Refleksi Kasus GPPH

26
Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa Refleksi Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) Disusun oleh : Cempaka Kusuma Dewi NIM. 1010015018 Pembimbing dr. Denny J. Rotinsulu, Sp. KJ. 1

description

IKJ

Transcript of Refleksi Kasus GPPH

Laboratorium Ilmu Kedokteran JiwaRefleksi KasusFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)

Disusun oleh :Cempaka Kusuma DewiNIM. 1010015018

Pembimbingdr. Denny J. Rotinsulu, Sp. KJ.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA2015

LEMBAR PENGESAHAN

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)

Refleksi Kasus

Diajukan Dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinikpada Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

Disusun oleh:Cempaka Kusuma Dewi1010015018

Dipresentasikan pada Januari 2015

Pembimbing

dr. Denny J. Rotinsulu, Sp. KJ.19680619 1999031 006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA2015

3

4

Refleksi Kasus

I. Riwayat PsikiatriA. IdentitasNama : An. AESJenis Kelamin: Laki-lakiUsia: 6 tahunStatus Perkawinan: Belum MenikahAgama: KristenPendidikan: TKPekerjaan: SiswaAlamat: Jl. Cipto Mangunkusumo RT. 06, Loa Janan Ilir, Samarinda

B. Keluhan UtamaPasien tidak bisa diam

C. Riwayat Penyakit SekarangIbu pasien mengeluhkan anaknya yang tidak bisa diam, sering mondar-mandir, dan ngoceh bahasanya sendiri, serta emosinya yang sulit terkontrol sejak usianya 3 tahun. Sejak kecil pasien sering main di jalan, tidak mau nurut dengan orang tuanya. Anak sering tidak tuntas dalam mengerjakan tugas/aktivitas yang sudah dia mulai. Anak sulit untuk konsentrasi. Hal ini juga dikeluhkan oleh gurunya di TK pada ibunya. Jika menginginkan sesuatu harus dipenuhi. Jika menyukai suatu barang, harus ada san selalu dibawa kemanapun, jika bosan lalu ditinggalkan.

D. Riwayat Medis dan Psikiatrik yang Lain1. Gangguan Mental dan Emosi Riwayat berobat di RSUD AWS dan dikatakan anak hiperaktif. Namun, karena antrian yang panjang dan sang anak mengamuk, maka terapi tidak dilanjutkan. Riwayat terapi di klinik S 1 tahun. Orang tua merasakan adanya perbaikan pada sikap anaknya, namun terapi tidak diteruskan karna alasan biaya.

2. Gangguan PsikosomatikTidak ada riwayat3. Kondisi medis Riwayat MRS selama 4 hari karna diare saat usia anak 1 tahun Riwayat MRS karena terkena infeksi paru saat usia anak 2 tahun, gejala mereda kemudian kambuh lagi 2 bulan yang lalu. Sehingga, saat ini pasien masih mengkonsumsi rutin obat paru yang sudah diminum selama 2 bulan.4. Gangguan neurologiTidak ditemukan riwayat gangguan neurologis.

E. Riwayat Keluarga1. Riwayat keluargaSepupu dan adik ayahnya mengalami keterlambatan bicara. Sepupu ayahnya lancar bicara saat usianya 5 tahun dan adik ayahnya lancar bicara setelah berusia 4 tahun2. Pasien umur kurang 6 tahunSejak lahir, pasien tinggal serumah dengan orang tuanya dan 1 orang adik laki-lakinya, serta 2 orang tantenya (adik kandung ibunya). Keluarga pasien harmonis, tidak ada konflik yang berarti dalam keluarga, baik diantara suami-istri maupun kakak adiknya, ataupun dengan tantenya.3. Pasien umur sekarangHubungan KeluargaJenis KelaminUsiaPendidikan TerakhirSifat

