Referat CA Colon

32
BAB I PENDAHULUAN Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk. Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid. Keluhan pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi. Jenis kanker yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak 98%, sedangkan lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%) dan sarkoma (0,3%). 1

Transcript of Referat CA Colon

Page 1: Referat CA Colon

BAB I

PENDAHULUAN

Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka

kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus

kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki

peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari

berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati

angka 1,8 per 100.000 penduduk.

Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid. Keluhan

pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari

lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic

anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat

berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.

Jenis kanker yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak

98%, sedangkan lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%) dan

sarkoma (0,3%).

BAB II

ISI

2.1 Definisi Kanker Usus Besar (Colon)

Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca Colon atau Kanker Usus Besar adalah

suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu).

1

Page 2: Referat CA Colon

2.2 Anatomi

Usus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon

descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus.

Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum pada fossa iliaca

dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal abdomen sebelah kanan, terletak di

sebelah ventral ren dextra, hanya bagian ventral ditutup peritoneum visceral. Jadi letak colon

ascendens ini retroperitoneal, kadang kadang dinding dorsalnya langsung melekat pada

dinding dorsal abdomen yang ditempati muskulus quadratus lumborum dan ren dextra.

Arterialisasi colon ascendens dari cabang arteri ileocolic dan arteri colic dextra yang berasal

dari arteri mesentrica superior.

Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra sampai

flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum dan pankreas di

sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih tinggi

daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam sudutnya dan

kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan facies visceralis hepar (lobus

dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya. Arterialisasi didapat dari cabang

cabang arteri colica media. Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri colica media

yang berasal dari arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari

colon transversum mendapat arterialisasi dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri

mesenterica inferior .

Mesokolon transversum adalah duplikatur peritoneum yang memfiksasi colon

transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal. Pangkal mesokolon transversa disebut

radix mesokolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli dextra.

2

Page 3: Referat CA Colon

Lapisan cranial mesokolon transversa ini melekat pada omentum majus dan disebut

ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal melekat pada pankreas dan

duodenum, didalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan syaraf. Karena panjang dari

mesokolon transversum inilah yang menyebabkan letak dari colon transversum sangat

bervariasi, dan kadangkala mencapai pelvis.

Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra sampai

fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena hanya

dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak pada muskulus quadratus lumborum

dan erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri

colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica

inferior.

Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya intraperi toneal,

dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix mesosigmoid mempunyai perlekatan yang

variabel pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang tergantung

isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam cavum pelvis

melalui aditus pelvis, bila kosong lebih pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan

dan akhirnya ke dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding

mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat dari cabang-

cabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri mesenterica

inferior. Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis

superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang

bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena haemorrhoidalis

superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi terdapat hubungan antara vena

parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang penting bila terjadi

pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga mengganggu

aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk huruf V dan

ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri iliaca communis sinistra

menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki huruf V ini terdapat reccessus

intersigmoideus.

3

Page 4: Referat CA Colon

2.3 Fisiologi

- Pertukaran air dan elektrolit

Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit. Sebnyak 90 %

kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari. Natrium diabsorpsi secara aktif

melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat mengabsorpsi sebanyak 400 mEq perhari. Air diserap

secara pasif mengikuti dengan natrium melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif

disekresikan ke dalam lumen usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida diabsoprsi secara aktif

melalui pertukaran klorida-bikarbonat.

Degradasi bakteri dari protein dan urea menghasilkan amonia. Amonia adalah

substansi yang diabsorpsi dan ditransportasikan ke hati. Absorpsi amonia ini tergantung daro

pH intraluminal. Penggunaan antibiotik akan menyebabkan penurunan bakteri usus dan

penuran pH intraluminal yang akan menyebabkan penurunan absorpsi amonia.

- Asam lemak rantai pendek

Asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat dan propionat diproduksi oleh

fermentasi bakterial yang berasal dari karbohidrat. Asam lemak rantai pendek ini berguna

sebagai sumber energi bagi mukosa kolon dan metabolisme usus seperti transportasi natrium.

