Congestif Heart Failure

32
Referat Ilmiah: Congestive Heart Failure OLEH: Muhamad Syaiful Bin Samingan 11 2013 194 Dokter Pembimbing: dr. Lisa Kurnia Sari, SpPD. TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA 2015

description

CHF

Transcript of Congestif Heart Failure

Referat Ilmiah:Congestive Heart Failure

OLEH:Muhamad Syaiful Bin Samingan 11 2013 194

Dokter Pembimbing: dr. Lisa Kurnia Sari, SpPD.

TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan anugrah-Nya, pembahasan referat Congestif Heart Failure ini dapat diselesaikan dengan baik.Pembahasan referat tentang meningioma ini disusun sebagai salah satu tugas dalam pelaksanaan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Bethesda Lempuyangwangi periode 20 April 2015 27 Juni 2015.Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Lisa Kurnia Sari, SpPD selaku pembimbing dalam penyusunan tugas ini serta seluruh pihak yang telah membantu, sehingga case atau referat Congestif Heart Failure ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.Penulis mengetahui dari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, karena itu sangat diharapkan kritik dan saran untuk perbaikan referat ini

Jogjakarta, 20 Mei 2015

Penulis

BAB IPENDAHULUAN

Gagal Jantung menjadi perhatian dunia kesehatan, mulai dari insidensi dan angka perawatan di rumah sakit serta biaya perawatannya yang terus meningkat. Diperkirakan 1-2% dari seluruh jumlah populasi dewasa di negara maju memiliki gagal jantung dengan prevalensi yang meningkat sebanyak 10% pada usia di atas 70 tahun.1Penelitian lain menyebutkan bahwa diperkirakan 670.000 kasus gagal jantung baru di US setiap tahunnya mengenai usia di atas 45 tahun. Insidensi gagal jantung meningkat pada usia yang lebih tua, untuk usia 65 74 tahun dengan angka 9.200 kasus/tahun untuk laki-laki dan 4.700 kasus/tahun untuk wanita. Pada usia 75 84 tahun, angka insidensi 22.300 kasus/tahun untuk laki-laki dan 14.800 kasus/tahun untuk perempuan. Sedangkan usia 75 84 tahun, angka insidensinya adalah 41.900 kasus/tahun untuk laki-laki dan 32.700 kasus/tahun untuk perempuan. Secara umum, terjadi peningkatan sebanyak 20% untuk menjadi kasus gagal jantung pada usia di atas 40 tahun. Angka perawatan gagal jantung di rumah sakit juga meningkat 3 kali lipat pada penelitian prospektif yang telah dilakukan pada tahun 1979 hingga 2004, hal ini sesuai peningkatan usia harapan hidup dan kemajuan pengobatan kardiologi, sehingga kasus yang ditemui juga lebih banyak. Gagal jantungjuga menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada beberapa negara industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia. Sindroma gagal jantung ini merupakan masalah yang penting pada usia lanjut, dikarenakan prevalensi yang tinggi dengan prognosis yang buruk. Prevalensi gagal jantung kongetif akan meningkat seiring dengan meningkatnya populasi usia lanjut, karena populasi usia lanjut dunia bertambah dengan cepat dibanding penduduk dunia seluruhnya, relatif bertambah besar pada negara berkembang termasuk Indonesia.Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat.Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 DefinisiGagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai dengan abnormalitas struktur atau fungsi jantung sehingga yang bertanggung jawab terhadap ketidakmampuan jantung dalam memompa darah atau jumlah darah yang tidak mampu mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme.5Gagal jantung dapat ditandai dengan kumpulan gejala yang kompleks seperti napas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktivitas disertai dan/atau kelelahan; tanda-tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau edema pergelangan kaki; adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat seperti kardiomegali, suara jantung 3, abnormalitas dalam gambaran ekokardigrafi, dan kenaikan konsentrasi peptide natriuretik.

