PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN …kontribusi motivasi berprestasi guru dan kepemimpinan...

108
KONTRIBUSI MOTIVASI BERPRESTASI GURU DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU SMP NEGERI DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TESIS Oleh : BAHAL SIMANJUNTAK NIM : 19054 Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam Mendapatkan gelar Magister Pendidikan PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2013

Transcript of PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN …kontribusi motivasi berprestasi guru dan kepemimpinan...

KONTRIBUSI MOTIVASI BERPRESTASI GURU DANKEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU SMP NEGERIDI KECAMATAN PANDAN

KABUPATEN TAPANULI TENGAH

TESIS

Oleh :

BAHAL SIMANJUNTAKNIM : 19054

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalamMendapatkan gelar Magister Pendidikan

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKANPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI PADANG2013

ABSTRACT

Bahal Simanjuntak, 2013. “The contribution of the teacher’s motivationachievement of headmaster toward the development teacher’sprofessionalism of state junior high school in Pandan subdistrict at CentralTapanuli regent”, Thesis, The post graduate program, in the state universityPadang.

Declining quality of education is not caused by the curriculum but by thelack of professional capacity of teachers. Professionalism emphasizes the masteryof science or management capabilities along with its implementation strategy.Based on the pre-survey in state junior high school in Pandan sub district atCentral Tapanuli regent which is showing that the development of teacher’sprofessionalism is not enough optimal. The teachers who have the development ofprofessionalism are not optimal mentioned, based on the researcher ofobservation, caused by the teacher’s of performance motivation which is notoptimal and the leadership of headmaster’s school is not quite good. Thisobservation has a purpose to test a hypothesis that; (1) the performance ofmotivation donation toward to development of teacher’s professionalism, (2) theleadership of headmaster’s school is contribution toward to the development ofteacher’s professionalism, and (3) the performance of motivation and theleadership of headmaster’s school as if altogether are make contributionconcerning to the professionalism of development.

This observation type is using the correlation of quantitative approach,with all of teacher’s population in the state of junior high school Pandansubdistrict at central Tapanuli as much as 89 persons. The drawing in sample iscould be done by using a Proportionate Stratified Random Sampling. The samplewhich has already choosed as much as 51 persons. The data is collected by thescale of Likert questionnaire which has already test validity and mutualregression.

The result of descriptive analysis is refers to the development of teacher’sprofessionalism which is not enough good with reach in degree 55,63%, theteacher’s performance of motivation enough good reach in degree 71,34%, andthe leader of headmaster’s school is not enough good with reach in degree 64,2%,these results along with pre-survey which is done by the researcher.

Furthermore the analysis data with the believing significant standard 99%indicate to; (1) the contribution of performance motivation as much as 39,7%toward to the development of teacher’s professionalism, (2) the contribution ofleadership headmaster’s school as much as 15,20% toward to the development ofteacher’s professionalism, and (3) the performance of motivation and theleadership of headmaster’s school altogether has contribution as much as 44,7%concerning to the teacher’s professionalism. These result are reveal that in order toincreasedevelopment of a teacher’s professionalism is could done by the raising ofachievement motivation and a good leadership of headmaster’s school.

i

ABSTRAK

Bahal Simanjuntak, 2013. “Kontribusi Motivasi Berprestasi Guru danKepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Pengembangan ProfesionalismeGuru SMP Negeri Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah”,Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Padang.

. Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi olehkurangnya kemampuan profesionalisme guru. Profesionalisme menekankankepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen besertastrategi penerapannya. Berdasarkan pra survey di SMP Negeri Kecamatan PandanKabupaten Tapanuli Tengah tergambar bahwa pengembangan profesionalismeguru belum optimal, berdasarkan pengamatan peneliti, hal ini disebabkan olehmotivasi berprestasi guru yang belum optimal dan kepemimpinan kepala sekolahyang belum baik. Penelitian ini bertujuan menguji hipotesis bahwa; (1) motivasiberprestasi berkontribusi terhadap pengembangan profesionalisme guru, (2)kepemimpinan kepala sekolah berkontribusi terhadap pengembanganprofesionalisme guru, dan (3) motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepalasekolah secara bersama-sama berkotribusi terhadap pengembanganprofesionalisme .

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional,dengan populasi seluruh guru SMP Negeri di Kecamatan Pandan KabupatenTapanuli Tengah sebanyak 89 orang. Penarikan sampel dilakukan denganmenggunakan tehnik Proportionate Stratified Random Sampling. Sampel yangterpilih sebanyak 51 orang. Data dikumpulkan dengan angket skala Likert yangtelah di uji validitas dan realiabilitasnya. Data dianalisis dengan tehnik regresisederhana dan regresi berganda.

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pengembanganprofesionalisme guru kurang baik dengan tingkat ketercapaian 55,63%, motivasiberprestasi guru cukup dengan tingkat ketercapaian 71,34%, dan kepemimpinankepala sekolah kurang baik dengan tingkat ketercapaian 64,2%, hasil tersebutsejalan dengan pra survey yang dilakukan oleh peneliti.

Selanjutnya analisis data dengan signifikansi taraf kepercayaan 99%menunjukkan bahwa; 1) motivasi berprestasi berkontribusi sebesar 39,7%terhadap pengembangan profesionalisme guru, 2) kepemimpinan kepala sekolahberkontribusi sebesar 15,20% terhadap pengembangan profesionalisme guru, dan3) motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah secara bersama-samaberkotribusi sebesar 44,7% terhadap pengembangan profesionalisme guru. HasilPenelitian ini mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan pengembanganprofesionalisme guru dapat dilakukan melalui peningkatan motivasi berprestasidan kepemimpinan kepala sekolah yang baik.

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan yang Maha Kuasa, atas rahmat

dan kasihNYA sehingga tesis ini selesai dengan baik. Adapun judul tesis adalah

“Kontribusi Motivasi Berprestasi Guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah

Terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Negeri di Kecamatan

Pandan Kab.Tapanuli Tengah ”.

Dalam proses penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan

terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Kasman Rukun, M.Pd sebagai dosen Pembimbing I.

2. Bapak Prof. Dr. Sufyarma Marsidin, M.Pd sebagai dosen Pembimbing II.

3. Bapak Prof. Dr. H. Rusdinal, M.Pd sebagai kontributor.

4. Bapak Prof. Dr. H. Mukhaiyar sebagai kontributor.

5. Bapak Dr. Yahya, M.Pd sebagai kontributor.

6. Seluruh Pimpinan Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.

7. Para Dosen Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.

8. Bapak Bupati Kabupaten Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang,SH.

M.Hum. yang memberikan kemudahan dan motivasi dalam penyelesaian

study di Pascasarjana Universitas Negeri Padang.

9. Bapak Kepala dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Tengah yang telah

memberikan ijin penelitian di SMP Negeri se-kecamatan Pandan.

10. Seluruh Kepala Sekolah dan Guru SMPN se-Kecamatan Pandan

11. Rekan – rekan Mahasiswa Pascasarjana Prodi Administrasi Pendidikan

khususnya Saikhul Hakim, S.Pd, M.Pd.

12. Istri tercinta Mince Marasi Manurung, SE dan buah hatiku tersayang

Tiarma Natalia Simanjuntak yang selalu menahan rindunya ketika aku

berada di Padang dan senantiasa memberikan motivasi.

13. Ibunda (Inong) tercinta Op. Parlin br. Panjaitan yang selalu mendoakan

dari kampung di Lancang .

14. Bapak dan Ibu Mertua di medan yang selalu memberikan dorongan setiap

saat.

vi

15. Para guru dan Staf Tata Usaha SMP Negeri 1 Pandan yang selalu

mendambakanku menjadi Magister Pendidikan.

Kepada Tuhan yang Maha Kuasa jugalah semua dikembalikan, semoga

rahmat dan anugerahNya dilimpahkan kepada semua pihak yang telah membantu

menyelesaikan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Padang , 1 Mei 2013

Penulis

vii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT .............................................................................................. i

ABSTRAK ................................................................................................ ii

PERSETUJUAN AKHIR .......................................................................... iii

PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING ............................................. iv

SURAT PERNYATAAN ........................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................ vi

DAFTAR ISI .............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 4

C. Pembatasan Masalah ...................................................................... 8

D. Rumusan Masalah .......................................................................... 9

E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 9

F. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengembangan profesionalisme Guru ....................................... 12

a. Konsep profesionalisme ....................................................... 12

b. Profesionalisme Guru .......................................................... 13

c. Pengembangan profesionalisme Guru ............................. 14

d. Kriteria profesionalisme Guru ........................................ 19

2. Motivasi Berprestasi .................................................................. 21

a. Pengertian Motivasi ............................................................ 21

b. Pengertian Motivasi Berprestasi .......................................... 22

viii

c. Komponen Motivasi Berprestasi ......................................... 25

3. Kepemimpinan kepala sekolah ................................................... 27

a. Kepemimpinan.................................................................... 27

b. Kepala Sekolah ..................................................................... 29

c. Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah ......................... 29

d. Dimensi Kepemimpinan Kepala Sekolah ............................ 31

B. Penelitian yang Relevan………………………………………….. 37

C. Kerangka Berpikir ........................................................................... 38

D. Hipotesis ......................................................................................... 40

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ................................................................................ 41

B. Populasi dan Sampel ....................................................................... 41

C. Definisi Operasional ....................................................................... 46

D. Instrumen Penelitian ........................................................................ 47

1. Proses Penyusunan Instrumen ................................................... 47

2. Ujicoba Instrumen ................................................................... 49

E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 53

F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 53

1. Analisis Deskriptif .................................................................... 53

2. Uji Persyaratan Analisis .............................................................. 54

3. Tehnik Analisis Hipotesis ........................................................... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data …………………...................................................... 59

B. Pengujian Persyaratan Analisis........................................................... 67

C. Pengujian Hipotesis ………............................................................ 72

1. Uji Hipotesis Pertama ………………………………………….. 72

2. Uji Hipotesis Kedua ……………………………………………. 75

3. Uji Hipotesis Ketiga ……………………………………………. 78

D. Pembahasan …………………............................................................ 82

E. Keterbatasan Penelitian …………………………………………….. 89

ix

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan ........................................................... 90

B. Implikasi Penelitian ........................................................... 90

C. Saran ........................................................... 92

DAFTAR RUJUKAN ........................................................... 94

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Populasi ................................................................................. 42

2. Data Guru SMP se-Kecamatan Pandan ......................................... 43

3. Besaran Kelompok Strata .............................................................. 45

4. Jumlah Sampel Berdasarkan Strata Pendidikan dan Masa Kerja... 45

5. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ....................................................... 48

6. Jumlah Sampel Uji Coba ............................................................... 49

7. Hajil Uji Validitas Instrumen Penelitian ........................................ 52

8. Klasifikasi Tingkat Pencapaian Responden ................................... 54

9. Distribusi Frekuensi Pengembangan profesionalisme Guru . 60

10. Tingkat Pencapaian Indikator Pengembangan profesionalisme Guru 61

11. Distribusi Frekuensi Motivasi Berprestasi .................................... 62

12. Tingkat Pencapaian Indikator Motivasi Berprestasi ..................... 63

13. Distribusi Frekuensi Kepemimpinan kepala sekolah ..................... 65

14. Tingkat Pencapaian Indikator Kepemimpinan kepala sekolah ...... 66

15. Hasil Analisis Deskriptif ................................................................ 67

16. Rangkuman Uji Normalitas Variabel Y, X1, X2 ............................. 69

17. Hasil Uji Independensi Variabel X1 dengan X2 ............................. 70

18. Rangkuman Hasil Analisis Uji Linieritas Variabel X1 terhadap Y .. 71

19. Rangkuman Hasil Analisis Uji Linieritas Variabel X2 terhadap Y .. 71

20. Rangkuman Analisis Korelasi Variabel X1 dengan Y ...................... 72

21. Uji Koefisien Regresi X1 terhadap Y ............................................... 73

22. Uji Anova X1 dengan Y ................................................................... 73

23. Rangkuman Analisis Korelasi Variabel X2 dengan Y ...................... 75

24. Uji Koefisien Regresi X2 terhadap Y ............................................... 76

25. Uji Anova X2 dengan Y ................................................................... 76

26. Rangkuman Analisis Korelasi Ganda X1 dan X2 terhadap Y ......... 78

27. Uji Koefisien Regresi X1,2 terhadap Y ............................................... 79

28. Uji Anova X1,2 dengan Y ................................................................... 79

xi

29. Kontribusi X1 dan X2 terhadap Y ...................................................... 81

30. Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Parsial ...................................... 81

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka berpikir ........................................................................... 40

2. Grafik Histogram Pengembangan profesionalisme Guru (Y) ....... 60

3. Grafik Histogram Motivasi Berprestasi (X1) ................................. 63

4. Grafik Histogram Kepemimpinan kepala sekolah (X2) ................. 65

5. Garis Prediksi Sumbangan Motivasi Berprestasi (X1) terhadapPengembangan profesionalisme (Y) ............................................. 74

6. Garis Prediksi Sumbangan Kepemimpinan kepala sekolah (X2)

terhadap Pengembangan profesionalisme (Y) .............................. 77

7. Garis Prediksi Sumbangan Motivasi Berprestasi (X1) dan IklimKomunikasi Organisasi (X2) secara bersama-sama terhadapPengembangan profesionalisme (Y) ............................................ 80

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Instrumen Uji Coba Penelitian ..................................................... 97

2. Data Skor Perolehan Angket Ujicoba Pengembanganprofesionalisme Guru .................................................................. 106

3. Data Skor Perolehan Angket Ujicoba Motivasi Berprestasi ........ 107

4. Data Skor Perolehan Angket Ujicoba Iklim KepemimpinanKepala Sekolah .............................................................................. 108

5. Analisis Hasil Ujicoba Instrumen Pengembangan profesionalismeGuru ................................................................................................ 109

6. Analisis Hasil Ujicoba Instrumen Motivasi Berprestasi ………….. 110

7. Analisis Hasil Ujicoba Instrumen Kepemimpinan kepala sekolah.. 112

8. Instrumen Penelitian ……………………………………………. 113

9. Skor Penelitian Pengembangan profesionalisme Guru …………. 122

10. Skor Penelitian Motivasi Berprestasi ………….…………………. 123

11. Skor Penelitian Kepemimpinan kepala sekolah …………………. 124

12. Data Penelitian ………………………………………………….. 125

13. Perhitungan Statistik Dasar dan Penyusunan Tabel DistribusiFrekuensi Data Penelitian ……………………………………… 126

14. Uji Normalitas …………….……………………………………. 129

15. Uji Homogenitas Varian ……………………….……………….. 131

16. Uji Independensi antara Variabel X1 dengan X2 ……………….. 132

17. Uji Linieritas Variabel X1 terhadap Y ………………………….. 133

18. Uji Linieritas Variabel X2 terhadap Y ………………………….. 134

19. Uji Hipotesis Pertama ………………………………………….. 135

20. Uji Hipotesis Kedua ……………………………………………. 136

21. Uji Hipotesis Ketiga ……………………………………………. 137

22. Uji Korelasi Parsial …………………………………………….. 138

23. Perhitungan Kontribusi Relatif dan Kontribusi Efektif ………. 139

24. Rangkuman Tabel t, F dan Chi Kuadrat ………………………. 141

25. Surat Ijin Penelitian ……………………………………………. 142

xiv

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor

determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan

profesionalisme guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad

pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesional

dengan bernuansa pendidikan. Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh

kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan

keengganan belajar siswa. Syaodih dalam Mulyasa (2011:13) mengemukakan

bahwa guru memegang peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan

maupun pelaksanaan kurikulum. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan

ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.

Profesionalisme bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih

merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan

hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang

dipersyaratkan.

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha membudayakan manusia atau

memanusiakan manusia, Pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan

kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara

menyeluruh. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

2

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya

manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor

penentu, tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi strategis

maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian

besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlah maupun mutunya.

Guru harus memiliki kemampuan yang meliputi penguasaan materi

pelajaran, penguasaan profesionalisme keguruan dan pendidikan, penguasaan

cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya,

disamping itu guru harus merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat

dinamis. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik dan tenaga

kependidikan berkewajiban (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,

menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (2) mempunyai komitmen secara

profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan (3) memberi teladan dan

menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan

yang diberikan kepadanya. Menurut Pidarta (1999:34) bahwa setiap guru adalah

merupakan pribadi yang berkembang. Bila perkembangan ini dilayani, sudah tentu

dapat lebih terarah dan mempercepat laju perkembangan itu sendiri, yang pada

akhirnya memberikan kepuasan kepada guru-guru dalam bekerja di sekolah

sehingga sebagai pekerja, guru harus berkemampuan yang meliputi unjuk kerja,

penguasaan materi pelajaran, penguasaan profesionalisme keguruan dan

pendidikan, penguasaan cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk

melaksanakan tugasnya.

3

Fenomena dilapangan berdasarkan pantauan peneliti, guru SMP Negeri di

Kecamatan Pandan terdapat kecenderungan pengembangan profesionalisme guru

belum optimal hal ini dapat dilihat bahwa; 1) Komitmen dan tanggung jawab

terhadap kualitas pendidikan masih kurang, 2) sebagian guru belum melakukan

pembaharuan pembelajaran sesuai dengan tututan zaman, 3) sebagian guru belum

mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, 4) sebagian besar guru

belum berinisiatif untuk mengembangkan pembelajaran yang inovatif .

Semenstara guru pada prinsipnya memiliki potensi yang cukup tinggi untuk

mengembangkan profesionalismenya guna meningkatkan kualitas kerja. Namun

potensi pengembangan profesionalisme yang dimiliki guru sebagai upaya

meningkatkan kualitas kerja dan kariernya tidak selalu berkembang secara wajar

dan lancar disebabkan adanya pengaruh dari berbagai faktor baik yang muncul

dalam pribadi guru itu sendiri maupun yang terdapat diluar pribadi guru. Dalam

diri guru dapat berupa motivasi berprestasi yang masih rendah, sehingga guru

kurang memiliki komitmen dan tanggung jawab terhadap kualitas pendidikan,

guru kurang memiliki dorongan untuk melakukan pembaharuan pembelajaran

sesuai dengan tuntutan zaman, guru kurang memiliki semangat untuk

mengembangkan pembelajaran yang inovatif.

Disamping itu pengembangan sumber daya manusia dalam rangka

meningkatkan profesionalisme guru, bergantung kepada kebijakan kepala sekolah

sebagai pimpinan organisasi. Untuk itu, ketercapaian pengembangan

profesionalisme guru membutuhkan upaya-upaya manajerial yang terencana

secara baik. Artinya, dibutuhkan manajemen pengembangan sumber daya

manusia dimulai dari perencanaan sampai kegiatan evaluasi pelaksanaan

pengembangan profesionalisme guru oleh kepala sekolah.

4

Semakin profesional seorang kepala sekolah dalam kepemimpinannya maka

semakin dapat mengenali kepribadian dan potensi yang terdapat pada setiap diri

guru sehingga dia dapat membangun komitmen dan kesadaran para guru untuk

selalu mengembangkan profesionalismenya, dan menempatkan mereka pada

posisi-posisi yang tepat atau memperluas struktur organisasi untuk membangun

mutu pendidikan di sekolah yang dipimpinnya.

Dengan demikian daya dorong yang harus dimiliki oleh guru SMP Negeri

se-Kecamatan Pandan berupa motivasi berprestasi yang tinggi dan kepemimpinan

kepala sekolah yang efektif dapat memberikan sumbangan positif terhadap

pengembangan profesionalisme guru. Berdasarkan uraian tersebut akhirnya

peneliti tertarik dan ingin membahasnya dalam sebuah penelitian yang berjudul

“Kontribusi Motivasi berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah

terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Negeri di Kecamatan Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah”.

B. Identifikasi Masalah

Peningkatan kualitas komponen-komponen sistem pendidikan yang terbukti

lebih berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan adalah komponen yang

bersifat human resources. Dengan demikian, komponen yang bersifat material

resources tidak akan bermanfaat tanpa adanya komponen yang bersifat human

resources. Pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi

khususnya pendidikan dalam hal ini pengembangan profesionalisme guru sangat

penting dalam mencapai hasil kerja yang optimal, baik secara makro maupun

secara mikro. Pengembangan profesionalisme guru merupakan bentuk investasi.

