BAB I PENDAHULUAN -...
-
Upload
vuongkhanh -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang cukup luas
dimana sebagian wilayahnya merupakan wilayah perairan. Wilayah pesisir
menjadi penting karena merupakan pertemuan antara ekosistem daratan dan
ekosistem lautan. Ekosistem wilayah pantai berkarakteristik unik dan khas dan
merupakam wilayah yang memiliki produktivitas hayati, intensitas sifat ekologi
yang dinamis serta memiliki potensi ekonomi bahkan pariwisata. Salah satu
kekayaan hayati pada ekosistem pesisir ini adalah hutan mangrove. Hutan
mangrove memiliki banyak manfaat bagi kehidupan, diantaranya sebagai tempat
bertelur bagi ikan, memberikan sumber kayu bakar dan sebagai penahan abrasi
ombak dan angin (Christanto, 2010).
Kawasan mangrove di Cilacap berbatasan dengan Segara Anakan. Segara
Anakan merupakan wilayah ekosistem Estuaria yaitu Estuaria Laguna Segara
Anakan. Menurut LIPI (Oseanografi) kawasan ini merupakan ekosistem produktif
yang setara dengan hutan hujan tropik dan terumbu karang, karena perannya
adalah sebagai sumber zat hara, memiliki komposisi tumbuhan yang beragam
sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun, serta sebagai
tempat terjadinya fluktuasi permukaan air akibat aksi pasang surut. Segara
Anakan menpunyai banyak keanekaragaman hayati yang tinggi dan memiliki
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
kepentingan ekologi yang sangat besar. Hilangnya kawasan ini tentu akan
membawa implikasi ancaman ekonomi dan kerusakan lingkungan yang fatal
(PEP-LIPI, 2001).
Salah satu keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Segara Anakan
adalah Kawasan Hutan Mangrove yang merupakan kawasan mangrove terluas di
Jawa. Menurut Wakil Administratur Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH)
Banyumas Barat, Hilman Firmansyah, sejak tahun 2000 kawasan hutan mangrove
di Segara Anakan, Cilacap mengalami alih fungsi lahan, hampir 4.000 hektar
hutan mangrove beralih fungsi menjadi lahan pertanian dan juga telah beralih
fungsi menjadi areal tambak, permukiman, serta kayu mangrove yang ditebang
untuk dimanfaatkan menjadi bahan bakar (Perum Perhutani, 2000).
Ekosistem hutan mangrove bersifat sangat peka dan rawan terhadap
gangguan aktivitas manusia, maka pengrusakan terhadap ekosistem hutan
mangrove bukan saja hanya akan mengakibatkan terjadinya erosi pantai namun
juga penurunan kesuburan dan produktivitas perikanan, dikarenakan ekosistem
hutan mangrove sendiri adalah sebagai tempat habitat alami ikan. Kepala Badan
Pengelola Kawasan Segara Anakan, Supriyanto menjelaskan bahwa pada tahun
1974, luas hutan mangrove di Segara Anakan yaitu 15.551 hektar, tahun 1978
menyusut menjadi 10.975 hektar, tahun 1994 kembali menyusut menjadi 8.975
hektar, dan tahun 2003 hanya sekitar 8.359 hektar. Menurut Supriyanto hutan
mangrove di laguna Segara Anakan ini diperkirakan akan terus menyusut (Kantor
Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (KPSKSA) Kabupaten Cilacap,
2009).
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
Kawasan hutan mangrove sangat rentan terhadap kerusakan dan menjadi
sasaran untuk dijadikan kegiatan eksploitasi sumberdaya alam serta degradasi
lingkungan yang dikarenakan tuntutan pembangunan yang cenderung
menitikberatkan bidang ekonomi, hal ini dikarenakan kawasan hutan mangrove
mempunyai kemampuan daya dukung (carrying capacity) dan kemampuan
alamiah untuk memperbaharui (assimilative capacity) serta kesesuaian
penggunaan lahannya. Pertumbuhan penduduk kian tinggi, kebutuhan akan lahan
sangatlah besar. Para penduduk yang berada di wilayah permukiman di sekitar
kawasan perairan Segara Anakan meliputi Desa Ujungalang, Desa Ujunggagak,
Desa Klaces dan Desa Panikel yang masuk dalam Kecamatan Kampung Laut,
mereka berbondong-bondong untuk memanfaatkan lahan mangrove yang
mempunyai manfaat cukup besar untuk diperoleh keuntungan ekonomis, seperti
pembukaan areal mangrove untuk permukiman, tambak, dan pertanian. Semakin
besarnya manfaat/keuntungan ekonomi yang diperoleh maka akan semakin besar
pula kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkannya (Kantor Pengelola
Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (KPSKSA) Kabupaten Cilacap, 2009).
