BAB I PENDAHULUAN -...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan generasi penerus bangsa. Perhatian terhadap pertumbuhan
dan perkembangan kesehatan anak harus menjadi perhatian utama seluruh
masyarakat. Bayi baru lahir dan anak-anak merupakan kelompok yang rentan
terhadap kekurangan gizi dan penyakit menular, dimana banyak dari kondisi tersebut
dapat dicegah dan diobati secara efektif (WHO, 2013).
Angka kematian balita di dunia masih cukup tinggi. Pada tahun 2011,
sebanyak 6,9 juta anak berusia dibawah lima tahun meninggal dunia. Hampir 75%
penyebab kematian anak disebabkan oleh enam kondisi yaitu : penyebab kematian
neonates, pneumonia, diare, malaria campak dan HIV/AIDS (WHO,2013). Angka
kematian anak di Indonesia juga masih tinggi. Data Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa angka kematian anak di Indonesia tidak
banyak mengalami penurunan dibanding hasil SDKI 2007. Angka Kematian Balita
hanya turun dari 44 per 1000 kelahiran hidup menjadi 40 per 1000 kelahiran hidup.
Hal ini masih jauh dari tujuan MDGs ke 4 yang menyebutkan bahwa target angka
kematian balita diharapkan turun mencapai 23/1000 kelahiran hidup pada tahun
2015.
Jumlah kematian anak di Provinsi DIY mengalami fluktuasi sepanjang tahun
2010-2012. Peningkatan terjadi terutama pada angka kematian bayi. Hasil Survai
PELAKSANAAN MTBS PADA RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI BALITA STATUS GIZI KURANG DANGIZI BURUK DI WILAYAHPUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL YOGYAKARTARINA YUNI TRIWIGATIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2012 menunjukan bahwa Angka Kematian
Bayi di DIY mempunyai angka yang relatif tinggi yaitu sebesar 25 per 1000 kelahiran
hidup (target MDGs sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015). Apabila
melihat hasil SDKI 2012 tersebut maka masalah kematian bayi merupakan hal serius
yang harus diupayakan penurunanya agar target MDGs dapat dicapai. Sedangkan
untuk angka kematian Balita di DIY tahun 2012 sebanyak 450 balita , sehingga angka
kematian balita dilaporkan sebanyak 9,8 per 1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan
DIY, 2012).
Angka kematian Bayi di Bantul pada tahun 2011 sebanyak 8,5/1000 kelahiran
hidup. Kecamatan Banguntapan merupakan daerah dengan angka kematian bayi
tertinggi di kabupaten Bantul. Pada tahun 2011 angka kematian balita di Bantul
mencapai 136 kasus dengan kematian terbesar di wilayah Banguntapan. Kasus
kejadian penyakit pada balita seperti diare, pneumonia dan gizi buruk terbanyak
berada di wilayah Banguntapan (Profil Kesehatan Bantul, 2012).
Salah satu strategi untuk menurunkan angka kematian balita adalah dengan
penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Iliness (WHO, 2013). MTBS merupakan pendekatan terpadu untuk
penanganan balita sakit yang didasarkan pada penyebab utama kematian balita
(Depkes, 2008). MTBS merupakan strategi menyeluruh dengan tujuan untuk
mengurangi kematian dan kesakitan anak di negara berkembang (UNICEF, 1999).
MTBS dikembangkan oleh badan kesehatan dunia WHO dan UNICEF pada tahun
1992. Indonesia telah mengadopsi pendekatan MTBS sejak tahun 1996 dan
PELAKSANAAN MTBS PADA RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI BALITA STATUS GIZI KURANG DANGIZI BURUK DI WILAYAHPUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL YOGYAKARTARINA YUNI TRIWIGATIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
implementasinya dimulai tahun 1997. MTBS diterapkan oleh Depkes setelah melalui
proses adaptasi bersama UKK IDAI (Depkes,, 2008).
Strategi MTBS mencakup tiga komponen yaitu; 1) peningkatan
keterampilan penatalaksanaan kasus dari petugas kesehatan melalui penyediaan
pedoman klinis manajemen terpadu balita sakit, disesuaikan dengan konteks lokal,
dan pelatihan untuk mempromosikan penggunaannya; 2) peningkatan sistem
kesehatan; dan 3) peningkatan praktik kesehatan di tingkat keluarga dan masyarakat
melalui pendidikan Ibu, ayah, pengasuh anak yang lain dan anggota masyarakat,
dengan satu fokus pada perilaku sehat, kepatuhan, perawatan di rumah dan promosi
kesehatan secara menyeluruh (Depkes, 2008). Setelah pengembangan komponen
pertama dan kedua dilakukan di berbagai negara di seluruh dunia termasuk Indonesia,
para peneliti sekarang berfokus pada pengembangan komponen ketiga yaitu
peningkatan praktek kesehatan di tingkat keluarga dan masyarakat (Aga et al, 2007).
