PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK DI SMA NEGERI 2...
Transcript of PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK DI SMA NEGERI 2...
PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK DI SMA NEGERI 2 TILATANG KAMANG
KABUPATEN AGAM
TESIS
OLEH
MAIZIRWAN NIM : 10644
Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Magister Pendidikan
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
i
Abstract Maizirwan: The Implementation of the Academic Supervision at the State Senior High School 2 Tilatang Kamang, Agam Regency (2012).
Teachers play very important roles in improving the quality of education. Their performance should be controlled and developed continuously by a headteacher through academic supervision. Based on some phenomena at the State Senior High School 2 Tilatang Kamang that the students’ achievement in the national examination is relatively low, the researcher conducted the research about the academic supervision there. The purpose of the research is to know exactly how the academic supervision takes place and how teachers’ attitude towards the academic supervision is at the State Senior High School 2 Tilatang Kamang.
The researcher applies the qualitative approach. The technique used in collecting data is observation, interview and the study of documents. The research informants are the headteacher, deputy head, teachers, and students, selected through “snowball” sampling technique. The steps of the research are used as suggested by Miles and Huberman (1992) that is: 1) data collection, 2) data reduction, 3) data display, 4) drawing conclusion and verification, and 5) writing research report. The verification was done by data triangulation in order to have the validity of the findings.
The research findings are: 1) the headteacher does not have an academic supervision program, 2) the supervision is conducted by accident, 3) there is no follow-up of the supervision, and 4) teachers are reluctant to be supervised by the headteacher.
The conclusion of the research is that 1) the academic supervision conducted by the headteacher is not well-organized, 2) the headteacher does not follow-up the supervision, and 3) teachers prefer not to be supervised by the headteacher because they do not gain any benefit of it.
Therefore, the researcher suggests: 1) the headteacher should keep on updating and upgrading his knowledge and competences, 2) in the recruitment of headteachers, it is suggested to the decision maker to consider the standards of being a headteacher, and 3) It is suggested to the Local Educational Authority/the school advisers in Agam Regency to assess headteachers’ performance periodically and develop those whose performance is categorized as “underperformance”.
ii
ABSTRAK Maizirwan. 2012. “Pelaksanaan Supervisi Akademik di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang Kabupaten Agam”. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
Peran guru sangat menentukan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Untuk memastikan apakah guru melakukan pembelajaran sesuai dengan standar dan untuk pembinaan guru secara berkelanjutan diperlukan supervisi akademik oleh kepala sekolah. Melihat fenomena rendahnya nilai Ujian Nasional siswa dan kurang efektifnya pelaksanaan supervisi akademik di SMAN 2 Tilatang Kamang, Peneliti melakukan penelitian di tempat itu untuk mengetahui secara pasti seperti apa pelaksanaan supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala SMAN 2 Tilatang Kamang, apakah ada program yang operasional, pelaksanaan dan tindak lanjutnya serta sikap guru terhadap supervisi.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan studi dokumen. Wawancara menggunakan teknik “snowball sampling”. Informan terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru-guru, peserta didik, dan komite sekolah. Penelitian ini menerapkan langkah-langkah yang disarankan oleh Miles dan Hubermann (1994) yang terdiri dari; 1) pengumpulan data, 2) reduksi data, 3) menampilkan data, 4) menarik kesimpulan dan verifikasi, serta 5) menulis laporan hasil penelitian. Penjaminan keabsahan data dilakukan melalui triangulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) Kepala sekolah belum memiliki program supervisi akademik, 2) Supervisi Akademik oleh kepala sekolah hanya dadakan, 3) Kepala Sekolah belum menindaklanjuti hasil supervisi, dan 4) Guru merasa grogi karena tujuan dan fungsi supervisi akademik belum dipahami guru.
Dari hasil penelitian ini, Peneliti menyimpulkan bahwa; 1) pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah di SMAN 2 Tilatang Kamang belum terlaksana sesuai dengan standar supervisi, 2) Kepala sekolah belum menindaklanjuti hasil supervisi, dan 3) Guru merasa grogi disupervisi oleh kepala sekolah karena tujuan dan fungsi supervisi akademik belum dipahami guru.
Pada tesis ini, Peneliti menyarankan; 1) kepada kepala sekolah, (a) agar menyusun dokumen supervisi akademik pada awal tahun pelajaran, (b) menulis dan melaksanakan program tindak lanjut hasil supervisi akademik, (c) memahami kepribadian guru dalam pelaksanaan supervisi, 2) kepada para guru, mempelajari dan memahami konsep, tujuan, fungsi, dan ruang lingkup supervisi akademik untuk memperbaiki proses pembelajaran, 3) kepada pihak terkait, dalam merekruit kepala sekolah agar mengacu kepada Standar Kompetensi Kepala Sekolah, dan 4) kepada Dinas Pendidikan/Pengawas Sekolah Kabupaten Agam disarankan melakukan penilaian kinerja kepala sekolah secara berkala dan melakukan pembinaan bagi kepala sekolah yang kinerjanya dibawah rata-rata.
iii
Persetujuan Komisi Ujian Akhir Tesis Magister Pendidikan
No. N a m a Tanda Tangan
1.
