BAB I Pendahuluan -...
Transcript of BAB I Pendahuluan -...
1
BAB I
Pendahuluan
A. Alasan Pemilihan Judul
1. Aktualitas
Bergulirnya program-program pemberdayaan bagi masyarakat
miskin dewasa ini tidak terlepas dari berbagai strategi dan pendekatan
yang digunakan dalam pemberdayaan, salah satunya adalah dengan
strategi pendampingan sosial.Pendampingan sosial dalam berbagai
program pemberdayaan masyarakat miskin perlu mendapatkan perhatian
dan kajian, mengingat bahwa pendampingan sosial melibatkan
pendamping atau fasilitator yang mempunyai kompetensi secara khusus
dalam memberdayakan masyarakat. Peran pendamping atau fasilitator
bertujuan untuk membantu dan bekerjasama dengan masyarakat yang
mempunyai keterbatasan dalam mengakses sumber daya , maka pada tahap
awal masyarakat miskin perlu distimulasi dari pihak luar, salah satunya
adalah melalui pendampingan sosial. Kementerian sosial telah
melaksanakan program-program pemberdayaan melalui mekanisme
Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial, dengan mekanisme tersebut
diharapkan proses pemberdayaan bagi fakir miskin tidak lagi melihat
sasaran pemberdayaan sebagai obyek, namun sebagai pelaku atau subjek
dalam pembangunan. Kementerian sosial telah merealisasikan program
Kelompok Usaha Bersama (KUBE), peran pendampingan sosial pada
program KUBE yaitu sebagaistrategi atau sarana untuk memperkuat
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
kapasitas masyarakat miskin dalam mencapai kesejahteraan, namun tidak
kalah pentingnya yaitu mengenai orientasi pendamping dalam melakukan
asistensi terhadap KUBE , pada dasarnyapendamping dalam melakukan
kegiatan pendampingan berdasarkan atas kesukarelaan melainkan bukan
berorientasi pada materi, adanya orientasi atau motif pendamping dalam
mendapatkan keuntungan secara materi akan berdampak pada kinerja atau
kredibilitas pendamping dalam pengembangan potensi dan sumber daya
padaKelompok Usaha Bersama ( KUBE). Pendekatan maupun strategi
pendampingan sosial yang dilakukan oleh pendamping merupakan salah
satu bentuk kredibilitas dan aktualisasi dari motif pendamping KUBE
dalam pelaksanakan pendampingan program pemberdayaan fakir miskin.
Adanya motif yang tidak disadari atas keuntungan materi dari
pendamping, pada gilirannyamempunyai kecenderungan untuk mampu
mengaktualisasikan kinerjanya melalui pendekatan dan strategi yang
digunakan dalam pendampingan KUBE, sehingga permasalahan ini
menjadi isu yang menarik untuk dilakukan penelitian.
2. Orisinilitas
Pembahasan mengenai program Kelompok Usaha Bersama telah
menjadi kajian yang menarik seperti pada penelitian sebelumnya yang
berjudul “Analisis Efektivitas Kelompok Usaha Bersama Sebagai
Program Pemberdayaan Rakyat Miskin Perkotaan” Oleh Mutiara Pertiwi,
tahun 2008 Program Studi Ekonomi Pertanian Dan Sumberdaya, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini membahas mengenai
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
bagaimana efektivitas kelompok usaha bersama (KUBE) dalam program
penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah di
kecamatan pesanggrahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan KUBE. Fokus utama penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran kemiskinan yang terjadi di kecamatan pesanggrahan serta
menganalisis efektivitas kelompok usaha bersama (KUBE) dalam
program penanggulangan kemiskinan, namun pendampingan sosial
belum banyak dikaji secara lebih mendalam oleh penelitian sebelumnya..
Hal tersebut kemudian menggugah peneliti untuk mengkaji secara lebih
mendalam mengenai “ Motif, Strategi dan pendekatan pendampingan
sosial sebagai bentuk aktualisasi kinerjapendamping dalam
pengembangan potensi dan sumber daya lokal Kelompok Usaha Bersama
( KUBE ). Melalui kajian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana motif
pendampingdalam melakukan pendampingan sosial serta pendekatan
maupun strategi yang digunakan pendamping KUBE dalam
mengembangkan potensi dan sumber daya lokal kelompok usaha
bersama.
3. Relevansi dengan Jurusan Pembangunan Sosial Dan Kesejahteraan
Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan muncul sebagai
jawaban atas persoalan-persoalan dan kondisi sosial yang buruk pada
masa awal kemerdekaan Indonesia. Fokus kajian jurusan ini adalah pada
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
pemberdayaan masyarakat (Community Empowerment), kebijakan sosial
(Social Policy) dan tanggung jawab sosial perusahaan kepada lingkungan
masyarakat (Corporate Social Responsibility). Pembangunan sosial dan
Kesejahteraan adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari
permasalahan sosial yang ada di masyarakat beserta upaya
pemecahannya. Relevansi penelitian ini dengan jurusan Pembangunan
Sosial dan Kesejahteraan adalah dalam hal kebijakan sosial yang
dilakukan Kementerian Sosial RI dengan diberlakukannya Program
Kelompok Usaha Bersama ( KUBE ) sebagai upaya mengembangkan
potensi dan kemandirian secara ekonomi maupun sosial pada masyarakat
miskin melalui adanya pendampingan sosial.
B. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan sebuah isu yang selalu menjadi
permasalahan utama di negara berkembang, salah satunya adalah
indonesia. Dimana isu mengenai kemiskinan selalu terkait dengan
masalah kesejahteraan sosial. Kemiskinan juga sebuah permasalahan yang
bersifat kompleks dan multidimensional, maka dalam mengatasi
permasalahan kemiskinan tidak lepas dari lintas sektoral mencakup
sosial,politik,ekonomi,budaya dan lain-lain. Sehingga secara umum dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa “Masyarakat Miskin” sebagai suatu
kondisi masyarakat yang berada dalam situasi kerentanan,
ketidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidakmampuan dalam
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
menyampaikan harapan-harapannya serta ketidakmampuan dalam
mengakses sumber dan potensi kesejahteraan yang menjadi faktor
dominan terjadinya kemiskinan. Istilah kemiskinan selalu diidentikan
dengan kelompok yang tidak memiliki potensi dan sumber-sumber
kesejahteraan, hal tersebut akan menjadi naif jika kelompok masyarakat
yang dikategorikan sebagai miskin pada dasarnya bukan serta merta tidak
memiliki potensi namun sebaliknya kelompok masyarakat miskin
mempunyai tersebut memiliki keterbatasan dalam mengakses serta
mengelola sumber-sumber dan potensi yang belum disadari mapun yang
sudah disadarinya. Pemberdayaan kemudian hadir sebagai sebuah proses
yang akan membantu kelompok rentan dan lemah dalam menjangkau
sumber-sumber produktif. Proses akan selalu ada di dalam membangun
dan memberdayakan masyarakat. Proses tersebut tidak akan muncul secara
otomatis tanpa adanya pihak luar yang memberikan stimulus. Dalam
konteks pendampingan program pemberdayaan fakir miskin seperti
program KUBE, pihak luar yang memberikan stimulus adalah pendamping
atau fasilitator dengan segala kompetensi yang dimilikinya.
Berbagai strategi dan pendekatan telah diterapkan yang pada intinya
memberikan kemampuan kepada masyarakat miskin untuk lebih berdaya
dan tidak semata-mata mengandalkan bantuan karitatif dari pihak luar (
pemerintah dan masyarakat ). Pada fase awal masyarakat miskin perlu
mendapatkan bantuan dari pihak luar karena memang sumber daya yang
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
dimiliki oleh fakir miskin sangat terbatas. Dengan kata lain bagi
masyarakat yang kurang beruntung , intervensi dari luar merupakan faktor
yang sangat determinan. Salah satu program pemberdayaan fakir miskin
yang dilaksanakan oleh kementerian sosial adalah melalui mekanisme
Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial ( BLPS) dan lembaga keuangan
mikro. Inti program tersebut adalah untuk menyediakan stimulus dan
sumber daya bagi fakir miskin agar mampu berusaha dalam rangka
memperoleh penghasilan dan memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Kemiskinan yang terjadi di daerah pedesaan maupun sekitar
perkotaan seperti daerah pemukiman padat penduduk menjadi hal yang
urgen dan memerlukan penanganan yang serius, tidak terkecuali di kota
Yogyakarta yang merupakan kota budaya sekaligus kota pelajar. Bahkandi
daerah Yogyakarta sudah barang tentu masih terdapat ketimpangan sosial,
permasalahan sosial yang begitu kompleks dan menjadi pekerjaan yang
perlu diselesaikan.