Keberhasilan dalam mengurangi kematian balita tidak hanya membutuhkan
ketersediaan fasilitas kesehatan dengan tenaga kesehatan yang terlatih dengan baik.
Keberhasilan pengobatan anak sakit juga bergantung pada tindak lanjut pengobatan
di rumah. Keluarga mempunyai tanggung jawab utama dalam merawat anak.
Keberhasilan pengobatan di rumah bergantung pada kemampuan komunikasi petugas
dengan ibu penderita. Ibu perlu mengetahui cara memberi obat dan mengerti tentang
pentingnya pengobatan bagi anak (Depkes, 2008).
Dalam tatanan rumah tangga, MTBS mempromosikan perilaku mencari
pelayanan yang tepat, perbaikan gizi dan pelayanan pencegahan, serta penerapan
PELAKSANAAN MTBS PADA RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI BALITA STATUS GIZI KURANG DANGIZI BURUK DI WILAYAHPUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL YOGYAKARTARINA YUNI TRIWIGATIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
yang benar dari anjuran perawatan (Depkes, 2008). Ibu balita sebagai pemberi asuhan
utama pada balita mempuntai peran penting dalam tatalaksana manajemen terpadu
balita sakit di rumah. Tujuan utama MTBS dalam tatanan rumah tangga adalah untuk
memberdayakan keluarga dalam meningkatkan faktor yang berkaitan dengan
perkembangan, nutrisi, dan kesehatan anak. Kondisi tersebut tidak akan tercapai
apabila kita tidak mengetahui pengetahuan , sikap dan perilaku ibu terkait kesehtaan
anak (Agha et al., 2007).
Meskipun rumah tangga dan masyarakat memiliki tanggung jawab utama
dalam menyediakan perawatan terhadap anak, dalam beberapa kasus mereka tidak
dilibatkan secara aktiv atau dikonsultasikan dalam pengembangan dan penerapan
program terkait isu kesehatan, nutrisi, serta pertumbuhan dan perkembangan anak.
Keberhasilan dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas anak membutuhkan
partisipasi aktif dan kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dan keluarga
dengan dukungan dari masyarakat setempat. Keluarga dan masyarakat perlu dibekali
dengan pengetahuan dan ketrampilan terkait pertumbuhan dna perkembangan
kesehatan anak (UNICEF, 1999).
Keluarga menjadi fokus perhatian untuk memaksimalkan potensi anak.
Pengetahuan dan kesadaran dari keluarga dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
esensial anak, yaitu kebutuhan gizi, pelayanan kesehatan, kasih sayang, stimulasi
perkembangan, pendidikan dan perlindungan anak memegang peranan yang sangat
penting (Depkes RI, 2011). Ibu merupakan bagian terdekat dari kehidupan anak.
Partisipasi Ibu dan keluarga sangat penting dalam penatalaksanaan balita sakit
PELAKSANAAN MTBS PADA RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI BALITA STATUS GIZI KURANG DANGIZI BURUK DI WILAYAHPUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL YOGYAKARTARINA YUNI TRIWIGATIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
(Setyani, 2011). Ibu akan mencari pelayanan kesehatan jika ibu merasa penyakit
anaknya serius (Goldman, 2000).
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Secara resmi keluarga
sebagai lembaga sosial yang berkembang di semua masyarakat. Disamping itu,
keluarga sebagai unsur dalam struktur sosial merupakan dasar pembentuk struktur
sosial yang lebih luas. Peran dan tingkah laku yang dipelajari dalam keluarga
merupakan contoh peran tingkah laku yang diperlukan dalam segi-segi lainya di
masyarakat (Goodge, 1995). Oleh karena itu keluarga mempunyai posisi yang sangat
strategis dalam pencegahan dan penanganan masalah gizi pada balia sesuai dengan
tatalaksana MTBS.