Prof. Dr. Kasman Rukun, M.Pd. (Ketua)
__________________
2.
Prof. Dr. H. Rusdinal, M.Pd. (Sekretaris)
__________________
3.
Prof. Dr. H. Sufyarma Marsidin, M.Pd. (Anggota)
__________________
4.
Dr. Nasrullah Aziz (Anggota)
__________________
5.
Prof. Dr. Gusril, M.Pd. (Anggota)
__________________
Mahasiswa: N a m a : Maizirwan
N I M : 10644
Tanggal Ujian : 11 Januari 2012
iv
Persetujuan Akhir Tesis
Nama Mahasiswa NIM.
: Maizirwan : 10644
Nama Prof. Dr. Kasman Rukun, M.Pd. Pembimbing I
Tanda Tangan _______________
Tanggal ______________
Prof. Dr. H. Rusdinal, M.Pd. Pembimbing II
_______________
______________
Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang Prof. Dr. Mukhaiyar NIP. 19500612 197603 1 005
Ketua Program Studi/Konsentrasi Prof. Dr. Kasman Rukun, M.Pd. NIP. 19550921 198303 1 004
v
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya, tesis dengan judul Pelaksanaan Supervisi Akademik di
SMA Negeri 2 Tilatang Kamang Kabupaten Agam, adalah asli dan belum
pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik baik di Universitas
Negeri Padang maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, penilaian dan rumusan saya sendiri, tanpa
bantuan tidah sah dari pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Di dalam karya tulis ini tidak terdapat hasil karya atau pendapat yang telah
ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali dikutip secara tertulis
dengan jelas dan dicantumkan sebagai acuan di dalam naskah saya dengan
disebutkan nama pengarangnya dan dicantumkan pada daftar rujukan.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran pernyataan ini, saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh
karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma dan ketentuan
hukum yang berlaku.
Padang, 11 Januari 2012 Saya yang menyatakan,
Maizirwan NIM. 10644
vi
KATA PENGANTAR
Segenap puji dan syukur, penulis aturkan kepada Allah
subhanahuwata’ala yang telah menganugerahkan kesempatan, kesehatan dan
kekuatan sehingga penulis berhasil menyelesaikan tesis ini. Selawat beserta salam
semoga selalu dicurahkan bagi Nabi Muhammad saw.
Tesis yang berjudul “Pelaksanaan Supervisi Akademik di SMA Negeri 2
Tilatang Kamang, Kabupaten Agam” ini merupakan tugas akhir yang penulis
laksanakan dalam rangka penyelesaian pendidikan S 2 pada Program Studi
Administrasi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Padang.
Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak sekali mendapatkan bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis tidak mungkin bisa membalasnya.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
yang amat tulus kepada yang terhomat:
1. Prof. Dr. Mukhaiyar, M.Pd. selaku Direktur Program Pascasarjana UNP
2. Prof. Drs. H. Agustiar Syah Nur, M.A. Ed.D. (alm) selaku Pembimbing I.
3. Prof. Dr. Kasman Rukun, M.Pd. selaku Pembimbing I
4. Prof. Dr. H. Rusdinal, M.Pd. selaku Pembimbing II
5. Prof. Dr. Gusril, M.Pd. selaku Dosen Penguji
6. Prof. Dr. H. Sufyarma Marsidin, M.Pd. selaku Dosen Penguji
7. Dr. Nasrullah Aziz, selaku Dosen Penguji
8. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Administrasi Pendidikan, Program
Pascasarjana Universitas Negeri Padang,
9. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Agam yang telah member izin bagi
penulis untuk melakukan penelitian di SMAN 2 Tilatang Kamang,
10. Kepala Sekolah, Majelis Guru dan Karyawan pada SMAN 2 Tilatang
Kamang yang telah memberikan informasi dalam pengumpulan data
penelitian,
11. Kepala SMAN 1 Tilatang Kamang yang selalu memberi motivasi dan
kesempatan,
vii
12. Teman sejawat, baik yang sama-sama mahasiswa Program Studi Administrasi
Pendidikan maupun yang sama-sama pendidik di SMAN 1 Tilatang Kamang,
13. Semua pihak yang tidak mungkin penulis paparkan satu per-satu.
Selanjutnya, teristimewa penulis mengaturkan terima kasih yang setinggi-
tingginya kepada Almarhum ayah dan bunda yang tanpa kenal lelah mengasuh,
membesarkan, mendidik dan memberi arti kehidupan bagi penulis semenjak
kecil. Kemudian buat istri tercinta yang selalu menjadi inspirator bagi penulis
serta yang merelakan jatah waktunya tersita untuk penyelesaian perkuliahan dan
tesis ini.