1.2. Perumusan Masalah
Kawasan mangrove di Segara Anakan mengalami penyusutan dari luas
areal mencapai 15.000 hektar pada tahun 1984, dan kini hanya tersisa 8.000
hektar (Kantor Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (KPSKSA)
Kabupaten Cilacap, 2009). Keadaan Laguna Segara Anakan semakin memburuk
dengan adanya penyusutan luasan hutan mangrove yang menyebabkan peran
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
mangrove sebagai mata rantai yang sangat penting dalam memelihara
keseimbangan biota laut, air payau, dan burung air yang menumpangnya
berkurang. Berkurangnya luasan hutan mangrove menjadi faktor penyebab utama
menurunnya jumlah tangkapan ikan di daerah pesisir dan menyebabkan hilangnya
mata pencaharian nelayan setempat. Permasalahan ini dapat mengancam sektor
perikanan laut di Cilacap. Jika hal ini dibiarkan, maka Indonesia akan mengalami
kerugian besar dengan kehilangan satu ekosistem yang luar biasa dan unik.
Kegiatan manusia yang berada di dalamnya merupakan faktor terbesar
terjadinya penyusutan hutan mangrove. Masyarakat pesisir kawasan Segara
Anakan melakukan penebangan liar karena alasan kondisi ekonomi yaitu dengan
membuka areal untuk pertambakan, pertanian, permukiman serta pemanfataan
kayu mangrove sebagai material bangunan dan bahan baku arang untuk kebutuhan
industri. Jenis industri yang sedang berlangsung di kawasan Segara Anakan ini
adalah industri gula kelapa yang membutuhkan banyak bahan kayu bakar.
Sedimentasi atau pendangkalan yang terus menerus terjadi di kawasan Segara
Anakan membuat para nelayan kehilangan banyak habitat biota laut sehingga
tingkat penangkapan ikan menurun. Produksi perikanan akan menurun karena
faktor tidak adanya lagi hutan mangrove sebagai penyangga kehidupan biota laut
di perairan di bawahnya (Arief, 2003).
Pertumbuhan penduduk yang mulai tinggi di kawasan Segara Anakan ini
serta kebutuhan akan mencari keuntungan ekonomi akhirnya mengakibatkan
konversi mangrove, sehingga meningkatkan kebutuhan akan lahan dengan
memanfaatkan kawasan hutan mangrove menjadi lahan non mangrove. Konversi
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
lahan hutan mangrove ini perlu diketahui dan dianalisis karakteristik konversi
hutan mangrovenya yang meliputi luas perubahan hutan mangrove menjadi lahan
non mangrove. Laju percepatan perubahan hutan mangrove yang terjadi dan jenis
perubahan penggunaan lahan apa saja yang terjadi di kawasan hutan mangrove
ini. Dampak yang terjadi akibat konversi mangrove pada kawasan ini juga tidak
kalah penting untuk dikaji dari masalah sosial dan ekonominya serta kaitannya
dengan produksi perikanan.
Perlunya penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan regulasi
yang mengenai Pengelolaan Hutan Mangrove di Segara Anakan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap No 17 tahun 2001. Program
rehabilitasi hutan mangrove sudah dilakukan dan telah dijalankan dengan
penanaman bibit-bibit mangrove di sejumlah lokasi. Peraturan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah ini mungkin belum terlalu maksimal dan mengena kepada
masyarakat pesisir Kabupaten Cilacap dalam penanganan pengelolaan hutan
mangrove karena masih terjadi konversi hutan mangrove. Untuk itu maka perlu
dilakukan penelitian mengenai konversi lahan mangrove di Segara Anakan serta
dampak yang akan terjadi terhadap produksi perikanan serta kondisi sosial
ekonomi masyarakat di Kecamatan Kampung Laut.