Kekuranga nsumber penghasil Asam lemak rantai pendek atau kolostomi, ileostomi akan

menyebabkan atrofi mukosa.

- Mikroflora kolon dan gas intestinal

4

Page 5: Referat CA Colon

Sebanyak kurang lebih 30% dari berat feses terdiri dari bakteri. Mikroorganisme yang

terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak ialah Bacteroides. Escherichia coli merupakan

bakteri aerob terbanyak. Mikroflora endogen ini penting dalam pemecahan karbohodrat dan

protein di kolon dan berpartisipasi dalam metabolisne bilirubin, asam empedu, estrogen dan

kolesterol. Bakteri ini juga diperlukan dalam produksi vitamin K dan menghambat

pertumbuhan bakteri patogen seperti Clostridium difficle. Tetapi tingginya jumlah bakteri

pada colon dapat menyebabkan sepsis, abses dan infeksi.

Gas intestinal dihasilkan dari air yang tertelan, difusi dari darah dan produksi

intraluminal. Komponen utama dari gas ini ialah nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen

dan methan. Nitrogen dan oksigen dihasilkan dari udara yang tertelan. Karbon dioksida

diproduksi dengan reaksi bikarbonat dan ion hidrogen dan perubahan trigliserid menjadi

asam lemak. Hidrogen dan methane diproduksi oleh bakteri kolon. Gas yang diproduksi

sekitar 100-200 mL dan dikeluarkan melalui flatus.

- Motilitas

Tidak seperti usus halus, usus besar tidak menampilkan karaktersistik dari kompleks

migrasi motorik. Usus besar memperlihatkan kontraksi intermiten. Amplitudo rendah,

kontraksi durasi pendek akan meningkatkan waktu transit di kolon, dan meningkatkan

absorpsi air dan perubahan elektrolit. Secara umum, aktivasi kolinergik meningktkan

motilitas kolon.

Pola motilitas kolon dapat mencampur dan mengeliminasi isi usus. Faktor yang

mempengaruhi motilitas ialah keadaan emosional, jumlah kegiatan dan tidur, jumlah distensi

kolon dan variasi hormonal.

Jenis- jenis gerakan :

- Gerakan retrograde. Terutama pada kolon kanan dan gerakan ini memperpanjang

lamanya kontak isi lumen dengan mukosa dan meningkatkan absorpsi air dan

elektrolit

- Kontraksi segmental. Dilakukan secara simultan oleh otot longitudinal dan sirkular.

- Gerakan massa. Terjadi 3-4 kali sehari dan dikarakteristikkan dengan kontraksi

antegrade dan propulsif.

- Defekasi

Defekasi ialah mekanisme yang kompleks dan terkoordinasi melibatkan pergerakan

massa kolon, peningkatan tekanan intra abdominal dan rektal serta relaksasi lantai pelvis.

Rasa ingin defekasi terbentuk ketika feses memasuki rektum dan menstimulasi reseptor di

5

Page 6: Referat CA Colon

dinding rektum atau otot levator.5 Distensi dari rektum menyebabkan relaksasi dari sfingter

ani yang menyebabkan kontak dengan kanal anal. Refleks ini menyebabkan epitel

memisahkan feses padat dari gas dan cair.

2.4 Epidemiologi

Secara epidemiologis, angka kejadian kanker kolorektal mencapai urutan ke-4 di dunia

dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan dengan

perbandingan 19.4 dan 15.3 per 100.000 penduduk. 1

Di Indonesia, menurut laporan registrasi kanker nasional, didapatkan angka yang

berbeda. Didapatkan kecenderungan untuk umur yang lebih muda dibandingkan dengan

laporan dari negara barat. Untuk usia di bawah 40 tahun data dari Bagian Patologi Anatomi

FKUI didapatkan angka 35,36% . 1

Distribusi kanker kolorektal menurut lokasinya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

(sumber : Abdullah, 2006).

2.5 Etiologi

Penyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan lingkungan :

Sindroma kanker familial

Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan kolorektal.

Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal

Kasus sporadik

Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari seluruh keganasan

kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat diidentifikasi, namun

6

6.8%

11.7%

51.5%

Sigmoid9.7%

8.7%

Sekum1.9%

Page 7: Referat CA Colon

kekerabatan tingkat pertama dari pasien kanker kolorektal memiliki peningkatan

resiko 3-9 x untuk dapat terkena kanker.

Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi lemak

jenuh meningkatkan resiko. Memperbanyak makan serat menurunkan resiko ini untuk

individu dengan diet tinggi lemak. Studi epidemiologik juga memperlihatkan bahwa

orang dari negara bukan industri lebih sedikit terkena resiko ini.

2.6 Patofisiologi

Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan

faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa

yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan berbagai perubahan

genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter dan

sporadik) tidak muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang diidentifikasikan

pada mukosa kolon (seperti pada displasia adenoma)1

Faktor lingkungan yang berperan pada karsinogenesis kanker kololrektal dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Faktor Lingkungan Yang Berperan Pada Karsinogenesis Kanker Kololrektal

1. Probably related

a. Konsumsi diet lemak tinggi

b. Konsumsi diet lemak rendah

2. Possibly related

a. Karsinogen dan mutagen

b. Heterocyclic amines

c. Hasil metabolisme bakteri

d. Bir dan konsumsi alkohol

e. Diet rendah selenium

3. Probably protektif

a. Konsumsi serat tinggi

b. Diet kalsium

c. Aspirin dan OAINS

d. Aktivitas fisik (BMI rendah)

4. Possibly protekstif

a. Sayuran hijau dan kuning

b. Makanan dengan karoten tinggi

c. Vitamin C dan E

d. Selenium

7

Page 8: Referat CA Colon

e. Asam folat

5. Cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor

6. Hormone Replacement Theraphy (estrogen)

(Sumber : Abdullah, 2006).

Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol

pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan

akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan

sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom dan berujung pada kanker

kolorektal yaitu : instabilitas kromosom (Cromosomal Insyability atau CIN) dan instabilitas

mikrosatelit (Microsatellite Instability atau MIN). Umumnya asl kenker kolon melalui

mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang kepada sel

anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh

hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau missmatch repair (MMR) dan merupakan

terbentuknya kanker pada sindrom Lynch (Abdullah, 2006).

Gambar di bawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada perubahan dari

adenoma kolon menjadi kanker kolon.

8

Page 9: Referat CA Colon

Awal dari proses terjadinya kanker kolon yang melibatkan mutasi somatik terjadi pada

gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi pada

gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yeng selanjutnya berkembang menjadi adenoma.

Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi pada adenoma kolon yang berukuran besar

akan menyebabkan gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal.

Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor

tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat proliferasi sel

yang mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA

tetap dapat melakukan replikasi yang menghasilken sel-sel dengan kerusakan DNA yang

lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromosom yang

berisi beberapa alele (misal loss of heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen

supresor tumor yang lain seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan

transformasi akhir menuju keganasan.

2.7 Manifestasi klinis

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai

darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan

(caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri

mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum,

kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker

kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal

berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.

Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal

ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum

terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering tidak

tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat mengeluh

ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan dan sering salah diagnosa dengan

penyakit gastrointestinal dan kandung empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan

berkemih.

Kolon kanan :

- Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia

- Tes darah samar pada feses

- Gejala dispepsia

- Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten

9

Page 10: Referat CA Colon

- Teraba massa abdominal

Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses

ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen yang

menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi BAB.

Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses dapat diliputi atau tercampur

dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar mukus bersamaan dengan gumpalan

darah atau feses.

Kolon kiri :

- Gangguan pola buang air besar

- Darah makro pada feses

- Gejala obstruksi

Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan

seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien

dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker

tetap harus dipikirkan.

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika

ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya

adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini

adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan

penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau

buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat

terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan

menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal

ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika

urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria.

Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan

hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.