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
Menurut data diatas dapat dipahami bahwa garis kemiskinan
dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya
seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Presentase penduduk miskin, pendidikan ( khususnya angka buta
huruf ), kesehatan ( antara lain angka kematian bayi dan anak balita kurang
gizi ), ketenagakerjaan, dan ekonomi ( konsumsi/kapital ), merupakan 5
sudut dalam meninjau masalah kemiskinan. Pendekatan kebutuhan dasar,
melihat kemiskinan sebagai sesuatu ketidakmampuan seseorang, keluarga,
dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan,
sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih
dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh
rendahnya penguasaan aset dan alat produktif seperti tanah dan lahan
pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung memengaruhi
pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan
secara kaku standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk
membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai
kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan
membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam
masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya
kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan.
Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan
kesejahteraan menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai
kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri
(Stepanek, 1985).
Dewasa ini konsepsi mengenai pemberdayaan telah sering muncul,
baik dalam kalangan akademisi, pemerintah, maupun LSM. Pemberdayaan
merupakan paradigma baru sebagai sebuah antitesis terhadap pendekatan
sebelumnya yang sentralistik dan top-down. Hadirnya paradigma ini
tentunya untuk mengubah kondisi dengan memberikan kesempatan kepada
kelompok miskin untuk ikut serta secara aktif dalam merencanakan dan
melaksanakan program pembangunan yang telah ditentukan. Dengan kata
lain bahwa adanya pemberian kewenangan kepada masyarakat miskin
untuk secara mandiri mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Inilah yang membedakan antara partisipasi masyarakat dengan
pemberdayaan masyarakat. Merebaknya paradigma pemberdayaan sangat
erat kaitannya dengan good governance. Dalam tataran pemerintahan
pendekatan yang paling relevan dalam menjalankan fungsi pembangunan
adalah good governance. Pengertian yang berkembang tentang good
governance, sebagaimana disampaikan oleh bank dunia dalam Mardiasmo
adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang
efisien, penghindaran terhadap kemungkinan salah satu alokasi, investasi,
dan pencegahan korupsi baik yang secara politik maupun administratif,
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal bagi tumbuhnya
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
aktivitas usaha. Dari pengertian ini dapat diambil pengertian mengenai
good governance yaitu upaya untuk menjaga dan meningkatkan citra baik
pemerintah khususnya dalam lingkup pengendalian sistem pembangunan (
Sulistiyani,2004:75-76) .
Namun hal ini berbeda dengan pemikiran UNDP yang lebih
menekankan adanya keberpihakan terhadap masyarakat sipil dalam
penyelenggaraan negara. Dengan kata lain bahwa UNDP memiliki
perspektif mengenai good governance yang menekankan kepada
sharingkekuasaan dan daya kemampuan dalam penyelenggaraan negara.
Dengan begitu, maka UNDP lebih memandang rakyat diposisikan sebagai
pengatur ekonominya, dan sumber-sumber politiknya yang tidak hanya
digunakan sebagai formalitas dan dalam tataran konsep semata namun
juga dalam praksisnya menempatkan rakyat sebagai subyek dalam
pembangunan. Dari kedua pemahaman tersebut, maka dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa langkah yang seharusnya ditempuh adalah
pembentukan keseimbangan peran dan fungsi dalam sistem pemerintahan
dan pembangunan . pemerintah dalam hal ini juga dapat berfungsi sebagai
fasilitator pemberdayaan masyarakat, pemerintah dengan segala
kewenangannya dan kapasitasnya, selayaknya menjadi pihak pemberdaya
yang mampu menciptakan prakondisi, supaya dapat memfasilitasi
berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif. Apa yang diintervensi
dalam masyarakat sesungguhnya lebih kepada kemampuan afektifnya
untuk mencapai kesadaran konatif yang diharapkan. Sentuhan dalam
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran masyarakat
tentang perlunya memperbaiki kondisi untuk menciptakan masa depan
yang lebih baik. Jika kesadaran masyarakat akan kondisi yang dialaminya
tumbuh, maka hal tersebut akan merangsang masyarakat dalam
mengaktualisasikan dirinya untuk kemandirian di lingkungan sosialnya.
Dengan begitu, diharapkan dapat mengantarkan masyarakat untuk sampai
pada kesadaran dan kemauan untuk belajar. Namun di luar itu, hubungan
sinergis antara masyarakat , pemerintah dan swasta menjadi bagian
penting dalam good governance tersebut. Dalam hal ini pemerintah
diposisikan sebagai fasilitator atau katalisator, sedangkan tugas untuk
pembangunan menjadi tanggung jawab seluruh komponen negara
termasuk dunia usaha dan masyarakat. Bentuk ideal relasi yang ingin
diwujudkan adalah “kemitraan” antara pemerintah, masyarakat, swasta,
organisasi massa, organisasi politik, organisasi profesi dan LSM.
Pemerintah dalam perannya sebagai perumus kebijakan –kebijakan
khususnhya dalam pemberdayaan fakir miskin, juga selayaknya mampu
mengidentifikasi secara lebih jauh dan terintegralistik mengenai kebutuhan
serta persoalan yang dihadapi oleh masyarakat yang akan diberdayakan. (
Sulistiyani,2004:76).
Pemberdayaan terhadap masyarakat miskin merupakan sebuah upaya
dalam meningkatkan keterampilan dan kemampuan mereka dalam
mengakses potensi dan sumber daya yang sulit dijangkau, kemudian
dimensi sosial-ekonomi menjadi bagian yang paling penting, dan yang
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
takkalahpentingnyaadalahperanpendamping dalam proses pemberdayaan,
adapun pendampingan merupakan bagian dari strategi pemberdayaan.
Program KUBE yang digulirkan oleh kementerian sosial RI dikemas
dengan melibatkan pendampingan sosial dalam rangka mendayagunakan
berbagai sumber dan potensi serta meningkatkan akses anggota KUBE
dalam mendapatkan pelayanan publik.
Pendampingan sosial dalam program KUBE akan bermakna dan
bersifat representatif, ketika pendamping mampu mengaktualisasikan
dirinya dengan kelompok KUBE yang menjadi klienya melalui sebuah
kerangka kerja dan metode yang terarah dan terukur, karena dapat
dipahami bahwa setiapkelompok KUBE memiliki ciri atau karakteristik
yang berbeda, hal tersebut kemudian dapat mempengaruhi kapabilitas
pendamping dalam membangun relasi dengan Kelompok Usaha Bersama
yang menjadi klienya. Pendekatan dan strategi khusus yang dimiliki oleh
pendamping merupakan bagian dari kompetensi yang dimiliki oleh
pendamping. Kegiatan pendampingan seringkali dilakukan atau
melibatkan dua strategi utama, yakni pelatihan dan advokasi.
Pelatihan dilakukan terutama untuk meningkatkan pengetahuan,
kesadaran, dan kemampuan masyarakat mengenai hak dan kewajibannya
serta meningkatkan keterampilan keluarga dalam mengatasi masalah dan
memenuhi kebutuhan hidupnya. sedangkan advokasi adalah bentuk
keberpihakan pekerja sosial terhadap kelompok yang didampinginya.
