REFLEKSI KASUS

27
REFLEKSI KASUS Pengobatan Anak Dengan HIV AIDS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Anak Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo Diajukan Kepada: dr. Heru Wahyono Sp. A Disusun Oleh: Sitta Grewo Liandar 20100310017 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015

description

anak

Transcript of REFLEKSI KASUS

REFLEKSI KASUSPengobatan Anak Dengan HIV AIDSDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Anak Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo

Diajukan Kepada:dr. Heru Wahyono Sp. ADisusun Oleh:Sitta Grewo Liandar 20100310017FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2015

A. PENGERTIAN HIV AIDSAIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz).HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.

B. ETIOLOGISindrom immunodefisiensi didapat pediatrik (AIDS) disebabkan oleh virus immunodefisiensi manusia / Human Immunodeficiency virus (HIV) tipe 1 (HIV-1) yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+ , yang juga ditemukan dalam jumlah yang lebih rendah pada monosit dan makrofag.HIV-I merupakan retrovirus yang termasuk pada subfamili Lentivirus. Juga sangat dekat dengan HIV-II, yang menyebabkan penyakit yang sama.HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit obligat intra sel .Dalam bentuknya yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel host ( sel target ). Retrovirus mengandung kapsid sebelah dalam yang disusun dari protein struktur yang dirujuk pada ukurannya. Protein struktural utama adalah p24, terdeteksi dalam serum penderita yang terinfeksi dengan beban virus tinggi. Kapsid virion mengandung dua kopi RNA helai tunggal dan beberapa molekul transkriptase balik. Transkriptase balik adalah polimerase DNA virus yang menggabung nukleosid menjadi DNA dengan menggunakan RNA virus sebagai model. ( Behrman, dkk , 1999 : 1128 ) HIV merupakan retrovirus sitopatik tidak bertransformasi mendorong terjadinya immunodefisiensi dengan merusak sel T sasaran ( target ) Selubung ( envelope ) lipid HIV-I berasal dari membran sel pejamu yang terinfeksi saat budding, yang mengandung dua glikoprotein virus, gp120 dan gp41. gp120 penting pada pengikatan pada molekul CD4 pejamu untuk memulai infeksi virus. Ditemukan beberapa gen yang tidak ditemukan pada retrovirus lain, yaitu tat, vpu, vip, nef, dan rev.tat dan rev, mengatur transkripsi HIV dan karenanya dapat dipakai sebagai target terapi. Virus diisolasi dari sel limfosit, serum cairan serebrospinal, dan semua sekresi dari penderita yang terinfeksi. ( Robbins,dkk, 1998 : 140 ).

C. MACAM INFEKSI HIVAtas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga Tahap, yaitu:1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.1. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.1. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/l sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143 )

D. PATOFISIOLOGI

Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan transplasental atau perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target ( terutama sel limfosit T ) yang mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Ia melepas bungkusnya kemudian mengeluarkan enzim R-tase yang dibawanya untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi DNA agar dapat bergabung menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit T helper CD4 dan sel-sel imunologik lain ) . Dari DNA sel target ini berlangsung seumur hidup. Sel limfosit T ini dalam tubuh mempunyai mempunyai fungsi yang penting sebagai daya tahan tubuh. Akibat infeksi ini fungsi sistem imun (daya tahan tubuh) berkurang atau rusak, maka fungsi imonologik lain juga mulai terganggu.HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B juga terpengaruh, dengan peningkatan produksi imunoglobulin total sehubungan dengan penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan memburuknya sistem imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi oportunis dan juga berkurang kemampuannya dalam memperlambat replikasi HIV. Infeksi HIV dimanifestasikan sebagai penyakit multi-sistem yang dapat bersifat dorman selama bertahun-tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap. Kecepatan perkembangan dan manifestasi klinis dari penyakit ini bervariasi dari orang ke orang. Virus ini ditularkan hanya melalui kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh, melalui obat-obatan intravena, kontak seksual, transmisi perinatal dari ibu ke bayi, dan menyusui. Tidak ada bukti yang menunjukkan infeksi HIV didapat melalui kontak biasa.Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV : Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut juga trasmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun. Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofili) Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi. Bayi yang mendapat ASI ( terutama di negara-negara berkembang ).