Oleh karena itu, pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia perlu

5

memperhatikan faktor-faktor baik dalam diri organisasi itu sendiri maupun di luar

organisasi yang bersangkutan. Faktor-faktor tersebut menurut Notoatmodjo (1998:

8-10) sebagai berikut:

1. Faktor Internal

Faktor internal mencakup keseluruhan kehidupan organisasi yang dapat

dilakukan, baik pimpinan maupun anggota organisasi yang bersangkutan. Faktor

anggota organisasi termasuk didalamnya motivasi berprestasi yang dimiliki oleh

anggota organisasi tersebut. Untuk faktor pimpinan organisasi dapat dijabarkan

sebagai berikut;

a) Misi dan Tujuan Organisasi

Setiap organisasi mempunyai misi dan tujuan yang ingin dicapainya. Untuk

mencapai tujuan ini diperlukan perencanaan yang baik dan implementasinya

secara tepat. Untuk itu diperlukan kemampuan tenaga sumber daya manusia

melalui pengembangan sumber daya manusia.

b) Strategi Pencapaian Tujuan

Misi dan tujuan organisasi mungkin sama dengan organisasi lain, tetapi

strategi untuk mencapai misi dan tujuan tersebut dapat berbeda. Oleh

karenanya, kemampuan karyawan diperlukan dalam memperkirakan dan

mengantisipasi keadaan di luar, sehingga strategi yang disusun sudah

memperhitungkan dampak yang akan terjadi di dalam organisasinya. Secara

tidak langsung hal ini dapat mempengaruhi pengembangan sumber daya

menusia dalam organisasi.

c) Sifat dan Jenis Tujuan

Sifat dan jenis kegiatan organisasi sangat penting terhadap pengembangan

6

sumber daya manusia. Misalnya, suatu organisasi yang sebagian besar

melaksanakan kegiatan teknis, akan berbeda dengan pola pengembangan

sumber daya manusia pada organisasi yang bersifat ilmiah. Demikian juga,

akan berbeda pula strategi dan program pengembangan sumber daya manusia

antara organisasi yang kegiatan rutin dan organisasi yang kegiatannya

memerlukan inovasi dan kreativitas.

d) Jenis Teknologi yang digunakan

Pengembangan organisasi diperlukan untuk mempersiapkan tenaga dalam

mengoperasikan teknologi atau mungkin terjadinya otomatisasi kegiatan-

kegiatan yang semula dilakukan oleh manusia.

2. Faktor Eksternal

Organisasi itu berada di dalam lingkungan dan tidak lepas dari pengaruh

lingkungan di mana organisai itu berada, agar organisasi itu dapat melaksanakan

misi dan tujuannya maka harus memperhitungkan faktor-faktor lingkungan atau

faktor-faktor eksternal organisasi.

a) Kebijakan Pemerintah

Kebijakan-kebijakan pemerintah baik yang dikeluarkan melalui perundang-

undangan, peraturan-peraturan pemerintah, surat keputusan menteri maupun

pejabat pemerintah merupakan arahan yang harus diperhitungkan oleh

organisasi. Kebijakan-kebijakan tersebut akan mempengaruhi program-

program pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi yang

bersangkutan.

b) Sosio Budaya Masyarakat

Faktor sosio budaya masyarakat tidak dapat diabaikan oleh suatu organisasi.

7

Hal ini dapat dipahami karena suatu organisasi apapun didirikan untuk

kepentingan masyarakat yang mempunyai latar belakang sosio budaya yang

berbeda-beda. Oleh sebab itu dalam mengembangkan sumber daya manusia

dalam suatu organisasi faktor eksternal perlu dikembangkan.

c) Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di luar organisasi dewasa ini

telah sedemikian pesatnya. Organisasi yang baik harus mengikuti arus tersebut

dan harus mampu memilih teknologi yang tepat. Untuk itu kemampuan

karyawan organisasi harus diadaptasikan dengan kondisi tersebut.

Faktor kebijakan pemerintah, dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor

14 Tahun 2005 Tanggung jawab upaya pengembangan profesionalisme guru ini

merupakan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah. Artinya pemerintah dan

pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan

kompetensi guru. Hanya saja, mengingat yang hampir setiap hari bertemu dengan

guru di sekolah adalah kepala sekolah dan bukan pembina yang lain-lainnya

sehingga kepala sekolah yang paling banyak bertanggungjawab dalam pembinaan

dan pengembangan guru. Oleh karena itu, selain tugas kepala sekolah sebagai

administrator di sekolah yang tidak boleh dilupakan karena sangat penting,

haruslah diikutsertakan pada pembinaan guru di sekolah yang dipimpinnya.

Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh kepala sekolah dalam

mengkoordinasikan, menggerakkan, menyelaraskan sumber daya pendidikan.

Kepemimpinannya sebagai faktor pendukung untuk mewujudkan visi, misi,

tujuan, termasuk sasaran. Oleh karena itu kepala sekolah harus mampu

memobilisasi sumber daya sekolah, perencanaan, evaluasi program, kurikulum,

pembelajaran, pengelolaan personalia, sarana dan sumber belajar, keuangan,

8

pelayanan siswa, hubungan dengan masyarakat, dan penciptaan iklim kondusif.

Dari penjelasan tersebut dapat diambil satu pengertian bahwa penanggung jawab

pengembangan profesionalisme guru di sekolah adalah di tangan kepala sekolah,

sehingga kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor penting yang

dapat mempengaruhi pengembangan profesionalisme guru.

Faktor budaya masyarakat termasuk didalamnya budaya yang dadat

menumbuhkembangkan motivasi untuk berpreatsi bagi guru itu sendiri, sehingga

motivasi tersebut dapat menjadikan profesi pendidik sadar dan terus

mengembangkan profesionalismenya dengan jalan memberdayakan diri sendiri

dalam meningkatkan kemampuan berkaitan dengan peran dan tugasnya di bidang

pendidikan. Pengembangan diri sendiri dapat memberikan kekuasaan keahlian

(expert power) pada pendidik, sehingga dapat menjadikan pendidik sebagai

profesi yang kuat dan penting dalam proses pendidikan bangsa. Oleh karena itu,

motivasi berprestasi mendorong pendidik untuk terus berupaya mengembangkan

diri sendiri agar dalam menjalankan peran dan tugasnya dapat memberikan

kontribusi yang signifikan dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru

dalam membentuk manusia unggul bagi kepentingan pembangunan bangsa yang

maju dan bermoral sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

C. Pembatasan Masalah

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan profesionalisme

guru. Namun berdasarkan fenomena yang ditangkap oleh peneliti diduga faktor

motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah memiliki kontribusi yang

signifikan terhadap peningkatan pengembangan profesi guru. Peneliti menyakini

motivasi berprestasi erat hubungannya dengan pengembangan profesionalisme

guru, dan kepemimpinan kepala sekolah merupakan kekuatan utama dalam

9

membentuk organisasi yang dapat mendukung pengembangan profesionalisme

guru.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, untuk lebih fokus dan lebih

efektif serta efisiennya penelitian ini, maka yang dianggap lebih mendesak untuk

diketahui kontribusinya terhadap pengembangan profesionalisme guru, yaitu

varibel Motivasi Berprestasi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah.

D. Rumusan Masalah

Rumasan masalah penelitian ini diambil dari batasan masalah yang telah

ditetapkan dengan menggunakan kalimat tanya adalah sebagai berikut;

1. Apakah motivasi berprestasi berkontribusi terhadap Pengembangan

profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan?

2. Apakah kepemimpinan kepala sekolah berkontribusi terhadap

pengembangan profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan?

3. Apakah motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah secara

bersama-sama berkontribusi terhadap pengembangan profesionalisme guru

SMP di Kecamatan Pandan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah;

1. Menganalisis kontribusi motivasi berprestasi terhadap pengembangan

profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan.

2. Menganalisis kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap

pengembangan profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan.

3. Menganalisis motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah

secara bersama-sama memberikan kontribusi terhadap pengembangan

10

profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

tentang kontribusi motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah

terhadap pengembangan profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan.

Diharapkan peneliti akan dapat banyak informasi untuk memperluas

cakrawala pengetahuan dan menerapkan salah satu cabang pengetahuan dalam

bidang pendidikan.

b. Bagi guru-guru SMP, diharapkan guru-guru SMP memperoleh bekal

pengetahuan tentang kontribusi motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala

sekolah terhadap pengembangan profesionalisme guru untuk bersama-sama

dengan semua pihak di sekolah menciptakan kondisi yang kondusif dan

senantiasa memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, sehingga dapat tercipta

pengembangan profesionalisme guru yang tinggi pula.

c. Bagi institusi SMP di Kecamatan Pandan, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan wacana yang positif bagi seluruh para pemangku kepentingan

(stakeholder) untuk menciptakan kepemimpinan kepala sekolah yang efektigf

sehingga dapat maningkatkan pengembangan profesionalisme guru dengan

baik.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

tentang kontribusi motivasi berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah

11

terhadap pengembangan profesionalisme guru dan dapat digunakan sebagai bahan

acuan dibidang penelitian yang sejenis.

12

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengembangan Profesionalisme Guru

a. Konsep Profesionalisme

Menurut Danim (2002: 23) menyatakan bahwa profesionalisme berasal dari

kata Bahasa Inggris Professionalism yang secara leksikal berarti sifat profesional.

Orang yang profesional memiliki sikap-sikap yang berbeda dengan orang yang tidak

profesional meskipun dalam pekerjaan yang sama atau katakanlah berada pada satu

ruang kerja. Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu

profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus

mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan

sesuai dengan profesinya.Kemudian Freidson dalam Sagala (2005:199)

mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah “sebagai

komitmen untuk ide-ide professional dan karir”.

Kusnandar (2007:46) mengemukakan bahwa “Profesionalisme adalah kondisi,

arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan

dengan mata pencaharian sesseorang”. Selanjutnya Profesionalisme menurut Surya

(2007:214) adalah: Sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk

komitmen dari para anggota asuatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan

meningkatkan kualitas profesionlanya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa profesionalisme adalah suatu bentuk komitmen

para anggota suatu profesi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan

kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dapat tercapai

secara berkesinambungan.

13

b. Profesionalisme Guru

Sementara Danim (2002:23) mendefinisikan bahwa: “Profesionalisme adalah

komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan

profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang

digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Dalam

definisi di atas terdapat istilah “anggota suatu profesi”, tentu dalam tulisan ini yang

dimaksud anggota suatu profesi adalah guru atau pendidik. Namun demikian perlu

dijelaskan siapa guru atau pendidik tersebut.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 28 ayat 1, 2, dan 4

menjelaskan bahwa, pendidik yang mempunyai keahlian harus dibuktikan dengan

memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat

jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional. Kualifikasi akademik merupakan tingkat pendidikan minimal

yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijasah atau

sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Jika tidak, tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat

diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan. Kemudian

dalam pasal 29 ayat 3 menjelaskan bahwa Pendidik SMP/MTs atau bentuk lain yang

sederajat memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)

atau sarjana, latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang

sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan sertifikat profesi guru untuk

SMP/MTs.

Lebih lanjut jabatan guru merupakan jabatan profesional dan sebagai jabatan

profesional, pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Oleh karenanya

menurut Soetjipto dan Raflis Kosasi (2009: 37) menyatakan bahwa:

14

Jabatan guru tersebut harus memenuhi kriteria jabatan profesional, antaralain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batangtubuh ilmu yang khusus, memerlukan latihan dalam jabatan yangberkesinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yangpermanen, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional, danmempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya.

Pengertian di atas menunjukkan bahwa guru profesional adalah orang yang

memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga mampu

melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Dengan

kata lain, guru profesional adalah orang yang yang terdidik dan terlatih dengan baik,

serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Terdidik dan terlatih bukan

hanya memperoleh pendidikan formal, tetapi juga harus menguasai berbagai strategi

atau teknik didalam kegiatan belajar mengajar, serta menguasai landasan-landasan

kependidikan. Dapat disimpulkan bahwa profesionalisme guru adalah komitmen

seorang guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus

mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan proses

pembelajaran terhadap peserta didik.

c. Pengembangan Profesionalisme Guru

Mengkaji pengembangan profesionalisme termasuk didalamnya proses

profesionalisasi yaitu merubah dasar pengetahuan guru pada tingkat nasional dan

pusat sebagai cerminan/refleksi dalam standar akreditasi program pendidikan dan

penilaian calon guru, sertifikasi guru dan lisensi kesempatan karir dalam mengajar.

Pada tingkat daerah, profesionalisasi cenderung untuk meningkatkan bantuan pada

guru baru, memberikan kesempatan berkarir bagi guru yang berpengalaman dan

mengadakan percobaan bagi pembuat kebijakan (pemerintah). Pengembangan

profesionalisme merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para

anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari

15

penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu.

Pengembangan profesionalisme mengandung makna dua dimensi utama, yaitu

peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis. Implementasinya dapat

dilakukan melalui penelitian, diskusi antar rekan seprofesi, penelitian dan

pengembangan, membaca karya akademik kekinian, dan sebagainya. Kegiatan

belajar mandiri, mengikuti pelatihan, studi banding, observasi praktikal, dan lain-lain

menjadi bagian integral upaya profesionalisme guru.

Konsep pengembangan profesionalisme tidaklah dengan jelas dibatasi, Suatu

profesi digambarkan sebagai dasar pengetahuan sistematis dan pengetahuan ilmiah.

Pengembangan ketrampilan profesional telah dirancang luas melalui program-

program pendidikan lebih tinggi dengan berbagai bentuk pengembangan. Mulyasa

(2011:13) mengemukakan betapa pentingnya untuk meningkatkan aktivitas,

kreatifitas, kualitas, dan profesionalisme guru. Guru adalah tenaga profesional yang

melaksanakan proses pembelajaran. Sebagai jabatan profesional, guru harus

meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan secara terus-menerus, serta guru

harus dapat menjawab tantangan perkembangan masyarakat, melalaui upaya

pengembangan profesionalisme.

Usaha pengembangan profesionalisme guru ditingkat yang paling nyata berada

di sekolah, yaitu setiap sekolah seharusnya mengadakan in service training. In

service training tidak hanya pada wilayah prinsip-prinsip pendidikan (pengajaran),

melainkan juga pada wilayah teknis pragmatis dan aktivitas pengajaran sehari-hari.

Itu artinya, dalam hal ini adalah guru dituntut untuk selalu membaca, dan belajar,

serta memburu ilmu-ilmu pendidikan yang setiap saat berkembang untuk kemudian

diterapkan dalam pelaksanaan pengajaran sehari-hari.

Pengembangan profesionalisme adalah dasar dari praktek profesional guru

16

untuk memastikan bahwa para siswa bermanfaat secara dinamis dan berorientasi

pada pengalaman profesionalisasi masa depan. Dukungan pengembangan

profesionalisme guru adalah terpusat pada kualitas sekolah dan mempromosikan

profesionalisme serta pemberian penghargaan dalam lingkungan mengajar. Bentuk

pengembangan profesionalisme guru berperan penting dalam meningkatkan

kapasitas organisasi sekolah dalam meningkatkan kualitas guru. Studi penemuan

pada pengembangan profesionalisme dan peningkatan guru secara individu

menyatakan bahwa sebuah sistem memusat dalam meningkatkan kualitas guru secara

individu melalui pengembangan profesionalisme akan meningkatkan mutu organisasi

sekolah untuk meningkatkan kualitas lulusan siswa.

Pengembangan profesionalisme adalah usaha profesionalisasi yaitu setiap

kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan profesi mengajar dan mendidik.

Usaha mengembangkan profesi ini bisa timbul dari dua segi, yaitu dari segi

eksternal, yaitu pimpinan yang mendorong guru untuk mengikuti penataran atau

kegiatan akademik yang memberikan kesempatan guru untuk belajar lagi, sedangkan

dari segi internal, guru memilki dorongan untuk berprestasi (motivasi berprestasi)

sehingga guru berusaha belajar sendiri untuk dapat berkembang dalam jabatannya.

Dengan demikian guru akan lebih efektif dan efisien dalam melakukan tugas profesi.

Syarat mutlak terciptanya organisasi pembelajar adalah terwujudnya

masyarakat pembelajar di tubuh organisasi tersebut. Ini dapat dengan mudah

difahami mengingat kinerja organisasi secara tidak langsung adalah produk kinerja

kolektif semua unsurnya termasuk Sumber Daya Manusia. Oleh sebab itu dalam

buku 1 Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)

(2010:1), dinyatakan guru secara individu maupun secara bersama-sama dengan

masyarakat seprofesinya harus didorong untuk menjadi bagian dari organisasi

17

pembelajar melalui keterlibatannya secara sadar dan sukarela serta terus menerus

dalam berbagai kegiatan belajar guna mengembangkan profesionalismenya.

Pengembangan profesionalisme guru adalah kegiatan guru dalam rangka pengamalan

ilmu dan pengetahuan, teknologi dan ketrampilan untuk meningkatkan mutu, baik

bagi proses belajar mengajar dan profesionalisme tenaga kependidikan lainnya.

Macam kegiatan guru yang termasuk kegiatan pengembangan profesi adalah: (1)

mengadakan penelitian dibidang pendidikan, (2) Menemukan teknologi tepat guna

dibidang pendidikan, (3) membuat alat pelajaran/peraga atau bimbingan, (4)

menciptakan karya tulis, (5) mengikuti pengembangan kurikulum.

Pengembangan profesionalisme guru jika dipandang sebagai pembinaan

guru dari sumber daya manusia, secara terminologis sering diartikan sebagai

serangkaian usaha bantuan kepada guru, terutama bantuan yang berwujud layanan

profesional yang dilakukan oleh kepala sekolah, penilik sekolah, dan pengawas, serta

pembina lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar. Jika yang

dimaksudkan pembinaan guru sesungguhnya adalah supervisi, para pakar yang

memberikan pengertian berbeda dengan inti yang sama. Batasan pembinaan guru

merupakan perencanaan program perbaikan pengajaran (Ali Imron, 1995: 9).

Pembinaan guru termasuk didalamnya supervisi, menurut Sahertian (2000: 19)

supervisi adalah usaha memberi layanan kepada guru-guru, baik secara individual

maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran. Kata kunci dari

pemberi supervisi pada akhirnya ialah memberikan layanan dan bantuan. Dengan

demikian jelas bahwa tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan

untuk meningkatkan kualitas kinerja guru. Supervisi tujuannya tidak hanya untuk

memperbaiki kemampuan mengajar tetapi juga untuk pengembangan potensi kualitas

guru, sehingga pengembangan proseionalisme guru di sekolah dapat terwujud.

18

Pembinaan profesional (pengembangan profesionalisme) melalui supervisi

menurut Trimo (2008) (http://re-searchengines.com/trimo70708.html) kegiatan

supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam

penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh

kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru.

Hal tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksanakan guru merupakan inti

dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan

utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung

serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang

berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu,

kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses

pembelajaran. Supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi personel maupun

material yang diperlukan untuk terciptanya situasi belajar mengajar yang efektif dan

usaha memenuhi syarat-syarat tersebut (M. Ngalim Purwanto, 2003: 76).

Penjelasan di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa pengembangan

profesionalisme guru terdiri dari atas dua bentuk, yaitu pembinaan dan

pengembangan. Pembinaan yang dimaksud adalah berbagai kegiatan yang tidak

sebatas pelatihan, tetapi berbagai kegiatan sebagai upaya yang ditujukan untuk para

guru dalam hubungannya dengan peningkatan kemampuan profesionalisme saat ini,

segera dan berjangka pendek. Tujuan utama kegiatan adalah meningkatkan

efektivitas dan efisiensi kerja setiap guru. Pengembangan adalah usaha yang terus-

menerus dalam rangka menyesuaikan kemampuan guru terhadap pengembangan

ilmu dan teknologi serta mengembangkan ilmu dan teknologi itu sendiri khususnya

dalam kegiatan pendidikan.

Kajian ini tidak memandang secara kategorial pembagian program-program

19

pengembangan sumber daya manusia dalam bentuk pembinaan dan pengembangan.

Apakah termasuk pembinaan ataukah pengembangan? Namun yang terpenting

adalah terbentuknya pengembangan profesionalisme bagi guru.

c. Kriteria Profesionalisme Guru

Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat

apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa seorang guru layak menjadi

panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat

bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari. Walaupun segala perilaku guru

diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini khusus

perilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Hal itu berhubungan dengan

bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta

mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalismenya.