Terdapat lima aspek penting yang dapat dilakukan dalam melakukan
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
pendampingan sosial, khususnya melalui pelatihan dan advokasi terhadap
masyarakat, yakni : 1) Motivasi. Masyarakat didorong agar dapat
memahami nilai kebersamaan, interaksi sosial dan kekuasaan melalui
pemahaman akan haknya sebagai warga negara dan anggota masyarakat ;
2) peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan ; 3) Manajemen diri.
Kelompok harus mampu memilih pemimpin mereka sendiri dan mengatur
kegiatan mereka sendiri, seperti melaksanakan pertemuan-pertemuan.
Pada tahap awal pendamping dapat membantu mereka dalam
mengembangkan sebuah sistem. Kelompok juga dapat diberi wewenang
penuh untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut; 4) Mobilisasi
sumber. Merupakan sebuah metode untuk menghimpun sumber-sumber
individual melalui tabungan reguler dan sumbangan sukarela dengan
tujuan menciptakan modal sosial; 5) pembangunan dan pengembangan
jaringan. Pengorganisasian kelompok-kelompok swadaya masyarakat
perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya
membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial
di sekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan
mengembangakan kesempatan dan mengembangkan berbagai akses dan
kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat.
Pentingnya seorang pendamping atau fasilitator dalam mendapatkan
porsi pelatihan dan pendidikan belum intensif dan terarah. Peran seorang
pendamping dalam program pemberdayaan fakir miskin, diharapkan
mampu menstimulus partisipasi masyarakat dalam setiap aspek
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
pembangunan. Pada hakekatnya pembangunan yang diprakarsai oleh
masyarakat sebenarnya dapat dijadikan sebagai referensi untuk
menempatkan masyarakat pada posisi yang seimbang. Pada kenyataanya
masyarakat dalam kondisi yang miskin juga memiliki peran penting dalam
penggalian dana, menyumbangkan pikiran dan tenaga serta waktu. Dan hal
tersebut merupaka wujud partisipasi yang nyata. Dengan kata lain bahwa,
peran pendampingan sosial seharusnya juga mampu membangkitkan
gairah masyarakat yang menjadi fokus dalam program pemberdayaan fakir
miskin untuk merasa mempunyai kewenangan dalam mengembangkan
potensi dan sumber-sumber kesejahteraan yang akan dicapainya.
Pendamping atau fasilitator juga diharapkan mampu menjalin relasi yang
mutualistik antara pemberdaya dan yang diberdayakan, sehingga akan
dapat mencapai tujuan yang lebih optimal. Selain itu , relasi yang sudah
berjalan tersebut diharapkan mampu memudahkan masing-masing dalam
mewujudkan visi dan misinya, dan sekaligus saling menunjang satu sama
lain. Selanjutnya terjadi kesepahaman satu sama lain antara pemberdaya
atau fasilitator dan yang diberdayakan. Sehingga pemerintah melalui
program pemberdayaan fakir miskin perlu menempatkan pendampingan
sosial sebagai aspek yang penting dan juga memposisikan pendamping
sebagai mitra pemerintah dalam mencapai visi dan misi yang saling
menguntungkan. Karena bagaimanapun juga seorang fasilitator juga harus
mempunyai kompetensi dan ikatan emosional dengan yang akan
diberdayakan.Ada beberapa program yang telah di implementasikan oleh
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
Dinas Sosial Propinsi Yogyakarta untuk mengurangi tingkat kemiskinan di
kota Yogyakarta yakni program Kelompok Usaha Bersama ( KUBE).
Program ini ditujukan kepada masyarakat yang tergolong miskin, namun
program KUBE tidak menekankan pada aspek ekonomi semata, melainkan
lebih menekankan pada pengembangan kapasitas dengan tujuan
menanamkan nilai-nilai kewirausahaan dan kebersamaan relasi sosial para
Keluarga Binaan Sosial (KBS). Para Keluarga Binaan Sosial ini bebas
memilih dan menentukan jenis usaha sesuai skill, dan keterampilan
kelompoknya masing-masing. Walaupun pada pelaksanakannya program
KUBE-FM dengan penekanannya pada pemberdayaan fakir miskin sudah
berjalan, namun pada kenyataannya pendekatan dan strategi serta
bagaimana motif pendamping dalam melakukan pendamping sebagai
upaya pengembangan potensi dan sumber daya lokal KUBE belum banyak
dikaji oleh penelitian sebelumnya, maka dari itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian ini.
C. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana Pendekatan dan Strategi Pendampingan Sosial Yang
Dilakukan Oleh PendampingKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013
Dalam Upaya Pengembangkan Potensi dan Sumber Daya Lokal
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
Kelompok Usaha Bersama Di Kelurahan Kricak, Kecamatan
Tegalrejo, Yogyakarta ?
2. Bagaimana Motif yang melatarbelakangi Pendamping Dalam
Melakukan Pendampingan Sosial KUBE Sejahtera Berhati Nyaman
013 Di Kelurahan Kricak, Kecamatan Tegalrejo,Yogyakarta ?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dijalankan dengan tujuan- tujuan yang telah ditetapkan.
Secara spesifik penelitian ini dilakukan dalam dua jenis tujuan, yaitu
tujuan operasional dan tujuan substansial.
Tujuan operasional penelitian ini antara lain :
1. Sebagai prasyarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial
di Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
(Sosiatri), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Gadjah Mada.
2. Untuk memperdalam dan mengembangkan ilmu di Jurusan
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (Sosiatri),
khususnya dalam ranah pengetahuan kesejahteraan sosial
yang berkaitan dengan pendampingan sosial Kelompok
Usaha Bersama ( KUBE ) dalam upaya mengembangkan
potensi dan tanggung jawab sosial Kelompok Usaha
Bersama ( KUBE ).
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
3. Bagi diri sendiri yaitu untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama berada di bangku
kuliah dan membandingkan dengan praktek-praktek di
lapangan.
Tujuan substansial penelitian ini adalah :
1. Dalam melakukan penelitian ini penulis ingin
mengungkapkan bagaimana pendekatan dan strategi serta
motif pendampingan sosial KUBE Sejahtera Berhati
Nyaman 013 terhadap upaya pengembangkan potensi dan
sumber daya lokal kelompok usaha bersama ditengah
intensitas pendampingan yang rendah.
2. Juga secara spesifik penulis ingin menelisik konsistensi
dari pelaksanaan program Kelompok Usaha bersama
melalui pendekatan dan strategi yang digunakan , pada
gilirannya penulis ingin mengetahui motif pendamping
KUBEdalam melakukanpendampingan sosial, sehingga
dapat mengetahui secara lebih lanjut dampak dan pengaruh
dari pelaksanaan pendampingan sosial Kelompok Usaha
Bersama terhadap pengembangan potensi dan sumber daya
lokal Di Kelurahan Kricak, Kecamatan Tegalrejo,
Yogyakarta.
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi pemerintah diharapkan penelitian ini dapat memberikan
kontribusi serta referensi terkait dengan pendekatan dan strategi
pendampingan sosial dalam program pemberdayaan, khususnya
terkait pendampingan sosial dalam program KUBE, kemudian
lebih jauh penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi
mengenai motif pendamping atau fasilitaor dalam pelaksanakan
pendampingan sosial program KUBE.
2. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran terkait dengan
motif pendamping dan pendekatan serta strategi pendampingan
sosial dalam mendorong perkembangan potensi dan sumber daya
lokal kelompok usaha bersama ( KUBE) .