AyahLaki-laki31 tahunSMKTegas, penyabar

IbuPerempuan29 tahunSMAPenyayang

AdikLaki-laki3 tahunTKCerewet, egois

4. Genogram

F. Riwayat Pribadi1. Masa anak-anak awal (0-3 tahun)1. Riwayat prenatal, kehamilan ibu dan kelahiranIbu mengaku tidak ada masalah selama kehamilannya dan rajin kontrol kehamilannya ke bidan. USG ke dr. Sp.OG saat usia kehamilan 7 bulan dan 9 bulan. Ibu bersalin di RSU swasta di Sulawesi. Saat bersalin, terjadi kesulitan, yaitu bayi tak kunjung lahir setelah kepalanya terlihat masuk jalan lahir selama 2 jam. Setelah lahir kedunia, ibunya menyatakan bahwa pasien langsung menangis dan tidak ada kelainan pada bayinya yang memiliki berat lahir 3,5 kg.2. Kebiasaan makan dan minumPasien mendapatkan ASI eksklusif dan masih minum ASI sampai usianya 2 tahun. Pasien termasuk anak yang susah untuk makan, harus disuapin dan diawasi ibunya, kecuali untuk menu kesukaannya.3. Perkembangan awalIbu mengaku pasien tumbuh normal seperti anak pada umumnya. Namun mengalami keterlambatan dalam bicaranya. Pasien imunisasi lengkap di posyandu. 4. Toilet trainingSeingat ibu saat pasien usia 3 tahun pasien sudah tidak mengompol lagi, sudah mandiri.5. Gejala-gejala dari masalah perilakuMenurut ibu, pasien perilakunya baik, cukup penurut dan masih bisa diarahkan6. Kepribadian dan temperamen sebagai anakIbunya meyatakan bahwa anaknya ini adalah anak yang periang7. Mimpi-mimpi awal dan fantasiAnaknya menyukai iklan TV2. Masa kanak-kanak pertengahan (3-6 tahun)Anak mulai sering ngambek saat usianya 3 tahun, tidak bisa diam dan mulai sulit diarahkan. Di TK, gurunya mengeluh bahwa pasien tidak bisa duduk tenang seperti teman sebayanya dan sulit berkonsentrasi dalam mengerjakan tugasnya. Selebihnya ibunya menyatakan anaknya baik-baik saja di sekolahnya. Hubungan pasien dengan teman-temannya juga baik tidak pernah berantem.Saat berusia 5 tahun, berat badan pasien mengalami penurunan karna sakit paru yang dideritanya. Namun semenjak berobat rutin 3 jenis obat paru, berat badan pasien kini sudah naik sesuai pertumbuhan tingginya.

II. status mentalA. Penampilan1. Identifikasi pribadi : tampak sehat, pakaian rapi dan bersih2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : hiperaktif3. Gambaran umum : kurang kooperatif

B. Bicara : artikulasi kurang jelas

C. Mood dan Afek1. Mood : stabil2. Afek : sesuai

D. Pikiran dan Persepsi1. Bentuk Pikiran1. Produktivitas : menurun2. Kelancaran berpikir/ide : menurun3. Gangguan bahasa : -2. Isi Pikiran : SDE3. Gangguan Berpikir1. Waham : SDE2. Flight of ideas : -4. Gangguan Persepsi1. Halusinasi : SDE2. Depersonalisasi dan Derealisasi : SDE5. Mimpi dan Fantasi (-)

E. Sensori1. Kesadaran : komposmentis2. Orientasi1. Waktu : baik2. Tempat : baik3. Orang : baik3. Konsentrasi dan Berhitung : kesan menurun4. Ingatan1. Masa dahulu : cukup2. Masa kini : cukup3. Segera : baik5. Pengetahuan : SDE6. Kemampuan Berpikir Abstrak : SDE7. Tilikan Diri : -8. Penilaian1. Penilaian seseorang : -2. Penilaian terhadap test : -

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUTA. Pemeriksaan FisikKeadaan umum : baikTekanan darah : TDENadi : 80x/menitRespirasi : 16 x/menitSuhu : 37 0CKeadaan gizi : normalKulit : normalKepala : tidak terdapat traumaMata : anemis ( -/- ), ikterik ( -/- )Hidung : normalTelinga : normalMulut & tenggorokan : normalLeher : normalThoraks : normalJantung : S1S2 tunggal, regulerParu-paru : vesikuler, ronki (-), wheezing (-)Abdomen : dalam batas normalHepar/Lien : normalBising usus : normalEkstremitas : akral hangat

B. Pemeriksaan NeurologiTidak dilakukan

C. Wawancara Diagnostik Psikiatrik Tambahan1. Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia (SPPAHI) : Total nilai 56 (cut-off score penilaian orang tua 30)2. Deteksi Dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (Conners Rating Scale) : Total nilai 26 ( 13 ) yang menunjukkan bahwa anak kemungkinan mengalami GPPH3. Pediatric Symptom Checklist : Total nilai 24 ( 15) yang menunjukkan bahwa pasien positif memiliki masalah kognitif, emosional dan tingkah laku.

