Refrat Heart Failure (Repaired)2
-
Upload
sri-agustina -
Category
Documents
-
view
29 -
download
4
description
Transcript of Refrat Heart Failure (Repaired)2
Referat
GAGAL JANTUNG
Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian / SMF Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler
Universitas Syiah Kuala Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh
Disusun Oleh :
Atika Musfirah
0907101010123
Pembimbing
dr. Adi Purnawarman, Sp.JP-FIHA
BAGIAN/SMF BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK Dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
yang berjudul “Gagal Jantung” yang akan diajukan penulis untuk melengkapi tugas-
tugas dalam menjalankan kepaniteraan klinik senior (KKS) di bagian Kardiologi dan
Kedokteran Vaskuler.
Shalawat beserta salam marilah selalu kita sanjung sajikan kepada baginda
nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh dengan
kegelapan kealam yang terang benderang seperti saat ini.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga kepada dr. Adi Purnawarman, Sp.JP FIHA-FAHA sebagai pembimbing
penulis yang telah memberikan waktu dan kesempatannya untuk membimbing dalam
proses penulisan hingga mempresentasikan kasus ini, sehingga dapat terselesaikan
tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian presentasi kasus ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran demi perbaikan presentasi kasus ini.
Semoga presentasi kasus ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Banda Aceh, Mei 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................1
KATA PENGANTAR ...........................................................................................2
DAFTAR ISI ..........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6
BAB III KESIMPULAN......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20
3
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia
sekaligus menjadi penyebab signifikan perawatan di rumah sakit dengan
menghabiskan biaya yang tinggi. Meningkatnya harapan hidup disertai makin
tingginya angka keselamatan setelah serangan infark miokard akut akibat kemajuan
pengobatan dan penatalaksanaannya mengakibatkan semakin banyak pasien yang
hidup dengan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya akan masuk ke dalam gagal
jantung kronis. Akibatnya angka perawatan di rumah sakit karena gagal jantung
dekompensasi juga ikut meningkat.1
Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1-2 %. Diperkirakan
bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memilki gagal jantung kronik dan setidaknya
ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Pasien dengan
gagal jantung akut kira-kira mencapai 20% dari seluruh kasus gagal jantung.
Prevalensi gagal jantung meningkat seiring dengan usia, dan mempengaruhi 6-10%
individu lebih dari 65 tahun.2
Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada
Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil
Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung merupakan penyebab
kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia.1
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi penting
untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di negara maju penyakit arteri koroner
dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang
menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit katup jantung dan penyakit jantung
akibat malnutrisi. Faktor risiko seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor
yang dapat berpengaruh pada perkembangan gagal jantung. Selain itu berat badan
4
serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL dikatakan sebagai faktor
risiko independen perkembangan gagal jantung.3
Tujuan pengobatan gagal jantung menurunkan mortalitas, mempertahankan
atau meningkatkan kualitas hidup serta mencegah terjadinya kerusakan miokard,
progresifitas kerusakan miokard, remodeling miokard timbulnya gejala-gejala gagal
jantung dan akumulasi cairan, dan perawatan di rumah sakit.4
Berdasarkan uraian di atas maka penulisan ini bertujuan untuk meninjau
kepustakaan mengenai gagal jantung.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gagal Jantung
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari struktur jantung
maupun fungsinya sehingga menyebabkan jantung tidak mampu menghantarkan
oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Penurunan curah jantung
(cardiac output) mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang untuk
mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat, maka di dalam tubuh terjadi suatu
refleks hemeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan-perubahan
neurohumoral, dilatasi ventrikel dan mekanisme Frank-Starling. Dengan demikian,
manifestasi klinis gagal jantung terdiri dari berbagai respons hemodinamik, renal,
neural, dan hormonal yang tidak normal.1,3,4
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dengan tampilan gejala
nafas yang pendek saat melakukan istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau
kelelahan, tanda-tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau edema pergelangan
kaki, adanya bukti obyektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.5
2.2 Epidemiologi
Sekitar 1-2 populasi orang dewasa di negara berkembang menderita gagal
jantung, dengan prevalensi yang meningkat lebih dari 10% pada kelompok usia lebih
dari 70 tahun.6
Studi Farmingham memberikan gambaran yang cukup jelas tentang gagal
jantung. Pada studi ini disebutkan bahwa kejadian gagal jantung per tahun pada orang
yang berusia lebih dari 45 tahun adalah 7,2 kasus setiap 1000 orang laki-laki dan 4,7
kasus setiap 1000 orang perempuan. Di Amerika hampir 5 juta orang menderita gagal
jantung.7
2.3 Etiologi dan Faktor Presipitasi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi penting
6
untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di negara maju penyakit arteri koroner
dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang
menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit katup jantung dan penyakit jantung
akibat malnutrisi.3
Faktor risiko seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh pada perkembangan gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya
rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL dikatakan sebagai faktor risiko
independent perkembangan gagal jantung. Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan
risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertropi
ventrikel kiri.3
Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan
diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan
untuk terjadinya aritmia. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertropi ventrikel kiri
berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung. Adanya krisis hipertensi
dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung akut. Kardiomiopati merupakan
penyakit otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi,
maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit perikardial.
Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional, dilatasi (kongestif),
hipertropik, restriktif, dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan kelainan
dilatasi pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya
antara lain miokarditis virus, penyakit jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-
Strtrauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertropik dapat merupakan
penyakit keturunan (autosomal dominant) meski secara sporadik masih
memungkinkan. Ditandai adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran
khas hipertropi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow
aorta (kardiomiopati hipertropik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan
kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan
dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.
Kardiomiopati peripartum menyebabkan gagal jantung akut.3.8
7
Penyakit katup sering disebabkan penyakit jantung rematik. Penyebab utama
terjadinya gagal jantung adalah regurgutasi mitral dan stenosis aorta. Regurgitasi
mitral dan aorta menyebabkan kelebihan beban (peningkatan preload) sedangkan
stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload). Aritmia sering
ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan
struktural termasuk hipertropi ventrikel kiri. Atrial fibrilasi dan gagal jantung
seringkali timbul bersamaan.3,8
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal
jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia. Konsumsi alkohol yang berlebihan
dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkohol). Alkohol
menyebabkan gagal jantung 2-3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan
malnutrisi dan defisiensi tiamin. Obat-obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung.
Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat
menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.3,8
2.4 Klasifikasi
2.4.1 Gagal jantung akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat (rapid onset) dari
gejala-gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi
dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa
disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik, keadaan irama jantung yang abnormal atau
ketidakseimbangan dari preload atau afterload. Gagal jantung akut dapat berupa
acute de novo (serangan baru dari gagal jantung akut, tanpa ada kelainan jantung
sebelumnya) atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronik.9
Klasifikasi gagal jantung akut berdasarkan manifestasi klinis:10
a. Gagal jantung dekompensasi (Acute decompensated congestive heart failure)
Biasanya ada riwayat perburukan progresif pada pasien yang telah diketahui
gagal jantung yang sedang dalam pengobatan dan bukti adanya bendungan paru dan
sistemik.
8
b. Gagal jantung akut hipertensif (Acute heart failure with hypertension/crisi
hypertension)
Tanda dan gejala gagal jantung disertai peningkatan tekanan darah dan
biasanya fungsi ventrikel kiri masih baik. Terdapat bukti peningkatan tonus simpatis
dengan takikardi dan vasokonstriksi. Responsnya cepat terhadap terapi yang tepat dan
mortaliti rumah sakitnya rendah.
c. Gagal jantung akut dengan edema paru (Acute heart failure with pulmonary
edema)
Pasien yang datang dengan distress pernafasan berat, takipnoe, dan ortopnoe,
dengan ronki basah halus seluruh lapangan paru. Saturasi O2 arteri biasanya < 90°
pada udara ruangan sebelum diterapi oksigen.
d. Syok kardiogenik (Cardiogenic shock/ low output syndrome)
Adanya bukti hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah dilakukan
koreksi preload dan aritmia mayor. Bukti hipoperfusi organ dan bendungan paru
terjadi dengan cepat.
e. High output failure
Ditandai tingginya curah jantung, umumnya disertai laju jantung yang sangat
cepat (penyebabnya antara lain: aritmia, tirotoksikosis, anemia, penyakit paget,
iatrogenik), dengan perifer hangat, kongesti paru, dan kadang tekanan darah yang
rendah seperti pada syok septik.
f. Gagal jantung kanan (Righ-sided acute heart failure)
Ditandai oleh sindrom low output dengan peningkatan tekanan vena sentral
tanpa disertai kongesti paru.
g. Sindrom koroner akut dan gagal jantung
Banyak pasien gagal jantung datang dengan gambaran klinis dan bukti
laboratoris sindrom koroner akut. Sekitar 15% pasien dengan sindrom koroner akut
memiliki tanda dan gejala gagal jantung akut.
9
Ada beberapa klasifikasi lain gagal jantung akut yang biasa dipakai di
perawatan intensif, yaitu klasifikasi Killip yang berdasarkan tanda-tanda klinis dan
foto thoraks, serta klasifikasi Forrester berdasarkan gambaran klinis dan dan status
hemodinamik pada infark miokard akut.