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya
pertanyaan penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik konversi hutan mangrove yang terjadi pada kurun
waktu tahun 1998 sampai dengan tahun 2009 di kawasan Segara Anakan?
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
2. Bagaimana pengaruh konversi hutan mangrove terhadap produksi perikanan
di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut?
3. Bagaimana dampak sosial ekonomi yang terjadi akibat konversi hutan
mangrove di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi karakteristik konversi hutan mangrove yang terjadi pada
kurun waktu tahun 1998 sampai dengan tahun 2009 di kawasan Segara
Anakan.
2. Mengetahui pengaruh konversi hutan mangrove dengan produksi
perikanan di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut.
3. Mengkaji dampak sosial ekonomi yang terjadi akibat konversi hutan
mangrove di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Penyusunan penelitian skripsi dimaksudkan sebagai salah satu syarat pada
kelulusan sarjana tingkat strata satu di Fakultas Geografi Universitas Gadjah
Mada.
2. Penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya keilmuan mengenai
konversi lahan di kawasan pesisir khususnya konversi hutan mangrove.
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
3. Penelitian ini sebagai masukan dan rekomendasi kepada Pemerintah
Kabupaten Cilacap dalam pengendalian konversi hutan Mangrove di Segara
Anakan.
1.5. Hipotesis
1. Adanya hubungan yang signifikan antara konversi mangrove dengan
menurunnya produksi perikanan tangkap.
2. Adanya perbedaan jumlah hasil tangkapan ikan antara sebelum dan
sesudah kerusakan hutan mangrove.
3. Adanya perbedaan keragaman jenis tangkapan ikan antara sebelum dan
sesudah kerusakan hutan mangrove.
4. Adanya perbedaan pendapatan nelayan antara sebelum dan sesudah
kerusakan hutan magrove.
1.6. Tinjauan Pustaka
1.6.1. Pengertian Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang berada pada daerah
pasang surut dengan fungsi dan manfaat yang sangat banyak, dan merupakan tipe
hutan yang komunitas tumbuhannya bertoleransi dengan garam, hutan mangrove
berada di kawasan pantai yang terlindung seperti laguna dan juga muara sungai
yang akan tergenang pada waktu pasang dan akan bebas dari genangan waktu
surut tiba (Kusuma dkk, 2003). Fungsi dan manfaat dari hutan mangrove sangat
beragam dan tidak mengherankan bahwa kawasan ini merupakan daerah potensial
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
dilihat dari fungsi ekologis, ekonomis, dan fungsi lainnya seperti pendidikan,
pariwisata bahkan penelitian. Namun karena merupakan daerah yang mempunyai
sumberdaya alam potensial maka kerusakan hutan mangrove sangat cepat terjadi
bila salah satu unsur pembentuknya dirubah atau bahkan dihilangkan, biasa
disebut fragile ecosystem (Arief, 2003).
Hutan mangrove lebih sering dikenal dengan penyebutan hutan bakau,
namun penggunaan istilah ini tidaklah tepat dikarenakan hutan bakau merupakan
jenis dari hutan mangrove sendiri yaitu marga Rhizopora, hutan mangrove
mempunyai berbagai jenis tumbuhan dan marga yang tumbuh dan tersusun di
kawasan hutan mangrove. Sebaiknya penyebutan akan hutan mangrove dengan
hutan bakau lebih baik untuk dihindari karena hal itu sebenarnya kurang tepat dan
rancu (Kusuma dkk, 2003).
Luasan hutan mangrove dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yaitu
menurut Dahuri (2003) seperti:
1. Terjadinya perubahan penggunaan lain atau konversi kawasan dari hutan
mangrove menjadi kawasan permukiman, areal tambak, dan bahkan
kawasan industri yang tidak terkendali.
2. Peraturan atau regulasi yang belum jelas mengenai aturan rencana tata
ruang untuk pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir.
3. Digunakannya hutan mangrove untuk penggunaan lain seperi kayu bakar,
bahan bangunan sehingga terjadi penebangan pada ekosistem hutan
mangrove.
