JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

12
JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 136 IDENTIFIKASI DAN DISTRIBUSI NYAMUK Aedes VEKTOR PENYEBAB DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DALAM KAMPUS UNIVERSITAS SYIAH KUALA Identification and Distribution of Aedes Mosquito Vector of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in Syiah Kuala University Farida Athaillah 1 , Siti Prawitasari Br. Hasibuan 2 , Eliawardani 1 1 Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 2 Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Corespondent: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengetahui distribusi dan kelimpahan nyamuk Aedes sebagai vektor penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) di dalam ruangan (indoor) dan di luar ruangan (outdoor) di dalam Kampus Universitas Syiah Kuala. Penelitian dilakukan pada 5 lokasi yaitu Fakultas Kedokteran Hewan, Sektor Timur, Fakultas Hukum, Sektor Selatan dan Fakultas Kedokteran berdasarkan peletakan ovitrap pada tiap-tiap lokasi. Data diperoleh melalui koleksi telur dan larva nyamuk Aedes menggunakan perangkap telur nyamuk (ovitrap). Hasil pengamatan terhadap total rata-rata telur nyamuk Aedes di lima lokasi baik indoor maupun outdoor, tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Demikian juga pada pengamatan terhadap rata-rata larva Ae. aegypti indoor dan outdoor (P>0,05) serta rata-rata larva Ae. albopictus indoor dan outdoor (P>0,05). Tetapi pada pengamatan terhadap rata- rata larva Ae. aegypti dibandingkan dengan rata-rata larva Ae. albopictus di dalam ruangan (indoor) sangat berbeda nyata (P<0,05) dimana Ae. aegypti lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan larva Ae. albopictus. Sebaliknya di luar ruangan larva Ae. albopictus sangat dominan dan berbeda nyata dibandingkan dengan Ae. aegypti (P<0,05). Kata Kunci: Ovitrap, Indoor, Outdoor, Ae. aegypti, Ae. albopictus, Dengue ABSTRACT This study aims to identify and to understand the distribution and abundance of Aedes mosquitoes as vectors that caused dengue indoor and outdoor at the Syiah Kuala University. The study was conducted in five locations: Faculty of Veterinary Medicine, Eastern Sector, Faculty of Law, South Sector and the Faculty of Medicine by laying ovitrap at each location. The data obtained through the collection of eggs and larvae of Aedes mosquitoes using mosquito egg’s trap (ovitrap). The observation of the average of Aedes’ eggs in five locations both indoors and outdoors, did not show significant differences (P>0,05). Likewise, in observation of the average of Ae. aegypti larvae indoor and outdoor (P>0,05) and the average of larvae of Ae. albopictus indoor and outdoor (P>0,05). But, the observation of the average of Ae. aegypti larvae in comparison to the average of Ae. albopictus indoor were significantly different (P<0,05), where Ae. aegypti more common than the larvae of Ae. albopictus. Otherwise in the outdoors, larvae of Ae. albopictus was dominant and significantly different with larvae of Ae. aegypti (P<0,05). Keywords : ovitrap, indoor, outdoor, Ae. aegypti, Ae. albopictus, Dengue PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang beriklim tropis terbesar di dunia dan terletak di 6°LU-11°LS dan antara 95°BT-141°BT. Iklim tropis merupakan faktor yang baik untuk perkembangbiakan nyamuk sehingga populasi nyamuk di Indonesia sulit untuk dikendalikan (Lailatul dkk., 2010). Nyamuk merupakan salah satu vektor utama dalam penyebaran penyakit (Suwito, 2008). Terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk diseluruh dunia dan terbagi menjadi 2 subfamili yaitu Culicinae dan Anophelinae. Jenis-jenis nyamuk yang menjadi vektor utama dalam penyebaran penyakit dari subfamili Culicinae adalah Culex spp, Aedes spp, Mansonia spp, sedangkan dari subfamili Anophelinae adalah Anopheles spp (Harbach,

Transcript of JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

Page 1: JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492

136

IDENTIFIKASI DAN DISTRIBUSI NYAMUK Aedes VEKTOR PENYEBAB

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI

DALAM KAMPUS UNIVERSITAS SYIAH KUALA

Identification and Distribution of Aedes Mosquito Vector of Dengue Hemorrhagic

Fever (DHF) in Syiah Kuala University

Farida Athaillah1, Siti Prawitasari Br. Hasibuan2, Eliawardani1

1Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 2Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala

Corespondent: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengetahui distribusi dan kelimpahan nyamuk

Aedes sebagai vektor penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) di dalam ruangan (indoor) dan di luar

ruangan (outdoor) di dalam Kampus Universitas Syiah Kuala. Penelitian dilakukan pada 5 lokasi yaitu

Fakultas Kedokteran Hewan, Sektor Timur, Fakultas Hukum, Sektor Selatan dan Fakultas Kedokteran

berdasarkan peletakan ovitrap pada tiap-tiap lokasi. Data diperoleh melalui koleksi telur dan larva nyamuk

Aedes menggunakan perangkap telur nyamuk (ovitrap). Hasil pengamatan terhadap total rata-rata telur

nyamuk Aedes di lima lokasi baik indoor maupun outdoor, tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata

(P>0,05). Demikian juga pada pengamatan terhadap rata-rata larva Ae. aegypti indoor dan outdoor (P>0,05)

serta rata-rata larva Ae. albopictus indoor dan outdoor (P>0,05). Tetapi pada pengamatan terhadap rata-

rata larva Ae. aegypti dibandingkan dengan rata-rata larva Ae. albopictus di dalam ruangan (indoor) sangat

berbeda nyata (P<0,05) dimana Ae. aegypti lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan larva Ae.

albopictus. Sebaliknya di luar ruangan larva Ae. albopictus sangat dominan dan berbeda nyata

dibandingkan dengan Ae. aegypti (P<0,05).