Rektum :

- Pendarahan per rektal

- Gangguan pola buang air

- Adanya sensasi tidak lampias

- Teraba tumor intrarectal

10

Page 11: Referat CA Colon

Tabel 2.2 Gambaran klinis karsinoma kolorektal

KOLON KANAN KOLON KIRI REKTUM

ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis

NYERI Karena penyusupan Obstruksi Obstruksi

DEFEKASI Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus

menerus

OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu

DARAH PADA

FESES

Samar Samar/makroskopik Makroskopik

FESES Normal/diare berkala Normal Perubahan bentuk

DISPEPSIA Sering Jarang Jarang

ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat

MEMBURUKNYA

KEADAAN UMUM

Hampir selalu Lambat Lambat

2.7 Stadium

Stadium dan faktor prognostis kanker kolorektal dapat dilihat pada tabel dan gambar di

bawah ini:

Stadium Deskripsi histopatologi Bertahan 5

tahun (%)Dukes TNM Derajat

A T1N0M0 I Kanker terbatas pada

mukosa/submukosa

>90

B1 T2N0M0 II Kanker mencapai muskularis 85

B2 T3N0M0 III Kanker cenderung

masuk/melewati mukosa

70-80

C TxN1M0 IV Tumor melibatkan KGB regional 35-65

D TxN2M1 V Metastasis 5

2.8 Pendekatan Diagnosis

Pada pasien dengan gejala keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa

tanda seperti : anemia mikrositik, hematozesia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan

defekasi oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau radiologi.

Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan neoplasma namun bila tidak ada darah

samar tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma.

11

Page 12: Referat CA Colon

Laboratorium

Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan hasil

normal. Perdarahan intermitten dan polip yang besar dapat dideteksi melalui darah samar

feses atau anemia defisiensi besi.

Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip kolon

dengan spesifitas 85%. Bagian rektosigmoid sering untuk divisualisasi oleh karena itu

pemeriksaan rektosigmoideskopi masih diperlukan. Bilamana ada lesi yang mencurigakan

pemeriksaan kolonoskopi diperlukan untuk biopsi. Pemeriksaaan lumen barium teknik

kontras ganda merupakan alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tak

bisa mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup efektif untuk memeriksa

memeriksa bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau dengan pemeriksaan

kolonoskopi.

Gambaran radiologi kanker kolon dengan menggunakan pemeriksaan barium enema

dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Kolonoskopi

Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat akurat dan dapat

sekaligus melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan. Pemeriksaan kolon yang lengkap

dapat mencapai >95% pasien. Rasa tidak nyaman yang timbul dapat dikurangi dengan

pemberian obat penenang intravena meskipun ada risiko perforasi dan perdarahan.

Kolonoskopi dengan enema barium terutama untuk mendeteksi lesi kecil seperti adenoma.

Kolonoskopi merupakan prosedur terbaik pada pasien yang diperkirakan menderita polip

kolon. Kolonskopi mempunyai sensitivitas 95% dan spesitivitas 99% paling tinggi untuk

mendeteksi polip adenomatous, di samping itu dapat melakukan biopsi untuk menegakkan

diagnosis secara histologis dan tindakan polipektomi penting untuk mengangkat polip.

12

Page 13: Referat CA Colon

Evaluasi histologis

Adenoma diklasifikasikan sesuai dengan gambaran histologi yang dominan, yang

paling sering adalah adenoma tubular 85%, adenoma tubulovisum 10% dan adenoma serrata

1%. Temuan sel atipik pada adenoma dikelompokkan menjadi ringan, sedang dan berat.

Gambaran atipik berat menunjukkan adanya fokus karsinomatosus namun belum menyentuh

membran basalis. Bilamana sel ganas menembus membran basalis tapi tidak melewati

muskularis mukosa disebut karsinoma intramukosa. Secara umum displasi bearat atau

adenokarsinoma berhubungan dengan dengan ukuran polip dan dominasi jenis vilosum.

