Refleksi Kasus Bph

24
REFLEKSI KASUS MANAJEMEN BPH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Jogja Diajukan Kepada : dr. Tri Sudaryono, Sp.B Disusun Oleh : Yunita Puji Lestari 20070310157 1

Transcript of Refleksi Kasus Bph

Page 1: Refleksi Kasus Bph

REFLEKSI KASUS

MANAJEMEN BPH

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah

Rumah Sakit Jogja

Diajukan Kepada :

dr. Tri Sudaryono, Sp.B

Disusun Oleh :

Yunita Puji Lestari

20070310157

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2012

1

Page 2: Refleksi Kasus Bph

REFLEKSI KASUS

Manajemen BPH

1. KASUS

Pasien datang ke poli bedah dikarenakan nyeri dan susah BAK 2 bulan

yang lalu. Pasien mengeluh sering BAK dan merasa BAK tidak tuntas 9

bulan yang lalu. Oleh dokter bedah didiagnosis BPH dan pasien disarankan

operasi.

Nama : Bp. Dj

Usia : 67 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Mantup, Banguntapan, Bantul

Bangsal : Bougenvil

Nomor RM : 328047

Dokter yang merawat : dr.Tri Sudaryono, Sp.B

Dokter Pembimbing : dr.Tri Sudaryono, Sp.B

2. PERMASALAHAN

Bagaimana manajemen penatalaksanaan pasien dengan BPH ?

3. PEMBAHASAN

A. DEFINISI

2

Page 3: Refleksi Kasus Bph

Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi

berupa hiperplasia kelenjar periuretral atau hiperplasia fibromuskular yang

mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. Namun orang sering

menyebutnya dengan hipertropi prostat walaupun secara histologi yang

dominan adalah hiperplasia.

B. ETIOLOGI

Etiologi dari BPH belum dapat dimengerti secara lengkap, tetapi

nampaknya multifactorial dan diatur oleh sistem endokrin. Beberapa hipotesis

menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan

kadar dihydrotestosteron (DHT) dan proses aging (proses menua).

Tabel. Teori etiologi BPH

C. PATOFISIOLOGI

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars

prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan

peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli

harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang

terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa

hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan

divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada

Teori Penyebab EfekDihydrotestosteron ↑ 5-α reductase dan reseptor

androgenhiperplasia epitel dan stroma

Imbalans oestrogen-testosteron

↑ oestrogens ↓ testosteron hiperplasia stroma

Interaksi stromal – epitel

↑ epidermal growth factor/ fibroblast growth factor ↓ transforming growth factor β

hiperplasia epitel dan stroma

Penurunan kematian sel (↓ apoptosis)

↑ oestrogen ↑ waktu hidup sel stroma dan epitelium

Teori stem cells ↑ stem cells proliferasi transit cells

3

Page 4: Refleksi Kasus Bph

saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang

dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin

meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase

dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga

terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan

ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan

pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-

buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung

terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat

jatuh ke dalam gagal ginjal.

usia

hormon Interaksi stroma – epitel DHT Teori stem cell

hiperplasia prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal ↑

Resistensi pada leher buli-buli

otot detrusor menebalFase kompensasi

Detrusor melemah

Dekompensasi detrusor

Tidak mampu berkontraksi

Retensi urin

Hidronefrosis

4

Page 5: Refleksi Kasus Bph

Disfungsi sel kemih bag. Atas

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya

gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik

ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan

mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urin

(obstruksi infravesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot

polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor.

Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot

polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari

stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh

komponen mekanik.

D. MANIFESTASI KLINIS

Hiperplasia prostat hampir mengenai semua orang tua tetapi tidak

semuanya disertai dengan gejala-gejala klinik. Gejala klinis yang menonjol

dari hiperplasia prostat adalah sumbatan saluran kencing bagian bawah.

Gejala hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua tipe yang

saling berhubungan, obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena otot

detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup

lama sehingga kontraksi terputus-putus .