F. Tinjauan Pustaka
Istilah mengenai pendampingan sosial selalu dikaitkan dengan
strategi pemberdayaan masyarakat, hal ini memang sesuai dengan
diadopsinya konsep pendampingan sosial dalam program-program
pemberdayaan fakir miskin. Mengingat bahwa masyarakat miskin bukan
dipandang sebagai seseorang yang tidak mempunyai potensi dan sumber
daya, melainkan seseorang yang mempunyai potensi dan sumber daya,
hanya saja belum disadari dan masih mempunyai kendala untuk
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
mengakses potensi dan sumber daya tersebut. Kemudian, fasilitator atau
pendamping hadir ditengah-tengah keterbasan masyarakat miskin dalam
mengakses sumber dan potensi untuk mencapai kesejahteraan,
pendamping disini mempunyai peran dan pengaruh yang besar terhadap
kliennya untuk secara bersama-sama membuat visi dan misi dalam
mencapai kesejahteraan. Pendamping tidak hanya bertugas sebagai pihak
yang melakukan pemberdayaan secara sepihak, namun pendamping
diharapkan mampu menjalin interaksi yang dinamis dengan kliennya
dalam rangka memecahkan persoalan dan kebutuhan secara efektif dan
representatif. Pendampingan sosial sangat menentukan kerberhasilan
program penanggulangan kemiskinan. Mengacu pada Ife (1995:118)
dalam Edi Suharto (2009:296) , peran pendamping umumnya mencakup
tiga peran utama, yaitu: fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan
peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya.
1. Fasilitator. Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian
motivasi, kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas
yang berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan
mediasi dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus
bersama, serta melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan sumber.
2. Pendidik. Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi
masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan
pengalaman masyarakat yang didampinginya. Membangkitkan
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi, melakukan
konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat adalah
beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik.
3. Perwakilan masyarakat. Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan
interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas
nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Pekerja sosial
dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan,
menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan
membangun jaringan kerja.
4. Peran-peran teknis. Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat
praktis. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi ‘manajer
perubahan” yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu
melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan
dasar, seperti; melakukan analisis sosial, mengelola dinamika
kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, memberi
konsultasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.
Pendamping sebagai fasilitator harus memahami konsep dan
substansi mengenai kemiskinan sehingga harapannya adalah pendamping
memiliki kompetensi atau kemampuan dalam menyusun, melaksanakan,
maupun memonitor dan mengevaluasi program-program pemberdayaan
masyarakat, serta mampu mengidentifikasi kebutuhan dalam
pemberdayaan dan strategi apa yang paling tepat. Dalam hal pemahaman
pendamping sebagai agen pembaharu terhadap substansi kemiskinan
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
struktural diarahkan terlebih dahulu pada agen pembaharu atau
pendamping yang mencakup : (1). Wawasan pengetahuan mengenai
kemiskinan (2). Sikap , kesadaran, dan kepedulian untuk memecahkan
permasalahan kemiskinan (3). Kecakapan dan keterampilan yang dimiliki
sebagai pendukung melakukan pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks
penguasaan substansi kemiskinan akan memberikan gambaran yang baik
atas kemampuan pendamping untuk melaksanakan tugasnya sebagai agen
pemberdaya masyarakat miskin. Bagian penting dari sebuah kinerja
pendamping yaitu berkaitan dengan kamampuan dalam melakukan
manajemen program-program pemberdayaan masyarakat miskin. Apabila
kinerja pendamping baik, maka akan mampu secara produktif,
bertanggung jawab, efisien, responsif dan responsibel dalam melakukan
pendampingan kepada masyarakat dalam konteks pemberdayaan secara
tepat.
Dalam menstimulasi kinerja yang tinggi terhadap agen pembaharu
atau pendamping sosial adalah melalui bagaimana efektivitas dalam
pencapaian tujuan program-program pemberdayaan yang telah
dicanangkan. Serta apakah program-program pemberdayaan tersebut
cukup responsif terhadap kebutuhan masyarakat miskin. Disamping
kelembagaan, manajemen, pemahaman substansi kemiskinan absolut
maupun struktural, pendamping sosial atau agen pembaharu perlu
diberdayakan juga, dalam hal mengembangkan konsep tri daya, yaitu daya
manusia, daya lingkungan, dan daya usaha. Sehingga dengan bekal ini
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
pendamping sosial dapat secara maksimal melakukan pemberdayaan di
lingkungan masyarakat miskin.
Untuk mengkerangkai penelitian yang dilaksanakan, maka peneliti
menggunakan kerangka sebagai berikut :
1. Pendampingan Sosial
Menurut (Suharto, 2005:93) pendampingan sosial merupakan suatu
strategi yang sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan
masyarakat. Sesuai dengan prinsip pekerjaan sosial, yakni membantu orang
agar membantu dirinnya sendiri. Dalam konteks ini peranan pekerja sosial
seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, bukan
sebagai penyempuh atau pemecah masalah (problem solver) secara
langsung. Kegiatan serta proses pendampingan sosial berpusat pada empat
bidang tugas atau fungsi yang dapat disingkat dalam akronim 4P
(Suharto,2005:95),yakni: pemungkinan (enabling) atau fasilitasi,penguatan
(empowering),perlindungan(protecting),&pendukungan(supporting),
Pemungkinan atau Fasilitasi, merupakan fungsi yang berkaitan dengan
pemberian motivasi dan kesempatan bagi masyarakat. Beberapa tugas
pekerja sosial yang berkaitan dengan fungsi ini antara lain menjadi model
(contoh), melakukan mediasi dan negosiasi, membangun konsensus
bersama, serta melakukan manajemen sumber. Penguatan, fungsi ini
berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna memperkuat kapasitas
masyarakat (capacity building).
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
Pendamping berperan juga sebagai agen yang memberi
pendampingan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan
pengalaman masyarakat yang didampinginya. Perlindungan, fungsi ini
berkaitan dengan interaksi antara pendamping dengan lembagalembaga
eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya.
Pekerja sosial dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan
pembelaan, menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat,
dan membangun jaringan kerja. Fungsi perlindungan juga menyangkut
tugas pekerja sosial sebagai konsultan, orang yang bisa diajak
berkonsultasi dalam proses pemecahan masalah. Pendukungan,
pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi manajer perubahan yang
mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-
tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti melakukan
analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi,
bernegosiasi, berkomunikasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.
Kelompok yang tidak berdaya baik karena hambatan internal dari
dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya selalu
digambarkan sebagai masyarakat yang miskin. Pendamping sosial
kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu
memecahkan persoalan yang dihadapi mereka. Pendampingan sosial
dengan demikian dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara
kelompok miskin dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
menghadapi beragam tantangan seperti; (a) merancang program perbaikan
kehidupan sosial ekonomi, (b) memobilisasi sumber daya setempat (c)
memecahkan masalah sosial, (d) menciptakan atau membuka akses bagi
pemenuhan kebutuhan, dan (e) menjalin kerjasama dengan berbagai pihak
yang relevan dengan konteks pemberdayaan masyarakat ( Suharto,
2005:94 )
2. Strategi dan Model Pemberdayaan Pendamping Sosial
Sebelum pendamping sosial atau agen pembaharu melakukan
pemberdayaan dalam program pemberdayaan fakir miskin, tentunya
terlebih dahulu dilakukannya pemberdayaan terhadap agen pembaharu.
Maka untuk memberdayakan organisasi di luar pemerintah perlu
dipikirkan model pemberdayaannya. Sebagaimana sebuah organisasi,
seharusnya memiliki kelembagaan yang kuat, kemampuan manajemen,
sumber daya yang cukup, dan meningkatkan kinerja. Jika meminjam
konsep good governance, maka dalam pemberdayaan organisasi non
pemerintah atau pendamping sosial ini hendaknya bertolak dari capacity
building seperti misalnya pelatihan atau pendidikan khusus bagi
pendamping dalam memperkuat pengetahuannya . Hal ini senada dengan
apa yang diungkapkan oleh Sulistiyani (2004:114-115) , model
pemberdayaan yang dilakukan adalah menyangkut kelembagaan, yang
meliputi efisiensi struktur, fungsi, gaya kepemimpinan yang visioner,
adanya diskresi dalam pengambilan keputusan, fungsionalisasi hubungan
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
dan komunikasi interaktif dalam suatu kaitan cross department. Output
dari pemberdayaan pada level I ini, yaitu berpijak pada permasalahan
kelembagaan adalah berupa organisasi agen pembaharu yang dibentuk.