Gambaran histologis kanker kolon bisa dilihat pada gambar di bawah ini :

(sumber : Abdullah, 2006)

Diagnosis kanker kolon melalui sigmoidoskopi, barium enema atau kolonoskopi

dengan biopsi harus diikuti dengan prosedur penentuan stadium untuk menentukan luasnya

tumor. Pemeriksaan CT scan abdomen dan radiografi dada harus dilakukan, adanya tumor

yang terloksalisir biasanya mengharuskan pembedahan radikal untuk mengeksisi tumor

secara total dengan tepi minimal 6 cm dan dengan reseksi en bloc pada semua kelenjar getah

bening di akar mesenterium (Schein, 1997)

Deteksi dini pada pasien tanpa gejala

Deteksi dini pada masyarakat luas dilakukan dengan beberapa cara, seperti : tes darah

samar dari feses, dan sigmoidoskopi. Pilihan lain berdasarkan waktu antara lain: FOBT

(Fecal Occult Blood test) setahun sekali, sigmoidokopi fleksibel setiap 5 tahun, enema

barium kontras ganda setiap 5 tahun dan kolonoskopi setiap 10 tahun (Abdullah, 2006).

2.9 Diagnosis

Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda.

13

Page 14: Referat CA Colon

Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian

diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.

Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan tekanan ureter

kiri atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk metastasis.

Diagnosis pada pasien dapat dilakukan sesuai bagan di bawah ini:

(Diadaptasi dari Winawer SJ, Fletcher RH, Miller L, Godlee F, Stolar MH, Mulrow CD, et al.

Colorectal cancer screening: clinical guidelines and rationale. Gastroenterology 1997;112:594-642

[Published errata in Gastroenterology 1997;112:1060 and 1998;114:635].)

14

Page 15: Referat CA Colon

2.10 Penatalaksanaan

Meskipun adenoma kolon merupakan lesi pre maligna, namun perjalanan menjadi

adenokarsinoma belum diketahui. Pengamatan jangka panjang menunjukkan bahwa

perkembangan menjadi adenokarsinoma dari polip 1 cm 3% setelah 5 tahun, 8% setelah 10

tahun dan 24% setelah 20 tahun diagnosis ditegakkan. Pertumbuhan dan potensi ganas

bervariasi secara substansial. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk perubahan adenoma

menjadi adebikarsinoma adalah 7 tahun, laporan lain menunjukkan polip adenomatous

dengan atipia berat menjadi kanker membutuhkan waktu rata-rata 4 tahun dan bila atipia

sedang 11 tahun (Abdullah, 2006).

Kemoprevensi

Obat Anti Inflamatori Steroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap berhubungan dengan

penurunan motalitas kanker kolon. Bebrapa OAIN seperti sulindac dan celecoxib telah

terbukti sewcara efektif menurunkan insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan

Familial Adenomatous Polyposis (FAP). Data epidemiologi menunjukkan adanya penurunan

risiko kanker di kalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung manfaat pembrian

aspirin dan OAIN lainnya untuk mencegah kanker kolon sporadik masih lemah. (FKUI)

Endoskopi dan operasi

Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tingkat polipektomi. Bila ukuran

<5mm maka pengangkatan cukup dengan biopsi atau elektrokoagulasi bipolar. Di samping

polipektomi dapat diatasi dengan operasi, indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di

caecum, kolon ascenden, kolon transversum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desenden

di atasi dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rektum proksimal dapat diangkat

dengan tindakan Low Anterior Resection (LAR). Angka mortalitas akibat operasi sekitar 5%

tetapi bila operasi dikerjakan secara emergensi maka angka mortalitas menjadi lebih tinggi.

Reseksi terhadap metastasis di hepar dapat memberikan hasil 23-35% rata-rata bebas tumor.

Terapi utama untuk kanker usus besar adalah pembedahan dengan eksisi luas,

mencakup daerah drainase limfe yang tepat. Untuk kebanyakan pasien, eksisi yang tepat

adalah hemikolektomi kiri atau kanan, tetapi pada beberapa pasien dengan beberapa adenoma

dan pasien muda dengan kanker, beberapa ahli bedah menyarankan kolektomi total dan

anastomosis ileorektal.