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
4. Banyaknya limbah yang dibuang ke kawasan hutan mangrove sehingga
menimbulkan pencemaran, baik limbah untuk industri maupun limbah
rumah tangga.
5. Adanya proyek irigasi (pengairan) yang menyebabkan aliran masuk air
tawar yaitu unsur hara semakin berkurang ke dalam ekosistem hutan
mangrove.
6. Banyaknya pembangunan di sekitar kawasan hutan mangrove
menyebabkan pengurangan pada sirkulasi arus pasang surut.
7. Terjadi pengendapan atau sedimentasi yang terjadi pada ekosistem hutan
mangrove.
1.6.2. Fungsi Ekosistem Hutan Mangrove
Menurut Arief (2003) fungsi dari ekosistem hutan mangrove dibagi dalam
5 fungsi pokok yaitu fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi
dan fungsi lainnya (wanawisata).
1. Fungsi fisik ekosistem hutan mangrove
Fungsi dari ekosistem hutan magrove dilihat dari fungsi fisiknya adalah untuk
menjaga garis pantai, dan melindungi pantai serta tebing sungai agar terhindar
dari proses erosi/abrasi. Sedimentasi yang terjadi juga dapat ditahan dengan skala
periodik. Ekosistem hutan mangrove perlu dijaga agar tetap stabil karena mampu
menahan dan menyerap tiupan angin kencang yang datang dari arah laut menuju
daratan. Kawasan mangrove merupakan daerah penyangga oleh sebab itu mejadi
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
kawasan penyangga dari proses intrusi air laut ke darat sehingga mampu sebagai
filter air laut (air asin) menjadi air tawar.
2. Fungsi kimia ekosistem hutan mangrove
Kawasan hutan mangrove mampu menyerap karbondioksida sehingga
kawasan ini dengan berbagai jenis tumbuhannya mampu menjadi tempat
terjadinya proses daur ulang yang dapat dapat menghasilkan oksigen. Selain itu
fungsi kimia lainnya adalah dapat menjadi tempat untuk mengolah bahan-bahan
limbah seperti limbah hasil industri serta kapal-kapal di lautan.
3. Fungsi biologi ekosistem hutan mangrove
Ekosistem hutan mangrove merupakan sumber plasma nutfah dan genetika.
Kawasan hutan mangrove merupakan daerah pemijah/asuhan (nursery ground)
bagi ikan dan udang, sehingga setelah dewasa akan kembali ke laut lepas. Daerah
ini mampu menghasilkan bahan pelapukan sehingga menjadi sumber makanan
penting bagi biota laut (invertebrata kecil) di bawahnya yaitu pemakan bahan
pelapukan (detritus), dan kemudian akan berperan penting sebagai sumber
makanan bagi hewan yang lebih besar. Tidak hanya berfungsi biologis untuk biota
laut namun juga berfungsi sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang dan
berkembang biak bagi burung maupun satwa lainnya. Fungsi ekonomi ekosistem
hutan mangrove
4. Fungsi ekonomi ekosistem hutan mangrove
Kawasan hutan mangrove mempunyai berbagi jenis pepohonan atau
tumbuhan yang menyusunnya, sehingga banyak kayu yang mampu dihasilkan
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
untuk kayu bakar, arang serta untuk bahan bangunan dan rumah tangga. Fungsi
ekonomi dari mangrove ini merupakan devisa atau pendapatan bagi masyarakat,
industri ataupun untuk negara. Hasil hutan mangrove mampu digunakan juga
sebagai bahan baku industri dan juga sebagai penghasil bibit ikan.
5. Fungsi lain (wanawisata) ekosistem hutan mangrove
Kawasan hutan mangrove mempunyai potensi wisata yang cukup besar
karena keindahan akan vegetasi serta satwa yang berada di kawasan ini.
Ekosistem hutan mangrove juga mampu dijadikan tempat pendidikan ataupun
penelitian. Kawasan hutan mangrove merupakan daerah yang rentan akan
kerusakan, sehingga dapat dijadikan juga sebagai tempat konservasi.