Sehingga untuk memberikan input atas kinerja pemerintah dalam
melaksanakan pemberdayaan masyarakat. Pada tahap inilah agen –agen
pembaharu atau pendamping sosial mulai dapat diperhitungkan dan
didengar suaranya.
Selanjutnya, pada level II pemberdayaan dapat lebih diarahkan
pada kemampuan manajerial. Hal ini, meliputi kemampuan dalam
melakukan fungsi-fungsi manajemen. Menurut Garson & Overman
orientasi manajemen adalah NPM ( New Public Management ) dalam
organisai diarahkan kepada fungsi-fungsi PAFHIER yang meliputi Policy
Analysis, Finance, Human Relations, Information,External Relations.
Output dari proses pemberdayaan merupakan suatu sistem manajemen
organisasi agen pembaharu yang efisien. Dalam konteks pemberdayaan
masyarakat miskin berkaitan dengan penguatan kemampuan manajemen
yang mencakup kemampuan untuk mengenali, memahami dan
menganalisis kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kemiskinan.
Dengan kata lain bahwa pendamping sosial atau agen pembaharu
hendaknya memiliki sebuah kompetensi yang memadai dalam program
pemberdayaan fakir miskin.
Sebagaimana dijelaskan oleh Spencer & Spencer ( 1993) bahwa
kompetensi seseorang menjadi ciri dasar individu dikaitkan dengan
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
25
standar kriteria kinerja yang efektif dan superior. Dari penjelasan diatas
Spencer berpendapat bahwa kompetensi disamping menentukan perilaku
dan kinerja seseorang juga menentukan apakah seseorang melakukan
pekerjaannya dengan baik berdasarkan standar kriteria yang telah
ditentukan. Selanjutnya jika dikaitkan dengan kompetensi pendamping
sosial, sepatutnya pendamping sosial memiliki karakteristik kompetensi
dalam memberdayakan masyarakat miskin sehingga apa yang menjadi
tujuan dalam pemberdayaan tercapai dan bekerja secara maksimal.
Spencer & Spencer ( 1993:9-11) dalam Tjutju Yuniarsih (2009:23)
menyatakan bahwa ada lima karakteristik kompetensi, yaitu sebagai
berikut :
1) Motif ( Motive ), apa yang secara konsisten dipikirkan atau
keinginan-keinginan yang menyebabkan melakukan
tindakan. Apa yang mendorong perilaku yang mengarah
dan dipilih terhadap kegiatan atau tujuan tertentu. Contoh
motif berprestasi akan memotivasi seseorang secara terus
menerus untuk merancang tujuan yang cukup menantang
serta mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya dan
menggunakan umpan balik untuk menjadi lebih baik.
2) Sifat/ Ciri bawaan ( Trait ) , ciri fisik dan reaksi-reaksi yang
bersifat konsisten terhadap situasi atau informasi. Contoh,
reaksi waktu, luas pandangan yang baik merupakan
kompetensi bagi seorang pilot.
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
26
3) Konsep diri ( Self Concept ), sikap ,nilai, atau self image
dari orang-orang . Contoh, percaya diri, keyakinan bahwa ia
akan efektif dalam berbagai situasi, merupakan bagian dari
konsep dirinya.
4) Pengetahuan ( Knowledge), yaitu suatu informasi yang
dimiliki seseorang khususnya pada bidang spesifik.
Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks.
Biasanya tes pengetahuan mengukur kemampuan untuk
memilih jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa
melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya itu.
5) Keterampilan ( Skill ), kemampuan untuk mampu
melaksanakan tugas-tugas fisik dan mental tertentu.
Spencer & Spencer ( 1993) dalam Tjutju Yuniarsih (2009:26)
secara umum mengelompokkan beberapa kompetensi untuk mencapai
kinerja tinggi. Salah satunya adalah kompetensi mengelola ( Managerial )
yang merupakan bagian dari dampak dan pengaruh yang menunjukkan
keinginan untuk mendapatkan kekuatan yang berpengaruh secara positif
untuk hal-hal yang spesifik. Keinginan yang spesifik ini ditunjukkan
melalui keinginan untuk mengembangkan pihak lain, memimpin yang lain
dan memperbaiki teamwork dan kerjasama. Sedangkan kompetensi
mengelola terdiri dari : a.) kemampuan untuk mendorong pengembangan
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
27
atau proses belajar orang lain b.) kemampuan untuk memerintah dan
mengarahkan orang lain baik karena kemampuan diri maupun karena
kekuasaan jabatannya untuk melakukan sesuatu sesuai dengan sasaran
organisasi c.) kemampuan dan kemauan bekerjasama dengan orang lain
dalam suatu kelompok kerja atau menjadi bagian dari suatu kelompok
kerja d.) kemampuan dan kemauan untuk berperan sebagai pemimpin
kelompok, biasanya ditujukan dalam otoritas formal.
Dalam meningkatkan kompetensi KUBE, maka dibutuhkan
pendidikan dan pelatihan. Menurut Tjutju Yuniarsih (2009:36-38) Secara
konseptual, pendidikan dan pelatihan merupakan penciptaan suatu
lingkungan dimana seseorang dapat memperoleh atau mempelajari sikap,
kemampuan, keahlian, pegetahuan, perilaku yang spesifik yang berkaitan
dengan pekerjaan. Progam mengenai pendidikan dan pelatihan pada
dasarnya dirancang untuk mendapatkan kualitas sumber daya manusia
yang baik dan siap untuk berkompetensi di pasar. Dari hasil proses belajar,
pelatihan adalah proses memberikan atau meningkatkan kemampuan dan
keterampilan serta menanamkan atau menyesuaikan sikap kepada
seseorang. Untuk memutuskan atau menetapkan cara yang tepat dalam
melaksanakan pelatihan , perlu identifikasi penyebab-penyebab terjadinya
penurunan kinerja seseorang. Ada tiga faktor seseorang mempunyai
kinerja rendah atau kurang memuaskan, yaitu :
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
28
Kinerja seseorang rendah dapat disebabkan oleh
kekurangmampuan yang diperlukan untuk menyelesaikan
pekerjaan.
Kurang memuaskan juga disebabkan oleh kurangnya usaha
dari seseorang yang bersangkutan.
Kondisi yang kurang menguntungkan. Pada situasi dan
kondisi yang kurang menguntungkan, dapat saja kinerja
seseorang menjadi tidak memuaskan, misalnya terlau
banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu
yang terbatas.
Pelatihan merupakan salah satu faktor dalam mengembangkan
sumber daya manusia. Dengan pelatihan saja tidak menambah
pengetahuan karyawan, tetapi juga meningkatkan keterampilan yang
mengakibatkan peningkatan produktivitas kerja. Pengertian pendidikan
menurut Soekidjo Notoatmodjo (1992:96) adalah suatu proses
pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang
bersangkutan.Sedangkan menurut Heidjrachman R(1992:228), pendidikan
adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang,
termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan
memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan
dalam menapai suatu tujuan. Menurut Siagian (1983:92), pengertian
pendidikan adalah keseluruhan proses, tekhnik dan metode belajar
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
29
mengajar dalam rangka mengalihkan suatu pengetahuan dari seseorang
kepada orang lain sesuai dengan standart yang telah ditetapkan. Menurut
Nitisemito (1983:62) pengertian pelatihan atau training adalah suatu
kegiatan dari organisasi dalam mengembangkan sikap, tingkah laku,
keterampilan dan pengetahuan dari seseorang, sesuai dengan keinginan
organisasi yang bersangkutan.
Segala sesuatu yang berupa kegiatan, pasti mempunyai tujuan yang
ingin dicapai, begitu juga dengan sebuah organisasi, pasti mempunya
tujuan-tujuan yang diaktualisasikan dalam tindakan-tindakan nyata.