Kata Kunci: Ovitrap, Indoor, Outdoor, Ae. aegypti, Ae. albopictus, Dengue

ABSTRACT

This study aims to identify and to understand the distribution and abundance of Aedes mosquitoes

as vectors that caused dengue indoor and outdoor at the Syiah Kuala University. The study was conducted

in five locations: Faculty of Veterinary Medicine, Eastern Sector, Faculty of Law, South Sector and the

Faculty of Medicine by laying ovitrap at each location. The data obtained through the collection of eggs

and larvae of Aedes mosquitoes using mosquito egg’s trap (ovitrap). The observation of the average of

Aedes’ eggs in five locations both indoors and outdoors, did not show significant differences (P>0,05).

Likewise, in observation of the average of Ae. aegypti larvae indoor and outdoor (P>0,05) and the average

of larvae of Ae. albopictus indoor and outdoor (P>0,05). But, the observation of the average of Ae. aegypti

larvae in comparison to the average of Ae. albopictus indoor were significantly different (P<0,05), where

Ae. aegypti more common than the larvae of Ae. albopictus. Otherwise in the outdoors, larvae of Ae.

albopictus was dominant and significantly different with larvae of Ae. aegypti (P<0,05).

Keywords : ovitrap, indoor, outdoor, Ae. aegypti, Ae. albopictus, Dengue

PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu negara yang beriklim tropis terbesar di dunia dan

terletak di 6°LU-11°LS dan antara 95°BT-141°BT. Iklim tropis merupakan faktor yang

baik untuk perkembangbiakan nyamuk sehingga populasi nyamuk di Indonesia sulit

untuk dikendalikan (Lailatul dkk., 2010).

Nyamuk merupakan salah satu vektor utama dalam penyebaran penyakit (Suwito,

2008). Terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk diseluruh dunia dan terbagi menjadi 2

subfamili yaitu Culicinae dan Anophelinae. Jenis-jenis nyamuk yang menjadi vektor

utama dalam penyebaran penyakit dari subfamili Culicinae adalah Culex spp, Aedes spp,

Mansonia spp, sedangkan dari subfamili Anophelinae adalah Anopheles spp (Harbach,

Page 2: JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492

137

2008). Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk adalah demam berdarah dengue (DBD),

filariasis (kaki gajah), malaria, chikungunya dan encephalitis (Islamiyah dkk., 2013).

Penyakit DBD banyak dijumpai terutama di daerah tropis, yang merupakan salah

satu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, ditularkan dari orang ke orang melalui

gigitan nyamuk Aedes. Kasus DBD pada tahun 2015 di Indonesia pada 34 provinsi

sebanyak 129.650 orang dan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2014 sebanyak

100.347 orang (Kemenkes RI, 2016).

Pada provinsi Aceh laporan kasus DBD pada tahun 2015 sebanyak 1.510 orang

(Dinkes Aceh, 2015) dan berdasarkan data dari Rumah Sakit Prince Nayef Bin Abdul

Aziz yang terletak di sekitaran Kampus Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), jumlah kasus

DBD dari Januari 2013-September 2016 berjumlah 133 orang (Laporan kasus RS Prince

Nayef, 2016).

Menurut penelitan Sari dkk. (2008), wilayah Kampus Unsyiah merupakan

kawasan yang sangat potensial terjadi penularan DBD dikarenakan kondisi lingkungan

yang memiliki penatalaksanaan sampah dan sanitasi yang kurang baik dan sebahagian

besar mahasiswa berasal dari berbagai daerah sehingga memungkinkan untuk terjadinya

penularan DBD.

Berdasarkan rata-rata jumlah kasus DBD yang setiap tahunnya mengalami

peningkatan. Sehingga penulis tertarik untuk meneliti distribusi nyamuk Aedes vektor

penyebab DBD di dalam Kampus Unsyiah dan kelimpahan jumlah nyamuk Aedes dalam

ruangan (indoor) dan luar ruangan (outdoor) menggunakan perangkap nyamuk (ovitrap).

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lima lokasi di dalam Kampus Unsyiah yaitu

Fakultas Kedokteran Hewan, Sektor Timur, Fakultas Hukum, Sektor Selatan dan Fakultas

Kedokteran selama 10 minggu. Perhitungan sampel dilakukan di laboratorium

Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah Banda Aceh.

Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur dan larva nyamuk. Telur

nyamuk diperangkap menggunakan ovitrap yang diambil secara acak dari ke lima lokasi

di atas. Larva didapat dengan cara merendam paddle yang menempel telur-telur nyamuk

di atasnya selama 3-4 hari (WHO, 2005).

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan adalah ovitrap yang terbuat dari kaleng yang dicat hitam,

paddle, jerigen, talam plastik, pipet tetes, cover glass, object glass, mikroskop binokuler,

mikroskop stereo dan counter.

Bahan yang digunakan adalah air sumur atau air kran yang sudah diendapkan ±

24 jam untuk menghilangkan chlor yang ada di dalam air tersebut, dan hati ayam yang

telah direbus dan digerus sampai halus sebagai makanan bagi larva-larva yang sedang

diteliti.

Cara pengumpulan telur nyamuk Aedes Telur nyamuk di dapat dengan cara menggunakan perangkap telur (ovitrap).

Ovitrap yang digunakan terbuat dari kaleng yang berukuran (10,5 cm x 7,2 cm).

Page 3: JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492

138

Selanjutnya kaleng-kaleng tersebut dicat hitam mengkilap dibagian dalam dan luar

kaleng. Sebuah lubang dibuat sekitar satu cm dari bagian tepi kanan dan kiri, untuk

memungkinkan air yang berlebihan bisa terbuang dari lubang tersebut (Heppy, 2011).