E. Manifestasi KlinisBayi dan AnakBayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari. Kebanyakan anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara umur 2 bulan dan 3 tahun.Tanda-tanda klinis akut yang disebabkan oleh organisme virulen pada penderita limfopeni CD4+ yang terinfeksi HIV-1 disebut infeksi oportunistik "penentu-AIDS". Infeksi oportunistik yang paling sering dan sangat mematikan adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC pada bayi terinfeksi HIV-1 merupakan distress pernapasan berat dengan batuk, takipnea, dispnea dan hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke arah blokade kapiler alveolar (mis ; proses radang interstisial). Roentgenogram dada menunjukkan pneumonitis difus bilateral dengan diafragma datar. Diagnosis biasanya diperkuat oleh bronkoskopi fleksibel dan cuci bronkoalveolar dengan pewarnaan yang tepat untuk kista maupun tropozoit. Kadar laktat dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa banding pada bayi termasuk herpes virus ( sitomegalovirus, virus Epstein-Barr,virus herpes simpleks ), virus sinsitial respiratori, dan infeksi pernafasan terkait mengi. Pengobatan infeksi PPC harus dimulai seawal mungkin, tetapi prognosis jelek dan tidak secara langsung dikorelasikan dengan jumlah limfosit CD4+.. Reaktivasi PPC tampak semakin bertambah pada anak yang lebih tua yang mempunyai perjalanan klinis infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis PPC (trimetropim-sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada penderita pediatri dengan angka limfosit-T CD4+ rendah ( 30 hari Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan Kardiomiopati Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan Diare, kambuhan atau kronik Hepatitis Stomatitis herpes, kambuhan Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia 1 bulan Herpes zoster, dua atau lebih episode Leimiosarkoma Pneomonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid pulmoner (LIP/PLH) Nefropati Nokardiosis Varisela zoster persisten Demam persisten >1 bulan Toksoplasmosis, awitan sebelum berusia 1 bulam Varisela, diseminata ( cacar air berkomplikasi )4) Kategori C : Gejala HebatAnak dengan kondisi berikut : Infeksi balterial multipel atau kambuhan Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus Koksidioidomikosis, intestinal kronik Penyakit sitomegalovirus ( selain hati, limpa, nodus ) dimulai pada umur > 1 bulan. Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan). Ensefalopati HIV. Ulkus herpes simpleks kronik ( durasi > 1 bulan ) atau pneumonitis atau esofagitis, awitan saat berusia > 1 bulan. Histoplasmosis, diseminata atau ekstrapulmoner. Isosporiasis interstinal kronik (durasi > 1 bulan). Sarkoma kaposi. Limfoma, primer di otak. Limfoma ( sarkoma burkitt atau sarkoa imunoblastik ). Kompleks Mycobacterium avium atau Mycobacterium kansasii, diseminata atau ekstrapulmoner. Pneumonia Pneumocystis carinii. Leukoensefalopati multifokal progresif. Septikemia salmonella kambuhan. Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur > 1 bulan. Wasting Syndrome karena HIVG. Pendekatan DiagnosisPendekatan diagnosa HIV pada anak terutama bayi relatif lebih sukar dari pada orang dewasa. Hal ini di samping karena tanda klinisnya yang tidak / kurang meyakinkan akibat banyaknya penyakit lain yang harus dipikirkan sebagai diagnosa bandingnya, juga karena pemeriksaan serologisnya yang sering membingungkan. Adanya antibodi terhadap HIV (IgG) pada darah bayi dapat merupakan antibodi yang berasal dari ibunya, karena antibodi ini dapat menembus plasenta, yang dapat menetap berada dalam darah si anak sampai berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi , maka memerlukan pemeriksaan serial dan untuk mengevaluasi kebenaran terjadinya infeksi bagi si bayi. Pada umumnya dikatakan, masih terdapatnya antibodi sampai lebih dari 15 bulan menunjukkan adanya infeksi HIV pada bayi. Terdapatnya antibodi kelas IgM atau IgA, mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi, dengan sensitifitas dan spesifitas sampai 98%. Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar :1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi.2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa keganasan3. Adanya tanda-tanda defisiensi imun, seperti menurunnya T4 (ratio T4:T8)4. Tidak didapatkan adanya penyebab lain dari defisiensi imun.Terbukti adanya HIV baik secara serologi maupun kultur. Pembuktian adanya HIV dapat dengan mencari antibodinya (IgG, IgM maupun IgA) yang dapat dikerjakan dengan metoda Elisa maupun Weste Blot. Dapat pula dengan menentukan Antigen p-24 dengan metoda Elisa, ataupun DNA virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini tentunya mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi. Metoda lain yang sedang dikembangkan adalah IVAP (In vitro Antibody Production), dengan mencari sel-sel penghasil antibodi dari darah bayi.WHO telah menetapkan kriteria diagnosa AIDS pada anak sebagai berikut :Seorang anak (