Tujuan tersebut berkaitan erat dengan jenis organisasi. Susilo Martoyo (
1985:54) menyatakan bahwa tujuan pendidikan dan pelatihan adalah
memperbaiki tingkat efektivitas kegiatan karyawan dalam mencapai hasil-
hasil yang telah ditetapkan. Menurut Nitisemito ( 1992:117), bahwa tujuan
dari pendidikan dan pelatihan adalah :
a. pekerjaan diharapkan dapat diselesaikan dengan lebih cepat
dan baik.
b. Tanggung jawab diharapkan lebih besar.
c. Kekeliruan dalam pekerjaan diharapkan berkuran.
d. Kelangsungan organisasi diharapkan lebih terjamin.
Tujuan dalam pendidikan dan pelatihan juga terkait dengan proses
dalam merancang pelatihan, sedangkan Noe ( 2005:6) mengemukakan
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
30
bahwa ada tujuh tahap dalam proses perancangan agar pelatihan efektif.
Pada tahap pertama adalah mengadakan penilaian terhadap kebutuhan.
Tahap kedua adalah memastikan bahwa seseorang memiliki motivasi dan
keahlian dasar yang diperlukan dalam pelatihan. Tahap ketiga adalah
menciptakan lingkungan belajar. Tahap keempat adalah memastikan
bahwa peserta mengaplikasikan isi dari pelatihan dalam pekerjaannya.
Tahap kelima adalah mengembangkan rencana evaluasi yang meliputi
identifikasi hal yang mempengaruhi hasil yang diharapkan dari pelatihan (
seperti perilkau, pembelajaran, keahlian), memilih rancangan evaluasi
yang memungkinkan untuk menentukan hal yang berpengaruh terhadap
hasil dari pelatihan, dan perencanaan untuk menunjukkan bagaimana
pelatihan mempengaruhi “ bottom line” ( menggunkan cost-benefit
analysis untuk menetukan manfaat moneter yang dihasilkan dalam
pelatihan ). Taha keenam adalah memilih metode pelatihan berdasarkan
tujuan pembelajaran dan lingkungan pembelajaran. Tahap terakhir adalah
mengevaluasi program dan membuat perubahan atau revisi pada tahapan
awal agar supaya dapat meningkatkan efektivitas dari pelatihan.
3. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dalam Pendampingan Sosial
Topik ini menjadi menarik, ketika Pekerja sosial masyarakat (PSM)
masih menjadi sesuatu yang asing bagi masyarakat, bahkan akademisi.
Padahal pekerja sosial mempunyai definisi yang jelas yaitu seseorang yang
mempunyai keahlian dan pengetahuan dalam bidang kesejahteraan sosial,
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
31
namun karena kurangya sosialisasi dan ketidaktahuan publik terhadap
pekerjaan sosial yang sudah menjadi suatu disiplin ilmu , menjadi asing
ketika PSM masih belum banyak dikenal. Kemudian daripada itu, peran
pekerja sosial masyarakat menjadi suatu yang perlu dan penting, ketika
banyak program-program kemiskinan yang dikeluarkan oleh pemerintah
dengan tegas menyebutkan bahwa peran PSM sangat dibutuhkan dalam
melakukan intervensi terhadap proses pemberdayaan kelompok-kelompok
rentan dalam masyarakat. Mengacu pada Ife ( 2006:559-578) tentang
peran dan keterampilan pekerja sosial masyarakat dalam memfasilitasi,
bahwa pada dasarnya pekerja masyarakat dapat menggunakan beragam
teknik untuk memudahkan sebuah proses, yang secara efektif menjadi alat
yang mempercepat aksi dan membantu kelancaran proses. Dalam kategori
ini, sejumlah peran spesifik ditemukan. Hal tersebut adalah sebagai
berikut:
a) Semangat sosial
Menjadi suatu komponen penting dari praktik yang dilakukan oleh
pekerja sosial masyarakat ; yaitu kemampuan
menginpirasi,mengantusiasi, mengaktivasi, menstimulasi, menggerakkan
dan memotivasi orang lain untuk melakukan tindakan. Dalam konteks
ini, antusiasme juga menjadi salah satu komponen yang paling penting
dalam mendorong terjadinya semangat sosial. Antusiasme yang dimiliki
oleh pekerja sosial masyarakat sebagai sesuatu yang alami dan tidak
dibuat-buat, maka hal ini memiliki tendensi untuk menular ke yang
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
32
lainnya, sedangkan antusiame yang palsu akan cenderung berlalu dan
tidak akan menural kepada yang lainnya. Jika seorang pekerja sosial
terlihat tulus, terpercaya, konsisten dan tidak menipu dalam melakukan
kesepakatan dengan orang lain, maka hal tersebut akan banyak
membantu dalam memainkan peran sukses sebagai semangat.
b) Mediasi dan Negosiasi
Keahlian mediasi dan negosiasi sangat dibutuhkan oleh pekerja
sosial dalam melakukan pendampingan atau pemberdayaan pada
masyarakat. Sebagai mediator berarti pekerja sosial harus mampu
merefleksikan berbagai pandangan dari kedua belah pihak ( saat terjadi
konflik ) , maka dalam kondisi seperti ini pekerja sosial masyarakat harus
dalam posisi netral. Sedangkan negosiasi lebih kepada peran pekerja
sosial masyarakat dalam mengintervensi sebuah isu tanpa harus berpihak
pada satu sisi, untuk mengakui berbagai pandangan yang berbeda, dan
pada akhirnya mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.
c) Dukungan
Salah satu peran penting bagi seorang pekerja sosial masyarakat
adalah menyediakan dukungan bagi orang-orang yang terlibat dalam
berbagai struktur dan aktivitas masyarakat. Menyediakan diri ketika
mereka membutuhkan sesuatu untuk membicarakan suatu hal, atau
menanyakan berbagai pertanyaan, dan lain sebagainya. Hal ini juga
mencakup bagaimana pekerja masyarakat dalam menyediakan diri dan
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
33
dapat dihubungi dengan mudah oleh orang-orang, serta mempersiapkan
diri untuk menghabiskan waktu dengan orang-orang secara tidak formal.
d) Membangun konsensus
Membangun konsensus merupakan sebuah perluasan dari proses
mediasi. Untuk membangun konsensus, seorang pekerja masyarakat
perlu memiliki berbagai keterampilan dalam mendengarkan,empati,
membingkai kembali dan berkomunikasi. Lebih dari itu, sebuah
konsensus itu mewakili suatu persetujuan atas tujuan dari tindakan, yang
setiap orang telah ditentukan akan menjadi bagian yang terbaik dengan
memperhatikan dan menghormati perbedaan pandangan dalam sebuah
kelompok.
e) Fasilitasi Kelompok
Berbagai kelompok, tempat seorang pekerja sosial masyarakat akan
terlibat termasuk berbagai tindakan kelompok, rekreasi kelompok, self-
help kelompok, dan bentuk-bentuk pengambilan keputusan lokal.
Adapundalam memfasilitasi kelompo, seorang pekerja masyarakat agar
dapat beroperasi dengan efektif, maka diperlukan keterampilan seperti
halnya mendorong orang lain untuk mengambil peran leadership dan
fasilitasi serta menafsirkan dan menggambarkan apa yang telah dikatakan
sehingga semua anggota kelompok dapat memahaminya.
f) Pemanfaatan berbagai keterampilan dan sumber daya
Peran memfasilitasi lain yang penting bagi seorang pekerja sosial
masyarakat adalah mengidentifikasi dan memanfaatkan berbagai
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
34
keterampilan dan sumber daya yang ada bersama masyarakat atau
kelompok. Penting juga bagi seorang pekerja sosial masyarakat untuk
memiliki sebuah pemahaman yang baik mengenai apa yang tersedia
dalam masyarakat ( apakah itu keuangan, keahlian, bahan-bahan
mentah,produk-produk yang dibuat ). Pada kenyataanya pekerja sosial
masyarakat hanya menghubungkan orang dengan orang lain atau
berbagai sumber daya atau fasilitas, namun tidak seorang pun yang
berpikir untuk memanfaatkan kegunaannya secara konkret.
g) Mengorganisasi
Mengorganisasi berarti peran pekerja sosial masyarakat dalam
mengatur. Hal tersebut berarti bagaimana melibatkan kemampuan untuk
berpikir melalui apa yang butuh diselesaikan tanpa harus melakukannya
seorang diri untuk memastikan itu semua terjadi.
h) Komunikasi Pribadi
Seorang pekerja sosial masyarakat tidak hanya membutuhkan
kemampuan dalam mengorganisasi atau dalam manajemen, kemampuan
lain yang harus dimiliki oleh pekerja sosial masyarakat adalah
kemampuan interpersonal. Kemampuan seorang pekerja masyarakat
dalam berkomunikasi juga memelukan kapasitas, salah satunya adalah
menganjurkan orang lain untuk bercermin pada berbagai implikasi dari
apa yang telah didiskusikan, sadar terhadap berbagai desakan dan
prioritas waktu pribadi orang lain.