Tanda obstruksi :

- Menunggu pada permulaan kencing (hesistency)

- Pancaran kencing terputus-putus (intermitency)

- Rasa tidak puas sehabis kencing

- Urin menetes pada akhir kencing (terminal dribling)

- Pancaran urin jadi lemah

Gejala iritasi biasanya lebih memberatkan pasien dibandingkan

obstruksi. Gejala iritasi timbul karena pengosongan buli-buli yang tidak

sempurna pada akhir kencing atau pembesaran prostat menyebabkan

ransangan pada buli-buli, sehingga buli-buli sering berkontraksi meskipun

Gangguan ekskresi urin

5

Page 6: Refleksi Kasus Bph

belum penuh. Bila terjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin sehingga

urin masih berada dalam buli-buli pada akhir kencing. Retensi urin kronik

menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal

ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi.

Tanda iritasi :

- Rasa tidak dapat menahan kencing (urgensi)

- Terbangun untuk kencing pada saat tidur malam hari (nocturia)

- Bertambahnya frekuensi kencing

- Nyeri pada waktu kencing (disuria)

Tabel 2. IPSS

Dari IPSS (International Prostate Symptom Score, IPSS), gejala LUTS

dikelompokkan dalam 3 derajat, yaitu:

- Ringan : skor 0-7

- Sedang : skor 8-18

- Berat : skor 19-35

Jika pada waktu kencing penderita hampir selalu mengedan, lama

kelamaan dapat menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat

sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Adanya batu saluran

kemih menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.

Dalam 1 bulan terakhir tidak sama < 1 x dlm 5 <50% ±50% > 50% hampir

sekali kejadian kejadian kejadian kejadian selalu Terasa sisa kencing 0 1 2 3 4 5

Sering kencing 0 1 2 3 4 5

Terputus-putus 0 1 2 3 4 5

Tidak dapat menunda 0 1 2 3 4 5

Pancaran lemah 0 1 2 3 4 5

Mengejan 0 1 2 3 4 5

Kencing malam 0 1 2 3 4 5Total

6

Page 7: Refleksi Kasus Bph

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa

urin setelah penderita kencing spontan. Sisa urin ditentukan dengan

mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Volume sisa urin

setelah kencing normal pada pria dewasa sekitar 35 ml. Sisa urin dapat juga

diketahui dengan ultrasonografi buli-buli setelah kencing, sisa urin lebih dari

100 ml, biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi

pada hiperplasia prostat. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan

menentukan pancaran urin pada waktu kencing, cara pengukuran ini disebut

uroflowmetri. Angka normal untuk pancaran urin rata-rata 10-12 ml/detik

dengan pancaran maksimal sampai 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan

pancaran menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan pancaran maksimal

menjadi 15 ml/detik. Tetapi pada pemeriksaan ini tidak dapat membedakan

antara kelemahan otot detrusor dengan obstruksi intravesikal.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologi,

seperti foto polos abdomen, dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit

ikutan seperti batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel saluran

kemih. Pembesaran prostat dapat dilihat lesi profusion prostat kontras pada

dasar buli-buli. Secara tidak langsung pembesaran prostat dapat diperkirakan

apabila dasar buli-buli pada gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung

distal ureter membengkok ke atas berbentuk seperti mata kail.

Ultrasonografi dapat dilakukan secara transabdominal atau transrektal

(trans rectal ultrasography = TRUS). Untuk mengetahui pembesaran prostat,

pemeriksaan ini dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin

dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu. Pemeriksaan CT

Scan atau MRI jarang dilakukan. Pemeriksaan sitoskopi dilakukan apabila

pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urin ditemukan

mikrohematuria. Sitoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar

prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat

penonjolan prostat di dalam uretra.

E. DIAGNOSIS

7

Page 8: Refleksi Kasus Bph

The Third International Consultation on BPH menganjurkan untuk

menganamesa keluhan kencing terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau

lebih jika ditemukan prostatismus lakukan pemeriksaan dasar standar

kemudian jika perlu dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan.