Akhirnya, penulis memohon ampun kepada Allah swt. dan maaf sedalam-
dalamnya kepada semua pihak atas semua khilaf dan salah. Semoga Allah SWT
selalu membimbing kita di jalan-Nya yang benar. Amin.
Padang, November 2011
Penulis,
viii
DAFTAR ISI
ABSTRACT BAHASA INGGRIS .................................................................... i ABSTRAK BAHASA INDONESIA ................................................................. ii PERSETUJUAN KOMISI ................................................................................. iii PERSETUJUAN AKHIR TESIS ....................................................................... iv SURAT PERNYATAAN .................................................................................. v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Masalah dan Fokus Penelitian .................................................... 9
C. Pertanyaan Penelitian .................................................................. 10
D. Tujuan Penelitian ......................................................................... 11
E. Manfaat Penelitian ....................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoretis ............................................................................ 13
1. Pengertian Kompetensi ......................................................... 13
2. Kompetensi Guru ................................................................. 14
3. Kompetensi Kepala Sekolah ................................................ 22
4. Peran Kepala Sekolah ........................................................... 27
5. Supervisi Akademik Kepala Sekolah .................................. 32
B. Penelitian yang Relevan ............................................................. 37
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian .. ..................................................................... 41
B. Situasi Sosial Penelitian ............................................................. 42
C. Informan Penelitian ..................................................................... 44
D. Teknik dan Alat Pengumpul Data ............................................... 46
ix
E. Teknik Penjaminan Keabsahan Data ........................................... 52
F. Teknik Analisis Data .................................................................. 55
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Temuan Umum Penelitian ........................................................... 60
B. Temuan Khusus Penelitian ........................................................... 76
C. Pembahasan .................................................................................. 99
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan .................................................................................... 110
B. Implikasi .................................................................................... 114
C. Saran .......................................................................................... 115
DAFTAR RUJUKAN ...................................................................................... 118
LAMPIRAN
1. Foto-foto selama pengumpulan Data Penelitian .................................... 121
2. Daftar Pedoman Catatan Lapangan ......................................................... 126
3. Surat Persetujuan Penelitian ................................................................... 131
4. Permohonan Izin Penelitian ke Pemda Agam ........................................ 132
5. Rekomendasi/Persetujuan Melaksanakan Penelitian ............................ 133
6. Surat Izin Melaksanakan Penelitian di Sekolah ..................................... 134
7. Surat Keterangan telah melaksanakan penelitian ................................... 135
8. Surat Permohonan Penggantian Pembimbing ......................................... 136
9. Surat Tugas/SK Rektor Tentang Pembimbing Pengganti ....................... 137
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data Sarana ............................................................................................ 66
2. Data Guru ............................................................................................... 72
3. Kualifikasi Guru ..................................................................................... 72
4. Masa Kerja Guru .................................................................................... 72
5. Usia Guru ............................................................................................... 73
6. Data Tenaga Kependidikan .................................................................... 73
7. Rekapitulasi Kebutuhan Ketenagaan ..................................................... 74
8. Data Siswa .............................................................................................. 75
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tiga Tujuan Supervisi ……………………………………………........ 33
2. Komponen Analisis Data …………………………………………........ 59
3. Peta Lokasi Penelitian ……………………………………………......... 61
4. Struktur Organisasi dan Tata Kerja SMAN 2 Tilatang Kamang …........ 64
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Foto-foto selama pengumpulan Data Penelitian .................................... 121
2. Daftar Pedoman Catatan Lapangan ......................................................... 126
3. Surat Persetujuan Penelitian ................................................................... 131
4. Permohonan Izin Penelitian ke Pemda Agam ........................................ 132
5. Rekomendasi/Persetujuan Melaksanakan Penelitian ............................ 133
6. Surat Izin Melaksanakan Penelitian di Sekolah ..................................... 134
7. Surat Keterangan telah melaksanakan penelitian ................................... 135
8. Surat Permohonan Penggantian Pembimbing ......................................... 136
9. Surat Tugas/SK Rektor Tentang Pembimbing Pengganti ....................... 137
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang
berkualitas dan kompetitif, pemerintah telah melakukan bermacam upaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Pemerintah melalui Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) telah menerbitkan Standar Nasional Pendidikan, yang terdiri
dari: 1) standar isi, 2) standar proses, 3) standar kompetensi lulusan, 4) standar
pendidik dan tenaga kependidikan, 5) standar sarana dan prasarana, 6) standar
pengelolaan, 7) standar pembiayaan, dan 8) standar penilaian pendidikan
(Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005).