Di dalam ovitrap diisi air tiga per empat bagian (Polson dkk., 2002) dan

dimasukkan kedalam ovitrap tersebut sebuah paddle yang berukuran sekitar 2,0 cm x

12,5 cm. Paddle dapat terbuat dari bilah kayu, lapisan kertas atau bambu (WHO, 2005).

Paddle diletakkan dalam posisi miring atau bagian kasar menghadap ke atas yang

bertujuan agar nyamuk meletakkan telurnya pada paddle tersebut di masing-masing

ovitrap (Kemenkes RI, 2012).

Koleksi telur dilakukan di dalam Kampus Unsyiah dengan menggunakan ovitrap,

yang diletakkan selama 5 hari pada 5 lokasi yaitu Fakultas Kedokteran Hewan, Sektor

Timur, Fakultas Kedokteran, Sektor Selatan dan Fakultas Hukum. Pada masing-masing

lokasi diletakkan secara acak 14 buah ovitrap, dimana 7 buah diletakkan di dalam ruangan

(indoor) dan 7 di luar ruangan (outdoor) dan diletakkan terpisah dengan jarak paling dekat

adalah 10 m antara satu ovitrap dan ovitrap lainnya pada semua lokasi penelitian (Heppy,

2011). Penelitian ini dilakukan selama 10 minggu. Ovitrap indoor diletakkan di dalam

ruangan yang intensitas cahaya rendah dan lembab, sedangkan ovitrap outdoor diletakkan

di bawah pohon, di dekat pagar atau ditempat-tempat yang terlindung dan gelap. Setelah

lima hari ovitrap dikumpulkan dan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengamatan

kemudian diletakkan kembali ovitrap baru pada hari dan waktu yang sama di lokasi yang

sama di setiap lokasi penelitian.

Pengamatan telur

Semua paddle yang diambil setelah pemasangan selama 5 hari, dikering anginkan

di bawah suhu ruangan (26˚C) selama minimal 48 jam, lalu dihitung jumlah telur yang

ada pada paddle dibawah mikroskop stereo dengan bantuan counter, setelah telur-telur di

hitung, semua paddle direndam (rearing) di dalam baki rendaman selama 3-4 hari agar

telur menetas menjadi larva dan selanjutnya larva-larva tersebut diidentifikasi di bawah

mikroskop binokuler (Hornby dkk., 1994). Identifikasi telur Aedes dengan menemukan

telur yang berbentuk elips, permukaan yang polygonal dan berwarna hitam mengkilap

(Palgunadi, 2011).

Pengamatan larva

Larva yang didapatkan dari hasil rearing diidentifikasi di bawah mikroskop dan

dihitung menggunakan counter. Identifikasi larva dengan melihat sisik sisir, gigi pekten

pada siphon dan sikat ventral yang terletak pada segmen ke-8 dari larva seperti yang

dijelaskan oleh Ditjen PP&PL (2008). Larva yang digunakan pada pengamatan adalah

larva instar III (Kristiana dkk., 2015).

Analisis Data

Data jumlah telur Aedes, serta jumlah larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus indoor

dan outdoor, dicatat dan ditabulasikan menurut ruang yaitu di dalam ruangan (indoor)

dan di luar ruangan (outdoor). Kemudian dilakukan analisis data menggunakan uji

rancangan acak kelompok (RAK). Data diolah dengan bantuan SPSS versi 21.

Page 4: JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492

139

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan sampel telur dan larva nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus dalam

penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui tingkat kepadatan dan

penyebaran populasi kedua spesies tersebut di suatu wilayah. Pengetahuan mengenai

persebaran vektor virus dengue sangat penting untuk memahami transmisi penyakit DBD

antar populasi manusia karena pengaruhnya terhadap transfer patogen tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total rata-rata telur nyamuk Aedes dari

semua lokasi penelitian di dalam Kampus Unsyiah yang dilakukan menggunakan ovitrap

yang diletakkan indoor adalah (41,71 ± 65,14) sedangkan pada ovitrap yang diletakkan

outdoor adalah (50,25 ± 78,95). Hasil dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Total rata-rata telur Aedes yang dikoleksi indoor dan outdoor di kelima lokasi

penelitian di dalam Kampus Unsyiah

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa rata-rata telur yang

dikoleksi dari ovitrap indoor tidak berbeda nyata (P>0,05) bila dibandingkan dengan

ovitrap outdoor (Lampiran 5).

Tidak ada perbedaan yang nyata di ovitrap indoor maupun ovitrap outdoor

disebabkan oleh kebiasaan yang sama dari nyamuk Aedes dalam cara peletakan telur,

seperti pada tempat-tempat penampungan air bersih atau genangan air bersih yang dapat

menampung air (Chahaya, 2003). Ovitrap dalam penelitian ini ditempatkan secara indoor

dan outdoor. Ovitrap indoor ditempatkan di ruang kamar tidur, dapur, ruang kamar mandi

dan tempat-tempat yang memiliki atap, sedangkan ovitrap outdoor ditempatkan di sekitar

halaman rumah seperti di atas pot bunga, di bawah pohon rimbun, dekat pagar dan tempat

lainnya yang tidak terlindungi oleh atap atau sejenisnya. Jumlah telur nyamuk yang

terdapat pada ovitrap merefleksikan kepadatan nyamuk Aedes dewasa sebagai vektor dan

menggambarkan infestasi nyamuk di suatu daerah (Morato dkk., 2005).

