11 0.12 0.12 0.11 0.12

    Kalimantan Selatan 0.14 0.11 0.14 0.12 0.10 0.12

    Kalimantan Timur 0.38 -0.12 0.10 0.18 0.10 0.13

    Kalimantan (rata-rata) 0.19 0.05 0.11 0.13 0.10 0.12

    Sulawesi Utara 0.18 0.14 0.10 0.12 0.12 0.13

    Sulawesi Tengah 0.21 0.11 0.13 0.17 0.13 0.15

    Sulawesi Selatan 0.22 0.16 0.17 0.15 0.15 0.17

    Sulawesi Tenggara 0.21 0.13 0.08 0.10 0.09 0.12

    Gorontalo 0.23 0.19 0.13 0.13 0.20 0.18

    Sulawesi Barat 0.12 0.15 0.06 0.08 0.09 0.10

    Sulawesi (rata-rata) 0.19 0.15 0.11 0.13 0.13 0.14

    NTB 0.04 0.23 0.11 -0.04 0.15 0.10

    NTT 0.11 0.10 0.13 0.09 0.11 0.11

    Maluku 0.08 0.11 0.13 0.17 0.27 0.15

    Maluku Utara -0.12 -0.15 0.14 0.10 0.13 0.02

    Papua Barat 0.32 0.27 0.45 0.22 0.15 0.28

    Papua 0.09 0.22 0.12 -0.15 0.00 0.06

    NTMP (rata-rata) 0.09 0.13 0.18 0.06 0.13 0.12

    Rata-rata INDONESIA 0.16 0.09 0.13 0.11 0.11 0.12 Keterangan: NTMP = Nusa Tenggara Maluku Papua Sumber: BPS (2012) diolah

  • 5

    Secara umum pertumbuhan ekonomi tiga puluh tiga provinsi di Indonesia

    menunjukkan dampak yang positif dan cukup signifikan. Perbedaan pengelolaan dan

    pengembangan antar sektoral di masing-masing provinsi menjadi salah satu alasan yang

    menimbulkan perbedaan tingkat PDRB per kapita yang terjadi di antara provinsi-provinsi di

    Indonesia, sehingga menyebabkan tren yang berbeda-beda yang dilihat dari rata-rata

    pertumbuhan dalam beberapa tahun.

    Secara terperinci dari Tabel 1.1 di atas terlihat bahwa dalam kurun waktu lima tahun

    terakhir (2008-2012) rata-rata PDRB per kapita tumbuh sebesar 0,12 persen dengan

    pertumbuhan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 0,16 persen dan pertumbuhan terrendah pada

    tahun 2009 sebesar 0,09 persen.

    Pada tahun 2012 kinerja perekonomian di sebagian besar provinsi yang digambarkan

    dengan laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita mengalami

    sedikit perlambatan dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 (lihat Tabel 1.1 di atas).

    Perlambatan pertumbuhan terjadi di sebagian besar provinsi-provinsi yang memiliki

    kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional seperti DKI Jakarta, Jawa Barat,

    Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. Bahkan terdapat empat provinsi yang

    mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, yaitu Nangroe Aceh Darussalam (NAD),

    Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Papua. Perlambatan perekonomian yang terjadi di

    sebagian besar provinsi menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara nasional ikut melambat.

    Perbedaan struktur ekonomi yang mendorong disparitas pertumbuhan ekonomi antar

    daerah menemui bentuknya pada kondisi perekonomian regional pada tahun 2009.

    Perlambatan pertumbuhan yang terjadi di sebagian besar provinsi-provinsi yang memiliki

    kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat,

    Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara

    nasional ikut melambat.

  • 6

    Pada tahun 2009 kondisi perlambatan serupa juga masih terjadi. Peran ekspor barang

    tambang yang mendorong perekonomian nasional terdistribusi pada daerah-daerah

    penyumbang barang tambang. Daerah-daerah ini cenderung berada pada posisi yang lebih

    baik dalam perekonomian nasional, sementara daerah lainnya cenderung melemah sebagai

    bagian dari dampak perekonomian nasional yang terimbas faktor eksternal.