IV. RINGKASAN PENEMUANA. Pemeriksaan fisik : dalam batas normal

B. Pemeriksaan psikisStatus PsikiatriRoman muka : tenangKontak : verbal (+), visual (+) menurunOrientasi : Orientasi ruang, waktu, dan personal baikPerhatian : baikPersepsi : SDEIngatan : baikIntelegensia : kesan cukup (TK)Pikiran : Laju normal, koheren, waham SDEWawasan penyakit : insight (-)Emosi : stabil, afek sesuaiTingkah laku/bicara : hiperaktif

V. DIAGNOSISAxis I: Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifAxis II: Tidak ditemukan diagnosis pada axis iniAxis III: Tidak ditemukan diagnosis pada axis iniAxis IV: Tidak ditemukan diagnosis pada axis iniAxis V: GAF 61-70

VI. PROGNOSISQuo ad vitam : dubia ad bonamQuo ad functionam : dubia ad bonam

VII. FORMULASI PSIKODINAMIKPasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien dilahirkan di RSUD Sulawesi dan sempat mengalami persalinan yang lama 2 jam, walau pada akhirnya pasien terlahir spontan dan langsung menangis. Pmerupakan anak dengan tumbuh kembang yang normal, kecuali adanya keterlambatan dalam bicara. Pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pada saat bayi, kemudian mendapatkan makanan pendamping ASI sampai berusia 2 tahun.Pasien tumbuh menjadi pribadi yang periang, namun saat usianya 3 tahun, pasien mulai suka ngambek, tidak bisa diam dan sulit diarahkan. Di TK, gurunya mengeluh bahwa pasien tidak bisa duduk tenang seperti teman sebayanya dan sulit berkonsentrasi dalam mengerjakan tugasnya. Selebihnya ibunya menyatakan anaknya baik-baik saja di sekolahnya. Hubungan pasien dengan teman-temannya juga baik tidak pernah berantem. Saat berusia 5 tahun, berat badan pasien mengalami penurunan karna sakit paru yang dideritanya. Namun semenjak berobat rutin 3 jenis obat paru, berat badan pasien kini sudah naik sesuai pertumbuhan normalnya.

VIII. RENCANA TERAPI MENYELURUHA. Psikofarmaka : -B. Psikoterapi : OT

IX. PembahasanA. Tinjauan PustakaGangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif

Gangguan psikiatrik pada anak yang merupakan salah satu masalah utama bagi kesehatan jiwa anak adalah Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas atau Gangguan Hiperkinetik (GPPH). Gangguan ini paling banyak dijumpai di praktek klinis maupun di populasi anak sekolah (Saputro, 2009). American Psychiatric Association memprediksi angka kejadian ADHD pada anak usia sekolah (5-18 tahun) adah 3-5% (Puri & Treasaden, 2010). Di Indonesia (Jakarta) prevalensi GPPH diantara anak sekolah dasar Jakarta adalah 26,2% pada rentang usia 6-13 tahun, dengan rasio laki-laki : wanita = 2 : 1. Gangguan ini menimbulkan dampak buruk terhadap perkembangan kognitif, emosi dan penyesuaian sosial anak, sehingga menimbulkan beban psikososial yang berat di rumah, sekolah, dan keluarga (Saputro, 2009).GPPH adalah suatu pola yang mmenetap inatensi dan/ hiperaktivitas-impulsivitas yang lebih sering dan lebih berat dibandingkan dengan individu pada level perkembangan yang sama. Sering menimbulkan hambatan yang signifikan dalam fungsi sosial atau akademik atau ditandai adanya distres (Widyawati, 2009).EtiologiPenyebab pasti timbulnya GPPH masih belum diketahui. Beberapa faktor yang berperan adalah (Jiloha & Bhatia, 2010) : Kerusakan otak yang minimal dan hampir tidak terdeteksi selama proses pertumbuhan fetus dan masa bayi. Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi, kerusakan mekanis, prematuritas, dll. Kehamilan/komplikasi persalinan : kelahiran prematur, hipoksia, atau riwayat terpapar obat-obatan/alkohol saat prenatal. Hereditas/predisposisi genetik : anggota keluarga lainnya kakek, paman, bibi, dll memeiliki watak atau pola tingkah laku yang serupa. Jika satu orang anggota keluarga didiagnosa ADHD, maka kemungkinan munculnya ADHD pada relasi yang berhubungan darah menjadi lebih besar. Hal ini menunjukkan adanya dasar genetik untuk ADHD. Bahan tambahan makanan, zat pewarna, bahan pengawet dan gula. Kehilangan emosional yang berkepanjangan, kejadian hidup yang penuh tekanan dapat menginisiasi atau memperpanjang masa ADHD. Sebab biologikal/psikologikal : ketidakseimbangan kimiawi yang menginhibisi efisiensi dari neurotransmiter pada bagian tertentu dari otak. Keracunan timah hitam : ingesti level toksik dari timah hitam, baik melalui mulut maupun absorpsi. Alergik/kondisi medis : Predisposisi pada pasien dengan asma, alergi makanan dan infeksi telinga. DiagnosisKriteria diagnosis ADHD pada DSM V yaitu (American Psychiatric Association, 2013) :