Tinggi rendahnya rata-rata telur nyamuk Aedes bisa juga disebabkan oleh faktor

lingkungan yaitu : temperatur, kelembaban udara dan curah hujan. Rata-rata curah hujan

yang baik untuk perkembangan nyamuk Aedes adalah curah hujan yang lebih dari 500

mm pertahun dengan temperatur ruang antara 32ºC-34ºC dan temperatur air sekitar 25ºC-

30ºC, pH air sekitar 7 dan kelembaban udara sekitar 70% (Purbowarsito, 2011). Curah

41,71 ± 65,14

50,25 ± 78,95

0

10

20

30

40

50

60

Indoor Outdoor

Rat

a-ra

ta T

elur

Aed

es

Lokasi

Indoor Outdoor

Page 5: JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492

140

hujan berperan penting untuk tersedianya air sebagai tempat perindukan nyamuk (Ishak

dkk., 2014) sehingga akumulasi telur yang menempel di dinding bejana selama musim

panas akan berubah menjadi larva dan berkembang menjadi nyamuk sehingga

mengakibatkan populasi nyamuk meningkat (Regis dkk., 2008).

Gambar 2 menunjukkan total rata-rata telur nyamuk indoor dan outdoor di kelima

lokasi. Rata-rata telur yang dikoleksi pada ovitrap indoor paling tinggi ditemukan di

Sektor Timur (50,60 ± 71,97) sedangkan yang paling rendah ditemukan di Fakultas

Kedokteran (34,95 ± 45,97).

Gambar 2. Total rata-rata telur Aedes yang dikoleksi indoor dan outdoor di kelima lokasi

penelitian di dalam Kampus Unsyiah

Rata-rata telur yang dikoleksi pada ovitrap outdoor paling tinggi ditemukan pada

Fakultas Kedokteran Hewan (64,20 ± 103,77) sedangkan yang paling rendah ditemukan

di Fakultas Hukum (41,25 ± 83.30). Dari hasil analisis statistik ditemukan bahwa rata-

rata telur nyamuk indoor dan outdoor tidak berbeda nyata (P>0,05) baik di Fakultas

Kedokteran Hewan, Sektor Timur, Fakultas Hukum, Sektor Selatan, maupun Fakultas

Kedokteran (Lampiran 5).

Tidak berbedanya total rata-rata telur nyamuk indoor di kelima lokasi di dalam

Kampus Unsyiah, kemungkinan disebabkan nyamuk Aedes pada umumnya menyukai

genangan air yang bersih. Nyamuk Aedes banyak terdistribusi di Sektor Timur

dikarenakan kawasan Sektor Timur merupakan tempat pemukiman, sesuai pernyataan

Hasyimi dan Soekirno (2004) bahwa salah satu faktor berlimpahnya nyamuk Aedes

dikarenakan penggunaan tempat penampungan air yang berlebihan, hal ini disebabkan

karena penduduk banyak menyimpan air pada bejana-bejana penampungan air untuk

keperluan sehari-hari, karena mereka khawatir suatu waktu air yang disalurkan oleh

pemerintah tidak tersedia secara kontinyu, sehingga dengan banyaknya tempat-tempat

penyimpanan air maka akan terakumulasinya tempat perindukan nyamuk. Selain itu

44

,15

±8

5,4

9

50

,60

±7

1,9

7

38

,30

±6

7,5

4

40

,55

±5

2,8

9

34

,95

±4

5,9

7

64

,20

±1

03

,77

43

,75

±6

7,2

7

41

,25

±8

3,3

0

48

,65

±6

7,5

3

53

,40

±7

3,0

4F K H S e k t o r T i m u r F H S e k t o r S e l a t a n F K

Rat

a-ra

ta T

elur

Aed

es

LOKASI

Indoor Outdoor

Page 6: JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492

141

kebiasaan masyarakat pada umumnya suka menampung air untuk kebutuhan sehari-hari

dengan bejana-bejana tanpa penutup menyebabkan nyamuk Aedes dapat bertelur di

dalam bejana tersebut, terutama bejana yang berwarna gelap dan terlindung dari cahaya

matahari secara langsung (Nadesul, 2004). Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh Suyanto dkk. (2011), nyamuk Aedes lebih menyukai tempat-tempat penampungan

air di dalam atau di sekitar rumah yang berupa genangan air yang tertampung di suatu

tempat atau bejana yang tidak berhubungan langsung dengan tanah seperti drum,

tempayan, ember, bak mandi, pelepah pisang, potongan bambu, tempurung kelapa dan

vas bunga.

Kepadatan penduduk seperti jarak antar rumah satu dan rumah lainnya merupakan

salah satu faktor yang mendukung terhadap tinggi rendahnya kepadatan nyamuk di suatu

lokasi yang saling berdekatan akan mempengaruhi penyebaran nyamuk Aedes, semakin

dekat jarak antar suatu rumah maka semakin mudah nyamuk menyebar dari rumah ke

rumah karena nyamuk Aedes dapat terbang 40-50 meter (Ramadhani dan Astuty, 2013).

Pengamatan terhadap kawasan Fakultas Hukum dan Fakultas Kedokteran yang memiliki

data terendah terdistribusinya nyamuk Aedes dibandingkan lokasi lainnya dikarenakan

kedua wilayah di atas bukan merupakan kawasan penduduk dengan pemukiman yang

padat.

Kawasan Fakultas Kedokteran Hewan memiliki rata-rata telur nyamuk Aedes

tertinggi pada peletakan ovitrap outdoor, dilihat dari kondisi lapangan wilayah Fakultas

Kedokteran Hewan yang banyak ditemukan gudang-gudang penyimpanan, kandang

hewan, ruang inap hewan klinik interna dan kandang-kandang penyimpanan hewan coba

sehingga nyamuk Aedes dapat secara mudah menemukan sumber makanan (darah).