1.6.3. Peranan Ekosistem Mangrove dalam Kegiatan Perikanan
Hutan mangrove atau biasanya lebih dikenal dengan hutan bakau sangat
berkaitan erat dengan sektor perikanan. Daerah-daerah penghasil perikanan yang
potensial di Indonesia khususnya seperti di pantai Cilacap dan pantai selatan Irian
Jaya, di sebelah timur Sumatera, pantai selatan dan timur Kalimantan merupakan
daerah yang berdekatan dan berbatasan langsung dengan kawasan ekosistem
hutan mangrove yang masih sangat luas dan juga tidak sedikit yang masih
perawan. Misalnya ditempat lain pada Bagan Siapi-api yang sebelum Perang
Dunia II merupakan daerah penghasil perikanan terbesar, namun menurunnya
produksi perikanan di wilayah potensial di Indonesia bahkan di dunia disebabkan
oleh sebagian besar rusaknya areal mangrove di wilayah tersebut. (Noor dkk,
1999).
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
Gambar 1.1. Fungsi Ekologi Mangrove Daerah Asuhan (Nursery Ground), Daerah
Mencari Makanan (Feeding Ground) dan Daerah Pemijahan (Spawning Ground)
Bermacam Biota Perairan
Sumber: Noor, dkk (1999)
Ekosistem Hutan Mangrove merupakan tempat memijah, bertelur serta
membesarkan anak oleh makhluk hidup biota air laut, juga jenis burung, kalong
dan ikan. Hutan mangrove merupakan penghasil bahan organik sehingga di areal
mangrove tersebut kaya akan persediaan makanan bagi organisme laut di
bawahnya. Dengan kekayaan sumber makanan bagi organisme laut, maka
ekosistem mangrove sangat bermanfaat bagi perikanan. Selain itu ekosistem
mangrove merupakan salah satu jaringan utama pada rantai makanan di kawasan
pantai (Odum & Heald, 1975).
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
Gambar 1.2. Beberapa Fungsi Ekosistem Hutan Mangrove yang Memiliki
Hubungan dengan Sumberdaya Perikanan Sumber: Anonimous (1997) dalam Noor, dkk (1999)
Ekosistem Hutan Mangrove merupakan tempat memijah, bertelur serta
membesarkan anak oleh makhluk hidup biota air laut, juga jenis burung, kalong
dan ikan. Dikarenakan hutan mangrove sebagai penghasil bahan organik sehingga
di areal mangrove tersebut kaya akan persediaan makanan bagi organisme laut di
bawahnya. Dengan kekayaan sumber makanan bagi organisme laut, maka
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
ekosistem mangrove sangat bermanfaat bagi perikanan. Selain itu ekosistem
mangrove merupakan salah satu jaringan utama pada rantai makanan di kawasan
pantai (Odum & Heald, 1975).
Penangkapan ikan menurut Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (2004) data perikanan menunjukkan bahwa sekitar 3 % dari hasil tangkapan
laut Indonesia berasal dari jenis spesies yang bergantung pada ekosistem
mangrove, seperti Penaeus monodon, Penaeus mareueiensis, Metapenaeusspp,
kepiting bakau, dan Scylla serrata. Peranan ekosistem mangrove bagi penyedia
produk tangkapan hasil laut adalah sebagai daerah asuhan (nursery grounds),
daerah pencari makanan (feeding grounds), dan daerah pemijahan (spawning
grounds). Penduduk yang tinggal di dalam atau didekat hutan mangrove
menangkap ikan, udang, kepiting dan moluska setiap hari di areal muara.
Pembudidayaan ikan ekosistem hutan bakau merupakan suatu ekosistem
yang unik, karena adanya proses kehidupan yang saling bergantung antara flora
dan fauna baik di daratan maupun di air. Pemanfaatan lahan mangrove untuk
budidaya juga harus tetap memperhatikan kelestarian ekosistem mangrove. Hal ini
disebabkan karena lahan mangrove bermanfaat untuk penyedia pakan alami dan
sumber benih bagi lahan tambak yang ada disekitarnya. Selain itu mangrove dapat
berfungsi sebagai penyaring dan mengendapkan limbah yang berasal dari
kawasan budidaya (Direkotrat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2004).