Gagal Jantung KiriPeningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan menyebabkan kongesti paru dan akhirnya edema alveolar, mengakibatkan sesak nafas, batuk, dan terkadang hemoptisis.Manifestasi klinis gagal jantung kiri yaitu : Penurunan kapasitas aktivitas, dispnu awalnya timbul pada aktivitas namun bila gagal ventrikel kiri berlanjut dapat terjadi saat istirahat, menyebabkan dispnu nocturnal paroksismal (paroxysmal nocturnal dyspnoea/ PND), batuk (hemoptisis), letargi dan kelelahan, penurunan nafsu makan dan berat badan,kulit lembab, tekanan darah (tinggi, rendah, atau normal), denyut nadi (volume normal atau rendah) atau irregular karena ektopik atau AF. Pulsus alternans dapat ditemukan pergeseran apeks ke lateral (dilatasi LV), pada auskultasi didapat bunyi jantung ketiga (S3), gallop dan murmur total dari regurgitasi mitral sekunder, krepitasi paru karena edema alveolar.Secara klasik, kongesti dan edema pulmoner yang disebabkan oleh gangguan aliran keluar darahdari paru-paru.Berkurangnya perfusi darah renal (karena berkurangnya curah jantung) yang menyebabkan retensi garam (dan air yang menyertai) untuk meningkatkan volume darah.Nekrosis tubuler akut karena iskemia.Gangguan ekskresi zat sisa sehingga terjadi azotemia renal.Berkurangnya perfusi darah pada sistem saraf pusat, yang sering menyebabkan ensefalopati hipoksia, dengan gejala yang berkisar dari iritabilitas hingga koma.

Gagal Jantung KananGagal jantung kanan paling sering disebabkan oleh gagal jantung kiri .Gagal jantung kanan yang sejati dapat terjadi karena penyakit katup trikuspid atau pulmonalis atau karena penyakit vaskular pulmoner atau penyakit intrinstik pulmoner yang menghalangi aliran keluar darah dari ventrikel kanan.Manifestasi gagal jantung kanan adalah :Pembengkakan pergelangan kaki, dispnu (namun bukan ortopnu atau PND), penurunan kapasitas aktivitas, nyeri dada. Memiliki tanda-tanda berupa cdenyut nadi (aritmia takikardi), peningkatan JVP, edema, hepatomegali dan asites, gerakan bergelombang parasternal, S3 atau S4 RV, efusi pleura.Kongesti portal, sistemik, dan edema dependen perifer, misalnya kaki, pergelangan kaki, sakrum engan disertai efusi.Hepatomegali dengan kongesti sentrilobuler dan atrofi hepatosit sentral. (kongesti pasif yang kronik). Splenomegali kongestif dengan dilatasi sinusoid, perdarahan fokal, endapan hemosiderin dan fibrosis.

Gagal Jantung SistolikGagal jantung sistolik (ejection fraction depressed) adalah suatu keadaan yang menggambarkan penurunan kemampuan otot jantung untuk berkontraksi dan memompa darah melawan perlawanan sistemik vaskular, yang biasanya meningkat. Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyebab utama gagal jantung pada umumnya dan disfungsi sistolik khususnya, terhitung untuk 60-75% dari semua kasus di negara-negara industri.Baik hipertensi (tekanan darah tinggi) dan diabetes berinteraksi dengan kecenderungan genetik yang meningkat untuk berkembang menjadi CAD, seperti halnya dislipidemia.Etiologi lain termasuk nonischemic cardiomyopathy idiopatik, penyakit katup jantung, myocarditis, alkohol dan obat-obatan.Demam rheumatik tetap penyebab utama gagal jantung di Afrika dan Asia, terutama pada penduduk muda.

Gagal Jantung DiastolikGagal jantung diastolik (preserved ejection fraction) adalah suatu keadaan dimanakontraktilitas otot jantung masih utuh atau mengalami peningkatan, namun, fase relaksasi siklus jantung terganggu.Ruangan jantung menjaditebal dan kaku.Resistensi vaskular meningkat untuk meningkatkan volume pengisian ke jantung. Penyebab paling umum gagal jantung diatolik adalah hipertensi, yang juga berkontribusi bagi perkembangan penyakit arteri koroner dan disfungsi sistolik. Penyebab lain yang jarang termasuk Hipertrofi primer cardiomyopathy, penyakit katup jantung, cardiomyopathy tewrbatas, amiloidosis, dan constrictive pericarditis.

2.2 KlasifikasiBeberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada infark miokard akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi NYHA dan American College of Cardiology/American College Heart Association.Berdasarkan klasifikasi fungsional NYHA (New York Heart Association) yaitu :I. Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fsik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak.II. Terdapat batas aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas.III. Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak.IV. Tidak terdapat batasan aktivitas fisik tanpa keluhan, terdapat gejala saat istirahat. Keluhan meningkat sat melakukan aktivitas. Klasifikasi Gagal jantung menurut American College of Cardiology/ American College Heart Association yaitu :Stadium A: Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung. tidak terdapat gangguan fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau gejala.Stadium B: Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda ataugejala.Stadium C: Gagal jantung yang simtomatis berhubungan dengan penyakit Struktural jantung yang mendasari.Stadium D: Penyakit struktural jantung yang lanjut serta gagal jantung yang sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal.