Pemeriksaan standar meliputi :

Hitung skor gejala, dapat ditentukan dengan menggunakan skor IPSS

(International Prostate Symptom Score, IPSS)

Riwayat penyakit lain atau pemakai obat yang memungkinkan gangguan

kencing.

Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.

Pemeriksaan Tambahan :

Pemeriksaan uroflowmetri (pengukuran pancaran urin pada saat kencing)

Pemeriksaan TRUS-P (Transrectal Ultrasonography of the prostate)

Pemeriksaan serum PSA (Prostatic spesific antigen)

Pemeriksaan USG transabdominal

Pemeriksaan patologi anatomi (diagnosis pasti)

F. DIAGNOSIS BANDING

Kondisi obstruktif traktus urinarius bagian bawah lainnya, seperti

striktur uretra, kontrakur leher kadung kemih,batu buli-buli, atau karsinoma

prostat harus dipikirkan saat memeriksa pasien dengan dugaan BPH. Riwayat

pemakaian instrume tertentu diuretra, uretitis, atau trauma harus diketahui

untuk menyingkirkan dugaan striktur uretra atau kontraktur leher bulibuli.

Hematuria dan nyeri sering berhubungan dengan batu buli-buli. Karsinoma

prostat dapat dideteksi dengan kelainan pada rektal toucher atau kenaikan

kadar PSA.

Infeksi traktus urinarius, yang dapat menyerupai gejala iritaif BPH,

dapat dengan segera diketahui dari urinalisis dan kultur; bagaimanapun,

infeksi traktus urinarius dapat merupakan komplikasi dari BPH. Walaupun

keluhan saat kencing juga berhubungan denan karsinoma buli, khususnya

karsnoma insitu, urinalisis biasanya menunjukkan adanya hematuria. Selain

8

Page 9: Refleksi Kasus Bph

itu, pasien dengan kelainan buli neurogenik dapat jua memiliki tanda dan

gejala dari BPH, tetapi disertai adanya riwayat penyakit neurolgis, stroke,

diabetes melitus, atau trauma punggung. Sebagai tambahan, pada

pemeriksaan didapatkan berkurangya sensasi perineum atau ekstremitas

bagian bawah, gangguan pada tonus spinkter rektal atau reflex

blbokavernosus. Gangguan pada fungsi pencernaan (konstipasi) dapat juga

memperingatkan adanya kemungkinan sebab neurologis.

G. TERAPI

Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat

diberikan untuk pasien kelompok tertentu. Pasien dengan gejala ringan

(symptom score 0-7), dapat hanya dilakukan watchful waiting. Pasien dengan

gejala sedang (symptom score 8-18), dapat diberikan terapi medikamentosa.

Pasien dengan gejala berat (symptom score 9-35), dilakukan operasi. Selain

itu, indikasi dilakukan operasi adalah:

- Retensi urin berulang

- Infeksi saluran kemih berulang

- Gross hematuria berulang

- Batu buli-buli / divertikel

- Insufisiensi ginjal.

- Dilatasi traktus atas (hidroureter, hidronefrosis).

Tabel. Penatalaksanaan BPH

9

Page 10: Refleksi Kasus Bph

1. Watchful waiting

Watchful waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH

dengan symptom score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih

berat dan munculnya komplikasi tidak dapat ditentukan pada terapi ini,

sehingga pasien dengan gejala BPH ringan menjadi lebih berat tidak dapat

dihindarkan, akan tetapi beberapa pasien ada yang mengalami perbaikan

gejala secara spontan.

2. Medikamentosa

a. Penghambat alfa (alpha blocker)

Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1,

dan prostat memperlihatkan respon kontaktil terhadap pengaruh

penghambat alfa. Komponen yang berperan dalam mengecilnya

prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor

α1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa

perbaikan subyektif dan obyektif terhadap gejala dan tanda (sign and

symptom) BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa dapat

diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu paruhnya.

