Referat CA Colon

53
REFERAT INSIDENSI DAN MORTALITAS JANGKA PANJANG KANKER COLORECTAL SETELAH ENDOSCOPY BAWAH Disusun oleh : Galih Arya Wijaya 20090310130 PEMBIMBING Dr. Andik Nurcahyono, Sp.B FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA i

Transcript of Referat CA Colon

REFERATINSIDENSI DAN MORTALITAS JANGKA PANJANG KANKER COLORECTAL SETELAH ENDOSCOPY BAWAH

Disusun oleh :Galih Arya Wijaya20090310130

PEMBIMBINGDr. Andik Nurcahyono, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTARSUD SALATIGA

iii

2013ii

HALAMAN PENGESAHAN

Telah diajukan dan disahkan referat dengan judulinsidensi dan mortalitas jangka panjang kanker colorectal setelah endoscopy bawah

Disusun oleh

Nama : Galih Arya WijayaNIM : 20090310130

Salatiga, 26 November 2013Disetujui oleh :Dokter Pembimbing

Dr. Andik Nurcahyono, Sp.BDAFTAR ISIREFERATiHALAMAN PENGESAHANiiDAFTAR ISI1BAB I2PENDAHULUAN2A.LATAR BELAKANG2B.RUMUSAN MASALAH3C.TUJUAN PEMBUATAN REFERAT3BAB II4TINJAUAN PUSTAKA4A.KANKER KOLOREKTAL41.Definisi42.Epidemiologi43.Etiologi54.Patofisiologi85.Gejala Klinis116.Faktor Resiko147.Diagnosis218.Pemeriksaan22BAB III28PEMBAHASAN28BAB IV30KESIMPULAN DAN SARAN30A.KESIMPULAN30B.SARAN30DAFTAR PUSTAKA32

BAB IPENDAHULUANLATAR BELAKANGPada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri berkembang, angka kejadian keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat.Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk. Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon rektosigmoid. Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid. Keluhan pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.

RUMUSAN MASALAHApakah endoscopy bawah (colonoscopy dan sigmoidescopy) efektif untuk menurunkan kejadian dan mortalitas kanker colorectal?TUJUAN PEMBUATAN REFERAT1. Untuk mengetahui efektifitas endoscopy bawah untuk menurunkan insidensi dan mortalitas pada kanker colorectal2. Untuk mengetahui efektifitas endoscopy bawah dalam memberikan proteksi terhadap kanker kolon proksimal3. Untuk menambah khasanah kepustakaan

25

4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA1. KANKER KOLOREKTALDefinisiKanker usus besarataukanker kolorektal, termasuk pertumbuhan sel kanker pada usus, anal danusus buntu. Kanker ini adalah salah satu dari bentuk kanker yang paling umum dan penyebab kedua kematian yang disebabkan oleh kanker di dunia Barat. Kanker usus besar menyebabkan 655.000 kematian di seluruh dunia setiap tahun.[1]Banyak kanker usus besar yang diketahui berasal daripolipadenomapada usus dan penumpukantinjaakibatkonstipasiyang terlalu lama. Perkembangan polip tersebut kadang-kadang berkembang menjadi kanker. Terapi untuk kanker ini biasanya melalui operasi, yang biasanya diikuti dengankemoterapi. Sekitar 75-95% kasus kanker usus menyerang orang dengan resiko genetika tingkat rendah atau tidak sama sekali.EpidemiologiDi dunia, kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan mortalitas.1,5 Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 % pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah penderita kanker.Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia baru; sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika Selatan dan Arab Israel. Di Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita pada tingkat insidensi dan mortalitas.Didapatkan suatu hubungan yaitu Terdapat perbedaan insiden pada pria dan wanita yang berusia lanjut, yang meningkat seiring dengan usia Meningkatnya insiden kanker kolorektal seiring dengan kepadatan penduduk Rendahnya insiden pada pria yang belum pernah menikah dibandingkan dengan pria lainnya. Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk. Namun, hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari perawatan di Rumah Sakit. Dewasa ini kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita.