Menurut Fathi dkk. (2005), tempat penampungan air yang berada di dalam dan di luar

kandang dapat berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk. Tempat perindukan yang

disukai nyamuk Aedes adalah genangan air bersih yang terdapat dalam wadah seperti

tempat minum hewan, botol bekas, drum, kontainer, ember, vas bunga dan ban bekas

(Ditjen PPM dan PL Depkes RI, 2001).

Gambar 3. Rata-rata larva Ae. aegypti dan larva Ae. albopictus yang dikoleksi indoor di

kelima lokasi penelitian di dalam Kampus Unsyiah

75

,10

±1

11

,99

65

,90

±9

5,1

1

70

,70

±8

4,8

0

35,3

0 ±

18

,22

64

,20

±4

7,2

8

13,2

0 ±

27,5

4 35,3

0 ±

36

,99

5,9

0 ±

10,3

3

45

,80

±7

4,2

5

5,7

0 ±

18,0

2

F K H S e k t o r T i m u r F H S e k t o r

S e l a t a n

F K

Rat

a-ra

ta L

arva

Aed

es

LOKASI

Ae. aegypti Ae. albopictus

Page 7: JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492

142

Gambar 4. Rata-rata larva Ae. aegypti dan larva Ae. albopictus yang dikoleksi outdoor

di kelima lokasi penelitian di dalam Kampus Unsyiah

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata larva di kelima lokasi memiliki

perbedaan yang sangat nyata, dimana larva Ae. aegypti hanya ditemukan di dalam

ruangan (indoor) tetapi tidak ditemukan sama sekali di luar ruangan (outdoor) (Gambar

3 dan 4). Larva Ae. aegypti yang ditemukan di dalam ruangan (indoor) memiliki jumlah

rata-rata yang bervariasi, jumlah rata-rata larva yang paling banyak ditemukan yaitu di

Fakultas Kedokteran Hewan (75,10 ± 111,99) sedangkan yang paling rendah ditemukan

di Sektor Selatan (35,30 ± 18,22).

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata larva

Ae. aegypti diantara kelima lokasi pada ovitrap indoor tidak berbeda nyata (P>0,05) baik

di Fakultas Kedokteran Hewan, Sektor Timur, Fakultas Hukum, Sektor Selatan, maupun

Fakultas Kedokteran (Lampiran 6). Menurut Fadilla dkk. (2015), penyebaran nyamuk Ae.

aegypti dapat dipengaruhi salah satunya oleh jarak bangunan, semakin dekat jarak antar

bangunan maka akan semakin mudah nyamuk menyebar. Perabot dan perlengkapan

bangunan juga mempengaruhi penyebaran nyamuk seperti konstruksi bangunan, bahan-

bahan pembuat bangunan, pengaturan barang dan warna dinding bangunan (Widiyanto,

2007).

Hasil pengamatan menunjukkan pula bahwa larva Ae. aegypti tidak ditemukan

sama sekali pada lingkungan outdoor di semua lokasi penelitian dalam Kampus Unsyiah,

hal ini disebabkan karena nyamuk Ae. aegypti kurang mampu menyesuaikan diri dengan

lingkungan luar (Sari dkk., 2008), pernyataan ini didukung pula oleh Budiyanto (2012)

yang melakukan penelitian pada Sekolah Dasar di Kabupaten Ogan Komering Ulu

Sumatera Selatan bahwa nyamuk Ae. aegypti 100 % ditemukan di dalam gedung, sesuai

dengan perilaku hidup nyamuk Ae. aegypti yang lebih suka beristirahat di tempat yang

gelap, lembab dan tersembunyi di dalam bangunan dan perilaku makan Ae. aegypti yang

bersifat antropofilik (menyukai darah manusia). Nyamuk Ae. aegypti lebih menyukai

genangan air yang berada di dalam rumah seperti bak mandi, licin kasarnya dinding

0 0 0 0 0

128,4

0 ±

116,5

1

87,5

0 ±

72,8

1

82,5

0 ±

104,2

4

97,3

0 ±

66,0

9

106,8

0 ±

70,1

9

F K H S e k t o r

T i m u r

F H S e k t o r

S e l a t a n

F K

Rat

a-ra

ta L

arv

a A

edes

LOKASI

Ae. aegypti Ae. albopictus

Page 8: JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492

143

kontainer juga berpengaruh terhadap peletakkan telur dan larva nyamuk Ae. aegypti

(Ramadhani dan Astuty, 2013).

Larva Ae. aegypti yang ditemukan ada hubungannya juga dengan makanan larva

yang tersedia, karena ketersediaan makanan berkaitan dengan tempat-tempat

penampungan air (TPA) yang ada di dalam rumah. Mikroorganisme yang menjadi

makanan larva lebih mudah tumbuh pada dinding TPA yang kasar, seperti sumur dan

kayu dan sulit tumbuh pada TPA yang licin (Suroso dkk., 1986).

Pada Gambar 3 dan 4 menunjukkan bahwa rata-rata larva Ae. albopictus yang

ditemukan di dalam ruangan (indoor) dan di luar ruangan (outdoor) di kelima lokasi

berbeda antara lokasi satu dengan lokasi lainnya. Rata-rata larva yang dikoleksi di dalam

ruangan (indoor) paling tinggi ditemukan di Sektor Selatan (45,80 ± 74,25) sedangkan

yang paling rendah ditemukan di Fakultas Kedokteran (5,70 ± 18,02). Rata-rata larva

yang dikoleksi pada ovitrap outdoor paling tinggi ditemukan pada Fakultas Kedokteran

Hewan (128,40 ± 116,51) sedangkan yang paling rendah ditemukan di Fakultas Hukum

(82,50 ± 104,24). Dari hasil analisis statistik ditemukan rata-rata larva Ae. albopictus

yang dikoleksi di dalam ruangan (indoor) dan di luar ruangan (outdoor) tidak berbeda

nyata (P>0,05) diantara kelima lokasi (Lampiran 6).