Contoh penghamba alpha yang ada antara lain prazosin, terazosin,

doxazosin dan yang lebih baru tamslosin (blokade selektif pada

Observasi Watchful waitingMedikametosa -alpha blocker : terazosin, prazosin, tamsulsin, dll

-supresi androgen : 5α-reduktase inhibitor -fitoterapi

Operasi konvensional

-Transurethral resection of the prostate (TURP)-Transurethral incision of the prostate (TUIP) -Open simple prostatectomy

Invasif minimal -Laser-Transurethral electrovaporization of the prostate-Hyperthermia-Transurethal needle ablation of the prostate (TUNA)-High Intensity focused ultrasound-Intraurethral stents-Transurethral balloon dilation of the prostate

10

Page 11: Refleksi Kasus Bph

reseptor α1a). Efek samping penghambat apha antara lain hipotensi

ortostaik, pusing, kelelahan, ejakulasi retrograd, rinitis dan sakit

kepala. Efek samping ini lebih sedikit pada penggunaan penghamba

α1a yang lebih selektif.

b. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)

Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat

perubahan testosterone menjadi dehidrotestosteron. Obat ini

mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan

pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan

pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna mendapat efek maksimal

terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan pada gejala-

gejala. Walupun begitu, perbakan gejala hanya terliat pada prostat

yang membesar >40 cm3. Efek samping termasuk penurunan libido,

penurunan volume ejakulat dan impotensi.

c. Fitoterapi

Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-

tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah

popular di Eropa selama beberapa tahun. Obat-obatan tersebut

mengandung bahan dari tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum

africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula,

Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian

untuk mengetahui efektivitas dan keamanannya.

3. Operasi konvensional

a. Transurethral resection of the prostate (TURP)

Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan

melalui endoskopi. Umumnya dilakukan dengan anestesi spinal dan

dirawat di rumah sakit selama 1-2 hari. Perbaikan symptom score dan

aliran urin dengan TURP lebih tinggi dan bersifat invasive minimal.

Risiko TURP adalah antara lain ejakulasi retrograd (75%), impotensi

(5-10%) dan inkontinensia urin (<1%). Komplikasi tindakan ini antara

lain perdarahan, striktur uretra atau kontraktur leher buli, perforasi

11

Page 12: Refleksi Kasus Bph

kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada kasus yang berat,

sindrom TUR yang berakibat hipervolemi, hiponatremi karena

absorpsi cairan irigasi yang hipotonik (H2O). Manifestasi klinik

sindrom TUR adalah mual, muntah, konfusi, hipertensi, bradikardi

dan gangguan visual. Risiko sindrom TUR meningkat pada waktu

reseksi yang melebihi 90 menit. Penatalaksanaanya termasuk

pemberian diuresis dan pada kasus yag berat, diberikan saline

hipertonik.

b. Transurethral incision of the prostate (TUIP)

Pada pasien dengan gejala sedang-berat dan prostat yang kecil sering

terjadi hyperplasia komisura posterior (kenaikan leher buli-buli).

Pasien dengan keadaan ini lebih mendapat keuntungan dengan insisi

prostat. Prosedur ini lebih cepat dan morbiditas lebih sedikit

dibandingkan TURP. Retrograde ejakulasi terjadi pada 25% pasien.

c. Open simple prostatectomy

Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka

enukleasi terbuka diperlukan. Prostat lebih dari 100 gram biasanya

12

Page 13: Refleksi Kasus Bph

dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi terbuka. Open

prostatectomy juga dilakukan pada BPH dengan divertikulum bulibuli,

batu buli-buli dan pada posisi litotomi tidak memungkinkan. Open

prostatectomy dapat dilakukan dengan pendekatan suprapubik ataupun

retropubik. Simple suprapubic prostatectomy (Frayer) dikerjakan

melalui pembukaan buli-buli dan pemilihan metode ini berhubungan

dengan adanya patologi pada buli. Pada metode simple retropubic

prostatectomy (Millin), buli tidak dibuka dan incisi langsung

dilakukan pada kapsul prostat.