15

Page 16: Referat CA Colon

a. Kanker kolon kanan

kanker kolon kanan dengan atau tanpa obstruksi diterapi dengan hemikolektomi kanan

dan anastomosis promer. Reseksi diindikasikan meskipun ada metastasis hepatik, karena

reseksi merupakan paliasi terbaik. Pada pasien dengan obstruksi yang nyata, operasi harus

dilakukan sebagai tindakan darurat. Kadang-kadang reseksi tidak mungkin dilakukan, dan

ahli bedah harus memintas tumor dengan menganastomosis ileum ke kolon transversal.

Pengangkatan usus kanan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

(Sumber : Jones dan Schofield, 1996)

b. Kanker kolon kiri

Jika tidak ada obstruksi usus, maka terapi pilihan untuk kanker kolon kiri adalah eksisi

luas dengan hemikolektomi kiri atau kolektomi sigmoid dengan anastomosis primer. Reseksi

dilakukan meskipun ada tumor sekunder dari hepar, karena reseksi memberikan paliasi

terbaik. Kolostomi saja tidak pernah dipertimbangkan bila tidak ada obstruksi, karena

mempunyai nilai paliatif yang kecil. Hemikolektomi kiri dapat dilihat pada gambar di bawah

ini :

Pada kasus dengan obstruksi kolon kiri, metode tradisional yang digunakan adalah

prosedur 3 tahap:

1. Kolostomi saja

2. Reseksi dengan anastomosis

16

Page 17: Referat CA Colon

3. Penutupan kolostomi

Perkembangan selanjutnya menunjukkan adanya kecenderungan ke arah reseksi

sebagai prosedur primer. Seringkali tidak dilakukan anastomosis pada operasi darurat. Kolon

atas yang tersisa dikeluarkan seperti pada kolostomi, dan kolon bawah dikeluarkan (dengan

menghasilkan fistula mukus) atau ditutup (dengan prosedur Hartmann). Operasi kedua dapat

dilakukan jika pasien sudah benar-benar pulih dan kesinambungan usus dapat dipertahankan.

Tindakan lebih lanjut dapat dilakukan dengan cara tidak hanya mereseksi tumor tetapi

juga melakukan anastomosis primer. Hal ini dibantu dengan pembilasan kolon di atas meja

operasi, yang membersihkan kolon dari feses dan mengurangi disproporsi ukuran antara usus

yang di atas dan di bawah karsinoma yang direseksi. Pilihan lebih lanjut adalah melakukan

kolektomi subtotal dan anastomosis usus kecil ke sisa kolon distal atau rektum.

c. Karsinoma rektum

Pada tumor rectum 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm dari garis anokutan)

dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan

spingter anus, sedangkan pada tumor 1/3 distal dilakukan amputasi rectum melalui abdominal perineal.

Reseksi abdoperineal dengan kel retroperitoneal menurut geenu-miles. Alat stapler untuk membuat

anastomisis di dalam panggul antara ujung rectum yang pendek dan kolon dengan mempertahankan

anus dan untuk menghindari anus pneternaturalis.Reseksi anterior rendah pada rectum

dilakukan melalui laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomisis kolorektal/

koloanal rendah

Pilihan terapi untuk kanker rektum bagian bawah lebih bervariasi, terapi standar untuk

tumor <6cm dari tepi anal masih dengan eksisi abdominoperineal rektum dengan kolostomi

ujung. Terapi pilihan lain dapat dipertimbangkan. Beberapa tumor yang berdiameter 5-6 cm

dapat ditangani dengan eksisi rektal dan anstomosis koloanal. Pada tumor kecil yang

berdiameter kurang dari 3-4 cm tanpa terlihat penyebaran ekstra rektal, terapi lokal mungkin

17

Page 18: Referat CA Colon

efektif; dengan pemilihan cermat, hasil akhir dapat sangata baik. Metode yang memuaskan

adalah eksisi lokal, dekstruksi dengan diatermi dan radioterapi lokal.