2.3 EtiologiFaktor PenyebabMeskipun gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat dari sebagian besar bentuk penyakit jantung, di Amerika Serikat dan Eropa Barat, penyakit jantung iskemik bertanggung jawab sebanyak tiga perempat dari semua kasus. Kardiomiopati menempati urutan kedua, sementara kasus bawaan, penyakit katup jantung, dan penyakit jantung hipertensi adalah penyebab lain yang posisinya terletak di bawah dua penyebab di atas. Hal ini penting untuk mengidentifikasi potensi pengobatan penyebab gagal jantung, seperti ketiga kelompok di atas.

Faktor Presipitasi / PemicuDalam mengevaluasi pasien dengan gagal jantung, penting untuk mengidentifikasi faktor presipitasi, tidak hanya yang penyebab yang mendasarinya. Sering, manifestasi klinis dari gagal jantung terlihat untuk pertama kalinya dalam perjalanan dari gangguan akut yang memberikan beban tambahan pada miokardium yang terbebani berlebihan secara kronis. Seperti jantung yang dapat berkompensasi secara adekuat di bawah keadaan normal tapi memiliki cadangan oleh faktor presipitasi yang menyebabkan kemerosotan lebih lanjut dari fungsi jantung. Faktor presipitasi yang paling umum akan dijelaskan di bawah ini:1. Infeksi : Pasien dengan kongesti pembuluh darah paru akibat kegagalan ventrikel kiri lebih rentan terhadap infeksi paru daripada orang normal; namun, infeksi dapat memicu gagal jantung. Demam yang dihasilkan, takikardia, hipoksemia, dan peningkatan kebutuhan metabolisme mungkin menjadi beban yang berlebih, tetapi masih dapat terkompensasi dengan miokardium pasien dengan penyakit jantung kronis.2. Aritmia : Hal ini adalah faktor presipitasi gagal jantung yang paling sering. Mereka memberikan efek yang merugikan pada fungsi jantung melalui berbagai mekanisme: a.) Takiaritmia mengurangi waktu yang tersedia untuk pengisian ventrikular, terutama berkontribusi pada gagal jantung diastolik; mereka juga dapat menyebabkan disfungsi iskemik infark pada pasien dengan penyakit jantung iskemik. (b) disosiasi antara atrium dan kontraksi ventrikular yang ditandai dari banyak bradi maupun takiaritmia mengakibatkan hilangnya mekanisme booster pompa atrium, yaitu, tendangan atrial sehingga meningkatkan tekanan atrium. (c) kinerja jantung dapat menjadi lebih terganggu karena hilangnya kontraksi ventricular yang tersinkronisasi pada aritmia yang terkait dengan konduksi intreventrikuler yang abnormal. (d) memperlambatdenyut jantung yang terkait dengan blok atrioventricular penuh atau bradiaritmia yang lanjut dapat mengurangi output jantung kecuali stroke volume naik resiprokal, kompensasi ini terbatas pada gangguan miokard.3. Fisik, Diet, Cairan, Lingkungan, dan Emosional : augmentasi secara tiba-tiba seperti asupan natrium berlebihan, penghentian obat-obatan atau terapi lain untuk gagal jantung, transfusi darah, kelelahan fisik, panas lingkungan yang berlebihan atau kelembaban dan krisis emosional semua dapat memicu gagal jantung pada pasien yang sebelumnya berhasil terkompensasi.4. Infark miokard : Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik kronis tetapi terkompensasi, infark yang baru, kadang-kadang tidak terlihat dari klinisnya, namun merusak fungsi ventrikular dan memicu gagal jantung. 5. Emboli paru : Pasien dengan inaktivitas fisik dengan output jantung yang rendah adalah pada resiko yang meningkat untuk berkembang menjadi trombus dalam vena ekstremitas bawah atau pelvis. Emboli paru dapat mengakibatkan lebih lanjut peningkatan tekanan arteri paru-paru, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan ventrikular. Dengan adanya kongesti vaskular paru, seperti emboli juga dapat menyebabkan infark. 6. Anemia : adanya keadaan anemia menyebabkan kebutuhan oksigen untuk metabolism hanya dapat dipenuhi oleh peningkatan cardiac output, namun peningkatan ini dapat dipenuhi oleh jantung yang sehat. Keadan penyakit, kelebihan beban, tetapi jika tidak dapat terkompensasi oleh jantung maka tidak dapat menambah cukup volume darah yang diberikan ke perifer. Dengan mekanisme ini, kombinasi dari keadaan anemia dan kompensasi penyakit jantung sebelumnya dapat memicu gagal jantung dan mengakibatkan tidak cukupnya aliran darah ke perifer.7. Thyrotoxicosis and Pregnancy. Seperti halnya anemia dan demam, tirotoksikosis dan kehamilan adalah keadaan dengan cardiac output yang tinggi. Perkembangan atau intensifikasi dari gagal jantung pada pasien dengan penyakit jantung terkompensasi dapat menjadi manifestasi klinis pertama dari kasus hipertiroidisme. Sama halnya, gagal jantung dapat terjadi pertama sekali selama kehamilan pada perempuan dengan penyakit jantung rheumatic, di mana kompensasi jantung dapat mengembalikan aliran balik.8. Hipertensi yang berkembang: Peningkatan tekanan arteri dengan cepat seperti yang dapat terjadi pada keadaan hipertensi ginjal atau riwayat minum obat anti hipertensi yang tidak teratur pada kasus hipertensi esensial, dapat menyebabkan dekompensasi jantung.9. Rheumatik, Virus, dan bentuk lain Miokarditis : Demam rheumatic akut dan berbagai proses inflamasi atau infeksi yang menyerang miokardium dapat memicu gagal jantung pada pasien dengan atau tanpa penyakit jantung sebelumnya.10. Endokarditis infektif. Kerusakan katup, anemia, demam, dan miokarditis sering terjadi sebagai konsekuensi dari endocarditis infektif, baik tunggal maupun kombinasi antaranya yang dapat memicu gagal jantung.