    Pertumbuhan PDRB per kapita Sumatera pada tahun 2012 cenderung berada sedikit di

    bawah pertumbuhan ekonomi nasional (0,11%) dibanding tahun 2008. Provinsi-provinsi di

    Pulau Jawa, meskipun perekonomiannya melambat, tetapi masih sedikit di atas bahkan

    hampir menyamai pertumbuhan nasional (0,11%). Pertumbuhan ekonomi wilayah

    Kalimantan pada tahun 2012 turun hampir dua kali lebih rendah dibanding pertumbuhan pada

    tahun 2008 (0,10% pada tahun 2012, 0,19% pada tahun 2008), kondisi ini dipicu oleh

    penurunan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur.

    Namun muncul kemudian alternatif definisi pembangunan ekonomi yang lebih

    menekankan pada peningkatan per capita income (pendapatan per kapita). Definisi ini lebih

    menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi

    tingkat pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan tradisional sering dikaitkan dengan

    sebuah strategi mengubah struktur suatu negara atau sering kita kenal dengan industrialisasi.

    Kontribusi pertanian mulai digantikan dengan kontribusi industri.

    Gambar 1.2 Pertumbuhan PDRB per kapita menurut Provinsi, 2002-2012

    0.00

    10,000,000.00

    20,000,000.00

    30,000,000.00

    40,000,000.00

    50,000,000.00

    60,000,000.00

    2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

    Ru

    pia

    h

    Tahun

    Aceh

    Sumatera Utara

    Sumatera Barat

    Riau

    Jambi

    Sumatera Selatan

    Bengkulu

    Lampung

    Bangka Belitung

    Kep. Riau

  • 7

    0.00

    20,000,000.00

    40,000,000.00

    60,000,000.00

    80,000,000.00

    100,000,000.00

    120,000,000.00

    140,000,000.00

    2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

    Ru

    pia

    h

    Tahun

    DKI Jakarta

    Jawa Barat

    Jawa Tengah

    D.I. Yogyakarta

    Jawa Timur

    Banten

    Bali

    0.00

    20,000,000.00

    40,000,000.00

    60,000,000.00

    80,000,000.00

    100,000,000.00

    120,000,000.00

    140,000,000.00

    2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

    Ru

    pia

    h

    Tahun

    Kalimantan Barat

    Kalimantan Tengah

    Kalimantan Selatan

    Kalimantan Timur

    0.00

    5,000,000.00

    10,000,000.00

    15,000,000.00

    20,000,000.00

    25,000,000.00

    2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

    Ru

    pia

    h

    Tahun

    Sulawesi Utara

    Sulawesi Tengah

    Sulawesi Selatan

    Sulawesi Tenggara

    Gorontalo

    Sulawesi Barat

  • 8

    Sumber: BPS (2012)

    Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan

    seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk

    suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang

    perkembangan kegiatan ekonomi di dalam daerah tersebut (L. Arsyad, 1999; Blakely, E.J.,

    1989). Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi,

    struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar

    daerah, dan antar sektor.

    Masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi

    pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang dimiliki oleh setiap

    individu di mana satu individu/ kelompok mempunyai produktivitas yang lebih tinggi

    dibandingkan individu/ kelompok lainnya, sehingga ketimpangan distribusi pendapatan tidak

    hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga terjadi di beberapa negara di dunia. Tidak

    meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang

    merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut

    berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang menimbulkan

    konsekuensi negatif terhadap kondisi sosisal dan politik.

    0.00

    10,000,000.00

    20,000,000.00

    30,000,000.00

    40,000,000.00

    50,000,000.00

    60,000,000.00

    2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

    Ru

    pia

    h

    Tahun

    NTB

    NTT

    Maluku

    Maluku Utara

    Papua Barat

    Papua

  • 9

    Ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan merupakan sebuah realita yang

    ada di tengah-tengah masyarakat dunia ini baik di negara maju maupun negara sedang

    berkembang. Perbedaannya terletak pada proporsi tingkat ketimpangan dan angka

    kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas

    wilayah dan jumlah penduduk suatu negara.

    Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin (dalam jiwa) menurut Kawasan,

    2002-2012

    Keterangan: NTMP = Nusa Tenggara Maluku Papua Sumber: BPS berbagai publikasi

    Tabel 1.2 di atas ini menunjukkan bagaimana terjadinya peningkatan jumlah

    penduduk miskin sejak tahun 2002, namun kondisi membaik di kala terjadi penurunan jumlah

    penduduk miskin di Indonesia sejak tahun 2007. Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat

    ternyata ketimpangan pendapatan juga meningkat, namun kemiskinan cenderung menurun.

    Dengan kata lain, semakin tinggi pertumbuhan memang jumlah dan tingkat kemiskinan

    cenderung menurun, namun ketimpangan antara si kaya dan si miskin cenderung

    semakin lebar saat pertumbuhan ekonomi semakin meningkat. Dari Tabel 1.2 di atas dan

    Gambar 1.3 di bawah ini tersebut juga tersirat bahwa masyarakat miskin perlahan-lahan

    mulai berkurang jumlahnya, hal ini dikarenakan telah ada dukungan dari berbagai pihak

    misalnya pemerintah dengan berbagai kebijakan-kebijakannya yang bertujuan untuk

    meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin salah satunya dengan upaya penyaluran BLT

    atau BLSM yang dapat digunakan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Hal ini juga

  • 10

    mengindikasikan bahwa mulai dirasakannya kue-kue pembangunan nasional serta terjadinya

    peningkatan pendapatan per kapita.

    Gambar 1.3 Penurunan Jumlah Penduduk Miskin menurut Kawasan, 2002-2012

    Keterangan: NTMP = Nusa Tenggara Maluku Papua Sumber: BPS (2012)

    Distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan

    kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Sistem distribusi yang tidak pro-poor hanya

    akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja, sehingga ini menjadi isu sangat

    penting dalam menyikapi angka kemiskinan hingga saat ini.

    Kesenjangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah masyarakat dunia

    ini. Di negara berkembang masalah ketimpangan selalu menjadi isu penting, karena adanya

    kecenderungan bahwa kebijakan pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi

    telah menimbulkan semakin tingginya tingkat kesenjangan yang terjadi. Hal ini telah

    dikemukakan oleh Kuznets (1996) dengan hasil penelitiannya di beberapa negara, demikian

    pula dengan Adelman dan Morris (1973), serta Chennery dan Syrquin (1995).

    Meningkatnya ketimpangan pendapatan dalam skala dunia secara langsung dan tidak

    langsung berkorelasi dengan ketimpangan pendapatan dalam skala regional maupun nasional

    0

    5,000,000

    10,000,000

    15,000,000

    20,000,000

    25,000,000

    2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

    Jiw

    a

    Tahun

    Sumatera

    Jawa & Bali

    Kalimantan

    Sulawesi

    NTMP

  • 11

    (antar masyarakat di suatu negara). Semua ini berhulu pada struktur perekonomian dunia

    yang secara proporsional bersikap tidak adil terhadap kelompok masyarakat yang tertinggal.

    Juga terjadi kolaborasi melalui langkah-langkah transaksional yang sangat tidak berpihak

    pada masyarakat tertinggal.

    Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan yang berkembang apabila

    tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya.

    Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Di

    sini, proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Para teoritikus ilmu

    ekonomi pembangunan masa kini masih terus menyempurnakan makna, hakikat, dan konsep

    pertumbuhan ekonomi. Para teoritikus tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

    tidak hanya diukur dengan pertambahan Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk

    Domestik Regional Bruto (PDRB) saja, akan tetapi juga diberi bobot yang bersifat

    immaterial seperti kenikmatan, kepuasan, dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tenteram

    yang dirasakan oleh masyakat luas (Arsyad, 1999).