Klasifikasi yang lain telah divalidasi pada perawatan kardiomiopati, yang
berdasarkan sirkulasi perifer (perfusion) dan auskultasi paru (congestion),
diklasifikasikan menjadi:
· Kelas I (A) : kering dan hangat (warm and dry)
· Kelas II (B) : basah dan hangat (wet and warm)
· Kelas III (L) : kering dan dingin (dry and cold)
· Kelas IV (L) : basah dan dingin (wet and cold)
2.4.2 Gagal jantung kronik
Suatu definisi objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal
jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang
tegas pada disfungsi ventrikel. Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik
didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang disertai keluhan gagal
jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau aktivitas, edema dan
tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan isrirahat.9
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan abnormalitas struktural jantung
(ACC/AHA) atau berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional
(NYHA):9,10
1. Kelas I: Tanpa keterbatasan aktivitas fisik. Aktivitas biasa kecuali aktivitas yang
berat tidak menyebabkan sesak, lelah, maupun palpitasi.
2. Kelas II: Gangguan bersifat ringan. Gejala muncul saat aktivitas yang sedikit
berat dan gejala akan hilang saat istirahat.
3. Kelas III: Gejala sudah mulai muncul saat melakukan aktivitas harian namun
akan hilang saat istirahat.
4. Kelas IV: Tidak mampu lagi melakukan aktivitas harian yang biasanya dilakukan.
Gejala bahkan bisa muncul saat istirahat.
10
2.5 Patogenesis
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi
jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
tekanan pengisian ventrikel kiri (filling pressure). Kerja jantung diatur oleh dua
sistem yang berbeda. Sistem pertama adalah regulasi secara intrinsik yang melibatkan
respons miokard untuk meregangkan serat otot jantung sebelum proses kontraksi
(inotropik). Hal ini disebut preload dan melibatkan proses pengisian jantung selama
diastolik seperti volume diastolik akhir. Respons miokard untuk meningkatkan
kapasitas jantung setelah kontraksi dimulai disebut afterload. Sistem kedua
merupakan regulasi secara ekstrinsik yang melibatkan respons jantung terhadap
kondisi-kondisi seperti stimulasi neural, hormon, obat dan penyakit. Setiap perubahan
pada kedua sistem tersebut menyebabkan gagal jantung. Selain itu, sirkulasi paru dan
perifer juga dapat memperburuk kondisi hemodinamik dari gagal jantung.8
Gambar 1. Kerja jantung diatur oleh dua mekanisme, yaitu regulasi intrinsik
(preload dan afterload) dan regulasi ekstrinsik yang melibatkan stimulasi neural
dan hormon
11
2.5.1 Hukum Starling tentang jantung
Hukum ini pertama kali dicetuskan oleh Frank dan Starling, menyebutkan
bahwa pada kondisi fisiologi normal, tekanan yang dihasilkan oleh otot yang
berkontraksi akan lebih besar bila sebelumnya otot mengalami peregangan. Hal ini
mengakibatkan selama diastolik, jika terjadi pengisian darah yang lebih besar ke
dalam ventrikel dapat menyebabkan kontraksi berikutnya menjadi penuh tekanan.
Menurut hukum Starling, suatu peningkatan pada volume diastolik akhir (preload)
menyebabkan jantung memulai kontraksinya pada tekanan dan volume yang lebih
tinggi. Volume sistolik akhir akan sedikit meningkat namun pada kondisi ini jantung
akan bekerja pada volume diastolik akhir yang lebih besar dan akibatnya akan
mengeluarkan volume stroke yang lebih besar juga. Karena itu jantung mempunyai
kemampuan intrinsik sendiri untuk mengontrol stroke volume. Batas atas pada
kontrol ini dicapai jika diperoleh volume diastolik akhir tertentu tercapai, sehingga
menghasilkan panjang jaringan miokard yang optimal.8
2.5.2 Perubahan pada gagal jantung
Pada kasus terjadi gagal jantung sistolik terdapat kontraktilitas ventrikel kiri
yang terganggu sehingga terjadi pengurangan kemampuan meningkatkan stroke
volume dengan meningkatkan preload dan terjadi pergerakan kurva lebih ke sebelah
kanan/bawah dari posisi normal. Jika kondisi ventrikel kiri memburuk, tekanan
volume jantung akan terus meningkat dan menyebabkan kongesti vena paru. Setiap
pengurangan pada preload, dengan peningkatan afterload atau peningkatan tekanan
inotropik atau keduanya akan menyebabkan pengurangan tekanan pengisian ventrikel
dan kerja ventrikel akan membaik. Pada fase awal gagal jantung terdapat 2
mekanisme yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kontraktilitas miokard,
yaitu:8,9,10
1) Mekanisme Starling
2) Aktivasi sistem saraf simpatik
Selanjutnya akibat hipertropi miokard, pelemahan sistem saraf simpatik dan
pengeluaran peptida natriuretik atrium mengkompensasi peningkatan tekanan dinding
12
jantung. Jika penyakit bertambah parah, hipertropi menyebabkan perburukan fungsi
jantung dan menyebabkan abnormalitas aliran koroner, morfologi kapiler,
karakteristik mitokondria dan penghantaran fosfat berenergi tinggi. Selain itu, terjadi
iskemia subendokard akibat peningkatan tekanan intraluminal, vasokontriksi akibat
norepinefrin dan angiotensin II, dan juga apoptosis yang menyebabkan fibrosis.