Citra guru yang ideal adalah citra guru profesional. Oleh karenanya,

profesionalisme guru menurut Supriyadi (1999: 179-180) mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

Pertama mempunyai komitmen pada proses belajar siswa, kedua menguasaisecara mendalam materi pelajaran dan cara mengajarkannya, ketiga mampuberpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar daripengalamannya, keempat merupakan bagian dari masyarakat belajar dalamlingkungan profesinya yang memungkinkan setiap guru untuk selalumeningkatkan profesionalismenya.

Guru merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi keberhasilan

pendidikan. Ini dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajarnya, serta adanya

rasa percaya diri. Keberhasilan ini dapat ditinjau dari dua segi. Segi proses, guru

dikatakan berhasil jika mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif,

baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Dari segi hasil, guru

dikatakan berhasil jika pembelajaran mampu mengubah perilaku sabagian besar

20

siswa.

Menurut Muwarningsih (2007: 35) menyatakan bahwa profesionalisme guru

pada masa sekarang dituntut oleh masyarakat harus mempunyai sifat-sifat antara

lain:

(1) Memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan memiliki kebanggaanterhadap profesi guru, (2) mempunyai komitmen dan tanggung jawabyang tinggi terhadap peningkatan kualitas pendidikan, (3) mampumembuat murid belajar dan sadar akan tugasnya sebagai siswa yangmempunyai kewajiban untuk terus menerus belajar, (4) memberikaninspirasi dan motivasi kepada siswa, sehingga dapat dijadikan panutandalam segala hal seperti tingkah laku, cara bicara, dan cara berpikir, (5)bisa mengembangkan potensi yang ada pada anak didik, bukanmembentuk seperti yang kita kehendaki, dan tidak berusaha memaksakankehendak, (6) mampu melakukan pembaharuan-pembaharuanpembelajaran sesuai dengan tuntutan zaman, dan selalu berpikir ke masadepan tanpa melupakan yang telah lewat dan saat sekarang, (7) aktifmengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untukkepentingan pembelajaran para siswa, (8) antisipasif dan inisiatif, (9)selalu mencari terobosan baru, (10) mendengar dan memperhatikansiswa yang dilayani, dan (11) terbuka untuk masukan saran dan kritik.

Guru yang baik dalam kaitannya dengan pendidikan dan pengajaran harus

menjalankan sesuai fungsinya. Fungsi guru dalam suatu sistem pengajaran ialah

sebagai perancang dan sebagai guru yang mengajar (unsur suatu sistem).

Pelaksanaan fungsi pertama, guru bertugas menyusun suatu sistem pengajaran,

sedangkan pelaksanaan fungsi kedua, guru berfungsi mendesain sistem pengajaran

(Oemar Hamalik, 2005: 12).

Dengan demikian dapat disimpulkan pengembangan profesionalisme guru

adalah usaha mengembangkan diri guru agar dalam menjalankan peran dan tugasnya

dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya melaksanakan tugas

profesinya. Sehingga guru memiliki komitmen dan tanggung jamab terhadap kualitas

pendidikan, guru mampu melakukan pembaharuan pembelajaran sesuai dengan

tututan zaman, guru aktif mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi

21

untuk meningkatkan mutu pendidikan, guru memiliki antisipatif dan inisiatif dalam

pembelajaran.

2. Motivasi Berprestasi

a. Pengertian Motivasi

Menurut G.R. Terry dalam Hasibuan (2005:145), motivasi adalah keinginan

yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan

tindakan-tindakan. Lebih lanjut Hersey (1992:16) motivasi orang-orang bergantung

pada kuat lemahnya motif. Motif adakalanya diartikan sebagai kebutuhan, keinginan,

dorongan, gerak hati dalam diri seseorang. Malone dalam Uno (2007: 66)

membedakan dua bentuk motivasi yang meliputi motivasi intrinsik dan motivasi

ekstrinsik. Motivasi instrinsik timbul karena adanya rangsangan dari dalam diri

individu, sedangkan motivasi ekstrinsik timbul karena ada rangsangan dari luar

individu. Dengan demikian menurut Uno (2010:9) motivasi merupakan suatu

dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga

seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku tertentu yang

lebih baik dari keadaan sebelumnya.

Lebih lanjut menurut Robbins (2001:166), motivasi adalah kesediaan untuk

mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan

oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan

individual.Motivasi menyangkut alasan-alasan mengapa orang mencurahkan tenaga

untuk melakukan suatu pekerjaan. Tingkah laku manusia selalu timbul oleh adanya

kebutuhan yang mendorong ke arah suatu tujuan tertentu. Kebutuhan yang

mendorong perbuatan kearah tujuan tertentu adalah motivasi. Manusia merupakan

makhluk sosial yang memiliki kebutuhan, perasaan, pikiran dan motivasi. Setiap

22

manusia dalam melaksanakan suatu kegiatan pada dasarnya didorong oleh motivasi.

Adanya berbagai kebutuhan akan menimbulkan motivasi seseorang untuk berusaha

memenuhi kebutuhannya. Orang mau bekerja keras dengan harapan dapat memenuhi

kebutuhan dan keinginan dari hasil pekerjaannya.

Pengertian dasar dari motivasi merupakan kekuatan yang mendorong

seseorang untuk mencapai tujuannya. Kekuatan-kekuatan yang dirangsang oleh

adanya berbagai macam kebutuhan seperti keinginan yang hendak dipenuhinya,

tingkah laku, tujuan, umpan balik.Dengan demikian motivasi merupakan kekuatan

yang kompleks dari diri seseorang yang dapat menggerakkan dan menegakkan

aktivitas-aktivitas yang dijalankan untuk mencapai tujuan.

b. Pengertian Motivasi Berprestasi

Teori motivasi berprestasi menurut David Mc.Clelland (dalam Hasibuan

2007:162) mengemukakan pendapatnya bahwa karyawan mempunyai cadangan

energi potensial. Bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada

kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia.

Energi akan dimanfaatkan oleh karyawan karena dorongan oleh: (1) kekuatan motif

dan kekuatan dasar yang terlibat, (2) harapan keberhasilannya, dan (3) nilai insentif

yang terlekat pada tujuan.

Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland (dalam Hasibuan

2007:162) menyebutkan :

1) Kebutuhan akan prestasi (need for achievement=n Ach), merupakan daya

penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu, n.Ach

akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan

mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi

mencapai prestasi kerja yang maksimal. Karyawan akan antusias untuk

23

berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberi kesempatan.

Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang

tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan

yang besar akhirnya memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

2) Kebutuhan akan afiliasi (need for Affiliation=n. Af), menjadi daya

penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena

itu, n.Af ini merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang

menginginkan hal-hal: kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain

dilingkungan ia tinggal dan bekerja (sense of belonging), kebutuhan akan

perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of

importance), kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of

achievement), dan kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of

participation). Seseorang karena kebutuhan n.Af akan memotivasi dan

mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk

menyelesaikan tugas-tugasnya.

3) Kebutuhan akan kekuasaan (need for Power = n Pow). Merupakan daya

penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. N.Powakan

merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengarahkan

semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang

terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan

menimbulkan persaingan. Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh

manajer dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk

bekerja giat.

24

Lebih lanjut menurut Frederick Herzberg (dalam Hasibuan 2007:158) teori

hirarki kcbutuhan Maslow dikembangkan menjadi teori dua faktor tentang motivasi.

Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan

satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang

disebut dengan dissatisfier atau extrinsic motivation.

Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan faktor pendorong

seseorang untuk bekerja yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi

intrinsik) antara lain: 1) prestasi (achievement), 2) pengakuan (recognition), 3)

pekerjaan itu sendiri (the work it self), 4) tanggungjawab (responsibility), 5)

kemajuan (advancement), 6) pengembangan potensi individu (the possibility of

growth).

Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene factor

merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara

keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketenteraman dan kesehatan.

Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat

pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor

ekstrinsik, meliputi: 1) kompensasi, 2) keamanan dan keselamatan kerja, 3) kondisi

kerja, 4) status, 5) prosedur perusahaan, 6) mutu dari supevisi teknis dari hubungan

interpersonal di antara teman sejawat dengan atasan dan dengan bawahan.

Teori model dua faktor oleh Frederick Herberg disebut juga teori motivasi

higiene (motivation-hygiene theory). Maksud dua faktor tersebut ialah faktor yang

memberi kepuasan (motivator) dan faktor yang tidak memberi kepuasan (hygiene).

Menurut Robbin (2008:227) teori ini menghubungkan faktor-faktor intrinsik dengan

kepuasan kerja, sementara mengaitkan faktor-faktor ekstrinsik dengan ketidakpuasan

kerja.Faktor motivator akan menyebabkan seseorang itu merasakan kepuasan kerja,

25

dan sebaliknya tidak adanya faktor hygiene pula akan menyebabkan ketidakpuasan

kerja tetapi kenyataannya tidak semestinya membawa kepuasan kerja. Apabila

faktor-faktor hygiene seperti kebijaksanaan dan administrasi perusahaan,

pengawasan dan imbalan kerja yang ketika sesuai dengan suatu pekerjaan membuat

para karyawan puas. Ketika faktor-faktor ini sesuai karyawan tidak akan merasa

tidak puas.

c. Komponen Motivasi Berprestasi

Hasil penelitian Mc Cleland dalam Gistituati (2009:244 ) menunjukkan

bahwa orang-orang yang berprestasi (berhasil dengan predikat unggul) mempunyai

profil / karakteristik antara lain:

1) Pada umumnya menghindari tujuan prestasi yang mudah dan sulit,

mereka sebenamya lebih memilih tujuan yang moderat yang menurut

mereka akan dapat diwujudkan atau diraih;

2) Lebih menyukai umpan balik langsung dan dapat diandalkan mengenai

bagaimana mereka berprestasi;

3) Menyukai tanggung jawab pada pemecahan masalah.

Orang-orang yang memiliki profil/karakteristik sebagaimana tersebut diatas

tidak terlalu peduli atau menghiraukan orang lain. Baginya yang panting adalah

bagaimana caranya ia dapat mencapai suatu prestasi dengan predikat unggul

dibandingkan dengan yang lain. Keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu

yang lebih baik dari yang lain adalah merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi,

sehingga ia akan terdorong untuk memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya

tersebut. Kerangka berpikir orang-orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi

adalah bagaimana usaha / perjuangan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu

prestasi yang unggul.

26

Komponen motivasi berprestasi terdiri atas dorongan-dorongan dari dalam

individu untuk dapat mencapai tujuan dan bertahan ketika menghadapi rintangan.

Weiner (1972) dalam Purnomo (http:// 4jipurnomo .wordpress.com / makalah -

tentang – motivasi) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi terdiri atas empat

komponen.

1) Pertama; Menyukai aktivitas yang prestatif dan mengaitkan keberhasilandengan kemampuan dan usaha keras. Individu akan meras puas danbangga atas keberhasilannya sehingga akan berusaha keras untukmeiningkatkan segala kemungkinan untuk berprestasi. Ketikamengerjakan tugas ia lebih didorong oleh harapan untuk sukses daripadauntuk menghindari gagal (Heckhausen, 1967).

2) Kedua; Beranggapan bahwa kegagalan disebabkan oleh kurangnya usaha.Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan merasa marah pada dirisendiri dan merasa menyesal apabila prestasi yang dicapai tidak sebaikapa yang diharapkan, karena ia seharusnya dapat mencapai prestasi yangtinggi kalau ia berusaha lebih keras lagi (Madina, 1998).

3) Ketiga; Selalu menampilkan perasaan suka bekerja keras dibandingindividu lain yang mempunyai motivasi berprestasi rendah. Hal inimenjadikan ketangguhan individu dalam menjalankan tugas. Ia akanmemelihara kualitas kerja yang tinggi untuk menyelesaikan tugas dengnsukses, untuk dapat mencapai prestasi terbaik yang dapat diraihnya danmengungguli orang lain (Heckhausen, 1967).

4) Keempat; Mempunyai satu pertimbangan dalam memilih tugas dengantingkat kesulitan sedang, yaitu tugas yang tidak terlalu mudah tetapi jugatidak terlalu sukar. Hal ini dikarenakan orientasi motivasi berprestasiadalah adanya kesuksesan sebagai nilai prestasi, sehingga tugas yangterlalu mudah tidak bernilai tantangan dan tugas yang terlalu sulit akansedikit memberikan kemungkinan untuk berhasil.

Dapat disimpulkan Motivasi Berprestasi adalah dorongan seseorang untuk

mencapai sukses dengan suatu ukuran keunggulan. Standar keunggulan yang

dimaksud adalah berupa prestasi orang lain atau prestasi sendiri yang pernah diraih

sebelumnya. Beberapa indikator motivasi berprestasi antara lain; 1) Menyukai

aktivitas yang prestatif, 2) Suka bekerja Keras, 3) Memelihara kualitas kerja, dan 4)

suka memilih tugas dengan kesulitan sedang.

27

3. Kepemimpinan Kepala Sekolah

a. Kepemimpinan

Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan hal yang

sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan pada hakikatnya

merupakan fungsi inti dalam proses manajemen. Istilah kepemimpinan mempunyai

banyak batasan dan masing-masing orang mendifinisikan dengan rumusan yang

bebeda-beda. Kartono (2005:6) mendefinisikan kepemimpinan adalah masalah relasi

dan mempengaruhi antara pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut

muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis di antara pemimpin dan

individu-individu yang dipimpin.

Lebih lanjut Siagian (2002:62) mengemukakan bahwa kepemimpinan

memainkan peranan yang dominan, krusial dan kritikal dalam keseluruhan upaya

untuk meningkatkan produktivitas kerja, baik pada tingkat individual, pada tingkat

kelompok dan pada tingkat organisasi. Berdasarkan difinisi ini bahwa

kepemimpinan ditujukan untuk meningkatkan produktivitas kerja suatu organisasi.

Sementara Rivai (2008:2) menyebutkan kepemimpinan secara luas meliputi proses

mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut

untuk mencapi tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.

Pengertian ini mengartikan bahwa kepemimpiann menggerakkan tiap individu atau

kelompok untuk mencapai tujuan organisasinya.

Apabila ditinjau dari aspek keefektifan suatu organisasi, kepemimpian

berupaya tiap anggotanya untuk mencapai tujuan. Yulk (2005:8) menyebutkan

kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan

setuju dengan apa yang perlu dilakukan secara efektif, serta proses untuk

memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Proses

28

kepemimpianan seseorang dapat muncul dalam bentuk usaha mempengaruhi orang

lain agar bertindak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sedangkan unsur-unsur

kepemimpinan menurut Rivai (2008:3) proses kepemimpinan pada hakekatnya dapat

muncul kapan dan dimanapun apabila ada unsur-unsur: 1) orang yang memimpin 2)

orang yang dipimpin 3) kegiatan atau tindakan penggerakan untuk mencapai tujuan

4). tujuan yang ingin dicapai bersama.

Selanjutnya Anoraga (dalam Sutrisno 2009:232) mengemukakan bahwa

kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, melalui

komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk

menggerakkan orang-orang dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati

bersedia mengikuti kehendak pemimpin itu. Pendapat ini memberikan arah kepada

seorang pemimpin untuk dapat berkomunikasi dengan baik terhadap yang

dipimpinnya.

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli kepemimpinan

tersebut, dapat digarisbawahi bahwa kepemimpinan pada dasarnya adalah suatu

proses menggerakkan, mempengaruhi dan membimbing orang lain dalam rangka

untuk mencapai tujuan organisasi. Ada empat unsur yang terkandung dalam

pengertian kepemimpinan, yaitu unsur orang yang menggerakkan yang dikenal

dengan pemimpin, unsur orang yang digerakkan yang disebut kelompok atau

anggota, unsur situasi dimana aktifitas penggerakan berlangsung yang dikenal

dengan organisasi, dan unsur sasaran kegiatan yang dilakukan.

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat dirumuskan suatu pengertian

tentang kepemimpinan yaitu merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang

untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan bawahannya

secara efektif dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

29

b. Kepala Sekolah

Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertugas menyelenggarakan proses

pendidikan, proses belajar mengajar dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam hal ini kepala sekolah sebagai seorang yang diberi tugas untuk memimpin

sekolah bertanggung jawab atas tercapainya peran dan tanggung jawab sekolah.

Kepala sekolah juga disebut sebagai seorang tenaga fungsional.

Wahjosumidjo (2005:83) mengartikan bahwa kepala sekolah adalah seorang tenaga

fungsional yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan

proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang

memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

Sedangkan Rahman (2006:106) mengungkapkan bahwa kepala sekolah

adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan

struktural (kepala sekolah) di sekolah.Berdasarkan uraian ini kepala sekolah sebagai

seorang guru juga menduduki jabatan sebagai jabatan struktural.

c. Pengertian Kepemimpinan Kepela Sekolah

Sekolah merupakan salah satu bentuk organisasi pendidikan. Kepala sekolah

merupakan pemimpin pendidikan di sekolah. Jika pengertian kepemimpinan tersebut

diterapkan dalam organisasi pendidikan, maka kepemimpinan pendidikan bisa

diartikan sebagai suatu usaha untuk menggerakkan orang-orang yang ada dalam

organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Wahjosumijo (2008:83) yang mengemukakan bahwa kepemimpinan

pendidikan adalah proses menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi,

membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan kepada

orang-orang yang ada dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan

pendidikan.Fungsi kepemimpinan pendidikan menunjuk pada aktivitas atau tindakan

30

yang dilakukan oleh seoarang kepala sekolah dalam upaya menggerakkan guru-guru,

karyawan, siswa dan anggota masyarakat lain agar mau berbuat sesuatu guna

menyukseskan program-program pendidikan di sekolah.

Kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau usaha kepala sekolah dalam

mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan guru,

staf, siswa, orang tua siswa, dan pihak lain yang terkait, untuk bekerja/berperan serta

guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Depdikbud, 1998 :9). Singkatnya, cara

kepala sekolah untuk membuat orang lain bekerja untuk mencapai tujuan sekolah.

Kemampuan kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor penentu utama

pemberdayaan guru dan peningkatan proses dan produk pembelajaran. Kepala

sekolah adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap kinerja guru dan

karyawan di sekolah. Rambu-rambu penilaian kinerja sekolah dalam Depdiknas

(2000:42) menjelaskan bahwa komponen-komponen kepemimpinan yang dimiliki

kepala sekolah adalah (1) memiliki kepribadian yang kuat. (2) memahami kondisi

guru,karyawan dan siswa dengan baik. (3) memiliki visi dan memahami misi

sekolah. (4) kemampuan mengambil keputusan dan (5) kemampuan berkomunikasi.

Ratmawati dan Herachwati, (2007:6.2) menyebutkan kepemimpinan adalah

kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan. Dalam

lingkungan sekolah, kepala sekolah berusaha mempengaruhi para guru dan pegawai

agar mereka mau melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan.

Kemampuan seorang pemimpin mempengaruhi orang lain didukung oleh kelebihan

yang dimilikinya, baik yang berkaitan dengan sifat kepribadian maupun yang

berkaitan dengan keluasan pengetahuan dan pengalamannya, yang mendapat

pengakuan dari orang-orang yang dipimpin di lingkungan sekolah.

31

Dalam hubungannya dengan misi pendidikan, kepemimpinan dapat diartikan

sebagai usaha Kepala Sekolah dalam memimpin, mempengaruhi dan memberikan

bimbingan kepada para personil pendidikan sebagai bawahan agar tujuan pendidikan

dan pengajaran dapat tercapai melalui serangkaian kegiatan yang telah direncanakan

(Anwar, 2003:70). Fungsi kepemimpinan pendidikan menunjuk kepada berbagai

aktivitas atau tindakan yang dilakukan oleh seorang Kepala Sekolah dalam upaya

menggerakkan guru-guru, karyawan, siswa dan anggota masyarakat agar mau atau

berbuat sesuatu guna melaksanakan program-program pendidikan di sekolah. Dapat

disimpulkan bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah adalah proses mempengaruhi,

menggerakkan, dan mengarahkan guru-guru dan karyawan untuk mencapai tujuan

sekolah

d. Dimensi Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin (pemimpin ) harus memiliki

kepribadian yang kuat, memahami kondisi guru dengan baik, memiliki visi dan

memahami misi sekolah, mampu mengambil keputusan dan mampu berkomunikasi

(Depdiknas 2003).Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai pemimpin di

sekolah harus mampu menetapkan tujuan yang hendak dicapai dan mampu

mengambil keputusan yang tepat. Kepala sekolah sebagai pemimpin juga harus

memperhatikan lingkungan organisasi sekolah agar menjalin komunikasi dengan

pihak eksternal.