2.4 PatofisiologiGagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastol. Hal ini menyebabkan volume diastolik akhir ventrikel secara progresif bertambah.Peningkatan progresif volume diastolik akhir, sel-sel otot ventrikel mengalami peregangan melebihi panjang optimumnya sehingga serat-serat otot tertinggal dalam kurva panjang-tegangan.Tegangan yang dihasilkan menjadi berkurang karena ventrikel teregang oleh darah.Semakin terisi berlebihan ventrikel, semakin sedikit darah yang dapat dipompa keluar sehingga akumulasi darah dan peregangan serat otot bertambah. Akibatnya volume sekuncup curah jantung dan tekanan darah turun.Penurunan tekanan darah dirasakan oleh baroreseptor. Hal ini terjadi karena respon-respon reflek tersebut menyebabkan peningkatan pengisian ventrikel (preload) atau semakin menurunkan volume sekuncup dengan meningkatkan afterload yang harus dilawan oleh kerja pompa ventrikel. Peningkatan preload dan afterload menyebabkan peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung. Kebutuhan oksigen yang meningkat tidak dapat terpenuhi hingga serat-serat otot menjadi hipoksik sehingga kontraktilitas berkurang. Siklus perburukan gagal jantung terus berulang. Refleks terus menyebabkan peningkatan pengisian dan peregangan jantung dan/atau afterload.Maka tekanan darah terus berada di bawah normal, sehingga refleks-refleks tersebut tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Gagal jantung akan berlanjut, kecuali siklus pengisian berlebihan darah dapat ditangani.Bila curah jantung oleh suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh, maka jantung akan memakai mekanisme kompensasi. Mekanisme kompensasi ini dipakai untuk mengatasi beban kerja, diupayakan memelihara tekanan darah yang masih memadai untuk perfusi alat-alat vital. Mekanisme ini mencakup :1. Mekanisme Frank-Starling 2. Pertumbuhan hipertrofi ventrikel3. Aktivitas neurohormonal.4. Sistem saraf adrenergik5. Sistem Renin Angiotensin6. Hormon antidiuretic