PenatalaksanaanTujuan utama dari penanganan anak dengan GPPH adalah (Depkumham, 2011) : Memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari terutama dengan memperbaiki fungsi pengendalian diri. Memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.Dikenal ada 3 macam obat golongan psikostimulan, yaitu (Depkumham, 2011) : Golongan metilfenidat (satu-satunya yang dapat ditemukan di Indonesia) Golongan deksamfetamin Golongan pemolin

Penataaksanaan dengan medikasi memegang peran inti pada kebanyakan pasien dengan ADHD (Prasetyo, 2009). Lini pertama : Stimulansia : Respon 70% untuk ADHD tanpa komorbiditas/komplikasi Hati-hati dengan pasien dengan gangguan tic methylphenidate, amphetamine compounds, dextroamphetamine, pemoline. Mekanisme yang mampu menurunkan gejala ADHD belum begitu jelas, namun methylphenidate dipercaya mampu memodulasi sinyal dopamin dan noradrenalin di regio otak yang diasosiasikan dengan motivasi dan reward.

Terapi dengan methylphenidate telah didemonstrasikan dapat memblokir molekul transporter dopamin dan meningkatkan level dopamin ekstraseluler di striatum pada dewasa yang sehat (Shire, 2015).Peningkatan level dopamin membantu pasien dengan ADHD untuk fokus, meminimalisir distraksi, dan membuat keputusan bedasarkan alasan yang jelas dibandingkan emosi (University of Utah, 2015). Dosis methylphenidate (Prasetyo, 2009) : Dosis total untuk sehari berkisar 0,3-2,0 mg/kg BB Dosis awal biasanya 2,5 mg 5,0 mg hari yang diberikan sekali sehari pagi hari Bila perlu dosis dapat dinaikkan setiap 3 hari dengan 2,5-5,0 mg dan diberikan dalam dosis terbagi (pagi dan siang) Stimulan memiliki efek samping berupa hilangnya nafsu makan, maka sebaiknya diberikan setelah makan. Non-stimulansia : atomoxetine Atomoxetine dalah inhibitor yang sangat selektif dan potensial pada transporter noradrenalin pre-sinaptik, dan memiliki afinitas yang minimal pada reseptor noradrenergik lainnya atau reseptor dan transporter neurotransmiter lainnya. Melalui mekanisme inhibisinya pada bagian transporter noradrenergik pre-sinaptik, atomoxetine diduga meningkatkan konsentrasi noradrenalin intrasinaptik dengan efek yang lebih rendah pada regio otak subkortikal yang terlibat dalam motivasi dan reward.

Penelitian pada pasien yang sehat menunjukkan bahwa atomoxetine dapat memperbaiki kontrol inhibitorik dengan cara meningkatkan aktivasi girus frontalis inferior dextra pada otak (Shire, 2015). Lini kedua : Anti depresan TCAs Pilihan pertama untuk pasien ADHD dengan komorbiditas MD atau gangguan cemas, dan untuk pasien ADHD dengan tic (Prasetyo, 2009). Buproprion Lini ketiga : Alpha2-adrenergic agonist (clonidine, guanfenecine) Lini keempat : MAOI (moclobemide) dipertimbangkan pada ADHD yang resisten, atau yang disertai depresi (Prasetyo, 2009). Kombinasi dengan psikofarmaka lainnya untuk pasien yang resisten dan atau dengan gangguan psikiatrik lainnya (depresi mayor, bipolar, mood swings yang menonjol, agresivitas yang menonjol, psikosis). Pada terapi kombinasi harus mengerti mengenai interaksi obat (Prasetyo, 2009).

Pedoman klinis dari American Academy of Pediatrics (Martin & Volkmar, 2007) :

PrognosisPrognosis biasanya baik, khususnya pada anak-anak yang lebih muda dan dengan intervensi dini yang sukses (Puri & Treasaden, 2010).