Semua ini memperburuk kondisi gagal jantung.
2.5.3 Disfungsi diastolik dan sistolik
Gagal jantung akibat disfungsi sistolik merupakan akibat dari
ketidakmampuan jantung untuk berkontraksi secara normal. Jantung tidak dapat
memompa darah jika otot melemah sehingga menyebabkan penurunan volume darah
yang dipompa ke seluruh tubuh dan paru-paru, yang terutama akan menyebabkan
pembesaran ventrikel kiri. Gagal jantung akibat disfungsi diastolik diperoleh dari
dinding jantung yang menebal sehingga jantung tidak dapat mengisi darah dengan
normal, akibatnya akan terjadi penempatan cadangan darah pada atrium kiri dan
pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan kongestif.8
2.5.4 Aktivasi neurohormonal
Selama ini terdapat pengertian bahwa respon neurohormonal berperan dalam
patogenesis gagal jantung. Respons ini pada awalnya menguntungkan, namun
selanjutnya menyebabkan perburukan pada gagal jantung. Respon ini menghasilkan
beberapa perubahan hemodinamik, seperti vasokontriksi dan retensi volume air.
Selain itu, respons ini juga menyebabkan reaksi inflamasi dan berpengaruh pada
pertumbuhan. Aktivasi reaksi neurohormonal dimulai dari aktivasi sistem saraf
simpatik.8
2.6 Diagnosis Gagal Jantung
2.6.1 Kriteria Framingham untuk gagal jantung
Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara
luas. Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu
kriteria mayor disertai dua kriteria minor. Kriteria minor dapat diterima jika kriteria
13
minor tersebut tidak berrhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi
pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindrom nefrotik. Kriteria ini dibagi menjadi
kriteria mayor dan minor.6,8
a. Kriteria mayor:
- Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
- Distensi vena leher
- Rales paru
- Kardiomegali pada hasil rontgen
- Edema paru akut
- S3 gallop
- Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
- Hepatojugular reflux
- Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respons
pengobatan gagal jantung
b. Kriteria minor:
- Edema pergelangan kaki bilateral
- Batuk pada malam hari
- Dyspnea on ordinary exertion
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Takikardi ≥ 120x/menit
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Sebagai penunjang dari pemeriksaan klinis yang terperinci, pemeriksaan
penunjang diagnostik yang menyeluruh sangat perlu dilakukan pada pasien yang
diduga kuat terkena penyakit gagal jantung. Pemeriksaan penunjang diagnostik juga
sangat membantu pada pasien yang mengalami sedikit gejala dan juga bermanfaat
untuk mendiagnosis penyebab gagal jantung. Ejeksi fraksi juga ditentukan dari
pemeriksaan penunjang.6
14
2.7.1 Rontgen foto toraks
Rontgen toraks bermanfaat untuk mendiagnosis gagal jantung dan memantau
respons pengobatan.6
Hal berikut yang dapat ditemukan pada hasil rontgen toraks:
Tabel 1. Kelainan rontgen toraks yang sering ditemukan pada gagal jantung
Kelainan Penyebab Implikasi Klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel kanan, aritmia, efusi perikard
Echokardiografi, doppler
Hipertropi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta,kardiomiopati hipertropi
Echokardiografi, doppler
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri
Gagal jantung kiri
Edema interstisial Peningkatan tekanan pengisianventrikel kiri
Gagal jantung kiri
Efusi pleura Gagal jantung denganpeningkatan pengisian tekananjika ditemukan bilateral, infeksiparu, keganasan
Pikirkan diagnosis non kardiak
Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik Mitral stenosis atau gagal jantungkronis
2.7.2 Elektrokardiogram
Hasil EKG bersama dengan gejala klini dapat meningkatkan spesifisitas
diagnosis pada pasien yang dicurigai menderita gagal jantung.6
Tabel 2. Kelainan EKG yang sering pada gagal jantung
15
16
Kelainan Penyebab Implikasi klinis
Sinus takikardi Gagal jantung yangterdekompensasi, anemia, infeksi,hipertiroidiesme
Penilaian klinisPemeriksaan laboratorium
Sinus bradikardi Obat β bloker, anti aritmia, sicksinus syndrome, hipotiroidisme
Evaluasi terapi obatPemeriksaan laboratorium
Atrial takikardi/ flutter/ fibrilasi
Hipertiroidisme, infeksi, gagaljantung terdekompensasi, infark
Konduksi AV yang lambat,konversi medical, elektroversi,ablasi kateter, antikoagulasi
Aritmia ventrikel Iskemia, infark, kardiomiopati,miokarditis, hipokalemiaa,hipomagnesemi, overdosisdigitalis
Pemeriksaan laboratoriumTes latihan bebanPemeriksaan perfusiAngiografi koronerPemeriksaan elektrofisiologi, ICD
Isekmia/ Infark Penyakit jantung coroner Ekokardiografi, troponin,angiografi koroner,revascularisasi
Gelombang Q Infark, kardiomiopati hipertropi,LBBB, pre-eksitasi
EkokardiografiAngiografi coroner
Hipertropi ventrikel kiri Hipertensi, penyakit katup aorta,kardiomiopati hipertropi
Ekokardiografi, doppler
Blok AV Infark, intoksikasi obat,miokarditis, sarcoidosis
Evaluasi penggunaan obat, pacujantung, penyakit sistemik
Mikrovoltage Obesitas, emfisema, efusiperikard, amyloidosis
EkokardiografiRontgen torax
Durasi QRS > 120 msec denganmorfologi LBBB
Disinkroni elektronik Ekokardiografi, CRT-P, CRT-D
2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah:2,6
1. Hematologi rutin
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menghilangkan kemungkinan, terutama,
anemia pada pasien gagal jantung lanjut. Anemia juga merupakan penyebab kesulitan
bernafas dan gagal jantung high output.