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
1.6.4. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial penduduk atau masyarakat merupakan segala apa yang
hidup serta mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini ada yang bersifat
materi ataupun non materi, dapat mengalami perubahan yang positif ataupun
negatif, semua kondisi tersebut sangat bergantung pada pengaruh luar yang
diterima dan ditangkap serta diterapkan oleh masyarakat pada umumnya. Manusia
baik sebagai perorangan ataupun berkelompok hidup berada di dalam serta
dengan lingkungannya. Menurut Bintarto dalam Hernawarti (1994) menyatakan
bahwa manusia dan lingkungannya merupakan suatu hubungan dimana akan
dapat timbul suatu bentuk kegiatan atau aktivitas, dan bentuk aktivitas tersebut
dapat menimbulkan beberapa perubahan. Beberapa perubahan tersebut yaitu
perubahan perkembangan (development change), perubahan lokasi (locational
change), dan perubahan tata laku (behavioral change).
1. Perubahan Perkembangan (development change) yaitu perubahan yang terjadi
dimana perubahan itu tidak perlu mengalami perpindahan, masih dapat
dilaksanakan di satu tempat tersebut karena masih terdapatnya ruang dengan
segala sumber-sumber serta fasilitas setempat.
2. Perubahan Lokasi (locational change) yaitu perubahan yang terjadi di suatu
tempat dan mengakibatkan adanya perpindahan bentuk kegiatan atau aktivitas
serta perpindahan sejumlah masyarakat dari satu tempat ke tempat lainnya,
dikarenakan tempat asal tidak dapat mengatasi masalah dalam bentuk sumber
serta swadaya yang ada.
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
3. Perubahan Tata Laku (behavioral change) yaitu perubahan sikap, perilaku
dari masyarakat setempat yang disebabkan untuk menyesuaikan diri terhadap
lingkungan serta perkembangan di daerahnya.
Aktivitas manusia dibedakan menjadi tiga bidang, yaitu aktivitas di bidang
keluarga, aktivitas di bidang usaha, dan aktivitas di bidang sosial dan
kemasyarakatan. Todaro menyatakan bahwa pembangunan di masyarakat
khususnya ekonomi tradisional adalah hanya semata-mata perhitungan
berdasarkan pada tingkat pertumbuhan penghasilan keseluruhan atau penghasilan
perkapita, namun dapat berbeda hal bila dilihat dari pandangan ekonomi yang di
dalamnya terdapat beberapa aspek (Todaro dalam Hernawarti, 1994). Penelitian
mengenai sosial ekonomi nelayan ini, indikator ekonomi yang digunakan adalah
besarnya pendapatan rata-rata nelayan
1.7. Landasan Teori
Indra (2009) menyatakan bahwa beberapa teori menyebutkan bahwa ada
korelasi positif antara ekosistem mangrove dan produksi perikanan tangkap. Hal
tersebut di landasi oleh pemikiran pada fungsi hutan mangrove yang menjadi
tempat daerah asuhan (nursery ground), mencari makan (feeding ground, dan
pemijahan (spawning ground) bagi berbagai biota laut seperti ikan, udang dan
juga kerang.
Penelitian lain dari Purwoko (2005) juga menyebutkan bahwa adanya
penurunan jenis biota laut hasil tangkapan nelayan setelah adanya kerusakan
hutan mangrove di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Tidak pernah
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
lagi atau semakin jarang ditemukan karena sepanjang hidupnya bergantung pada
eksistensi hutan mangrove. Terjadi perbedaan signifikan yaitu sekitar 95%
pendapatan riil para nelayan sebelum dan sesudah kerusakan.
Soedarmono (2005) juga mengatakan bahwa 30% produksi ikan laut
tergantung pada eksistensi hutan mangrove karena ada hubungan positif antara
luas area mangrove dengan hasil tangkapan ikan dan udang. Menurut Prahastianto
(2009) adanya korelasi positif yang kuat antara produksi ikan non budidaya
dengan keadaan mangrove di Desa Grinting, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten
Brebes. Menurutnya mangrove dapat mempengaruhi kondisi lingkungan dengan
kandungan klorofil-a yang relatif lebih tinggi, PH stabil dan DO yang lebih baik,
namun berbanding terbalik dengan produksi perikanan budidaya dikarenakan
keberhasilan perikanan budidaya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
pengelolaan tambak itu sendiri.