Gambar 2.3 Insiden Kanker di Indonesia EtiologiPenyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan lingkungan : Sindroma kanker familialTerdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan kolorektal. Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal disebabkan oleh faktor ini. Tabel 2.1 Sindroma kanker familial7

TABLE 2-1 Hereditary Colorectal Cancer (CRC) Syndromes

Syndrome% of total CRC burdenGenetic basisPhenotypeExtracolonic manifestationsTreatmentNotes

Familial adenomatous polyposis (FAP) 55 th Riwayat polip kolorektal besar > 1cm atau multipel Riwayat CRC setelah reseksi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

Kolonoskopi40 atau 10 tahun sebelum kasus CRC termuda

50 atau 10 tahun sebelum kasus CRC termuda1 tahun setelah polipektomi

1 tahun setelah reseksiSetiap 5 tahun

Setiap 5 10 tahun

Jika rekuren, tiap tahun. Jika tidak, tiap 5 tahunJika normal 3 th, bila tetap normal tiap 5 tahun. Jika abnormal, tiap 5 tahun

Resiko tinggi FAP

HNPCC

IBDFS, pemeriksaan genetikKolonoskopi, pemeriksaan genetikKolonoskopi12-14 tahun ( pubertas)21-40 tahun40 tahun8-15 tahunTiap 2 tahun

Tiap 2 tahunTiap tahunTiap 2 tahun

Tes darah samarPada suatu studi kontrol pada universitas di Minnesota, didapatkan kesimpulan bahwa tes darah samar sebagai tes penyaring dapat mengurangi mortalitas CRC sebanyak 33% dan metastasis sebanyak 50%. Tetapi tes darah samar tidak selalu sensitif dan terlewat sampai 50% kasus. Spesifitas pemeriksaan ini rendah, 90% pasien dengan tes ini positif tidak memiliki CRC. Tes ini baru signifikan bila dilakukan kolonoskopi setelahh tes darah samar positif. Jadi, tes darah samar dilakukan dan direkomendasikan bagi pasien asimptomatik. Rigid ProctoscopyProctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal, rektum dan kolon sigmoid. Proctoscope pendek, lurus, rigid, dengan pipa metal dan biasanya terdapat cahaya diatasnya. Panjangnya sekitar 15cm. Proctoscope dilubrikasi dan dimasukan ke dalam rektum, kemudian obturator disingkirkan dan terlihat bagian interior dari rektum. Prosedur ini biasa digunakan untuk menginspeksi hemoroid atau polip rektum. Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan resiko kematian pada kanker rektal dengan skrining melalui rigid proctoskopi walaupun resiko kematian kanker kolon tidak dipengaruhi. Akan tetapi, dikarenakan adanya limitasi jangkauan,maka proctoskopi ini hanya sedikit dicantumkan dalam program skrining modern ini.

Gambar 2.10 Proctoscopy Flexible SigmoidoscopySkrining dengan fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun menyebabkan penurunan mortalitas CRC dan mengidentifikasi individu resiko tinggi dengan adenoma. Pada pasien dengan polip, kanker atau lainnya pada fleksibek sigmoidoskopi maka memerlukan kolonoskopi. ColonoscopyKolonoskopi sekarang ini merupakan metode yang akurat dan paling baik digunakan dalam pemeriksaan usus besar. Prosedur ini sangat sensitif dalam mendeteksi polip kecil sekalipun dan dapat dilakukan biopsi, polipektomi, mengontrol pendarahan dan dilatasi striktur. Akan tetapi, pemeriksaan ini memerlukan persiapan usus dan menyebabkan ketidaknyamanan karena memerlukan sedasi. Kolonoskopi dilakukan dengan bantuan endoskopi. Komplikasi utama setelah kolonoskopi ialah perforasi dan pendarahan, namun sangat kecil.