Lebih lanjut, Anwar (2003:70) mengatakan bahwa untuk memungkinkan

tercapainya tujuan kepemimpinan pendidikan di sekolah, pada pokoknya

kepemimpinan pendidikan memiliki tiga fungsi berikut:

a) Membantu kelompok merumuskan tujuan pendidikan yang akan dicapai yang

32

akan menjadi pedoman untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang akan

dilakukan;

b) Fungsi dalam menggerakkan guru-guru, karyawan, siswa dan anggota

masyarakat untuk menyukseskan program pendidikan di sekolah; dan,

c) Menciptakan sekolah sebagai suatu lingkungan kerja yang harmonis, sehat,

dinamis, dan nyaman, sehingga segenap anggota dapat bekerja dengan penuh

produktivitas akan memperoleh kepuasan kerja tinggi. Artinya pemimpin

harus menciptakan iklim organisasi yang mampu mendorong produktivitas

pendidikan yang tinggi dan kepuasan kerja yang maksimal.

Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di lingkungan satuan pendidikan

harus mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Seorang kepala

sekolah juga harus berpegang terhadap prinsip-prinsip umum kepemimpinan sekolah

yaitu: konsturktif, kreatif, partisipasif, kooperatif dan pendelegasian yang baik

(Depdiknas 2002:3). Prinsip-prinsip tersebut akan semakin bermanfaat jika

diterapkan oleh kepala sekolah demi tujuan sekolah. Untuk memungkinkan

tercapainya tujuan kepemimpinan di sekolah, pada pokoknya kepala sekolah

melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor:162/13/2003 (Depdiknas 2003:101) yaitu:

Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, Motivator.

Nilai-nilai yang ditunjukkan kepala sekolah dalam memimpin akan menjadi

harapan semua warga sekolah. Wahjosumidjo (2005:124) menyebutkan bahwa

sebagai seorang pendidik kepala sekolah menanamkan, memajukan dan

meningkatkan paling tidak empat macam nilai yaitu:

1) mental, hal yang berkaitan dengan sikap batin watak manusia

33

2) moral, hal yang berkaitan dengan ajaran baik buruk mengenai perbuatan, sikap

dan kewajiban atau moral yang diartikan sebagai akhlak, budi pekerti dan

kesusilaan

3) fisik, hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan

penampilan manusia seara lahiriah

4) artistik, hal-hal yang berkaitan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan.

Selain faktor mental, moral, fisik dan artistik yang perlu diperhatikan oleh

setiap kepala sekolah terhadap peranannya sebagai pendidik mencakup dua hal

pokok yaitu sasaran atau kepada siapa perilaku sebagai pendidik itu diarahkan,

sedangkan yang kedua yaitu bagaimana peranan sebagai pendidik itu dilaksanakan.

Manajer memiliki kewenangan untuk memajukan suatu organisasi. Sebagai

manajer kepala sekolah memiliki kewenangan untuk mengatur seluruh aktivitas yang

dilaksanakan di sekolah. Peran ini akan nampak melalui pengelolaan organisasi

sekolah misalnya kemampuan menyusun program kerja, kemampuan menyusun

organisasi personalia, kemampuan menggerakkan guru dan sampai mengevaluasi

kegiatan. Kepala sekolah sebagai manajer pada hakekatnya adalah seorang

perencana, organisator, pemimpin dan pengendali. Keberadaan manajer pada suatu

organisasi sangat diperlukan, sebab sebagai alat untuk mencapai tujuan memerlukan

seorang manajer yang mampu untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin

dan mengendalikan agar organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang manajer, kepala sekolah

berhadapan dengan berbagai aktivitas. Stoner (dalam Wahjosumidjo 2005:96)

menyebutkan ada 8 macam fungsi seorang manajer yang perlu dilaksanakan dalam

suatu organisasi yaitu bahwa para manajer:

1) bekerja dengan dan melalui orang lain

34

2) bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan3) dengan waktu dan sumber yang terbatas mampu menghadapi berbagai

persoalan4) berpikir realistik dan konseptual5) adalah juru penengah6) adalah seorang politisi7) adalah seorang diplomat8) pengambil keputusan yang sulit

Kedelapan fungsi manajer yang dikemukakan oleh Stoner tersebut tentu saja

berlaku bagi setiap manajer dari organisasi apapun termasuk kepala sekolah sehingga

kepala sekolah berperan mengelola kegiatan sekolah dalam aktivitas sekolah

misalnya menyusun program kerja, menyusun organisasi personalia menggerakkan

staf dan mengoptimalkan sumber daya sekolah.

Sebagai administrator, kepala sekolah diharapkan mampu mengelola

administrasi sekolah dengan baik dan efektif. Robert L.Katz (dalam Danim

2008:215) mengatakan bahwa keterampilan yang harus dimiliki oleh administrator

yang efektif adalah keterampilan teknis, keterampilan hubungan manusia dan

keterampilan konseptual.

Efektifitas seorang kepala sekolah sebagai administrator nampak dalam

pengelolaan administrasi sekolah (Depdiknas 2003) misalnya, mengelola

administrasi kegiatan belajar mengajar, kemampuan mengelola administrasi sarana

prasarana, mengelola administrasi keuangan dan administrasi kesiswaan.

Kualitas proses belajar mengajar sangat dipengaruhi kualitas kinerja guru.

Oleh karenanya usaha untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan

proses belajar mengajar perlu secara terus menerus mendapatkan perhatian dan

tanggung jawab dari seorang kepala sekolah melalui supervisi. Selanjutnya Lucio

(dalam Soetjipto,2009:233) menyebutkan tugas supervisi meliputi tugas

perencanaan, tugas administrasi, partisipasi dalam pengembangan kurikulum,

35

melaksanakan demonstrasi mengajar dan melaksanakan penelitian. Kepala sekolah

sebagai supervisor mempunyai kewenangan tertentu sesuai dengan tugas yang

dilaksanakan yaitu mengoreksi, memperbaiki dan membina proses belajar mengajar

bersama guru sehingga proses itu mencapai hasil maksimal.

Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin (leader) harus memiliki

kepribadian yang kuat, memahami kondisi guru dengan baik, memiliki visi dan

memahami misi sekolah, mampu mengambil keputusan dan mampu berkomunikasi

(Depdiknas 2003).

Fungsi pemimpin dalam organisasi menurut Terry (dalam Sutrisno 2009:238)

dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu: 1) perencanaan 2) pengorganisasian 3)

penggerakan 4) pengendalian. Pencapaian tujuan suatu organisasi tidak dapat lepas

dari peran seorang pemimpin dalam mengatur bawahannya. Karena pada dasarnya

kepemimpinan itu adalah bagaimana menggunakan orang lain secara efektif untuk

dapat mencapai sasaran atau tujuan.

Kepemimpinan adalah suatu seni. Karena dalam kepemimpinan ada

kreativitas individu dalam mengatur orang lain. Walaupun kepemimpinan dapat

diajarkan didalam lembaga-lembaga pendidikan formal tetapi tidak banyak

pemimpin yang lahir karena sekolah saja. Kebanyakan pemimpin besar karena

pengalaman dan penemuan dengan pribadinya sendiri dan orang lain dalam

menggeluti tugasnya sehari-hari. Selanjutnya Wahjosumidjo (2005:11) menyebutkan

seorang kepala sekolah sebagai pemimpin memerlukan: (a) kemampuan memimpin

(b) kompetensi administratif dan pengawasan (c) pemahaman terhadap tugas dan

fungsi kepala sekolah (d) pemahaman terhadap peran sekolah yang bersifat

multifungsi (e) tugas pokok dalam rangka pembinaan program pengajaran,

kesiswaan dan dana.

36

Dalam mengelola sekolah, kepala sekolah bisa memilih teori dan menerapkan

gaya kepemimpinan yang tepat dari beberapa gaya kepemimpinan yang ada sesuai

dengan karakter pribadi, dan kondisi organisasi sekolah yang dipimpin. Yang penting

kepala sekolah, harus bisa menampilkan peranan kepemimpinan yang baik.

Berkaitan dengan peranan kepemimpinan kepala sekolah tersebut, Sergiovanni dalam

Depdikdas (2007:16) mengemukakan lima peranan kepemimpinan kepala sekolah,

yaitu kepemimpinan formal, kepemimpinan administratif, kepemimpinan supervisi,

kepemimpinan organisasi, dan kepemimpinan tim. Kepemimpinan formal mengacu

pada tugas kepala sekolah untuk merumuskan visi, misi dan tujuan organisasi sesuai

dengan dasar dan peraturan yang berlaku. Kepemimpinan administratif, mengacu

pada tugas kepala sekolah untuk membina administrasi seluruh staf dan anggota

organisasi sekolah. Kepemimpinan supervisi mengacu pada tugas kepala sekolah

untuk membantu dan membimbing anggota agar bisa melaksanakan tugas dengan

baik. Kepemimpinan organisasi mengacu pada tugas kepala sekolah untuk

menciptakan iklim kerja yang kondusif, sehingga anggota bisa bekerja dengan penuh

semangat dan produktif. Kepemimpinan tim mengacu pada tugas kepala sekolah

untuk membangun kerja sama yang baik diantara semua anggota agar bisa

mewujudkan tujuan organisasi sekolah secara optimal.

Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah adalah proses

mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan guru-guru dan karyawan untuk

mencapai tujuan sekolah dengan menjalankan lima peran kepemimpinan kepala

sekolah, yaitu kepemimpinan formal, kepemimpinan administratif, kepemimpinan

supervisi, kepemimpinan organisasi, dan kepemimpinan tim.

37

B. Penelitian Yang Relevan

Susilastuti (2005) dalam tesis yang berjudul Pengaruhi Persepsi Guru tentang

Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Berprestasi dan Profesionalisme guru

terhadap kinerja guru SMA swasta Kota Salatiga. Hasil penelitiannya menyimpulkan

bahwa; terdapat pengaruh positif dan signifikan persepsi guru tentang kepemimpinan

kepala sekolah terhadap kinerja guru SMA Swasta Kota Salatiga tahun 2005, hal ini

ditunjukkan dengan nilai t =4,667 dan p < 0.05; 2) terdapat pengaruh positif.

Signifikan motivasi berprestasi terhadap kinerja guru SMA Swasta Kota Salatiga

tahun 2005, ditunjukkan dengan nilai t = 5,378 pada p < 0.05; 3) terdapat pengaruh

positif dan signifikan profesionalisme guru terhadap kinerja guru SMA Swasta Kota

Salatiga tahun 2005, hal ini ditunjukkan dengan nilai t = 5,573 pada p < 0.05; dan 4).

Dapat disimpulkan terdapat pengaruh positif dan signifikan persepsi guru tentang

kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi dan profesionalisme guru secara

bersamasama terhadap kinerja guru SMA Swasta Kota Salatiga tahun 2005.

Sylvana (2003) meneliti tentang “Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap

Pengembangan profesi dan kepuasan kerja” menunjukkan bahwa gaya

kepemimpinan memberikan hubungan yang sangat positif terhadap Pengembangan

profesi. Besarnya kontribusi variabel gaya kepemimpinan terhadap Pengembangan

profesi ditetapkan dengan nilai R=11,2% dan p=0,05. Berdasarkan penelitian

terdahulu, peneliti perlu melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengkaji tentang

kontribusi variabelmotivasi berprestasidan Kepemimpinan Kepala sekolahterhadap

Pengembangan profesionalisme guru.

Dari fakta di atas terlihat bahwa motivasi berprestasi dan kepemimpinan

kepala sekolah memegang peranan yang cukup penting dalam peningkatan

pengembangan profesionalisme guru. Motivasi merupakan motor pergerak serta

38

pembangkit semangat guru dalam pengembangan profesionalismenya, sedangkan

peran kepala sekolah sebagi pemimpin bagi guru memberikan bantuan moril dam

materiel dalam melakukan pengembangan profesionalisme. Dengan kata lain

motivasi berprestasi terbukti berkontribusi positif terhadap pengembangan

profesionalisme dan kepemimpinan kepala sekolah juga terbukti berkontribusi

terhadap pengembangan profesionalisme guru.

C. Kerangka Berpikir

1. Kontribusi Motivasi Berprestasi terhadap Pengembangan ProfesionalismeGuru.

Motivasi berprestasi memberikan dorongan mental bagi seorang guru untuk

melaksanakan tugas berdasarkan kompetensi yang harus dimiliki melalui

pengembangan profesionalisme. Dalam proses melaksanakan pengembangan

profesionalisme tersebut seorang guru mempunyai hambatan-hambatan yang

berbeda, dan dengan dimilikinya motivasi berprestasi yang tinggi, maka hambatan-

hambatan tersebut dapat diatasi sehingga pengembangan profesionalisme berjalan

dengan baik.

Motivasi berprestasi akan dapat mendobrak building block ketahanan seorang

guru yang menyebabkan guru enggan melaksanakan pengembangan

profesionalismenya. Hasil Penelitian membuktikan bahwa motivasi berprestasi

berkontribusi terhadap pengembangan profesionalisme, disimpulkan dalam

penelitian tersebut bahwa memiliki kontribusi yang besar dan signifikan.

Dari uraian di atas maka diyakini bahwa motivasi berprestasi berkontribusi

positif terhadap pengembangan profesionalisme, sehingga dengan memperbaiki

motivasi berprestasi guru, maka pengembangan profesionalisme guru dapat menjadi

lebih baik.

39

2. Kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap PengembanganProfesionalime guru.

Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mempunyai keterampilan melakukan

komunikasi, menangani konflik, dan membangun iklim kerja yang yang positif di

lingkungan lembaga pendidikan. Kepemimpinan itu bisa berfungsi atas dasar

kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan menggerakkan orang lain

guna melakukan sesuatu demi pencapaian suatu tujuan tertentu. Keberhasilan

pendidikan sangat ditentukan oleh kepala sekolah dalam mengkoordinasikan,

menggerakkan, menyelaraskan sumber daya pendidikan. Salah satunya adalah

kemampuan mempengaruhi guru untuk terus mengembangkan profesinya. Untuk itu,

ketercapaian pengembangan profesionalisme guru membutuhkan upaya-upaya

manajerial yang terencana secara baik. Karena yang dipimpin kepala sekolah

diantara termasuk guru, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepala

sekolah dapat mempengaruhi pengembangan prosionalisme guru di sekolah.

Sehingga kepemimpinan kepala sekolah memiliki kontribusi terhadap pengembangan

profesionalisme guru.

3. Kontribusi Motivasi berprestasi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah secarabersama-sama terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru.

Dari kajian teori diatas peneliti menyimpulkan ada dua faktor penting yang

yang dapat mempengaruhi Pengembangan profesionalisme guru yaitu (1) faktor

motivasi berprestasi sebagaimana pendapat teori di atas mengemukakan motivasi

berprestasisebagai motor penggerak bagi guru, motivasi berprestasi ibarat bahan

bakar pada kendaraan untuk mencapai pengembangan profesionalisme, dan (2)

faktor kepemimpinan kepala sekolah dapat mempengaruhi guru untuk selalu

meningkatkan profesionalismenya.Sinergi antara motivasi berprestasi yang tinggi

40

dan kepemimpinan kepala sekolah akan mampu menjadi stimulus luar biasa bagi

peningkatan Pengembangan profesionalisme guru secara keseluruhan.Kerangka

berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti pada bagan gambar 1.

r2 X1 ke Y

R2 X1dan 2 ke Y

r2 X2 ke Y

Gambar 1.Kerangka berpikir

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir diatas jelas ada kontribusi yang signifikan antara

motivasi berprestasidan kepememimpinan kepala sekolahterhadap pengembangan

Profesionalisme guru, maka berikut ini dapat dikembanngkan hipotesis penelitian

sebagai berikut;

1. Motivasi berprestasi berkontribusi terhadap pengembangan Profesionalisme guru.

2. Kepemimpinan Kepala Sekolah berkontribusi terhadap pengembangan

Profesionalisme guru.

3. Motivasi berprestasi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah secara bersama-sama

berkontribusi terhadap pengembangan Profesionalisme guru.

MOTIVASIBERPRESTASI

(X1)

KepemimpinanKepala Sekolah

(X2)

PengembanganProfesionalisme Guru

(Y)

41

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini mengungkap kontribusi variabel motivasi berprestasi dan

variabel kepemimpinan kepala sekolah terhadap variabel pengembangan

profesionalisme guru, dengan demikian jenis penelitian ini termasuk pendekatan

kuantitatif korelasional. Menurut Arikunto (2009:247) pendekatan korelasional

adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan atara

beberapa variabel, dan jika ada seberapa eratkah serta berarti atau tidak hubungan

itu. Pada penelitian ini sebagai variabel bebas Motivasi Berprestasi (X1), dan

Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2), sedangkan variabel terikatnya Pengembangan

profesionalisme guru (Y) pada SMP Negeri se - Kecamatan Pandan Tapanuli

Tengah.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah sekelompok orang, benda atau hal yang menjadi sumber

pengambilan sampel; sekumpulan yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang

berkaitan dengan masalah penelitian. Sedangkan Sutrisno Hadi (1986: 70)

mengemukakan bahwa “Populasi adalah semua individu untuk setiap kenyataan-

kenyataan yang diperoleh dari sampel untuk digeneralisasikan”. Berdasarkan uraian

di atas, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah guru Sekolah Menengah

Pertama Negeri se - Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah sbb:

42

Tabel. 1Data Populasi penelitian

No Nama SekolahMasaKerja

TinkatPendidikan

Populasi Jumlah

1 SMP Negeri 1 Pandan≥ 10

≥S1Non S1

262

2841

< 10≥S1

Non S113-

13

2 SMP Negeri 2 Pandan Nauli≥ 10

≥S1Non S1

2-

224

< 10≥S1

Non S122-

22

3 SMP Negeri 3 Pandan≥ 10

≥S1Non S1

72

924

< 10≥S1

Non S115-

15

Total Populasi 89

2. Sampel

Menurut Sekaran (2003:423) sample is a subset or subgroupof the

popualation. Secara umum diterjemahkan bahwa sampel sebagian dari populasi.

Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu pengaruh Motivasi Berprestasi

dan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Pengembangan profesionalisme guru

di SMP Negeri se – kecamatan pandan, maka yang menjadi sampel penelitian

adalah guru – guru yang ada di SMP Negeri se – kecamatan pandan kabupaten

tapanuli tengah

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan Stratified

Proportional Random Sampling. Langkah-langkah yang dilakukan yakni: (a)

identifikasi dan pengelompokan populasi berdasarkan strata, (b) mencari proporsi,

sub proporsi berdasarkan strata, (c) menentukan ukuran sampel dan (d) menentukan

subjek penelitian secara random.

43

a. Identifikasi dan pengelompokan populasi berdasarkan strata

Strata yang dipertimbangkan dalam pengambilan sampel adalah: (1)

Pendidkan S1 keatas dan Non S1, (2) berdasarkan masa dinas; terdiri dari masa

dinas lebih sepuluh tahun atau sama dengan sepuluh tahun (masa kerja ≥ 10

tahun) dan masa kerja kurang dari 10 tahun (masa kerja < 10 tahun).

Pengelompokan strata jenis pendidikan dilakukan berdasarkan asumsi

keterwakilan dalam pengambilan sampel bukan melihat perbedaan bahwa

Pengembangan profesionalisme guru yang sudah sarjana berbeda dengan bukan

sarjana. Pemilihan strata masa kerja diasumsikan bahwa semakin lama kerja ≥

10 tahun semakin berpengalaman dibanding guru yang miliki masa kerja< 10

tahun, dan masing-masing memiliki keterwakilan dalam sampel.