Semua kegiatan dalam bidang pendidikan harus diarahkan pada
pencapaian standar pendidikan tersebut. Standar Nasional Pendidikan tersebut
harus selalu menjadi acuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan supervisi
pendidikan agar tercipta pendidikan nasional yang bermutu (Permendiknas No.
19/2005).
Dunia pendidikan kita tengah menghadapi berbagai masalah yang perlu
dicarikan solusinya. Menurut Zamroni (2001), salah satu masalah serius dalam
pendidikan kita adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang
pendidikan. Beragam upaya telah dilakukan untuk mewujudkan peningkatan
kualitas pendidikan, seperti: pelatihan, workshop, kualifikasi guru, melengkapi
fasilitas pendidikan dan manajemen sekolah. Namun usaha-usaha tersebut belum
1
2
memperlihatkan hasil yang signifikan dalam peningkatan mutu. Berdasarkan
masalah ini, berbagai pihak mempertanyakan “Apa yang salah dalam
penyelengaraan pendidikan kita?”
Satu di antara beberapa faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak
mengalami peningkatan secara merata adalah: kebijakan dan penyelengaraan
pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production function atau
input-output analysis secara tidak konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa
lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi, yang apabila dipenuhi
semua input yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga
tersebut akan menghasilkan output yang diinginkan. Pendekatan ini menganggap
bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat
pelajaran serta perbaikan sarana pendidikan lainnya terpenuhi, maka mutu
pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Kenyataannya, mutu yang
diimpikan tersebut tidak kunjung menjadi kenyataan. Kenapa? Karena selama ini
dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu
menekankan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan proses
pendidikan. Pada hal proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan
(Zamroni, 2000; 3-4). Berdasarkan kenyataan ini, beberapa usaha perlu dilakukan
untuk perbaikan, termasuk peningkatan kualitas proses pembelajaran di dalam
kelas.
Dalam peningkatan kualitas pembelajaran, guru adalah faktor yang
paling dominan. Mereka perlu lebih banyak mendapat perhatian serius karena
mereka adalah “agent of development”. Hal ini dinyatakan lebih jelas dalam
3
Peraturan Pemerintah Nomor 14, tahun 2005: “Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada
jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak
usia dini”.
Seorang guru harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan
sertifikat pendidik serta sehat jasmani dan rohani untuk mewujudkan tujuan
pendidikan. Kompetensi guru tersebut meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi (PP No. 14/2005, fasal 10).
Dalam peraturan pemerintah nomor 16 tahun 2006 dinyatakan bahwa
kompetensi utama seorang guru adalah: (1) Menguasai materi, struktur, konsep,
dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, (2)
Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang
pengembangan yang diampu, (3) Mengembangkan materi pembelajaran yang
diampu secara kreatif, (4) Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan melakukan tindakan reflektif, dan (5) Memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Guru mempunyai beberapa peran penting. Guru berperan sebagai : 1)
pakar dalam mata pelajaran, 2) perancang strategi dan penentu pengalaman
pembelajaran, 3) seorang pelopor sosial, 4) menejer kelas, 5) seorang fasilitator,
6) seorang evaluator, dan 7) orang tua (Syakwazi, 1999). Seorang guru harus ahli
4
dalam mata pelajaran yang diampunya. Ia harus mendapatkan pendidikan khusus.
Ia harus bisa mengaplikasikan multi-metode dan strategi dalam proses
pembelajaran serta peduli dengan perbedaan individu peserta didik (individual
differences). Guru harus mampu merencanakan kegiatan untuk kelasnya dan
memilih pengalaman pembelajaran yang efektif. Pengetahuan dan pengalamannya
harus selalu diperbaharui, terutama menyangkut dengan kurikulum, silabus, RPP,
penilaian dan psikologi pendidikan.
Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang bermutu, seorang guru
harus memiliki kompetensi tertentu. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru
atau dosen dalam melaksanakan tugas profesionalnya (UU 14/2003). Jadi, seorang
guru yang kompeten mengetahui apa yang harus dilakukannya dan melaksanakan
apa yang diketahuinya dalam pekerjaan sehari-hari.
Tersedianya guru yang bermutu dan profesional adalah suatu hal yang
tidak bisa ditawar. Untuk menciptakan guru yang bermutu tergantung pada
bermacam hal antara lain: 1) motivasi guru itu sendiri, 2) pemerintah yang
memberikan perhatian khusus terhadap kesejahteraannya, 3) dari masyarakat yang
harus memberikan kepercayaannya, 4) dari orang tua/wali murid, dan 5) dari
kepala sekolah yang dapat memberikan peluang dan kesempatan untuk
pengembangan karir guru, terutama memberikan pembinaan dan bimbingan serta
ajakan untuk selalu mengembangkan profesi untuk jadi profesional.