B. AnalisisPasien ini didiagnosa menggunakan diagnosis multiaksial. Pada pasien ini terdapat diagnosa pada axis I, III,, dan V. Pada axis I, pasien ini didiagnosa dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas atau gangguan hiperkinetik. Hal ini sesuai karna gejala yang dialami pasien muncul saat berusia 3 tahun [onset GPPH 6 bulan dari gangguan memusatkan perhatian yang ditemukan pada pasien berupa sulit mempertahankan konsentrasi pada aktivitas atau tugas yang dikerjakan, seringkali tidak mau mendengarkan ketika diajak bicara langsung, tidak mau mengikuti instruksi yang diberikan atau gagal dalam menyelesaikan tugasnya, seringkali menghindari atau melibatkan diri pada aktivitas yang memerlukan ketekunan, perhatiannya sering mudah teralihan oleh rangsangan dari luar, dan sering menghilangkan benda-benda yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. Enam gejala impulsivitas dan hiperaktivitas pada waktu > 6 bulan, yaitu sering gelisah dengan menepuk-nepuk tangan atau kaki atau menggeliat di kursi, sering meninggalkan tempat duduk pada situasi dimana pasien diharapkan duduk tenang, sering berlari-lari pada situasi yang tidak tepat, sering dalam keadaan siap gerak seolah dikendalikan oleh mesin, sulit untuk menunggu giliran, sering menyela atau memaksakan diri terhadap orang lain. Gangguan autistik dapat disingkirkan karena pasien masih mampu melakukan interaksi sosial walaupun durasi kontak yang sebentar dan tidak adanya perilaku aneh yang stereotipik. Axis III adalah negatif pada lembaran psikiatri. Disinilah pentingnya anamnesis, yang akhirnya ditemukan bahwa pasien juga mengalami gangguan fisiknya, yaitu sedang menjalani terapi OAT selama 2 bulan ini. Maka diagnosis axis III adalah TB paru on treatment.Axis V pada pasien ini dipilih GAFs 61 70 karena beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan, dalam fungsi secara umum masih baik.Terapi faramokologi pada pasien ini tidak ada, padahal menurut pedoman dikatakan bahwa obat terbaik untuk GPPH adalah metilfenidat yang tersedia di Indonesia dengan dosis total untuk sehari-harinya adalah 0,3-2,0 mg/ kg BB. Stimulansia seperti metilfenidat mampu memperbaiki gejala ADHD seperti meningkatkan fokus, menurunkan distraksi dan pengambilan keputusan yang beralasan melalui mekanisme peningkatan konsentrasi dopamin di celah sinaps otak dengan cara memblokir molekul transporter dopamin di axon presinaps terminal (Shire, 2015).Peningkatan level dopamin membantu pasien dengan ADHD untuk fokus, meminimalisir distraksi, dan membuat keputusan bedasarkan alasan yang jelas dibandingkan emosi.Pasien seharusnya bisa mendapatkan terapi non farmakologik berupa terapi modifikasi perilaku, terapi kognitif perilaku, terapi keterampilan sosial dan terapi lainnya seperti psikoedukasi orang tua.

X. Daftar Pustaka

American Psychiatric Association, 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 5th penyunt. London: American Psychiatric Publishing.Depkumham, 2011. GPPH. Jakarta: Departemen Hukum dan HAM Indonesia.Jiloha, R. C. & Bhatia, M. S., 2010. Psychiatry for General Practitioners. New Delhi: New Age International Ltd., Publishers.Martin, A. & Volkmar, F. R., 2007. Lewis's Child and Adolescent Psychiatry: A Comprehensive Textbook. 4th penyunt. USA: Lippincott Williams & Wilkins.Prasetyo, J., 2009. Garis Besar Pedoman Psikofarmaka pada ADHD. Konferensi Nasional Akeswari I, pp. 29-36.Puri, B. K. & Treasaden, I., 2010. Psychiatry : An Evidence-Based Text. London: Edward Arnold (Publishers) Ltd.Saputro, D., 2009. Deteksi Dini dan Assessment ADHD. Konferensi Nasional Akeswari I, pp. 1-13.Shire, 2015. ADHD Institute. [Online] Available at: http://www.adhd-institute.com/disease-management/pharmacological-therapy/mechanism-of-action/University of Utah, 2015. Genetic Science Learning Center. [Online] Available at: http://learn.genetics.utah.edu/content/addiction/ritalin/Widyawati, I., 2009. Komorbiditas ADHD dan Kondisi Lain Yang Mirip ADHD. Konferensi Nasional Akeswari I, pp. 14-21.Wiguna, T., 2009. Pendekatan Tata Laksana Non-Farmakologik pada Anak Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Konferensi Nasional Akeswari, pp. 37-41.