Tabel.2Data Guru SMP Negeri se Kecamatan Pandan

NO

Nama Sekolah≥ S1 < S1 Jumlah

Populasi

< 10Th

≥ 10Th

< 10Th

≥ 10Th

1 SMP Negeri 1 Pandan 13 26 - 2 41

2SMP Negeri 2 PandanNauli

22 2 - - 24

3 SMP Negeri 3 Pandan 15 7 - 2 24

Jumlah 50 35 - 4 89

b. Menetapkan proporsi, sub porsi berdasarkan strata

Berdasarkan strata populasi di atas, maka proporsi masing-masing strata

dapat ditentukan sebagai berikut;

1) Strata Pendidkan S1 dan dibawah S1

Dengan rumus; Proporsi Sarjana (S1) : pl = n1/N

44

Proporsi Non Sarjana (NS1) : ql = 1 – pl

Perhitungan; ≥ S1 = 85 orang; proporsinya ;85/89 = 0,96

≤ S1 = 4 orang; proporsinya ; 1- 0,96 = 0,04

2) Strata Masa Kerja

Dengan rumus; Proporsi Masa Kerja (MK) < 10 th : p2 = n2/N

Proporsi Masa Kerja (MK) ≥ 10 th : q2 = 1 – p2

Perhitungan; MK< 10 th = 50 org; proporsinya ; 50/89 = 0,56

MK ≥ 10 th = 39org; proporsinya ; 1- 0,56 = 0,44

c. Menentukan Ukaran Sampel

Untuk menentukan besarnya ukuran sampel dapat digunakan rumus

Cochran (1991:85) sebagai berikut;

t2 . pqno = ----------------

d2

no

------------------n = no - 1

1 + ---------N

Keterangan

no = besarnya sampel tahap pertama (sebelum koreksi)

t = taraf kepercayaan dalam penelitian ditetapkan 95% maka besarnya

Z=1,96

p = besar proporsi kelompok dalam strata

q = (1 – p)

d = batas toleransi kekeliruan sampling ditentukan 10%

n = besarnya sampel tahap kedua (setelah dikoreksi)

45

N = jumlah populasi penelitian

Tabel. 3 Besaran Kelompok Strata

NO Strata Populasi P q No N

1 Pendidikan 0,96 0,04 14,75 12,65

2 Masa Kerja 0,56 0,44 94,66 45,88**) Jumlah Sampel yang dipilih

Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas diperoleh n (besar sampel

setelah dikoreksi) yang terbesar terdapat pada masa kerja 45,88 dibulatkan

menjadi 46. dengan demikian jumlah sampel yang diambil dari populasi adalah

(46/89) x 100% = 51,69% dibulatkan menjadi 52%.

d. Menentukan sampel penelitian secara random

Ukuran sampel telah ditentukan sebanyak 52% dari populasi 89 orang,

yang akan dilakukan secara acak dengan menggunakan sistem undian dengan

setiap anggota memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel.

Proporsi penyebaran sampel pada setiap strata dapat dilihat pada tabel berikut;

Tabel 4Jumlah sampel Berdasarkan Strata Pendidikan dan Masa Kerja

Nama Sekolah PendidkanMasaKerja

JumlahPopulasi

Sampel(52 %)

SampelPembulatan

SMP Negeri 1Pandan

≥ S1≥ 10 Th 26 13,42 14

< 10 Th 13 6,76 7

< S1≥ 10 Th 2 1,04 2

< 10 Th - - -

SMP Negeri 2Pandan Nauli

≥ S1≥ 10 Th 2 1.04 2

< 10 Th 22 11,44 12

< S1≥ 10 Th - - -

< 10 Th - - -

SMP Negeri 3Pandan

≥ S1≥ 10 Th 7 3,64 4

< 10 Th 15 7,8 8

< S1≥ 10 Th 2 1,04 2

< 10 Th - - -Total 89 51

46

C. Definisi Operasional

Dalam Penelitian ini memiliki varibel terikat Pengembangan profesionalisme

Guru (Y) dan variabel bebas yaitu Motivasi Berprestasi (X1) dan Kepemimpinan

Kepala Sekolah (X2), masing-masing varibel tersebut didefinisikan sebagai berikut;

1. Pengembangan profesionalisme Guru

Pengembangan profesionalisme guru adalah usaha mengembangkan diri

guru agar dalam menjalankan peran dan tugasnya dapat memberikan

kontribusi yang signifikan dalam upaya melaksanakan tugas profesinya.

Pengembangan profesionalisme dapat dilihat dari; 1) berusaha meningkatkan

komitmen dan tanggung jamabnya terhadap kualitas pendidikan, 2) berusaha

melakukan pembaharuan pembelajaran sesuai dengan tututan zaman, 3) aktif

mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi untuk

meningkatkan mutu pendidikan, 4) berusaha memiliki sikap antisipatif dan

inisiatif dalam pembelajaran .

2. Variabel Motivasi Berprestasi

Motivasi Berprestasi adalah dorongan seseorang untuk mencapai sukses

dengan suatu ukuran keunggulan. Standar keunggulan yang dimaksud adalah

berupa prestasi orang lain atau prestasi sendiri yang pernah diraih sebelumnya.

Beberapa indikator motivasi berprestasi antara lain; 1) Menyukai aktivitas yang

prestatif, 2) Suka bekerja Keras, 3) Memelihara kualitas kerja, dan 4) suka

memilih tugas dengan kesulitan sedang.

3. Variabel Kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai varibel bebas kedua(X2)

Kepemimpinan Kepala Sekolah adalah proses mempengaruhi,

47

menggerakkan, dan mengarahkan guru-guru dan karyawan untuk mencapai

tujuan sekolah oleh kepala sekolah dengan menjalankan lima peran

kepemimpinan kepala sekolah, yaitu kepemimpinan formal, kepemimpinan

administratif, kepemimpinan supervisi, kepemimpinan organisasi, dan

kepemimpinan tim.

D. Instrumen Penelitian

Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian skala likert

dengan 5 alternatif jawaban yaitu ; (1) selalu (SL), (2) sering (SR), (3) kadang-

kadang (KD), (4) jarang (JR), dan (5) tidak pernah (TP). Dan untuk menjaring data

frekwensi dan bersifat opini menggunakan alternatif jawaban ; (1) sangat setuju

(SS), (2) setuju (S), (3) kurang setuju (KS), (4) tidak setuju (TS), (5) sangat tidak

setuju (STS). Menurut Ridwan (2007:20) skala likert digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat dan persepsi seseorang terhadap suatu objek, kejadian dan gejala

tertentu. Instrumen skala likert ini dipandang tepat digunakan untuk mengukur

pengembangan profesionalisme guru, motivasi berprestasi dan kepemimpinan

kepala sekolah.

1. Proses Penyusunan Instrumen

Instrumen-instrumen penelitian dalam bidang sosial umumnya dan

khususnya bidang Administrasi Pendidikan yang sudah baku sulit ditemukan.

Untuk itu peneliti membuat instrumen sendiri yang digunakan dalam pengumpulan

data penelitian. Instrumen masing-masing variabel dikembangkan dengan

mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: (1) pembuatan kisi-kisi instrumen

berdasarkan indikator setiap variabel, (2) menyusun butir-butir pernyataan sesuai

dengan indikator, (3) melakukan analisis rasional untuk melihat kesesuaian dengan

indikator aspek yang diukur, serta bahasa pernyataan angket yang benar, (4)

48

melakukan uji coba instrumen untuk mendapatkan validitas dan reliabelitas

instrumen yang disusun.

Dalam penyusunan instrumen juga memperhatikan kemudahan pengisian

oleh responden, dengan berusaha menghindari pernyataan yang membingungkan,

menghindari kata-kata abstrak, dan tidak menggunakan kata-kata yang

menimbulkan antipati dari responden. Kisi-kisi instrumen penelitian dapat dilihat

pada tabel 5.

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

No Variabel IndikatorJml

Butir

1Pengembanganprofesionalisme

Guru (Y)

1. Berusaha meningkatkan komitmen dantanggung jawabnya terhadap kualitaspendidikan.

2. Berusaha melakukan pembaharuanpembelajaran sesuai dengan tututanzaman.

3. Aktif mengikuti perkembangan ilmupengetahuan dan tehnologi untukmeningkatkan mutu pendidikan.

4. Berusaha memiliki sikap antisipatif daninisiatif dalam pembelajaran.

11

7

8

15

Jumlah Pertanyaan Varibel (Y) 41

2Motivasi

Berprestasi(X1)

1. mendorong aktivitas yang prestatif,2. Suka bekerja Keras,3. Memelihara kualitas kerja4. suka memilih tugas dengan kesulitan

sedang

179

2212

Jumlah Pertanyaan Varibel (X1) 60

3KepemimpinanKepala Sekolah

(X2)

1. Kepemimpinan formal2. Kepemimpinan administratif3. kepemimpinan supervisi4. kepemimpinan organisasi5. kepemimpinan tim

89

11108

Jumlah Pertanyaan Varibel (X2) 46

49

2. Uji Coba Instrumen

Instrumen yang telah dibuat diujicobakan pada bulan Oktober dan bulan

Desember 2012, agar instrumen tersebut benar-benar mengukur apa yang harus

diukur sehingga memperoleh data yang benar-benar dibutuhkan dalam

penelitian. Hal-hal pokok yang menjadi tujuan ujicoba intrumen adalah: (1)

melihat keterbacaan kuisioner oleh responden, (2) melihat durasi waktu yang

digunakan oleh responden dalam mengisi kuisioner, (3) mengetahui kesulitan-

kesulitan yang muncul dari responden dalam menjawab kuisioner, (4) melihat

validitas dan reliabilitas instrumen.

a. Menentukan Responden Ujicoba

Ujicoba instrumen diberikan kepada anggota populasi yang tidak

terpilih sebagai sampel yaitu 30 orang guru. Dari populasi yang tidak

terpilih sebagai sampel sebanyak 38 orang guru, diambil sampel ujicoba

secara acak dan tetap memperhatikan keterwakilan populasi yang tidak

homogen yaitu mempertimbangkan strata perolehan sertifikasi dan strata

pendidikan terakhir (Tabel 6).

Tabel 6. Jumlah Sampel Ujicoba

Nama Sekolah PendidkanMasaKerja

JumlahPopulasiUjicoba

JumlahSampelUjicoba

SMP Negeri 1 Pandan ≥ S1≥ 10 Th 6 5< 10 Th 12 10

SMP Negeri 2 PandanNauli

≥ S1< 10 Th 10 8≥10 Th 0 0

SMP Negeri 3 Pandan ≥ S1≥ 10 Th 3 2<10 Th 7 5

Total 38 30

Dengan demikian, keaslian dan karakteristik sampel ujicoba dan

sampel penelitian dapat terjaga. Setelah diacak sesuai dengan strata tersebut

50

diperoleh jumlah sampel ujicoba 30 orang, jumlah ini sudah memenuhi

syarat sampel penelitian yang akan diuji secara statisik, sesuai dengan

pendapat Roscoe (dalam Sugiyono 2010:103) menyatakan; (1) ukuran

sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 s/d 500, (2) bila

dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariat (korelasi atau

regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari

jumlah variabel yang diteliti. Dalam penilitian ini terdapat 3 variabel

penelitian (independen + dependen), maka jumlah anggota sampel: 10 x 3

= 30.

b. Analisis Data Hasil Ujicoba

Setiap butir pernyataan dalam kuisioner dianalisis kesahihannya

(validity) dan keandalannya (reliability).Untuk menguji kesahihan

instrumen menggunakan rumus statistik Pearson Produck Moment,

sedangkan untuk menguji reliabelitas instrumen menggunakan rumus Alpha

Cronbach. Semua analisis data hasil ujicoba instrumen dilakukan dengan

bantuan komputer program Statistical Service Product Solutions rilis 19

(SPSS 19).

Menurut Arikunto (2000:72) butir instrumen dapat dikatan valid jika

terdapat dukungan yang besar terhadap skor total. Kriteria yang digunakan

untuk menguji validitas instrumen adalah sebagai berikut:

1) Jika koefisien (rxy) lebih besar dari harga r Tabel (taraf α= 0,05)

instrumen dinyatakan valid atau sahih.

2) Jika koefisien (rxy) lebih kecil dari harga r Tabel (taraf α= 0,05)

instrumen dinyatakan tidak valid atau tidak sahih.

Untuk uji reliabilitas instrumen digunakan tehnik Alpha Cronbach dengan

dengan ketentuan bahwa suatu butir pernyataan mempunyai reliabilitas,

51

jika; (1) nilai Cronbach’ Alpha positif, (2) nilai Cronbach’s Alpha hasil

perhitungan lebih besar dari 0,8. (Sarwono, 2011:252).

Setelah dilakukan ujicoba instrumen dan dilakukan uji validitas serta

reliabelitas menggunakan program Statistical Service Product

Solutions(SPSS) 19, maka rujukan validitas dan reabilitas peneliti

menggunakan kriteria SPSS. Kriteria validitas adalah nilai korelasi (rxy) >

0,240 dan realibitas (rxy) > 0,800 (Sarwono, 2011:264). Diperolah hasil

ujicoba instrumen sebagai berikut; (1) angket pengembangan

profesionalisme guru dengan jumlah butir pernyataan 41 item, yang gugur

karena tidak valid (rxy) < 0,240 sebanyak 1 item, (2) angket Motivasi

berprestasi dengan jumlah butir pernyataan 60 item, yang gugur karena

tidak valid sebanyak 3 item, dan (3) angket Kepemimpinan kepala sekolah

dengan jumlah butir pernyataan 46 item, yang gugur karena tidak valid

sebanyak 1 item.

Dengan demikian, jumlah butir pernyataan angket pengembangan

profesionalisme guru dalam penelitian ini sebanyak 40 item dengan

reliabelitas rata-rata 0,961 dari batas minimal 0,800, jumlah butir pernyataan

angket motivasi berprestasi dalam penelitian ini sebanyak 57 item dengan

reliabelitas rata-rata 0,962 dari batas minimal 0,800, dan jumlah butir

pernyataan angket kepemimpinan kepala sekolah dalam penelitian ini

sebanyak 45 item dengan reliabelitas rata-rata 0,963 dari batas minimal

0,800 (lihat Lampiran 6, 7, dan 8).

Meskipun jumlah item pernyataan dari masing-masing angket pada

tiap varibel ada yang berkurang, namun tidak ditemukan item pernyataan

52

yang gugur tersebut dapat mengurangi pencapaian makna dari indicator

instrument penelitian. Sehingga peneliti tidak perlu membuat item

pernyataan baru untuk mepertahankan indikator yang telah dibuat, cukup

melanjutkan instrumen yang sudah ada dengan menghilangkan item-item

pernyataan yang gugur untuk dijadikan instrumen penelitian. Lebih jelasnya

dapat dilihat pada Tabel 7 (lampiran 5,6 dan 7)

Tabel 7. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian

NO Variabel IndikatorJmlButir

Nomoryanggugur

JmlValid

1

Pengembangan

profesionalisme

Guru (Y)

1. Berusaha meningkatkan komit-men dan tanggung jawabnyaterhadap kualitas pendidikan.

1111

2. Berusaha melakukan pembaha-ruan pembelajaran sesuai dengantututan zaman.

77

3. Aktif mengikuti perkembanganilmu pengetahuan dan tehnologiuntuk meningkatkan mutupendidikan.

8

24 7

4. Berusaha memiliki sikapantisipatif dan inisiatif dalampembelajaran

1515

41 402

MotivasiBerpresta

si(X1)

1. mendorong aktivitas yangprestatif,

17 17

2. Suka bekerja Keras, 9 9

3. Memelihara kualitas kerja 22 28 21

4. suka memilih tugas dengankesulitan sedang

12 50,54 10

60 57

3Kepemim

pinanKepalaSekolah

(X2)

1. Kepemimpinan formal 8 8

2. Kepemimpinan administratif 9 9

3. kepemimpinan supervisi 11 21 11

4. kepemimpinan organisasi 10 105. kepemimpinan tim 8 8

46 45

53

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses memperoleh data. Data dalam

penelitian ini adalah jawaban responden terhadap pernyataan kuisioner yang terdiri

dari tiga permasalahan pokok dari penelitian ini yaitu bagian satu tentang

pengembangan profesionalisme guru, bagian dua tentang motivasi berprestasi, dan

bagian ketiga tentang kepemimpinan kepala sekolah. Agar pengumpulan data

berlangsung secara teratur, ada beberapa langkah yang dilakukan yakni: (1)

menyiapkan instrumen secara lengkap, (2) menetapkan responden yang telah

diambil secara acak dengan teknik Stratified Proportional Random Sampling, (3)

menyiapkan pelaksana pengunpul data, (4) Melakukan pengumpulan data secara

langsung (responden mengisi dalam pengawasan pelaksana dan diselesaikan saat

itu juga).

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini akan melihat hubungan fungsional antara variabel bebas

terhadap variabel terikat, yaitu seberapa besar kontribusi variabel bebas (X)

terhadap variabel terikat (Y), maka tehnik yang digunakan adalah tehnik regresi.

Ada beberapa langkah yang dilakukan untuk menganalisis data yang telah

terkumpul yaitu: (1) membuat deskripsi data, (2) pengujian persyaratan analisis,

dan (3) pengujian hipotesis penelitian.

1. Analisis Deskriptif Data

Analisis deskriptif dimaksudkan untuk meliihat kecenderungan distribusi

frekwensi variabel dan menentukan tingkat ketercapaian responden pada masing-

masing variabel dengan rumus :

54

Skor rata-rataTingkat ketercapaian responden = x 100 %

Sekor maksimal ideal

Pengelompokan nilai pencapaian responden akan dilakukan dengan menggunakan

klasifikasi sudjana (1991) dapat lihat pada tabel 8.

Tabel 8. Klasifikasi Tingkat Pencapaian Responden

NO KLASIFIKASI KATEGORI1 90 – 100 % Sangat Baik2 80 – 89 % Baik3 65 – 79 % Cukup4 55 – 64 % Kurang Baik5 0 – 54 % Tidak baik

2. Uji Persyaratan Analisis

Dalam upaya memilih tehnik analisis data yang relevan dalam penggunaan

rumus statistik yang bersifat inferensial, maka peneliti akan melakukan Uji

persyaratan analisis yang terdiri dari; Uji Normalitas data, Uji Homogenitas data

(sampel), dan Uji Independensi data antar Variabel bebas. Seluruh pengujian

tersebut menggunakan bantuan komputer program SPSS.

a. Uji Normalitas Data

Data yang terkumpul nantinya merupakan data Interval dan sampel tersebut

dalam jumlah besar (data bergolong), maka uji normalitas akan menggunakan Uji

chi kuadrat (X2) dengan rumus;

h

2ho2

f

)f(fX

Keterarangan : X2 = Nilai Chi-kuadrat

fo = frekueansi yang diperoleh berdasarkan data

55

fh = frekuensi yang diharapkan

b. Uji Homogenitas Data

Dalam Uji Homogenitas sampel peneliti memilih dengan tes Bartlett

sehubungan dengan yang kita uji adalah lebih dari 2 varian variabel yaitu 3 sekolah,

dengan langkah-langkah sebagai berikut;

a) Menentukan harga-harga yang diperlukan tes Bartlett

b) Menentukan harga varian gabungan dari semua sampel

S2= Σ(Ni – 1 ) Si2 / Σ (Ni – 1 )

c) Menentukan harga satuan B, dengan rumus:

B = (log S2) Σ (Ni – 1 )

d) Menentukan nilai chi-kuadrat.

X2 = 2,3026 x { B - Σ (Ni – 1 ) log Si2 }

c. Uji Independensi X1 dan X2

Untuk mengetahui apakah data variabel bebas yaitu X1 dan X2dalam kea-

daan independen peneliti menggunakan rumus product moment dan uji t.

Rumus yang yang digunakan adalah;

rxx = p

t =

3. Tehnik Analisis Hipotesis

Untuk mengetahui kebenaran hipotesis awal maka data yang diperoleh diolah

dengan analisis regresi tunggal dan regresi ganda, serta uji linearitas regresi dan

keberartian regresi dengan bantuan komputer program SPSS.

56

a. Analisis regresi tunggal dengan persamaan Ŷ = a + bx

Keterangan;

Ŷ = skor yang akan diprediksi berdasarkan skor X

(ΣY) (ΣX2) - (ΣX) (ΣXY)a = konstanta regresi, rumus =

nX2 - (ΣX)2

nΣY - (ΣX) (ΣY)b = koofisien regresi, rumus =

nX2 - (ΣX)2

b. Analisis regresi ganda dengan persamaanŶ = bo + b1X1 + b2X2

Keterangan :

Ŷ = skor yang akan diprediksi berdasarkan skor X1 dan X2

bo = konstanta regresi,

b1X1= koofisien regres X1 terhadap Y(ΣX2

2)(ΣX1Y) - (ΣX1X2)(ΣX2Y)Rumus b1 =

(ΣX12) (ΣX2

2) - (ΣX1X2)2

b2X2= koofisien regres X2 terhadap Y

(ΣX12)(ΣX2Y) - (ΣX1X2)(ΣX1Y)

Rumus b2 =

(ΣX12) (ΣX2

2) - (ΣX1X2)2

c. Pengujian Linearitas Regresi dan Keberartian Regresi

Pada analisis data disini adalah ingin menguji linearitas dan keberartian

regresi kontribusi varibel Motivasi Berprestasi (X1) terhadap Pengembangan

profesionalisme guru (Y), dan kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2)

terhadap Pengembangan profesionalisme guru (Y), serta secara bersama-sama

Motivasi Berprestasi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1X2) berkontribusi

57

terhadap Pengembangan profesionalisme guru (Y). Dengan menggunakan

pengujian distribusi probabilitas yaitu distribusi F.