Untuk memastikan apakah guru melaksanakan tugas sebagaimana
mestinya, diperlukan adanya pengawasan pembelajaran (Supervisi Akademik).
5
Supervisi Akademik adalah bahagian yang penting dari tugas dan fungsi Kepala
Sekolah dan sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala
sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya mempunyai
multi-peran: sebagai administrator, pemimpin, dan sebagai supervisor pendidikan.
Supervisi akademik merupakan bagian tugas kepala sekolah yang tertuang dalam
SNP, khususnya standar pengelolaan. Pembahasan di sini difokuskan pada usaha
yang dilakukan oleh Kepala Sekolah untuk meningkatkan kempetensi profesional
guru melalui kegiatan supervisi akademik.
Menurut E. Mulyasa (2005:98), “Dalam paradigma baru, kepala sekolah
harus bisa berfungsi sebagai educator, manager, administrator, supervisor,
leader, innovator, dan motivator.” Optimalisasi peran kepala sekolah tersebut
sering disebut sebagai tugas pokok dan fungsi kepala sekolah yang lebih dikenal
dengan EMASLIM.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah menyebutkan tentang Kualifikasi dan Kompetensi Kepala
Sekolah yang harus dipenuhi. Dimensi kompetensi tersebut adalah: 1) kompetensi
kepribadian, 2) kompetensi manajerial, 3) kompetensi kewirausahaan, 4)
kompetensi supervisi, dan 5) kompetensi sosial. Dalam lima dimensi kompetensi
tersebut terdapat 33 kompetensi yang hendaknya dimiliki oleh seorang kepala
sekolah. Untuk dapat menciptakan guru yang profesional, didahului oleh atasan
langsungnya yang profesional, dengan kata lain banyak sedikitnya kepala sekolah
akan berkontribusi untuk membuat tenaga pendidik di bawah unit kerjanya jadi
profesional.
6
Dimensi kompetensi supervisi mengendaki tiga kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang kepala sekolah. Lampiran Permendiknas RI nomor 13 tahun
2007 tentang dimensi kompetensi supervisi menyebutkan:
1) Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, 2) melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat, dan 3) menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Secara konseptual, supervisi Akademik adalah serangkaian kegiatan
membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar-
mengajar demi pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi Akademik merupakan
upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan
pembelajaran (Daresh, 1989). Dengan demikian, berarti, esensi supervisi
pembelajaran itu sama sekali bukan menilai performa guru dalam mengelola
proses belajar-mengajar, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan
profesionalnya.
Meskipun demikian, supervisi Akademik tidak bisa terlepas dari
penilaian performa guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Apabila di atas
dikatakan, bahwa supervisi pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan
membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar-
mengajar, maka menilai performa guru dalam mengelola proses belajar-mengajar
merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan. Sergiovanni (1983)
menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian performa guru dalam supervisi
7
pembelajaran adalah melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan seperti berikut:
a. Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?
b. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan para siswa di dalam
kelas?
c. Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu
yang berarti bagi guru dan siswa?
d. Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan
pembelajaran?
e. Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara
mengembangkannya?
Pengawasan akademik juga dapat diartikan sebagai proses kegiatan
monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi pembelajaran di satuan pendidikan terlaksana seperti yang
direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan
memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu
pencapaian tujuan.
Kenyataan yang Peneliti amati pada kegiatan “grand tour” yang
dilakukan pada bulan Mei dan Juni 2009 memperlihatkan ada kesenjangan antara
kondisi faktual dan kondisi ideal. Kondisi faktual yang terlihat secara umum
diantaranya iklim sekolah yang kurang kondusif, kurang jalannya kegiatan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran atau MGMP, perencanaan pembelajaran
8
masing-masing guru yang belum lengkap, kegiatan supervisi akademik kepala
sekolah yang kurang jalan, banyaknya siswa yang harus mengikuti program
remedial dibandingkan yang tidak dalam satu kelas terutama mata pelajaran ilmu
pengetahuan alam, dan banyak siswa yang tinggal kelas bahkan tidak lulus ujian
nasional. Sedangkan kondisi ideal yang diharapkan oleh banyak pihak adalah
kebalikan dari hal-hal yang disebutkan di atas.
Melihat kondisi sekolah yang demikian, menambah keyakinan Peneliti
untuk melakukan penelitian di sekolah itu. Setelah menganalisis kesenjangan yang
terjadi di atas, masalah utama yang perlu mendapat perhatian khusus adalah
tentang kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam rangka
meningkatkan kemampuan guru. Jika supervisi akademik dilakukan secara
terprogram diharapkan masalah yang terlihat di atas secara bertahap akan hilang
dan iklim sekolah, motivasi mengajar dan etos kerja guru akan lebih baik di
sekolah tersebut.