Masalah gizi adalah hal yang sangat penting dan mendasar bagi kehidupan
manusia. Kekurangan gizi selain dapat menimbulkan masalah kesehatan (morbiditas,
mortalitas dan disabilitas), juga menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
suatu bangsa. Dalam skala yang lebih luas, kekurangan gizi dapat menjadi ancaman
bagi ketahanan dan kelangsungan hidup suatu bangsa (Depkes, 2013).
Anak usia balita merupakan golongan yang rentan terhadap masalah
kesehatan gizi, sehingga masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting
dan perlu perhatian yang serius (Anggraeni dan Indrarti, 2010). Periode pertumbuhan
dan perkembangan anak mulai di dalam kandungan ibu sampai umur 2 tahun disebut
masa kritis tumbuh-kembang. Bila anak gagal melalui periode kritis ini maka anak
tersebut sudah terjebak dalam kondisi “point of no return”, artinya walaupun anak
PELAKSANAAN MTBS PADA RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI BALITA STATUS GIZI KURANG DANGIZI BURUK DI WILAYAHPUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL YOGYAKARTARINA YUNI TRIWIGATIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
dapat dipertahankan hidup tetapi kapasitas tumbuh-kembangnya tidak bisa
dikembalikan ke kondisi potensialnya (Depkes, 2010).
Status gizi anak balita merupakan indikator pencapaian pembangunan
kesehatan karena kekurangan gizi pada anak balita berkaitan dengan akses yang
rendah terhadap pelayanan kesehatan. Selain itu, kurang gizi pada anak meningkatkan
resiko kematian, menghambat perkembangan kognitif, dan mempengaruhi status
kesehatan pada usia remaja dan dewasa. Status gizi balita merupakan indikator
kesehatan dan ststus gizi penduduk (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2010).
Masalah gizi di Indonesia yang belum selesai tertangani adalah masalah gizi
kurang dan pendek (stunting) (Depkes, 2013). Prevalensi gizi kurang pada balita di
Indonesia sebesar 17,9 persen dan stunting 35,6 % (Riskesdas, 2010). Hasil
pemantauan status gizi balita di Kabupaten Bantul pada tahun 2011 dilaporkan balita
gizi kurang sebesar 10,79 % (10,67 % laki-laki dan 10,91 % perempuan) dan status
gizi buruk sebesar 0,52% ( 0,48 % laki-laki dan 0,57% perempuan) dengan prevalensi
tertinggi di Kecamatan Banguntapan (Profil Kesehatan Bantul, 2013). Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul bulan Februari (2012), jumlah balita yang
mengalami gizi kurang dan gizi buruk di Puskesmas Banguntapan 1 sebanyak 149
(7,83 %).
Sejak Indonesia mengalami krisis multidinesi pertengahan tahun 1997 dan
merebaknya isu gizi buruk atau busung lapar terjadilah pergeseran pusat perhatian
pada anak gizi buruk. Kejadian gizi buruk menjadi isu politik yang sangat kuat.
Sehingga upaya perbaikan gizi pada balita terfokus pada penanganan anak yang
PELAKSANAAN MTBS PADA RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI BALITA STATUS GIZI KURANG DANGIZI BURUK DI WILAYAHPUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL YOGYAKARTARINA YUNI TRIWIGATIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
ditemukan gizi buruk yang bersifat kuratif. Pemerintah lebih memfokuskan pada
upaya kuratif, sedangkan upaya preventifnya tidak digalakkan. Padahal dalam upaya
penanggulangan masalah gizi buruk seperti yang termuat dalam pedoman yang
dikeluarkan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan,
mengisyaratkan pentingnya upaya preventif-promotif disamping yang bersifat kuratif.
Selama ini intervensi terhadap balita yang kekurangan gizi lebih banyak tercurah
pada pemberian makanan tambahan atau makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan
perencanaannya didasarkan pada indikator berat badan menurut umur (BB/U). Ini
yang harus direformasi pada upaya perbaikan gizi (Depkes, 2010).
Penelitian tentang MTBS pada rumah tangga sebelumnya telah dilakukan oleh
Wansi et al., (2000) di Malawi. Dari penelitian tersebut menunjukan bahwa ada
beberapa poin positif yang perlu didorong dan banyak daerah yang masih
membutuhkan intervensi secara aktif. Sebagai contoh, sebagian besar anak diberi ASI
hingga usia 2 tahun, tetapi memperoleh makanan tambahan lebih awal. Kebanyakan
masyarakat mengerti tentang kelambu, tetapi jarang yang menggunakanya. Hasil dari
penelitian ini memberikan gambaran tentang pelaksanaan MTBS di rumah tangga,
dan menjadi dasar bagi pemerintah Malawi dalam menyusun kebijakan tentang
kesehatan balita dan rumah tangga terutama dalam menurunkan morbiditas dan
mortalitas di Malawi.
Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Agha et al., (2007) tentang
pelaksanaan MTBS rumah tangga di Pakistan. Hasil dari penelitian ini menunjukan
pentingnya pendidikan dan penyebarluasan key family practices kepada masyarakat
PELAKSANAAN MTBS PADA RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI BALITA STATUS GIZI KURANG DANGIZI BURUK DI WILAYAHPUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL YOGYAKARTARINA YUNI TRIWIGATIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
pedesaan terutama perempuan. Dari beberapa penelitian tersebut, peneliti lebih
memfokuskan pada pelaksanaan MTBS di rumah tangga pada balita secara umum
dan belum ada penelitian yang mengarah ke spesifik balita gizi kurang dan gizi
buruk. Selain itu, di negara tersebut juga sudah dilaksanakan program MTBS rumah
tangga maupun komunitas. Sementara di Indonesia sendiri, khususnya di Bantul,
MTBS di rumah tangga belum banyak di kenal dan belum ada penerapan program
tersebut. Oleh karena itu penelitian mengenai pelaksanaan MTBS di rumah tangga
yang memiliki balita dengan ststus gizi kurang dan gizi buruk diperlukan untuk
mengetahui sejauh mana MTBS diterapkan oleh rumah tangga yang memliki balita
denngan status gizi kurang dan gizi buruk sehingga nantinya dapat dilakukan tindak
lanjut yang dapat membantu dalam penanganan balita dengan gizi kurang dan gizi
buruk.
Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di wilayah Banguntapan
adalah Puskesmas Banguntapan 1. Puskesmas ini merupakan Puskesmas dengan
cakupan pelaksanaan MTBS tertinggi di kabupaten Bantul. Hasil studi pendahuluan
didapatkan bahwa lebih dari 90% balita yang berkunjung ke Puskesmas ditatalaksana
dengan MTBS.
B. Rumusan Masalah
Keberhasilan dalam mengurangi kematian balita tidak hanya membutuhkan
ketersediaan fasilitas kesehatan dengan tenaga kesehatan yang terlatih dengan baik,
tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif masyarakat dan keluarga. Masalah
PELAKSANAAN MTBS PADA RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI BALITA STATUS GIZI KURANG DANGIZI BURUK DI WILAYAHPUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL YOGYAKARTARINA YUNI TRIWIGATIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
kesehatan pada balita terutama berkaitan dengan status gizi dapat dicegah dan
ditangani mulai dari level paling bawah yaitu keluarga melalui perilaku keluarga
dalam pelaksanaan MTBS pada tatanan rumah tangga. Oleh karena itu, diperlukan
penelitian untuk mengetahui bagaimana gambaran pelaksanaan MTBS dalam tatanan
rumah tangga pada balita dengan status gizi kurang dan status gizi buruk di wilayah
Puskesmas Banguntapan 1 Bantul Yogyakarta.
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
pelaksanaan MTBS pada rumah tangga yang memiliki balita dengan status gizi
kurang dan gizi buruk di wilayah Puskesmas Banguntapan 1 Bantul Yogyakarta.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah;
1. Memperoleh gambaran pelaksanaan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
pada balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk.
2. Memperoleh gambaran perlaksanaan pemberikan makanan pendamping ASI
setelah anak berusia 6 bulan, dan melanjutkan pemberian ASI sampai anak
berusia 2 tahun pada balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk.
3. Memperoleh gambaran pelaksanaan pemberikan gizi mikro pada anak dengan
jumlah yang cukup (vitamin A dan zat besi), baik dalam diet mereka atau melalui
suplementasi pada balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk.
PELAKSANAAN MTBS PADA RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI BALITA STATUS GIZI KURANG DANGIZI BURUK DI WILAYAHPUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL YOGYAKARTARINA YUNI TRIWIGATIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
4. Memperoleh gambaran pelaksanaan imunisasi penuh pada anak sesuai jadwal
yang telah ada (BCG, DPT, OPV, dan campak) sebelum anak berusia satu tahun
pada keluarga dengan status gizi kurang dan gizi buruk.