1) Pengujian hipotesis linearitas Regresi

Rumusan hiotesis linearitas adalah sebagai berikut;

Ho = Regresi linear (Varibel X berkontribusi terhadap Y)

Ha = Regresi tidak linear (Varibel X tidak berkontribusi terhadap Y)

JK (TC)/k-2Dengan rumus perhitungan: Fh =

JK (G)/n-k

Keterangan:

Fh = F hitung

JK (TC) = Jumlah Kuadrat Tuna Cocok

JK (G) = Jumlah kuadrat Galat

k = Jumlah kelas interval

n = jumlah sampel

2) Pengujian Hipotesis Keberartian Regresi

Rumusan hiotesis keberartian regresi adalah sebagai berikut;

Ho = Regresi Tidak berarti (Varibel X tidak berkontribusi nyata

terhadap Y)

Ha = Regresi berarti (Varibel X berkontribusi nyata terhadap Y)

JK (b/a)Dengan rumus perhitungan: Fh =

JK (S)/n-2

Keterangan:

Fh = F hitung

58

JK (b/a) = Jumlah Kuadrat regresi (b/a

JK (S) = Jumlah kuadrat sisa

n = jumlah sampel

3) Kriteria Pungujian

F hasil perhitungan di konsultasikan dengan F tabel dengan

kriteria sebagai berikut:

Tolak Ho, jika nilai F hitung lebih besar dari F tabel ( Fh > Ft)

Terima Ho, jika nilai F hitung lebih kecil dari F tabel ( Fh < Ft)

59

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Uraian berikut menyajikan deskripsi data variabel-variabel penelitian guna

menjelaskan kecenderungan distribusi data dan tingkat pencapaian masing-

masing variabel, yaitu Pengembangan Profesionalisme Guru (Y), Motivasi

berprestasi guru (X1), dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2).

1. Pengembangan Profesionalisme Guru (Y)

Berdasarkan butir-butir instrumen Pengembangan Profesionalisme

Guru yang berjumlah 40 butir, maka secara ideal skor minimal yang dapat

dicapai adalah 40 dan skor maksimal 200. Dari jawaban responden diperoleh

skor terendah 83 dan skor tertinggi 137, skor rata-rata 111,25; median

112,00; modus 117; dan simpangan baku 13,573. Distribusi frekuensi data

dan histogram Pengembangan Profesionalisme Guru diperlihatkan pada

Tabel 9 dan Gambar 2 . (Lampiran 13).

Hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa selisih skor rata-rata,

median dan modus tidak melebihi satu simpangan baku. Ini berarti bahwa

distribusi frekuensi data Pengembangan Profesionalisme Guru cenderung

normal.

60

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Data Pengembangan Profesionalisme Guru (Y)

Kelas Interval fx %fx Fk %fk83-90 4 7,8 4 7,891-98 6 11,8 10 19,699-106 7 13,7 17 33,3

107-114 13 25,5 30 58,8115-122 10 19,6 40 78,4123-130 7 13,8 47 92,2131-138 4 7,8 51 100,0

Total 51 100,0

Gam

Tabel 9

berada

rata 42

median

distribu

6

7

13

10

7

Frekuen

bar 2. Histogram Pengembangan Profesionalisme Guru (Y)

menunjukan bahwa skor Pengembangan Profesionalisme Guru yang

pada kelas interval rata–rata adalah 25,5%, di atas kelas interval rata–

,2%, dan di bawah skor rata–rata 33,3%. Karena selisih skor rata-rata,

dan modus tersebut tidak melebihi satu simpangan baku, maka

si data Pengembangan Profesionalisme Guru cenderung normal.

si

Skor Tengah Kelas Interval

86,5 94,5 102,5 110,5 118,5 126,5 134,5

4 4

61

Selanjutnya, hasil analisis tingkat pencapaian responden setiap indikator

Pengembangan Profesionalisme Guru disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Tingkat Pencapaian Indikator Pengembangan ProfesionalismeGuru

Indikator SkorIdeal

Rata-rata % TingkatPencapaian

Kategori

Berusaha meningkatkankomitmen dan tanggungjawabnya ter-hadap kualitas pendidikan.

55 32,137 58,43Kurang

baik

Berusaha melakukanpembaharuan pembelajaransesuai dengan tututanzaman.

35 19,35 55,24Kurang

baik

Aktif mengikuti perkem-bangan ilmu pengetahuandan tehnologi untuk me-ningkatkan mutu pen-didikan.

35 19,45 55,57Kurang

baik

Berusaha memiliki sikapantisipatif dan inisiatifdalam pembelajaran

75 40,31 53,75Tidakbaik

Total Skor 200 111.25 55,63Kurang

baik

Tingkat pencapaian skor Pengembangan Profesionalisme Guru

termasuk kategori kurang baik (55,6% dari skor ideal). Hasil ini menunjukan

bahwa Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Negeri Kecamatan

Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah baru berada pada kategori kurang baik.

Secara rinci dapat dijelaskan bahwa indikator pertama Pengembangan

Profesionalisme Guru adalah berusaha meningkatkan komitmen dan

tanggung jawabnya terhadap kualitas pendidikan, dengan tingkat pencapaian

58,43% atau kurang baik; indikator kedua adalah berusaha melakukan

pembaharuan pembelajaran sesuai dengan tututan zaman, dengan tingkat

pencapaiannya 55,24% atau kurang baik; indikator ketiga adalah aktif

62

mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi untuk

meningkatkan mutu pendidikan, dan indikator keempat adalah berusaha

memiliki sikap antisipatif dan inisiatif dalam pembelajaran, dengan tingkat

pencapaian 53,75% atau tidak baik. Ternyata tiga indikator Pengembangan

Profesionalisme Guru mencapai kategori kurang baik, dan satu indikator

Pengembangan Profesionalisme Guru mencapai kategori tidak baik.

2. Motivasi berprestasi guru (X1)

Berdasarkan butir pernyataan instrumen Motivasi berprestasi guru

yang berjumlah 57 butir, maka skor ideal minimum yang dapat dicapai

adalah 57 dan skor maksimum 285. Dari jawaban responden diperoleh skor

terendah 144 dan skor tertinggi 257.Skor rata-rata 203,31, median 200,00

modus 196 dan simpangan baku 23,534. (Lihat lampiran 13).

Hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa selisih skor rata-rata,

median dan modus tidak melebihi satu simpangan baku. Ini berarti bahwa

distribusi frekuensi data Motivasi berprestasi guru cenderung normal. Untuk

mengetahui sebaran frekuensi data dan histogram Motivasi berprestasi guru

dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 3.

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Motivasi berprestasi guru ( X1)

KelasInterval

fx %fx Fk %fk

144-160 2 3,9 2 3,9

161-177 4 7,8 6 11,7

178-194 9 17,7 15 29,4

195-211 17 33,3 32 62,7

212-228 13 25,5 45 88,2

229-245 4 7,8 49 96,1

246-262 2 3,9 51 100,0

Total 51 100,0

63

Tabel 11 menunjukan bahwa skor Motivasi berprestasi guru yang berada

pada kelas interval rata–rata adalah 33,3%, di atas kelas interval rata–rata

37,3%, dan di bawah kelas interval rata–rata 29,4%.

in

T

MpSMsk

9

17

13

Frekuen

Gambar 3. Histogram Motivasi berprestasi guru (X1)

Selanjutnya, hasil analisis tingkat pencapaian responden setiap

dikator Motivasi berprestasi guru disajikan pada Tabel 12 (lampiran 10).

abel 12. Tingkat Pencapaian Indikator Motivasi berprestasi guru (X1)

Indikator SkorIdeal

Rata-rata

% TingkatPencapaian

Kategori

enyukai aktivitas yangrestatif,

85 57,9 68,2 Cukup

uka bekerja Keras, 45 29,4 65,3 Cukupemelihara kualitas kerja 105 80,4 76,6 Cukup

uka memilih tugas denganesulitan sedang

50 35,6 71,34 Cukup

Total Skor 285 203,3 71,34 Cukup

si

Skor Tengah Kelas Interval

152 169 186 203 220 237 254

2

4 4

2

64

Tingkat pencapaian skor Motivasi berprestasi guru termasuk kategori

cukup (71,34% dari skor ideal). Hasil ini menunjukan bahwa Motivasi

berprestasi guru para guru SMP Negeri Kecamatan Pandan, Kabupaten

Tapanuli Tengah pada umumnya masih cukup atau sedang. Secara rinci

dapat dijelaskan bahwa indikator pertama Motivasi berprestasi guru adalah

menyukai aktivitas yang prestatif, dengan tingkat pencapaian 68,2% atau

cukup; indikator kedua adalah suka bekerja keras, dengan tingkat

pencapaiannya 65,3% atau cukup; indikator ketiga adalah memelihara

kualitas kerja, dengan tingkat pencapaiannya 76,6% atau cukup; dan indikator

keempat adalah suka memilih tugas dengan kesulitan sedang, dengan tingkat

pencapaiannya 71,34% atau cukup. Ternyata tiga dari empat indikator

motivasi berprestasi guru tersebut, mencapai kategori cukup, hanya satu

indikator yang mancapai kategori kurang baik yaitu menyukai aktivitas yang

prestatif.

3. Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2)

Berdasarkan butir-butir pernyataan instrumen Kepemimpinan Kepala

Sekolah yang berjumlah 45 butir, maka skor ideal yang mungkin dapat

dicapai adalah minimal 45 dan maksimal 225. Dari jawaban responden,

diperoleh skor terendah 100 dan skor tertinggi 182. Skor rata-rata adalah

144,37; median 146,00; modus 132,00 dan simpangan baku 19,828. (lihat

lampiran 13).

Hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa selisih skor rata-rata,

median dan modus tersebut tidak melebihi satu simpangan baku, maka

distribusi frekuensi data Kepemimpinan Kepala Sekolah cenderung normal.

65

Untuk mengetahui distribusi frekuensi data dan histogram Kepemimpinan

Kepala Sekolah, dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 4.

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Data Kepemimpinan Kepala Sekolah(X2)

KelasInterval

fx %fx Fk %fk

100-111 4 7,8 4 7,8

112-123 5 9,8 9 17,6

124-135 8 15,7 17 33,3

135-147 12 23,6 29 56,9

148-159 10 19,6 39 76,5

160-171 8 15,7 47 92,2

173-183 4 7,8 51 100,0

Total 51 100,0

5

8

12

10

8

Frekuen

Gambar 4 : Histogram Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2)

si

Skor Tengah Kelas Interval

105,5 117,5 129,5 141,5 153,5 165,5 177,5

4 4

66

Tabel 13 menunjukan bahwa skor Kepemimpinan Kepala Sekolah yang

berada pada kelas interval rata–rata adalah 23,6% di atas kelas interval rata–

rata 43,1%, dan di bawah kelas interval rata–rata 33,3%.

Selanjutnya, hasil analisis tingkat pencapaian responden setiap indikator

Kepemimpinan Kepala Sekolah disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Tingkat Pencapaian Indikator Kepemimpinan Kepala Sekolah

Indikator SkorIdeal

Rata-rata

% TingkatPencapaian

Kategori

Kepemimpinan formal 40 27,2 67,9 CukupKepemimpinan administratif 45 30,04 66,8 Cukupkepemimpinan supervisi 50 32,3 64,7 Cukupkepemimpinan organisasi 50 31,9 63,8 Kurang Baikkepemimpinan tim 40 23 57,4 Kurang Baik

Total Skor 225 144 64,2 Kurang Baik

Tingkat pencapaian skor Kepemimpinan Kepala Sekolah termasuk

kategori kurang baik (64,2% dari skor ideal). Hasil ini menunjukan bahwa

Kepemimpinan Kepala Sekolah di SMP Negeri Kecamatan Pandan,

Kabupaten Tapanuli Tengah termasuk kategori kurang baik. Secara rinci

dapat dijelaskan bahwa indikator pertama Kepemimpinan Kepala Sekolah

adalah kepemimpinan formal, dengan tingkat pencapaian 67,9% atau cukup;

indikator kedua adalah Kepemimpinan administratif, dengan tingkat

pencapaiannya 66,8% atau cukup; indikator ketiga adalah kepemimpinan

supervisi, dengan tingkat pencapaiannya 64,7% atau cukup; indikator

keempat adalah kepemimpinan organisasi, dengan tingkat pencapaian 63,8%

atau kurang baik; danindikator kelima adalah kepemimpinan tim, dengan

tingkat pencapaian 57,4% atau kurang baik. Dtitemukan tiga dari lima

indikator Kepemimpinan Kepala Sekolah tersebut, mencapai kategori cukup,

67

dua indikator yang mancapai kategori kurang baik yaitu kepemimpinan

organisasi dan kepemimpinan tim.

Selanjutnya Informasi ringkasan mengenai hasil analisis deskripsi ketiga

variabel ukur di atas dirangkum pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil Analisis Deskriptif

VariabelSkorIdeal

Rata-rataPerolehan

skor

Tngkatketercap

aianKategori

Pengembangan

Profesionalisme Guru (Y)200 111,25 55,627

Kurang

baik

Motivasi berprestasi guru (X1) 285 203,3 71,34 Cukup

Kepemimpinan Kepala

Sekolah (X2)225 144 64,2

Kurang

baik

B. Pengujian Persyaratan Analisis

Data ketiga variabel penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik

regresi menurut Sarwono (2011:205) mengemukakan bahwa teknik ini dapat

digunakan hanya bila terpenuhi sejumlah persyaratan. Persyaratan-persyaratan

itu adalah bahwa : (1) data bersumber sari sampel yang dipilih secara acak, (2)

data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, (3) data bersumber dari

sampel yang homogen, (4) variabel-variabel bebas tidak berkorelasi secara

signifikan (independen), dan (5) variabel bebas dan variabel terikat berhubungan

secara linear. Sebagian besar uji persyaratan analisis menggunakan program

bantu statistic SPSS, menurut Riduwan (2007:278) menggunakan kaidah

keputusan sebagai berikut;

1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai

probabilitas Sig (0,05 ≤ Sig), maka Ho diterima, artinya tidak

signifikan.

68

2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai

probabilitas Sig (0,05 ≥ Sig), maka Ho ditolak, artinya signifikan.

1. Sumber Data dari Sampel yang Dipilih Secara Acak.

Prosedur pengambilan sampel telah dilakukan secara acak terhadap

populasi dengan menggunakan teknik Proportionate Stratified Random

Samplingdari 89 populasi didapatkan51 sampel (lihat Tabel 4 pada bab III)

dengan demikian syarat pertama telah terpenuhi.

2. Uji Normalitas Data.

Uji Normalitas merupakan persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam

analisis regresi, karena bila data yang digunakan tidak berasal dari data yang

berdistribusi normal, maka pengolahan data dengan menggunakan analisis

regresi tidak terpenuhi. Pengujian normalitas data dilakukan dengan teknik Uji

Kolmogorov-Smirnov (Uji K-S). Uji ini dilakukan dengan menggunakan

program SPSS 19 taraf signifikansi 5%, dengan hipotesis menurut Sarwono

(2011:238) seperti berikut ini:

Ho = Data berdistribusi normal

H1= Data tidak berdistribusi normal

Kriteria uji hipotesis sebagai berikut;

Jika nilai sig. ≤ 0,05 Ho ditolak, H1 diterima

Jika nilai sig. ≥ 0,05 Ho diterima, H1 ditolak

Hasil hitung uji normalitas dapat dilihat pada pada Lampiran 14, secara ringkas

dapat dilihat pada Tabel 16.

69

Tabel 16. Rangkuman Uji Normalitas Variabel Y, X1 dan X2

VariabelNilai Sig.

ProbabilitiNilai Taraf

Signifikan 5%Distribusi

Y 0,932 0,05 NormalX1 0,210 0,05 NormalX2 0,889 0,05 Normal

Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi masing-masing variabel

ternyata lebih besar dari α (0,05), artinya data berdistribusi normal. Dengan

demikian persyaratan kedua yaitu normalitas data sudah terpenuhi.

3. Uji Homogenitas Sampel berdasarkan Strata

Pengujian homogenitas data dilakukan dengan uji Chi Kuadrat Bartlett

( x2). Hipotesis yang digunakan adalah HO = variansi kelompok homogen, dan

H1 = variansi kelompok tidak homogen dengan kriteria, jika hasil

x2

hitung≤ dari pada x2

Tabel, maka H0 diterima (Irianto, 2010:281). Hasil analisis

menunjukkan bahwa hasil hitung x2Barlett = 1,125 dan x

2table dengn dk= 2

dan α sebesar 0,05 diperoleh angka 5,991 (Lampiran 15). Dengan demikian

1,125 < 5,911, maka H0 di terima yang berarti variansi kelompok homogen,

4. Uji Independensi Antar Variabel Bebas (X1 dengan X2).

Pemeriksaan persyaratan lain yang perlu dipenuhi untuk penggunaan

analisis korelasi dan regresi ganda adalah uji independensi antar variabel bebas.

Hal ini untuk memastikan bahwa tidak terjadi hubungan yang kuat atau berarti

antara varibel X1 dengan X2. Pengujian indepedensi dilakukan dengan teknik Uji

Korelasi Pearson. Uji ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 19,

dengan hipotesis menurut Riduwan (2007:278) seperti berikut ini:

70

Ho = Variabel X1 tidak mempunyai hubungan secara signifikan denganvariable X2

Ha = Variabel X1 mempunyai hubungan secara signifikan denganvariable X2

Kriteria uji hipotesis sebagai berikut;

Jika Nilai Sig. < 0,05 Ho ditolak, artinya signifikan

Jika Nilai Sig > 0,05Ho diterima, artinya tidak signifikan

Hasil hitung uji indepedensi dapat dilihat pada pada Lampiran 16, secara

ringkas dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Hasil uji independensi variabel X1 dengan X2

KorelasiKoefisieanKorelasi

(r)

NilaiSignifikansi

(Sig.)Keterangan

Rx1x2 0,220 0,120 Independen

Pada Tabel 17 dapat terlihat bahwa koefisien korelasi X1 dengan X2 adalah

0,220 namun nilai signifikansi yang diperoleh 0,120, maka 0,120 > 0,05 yaitu

Ho diterima, artinya korelasi tersebut (0,22) tidak signifikan. Ini berarti variable

motivasi berprestasi (X1) tidak berkorelasi secara signifikan dengan varibel

kepemimpinan kepala sekolah (X2). Dengan kata lain, masing-masing variabel

bebas tersebut bersifat independen.

5. Uji Linieritas Garis Regresi

Uji linieritas adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah masing-

masing data variabel Motivasi berprestasi (X1) dan Kepemimpinan kepala

sekolah (X2) cenderung membentuk distribusi garis linear terhadap variabel

71

Pengembangan profesionalisme geru (Y). Hasil uji linearitas menggunakan

ANOVA melalaui teknik analisis Compare Mean dalam Statistical Package for

Social Sciences (SPSS) 19 dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18, rangkuman

hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel 19.

Tabel 18. Rangkuman hasil analisis uji linieritas varibel X1 terhadap Y

Sumber DkRata-rata Jumlah

KuadratF Sig.

Linieritas 1 3487,817 29,698 0,000Deviasi linier 32 116,480 0,992 0,525Dalam Kelompok 17 117,441Total 50

Tabel 19. Rangkuman hasil analisis uji linieritas varibel X2 terhadap Y

Sumber DkRata-rata Jumlah

KuadratF Sig.

Linieritas 1 1399,521 6,755 0,022Deviasi linier 36 142,190 0,686 0,818Dalam Kelompok 13 207,179Total 50

Semakin besar angka F pada linieritas menunjukkan sejauh mana variabel

dependen diprediksi berbaring persis di garis lurus dengan varibel independen

sedangkan nilai Sig. akan semakin kecil (Sig. < 0,05). Idealnya semua kasus

terletak tepat pada garis lurus sehingga tidak ada penyimpangan (deviasi), maka

angka F pada deviasi linier menunjukkan semakin mendekati nilai nol semakin

linear data tersebut, maka nilai Sig. semakin besar (nilai Sig. pada deviasi linier

> 0,05).