2. Urinalisis
Proteinuria biasa terjadi pada pasien gagal jantung yang dapat dilihat pada
pemeriksaan urin rutin.
3. Elektrolit serum
Hiponatremia, hipokalemia, hiperkalemia, dan hipomagnesia mungkin terjadi
akibat penggunaan diuretik. Ketidakseimbangan elektrolit ini dapat memicu aritmia.
Hiponatremia juga merupakan pertanda tingkat keparahan gagal jantung.
4. Profil lipid
Merupakan serangkaian pemeriksaan yang menentukan risiko penyakit jantung
koroner. Pemeriksaan ini meliputi kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida, dan juga
perbandingan HDL/ kolesterol.
5. Tes fungsi hati
Akibat kerusakan pada gagal jantung dapat terjadi peningkatan enzim hati dan
penurunan albumin.
6. Tes fungsi ginjal
Kadar kreatinin serum dan kadar nitrogen urea pada darah harus dilakukan
sebelum memulai pengobatan gagal jantung. Peningkatan kadar kreatinin serum
menandakan :
- Pengobatan ACEI
- Pengobatan diuretik dosis tinggi
- Azotemia pre-renal
17
- Stenosis arteri ginjal
7. Hormon stimulasi tiroid
Gangguan fungsi tiroid merupakan penyebab gagal jantung high output. Oleh
karenanya, pemeriksaan profil tiroid disarankan pada pasien yang baru didiagnosis
gagal jantung.
8. Peptida natriuretik
Peptida natriuretik merupakan tanda biologis (biomarker) gagal jantung yang
dapat digunakan sebagai pemeriksaan pada keadaan gawat darurat dan rawat jalan.
Kelompok peptida natriuretik terdiri dari peptida natriuretik atrium, peptida
natriuretik otak (brain natiuretic peptide, BNP), natriuretik tipe-C dari sistem saraf
pusat, urodilatin dari ginjal, dan peptida natriuretik dendroaspis. BNP dan bagian
ujung aminonya dari projormon Nterminal-pro-BNP (NT-proBNP) juga penting
dalam diagnosis dan pengobatan gagal jantung. BNP berhubungan dengan tingkat
keparahan gagal jantung dan memperkirakan prognosis.
2.7.4 Echokardiografi
Echokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat
dalam membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan
standar utama (gold standar) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan
membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung.2,6
2.7.5 Kardiak MRI dan CT
Menilai fraksi pengeluaran dan gerakan dinding, namun pemeriksaan ini jarang
direkomendasikan.2,6
2.7.6 Pemeriksaan katerisasi jantung
Tindakan invasif berikut dapat dilakukan terhadap pasien dengan gagal jantung.
Pemeriksaan kateterisasi jantung terdiri dari kateterisasi sisi kiri bermanfaat untuk
menilai tekanan diastolik akhir dan kateterisasi sisi kanan bermanfaat untuk menilai
kejenuhan oksigen dan tekanan wedge arteri kapiler.6
18
1. Angiografi koroner
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada pasien yang diduga menderita iskemia
jantung bersamaan dengan gagal jantung. Angiografi juga merupakan cara
pemeriksaan yang akurat untuk menentukan ejeksi fraksi.
2. Biopsi endomiokard
Pemeriksaan ini perlu dilakukan ketika diagnosis mengarah pada kecurigaan
adanya kardiomiopati infiltratif, penyakit perikardia atau miokarditis.
2.7.7 Exercise stress test
Tes ini dapat dilakukan menggunakan obat seperti dipiridamol dan dobutamin
(pharmacological stress test) atau dengan olahraga (exercise stress test). Exercise test
bermanfaat untuk mengidentifikasi sisa iskemia pada pasien dengan gagal jantung.