    Selain itu masalah ketimpangan ekonomi antar daerah tidak hanya tampak pada

    wilayah kecamatan, kota/ kabupaten, atau provinsi, melainkan juga pada antar pulau jawa dan

    luar pulau jawa, serta Kawasan Barat Indonesia (KABARIN) dan Kawasan Timur Indonesia

    (KATIMIN). Berbagai program yang dikembangkan untuk mengurangi maupun

    menghilangkan ketimpangan antar daerah selama ini ternyata belum mencapai hasil yang

    memadai.

    Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber berupa akumulasi modal,

    keterampilan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan

    pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya heterogenitas

    dan keberagaman karateristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya

    ketimpangan antar daerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah.

  • 12

    Paradigma pembangunan moderen memandang suatu pola yang berbeda dengan

    pembangunan tradisional. Beberapa ekonomi moderen mulai mengedepankan dethronement

    of GNP (penurunan tahta pertumbuhan ekonomi), pengentasan garis kemiskinan,

    pengurangan distribusi pendapatan yang semakin timpang, dan penurunan tingkat

    pengangguran yang ada. Teriakan para ekonom ini membawa perubahan dalam paradigma

    pembangunan yang mulai menyoroti bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses

    yang multidimensional (Kuncoro, 2003).

    Pembangunan dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu merata. Kesenjangan

    antar daerah seringkali menjadi permasalahan yang serius. Beberapa daerah dapat mencapai

    pertumbuhan yang signifikan, sementara beberapa daerah lainnya mengalami pertumbuhan

    yang lambat. Daerah-daerah yang tidak mengalami kemajuan yang sama disebabkan karena

    kurangnya sumber-sumber yang dimiliki; adanya kecenderungan pemilik modal (investor)

    memilih daerah perkotaan atau daerah yang memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan,

    jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, dan juga tenaga terampil. Di

    samping itu juga adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari pemerintah

    pusat atau provinsi kepada daerah seperti provinsi atau kecamatan (Kuncoro, 2004).

    Kurva U-Terbalik oleh Simon Kuznets (Todaro, 2000) menjelaskan bahwa di mana

    pada tahap-tahap awal pertumbuhan ekonomi ketimpangan memburuk atau membesar dan

    pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, namun pada suatu waktu ketimpangan

    akan meningkat dan demikian seterusnya sehingga terjadi peristiwa yang berulang kali dan

    jika digambarkan akan membentuk kurva U yang terbalik.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi pertumbuhan perekonomian masing-

    masing daerah atau provinsi di Indonesia berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB

    (Produk Domestik Regional Bruto) per kapita serta untuk mengetahui ketimpangan

  • 13

    pertumbuhan ekonomi antar provinsi di Indonesia serta untuk membuktikan apakah Hipotesis

    Kuznets berlaku di Indonesia.

    1.2 PERUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN

    Kuznets (1955) adalah ekonom pertama yang menunjukkan adanya hubungan antara

    ketimpangan pendapatan dan pendapatan per kapita sekaligus memperkenalkan gagasan

    tentang hubungan antara ketimpangan dan pembangunan. Hipotesis tersebut menyatakan

    bahwa ketimpangan pendapatan awalnya muncul bersamaan dengan pembangunan ekonomi,

    tetapi setelah mencapai titik maksimumnya kemudian jatuh pada tahap pembangunan

    ekonomi selanjutnya. Oleh karena itu, hubungan antara ketimpangan pendapatan dan

    pendapatan rata-rata dinyatakan sebagai PDB per kapita yang memiliki bentuk kurva U yang

    terbalik.