Dari Tabel 18 menunjukkan Sig. linieritas (X1Y) adalah 0,000, dengan

demikian 0,000 < 0,05, artinya varibel X1 terdapat hubungan linier terhadap

variabel Y, dan nilai Sig. deviasi linier (X1Y) adalah 0,525, dengan demikian

72

0,525 > 0,05, artinya hubungan linier X1 terhadap Y cukup kuat dan signifikan.

Dari Tabel 19 menunjukkan Sig. linieritas (X2Y) adalah 0,022, dengan demikian

0,022 < 0,050, artinya variabel X2 terdapat hubungan linear terhadap variabel Y,

dan nilai Sig. deviasi linier (X2Y) adalah 0,818, dengan demikian 0,818 > 0,05,

artinya hubungan linier X2 terhadap Y signifikan.

C.Pengujian Hipotesis

1. Hipotesis Pertama

Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah

“Motivasi berprestasi guru berkontribusi terhadap Pengembangan

Profesionalisme Guru”. Untuk menguji hipotesis ini dilakukan analisis

korelasi dan regresi sederhana. Rangkuman hasil analisis korelasi dapat

dilihat pada Tabel 20 dan penghitungan secara lengkap dapat dilihat pada

Lampiran 19.

Tabel 20. Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Motivasi berprestasiguru dengan Pengembangan Profesionalisme Guru

HubunganKoefisien

Korelasi (r)Koefisien

Determinasi (r2)Sig.

Motivasi berprestasi guru (X1)

dengan Pengembangan

Profesionalisme Guru (Y)

0,615 0,379 0,000

Hasil perhitungan pada Tabel 20 menunjukkan bahwa koefisien korelasi

antara Motivasi berprestasi guru dengan Pengembangan Profesionalisme Guru

adalah sebesar = 0,615 dengan nilai Sig 0,00 < 0,05. Berdasarkan hasil

perhitungan ini dapat dijelaskan bahwa Motivasi berprestasi guru berkorelasi

sangat signifikan dengan Pengembangan Profesionalisme Guru, dan bentuk

73

hubungannya positif dengan koefisien determinasi = 0,379 atau dapat

dijelaskan 0,379 x 100% yaitu 37,9%, yang berarti bahwa sebesar 37,9 %

Pengembangan Profesionalisme Guru dapat dijelaskan dengan Motivasi

berprestasi guru.

Selanjutnya, untuk mengetahui bentuk hubungan Motivasi berprestasi guru

(X1) dengan Pengembangan Profesionalisme Guru (Y), apakah hubungan itu

besifat prediktif atau tidak, maka dilakukan analisis regresi sederhana. Dari

hasil analisis, lihat tabel 21, diperoleh persamaan regresi Ŷ=39,101+0,355X1,

kemudian persamaan ini diuji keberartian dan kelinierannya dengan uji F

melalui Anova Regresi dan Uji t. Rangkuman hasil perhitungan dapat dilihat

pada Tabel 22.

Tabel 21. Uji Koefisien Regresi X1 terhadap Y

Sumber Koefisien t Sig.

Konstanta 39,101 2,942 0,005

Motivasi berprestasi guru 0,355 5,464 0,000

Tabel 22. Uji Anova X1 dengan Y

SumberJumlahKuadrat

(JK)Dk

Rata-rataJumlahKuadrat(RJK)

F hitung Sig.

Regresi 3487,817 1 3487,817 29,858 0,000

Residu 5723,869 49 116,814

Total 9211,686 50

Uji Anova mengahasilkan angka F sebesar 29,858 dengan tingkat

signifikansi (angka probabilitas) sebesar 0,000, angka probabilitas 0,000 <

0,05 dan hasil Uji t diperoleh t hitung (5,464) > t table (1,667), maka model

regresi ini sudah layak untuk digunakan dalam memprediksi Pengembangan

Profesionalisme Guru berdasarkan Motivasi berprestasi guru.

74

Model regresi di atas menjelaskan bahwa setiap peningkatan Motivasi

berprestasi guru sebesar 1 skala akan berkontribusi terhadap peningkatan

Pengembangan Profesionalisme Guru sebesar 0,355 skala. Sementara nilai

Pengembangan Profesionalisme Guru sudah ada sebesar 39,101 skala tanpa

Motivasi berprestasi guru. Sebagai contoh, seorang Guru memiliki skor

Motivasi berprestasi guru sebesar 100 skala, maka Pengembangan

Profesionalisme Guru selanjutnya diprediksi sebesar 100x0,355 +

39,101=74,601. Lihat gambar 5.

Gambar 5. Garis Regresi Prediksi Motivasi berprestasi guru (X1) danPengembangan Profesionalisme Guru (Y)

Dari hasil analisis di atas, maka hipotesis penelitian yang menyatakan

“Motivasi berprestasi guru berkontribusi terhadap Pengembangan

Profesionalisme Guru” dapat diterima dan telah teruji pada taraf kepercayaan

99%.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 20 40 60 80 100 120

PengembanganProfesioanalimeGuru

(Y)

Motivasi berprestasi Guru (X1)

75

Selanjutnya, dapat diinterpretasikan bahwa faktor Motivasi berprestasi

guru memiliki daya prediksi yang sangat signifikan terhadap Pengembangan

Profesionalisme Guru. Kontribusi Motivasi berprestasi guru terhadap

Pengembangan Profesionalisme GuruSMP Negeri Kecamatan Pandan,

Kabupaten Tapanuli Tengahsebesar 39,7%.

2. Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua yang diajukanmelalui penelitian ini adalah

“Kepemimpinan Kepala Sekolah berkontribusi terhadap Pengembangan

Profesionalisme Guru”. Untuk menguji hipotesis ini, dilakukan analisis

korelasi dan regresi sederhana. Rangkuman hasil analisis korelasi

Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Pengembangan Profesionalisme

Guru dapat dilihat pada Tabel 23 dan penghitungan secara lengkap dapat

dilihat pada Lampiran 20.

Tabel 23. Rangkuman Hasil Analisis Korelasi KepemimpinanKepala Sekolah dengan Pengembangan ProfesionalismeGuru

HubunganKoefisien

Korelasi (r)Koefisien

Determinasi (r2)Sig

Kepemimpinan KepalaSekolah(X2) denganPengembanganProfesionalisme Guru(Y)

0,390 0,152 0,005

Hasil perhitungan pada Tabel 23 menunjukkan, bahwa koefisien korelasi

antara variabel Kepemimpinan Kepala Sekolahdengan variabel Pengembangan

Profesionalisme Guru adalah 0,390 dengan nilai Sig 0,005< 0,050. Berdasarkan

hasil perhitungan ini dapat dijelaskan bahwa Kepemimpinan Kepala Sekolah

berkorelasi positif dan signifikan dengan Pengembangan Profesionalisme Guru,

76

dengan koefisien determinasi 0,152. atau dapat dijelaskan 0,152 x 100% yaitu

15,2%, yang berarti bahwa sebesar 15,2% Pengembangan Profesionalisme Guru

dapat dijelaskan dengan Kepemimpinan kepala sekolah.

Selanjutnya untuk mengetahui bentuk hubungan tersebut, apakah bersifat

prediktif atau tidak, maka dilakukan analisis regresi sederhana. Dari hasil

analisis, lihat tabel 24, diperoleh persamaan regresi Ŷ=72,733+0,267X2,

kemudian persamaan ini diuji keberartian dan kelinierannya dengan uji F

melalui Anova Regresidan Uji t. Rangkuman hasil perhitungan dapat dilihat

pada Tabel 25.

Tabel 24. Uji Koefisien Regresi X2 terhadap Y

Sumber Koefisien t Sig.

Konstanta 72,733 5,543 0,000

Kepemimpinan kepala sekolah 0,267 2,963 0,005

Tabel 25. Uji Anova X2 dengan Y

SumberJumlahKuadrat

(JK)Dk

Rata-rataJumlahKuadrat(RJK)

F hitung Sig.

Regresi 1399,521 1 1399,521 8,778 0,005

Residu 7812,165 49 159,432

Total 9211,686 50

Uji Anova mengahasilkan angka F sebesar 8,778 dengan tingkat

signifikansi (angka probabilitas) sebesar 0,005, angka probabilitas

0,005<0,05dan hasil Uji t diperoleh t hitung (2,693) > t table (1,667), maka

model regresi ini sudah layak untuk digunakan dalam Pengembangan

Profesionalisme Guru berdasarkan Kepemimpinan kepala sekolah.

Daya prediksi model regresi yang ditemukan di atas ditentukan oleh

koefisien arah sebesar 0,267. Ini berarti bahwa setiap peningkatan

77

Kepemimpinan Kepala Sekolah sebesar 1 skala akan berkontribusi terhadap

peningkatan Pengembangan Profesionalisme Guru sebesar 0,267 skala.

Sementara nilai Pengembangan Profesionalisme Guru sudah ada sebesar

72,733 skala tanpa Kepemimpinan Kepala Sekolah. Sebagai contoh,

misalkan seorang Guru memiliki skor Kepemimpinan Kepala Sekolah senilai

100 skala, maka Pengembangan Profesionalisme Guru selanjutnya dapat

diprediksi sebesar 100 x 0,267+72,733 = 99,433. Contoh ini dapat dijelaskan

secara grafis melalui gambar 6.

Gambar 6. Garis Prediksi Regresi Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2)dan Pengembangan Profesionalisme Guru (Y)

Dengan demikian hipotesis yang diajukan “Kepemimpinan Kepala Sekolah

berkontribusi terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru” dapat diterima

dan telah teruji secara empiris pada taraf kepercayaan 95%.

Selanjutnyadiinterpretasikan bahwa faktor Kepemimpinan Kepala Sekolah dapat

digunakan untuk memprediksi Pengembangan Profesionalisme

Guru.Berdasarkan hasil analisis di atas dapat ditarik maknabahwa semakin baik

0

20

40

60

80

100

120

0 20 40 60 80 100 120

Pengembangan

ProfesionalismeGuru(Y)

Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2)

78

Kepemimpinan Kepala Sekolah maka semakin baik pula Pengembangan

Profesionalisme Guru. Kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap

Pengembangan Profesionalisme Guru pada SMP Negeri Kecamatan Pandan,

Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar 0,152 atau 15,2%.

3. Hipotesis Ketiga

Hipotesis ketiga yang diuji dalam penelitian ini adalah “Motivasi

berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah secara bersama-sama

berkontribusi terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru” Analisis untuk

pengujian hipotesis ini menggunakan teknik analisis korelasi dan regresi

ganda.Pertama-tama dilakukan analisis korelasi ganda variabel Motivasi

berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Pengembangan

Profesionalisme Guru. Rangkuman hasil analisis korelasi dan uji signifikansinya

dapat dilihat pada Tabel 26 dan penghitungan secara lengkap dapat dilihat pada

Lampiran 21.

Tabel 26 . Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Ganda Motivasiberprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolahdengan Pengembangan Profesionalisme Guru

HubunganKoefisien

Korelasi (R)Koefisien

Determinasi (R2)Sig

Motivasi berprestasi guru danKepemimpinan Kepala Sekolahdengan PengembanganProfesionalisme Guru

0,668 0,447 0,000

Hasil perhitungan pada Tabel 26 memperlihatkan bahwa koefisien

korelasi ganda sebesar 0,668 dan koefisien determinasi sebesar 0,447 dengan

nilai Sig 0,000< 0,050. Hal ini menunjukan terdapat hubungan yang positif dan

sangat signifikan antara Motivasi berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala

Sekolah secara bersama-sama dengan Pengembangan Profesionalisme Guru.

79

Untuk mengetahui bentuk hubungan kedua prediktor tersebut secara

bersama–sama dengan Pengembangan Profesionalisme Guru, selanjutnya

dilakukan analisis regresi ganda. Dari hasil perhitungan (lihat tabel 27) diperoleh

persamaan regresi Motivasi berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah

secara bersama-sama terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru model

regresinya Ŷ=19,609+0,321X1+0,183X2. Model persamaan ini selanjutnya diuji

dengan uji F melalui Anova Regresi. Hasil perhitungannya terangkum pada

Tabel 28 (Lampiran 21).

Tabel 27. Uji Koefisien Regresi X12 terhadap Y

Sumber Koefisien t Sig.

Konstanta 19,609 2,307 0,019

Motivasi berprestasi 0,321 5,054 0.000

Kepemimpinan Kepala Sekolah 0,183 2,426 0.019

Tabel 28. Uji Anova X12 dengan Y

SumberJumlah

Kuadrat (JK)Dk

Rata-rata JumlahKuadrat (RJK)

F hitung Sig.

Regresi 4113,065 2 2056,532 19,361 0,000

Residu 7812,165 48 159,432

Total 9211,686 50

Hasil penghitungan pada Tabel 28 menunjukkan nilai FHitung sebesar

19,361 dengan nilai Sig 0,000< 0,050. Ini berarti bahwa persamaan regresi

ganda =19,609+0,321X1+0,183X2 adalah signifikan. Dengan demikian, hipotesis

yang menyatakan bahwa “Motivasi berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala

Sekolah secara bersama-sama berkontribusi terhadap Pengembangan

Profesionalisme Guru” telah teruji secara empiris pada taraf kepercayaan 99%.

Ini berarti bahwa model regresi ganda yang ditemukan dapat digunakan untuk

meramalkan Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Negeri Kecamatan

80

Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, bila skor Motivasi berprestasi guru dan

Kepemimpinan Kepala Sekolah diketahui. Besar kontribusinya adalah 0,447

atau 44,7%.

Daya prediksi model regresi yang ditemukan di atas ditentukan oleh

koefisien arah X1 sebesar 0,321 dan koefisien arah X2 sebesar 0,183. Ini berarti

bahwa setiap peningkatan Motivasi berprestasi guru (X1) sebesar 1 skala akan

berkontribusi terhadap penambahan nilai Pengembangan Profesionalisme Guru

(Y) sebesar 0,321 skala, dan peningkatan Kepemimpinan Kepala Sekolah (X2)

sebesar 1 skala akan berkontribusi terhadap penambahan nilai Pengembangan

Profesionalisme Guru (Y) sebesar 0,183 skala. Sebelumnya, nilai Pengembangan

Profesionalisme Guru sudah ada sebesar konstanta yaitu 19,609 skala tanpa

pengaruh dari kedua prediktor tersebut. Sebagai contoh, misalkan seorang Guru

memiliki skor Motivasi berprestasi guru, dan skor Kepemimpinan Kepala

Sekolah, masing-masing sebesar 100 skala, maka nilai Pengembangan

Profesionalisme Guru itu dapat diprediksi sebesar

100x0,321+100x0,183+19,609=70,009. Contoh ini dapat dijelaskan seperti

Gambar 7.

Gambar 7. Prediksi Regresi Ganda Motivasi berprestasi guru (X1), danKepemimpinan Kepala Sekolah (X2) terhadapPengembangan Profesionalisme Guru (Y).

81

Selanjutnya secara komposisi, kontribusi efektif kedua variabel prediktor

terhadap Pengembangan Profesionalisme Guru sebesar 44,70% itu bersumber

dari Motivasi berprestasi guru sebesar 27,25%, dan dari Kepemimpinan Kepala

Sekolah sebesar 17,35%. Hasil perghitungan lihat lampiran 23, secara ringkang

dapat dilihat pada Tabel 29. Dan pada uji hipotesis ketiga (uji regresi ganda)

terdapat koefisien korelasi ganda yang masih bersifat umum. Untuk mengetahui

besarnya kontribusi dari masing-masing variabel bebas (X1 dan X2) terhadap

variabel terikat (Y) dengan mempertimbangkan besaran kontaminasi yang

terjadi antara kedua variabel bebas tersebut diperlukan analisis korelasi parsial.

Tabel 29. Kontribusi Motivasi berprestasi guru (X1)danKepemimpinan Kepala Sekolah (X2) terhadapPengembangan Profesionalisme Guru (Y)══════════════════════════════Variabel Kontr.Relatif Kontr. Efektif

X KR% KE%──────────────────────────────

1 61,19 27,352 38,81 17,35

──────────────────────────────T o t a l 100.00 44,70══════════════════════════════

Tabel 30. Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Parsial

Korelasi ParsialKoefisien

Korelasi (r)Koefisien

Determinasi (r2)Sig.

rX1Y (control X2) 0,589 0,3469 0,000rX2Y (control X1) 0,331 0,1096 0,019

Hasil analisis korelasi parsial dapat dilihat pada Tabel 30 (Lampiran 22)

didapatkan bahwa kontribusi motivasi berprestasiguru (X1) terhadap

pengembangan profesionalisme guru (Y) ketika kepemimpinan kepala sekolah

dalam keadaan konstan adalah 34,69%, dengan probabilitas sig 0,000 < 0,050

82

berarti signifikan. Sedangkan kontribusi efektif varibel motivasi berprestasi guru

(X1) terhadap pengembangan profesionalisme guru (Y) ketika kepemimpinan

kepala sekolah tidak dalam keadaan konstan adalah 37,90%. Hal ini

menggambarkan kontaminasi varibel motivasi berprestasiguru (X1) terhadap

kepemimpinan kepala sekolah (X2) sebasar 3,21%.

Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah (X2)terhadap pengembangan

profesionalisme guru (Y)varibel motivasi berprestasiguru (X1) dalam keadaan

konstan adalah 10,96%, dengan probabilitas sig 0,019 < 0,05 berarti signifikan,

sedangkan kontribusi efektif kepemimpinan kepala sekolah (X2) terhadap

pengembangan profesionalisme guru (Y) ketika varibel motivasi berprestasiguru

(X1) tidak dalam keadaan konstan adalah 15,20%. Hal ini menggambarkan

kontaminasi kepemimpinan kepala sekolah (X2) terhadap varibel motivasi

berprestasiguru (X1) sebasar 4,24%.

Besaran Kontaminasi tidak membatalkan uji regresi ganda, karena

independensi varibel X1 terhadap X2 telah teruji tidak memiliki hubungan secara

signifikan (lihat Tabel 17).Atas dasar perhitungan statistik, mulai dari uji

persyaratan analisis sampai uji hepotesis, penelitian ini diterima dalam taraf

kepercayaan 95%.

D. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis deskripsi data dan tingkat pencapaian respons

oleh Guru SMP Negeri se-Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah,

maka dapat dijelaskan bahwa tingkat pencapaian responden tentang

Pengembangan Profesionalisme Guru ternyata kurang baik, masih perlu

dioptimalkan, Motivasi berprestasi guru mereka juga masih kategori cukup, dan

83

Kepemimpinan Kepala Sekolah termasuk kategori kurang baik.Selanjutnya

dapat dijelaskan melalui pembahasan berikut ini.

1. Pengembangan profesionalisme Guru

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengembangan profesionalisme

guru SMP di kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Kabupaten

Tapanuli Tengah memiliki kategori kurang baik yaitu 55,63%, temuan ini

ternyata sejalan dengan dugaan awal yang berdasarkan pengamatan pra-survei

dikatakan bahwa Pengembangan Profesionalisme Guru kurang baik, karena

guru yang melakukan kegiatan pengembangan profesionaluismenya biasanya

telah memiliki kinerja yang baik. Tingkat ketercapaian indikator terendah

terdapat pada tiga dari lima indikator yang ada, yaitu:

a) Indikator antisipatif dan inisiatif dalam pembelajaran memiliki ketercapaian

53,75% dengan rincian beberapa ketercapaian item terendah antara lain; (1)

merasa tertantang untuk menunjukkan kreatifitas dan inovasi baru dalam

melaksanakan tugas mengajar (47,1%), (2) berupaya memodifikasi alat tes

yang pernah dilakukan (47,1), dan (3) membaca berbagai buku sumber yang

sesuai dengan materi ajar (47,8 %). Tiga item tersebut, cukup penting dalam

meningkatkan antisipatif dan inisiatif dalam pembelajaran.

b) Indikator berusaha melakukan pembaharuan pembelajaran sesuai dengan

tuntutan zaman 55,294%, dengan rincian beberapa ketercapaian item

terendah antara lain; (1) berupaya menemukan cara yang paling efektik

dalam menyajikan materi pelajaran (52,9%), (2) mencari berbagai sumber

tentang media pembelajaran terbaru (53,3%), (3) berusaha mencari

inforamasi terbaru mengenai materi yang akan diajarkan di media online

84

(53,7). Tiga item tersebut, cukup penting dalam melakukan pembaharuan

pembelajaran sesuai dengan tuntutan zaman.

c) Indikator aktif mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi

ketercapaian 55,574% dengan rincian beberapa ketercapaian item terendah

antara lain; (1) belajar menggunakan alat tehnologi yang dapat mempelancar

tugas mengajar (51,4%), menggunakan berbagai media pembelajaran,

sebagai sarana belajar siswa (51,8%). Dua item yang masih rendah tersebut,

cukup penting agar guru dapat aktif mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan tehnologi dalam pembelajaran.