Pasien gagal jantung mempunyai kemampuan berolahraga yang rendah; dan
konsumsi oksigen maksimal serta produksi karbondioksida yang berhubungan dengan
tingkat keparahan gagal jantung. Selain itu, konsumsi oksigen maksimal adalah
pertanda dari prognosis jangka panjang.6
2.7.8 Pemeriksaan fungsi paru
Pasien yang dicurigai gagal jantung disarankan melakukan pemeriksaan fungsi
paru untuk menghilangkan dugaan gangguan saluran nafas sebagai penyabab kondisi
kesulitan bernafas pada hasil diagnosis. Pada gagal jantung, mungkin terdapat
penurunan puncak kecepatan aliran ekspirasi dan volume ekspirasi maksimal, namun
demikian, ini tidak seberat penyakit saluran nafas (puncak kecepatan aliran akspirasi
< 200 L/menit).6
2.8 Tatalaksana
Tujuan pengobatan gagal jantung :7,10
1. Menurunkan mortalitas
2. Mempertahankan / meningkatkan kualitas hidup
19
3. Mencegah terjadinya kerusakan miokard, progresifitas kerusakan miokard,
remodeling miokard, timbulnya gejala-gejala gagal jantung dan akumulasi cairan,
dan perawatan di rumah sakit.
2.8.1 Tatalaksana non farmakologi
1. Perawatan mandiri
Perawatan mandiri mempunyai andil dalam keberhasilan pengobatan gagal
jantung dan dapat memberi dampak yang bermakna pada keluhan-keluhan pasien,
kapasitas fungsional, well being, morbiditi dan prognosis. Perawatan mandiri dapat
didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan
stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan deteksi
dini gejala-gejala perburukan.7
2.8.2 Tatalaksana farmakologik
1. Gagal jantung kronik
Sudah diakui bertahun-tahun, obat golongan diuretik dan digoksin digunakan
dalam terapi gagal jantung. Obat-obat ini mengatasi gejala dan meningkatkan kualitas
hidup, namun belum terbukti menurunkan angka mortalitas. Setelah ditemukan obat
yang dapat mempengaruhi sistem neurohumoral, RAAS dan sistem saraf simpatik,
morbiditas dan mortalitas pasien gagal jantung membaik.6,7,10
a. Angiotensin converting enzyme (ACEI)
Pengobatan dengan ACEI meningkatkan fungsi ventrikel dan kesehatan
pasien, menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal jantung dan
meningkatkan angka keselamatan. Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
- LV EF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
- Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi
Untuk memulai pemberian ACEI, maka:
- Periksa fungsi renal dan elektrolit serum.
- Pertimbangkan meningkatkan dosis setelah 24 jam
- Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia
20
- Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi meningkatkan
secara cepat sangat mungkin pada pasien yang dimonitoring ketat.
b. Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)
ARB direkomendasikan pada penderita gagal jantung dengan LVEF < 40%
yang masih simptomatik dengan terapi optimal ACEI dan beta bloker serta antagonis
aldosteron. Pengobatan dengan ARB meningkatkan fungsi ventrikel dan kesehatan
pasien dan menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal jantung.
ARB direkomendasikan sebagai pilihan lain pada pasien yang tidak toleran terhadap
ACEI. ARB menurunkan risiko kematian dengan penyebab kardiovaskular. Pasien
yang harus mendapatkan ARB :
- LVEF < 40%
- Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
- Atau pada pasien dengan gejala menetap (kelas fungsional II-IV NYHA)
walaupun sudah mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan beta bloker.
Untuk memulai pemberian ARB, maka:
- Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum
- Pertimbangkan meningkatkan dosis setelah 24 jam.
- Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia
- Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi meningkatkan
secara cepat sangat mungkin pada pasien yang dimonitoring ketat.
c. Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda-tanda
klinis/ gejala kongesti. Untuk memulai pemberian diuretik :
- Periksa fungsi renal dan elektrolit serum
- Kebanyakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan thiazide karena
efisiensinya lebih menginduksi diuresis dan natriuresis
21
- Penyesuaian sendiri dosis diuretik berdasarkan penghitungan berat harian dan
tanda klinis lainnya dari retensi cairan.
d. Antagonis aldosteron
Antagonis aldosteron menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan
gagal jantung dan meningkatkan survival jika ditambahkan pada terapi yang sudah
ada, termasuk dengan ACEI. Jika tidak ada kontraindikasi, aldosteron antagonis
ditambahkan pada keadaan LVEF <35% dengan gejala gagal jantung yang berat.