Peneliti memilih SMA Negeri 2 Tilatang Kamang sebagai tempat
penelitian dengan alasan antara lain banyak tinggal kelas dan banyak siswa tidak
lulus Ujian Nasional. Sekolah ini baru beberapa tahun berdiri dan pada awalnya
mendapatkan tenaga pendidik satu paket dari Dinas Pendidikan Kabupaten
Agam, beberapa tahun belakangan banyak guru pindahan dari sekolah lain yang
ditempatkan di sekolah ini, diduga kompetensi profesional guru rendah. Salah satu
usaha yang perlu dilakukan adalah dengan mengefektifkan peran kepala sekolah
sebagai supervisor khususnya supervisi akademik.
9
B. Masalah dan Fokus Penelitian
Dari hasil “grand-tour” yang di laksanakan di SMAN 2 Tilatang
Kamang, Peneliti menemukan beberapa fenomena sebagai berikut:
1. Jumlah guru dan karyawan tata usaha cukup memadai walaupun terdapat
dua belas orang guru tidak tetap atau guru honor.
2. Suasana lingkungan sekolah terasa kurang nyaman.
3. Kualifikasi akademik kepala sekolah sesuai dengan standar.
4. Kualifikasi akademik guru-guru masih ada yang dibawah standar
5. Fasilitas sekolah kurang memadai, terutama labor IPA dan perpustakaan
serta sarana olah raga.
6. Pengawasan kepala sekolah terhadap pendidik dan tenaga kependidikan
terlihat kurang efektif.
7. Kegiatan supervisi akademik kepala sekolah terhadap guru cenderung
kurang efektif.
8. Guru-guru tidak mengetahui kapan supervisor/kepala sekolah akan
mensupervisi kelasnya.
9. Tidak terlihat adanya Program Supervisi oleh kepala sekolah
10. Realisasi jam wajib mengajar Kepala Sekolah sebanyak enam jam
terlihat tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
11. Koordinasi antara kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan kepala tata
usaha nampaknya kurang lancar.
12. Masih ada guru-guru yang melaksanakan pembelajaran tanpa ada
persiapan tertulis
10
13. Pelaksanaan administrasi sekolah cendrung kurang lancar.
14. Iklim sekolah terasa kurang kondusif
15. Guru dan karyawan cenderung kurang termotivasi dalam melaksanakan
tugas dengan baik.
Dari beberapa fenomena dan masalah di atas, peneliti memfokuskan
penelitian ini pada supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah,
”Apakah Supervisi Akademik di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang telah
terlaksana sesuai dengan standar?”.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fokus dan masalah di atas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk kegiatan supervisi akademik yang dilakukan oleh
kepala SMA Negeri 2 Tilatang Kamang?
2. Bagaimana kepala sekolah menindaklanjuti hasil supervisi akademik di
SMA Negeri 2 Tilatang Kamang?
3. Seperti apa sikap guru menghadapi supervisi akademik kepala sekolah di
SMA Negeri 2 Tilatang Kamang?
11
D. Tujuan Penelitian
Dari pertanyaan penelitian yang dikemukakan di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1. bentuk kegiatan supervisi akademik kepala sekolah di SMA Negeri 2
Tilatang Kamang,
2. cara kepala sekolah menindaklanjuti hasil supervisi akademik di SMA
Negeri 2 Tilatang Kamang; dan
3. sikap guru menghadapi supervisi akademik kepala sekolah di SMA
Negeri 2 Tilatang Kamang.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian bermanfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis dapat
dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan tindak lanjut kegiatan supervisi akademik kepala sekolah
dalam usaha meningkatkan kompetensi guru. Sedangkan manfaat secara
praktis bagi berbagai pihak antara lain:
1. Bagi guru SMA Negeri 2 Tilatang Kamang
Dapat dijadikan sebagai evaluasi diri dan masukan dalam upaya
mempertahankan dan meningkatkan komitmen terhadap tugas dalam
mencapai tujuan bersama.
12
2. Bagi kepala SMA Negeri 2 Tilatang Kamang
Deskripsi tentang kepemimpinannya dapat dijadikan sebagai bahan
masukan bagi peningkatan profesionalitas dan perbaikan kinerjanya ke
depan.
3. Bagi komite sekolah
Hasil penelitian dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran
biaya sekolah, termasuk pembiayaan dalam kegiatan supervisi.
4. Bagi pengawas sekolah
Sebagai bahan masukan untuk pembinaan sekolah secara umum, dan
sebagai sumber data meningkatkan kompetensi kepala sekolah dalam
melaksanakan supervisi akademik di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang.
5. Bagi Pengambil Kebijakan di Dinas Pendidikan Kabupaten Agam
Deskripsi yang ada dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam program
pembinaan pada kepala sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan
dalam usaha meningkatkan profesionalisme kepala sekolah.
6. Bagi Peneliti lainnya
Sebagai data awal untuk melakukan penelitian yang lebih komprehensif.