Pada penelitian ini, larva nyamuk Ae. albopictus ditemukan juga di dalam ruangan

(indoor) selain di luar ruangan (outdoor) di kelima lokasi, menurut penelitian Rezza

(2012), bahwa nyamuk Ae. albopictus lebih dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan

untuk kehidupan dan perkembangannya dibandingkan Ae. aegypti. Habitat asli nyamuk

Ae. albopictus dapat terganggu karena pemanasan global dan pemanfaatan lahan yang

tidak terkendali (Utina, 2015) dan dikatakan pula bahwa serangga-serangga yang dapat

beradaptasi dengan lingkungan akan lebih memiliki tingkat ketahanan hidup yang tinggi

dan dapat tersebar luas di berbagai tempat (Sari dkk., 2008).

Jumlah rata-rata larva Ae. albopictus tertinggi yang didapat di dalam ruangan

(indoor) adalah di kawasan Sektor Selatan, hal ini dimungkinkan karena kawasan tersebut

terdapat banyak perumahan dan rumah-rumah kontrak yang ditempati oleh banyak

mahasiswa-mahasiswa Unsyiah sehingga jumlah kepadatan penduduk menjadi

bertambah, pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian Hakim dan Kusnandar (2010) di

Ciamis, bahwa kepadatan jumlah penghuni di suatu rumah dan kebiasaan aktivitas

manusia juga mempengaruhi banyaknya nyamuk Aedes di lokasi tersebut. Secara tidak

langsung, banyaknya pemukiman baru berdampak terhadap habitat perindukan nyamuk

(man made breeding place) khususnya nyamuk Aedes, karena banyak masyarakat masih

memiliki kebiasaan menyimpan air bersih untuk keperluan sehari-hari mereka di dalam

kontainer-kontainer yang tidak tertutup (Nugroho, 2011).

Pada penelitian ini, larva Ae. albopictus yang ditemukan di luar ruangan (outdoor)

dijumpai diseluruh lokasi penelitian, dan pada Fakultas Kedokteran Hewan merupakan

lokasi terbanyak ditemukannya larva Ae. albopictus. Menurut Fadilla dkk. (2015),

Budiyanto (2012) dan Wongkoon dkk. (2007) bahwa nyamuk Ae. albopictus banyak

ditemukan di luar rumah, karena pada dasarnya nyamuk Ae. albopictus adalah spesies

hutan yang beradaptasi dengan lingkungan manusia, nyamuk Ae. albopictus lebih

menyukai bertelur pada wadah di luar rumah dibandingkan di dalam rumah.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa larva Ae. aegypti lebih banyak tertangkap

di dalam ruangan (indoor) dibandingkan Ae. albopictus di kelima lokasi penelitian

(Gambar 3). Berdasarkan hasil analisis statistik terlihat adanya perbedaan yang nyata

(P<0,05) antara rata-rata larva Ae. aegypti dan larva Ae. albopictus yang terperangkap di

dalam ruangan (indoor) (Lampiran 7).

Page 9: JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492

144

Banyaknya larva Ae. aegypti yang ditemukan kemungkinan karena nyamuk Ae.

aegypti bersifat domestik, menyukai tempat penampungan air (TPA) yang bersih dan

tenang seperti drum, tempayan, bak mandi, ember, yang berada di dalam rumah. Selain

itu jenis wadah, licin dan kasarnya permukaan wadah dari TPA juga berpengaruh seperti

yang dilaporkan oleh Hadi dkk. (2009) bahwa tangki air, bak mandi dan bak WC

termasuk wadah yang potensial untuk memfasilitasi perkembangbiakan larva Aedes

menjadi dewasa. Ukuran wadah yang besar dan air yang jarang digunakan dan

dibersihkan merupakan tempat yang potensial untuk perkembangan nyamuk Ae. aegypti.

Diketahui pula Ae. aegypti banyak ditemukan di rumah yang padat penghuni, karena

dengan demikian ada banyak kemungkinan nyamuk-nyamuk ini bisa mendapatkan nutrisi

yang mereka butuhkan, seperti darah manusia (Fatmawati dkk., 2014 ; Budiyanto dkk.,

2005).

Pada pengamatan di luar ruangan (outdoor), ditemukan hal yang sebaliknya

dimana terdapat banyak larva Ae. albopictus tetapi tidak ditemukan sama sekali larva Ae.

aegypti di kelima lokasi penelitian di dalam Kampus Unsyiah.

Gambar 4 memperlihatkan bahwa larva Ae. albopictus 100 % tertangkap di luar

ruangan (outdoor) dibandingkan Ae. aegypti di dalam Kampus Unsyiah. Berdasarkan

analisis statistik terlihat adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) antara rata-rata larva Ae.

aegypti dan Ae. albopictus yang terperangkap di luar ruangan (outdoor) (Lampiran 7).

Adanya perbedaan jumlah rata-rata larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus yang

ditemukan di luar ruangan (outdoor), disebabkan karena nyamuk Ae. albopictus lebih

menyukai dan merupakan spesies nyamuk yang sering ditemui di daerah perkebunan atau

hutan. Karena hidup di daerah perkebunan, nyamuk ini cenderung memilih tempat

perkembangbiakan pada air yang tergenang dengan bahan dasar alam seperti potongan

bambu, pangkal daun, atau lubang-lubang bebatuan yang terisi air bersih. Hal iniah yang

menyebabkan nyamuk Ae. albopictus cenderung mencari inang di luar rumah

(Exophagic) (Dellatte dkk., 2010).