Gambar 2.11 Kolonoskopi dan sigmoidoskopiBarium enema kontrasKontras barium enema juga sensitif dalam mendeteksi polip > 1cm yaitu sekitar 90%. Akan tetapi, tidak ada studi yang membuktikan efikasinya dalam skrining populasi besar. Akurasi paling tinggi pada kolon proksimal, akan tetapi dapat juga digunakan pada kolon sigmoid bila ada divertikulosis signifikan. Untuk alasan ini, maka barium enema dikombinasikan dengan fleksibel sigmoidoskopi sebagai skrining. Kerugian pada metode ini ialah memerlukan persiapan pada usus. Kolonoskopi juga dilakukan bila ditemukan lesi. CT ColonografiKemajuan teknologi sekarang ini menghasilkan sesuatu yang tidak invasif tetapi akurasi tinggi. CT colonografi mengggunakan teknologi CT helik dan rekonstruksi 3 dimensi untuk menggabarkan kolon intraluminal. Pasien membutuhkan persiapan usus. Kolon diisi dengan udara lalu dilakukan CT. Kolonoskopi tetap dibutuhkan bila terdetteksi lesi.CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah Virtual Colonography merupakan pengembangan dari teknologi multipel helical (multi- slice) CT Scan yang dapat menghasilkan gambaran interior kolon dalam dua atau tiga dimensi. CTC memiliki radiasi exposure yang rendah dan tidak invasif, tapi tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi. Persiapan pemeriksaan CTC hampir sama dengan kolonoskopi yaitu membersihkan usus besar dengan bahan laksan, ditambah memasukkan udara ke dalam kolon melalui kateter rektal. Pemeriksaan dilakukan pada posisi supinasi dan pronasi serta tidak membutuhkan sedasi. Penelitian meta- analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu 88% dan 95%. Penelitian lainnya CTC dengan 4-detector-row scanners menghasilkan sensitifitas 82%-100% dan spesifisitas 90%-98% untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm. CTC juga memiliki resiko terjadinya perforasi dan dilaporkan hanya 1/22.000 pemeriksaan.Pemeriksaan penunjang Keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa tanda seperti: anemia mikrositik, hematoskezia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan defekasi. Oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau radiologi. Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan neoplasia namun bila tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma.Laboratorium Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan hasil normal. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah urinalisis, hitung leukosit dan hemoglobin. Pemeriksaan lain yang dapat diperiksa sesuai dengan indikasinya ialah protein serum, kalsium, bilirubin, alkali fosfatase dan kreatinin. Pendarahan intermitten dan polip besar dapat dideteksi melalui darah sama feses atau defesiensi Fe. Petanda tumor yang paling banyak digunakan untuk keganasan kolorektal ialah carcinoembryonic antigen (CEA) yaitu sebuah glikoprotein yang ditemukan pada sel membran banyak jaringan tubuh termasuk CRC. Beberapa antigen masuk ke dalam sirkulasi dan dideteksi dengan radioimunnoassay serum. CEA dapat terdeteksi di berbagai cairan tubuh, urin dan feses. Peningkatan serum CEA tidak spesifik berhubungan dengan kanker kolorektal. Kadar CEA tinggi pada 70% pasien dengan kanker usus besar. CEA tidak dapat digunakan sebagai prosedur screening tetapi akurat sebagai diagnosis CEA residif.Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip kolon dengan spesifitas 85%. Terdapat gambaran pasase kontras, jenis bagian rektosigmoid sering sulit untuk divisualisasi meskipun bila dibaca oleh ahli radiologi senior. Oleh karena itu, pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih diperlukan.Bilamana ada lesi yang mencurigakan, pemeriksaan kolonoskopi diperlukan untuk biopsi. Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda merupakan alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tidak bisa mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup efektif untuk memeriksa bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau dengan pemeriksaan kolonoskopi.