4. Terapi minimal invasif

a. Laser

Dua sumber energi utama yang digunakan pada operasi dengan sinar

laser adalah Nd:YAG dan holmium:YAG. Teknik coagulation

necrosis salah satunya: transuretral laser-induced prostatectomy

(TULIP) yang dikerjakan dengan panduan ultrasonografi transrektal.

Teknik visual coagulative necrosis dikerjakan degan kontrol

cystoscopic. Teknik visual contact ablative dikerjakan dengan fiber

yang diletakkan langsung bersentuhan dengan jaringan prostat yang

dvaporisasi. Teknik lainnya adalah Interstitial laser therapy.

Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah: kehilangan darah

minimal, jarang terjadi sindroma TUR, dapat mengobati pasien yang

sedang menggunakan antikoagulan, dan dapat dilakukan out patient

procedure. Sedangkan kerugian operasi dengan laser antara lain:

sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi, pemasangan kateter

postoperasi lebih lama, lebih iritatif, dan biaya besar.

b. Transurethral electrovaporization of the prostate

13

Page 14: Refleksi Kasus Bph

Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan

resektoskop. Arus tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan

karena panas, menghasilkan cekungan pada uretra pars prostatika.

Prosedurnya lebih lama dari TUR.

c. Hyperthermia

Hipertermia gelomban mikro dihantarkan melalui kateter transuretra.

Alat lainnya mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih

rendah dari 45°C, alat pendingin tidak diperlukan.

d. Transurethal needle ablation of the prostate

Transurethal needle ablation of the prostate (TUNA) menggunakan

kateter yang didesain khusus melalui uretra. Jarum interstitial dengan

frekuensi radio kemudian keluar dari ujung kateter, melubangi mkosa

uretra pars prostatika. Penggunaan frekuensi radio tersebut untuk

memanaskan jaringan sehingga megakibatkan nekrosis koagulatif.

e. High-intensity focused ultrasound

Metode ini dilakukan dengan meletakkan probe ultrasonografi

didalam rektum yang akan menampilkan gambaran prostat dan

menghantarkan energi panas dari high-intensity focused ultrasound,

14

Page 15: Refleksi Kasus Bph

yang akan memanaskan jaringan prostat dan menjadi nekrosis

koagulasi.

f. Intraurethral stents

Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika

dengan endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars

prostatika tetap paten.

g. Transurethral balloon dilation of the prostate

Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat

melebarkan fossa prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada

prostat yang ukurannya kecil (<40cm3). Teknik ini jarang digunakan

sekarang ini..

4. KESIMPULAN

Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar periuretral atau hiperplasia fibromuskular yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer.

Etiologi dari BPH belum dapat dimengerti secara lengkap, tetapi nampaknya multifactorial dan diatur oleh sistem endokrin. Beberapa teori etiologi BPH antara lain : Dihydrotestosteron, Imbalans oestrogentestosteron, Interaksi stromal – epitel, Penurunan kematian sel (↓ apoptosis), ,Teori stem cells.

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra, sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya.

15

Page 16: Refleksi Kasus Bph

Gejala hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua tipe yang saling berhubungan, obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena otot detrusor gagal berkontraksi, gejala iritasi timbul karena pengosongan buli-buli yang tidak sempurna pada akhir kencing.

Pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat hanya dilakukan watchful waiting. Pasien dengan gejala sedang (symptom score 8-18), dapat diberikan terapi medikamentosa. Pasien dengan gejala berat (symptom score 9-35), dilakukan operasi.

5. DAFTAR PUSTAKA

Grace , Pierce A., Borley , Neil R . At a Glance Ilmu Bedah .ed.

3.2006.Jakarta : PT. Erlangga

Wim de, Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Alih bahasa R. Sjamsuhidayat

Penerbit Kedokteran, EGC, Jakarta, 1997

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. EGC: Jakarta.

Yogyakarta, 5 Maret 2012

Pembimbing,

dr. Tri Sudaryono, Sp.B

16