7. Bagi Penulis sendiri
Usaha untuk memperdalam pengetahuan administrasi pendidikan
khususnya tentang supervisi akademik.
8. Bagi Program Studi Administrasi Pendidikan PPs-UNP
Sebagai realisasi tugas akhir mahasiswa Program Studi Administrasi
Pendidikan Program Pascasarjana UNP yang tertuang dalam kurikulum.
13
B A B II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoretis
1. Pengertian Kompetensi
Menurut kamus Bahasa Indonesia “Kompetensi adalah
kewenangan untuk memutuskan atau bertindak.” Kamus Besar Bahasa
Indonesia kompetensi adalah “Kemampuan menguasai gramatika suatu
bahan secara abstrak.” Menurut Len Holmes (1992) yang dikutip oleh
Akhmad Sudrajat diakses tanggal 4 Nopember 2008 pukul 01:01:51 “A
competence is a description of something which a person who works in a
given occupational area should be able to do. It is a description of an
action, behavior or outcome which a person should be able to
demonstrate.” Maksudnya kompetensi adalah suatu gambaran dari
seseorang yang bekerja dalam suatu area yang diberikan kesempatan
untuk berbuat atau bekerja. Yaitu gambaran perbuatan atau tindakan,
tingkah laku atau dampak yang dapat ditunjukkan oleh seseorang.
Kemudian Louise Moqvist (2002) yang dikutip oleh Akhmad Sudrajat
diakses tanggal 4 Nopember 2008 pukul 01:01:51 mengemukakan
“competency has been defined in the light of actual circumstances
relating to the individual and work.” Kompetensi didefinisikan dalam
lingkungan atau hubungan yang nyata individu dan pekerjaan.
Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14
tahun 2005 menyebutkan pengertian Kompetensi sebagai berikut:
13
14
“Seperangkat pengetahuan keterampilan dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dan dosen dalam
melaksanakan tugas profesionalnya.”
Sahertian (1992) dalam Wahyudi (2009:28) “mengartikan
kompetensi sebagai kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh
melalui pendidikan dan latihan.” Hal senada dikemukakan oleh Supandi
(1990) bahwa kompetensi adalah seperangkat kemampuan untuk
melakukan suatu jabatan dan bukan semata-mata pengetahuan saja.
Kompetensi menuntut kemampuan kognitif, kondisi afektif, nilai-nilai
dan keterampilan tertentu yang khas dan spesifik berkaitan dengan
karakteristik jabatan atau tugas yang dilaksanakan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
kompetensi merupakan bukti nyata dari tindakan seseorang sesuai
dengan kewenangannya yang didasari dengan adanya kemampuan yang
dapat ditunjukkan dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan
yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
2. Kompetensi Guru
Guru merupakan “pendidik profesional dengan tugas utamanya
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini, jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan menengah,” (UU No. 14 tahun 2005 pasal
1 point 1). Maksud dan pengertian kompetensi guru adalah: “Gambaran
15
tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seorang guru dalam
melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berprilaku maupun
hasil yang dapat ditunjukkan,” (Akhmad Sudrajat :2008; diakses 04
Nopember 2008 pukul; 01:01:51). Menurut Blog Maximo diakses
tanggal 4 Nopember 2008 pukul; 01:11:04) “kompetensi guru adalah
seperangkat kemampuan yang harus dimiliki guru searah dengan
kebutuhan pendidikan di sekolah (kurikulum), tuntutan masyarakat,
serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kompetensi
dimaksud meliputi kompetensi ketrampilan proses dan penguasaan
pengetahuan.” Kemudian ada pendapat lain tentang standar kompetensi
guru menyebutkan “Suatu pernyataan tentang kriteria yang
dipersyaratkan, ditetapkan dan disepakati bersama dalam bentuk
penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi seorang tenaga
pendidik, sehingga layak disebut kompeten.”
Berdasarkan pendapat di atas dapat dimaknai bahwa kempetensi
guru merupakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki guru dalam
melakukan tugas dan kewajibannya berupa kegiatan, dalam bentuk
pengetahuan, prilaku, dan keahlian yang sesuai dengan tuntutan
kurikulum, tuntutan masyarakat, dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dapat dilihat sebagai unjuk kerja.
Para ahli lainnya seperti pendapat Raka Joni sebagaimana yang
dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) yang mengemukakan
tiga jenis kompetensi guru yaitu; a) kompetensi profesional; maksudnya
16
seorang guru memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang
diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar
dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakannya, b) kompetensi
kemasyarakatan; mampu berkomunikasi baik dengan siswa, sesama
guru, maupun masyarakat luas, c) kompetensi personal; yaitu memiliki
kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian
seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang
menjalankan peran: Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso,
tut wuri handayani. (Kisbiyanto, 2008:8).