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
- LVEF < 35%
- Gejala menengah sampai berat ( kelas fungsional III-IV NYHA)
- Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB
Untuk memulai pemberian spironolakton, maka:
- Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum
- Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 4-8 minggu. Jangan meningkatkan dosis
jika terjadi pernurukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
e. Beta bloker
Beta bloker diberikan pada semua penderita gagal jantung simptomatik dan
LVEF < 40% bila tidak ada kontraindikasi. Beta bloker memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup pasien, menurunkan angka masuk RS untuk perburukan gagal
jantung dan meningkatkan harapan hidup. Terapi beta bloker seharusnya sudah
dimulai di RS sebelum pasien dipulangkan. Manfaat beta bloker dalam gagal jantung
melalui:
- Mengurangi detak jantung: memperlambat pengisian diastolik sehingga
memperbaiki perfusi miokard.
- Meningkatkan LVEF
- Menurunkan pulmonary capillary wedge pressure. Pasien yang harus
mendapatkan beta bloker :
- LVEF <40%
- Gejala ringan sampai berat
22
- ACEI/ ARB sudah mencapai tingkat dosis optimal
- Pasien harus secara klinis stabil (contoh : tidak ada perubahan terbaru dari dosis
diuretik).
18
Memulai pemberian beta bloker :
- Beta bloker dapat dimulai sebelum pemulangan dari rumah sakit pada pasien yang
dikompensasi dengan hati-hati.(Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A)
- Kunjungan tiap 2-4 minggu untuk meningkatkan dosis beta bloker. Jangan
meningkatkan dosis jika terdapat tanda-tanda perburukan gagal jantung, hipotensi
gejala atik (perasaan melayang) atau bradikardi berat (nadi < 50 x / menit) pada
tiap kunjungan.
f. Glikosida jantung
Glikosida jantung menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung dengan
meningkatkan kontraksi sarkomer jantung melalui peningkatan kadar kalsium bebas
dalam protein kontraktil, yang merupakan hasil dari peningkatan kadar natrium
intrasel akibat penghambatan NaKATPase dan pengurangan relatif dalam ekspulsi
kalsium melalui penggantian Na+ Ca2+ akibat peningkatan natrium intrasel. Pada
penderita gagal jantung simptomatik dengan AF, digoksin diberikan untuk
mengontrol rapid ventricular rate. Pada penderita gagal jantung dengan irama sinus
dan LVEF < 40%, terapi dengan digoksin (sebagai tambahan ACEI) memperbaiki
fungsi ventrikel, mengurangi angka masuk RS karena perburukan gagal jantung
namun tidak berpengaruh terhadap survival. Digoksin memberikan keuntungan pada
terapi gagal jantung dalam hal :
- Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan dan fungsi
ventrikel kiri.
- Menstimulasi baroreseptor jantung
- Meningkatkan penghantaran natrium ke tubulus distal sehingga menghasilkan
penekanan sekresi renin dari ginjal.
- Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan peningkatan vagal
tonus.
23
- Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat > 80x/ menit, dan saat
aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan digoksin.
- Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF < 40%) yang
mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB, beta bloker dan antagonis
aldosteron jika diindikasikan, yang tetap simtomatis, digoksin dapat
dipertimbangkan.
g. Senyawa amin simpatomimetik
Senyawa amin simpatomimetik seperti dopamin dan dobutamin dapat
digunakan dalam penatalaksanaan gagal jantung. Senyawa ini merupakan agonis
beta1 selektif yang dapat meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan
pengisian ventrikel.
- efek inotropik positif
- efek vasodilator yang dapat menurunkan afterload
Efek dopamin sangat tergantung dosis:
- dosis rendah (0,5-3 ug/kg/menit) menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan
diuresis
- dosis sedang (3-10 ug/kg/menit) menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung
dan detak jantung
- dosis tinggi (10-20 ug/kg/menit) menyebabkan vasokonstriksi perifer dan
meningkatkan tekanan darah.
Obat ini harus dihindari penggunaannya pada pasien AMI dan hipotensi.
h. Terapi vasodilator
- Antagonis kalsium
Antagonis kalsium dikontraindikasikan pada gagal jantung karena memiliki
efek inotropik negatif yang dapat memperburuk gejala gagal jantung. Amlodipin
merupakan satu-satunya antagonis kalsium yang dapat menurunkan mortalitas pada
gagal jantung.
- Senyawa nitrat dan donor nitrit oksida
Nitroprusid bekerja menyebabkan relaksasi otot polos secara langsung dan
kemudian mengurangi afterload dan preload. Pengurangan dalam afterload
24
menimbulkan peningkatan curah jantung. Keterbatasan penggunaan nitroprusid yang
utama adalah adanya kondisi hipotensi. Karena itu penggunaannya
dikontraindikasikan pada pasien dengan infark miokard akut. Pada saat memberikan
nitroprusid, sebaiknya dilakukan monitoring tekanan darah intra arteri.
- Hidralazine dan isosorbide dinitrate (H-ISDN)
Pengobatan dengan H-ISDN dapat dipertimbangkan untuk menurunkan risiko
kematian, angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal jantung, dan
memperbaiki fungsi ventrikel dan kapasitas latihan. Pasien yang seharusnya
mendapatkan H-ISDN:
- Pengganti ACEI/ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
- Sebagai tambahan terhadap pengobatan dengan ACEI jika ARB atau
antagonis aldosteron tidak dapat ditoleransi atau gejala menetap walaupun sudah
mendapatkan terapi ACEI, ARB, BB, dan antagonis aldosteron.