Terapi ajuvan

Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi. Kemoterapi

ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker kolon setelah operasi.

Pasien dengan kriteria Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan

meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor. Kemoterapi ajuvan tidak

berpengaruh pada pasien dengan kriteria Dukes B. Irinotecan (CPT11) inhibitor topoisomer

dapat memperpanjang masa harapan hidup. Oxaliplatin analog platinum juga memperbaiki

respon setelah diberikan 5FU dan leucoverin. Manajemen kanker kolon yang tidak reseksibel

meliputi : Nd-YAG foto koagulasi laser dan self expanding metal endoluminal stent.

Pemilihan terapi pada pasien disesuaikan dengan stadium penyakitnya, seperti gambar

dibawah ini:

Pertimbangan untuk melakukan terapi bedah dilakukan berdasarkan stadium kanker

pasien, seperti bagan bawah ini:

18

Tumor metastasis

Penentuan stadium

Tumor Dukes A dan B1 Tumor Dukes B2 dan C

Pembedahan radikalPembedahan radikal Pembedahan paliatif

Observasi Observasi

Percobaan klinis dengan terapi ajuvan

A

C

B

Page 19: Referat CA Colon

Keterangan :

A. Tumor dengan klasifikasi Dukes A atau B1, dimana tumor belum mempenetrasi

keseluruhan tebal dinding usus, bentuk kemoterapi ajuvan tidak diperlukan, tetapi

rencana pengawasan ketat untuk dteksi dini adanya rekurensi harus dilakukan. Tindakan

tersebut harus termasuk adanya pemeriksaan fisik dan pemeriksaan carciniembryogenik

antigen (CEA) tiap 3 bulan dan foto dada dengan interval 6 bulan. Kolonoskopi harus

diulangi dalam waktu 1 tahun untuk mendeteksi secara dini adanya pembentukan polip

dan, jika negatif selanjutnya harus diulangi dengan interval 3 tahun. Follow-up yang

lebih ketat diperlukan pada pasien dengan tumor yang timbul pada keadaan peradangan

usus (inflammatory bowel disease) atau sindroma poliposis herediter. Pada kasus

tersebut, harus diambil pertimbangan untuk melakukan kolektomi profilaksis.

B. Bagi pasien dengan lesi dukes B2 dan C, dengan penetrasi melalui lapisan muskularis

dan/metastasis kelenjar getah bening regional, harus diambil pertimbangan untuk

memasukkan pasien ke dalam percobaan terapi klinis terapi ajuvan. Pada saat ini, data

dari percobaan terkontrol tidak mengharuskan pemakaian rutin kemoterapi ajuvan

dengan 5-flourouracil (5-FU) atau dengan kombinasi 5-FU dengan semustine (methyl-

CCNU [methyl-cyclohexyl chloroethylni-trosoureal]).

C. Pada keadaan metastasis, pertimbangan pertama harus diberikan terhadap reseksi paliatif

tumor primer. Komplikasi berupa obstruksi, perdarahan, dan perforasi mungkin

ditemukan. Metastasis simptomati harus dihilangkan dengan kemoterapi. Walaupun

pemberian 5-FU secara intravena dengan jadwal setiap minggu atau tiap 5 hari

merupakan seni dalammemberikan pengobatan, penelitian sekarang masih dalam

perkembangan untuk mencari bentuk pengobatan yang lebih efektif baik dengan

kombinasi 5-FU dengan leucovorin dan/methotrexate, atau dengan memberikan infus

intravena setiap 2 minggu dengan cis-platinum. Bagi pasien dengan metastasis ke hepar,

pasien tertentu dengan nodul tumor tunggal mungkin merupakan calon untuk reseksi

hepar parsial yang dalam beberapa penelitian telah menyebabkan kemungkinan hidup

yang lama dan bebas dari penyakit pada 25% kasus. Selain itu, penggunaan infs 5-FU

atau 5-FUDR (5=fluorodeoxyuridine) ke dalam sirkulasi arteri hepatik telah dilaporkan

meningkatkan paliasi dalam beberapa serial, walaupun belum dibuktikan dapat

memperbaiki kemungkinan bertahan hidup dalam kontrol lengkap.