5. Memperoleh gambaran pelaksanaan keluarga dalam membuang feses (termasuk
feses anak-anak) dengan aman, dan mencuci tangan dengan sabun setelah buang
air besar, sebelum menyiapkan makanan dan sebelum memberikan makan pada
anak pada balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan, kajian pustaka dan
bahan bacaan bagi peneliti lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama
dalam bidang program MTBS di Puskesmas dan MTBS pada tatanan rumah tangga.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Puskesmas,
Dinas Kesehatan dan lintas sector terkait dalam memperoleh gambaran perilaku
penerapan MTBS pada tatanan rumah tangga pada balita dengan status gizi kurang
dan gizi buruk di wilayah Puskesmas Banguntapan 1 bantul Yogyakrta. Selian itu
juga dapat memberikan masukan untuk perencanaan dan pengembangan kebijakan
kesehtaan rumah tangga melalui pelayanan MTBS pada tatanan rumah tangga pada
balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk.
3. Bagi Peneliti
PELAKSANAAN MTBS PADA RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI BALITA STATUS GIZI KURANG DANGIZI BURUK DI WILAYAHPUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL YOGYAKARTARINA YUNI TRIWIGATIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
Meningkatkan keilmuan penulis dalam penelitian selanjutnya, terutama terkait
MTBS pada tatanan rumah tangga pada balita dengan status gizi kurang dan gizi
buruk.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai penerapan MTBS pada tatanan rumah tangga pada balita
dengan ststus gizi kurang dan gizi buruk belum pernah dilakukan sebelumya,
penelitian terkait MTBS yang pernah dilakukan sebelumnya ialah;
1. Galenso ( 2008) tentang pengetahuan ibu anak balita terhadap tata laksana
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Toili III Kabupaten Banggai
Propinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian observasional
kuantitatif dengan rancangan cross sectional, menggunakan metode wawancara
terstruktur (kuisioner). Subyek penelitian adalah ibu dari anak balita yang anaknya
sakit dan berobat di puskesmas (poli MTBS), variabel yang dilihat adalah pendidikan
formal ibu anak balita, konseling petugas MTBS serta pengetahuan ibu anak balita
mengenai tatalaksana MTBS. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan
adalah sama-sama menggunakan rancangan penelitian kuantitatif . Perbedaanya
adalah pada variabel penelitian,dimana pada penelitian yang akan dilakukan
variabelnya adalah pelaksanaan MTBS dalam tatanan rumah tangga.
2. Penelitian Agha et al. (2007) tentang Eight Key Household Practices of
Integrated Management of Childhood Ilnesses (IMCI) Among Mothers of Children
Aged 6 to 59 month in Gambat, Sindh, Pakistan. Penelitian ini merupakan penelitian
PELAKSANAAN MTBS PADA RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI BALITA STATUS GIZI KURANG DANGIZI BURUK DI WILAYAHPUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL YOGYAKARTARINA YUNI TRIWIGATIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah 5 komponen praktek MTBS dalam
seting rumah tangga dan hubunganya dengan malnutrisi sebagai hasil yang
diharapkan. Perbedaanya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel
penelitain dimana penelitian yang akan dilakukan menggunakan 11 komponen
MTBS dalam tatanan rumah tangga dan tempat yang akan dilakukan adalah di
Puskesmas Banguntapan 1 Bantul Yogyakarta.
3. Penelitian Ebuehi dan Adebajo (2010) tentang Improving Caregiver’s Home
Management of Common Childhood Illness Trought Community Level Intervention.
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang membandingkan antara
wilayah dengan MTBS pada tatanan rumah tangga/ komunitas dengan wilayah non
MTBS tatanan rumah tangga/ komunitas. Penelitian ini dilakukan di Osasun State,
Nigeria. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel
penelitian dimana pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan satu variabel
yaitu pelaksanaan MTBS rumah tangga yang meliputi 5 komponen MTBS
komunitas. Tempat penelitian yang akan dilakukan juga berbeda, yaitu di Puskesmas
Banguntapan 1 Bantul Yogyakarta dimana di puskesmas tersebut belum menerapkan
MTBS komunitas karena di Indonesia memang belum ada yang menggunakan MTBS
komunitas.
PELAKSANAAN MTBS PADA RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI BALITA STATUS GIZI KURANG DANGIZI BURUK DI WILAYAHPUSKESMAS BANGUNTAPAN 1 BANTUL YOGYAKARTARINA YUNI TRIWIGATIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/