Memulai pemberian H-ISDN :
Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 2-4 minggu. Jangan meningkatkan
dosis pada hipotensi yang simtomatis.
- Nitrogliserin intravena
Nitrogliserin bekerja dengan mengurangi preload. Terapi dengan nitrogliserin
merupakan terapi dengan kerja cepat yang efektif dan dapat diprediksi hasilnya dalam
mengurangi preload. Data menunjukkan bahwa nitrogliserin intravena juga dapat
mengurangi afterload. Oleh karena itu, nitrogliserin intravena merupakan terapi
tunggal yang baik untuk pasien dengan gagal jantung dekompensasi berat.
i. Peptida natriuretik
Peptida natriuretik sebagai senyawa ideal bagi terapi gagal jantung. Senyawa
peptida ini bekerja menyebabkan :
- Natriuresis.
- Diuresis.
- Dilatasi vena dan arteri.
- Penghambatan sistem saraf simpatis.
- Antagonis protein pada rantai RAAS.
25
- Penghambatan kontriksi otot polos vaskular.
j. Trombolitik
1. Antiplatelet
Penggunaan antiplatelet pada gagal jantung masih diperdebatkan. Aspirin
memperlihatkan perburukan gagal jantung berdasarkan pada proses penghambatan
prostaglandin. Penelitian lain memperlihatkan bahwa efikasi ACEI dapat menurun
jika diberikan bersamaan dengan aspirin. Warfarin (atau antikoagulan oral alternatif)
direkomendasikan pada penderita dengan gagal jantung dengan AF yang permanen,
persisten atau paroksismal tanpa kontraindikasi terhadap antikoagulan. Penyesuaian
dosis antikoagulan menurunkan risiko komplikasi tromboemboli termasuk stroke.
2. Antikoagulan
Antikoagulan seperti warfarin diindikasikan pada pasien gagal jantung dengan:
- Fibrilasi atrial
- Riwayat tromboembolik
- Trombus pada ventrikel kiri
Warfarin (atau antikoagulan oral alternatif) direkomendasikan pada penderita
dengan gagal jantung dengan AF yang permanen, persisten atau paroksismal tanpa
kontraindikasi terhadap antikoagulan. Penyesuaian dosis antikoagulan menurunkan
risiko komplikasi tromboemboli termasuk stroke. Antikoagulan juga
direkomendasikan pada penderita dengan trombus intrakardiak yang dideteksi dengan
imaging atau bukti emboli sistemik.
26
BAB III
KESIMPULAN
Gagal jantung merupakan salah satu masalah pada penyakit kardiovaskular
yang membutuhkan perhatian akibat tingginya angka rawatan di rumah sakit maupun
peningkatan mortalitas di bidang kardiovaskular. Diagnosis serta manajemen yang
tepat harus dilakukan guna mengurangi angka kematian dan progresivitas dari
gangguan sehingga dapat diperoleh kualitas hidup yang lebih baik pada penderitanya.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Sany, RS. Peran Respon Inflamasi pada Gagal Jantung. Cermin Dunia
Kedokteran-192, 39 (4). 2012. FK Udayana. Bali
2. Hess OM, Carrol JD. Clinical assessment of heart failure. In : Libby P, Bonow
RO, Mann DL, Zipes DP. In : Braunwald’s heart disease. A textbook
ofcardiovascular medicine. 8th. Ed.Saunders company, 2007: 561-580.
3. Lip GHY, Gibbs FDR, Beevers DG. ABC of heart failure : aetiology. BMJ
2000;320 : 104-107.
4. Ong WT, Patacsil GB. Cardiology blue book 2nd ed. 2001.148-162
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Diagnosis dan
Tatalaksana Gagal Jantung Akut dan Kronik. 2009.
6. Bela M, Christian M, John NM, Olav WN, Stein, John TP, Piotr P. ESC
Guideline for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure.
European Heart Journal. 2012 (33), 1787-1847.
28
7. Teo WS, Kam R, Hsu LF. Treatment of Heart Failure-role of biventricular
pacing for heart failure not responding well to drug therapy. Singapore MedJ.
2003; 44(3): 114-122.
8. Sonnenblick EH, LeJemtel YH. Pathophysiology of congestive heart failure.
Role of angiotensin converting enzyme inhibitors. Am J Med. 1989; 87 : 88-91.
9. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure 2008. European Heart Journal (2008) 29. 2388-2442.
10. Teerlink JR. Diagnosis and management of acute heart failure. In : Braunwald’s
heart disease. A textbook of cardiovascular medicine. 8th. Ed.Saunders
company, 2007 : 583-606.
29