Mekanisme Frank StarlingMekanisme Frank-Starling berarti makin besar otot jantung diregangkan selama pengisian, makin besar kekuatan kontraksi dan makin besar pula jumlah darah yang dipompa ke dalam aorta atau arteri pulmonalis.Penurunan isi sekuncup mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak sempurna sewaktu jantung berkontraksi sehingga volume darah yang menumpuk dalam ventrikel semasa diastole lebih tinggi dibandingkan normal.Hal ini bekerja sebagai mekanisme kompensasi karena kenaikan beban awal (atau volume akhir diastolik) merangsang isi sekuncup yang lebih besar pada kontraksi berikutnya, yang membantu mengosongkan ventrikel kiri yang membesar.Hipertrofi VentrikelStres pada dinding ventrikel meningkat akibat dilatasi (peningkatan radius ruang) atau beban akhir yang tinggi (misalnya pada stenosis aortik atau hipertensi yang tidak terkendali.Peningkatan volume akhir diastol juga akan meningkatkan tekanan di dinding ventrikel yang jika terjadi terus-menerus, maka akan merangsang pertumbuhan hipertrofi ventrikel. Terjadinya hipertrofi ventrikel berfungsi untuk mengurangi tekanan dinding dan meningkatkan massa serabut otot sehingga memelihara kekuatan kontraksi ventrikel. Dinding ventrikel yang mengalami hipertrofi akan meningkat kekakuannya (elastisitas berkurang) sehingga mekanisme kompensasi ini selalu diikuti dengan penigkatan tekanan diastolik ventrikel yang selanjutnya juga menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri.

Aktivasi NeurohormonalPerangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang mencakup sistem saraf adrenergic, sistem rennin angiotensin, peningkatan produksi hormone antidiuretik, semua sebagai jawaban terhadap penurunan curah jantung.Semua mekanisme meningkatkan tahanan pembuluh sistemik, sehingga mengurangi setiap penurunan tekanan darah.Selanjutnya menyebabkan retensi garam dan air yang pada awalnya bermanfaat meningkatkan volume intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri, memaksimalkan isi sekuncup melalui mekanisme Frank starling.

Sistem Syaraf AdrenergikPenurunan curah jantung oleh reseptor-reseptor di sinus karotis dan arkus aorta sebaga penurunan perfusi.Reseptor ini mengurangi laju pelepasan rangsang sebanding dengan penurunan tekanan darah.Arus simpatis ke jantung dan sirkulasi perifer meningkat dan tonus parasimpatis berkurang. Ada tiga hal yang segera terjadi, yaitu :1. Peningkatan laju debar jantung2. Peningkatan kontraktilitas ventrikel3. Vasokonstriksi akibat stimulasi reseptor-reseptor alfa pada vena-vena dan arteri sistemik.Konstriksi arteriolar pada gagal jantung meningkatkan tahanan pembuluh perifer sehingga membantu memelihara tekanan darah.

Sistem Renin AngiotensinPenurunan perfusi ginjal menyebabkan stimulasi sistem rennin angiotensin aldosteron (RAA) yang menyebabkan peningkatan kadar renin, angiotensin II plasma, dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat pada arteriol eferen (dan sistemik) ginjal, yang menstimulasi pelepasan norepinefrin (noradrenalin) dari ujung saraf simpatik, menghambat tonus vagal, dan membantu pelepasan aldosteron dari adrenal, menyebabkan retensi natrium dan air serta ekskresi kalium di ginjal. Gangguan fungsi hati pada gagal jantung dapat menurunkan metabolisme aldosteron, sehingga meningkatkan kadar aldosteron lebih lanjut.

Hormon AntidiuretikPada gagal jantung, sekresi hormone antidiuretik oleh kelenjar hipofisis posterior meningkat, karena rangsang terhadap baroreseptordi arteri dan atrium kiri serta oleh kadar Angitensin II meningkat dalam sirkulasi.Hormon antidiuretik berperan meningkatkan volume intravaskuler karena ia meningkatkan retensi cairan melalui nefron distal. Kenaikan cairan intravaskuler inilah yang meningkatkan beban awal ventrikel kiri dan curah jantung.Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endoteli-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajatgagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya remodeling vascular dan miokardial akibat endotelin.

2.5 DiagnosisSecara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema tungkai.Selain itu kriteria Firmingham dapat digunakan untuk diagnosis gagal jantung kongestif. Menurut Framingham kriterianya gagal jantung kongestifada 2 kriteria yaitu kriteria mayor dan kriteria minor. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:a. Kriteria mayor terdiri dari:1) Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea2) Peningkatan tekanan vena jugularis3) Ronkhi basah tidak nyaring4) Kardiomegali5) Edema paru akut6) Irama derap S37) Refluks hepatojugularb. Kriteria minor terdiri dari:1) Edema pergelangan kaki2) Batuk malam hari3) Dyspnea d effort4) Hepatomegali5) Efusi pleura6) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal7) Takikardi Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan duakriteria minor harus ada di saat bersamaan.