Hasil pengujian hipotesis menjelaskan bahwa Pengembangan

profesionalisme guru yang tidak baik tersebut diatas, dipengaruhi oleh Motivasi

berprestasi sebesar 39,7% dan dipengaruhi oleh Kepemimpinan kepala sekolah

sebesar 15,20%. ternyata hasil penelitian ini tidak melenceng dari dugaan

semula bahwa profesionalisme guru yang kurang baik dipengaruhi oleh Motivasi

berprestasi guruyang belum optimal dan Kepemimpinan Kepala Sekolah yang

belum kondusif. Dengan kata lain untuk meningkatkan Pengembangan

profesionalisme guru yang tidak baik tersebut dapat dilakukan dengan

meningkatkan Motivasi berprestasi guru yang masih belum optimal (39,7%),

juga memperbaiki Kepemimpinan kepala sekolah yang kurang baik (15,20%)

untuk mendekati ideal (100%). Secara khusus dibahas dalam bab V sub bab

Implikasi.

2. Kontribusi Motivasi berprestasi Terhadap Pengembanganprofesionalisme Guru

Motivasi berprestasi menurut McClelland dan Atkinson (Buck, 1988)

adalah upaya untuk mencapai sukses dengan berkompetisi dengan suatu ukuran

85

keunggulan.Dengan demikian motivasi berprestasi dapat dipastikan

memengaruhi Pengembangan profesionalisme, walaupun bukan satu-satunya

faktor yang membentuk Pengembangan profesionalisme.

Hipotesis pertama dalam penelitian ini terbukti bahwa faktor Motivasi

berprestasiberkontribusi terhadap Pengembangan profesionalisme guru sebasar

39,7 % (lihat Tabel 20), berarti 60,3% lagi dipengaruhi oleh faktor diluar

motivasi berprestasi, sedangkan nilai prediksi kontribusi Motivasi

berprestasiterhadap Pengembangan profesionalisme guru

adalahŶ=39,101+0,355X1(lihat Tabel 21). Dapat diprediksi, sebelum

dipengaruhi oleh motivasi berprestasi, nilai Pengembangan profesionalisme guru

sebesar 39,101satuan, disaat Motivasi berprestasimemberi pengaruh 1satuan, maka

nilai Pengembangan profesionalisme menjadi 39,456satuan. Dengan demikian

hasil penelitian ini menguatkan teori yang telah ada, bahwa Motivasi

berprestasiberkontribusi sebesar 39,7 % terhadap Pengembangan

profesionalisme guru, angka ini bermakna dan terbukti signifikan.Hasil

penelitian mendukung teori yang sudah ada dan penelitian terdahulu yang

membuktikan bahwa Motivasi berprestasi berkontribusi terhadap Pengembangan

profesionalisme dan signifikan.

Berdasarkan analisis deskriptif data pada Tabel 15 diperoleh tingkat

ketercapaian responden pada variabel Pengembangan profesionalisme Guru (Y)

adalah 55,63% dengan kategori kuran baik, dan Motivasi berprestasi (X1) tingkat

ketercapaiannya 71,34% dengan kategori cuku baik, dan beberapa indikator

pernyataan motivasi berprestasi yang perlu mendapatkan perhatian khusus

adalah (1) suka bekerja keras (65,3%) dengan item terendah adalah usaha dan

kerja keras untuk mengembangkan profesionalisme guru adalah penting dalam

86

keberhaslian melaksakan tugas (56,1); (2) menyukai aktifiatas prestatif (68,2%)

dengan item terendah adalah penghargaan yang jelas atas pretasi kerja, dapat

mendorong semangat untuk mengembangkan profesionalisme guru (56,5%).

Hasil ini meyakinkan kebenaran fenomena yang ditulis peneliti pada latar

belakang bahwa Pengembangan profesionalisme guru yang tidak baik

disebabkan oleh Motivasi berprestasiyang belum optimal. Dengan demikian

untuk memperbaiki Pengembangan profesionalisme guru dapat ditempuh dengan

memperbaiki Motivasi berprestasi guru.

3. Kontribusi Kepemimpinan kepala sekolah terhadap Pengembanganprofesionalisme Guru

Siagian (2002:62) mengemukakan bahwa kepemimpinan memainkan

peranan yang dominant, krusial dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk

meningkatkan produktivitas kerja, baik pada tingkat individual, pada tingkat

kelompok dan pada tingkat organisasi. Berdasarkan difinisi ini bahwa

kepemimpinan ditujukan untuk meningkatkan produktivitas kerja suatu

organisasi, hal ini dapat menentukan tinggi rendahnya Pengembangan

profesionalisme seorang guru.

Hasil uji Regresi terhadap hipotesis kedua, bahwa faktor Kepemimpinan

kepala sekolah berkontribusi terhadap Pengembangan profesionalisme guru

sebesar 15,20% (lihat Tabel 23) dan 84,8% lagi dipengaruhi oleh faktor diluar

Kepemimpinan kepala sekolah. Nilai prediksi kontribusi Kepemimpinan kepala

sekolah terhadap Pengembangan profesionalisme guru adalah

Ŷ=72,733+0,267X2 (lihat Tabel 24). Dapat diprediksi, nilai Pengembangan

profesionalisme guru sebelum dipengaruhi oleh iklim komunikasi organisai

sebesar 72,733satuan, disaat Kepemimpinan kepala sekolah memberi pengaruh

87

1satuan, maka nilai Pengembangan profesionalisme menjadi 73,000satuan. Dengan

demikian hasil penelitian ini menguatkan teori yang telah ada, bahwa

Kepemimpinan kepala sekolah berkontribusi sebesar 15,20 % terhadap

Pengembangan profesionalisme guru, angka ini bermakna dan terbukti

signifikan. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian terdahulu.

Berdasarkan analisis deskriptif data pada Tabel 15 diperoleh tingkat

ketercapaian responden pada variabel Pengembangan profesionalisme Guru (Y)

adalah 55, 63% dengan kategori kurang baik, dan Kepemimpinan kepala sekolah

(X2) tingkat ketercapaiannya 64,20% dengan kategori kurang baik, dan beberapa

item pernyataan yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah item

pernyataan pada indikator kepemimpinan tim kurang baik (57,4%); yaitu; (1)

kepala sekolah memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi (54,1%),

(2) kepala sekolah meningkatkan partisipasi dan keterlibatan sumua guru dalam

kegiatan sekolah (55,3), (3) kepala sekolah merencanakan strategi kerja melalaui

kerja tim secara profesional (55,3%).

Data di atas menunjukkan bahwa Pengembangan profesionalisme guru

yang kurang baik disebabkan oleh Kepemimpinan kepala sekolah yang kurang

baik. Data tersebut juga membenarkan fenomena yang ditulis oleh peneliti pada

latar belakang. Dengan demikian untuk memperbaiki Pengembangan

profesionalisme guru dapat ditempuh dengan memperbaiki Kepemimpinan

kepala sekolah.

4. Motivasi berprestasidan Kepemimpinan kepala sekolah secarabersama-sama berkontribusi terhadap Pengembangan profesionalismeguru

Hasil uji regresi ganda terhadap hipotesis ketiga adalah Pengembangan

88

profesionalisme guru (Y) dipengaruhi sebesar 44,7% (Tabel 26) oleh variabel

Motivasi berprestasi(X1) dan Kepemimpinan kepala sekolah (X2) secara

bersama-sama. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi dua variabel bebas secara

bersama-sama terhadap Pengembangan profesionalisme guru lebih besar dari

pada kontribusi dari masing-masing variabel bebas secara sendiri-sendiri.Nilai

prediksi kontribusi Motivasi berprestasidan Kepemimpinan kepala sekolah

secara bersama-sama terhadap Pengembangan profesionalisme guru adalah

Ŷ=19,609+0,321X1+0,183X2. Ini berarti bahwa X1 dan X2 sebelum

mempengaruhi Y, nilai prediksi Y sudah ada sebesar 19,609. Saat X1 dan X2

secara bersama-sama memberikan pengaruh 1satuan , maka nilai Y akan berubah

sebasar 19,609+0,321+0,183= 20,113satuan. Juga dapat disimpulkan bahwa

Motivasi berprestasi berkontribusi lebih besar dibandingkan Kepemimpinan

kepala sekolah terhadap Pengembangan profesionalisme guru.Hasil prediksi

sumbangan Motivasi berprestasisebesar 0,321satuan dan sumbangan

Kepemimpinan kepala sekolah sebesar 0,183satuan.

Hasil uji hipotesis ketiga ini mendukung teori bahwa sinergi antara

Motivasi berprestasiyang tinggi dan Kepemimpinan kepala sekolah yang positif

akan mampu menjadi stimulus luar biasa bagi peningkatan Pengembangan

profesionalisme guru secara keseluruhan. Hai ini membenarkan dugaan awal

peneliti bahwa Pengembangan profesionalisme guru SMP di Kecamatan Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah yang kurang optimal tersebut dipengaruhi oleh

faktor Motivasi berprestasidan Kepemimpinan kepala sekolah yang belum

optimal, terbukti dengan tingkat ketercapaian masing-masing 71,34% dan

64,20% dari 100% yang diharapkan.

89

E Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan dengan cermat berdasarkan metode dan

prosedur yang sesuai dengan jenis penelitian ini.Namun kesempurnaan

hasilmerupakan hal yang tidak mudah untuk diwujudkan. Inilah hasil terbaik

saat ini, walaupun dengan keterbatasan dan kelemahan yang ada.

Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kelemahan yang tidak

bisa dihindari walaupun instrumen telah dirancang dan telah diuji validitas dan

reliabilitasnya. Namun kesungguhan dan kebenaran respon yang diberikan oleh

responden sulit dikontrol oleh peneliti, terutama dalam aspek kejujuran dan

keseriusan mengisinya. Mungkin saja terjadi respons terhadap butir-butir

kuesioner yang diajukan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan

kemungkinan juga ada unsur subjektif dalam memberikan respons yang tidak

dapat dipantau oleh peneliti. Karena itu, peneliti perlu menempatkan asumsi

bahwa respons yang diberikan terhadap pernyataan instrumen umumnya sudah

dapat memberikan gambaran yang sebenarnya sesuai dengan apa yang hendak

diungkapkan melalui instrumen penelitian.

90

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pada bab IV maka dapat disimpulkan hasil

penelitian sebagai berikut :

1. Motivasi berprestasi guru berkontribusi signifikan terhadap Pengembangan

Profesionalisme Guru. Hal ini berarti bila ingin meningkatkan Pengembangan

Profesionalisme Guru, dapat dilakukan dengan meningkatkan Motivasi

berprestasi guru .

2. Kepemimpinan Kepala Sekolah berkontribusi signifikan terhadap Pengembangan

Profesionalisme Guru. Berarti Kepemimpinan Kepala Sekolah yang baik dan

kondusif dapat meningkatkan Pengembangan Profesionalisme Guru.

3. Motivasi berprestasi guru dan Kepemimpinan Kepala Sekolah secara bersama-

sama berkontribusi terhadap Pengembangan Profesionalisme. Hal ini berarti bila

guru memiliki Motivasi berprestasi guru yang tinggi dan didukung oleh

Kepemimpinan Kepala Sekolah yang baik dan kondusif akan meningkatkan

Pengembangan Profesionalisme Guru.

B. Implikasi Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Motivasi berprestasi guru dan

Kepemimpinan Kepala Sekolah berkontribusi signifikan terhadap Pengembangan

Profesionalisme Guru, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Ini

berarti bahwa Pengembangan Profesionalisme Guru dapat lebih dioptimalkan

melalui peningkatan Motivasi berprestasi guru serta upaya membangun

Kepemimpinan Kepala Sekolah yang baik.

91

Dari hasil penelitian terlihat bahwa Pengembangan Profesionalisme Guru SMP

Negeri se-Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah masih berada pada

kategori kurang baik. Implikasinya adalah untuk meningkatkan Pengembangan

Profesionalisme Guru yang dilihat dari indikator antisipatif dan inisiatif dalam

pembelajaran, indikator berusaha melakukan pembaharuan pembelajaran sesuai

dengan tuntutan zaman, dan indikator aktif mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan tehnologi tiga dari empat indikator Pengembangan Profesionalisme

Guru dalam penelitian ini masih mencapai kategori kurang baik. Pelaksanaan tindak

lanjut hasil penelitian, untuk meningkatkan Pengembangan Profesionalisme Guru

dapat dilakukan dengan meningkatkan Motivasi berprestasi guru dan membangun

budaya organisasi yang kondusif sehingga mutu pendidikan diharapkan akan menjadi

lebih baik.

Selanjutnya untuk meningkatkan Pengembangan Profesionalisme Guru, seperti

yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat ditingkatkan melalui peningkatan

Motivasi berprestasi guru yang masih kategori cukup tersebut menjadi kategori baik

dan sangat baik, dengan meningkatkan beberapa indikator motivasi berprestasi yaitu;

suka bekerja keras dengan item terendah adalah usaha dan kerja keras untuk

mengembangkan profesionalisme guru adalah penting dalam keberhaslian

melaksakan tugas, dan indiktor menyukai aktifiatas prestatif dengan item terendah

adalah penghargaan yang jelas atas pretasi kerja, dapat mendorong semangat untuk

mengembangkan profesionalisme guru.

Temuan penelitian ini juga berimplikasi bahwa jika Kepemimpinan Kepala

Sekolah baik dan kondusif akan memberi kemungkinan lebih meningkatnya

Pengembangan Profesionalisme Guru. Kepemimpinan Kepala Sekolah SMP Negeri

se-Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah masih kategori kurang

92

baik.Untuk meningkatkan Pengembangan Profesionalisme Guru SMP Negeri se-

Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dilakukan dengan

membangun dan membina Kepemimpinan Kepala Sekolah hingga mencapai kategori

baik dan sangat baik, dengan memperbaiki indikator kepemimpinan tim yaitu; (1)

kepala sekolah memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi, (2) kepala

sekolah meningkatkan partisipasi dan keterlibatan sumuaguru dalam kegiatan

sekolah, (3) kepala sekolah merencanakan strategi kerja melalaui kerja tim secara

profesional.

Dengan melihat kenyataan ini, kedua variabel bebas yang dijadikan objek

penelitian masih perlu ditingkatkan terutama variabel Kepemimpinan Kepala

Sekolah.

C. Saran-Saran

Dari temuan penelitian ini dapat diajukan saran bahwa untuk meningkat kan

pengembangan profesionalisme guru dapat dilakukan dengan memperbaiki motivasi

berprestasi dan kepemimpinan kepala sekolah, sebagai berikut:

1. Guru SMP Negeri se-Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah agar dapat

meninggkatkan motivasi berprestasinya terutama motivasi usaha dan kerja keras

untuk mengembangkan profesionalisme guru dan motivasi menyukai aktifiatas

prestatif.

2. Kepala Sekolah SMP Negeri se-Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah

agar dapat melaksanakan kepemimpinan yang baik dan kondusif terutama dalam

kemampuannya melaksanakan kepemimpinan tim dengan cara; (1) kepala

sekolah memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi, (2) kepala

sekolah meningkatkan partisipasi dan keterlibatan sumuaguru dalam kegiatan

93

sekolah, dan (3) kepala sekolah merencanakan strategi kerja melalui teamwork

secara profesional.

3. Pengawas Pendidikan daerah Kabupaten Tapanuli Tengah agar meningkatkan

fungsi pengawasan dan bimbingan yang dapat mendorong motivasi berprestasi

guru-guru dan juga meningkatkan fungsi pengawasan dan bimbingan kepada

kepala sekolah secara berkala dan berkesinambungan terutama pembinaan

kemampuan melaksanakan kepemimpinan organisasi dan melaksanakan

kepemimpinan tim.

4. Peneliti lain sebagai bahan rujukan atau sumber kajian teori disarankan untuk

menggali lebih dalam faktor-faktor yang belum diteliti pada penelitian ini yang

berkaitan dengan Pengembangan Profesionalisme Guru.

94

DAFTAR RUJUKAN

Anwar, HM. Idochidan YH Amir.2001.AdministrasiPendidikan, Teori, Konsep,dan Isu.Program Pascasarjana. UPI

Arikunto Suharsimi. 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta

Cochran, William G. (penerjemahRudiansyah). 1991. Teknik Penarikan Sampel.Jakarta:UI-Press.

Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya PeningkatanProfesionalisme Tenaga Kepandidikan. Bandung: CV PustakaSetia

Depdikbud. 1998. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Depdiknas. 2000. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Depdiknas, 2003. Kepemimpinan Pendidikan Materi Pelatihan Kepala Sekolah.Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat PMU

Depdiknas, 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Sumberdaya Manusia di sekolah dasar. Jakarta: Dirjen PMPTK

Gistituati, Nurhizrah. 2009. Manajemen Pendidikan, Landasan Teori &Perkembangannya. Padang: UNP Press.

Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasibuan Malayu S.P, 2007.Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ke-9.Jakarta: Bumi Aksara

Hersey Paul & Kenneth H Blanchard (Penerjemah Agus Dharma). 1992.Manajemen Prilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia.Jakarta:Erlangga.

Imron, Ali, 1995.Pembinaan guru Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.

Kartono, Kartini. 2006. Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah KepemimpinanAbnormal?. Jakarta: Grafindo Persada.

Kusnandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo

Mulyasa E, 2011. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatifdan Menyenangkan.Bandung: Remaja Rosdakarya

Ngalim Purwanto, 2008. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung:Remaja Rosdakarya.

95

Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. PengembanganSumberDayaManusia. Jakarta: PTRinekaCipta.

PeraturanMenteriPendidikanNasional RI Nomor 19 Tahun 2005tentangStandarPendidikanNasional.Jakarta: Diknas.

Pidarta, Made, 1999. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Purnomo, ______, (http://4jipurnomo .wordpress.com/ makalah - tentang –motivasi)

Rahman, 2006.Peran Strategis Kepala SekolahDalam Meningkatkan MutuPendidikan.Jakarta: Alqaprint

Ratmawati Dwi dan Herachwati Nurri, 2007. Perilaku Organisasi. BMP ProgramPascasarjana Magister Manajemen. Jakarta: Universitas Terbuka

Rivai Veithzal, 2008.Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Robbins,Stephen.P & Judge, Timothy.A, 2008.Organizational Behavior, Buku.1,Diterjemahkan Diana Angelia. Jakarta: Salemba Empat

Sagala, S,2002. AdministrasiPendidikanKontemporer. Bandung :CV Alfabeta

Sahertian, Piet A. 2000. Konsep-konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan DalamRangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta.

Sarwono Jonathan, 2011. Buku Pintar IBM SPSS Statistics 19, Jakarta: PT ElexMedia Komputindo.

Sekaran, Uma 2003, Research Methods For Business, Third Edition, John Wiley& Sons Inc. USA.

Siagian, S. 2002.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Soetjipto & Kosasi Raflis, 2009.Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta

Sugiyono,2009.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta

Supriadi, 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: AdicitaKarya Nusantara.

Surya, Muhammad, 2007. Organisasiprofesi, kodeetikdanDewanKehormatanGuru.Semarang: IKIP Semarang press

96

Sutrisno, Edi, 2009.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana PranadaMedia Group

Sylvana, Andi, 2003.Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja danKepuasan Kerja Anggota Polri,www.ut.ac.id,Jurnal Studi Indonesia,Volume.13. Jakarta: Universitas Terbuka

Trimo, 2008. (http://re-searchengines.com/trimo70708.html)

Murwaningsih, Tri, 2007. Hambatan dan Strategi Peningkatan Kualitas GuruPasca Sertifikasi. Surakarta: UNS press

Undang-undangNomor 20 Tahun 2003. Tentang SistemPendidikanNasional.Bandung: diperbanyakoleh PT Citra Umbara.

Undang-undangNomor 14 Tahun 2005.Tentang Guru danDosen. Jakarta:diperbanyakolehSinarGrafika.

Uno, Hamza B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahjosumidjo, 2005.Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik danPermasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Yulk Gary. 2005.Kepemimpinan Dalam Organisasi, diterjemahkan oleh BudiSuprianto. Jakarta: Indeks Kelompok Gramedia