    Kuznets berpendapat bahwa dalam tahap awal perkembangan, orang kaya

    mengumpulkan kekayaan (wealth) lebih banyak daripada orang miskin. Akibatnya, distribusi

    pendapatan menjadi kurang merata. Kuznets menunjukkan bahwa pembangunan melibatkan

    pergeseran penduduk dari yang tradisional menuju moderen. Proses pergeseran penduduk

    dari yang berpartisipasi pada produksi pertanian menuju produksi industri membuat Kuznets

    memprediksi perilaku ketimpangan selama pembangunan:

    An invariable accompaniment of growth in the developed countries is the shift away

    from agriculture, a process usually referred to as an industrialization and

    urbanization. The income distribution of the total population, in the simplest model,

    may therefore be viewed as a combination of income distributions or the rural and of

    the urban populations. What little we know of the structures of two component income

    distribution reveals that: (a) the average per capita income of the rural population is

    usually lower than that of the urban; (b) inequality in the percentage shares within

    the distribution for the rural population is somewhat narrower than in that for the

    urban population Operating with this simple model, what conclusion do we meet? First, all other conditions being equal, the increasing weight of urban populations

    does not necessarily drift downward in the process of economic growth: indeed, there

    is some evidence to suggest that it is stable at best, and tends to widen because per

    capita productivity in urban pursuits increases more rapidly than in agriculture. If

    this is so, inequality of the total income distribution should increase. (Kuznets, 1995: 7-8).

  • 14

    Namun, Kuznets menyatakan bahwa ketika level pendapatan agregat telah mencapai

    tingkat tertentu, tingkat ketimpangan pendapatan mengalami off dan akhirnya berkurang

    selama tahap terakhir pembangunan. Hubungan antara distribusi pendapatan dan derajat

    pembangunan membentuk sebuah kurva berbentuk U yang terbalik.

    Dari latar belakang tersebut dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi dapat

    dilihat dari jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB per kapita, jumlah

    penduduk, indeks gini, tenaga kerja & pengangguran, pendapatan nasional, dan tingkat

    kemiskinan. Besarnya nilai PDRB merupakan gambaran perkembangan atau kemajuan

    kegiatan ekonomi penduduk yang bekerja, yang sekaligus merupakan jumlah seluruh nilai

    tambah (produk) yang ditimbulkan dari berbagai sektor/ lapangan kerja penduduk.

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian

    ini, yaitu:

    1. Bagaimanakah tren ketimpangan PDRB per kapita masing-masing provinsi di

    Indonesia selama 2002-2012?

    2. Apakah ada perbedaan ketimpangan PDRB per kapita selama 2002-2012 berdasarkan

    Indeks Williamson, Indeks Entropi Theil, dan Konvergensi Sigma/ Koefisien Variasi?

    3. Apakah Hipotesis Kuznets (Kurva U-terbalik) berlaku di Indonesia selama 2002-

    2012?

    1.3 TUJUAN PENELITIAN

    Sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah disebutkan di atas, dan dengan

    melakukan pembatasan-pembatasan tertentu, maka tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai

    berikut:

    1. Untuk mengetahui besarnya tingkat pertumbuhan perekonomian masing-masing

    provinsi di Indonesia.

  • 15

    2. Untuk mengetahui besarnya tingkat ketimpangan pendapatan masing-masing provinsi

    di Indonesia.

    3. Untuk mengetahui apakah Hipotesis Kuznets berlaku di Indonesia.

    1.4 MANFAAT PENELITIAN

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:

    1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk perencanaan pembangunan

    ekonomi sekaligus untuk memperkecil ketimpangan pendapatan di berbagai provinsi

    di Indonesia.

    2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang terkait dengan pembangunan dan

    perencanaan ekonomi daerah.

    1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

    Penelitian ini terdiri dari enam bagian, dengan susunan atau sistematika penulisan

    sebagai berikut:

    BAB I PENDAHULUAN

    Pendahuluan menjelaskan latar belakang permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan

    penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

    BAB II LANDASAN TEORI

    Survei literatur menjelaskan teori yang mendasari penelitian ini, dilengkapi dengan studi

    empiris yang menjelaskan hasil temuan penelitian sebelumnya.

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    Pada bab ini akan dijelaskan metodologi penelitian yang akan digunakan dalam penelitian.

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    Bab IV menjelaskan hasil temuan penelitian. Hasil temuan penelitian adalah jawaban atas

    seluruh pertanyaan penelitian yang telah disebutkan di Bab I.

  • 16

    BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

    Bab ini berisi kesimpulan dan implikasi kebijakan yang disarikan dari hasil penelitian.