2.6 PemeriksaanElektrokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung.Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung.Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium. Serta penderita dengan resiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia).Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui resiko emboli.Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia delusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat.Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatini setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretic dosis tinggi.Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat hemat kalium.Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati.Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.Pemeriksaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma >400pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah >2000 pg/ml.Pemeriksaan radionuclide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisisan sistolik, laju pengosongan diastolic dan abnormalitas dari pergerakan dinding.Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung.Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.

Gambar 2.Alur Diagnostik pada Gagal Jantung2.7 PenatalaksanaanPenatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan.Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada pemderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis, pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter.Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jamSodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit.Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 g/kg/menit.Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 100 mmHg. Jika tekanan sistolik< 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.Pemberian dopamin < 2 g/kg/menitmenyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/menit akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15 g/kg/menit akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 - 3 g/kg/menit, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5-15 g/kg/menit. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15-20 g/kg/menit.Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 -20 menit kemudian infus 0,375-075 g/kg/menit. Dosis enoximone 0,25-0,75 g/kg bolus kemudian 1,25-7,5 g/kg/menit.Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 -0,5 g/kg/menit. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2-1 g/kg/menit. Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi.Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.

2.9 PrognosaPrognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu: 1. Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%2. Kelas NYHA II: mortalitas 5 tahun 10-20%3. Kelas NYHA III: mortalitas 5 tahun 50-70%4. Kelas NYHA IV: mortalitas 5 tahun 70-90%

BAB IIIPENUTUP

2.8 Kesimpulan Dari laporan kasus ini dapat disimpulkan bahwa gagal jantung jantung (Congestive Heart Failure/CHF) merupakan penyakit degeneratif yang cukupbanyak ditemukan dari segala jenis usia mulai dari masa neonatus, bayi, anak-anaksampai dewasa lansia. Yang dari seluruhnya disebabkan karena faktor pola hidup yang tidaksehat cenderung menkonsumsi makananyang berakibat memberatkan kerja jantung. Komplikasi yang dialami para pasien juga berakibat fatal yang dapat menyebabkan angka morbidibitas dan mortalitas meningkat, maka diperlukan adanya terapi diet khusus bagi penderita CHF. Perlunya penyuluhan khusus kepada masyarakat tentang penyakit ini juga dirasa cukup penting, agar kasus yang terjadi dapat ditanggulangi. Kepada ibu hamil yang diharapkan dapat memberikan ASI eksklusif guna pemaksimalan imunitas anakagar terhindar dari penyakit CHF pada anak-anak dan balita, juga pencegahan nya dengan menjaga janin pada masa kehamilan dan tidak mengkonsumsi rokok, alkohol maupun bahan makanan yang kiranya berdampak pada jantung ibu dan janin yang akan dilahirkannya nanti. Laporan kasusinisemata mata hanya pengantar dalammembahasCHFlebih mendalam, diharapkan di masa yang akan datang dapat lebih dikembangkan lagi seiring teknologi untuk penyembuhan pasien dan mengurangi terjadinya komplikasi. Terlepas dari ketidak sempurnaan seorang manusia, saya mengharapkan di masa yang akan datang pembahasan tentang penyakit ini akan lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA1. Nurdjanah S. Buku ajar ilmu penyakit dalam FK UI. 2006; ed IV2. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrisons principle of internal medicine.2005; ed XVI3. Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan.Buku ajar kardiologi. jakarta: balai penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia, 2004.hal 7 17,115 126.4. Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006.hal.633-640.5. Oemar, Hamed.Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: balai penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia. 2004. hal. 7-12.6. Kumar, Cotran, Robbins.Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC, 2007. Vol. Volume 2.7. Greenberg, Barry H. Congestuve Heart Failure, Philadephia, USA: Lipincott Williams & Wilkins 2007 ; hal.167-168.8. Goroll, Allan H., Primary medicine, office evaluation and management of the adult patient sixth edition, Philadephia, USA: Lipincott Williams & Wilkins 2009;.hal.275-2879. Davis, Russell C. ABC of heart failure second edition, Australia: Blackwell publishing 2006;hal. 10-11.10. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.449-65.11. Gillespie ND. The diagnosis and management of chronic heart failure in the older patient. British Medical Bulletin 2005;75 and 76: 49- 62.12. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and restrictive). In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.137-56.13. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with heart failure. A statement for healthcare professionals from The Cardiovascular Nursing Councils of The American Heart Assiciation Circulation 2000