Nyamuk Aedes, khususnya Ae. aegypti dan Ae. albopictus merupakan serangga

penular (vektor) penyakit DBD di Indonesia yang terdistribusi di lingkungan pemukiman

khususnya perkotaan (Wahyuningsih, 2008). Hal tersebut didukung oleh penelitian

Sunoto (2009) bahwa Ae. aegypti dan Ae. albopictus dapat hidup di perairan bersih

dikarenakan nyamuk Aedes tertarik terhadap kondisi perairan bersih yang mengandung

senyawa-senyawa kimia yang baik dan senyawa organik (tumbuhan air) yang dapat

dijadikan sebagai makanan.

Penyebaran penyakit DBD di suatu kawasan harus dikontrol dan dengan

penanganan yang tepat. Sampai sekarang obat dan vaksin belum ditemukan sehingga

pencegahan penularan penyakit DBD yaitu melakukan pemutusan rantai penularan

dengan pemetaan vektor, dan mengendalikan populasi vektor DBD (Fathi dkk., 2005).

Pemetaan (survei) vektor nyamuk Aedes merupakan dasar untuk mengendalikan populasi

vektor DBD. Survei vektor berguna untuk menentukan distribusi, habitat utama vektor,

densitas populasi dan tingkat kerentanan vektor terhadap insektisida (WHO, 2005).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa nyamuk

Aedes vektor penyebab DBD banyak terdistribusi di dalam Kampus Unsyiah baik di

dalam ruangan (indoor) maupun diluar ruangan (outdoor). Ditemukan telur-telur nyamuk

Aedes di kelima lokasi dengan jumlah yang sama banyak di dalam ruangan (indoor)

Page 10: JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492

145

ataupun di luar ruangan (outdoor) (P>0,05). Ditemukan larva Aedes aegypti lebih banyak

di dalam ruangan dibandingkan Aedes albopictus (P<0,05). Larva Aedes albopictus lebih

banyak ditemukan di luar ruangan (outdoor) dibandingkan larva Aedes aegypti (P<0,05).

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih kepada ketua dan staf Laboratorium Parasitologi Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala atas kebaikan yang diberikan kepada penulis

untuk menggunakan fasilitas alat-alat selama penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, A., S. Santoso, D. Purnama, dan R. I. Pahlepi. 2005. Studi indeks larva

nyamuk Aedes aegypti dan hubungannya dengan PSP masyarakat tentang

penyakit DBD di Kota Palembang Sumatera Selatan tahun 2005. Buletin Loka

Litbang P2B2 Baturaja. 1(1).

Budiyanto, A. 2012. Perbedaan warna kontainer berkaitan dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti di Sekolah Dasar. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia. 1(2) : 65-

71.

Chahaya, I. 2003. Pemberantasan vektor demam berdarah di Indonesia. USU digital

library, Sumatera Utara.

Delatte., Helene, A. Desvars, A. Bouétard, S. Bord, G. Gimonneau, G. Vourc'h, and D.

Fontenille. 2010. Blood-feeding behavior of Aedes albopictus, a vector of

Chikungunya on La Réunion. Vector-Borne and Zoonotic Diseases. 10 (3):

249-258.

Dinas Kesehatan Propinsi Aceh. 2015. Profil Kesehatan Propinsi Aceh Tahun 2015,

Banda Aceh.

Ditjen PPM dan PL Depkes RI. 2001. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit

Demam Berdarah Dengue dan Demam Berdarah, Jakarta.

Ditjen PP&PL. 2008. Kunci Identifikasi Nyamuk Aedes, Jakarta.

Fadilla, Z., U. K. Hadi, dan S. Setiyaningsih. 2015. Bioekologi vektor demam berdarah

dengue (DBD) serta deteksi virus Dengue pada Aedes aegypti (Linnaeus) dan

Ae. albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae) di kelurahan endemik DBD

Bantarjati, Kota Bogor. Jurnal Entomologi Indonesia. 12 (1) : 31-38.

Fathi., S. Keman, dan C. U. Wahyuni. 2005. Peran faktor lingkungan dan perilaku

terhadap penularan demam berdarah dengue di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan

Lingkungan. 2 (1) : 1–10.

Fatmawati, T., S. Ngabekti, dan B. Priyono. 2014. Distribusi dan kelimpahan populasi

Aedes spp di kelurahan Sukorejo Gunungpati Semarang berdasarkan peletakan

ovitrap. Unnes Journal of Life Science. 3(2).

Hadi, U. K., E. Agustina dan H. S. Singgih. 2009. Sebaran jentik nyamuk Aedes aegypti

(Diptera : Culicidae) di desa Cikarawang, Kabupaten Bogor. Prosiding Seminar

Nasional Hari Nyamuk 2009. Bogor.

Hakim, L. dan A. J. Kusnandar. 2010. Hubungan jumlah dan kepadatan penghuni rumah

serta keberadaan nyamuk dengan frekuensi menggigit nyamuk Aedes aegypti

saat mencari darah di kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Jurnal Aspirator.

2(2) ; 92-98.

Page 11: JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492

146

Harbach. 2008. Famili Culicidae Meigen, Mosquito Taxonomic Inventory.

http://mosquito taxonomic-inventory.info/famili-culicidae-meigen-1818

(diakses 25 Mei 2016).

Hasyimi, H. dan M. Soekirno. 2004. Pengamatan tempat perindukan Aedes aegypti pada

tempat penampungan air rumah tangga pada masyarakat pengguna air olahan.

Jurnal Ekologi Kesehatan. 3(1).