19

Kemoterapi

Page 20: Referat CA Colon

2.11 Komplikasi

Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal, antara lain :

a. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi

b. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ peritoneal

c. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatan

Komplikasi yang timbul setelah pembedahan (reseksi usus besar) dibagi menjadi 2

berdasarkan perkiraan waktu munculnya komplikasi, yaitu komplikasi segera dan

komplikasi lambat. Komplikasi segera meliputi :

a. Kardiorespirasi

b. Kebocoran anastomosis

c. Infeksi luka

d.Retensi urine

e. Impoten

Komplikasi lambat meliputi :

a. Kekambuhan

b. Sistemik

c. Lokal

2.12 Faktor prognostis

Harapan hidup pasien dengan kanker kolon bergantung pada derajat penyebaran saat pasien

datang. Prognosis pasien berhubungan dengan dalamnya penetrasi tumor ke dinding kolon,

keterlibatan KGB regional atau metastasis jauh, penyebaran lokal yang dapat menyebabkan

perlekatan dengan struktur yang tak dapat diangkat, dan derajat histologi yang tinggi. Semua

variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang dimodifikasi dari skala

Dukes-Turnbull.

Klasifikasi kanker kolorektal menurut Dukes-turnbull dapat dilihat pada gambar di

bawah ini :

20

Page 21: Referat CA Colon

BAB III

KESIMPULAN

Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian kedua setelah keganasan di

paru-paru di USA. diperkirakan pada tahun 2008 ditemukan 150.000 kasus baru dan 60.000

diantaranya meninggal karena karsinoma kolorektal. Tingginya angka kematian tersebut

menyebabkan berbagai upaya untuk menguranginya, salah satunya dengan kebijakan deteksi

dini atau skrining terhadap kelompok berisiko yang asimptomatis. Sebagian besar dari

modalitas skrining yang dimaksud adalah radiologic imaging: Flexible Sigmoidoscopy (FS),

Colonoscopy, Double Contrast Barium Enema dan CT Colonography (CTC). Pemilihan

modalitas skrining tersebut tergantung pada kondisi pasien, teknologi yang dimiliki, resiko

dan keuntungan modalitas terhadap pasien, serta kemampuan operator. Penanganan

karsinoma kolorektal membutuhkan kecermatan pemeriksaan preoperatif untuk dapat

memutuskan modalitas terapi baik pembedahan, kemoterapi maupun radioterapi. Penanganan

postoperatif dan follow-up sangat tergantung pada pemeriksaan dan penanganan yang dapat

dilakukan sebelumnya. Hal ini sangat ditentukan oleh staging karsinoma, yang salah satunya

dapat ditentukan oleh imaging seperti ultrasonografi, CT Scan, maupun MRI. Pada

prinsipnya, semakin dini diagnosis karsinoma kolorektal, semakin baik prognosisnya karena

penanganannya dapat dengan pembedahan kuratif.

21

Page 22: Referat CA Colon

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Murdani. 2006. Tumor Kolorektal dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV

jilid I. FKUI : Jakarta hal: 373-378

Anonimous,http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/C/Cancer.html diupload

tanggal 25 Oktober 2012 16:39 WIB.

Doherty m, Gerard. 2006. CURRENT SURGICAL diagnosis & treatment 12th edition.

International edition, p: 738.

Jones & Schofield. 1996. Neoplasia Kolorektal dalam Petunjuk Penting Penyakit Kolorektal.

EGC : Jakarta hal :58-65

Roediger, WEW. 1994. Cancer of the Colon, rectum and Anus in Manual of Clinical

Oncology Sixth edition. UICC : Germany p:336-347

Winawer SJ, Fletcher RH, Miller L, Godlee F, Stolar MH, Mulrow CD, et al. Colorectal

cancer screening: clinical guidelines and rationale. Gastroenterology

1997;112:594-642 [Published errata in Gastroenterology 1997;112:1060 and

1998;114:635].)

22