1.8. Kerangka Pemikiran
Ekosistem Hutan Mangrove sangat rentan terhadap gangguan yang
ditimbulkan akibat aktivitas manusia ataupun non manusia, sehingga sangat cepat
mengalami perubahan. Perubahan (dinamika) akibat faktor manusia dikarenakan
adanya kebutuhan lahan, persepsi masayarakat terhadap mangrove dan
pengetahuan masyarakat terhadap mangrove. Faktor non manusia dipengaruhi
adanya harga lahan serta adanya kebijakan pemerintah.
Dinamika hutan mangrove yang diakibatkan oleh faktor manusia dan non
manusia ini menimbulkan adanya konversi hutan mangrove dimana karakteritsik
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
konversi hutan mangrove dapat dilihat dari luas perubahan hutan mangrove, laju
percepatan perubahan hutan mangrove dan jenis perubahan lahan yang terjadi
akibat. Konversi mangrove yang ada di kawasan Segara Anakan ini
mempengaruhi produksi perikanan laut, jumlah pendapatan nelayan, serta
berubahnya pola mata pencaharian nelayan. Perubahan yang ditimbulkan karena
konversi mangrove perlu adanya evaluasi dan rekomendasi yang disarankan untuk
Pemerintah. Untuk dapat lebih jelasnya maka dapat dilihat kerangka pemikiran
pada gambar 1.3 berikut ini:
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
Gambar 1.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Ekosistem Hutan
Mangrove Segara Anakan
Perubahan
Produksi Perikanan
Perubahan
Pendapatan
Nelayan
Persebaran hutan
mangrove
Luas hutan
mangrove
Konversi hutan
mangrove
Luas
perubahan
lahan
Laju percepatan
perubahan
Jenis perubahan
lahan mangrove
Dinamika Hutan
Mangrove
Faktor Manusia
- Kebutuhan Lahan - Persepsi
masyarakat terhadap mangrove
- Pengetahuan masyarakat terhadap mangrove
Faktor Non
Manusia
- Harga lahan - Kebijakan
pemerintah
Perubahan Pola
Mata Pencaharian
Evaluasi Kawasan
Hutan Mangrove
Rekomendasi untuk
pemerintah
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
1.9. Keaslian Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan beberapa skripsi dan tesis
sebagai bahan perbandingan. Berikut adalah beberapa penelitian yang dimaksud:
Penelitian dari Purwoko (2005) mengkaji mengenai dampak yang terjadi
terhadap pendapatan nelayan sebelum dan sesudah kerusakan hutan mangrove,
mengkaji pengaruh kerusakan ekosistem hutan mangrove terhadap kesempatan
berusaha dan bekerja. Metode yang digunakan yaitu analisis statistik dengan
analisa regresi.
Penelitian lain yang menjadi bahan referensi adalah Khairunisa (2010)
dengan tujuan mengdentifikasi karakteristik konversi hutan mangrove di pesisir
Kab. Sidoarjo dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab konversi hutan
mangrove di pesisir Kab. Sidoarjo dengan metode penelitian secara kuantitatif
dengan analisa regresi.
Berdasarkan penelitian Natharani (2010) mengenai Penurunan Luasan
Ekosistem Mangrove dan Keterkaitannya dengan Sumberdaya Perikanan di
Kabupaten Tangerang diambil sebagai bahan rujukan karena memiliki tujuan
yang hampir sama dengan yaitu adanya peranan dan kertekaitan antara hutan
mangrove terhadap sumberdaya perikanan di Kabupaten Tangerang. Namun
metode yang digunakan berbeda dengan penelitian penulis yaitu menggunakan
analisa korelasi dan Uji-T, sedangkan penelitian tersebut menggunakan Analisis
model Schhnefer, model fox., dan analisis regresi.
Hasil dari berbagai penelitian di atas memiliki beragam perbedaan jika
dibandingkan dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Penelitian ini
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
mencoba melihat bagaimana karakteristik konversi hutan mangrove yang
berpengaruh pada produksi perikanan tangkap di Kecamatan Kampung Laut serta
berdampak pada sosial ekonomi. Keaslian penelitian yang telah diuraikan diatas
disajikan dalam bentuk tabel pada tabel 1.1. berikut ini.
Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Penulis
Peneliti
Penelitian Sebelumnya dan yang Akan Dilakukan
Judul Tujuan Metode Hasil
Purwoko
(Tesis,
2005)
Dampak Kerusakan
Ekosistem Hutan
Bakau (Mangrove)
Terhadap
Pendapatan
Masyarakat Pantai
di Kecamatan
Secanggang,
Kabupaten Langkat
- Mengkaji dampak yang
terjadi terhadap
pendapatan nelayan
setelah adanya
kerusakan ekosistem
hutan bakau
- Mengkaji secara
statistik perbedaan
keragaman jenis
tangkapan nelayan
sebelum dan sesudah
terjadinya kerusakan
ekosistem hutan bakau
-Mengkaji secara
statistik perbedaan
pendapatan nelayan
sebelum dan sesudah
terjadinya kerusakan
ekosistem huatn bakau
-Mengkaji pengaruh
kerusakan ekosistem
utan bakau terhadap
kesempatan kerja dan
berusaha nelayan
Analisa data
primer dan
sekunder
dengan analisis
statistik
deskriptif
(kriteria uji,
analisa regresi)
Terdapat perbedaan
yang signifikan
antara pendapatan
masyarakat pantai,
keragaman jenis
tangkapan nelayan
sebelum dan
sesudah kerusakan
ekosistem hutan
bakau, kerusakan
ekosistem
berpengaruh pada
kesempatan
berusaha dan
bekerja masyarakat
nelayan.
Khairunnisa
(2010)
Arahan
Pengendalian
Konversi Hutan
Mangrove di
Pesisir Kabupaten
Sidoarjo
- Identifikasi
karakteristik konversi
hutan mangrove di
pesisir Kab. Sidoarjo
- Identifikasi faktor-
faktor penyebab
konversi hutan
mangrove di pesisir Kab.
Sidoarjo
Data primer
dan data
sekunder
Arahan
pengendalian
oknversi hutan
mangrove di pesisir
Kabupaten Sidoarjo.
Natharani
(2007)
Penurunan Luasan
Ekosistem
Mangrove dan
Keterkaitannya
dengan
- Produksi suberdaya
perikanan di Kabupaten
Tangerang
- Kondisi dan penusutan
luas ekosistem
Analisis model
Schhnefer,
model fox.,
analisis regresi
Terdapat keterkaitan
yang cukup kuat
antara konsisi
ekosistem mangrove
terhadap produksi
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
Sumberdaya
Perikanan di
Kabupaten
Tangerang
mangrove di Kabupaten
Tangerang
- Peranan dan
keterkaitan antara
hutan mangrove
terhadap sumberdaya
perikanan di Kabupaten
Tangerang
perikanan
berdasarkan 5
kategori alat tangkap
yang digunakan.
Pratiwi
(2013)
Konversi Hutan
Mangrove Tahun
1998-2009,
Pengaruhnya
terhadap Produksi
Perikanan dan
Kondisi Sosial
Ekonomi
Masyarakat di
Segara Anakan,
Kec. Kampung
Laut, Kab. Cilacap
- Mengidentifikasi
karakteristik konversi
hutan mangrove yang
terjadi pada kurun
waktu tahun 2000
sampai dengan tahun
2010 di kawasan Segara
Anakan.
- Mengetahui pengaruh
konversi hutan
mangrove dengan
produksi perikanan di
Desa Ujung Alang, Kec.
Kampung Laut, kawasan
Segara Anakan.
- Mengkaji dampak
sosial ekonomi yang
terjadi akibat konversi
hutan mangrove di
Desa Ujung Alang, Kec.
Kampung Laut, Kawasan
Segara Anakan.
Interpretasi
Visual Citra,
Perbandingan
Tabel, Analisis
deskriptif dan
statistik atau
analitik,
observasi dan
wawancara
Peta perubahan
kondisi luasan hutan
mangrove tahun
1998-2009
Tabel analisa
karakteristik
konversi hutan
mangrove
Tabel analisa
perubahan luas
lahan hutan
mangrove
Terdapat hubungan
yang signifkan
antara konversi
mangrove terhadap
produksi perikanan
tangkap
KONVERSI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSIPERIKANAN DAN KONDISI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KECAMATAN KAMPUNG LAUT, KABUPATENCILACAPRIFQYANI EKA PRATIWIUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/