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
35
Adapun untuk memperkuat pendamping diatas, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Miftachul Huda ( 2009:15 ) menyebutkan bahwa The
National Association Of Social Workers ( NASW ) pekerjaan sosial
mempunyai empat tujuan yaitu Pertama, meningkatkan kapasitas
masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya, menanggulangi dan secara
efektif dapat menjalankan fungsi sosialnya. Kedua, menghubungkan klien
dengan jaringan sumber yang dibutuhkan. Dalam hal ini pekerjaan sosial
mempunyai fungsi strategis dalam advokasi sosial. Ketiga, meningkatkan
kinerja lembaga-lembaga sosial dalam pelayanannya agar berjalan secara
efektif. Keempat mendorong terciptanya keadilan sosial melalui
pengembangan kebijakan sosial yang berpihak. Maka pada penjelasan
diatas, pekerjaan sosial juga mempunyai peran penting dalam pendampingan
sosial yang dimana pada saat ini PSM banyak dilibatkan secara langsung
pada proses pengembangan program-program pengentasan kemiskinan yang
telah dicanangkan oleh pemerintah. Pendampingan sosial juga erat kaitannya
dengan tujuan PSM tersebut.
4. Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Edi Suharto ( 2005:57) Pemberdayaan merupakan istilah
yang sering muncul terkait dengan pembangunan kesejahteraan sosial
masyarakat ,pengertian pemberdayaan mengacu kepada makna yaitu
memberi kekuasaan dan daya, dalam konteks pendampingan maka
fasilitator atau pendamping secara bersama-sama mengkonseptualisasi
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
36
permasalahan dan kebutuhan yang dihadapi oleh anggota KUBE dengan
memberikan kekuatan serta memberikan kewenangan kepada kelompok
usaha bersama. Sedangkan dalam pengertian lain pemberdayaan diartikan
sebagai upaya dalam memberi kemampuan atau keberdayaan. Sedangkan
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment),
berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide
utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan.
Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat
orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan
minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan
berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini menjelaskan bahwa
kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah.
Kekuasaan sesungguhnya tidak terbatas pada pengertian di atas. Kekuasaan
tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi
sosial antar manusia. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu,
kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman
kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan
kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan
terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) Bahwa
kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah,
pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; dan (2) Bahwa
kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian
kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis. (SMERU dalam Suharto
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
37
dkk, 2004). Sementara itu, di dalam berbagai literatur pembangunan, konsep
pemberdayaan memiliki pengertian dan perspektif yang lebih luas. Andrew
Pears dan Michael Stiefel, mengatakan bahwa menghormati kebhinekaan,
kekhasan lokal, dekosentrasi kekuasaan, dan peningkatan kemandirian
merupakan bentuk-bentuk pemberdayaan partisipatif. Bertolak dari paparan
diatas bahwa dapat disimpulkan pemberdayaan merupakan pemberian
kewenangan, otoritas, kepada suatu kelompok masyarakat yang lemah dan
rentan sebagai upaya meningkatkan kemandirian dan penguatan potensi
lokal.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat ada beberapa hal yang
perlu dilakukan, seperti pertama perlu meningkatkan kesadaran kritis atau
posisi masyarakat dalam struktur sosial maupun politik. Hal ini berangkat
dari pendamping bahwa sumber kemiskinan berasal dari konstruksi sosial
yang ada dalam masyarakat itu sendiri. selanjutnya kesadaran kritis yang
muncul diharapkan dapat membuat suatu keputusan dan perspektif sendiri
dalam memenuhi kebutuhannya. Kemudian, dalam peningkatan kapasitas
juga perlu dipahami, bahwa masalah kemiskinan bukan sekedar persoalan
kesejahteraan sosial, akan tetapi juga terkait oleh faktor politik, budaya,
ekonomi. Kemudian, pemberdayaan juga perlu mengkaitkan dengan
pembangunan sosial dan budaya masyarakat.
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
38
5. Potensi dan Sumber Daya Lokal
Menurut Soetomo (2012:117-120) Potensi dalam konteks
pembangunan sosial, memiliki makna bahwa segala sesuatu baik dalam
bentul laten maupun manifes yang mempunyai peranan nyata dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan itu baik disadari
maupun tidak, pada dasarnya masyarakat mempunyai sebuah sumber-
sumber dan potensi kesejahteraan, baik dalam bentuk potensi alam, sumber
daya manusia, maupun lingkungan sosialnya. Dalam konteks ini sumber
daya sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat. Sebagai potensi memang
tidak secara otomatis mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal,
maka diperlukan upaya untuk mengubah resources yang bersifat potensial
menjadi aktual dalam bentuk pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya
yang tersedia. Dengan kata lain bahwa makin banyaknya sumber daya yang
mamupu dimanfaatkan dan diolah secara maksimal dapat berkontribusi
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu agar dapat
menjembatani antara potensi, sumber, daya dan peluang di satu pihak
dengan kebutuhan masyarakat dalam upaya peningkatan kesejahteraan di
lain pihak, diperlukan paling tidak tiga hal. Pertama, dilakukannya
identifikasi kebutuhan masyarakat yang juga terus menerus mengalami
perkembangan sejalan dengan perkembangan masyarakat. Disamping
merupakan respons masyarakat tuntutan dinamika perubahan yang terjadi,
dengan adanya kemampuan dalam identifikasi kebutuhan diharapkan
kompetensi masyarakat dapat menjadi meningkat dalam konteks
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
39
membandingkan kondisi terkini dengan kondisi ideal sesuai visi masyarakat.
Dengan dilakukannya identifikasi kebutuhan secara terus menerus
masyarakat akan menjadi dinamis, karena dilakukan sejalan dengan tuntutan
perkembangan yang terjadi. Sebaliknya, jika tidak dilakukannya identifikasi
kebutuhan maka masyarakat akan menjadi statis, karena tidak adanya
inisiatif dan kesadaran dalam melihat kebutuhan yang diperlukan untuk
mencapai penghidupan yang layak.
Menurut Soetomo (2012:119) tanpa adanya identifikasi terhadap
potensi dan sumber daya, yang akan terjadi hanyalah potensi yang tidak
teraktualisasikan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam
mengidentifikasi potensi dan sumber daya perlu melihat secara
komperehensif baik dari sumber daya alam, sumber daya manusia,
maupun sumber daya sosial. Dalam pendekatan yang berbasis dinamika
internal, identifikasi sumber daya sosial atau sering juga disebut modal
sosial tidak kalah pentingnya dengan dua sumber daya yang lain, hal ini
disebabkan karena pembangunan yang berbasis dinamika internal adalah
suatu proses perubahan yang mengandalakan dorongan energi internal
serta potensi dan sumber daya yang ada. Adapun untuk menjembatani
antara potensi , sumber daya dan peluang di satu pihak dengan kebutuhan
masyarakat dalam upaya peningkatan kesejahteraan di lain pihak, Menurut
Soetomo (2012:118-119) diperlukan paling tidak tiga hal yaitu :
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
40
a) Identifikasi kebutuhan masyarakat masyarakat yang juga
terus menerus mengalami perkembangan sejalan dengan
perkembangan masyarakat.
b) Identifikasi potensi, sumber daya dan peluang yang juga
selalu berkembang, karena tanpa adanya identifikasi maka
kebutuhan masyarakat tidak akan dapat teraktualisasikan.
c) Proses dan upaya untuk mencari cara yang lebih
menguntungkan dalam memanfaatkan potensi dan sumber
daya yang ada.