Heppy, D. 2011. Studi Kelimpahan Telur Nyamuk Aedes spp Menggunakan Ovitrap di

Daerah Berawa Bekas Tsunami. Skripsi. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Hornby, J. A., D. E Moore, T. W Miller Jr. 1994. Aedes albopictus distribution,

abundance and colonization in lee country, Florida, and its effect on Aedes

aegypti. Journal of American Mosquito Control Association. 10(3) : 397- 402.

Ishak, H., Nurzidah, dan M. Selomo. 2014. Identifikasi nyamuk Anopheles sp. dewasa di

wilayah endemis dan non endemis malaria kecamatan Bonto Bahari Bulukumbia

Sulawesi Selatan. Laporan Penelitian. Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar.

Islamiyah, M., A. S. Laksono, dan Z. P. Gama. 2013. Distribusi dan komposisi nyamuk

di wilayah Mojokerto. Jurnal Biotropika. 1(2) : 80-85.

Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya. Kementerian

Kesehatan RI, Jakarta.

Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Kristiana, I. D., E. Ratnasari, dan T. Haryono. 2015. Pengaruh ekstrak daun bintaro

(Cerbera odollam) terhadap mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti. LenteraBio.

4(2) :131-135.

Lailatul, K., L. A. Kadarohman, dan R. N. Eko. 2010. Efektivitas bioloarvasida ekstrak

etanol limbah penyulingan minyak akar wangi (Vetiveria zizanoides) terhadap

larva nyamuk Aedes aegypti, Culex sp., dan Anopheles sundaicus. Jurnal Sains

dan Teknologi Kimia. ISSN 2087-7412. 1(1): 59-65.

Morato, V. C. G., M. G. Teixera, A. C. Gomes, D. P. Bergamaschi, and M. L. Barreto.

2005. Infestation of Aedes aegypti estimated by oviposition trap in Brazil. Rev

Sauda Publica. 39(4) : 553-558.

Nadesul, H. 2004. Seratus Pertanyaan dan Jawaban Demam Berdarah Dengue. Penerbit

Buku Kompas, Jakarta.

Nugroho, A. D. 2011. Kematian larva Aedes aegypti setelah pemberian abate

dibandingkan dengan pemberian serbuk serai. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

7(1) : 9-96.

Palgunadi, B.U. dan A. Rahayu. 2011. Aedes aegypti Sebagai Vektor Penyakit Demam

Berdarah Dengue. Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya, Surabaya.

Polson, K. A., C. Curtis. C. M. Seng, J. G. Olson, N. Chanta, and S. C. Rawlins. 2002.

The use of ovitrap baited with hay infusion as a surveillance tool for Aedes

aegypti mosquitoes in Cambodia. Dengue Bulletin. 26: 178-184.

Purbowarsito, H. 2011. Uji bakteriologis air sumur di Kecamatan Semampir Surabaya.

Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Airlangga, Surabaya.

Ramadhani, M. dan H. Astuty. 2013. Kepadatan dan penyebaran Aedes aegypti setelah

penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat. eJurnal Kedokteran

Indonesia. 1(1) : 10-14.

Regis, L., A. M. Monteiro, M. A.V. D. M. Santos, J. C. Silveira Jr, A. F. Furtado,

R.V.Acioli, and G. M. Santos. 2008. Developing new approaches for detecting

Page 12: JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492 ...

JIMVET. 01(2): 136-147 (2017) ISSN : 2540-9492

147

and preventing Aedes aegypti population outbreaks : basis for surveillance, alert

and control system. Memorian do Instituto Oswaldo Cruz. 103(1) : 50-59. Sari, W. T., M. Zanaria, dan E. Agust ina. 2008. Kajian tempat perindukan nyamuk

Aedes di kawasan kampus Darusalam Banda Aceh. Skripsi. Universitas

Syiah Kuala, Banda Aceh.

Sunoto., Suyono, dan R. Amalia. 2009. Kemampuan adaptasi nyamuk Aedes aegypti

terhadap kondisi air. FKM Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.

Suroso., Thomas, A. Kadir, Pranoto, A. Izhar, Gunawan, F. Noor, Bahtiar dan Yusuf.

1986. Knowledge-attitude practice of the community in prevention of DHF in

Pontianak, Indonesia. Dengue Lcite. 12.

Suwito, A. 2008. Nyamuk (Diptera:Culicidae) Taman Nasional Boganinani Warta Bone,

Sulawesi Utara : keragaman, status dan habitatnya. Zoo Indonesia 17(1): 27-34.

Suyanto., S. Darnoto, dan D. Astuti. 2011. Hubungan pengetahuan dan sikap dengan

praktek pengendalian nyamuk Aedes aegypti di kelurahan Sangkrah kecamatan

Pasar Kliwon kota Surakarta. Jurnal Kesehatan. 4(1) : 1-132.

Utina, R. 2015. Pemanasan global : dampak dan upaya meminimalisasinya. Artikel,

Gorontalo.

Wahyuningsih, N., E. M. Rahardjo, dan T. Hidayat. 2008. Keefektifan penggunaan dua

jenis ovitrap untuk pengambilan contoh telur Aedes spp Di lapangan. J. Entomol.

Indon. 6(2): 95-102.

Widiyanto, T. 2007. Kajian manajemen lingkungan terhadap kejadian demam berdarah

dengue (DBD) di kota Purwokerto Jawa Tengah. Tesis. Program Pascasarjana,

Universitas Diponegoro, Semarang.

Wongkoon, S., M. Jaroensutasinee, K. Jaroensutasinee, and W. Preechaporn. 2007.

Development sites of Aedes aegypti and Ae. albopictus in Nakhon si Thammarat,

Thailand. Dengue Bulletin. 31: 141– 152.

World Health Organization. 2005. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam

Berdarah Dengue. EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.