BAB IIIPEMBAHASANDalam journal yang berjudul Long-Term Colorectal-Cancer Incidence and Mortality after Lower Endoscopy dan dipublikasikan pada tahun 2013, Penelitian yang dilakukan oleh Reiko Nishihara, Ph.D., et al, ini menganalisis tentang insidensi dan mortalitas kanker kolorektal setelah dilakukannya endoscopy bawah (colonoscopy dan sigmoidescopy), selain itu penelitian ini juga meneliti mengenai efektifitas endoscopy bawah untuk memberi proteksi terhadap kanker colon proksimal.Berbagai literatur menyebutkan bahwa colonoscopy dan sigmoidescopy terbukti memberi keuntungan dalam proteksi terhadap kanker kolorektal, tetapi besar dan durasi proteksi terhadap kanker kolon proksimal masih tidak jelas. Frekuensi serta interval yang tepat untuk memberikan proteksi yang baik untuk kanker kolon juga belum jelas. Serta ditemukan angka yang cukup signifikan mengenai ditemukannya kanker kolon pada pasien yang belum lama melakukan colonoscopy atau sigmoidescopy. Kanker seperti ini mungkin dapat terjadi karena gagal mengidentifikasi lesi saat pemeriksaan atau kanker dengan progresifitas yang sangat cepat. Oleh karena itu penelitian ini berfokus kepada insidensi dan mortalitas untuk mengetahui efektifitas proteksi tersebut. Penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat dan memakai 2 data cohort prospektif yaitu dari The Nurses Health Study dan Health Professionals Follow-up Study. Penelitian ini melibatkan 121.700 perawat perempuan amerika dengan rentang umur 30 hingga 55 tahun serta 51.529 tenaga kesehatan pria dengan rentang umur 40 hingga 75 tahun. Peneliti menganalisis hubungan mengenai penggunaan endoscopy bawah (dari tahun 1988 hingga 2008) dengan insidensi kanker kolorektal (hingga Juni 2010) dan mortalitas kanker kolorektal (hingga Juni 2012). Penelitian ini merupakan penelitian cohort prospective dengan 88.902 peserta (31.736 pria dan 57.166 wanita) dilakukan follow-up dalam periode 22 tahun. Sejak tahun 1988 hingga tahun 2008 peneliti memberikan kuesioner setiap 2 tahun kepada peserta yang menanyakan mengenai apakah telah dilakukan tindakan endoscopy bawah selama periode itu. Ketika ada peserta yang melaporkan hasil pemeriksaan positif, peneliti akan meminta konsen dari peserta untuk mengambil data dari catatan medis peserta. Peneliti mengeksklusi peserta yang memiliki riwayat kanker, colitis ulcerative, colorectal polyp, familial polyposis syndrome, dan riwayat endoscopy bawah sebelumnya. Peneliti berhasil mendokumentasikan 1815 insidensi kanker kolorektal dan 474 kematian dari kanker tersebut. Multivariat hazard ratio dibandingkan antara pasien dengan endoscopy dan yang tidak dengan endoscopy. Penelitian ini menemukan bahwa peserta yang menjalani endoscopy dibandingkan dengan yang tidak menjalani endoscopy memiliki multivariate hazard ratio; 0.57 (95% confidence interval [CI], 0.45 - 0.72) setelah dilakukan operasi pembuangan polip adenomatosa, 0.60 (95% CI, 0.53 - 0.68) setelah sigmoidescopy negatif, dan 0.44 (95% CI, 0.38 - 0.52) setelah colonoscopy negatif. Hubungan ini konsisten pada pria maupun wanita. Penurunan insidensi kanker kolorektal distal dapat diamati pada kelompok yang dilakukan; polypectomy (multivariate hazard ratio, 0.40; 95% CI, 0.27 - 0.59), sigmoidescopy negatif (multivariate hazard ratio, 0.44; 95% CI, 0.36 - 0.53), colonoscopy negatif (multivariate hazard ratio, 0.24; 95% CI, 0.18 to 0.32). Diperkirakan insidensi yang seharusnya bisa dicegah dengan colonoscopy adalah 40% pada semua kanker kolorektal, 22% untuk kanker kolon proksimal, dan 61 % untuk kanker kolorektal distal. Tidak ada perbedaan resiko berarti pada pemeriksaan endoscopy bawah dengan interval 3 tahun atau 5 tahun. Dari 474 kematian karena kanker kolorektal yang diamati, peneliti menemukan bahwa angka kematian pada peserta yang melakukan sigmoidescopy atau colonoscopy lebih rendah dibandingkan dengan peserta tanpa perlakuan tersebut. Pemeriksaan colonoscopy dihubungkan dengan rendahnya mortalitas pada kanker distal dan proksimal sedangkan sigmoidescopy dihubungkan dengan rendahnya mortalitas karena kanker distal. Menurut analisis peneliti colonoscopy negatif berhubungan secara signifikan dengan rendahnya insidensi kanker kolon distal dan proksimal hingga 15 tahun.

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN1. KESIMPULAN1. Sigmoidescopy dan Colonoscopy memberikan efek proteksi terhadap kanker kolon2. Sigmoidescopy memberikan proteksi terhadap kanker kolon distal3. Colonoscopy memberikan proteksi terhadap kanker kolon distal dan proksimal4. Proteksi setelah colonoscopy dapat bertahan hingga 15 tahun5. Tidak ada perbedaan berarti antara frekuensi pemeriksaan 3 tahunan atau 5 tahunanSARAN1. Populasi yang dipilih adalah populasi masyarakat pada umumnya bukan populasi profesional kesehatan2. Pengambilan data diambil dari 1 sumber sehingga bias data dapat dihindari

DAFTAR PUSTAKA1. Barish ,M.A. Rocha, T.C. 2007.Role of virtual colonoscopy in screening for colorectal cancer.http://www.cancernews.com/data/Article/284.asp2. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005.Colon, rectum, and anus.In Schwartzs Principles of Surgery. 8thedition.USA: McGraw-Hill. P 1057-70.3. GE.2007.Carcinoma colorectalhttp://www.medcyclopaedia.com/library/topics/4. Issabela, Sophie. 2012. Referat Cancer Colorectal. Bandung:UNPAD5. Mayoclinic. 2006.Coloncancer.http://health.yahoo.com/topic/other/other/article/mayoclinic/6. Nishihara, Reiko et. al.,. 2013. Long-Term Colorectal-Cancer Incidence and Mortality after Lower Endoscopy. The New England journal of Medicine. Massachussets: NEJM7. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003.Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2.Jakarta: EGC. Hal 646-53.8. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004.Colonand rectum. In Sabistons Textbook of Surgery.17thedition.2004.Philadelphia: Elsevier Saunders. P 1443-65.9. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001.Tumors of the colon. InMaingotss Abdominal operation. 10thedition. 2001.Singapore: McGraw-Hill. P 1281-130010. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001.Rectal Cancer. In Maingotss Abdominal operation. 10thedition. 2001.Singapore: McGraw-Hill. P1455-99