Adapun proses dalam upaya memanfaatkan potensi dan sumber daya
yang ada adalah melalui proses belajar sosial dan proses adaptasi dengan
lingkungannya, masyarakat menemukan cara dan pengetahuan lokal
tentang pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya ini. Dengan demikian
proses dan prosedur dalam upaya pemenuhan kebutuhan dengan
memanfaatkan sumber daya dan potensi yang ada, menggunakan
pendekatan dan metode berdasarkan konstruksi masyarakat sendiri.
identifikasi potensi dan sumber daya yang ada, pada dasarnya merupakan
upaya untuk mengubah laten menjadi manifes maupun cara untuk
memanfaatkan sumber daya sehingga lebih memberikan manfaat bagi
peningkatan kondisi kehidupannya terjadi melalui proses belajar. Sehingga
potensi yang pada awalnya belum didasari menjadi didasari sebagai
pemenuhan kebutuhan. Proses tersebut terjadi seiring adanya interaksi dan
adaptasi dengan lingkungannya baik sosial maupun alam. Pada dasarnya
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
41
kesadaran akan potensi dan sumber daya akan memberikan kontribusi
dalam memelihara dan memupuk kebermanfaatan sumber daya itu sendiri.
semakin merasakan dan menyadari kemanfaatannya semakin kuat
dorongan untuk melestarikan dan mengembangkannya. Sehingga
masyarakat tidak hanya sampai pada tahap menyadari dan memanfaatkan
sumber daya saja, namun bagaimana masyarakat memupuk dan
memeliharanya melalui konstruksinya sendiri. potensi sumber daya laten,
pada dasarnya potensi yang ada, namun belum disadarinya dan
diketahuinya. Oleh karena itu tujuan dari identifikasi potensi tersebut
adalah untuk menjadikan potensi menjadi disadari dan dikembangkan
melalui proses adapatsi terhadap sumber daya tersebut. Kesadaran akan
keberadaan dapat didorong oleh adanya keinginan akan berbagai
kebutuhan yang perlu dipenuhi serta berbagai persoalan yang
membutuhkan pemecahan. Sehingga masyarakat menjadi aktif dalam
mencari sumber dan potensi yang ada pada dalam dirinya. Kesadaran akan
potensi juga tidak sepenuhnya berawal dari masyarakat itu sendiri, namun
juga perlui distimulus oleh pihak eksternal dalam hal ini adalah fasilitator
atau pendamping. Dengan adanya pendamping diharapkan masyarakat
juga mampu merespons dengan baik akan tujuan dari hadirnya seorang
fasilitator. Maka oleh sebab itu, potensi juga mampu menjadi media
interaksi antara pendamping dan masyarakat dalam proses belajar antara
yang satu dengan yang lainnya.
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
42
6. Pertukaran Sosial
Mengacu pada Peter M. blau dalam teori pertukaran bahwa individu
melakukan interaksi dengan terlibat banyak dalam kegiatan yang bersifat
altruistik pada dasarnya tidak sepenuhnya dilandasi oleh ketulusan,
melainkan terdapat maksud terselubung yang individu tersebut inginkan di
dalamnya. Maksud ini dijelaskan dalam dua bagian motif ; pertama yang
bersifat ekstrinsik seperti halnya keinginan untuk mendapatkan pujian.
Kedua motif yang bersifat intrinsik, yaitu lebih kepada mendapatkan
pengaruh sosial, penghargaan sosial, adanya sebuah rasa bahagia dan
kepuasaan. Dengan demikian, ketika merujuk kepada tinjauan teoritis yang
dijelaskan oleh Peter Blau maka interaksi sosial sarat akan hubungan
timbal balik antara individu maupun kelompok. Proses pertukaran sosial
terjadi berawal dari self interest, menumbuhkan kepercayaan dalam relasi
sosial melalui pengembangan karakter yang bertahap dan berulang.
Kekuatan utama yang mendorong individu bersama adalah social
attraction. Blau berpendapat bahwa sebuah kelompok dapat menawarkan
imbalan yang tinggi, dari imbalan tersebut akan memperkuat ikatan sosial.
Dalam banyak hal pada tahap-tahap awal dalam hubungan intrinsik
individu sering melakukan perbandingan antara satu teman dengan teman
yang lainnya yang potensial untuk pertukaran. Hal ini menunjukkan bahwa
pada tahap-tahap awal daya tarik untuk mengadakan pertukaran lebih
bersifat ekstrinsik. Dengan kata lain bahwa reward yang diinginkan tidak
secara intrinsik melekat pada seorang teman tertentu.
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
43
Proses dari social attraction menuju pada proses pertukaran sosial, dengan
tahapan sebagai berikut :
1. Individu atau kelompok yang menerima pelayanan dari orang lain
merasa memiliki hutang dan berkewajiban untuk membayar kembali.
2. Pelayanan yang bermanfaat yang diterima seseorang dari pihak lain
adalah pelayanan yang membuatnya merasa berkewajiban untuk
membalasnya.
3. Wujud penghormatan dari pihak yang menerima layanan adalah dalam
bentuk pelayanan yang memiliki keuntungan sebagai ganti pada pihak
pemberi layanan.
4. Kedua pihak masing-masing memberikan supplay layanan yang
nilainya lebih dari yang diterima untuk menyediakan insentif dan
menghindari dari kewajiban untuk membalas budi.
5. Sejumlah keuntungan besar yang diterima dari masing-masing pihak,
maka mereka butuh upaya lebih jauh untuk mencegah pertukaran sosial
tersebut berhenti.
Pertukaran sosial yang dimaksudkan dalam teori blau adalah
terbatas pada tindakan-tindakan yang tergantung dari reaksi-reaksi
penghargaan dari orang lain dan berhenti apabila reaksi-reaksi yang
diharapkan tersebut tidak kunjung muncul. Bentuk pertukaran sosial yang
dimaksudkan oleh blau dapat bersifat pertukaran sosial langsung maupun
tidak langsung. Dalam konteks pertukaran sosial langung maka orang
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
44
melakukan pertukaran didasarkan pada transaksi-transaksi pertukaran
sosial yang seimbang maupun tidak seimbang.
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
45
G. Kerangka Pemikiran
Keterangan : Fokus penelitian Alur fokus penelitian
Masih banyak anggota KUBE 013 yang belum memiliki keterampilan dan pengetahuan terkait manajemen usaha.
KUBE sejahtera berhati nyaman 013 kampung jatimulyo terbentuk pada tahun 2010
Rangkap pekerjaan dari pendamping KUBE yang juga sebagai petugas TKSK ( tenaga kerja sosial kecamatan ) dan sebagai pendamping USEP ( usaha ekonomi produktif ) provinsi DIY.
Rendahnya Inisiatif anggota KUBE 013 dalam mendapatkan keterampilan dan pelatihan serta rendahnya kemampuan pendamping dalam hal manajemen usaha.
Masih kurangnya pelatihan terhadap pendamping KUBE yang hanya dilakukan selama 3 hari. Rendahnya intensitas pendampingan terhadap KUBE Sejahtera berhati nyaman 013.
Adanya reward motif yang simetris antara pendampingdengan anggota KUBE sejahtera berhati nyaman 013 , adanya pendekatan secara personal dan adanya kecenderungan pendamping melakukan pendampingan untuk mendapatkan penghargaan sosial dari lingkungannya.
Bertahan dan berkembangnya KUBE sejahtera berhati nyaman 013 ditengah KUBE lain dikelurahan kricak yang mengalami stagnasi
PERAN PENDAMPING DALAM PENGEMBANGAN POTENSISUMBER DAYA LOKAL KUBE ( Studi tentang motif, pendekatan dan strategi pendampinganKUBE Sejahtera Berhati Nyaman 013 Kelurahan Kricak,Yogyakarta )ARIF SETYO UTOMOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/