Untuk kajian lebih lanjut pendapat dari National Board for
Professional Teaching Skill (2002) yaitu rumusan Standar Kompetensi
Guru untuk mendapatkan sertifikat guru di Amerika Serikat yang
mengacu pada “What Teachers Should Know and Be Able to Do”
(Akhmad Sudrajat :2008; diakses 04 Nopember 2008 pukul; 01:01:51)
sebagai berikut:
1) Teachers are committed to students and Their Learning.
Maksudnya adalah komitmen guru terhadap siswa dan pelajarannya,
dengan ruang lingkup:
a. Penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa
b. Pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa
c. Perlakuan guru terhadap seluruh siswa secara adil dan
d. Misi guru dalam memperluas cakrawala berpikir siswa.
17
2) Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those
Subjects to Students. Maksudnya adalah Pengetahuan guru tentang
bidang studinya dan bagaiman cara mengajarkannya, yang
mencakup:
a. Apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk
dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran
lainnya.
b. Kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran.
c. Mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan
berbagai cara (multiple path).
3) Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student
Learning. Maksudnya adalah guru bertanggung jawab dalam
mengelola dan memantau proses belajar siswa, yang mencakup:
a. Penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan
pembelajaran.
b. Menyusun proses pembelajaran dalam berbagai seting kelompok
(group setting), kemampuan untuk memberikan reward atas
keberhasilan siswa.
c. Menilai kemajuan siswa secara teratur.
d. Kesadaran dan pemahaman akan tujuan utama pembelajaran.
4) Teachers Think Systematically Abaut Their Practice and Learn
from Experiences. Maksudnya adalah Guru berpikir sistematis
18
tentang praktek mereka dan pengalaman belajarnya, yang
mencakup:
a. Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih
keputusan-keputusan terbaik.
b. Guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai
riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek
pembelajaran.
5) Teachers are members of learning Communities. Maksudnya adalah
bahwa guru merupakan anggota komunitas yang sedang belajar,
yang mencakup:
a. Guru memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah
melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya.
b. Guru bekerja sama dengan orang tua siswa.
c. Guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya
masyarakat.
Dalam konteks kebijakan pemerintah dalam usaha untuk
meningkatkan kompetensi guru di Indonesia sudah dilahirkan Undang-
Undang Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen. Kemudian muncul Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan terakhir lahir
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 tahun
2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
19
menyebutkan tentang Standar Kompetensi Guru sebagai Kompetensi
Inti adalah sebagai berikut:
a. Kompetensi Pedagogik :
1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,
spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik
3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata
pelajaran yang diampu
4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran
6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki
7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
peserta didik.
8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil
belajar
9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran.
20
10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran
b. Kompetensi Kepribadian :
1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia,
dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat
3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa
4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa
bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri
5. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru
c. Kompetensi Sosial :
1. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik,
latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi
2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan
masyarakat
3. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik
Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya
4. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi
lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain
21
d. Kompetensi Profesional :
1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan
yang mendukung mata pelajaran yang diampu (dijabarkan
dalam kompetensi guru per mata pelajaran).
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran yang diampu
3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara
kreatif
4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
melakukan tindakan reflektif
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
mengembangkan diri. ( Permendiknas, No. 16 tahun 2007).
Dari semua pendapat di atas, kompetensi guru secara prinsipil
adalah sama, perbedaannya terletak pada macam pengelompokan. Raka
joni menggabungkan Kompetensi Pedagogik kedalam Kompetensi
Profesional menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007, sedangkan
Standar Kompetensi Guru di Amerika mendasari dari dua kalimat yaitu
Apa yang perlu diketahui oleh guru dan kemampuan untuk
melakukannya serta menjurus pada aspek yang harus dikuasai. Tetapi
menurut hemat Peneliti Kompetensi Inti yang harus dikuasai oleh guru
Indonesia adalah Standar Kompetensi Guru yang dikemukakan oleh
Kementerian Pendidikan Nasional yang tertuang melalui Peraturan
Menteri dan inilah yang sedang gencar disosialisasikan pada semua
22
guru di Indonesia yang disertai oleh indikator-indikator masing-masing
kelompok kompetensi inti.
3. Kompetensi Kepala Sekolah
Kepala sekolah yang memenuhi persyaratan dalam suatu jabatan
dengan kriteria-kriteria tertentu mempunyai kewenangan atas jabatan
atau tugas dan fungsi yang diberikan oleh unit kerja diatasnya. Kriteria
dan persyaratan dimaksud diatur oleh pemerintah yang disebut
kompetensi kepala sekolah. Pengertian kompetensi kepala sekolah
menurut Wahyudi (2009:28) adalah “Pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan kepala sekolah dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak secara konsisten yang memungkinkannya
menjadi kompeten atau berkemampuan dalam mengambil keputusan
tentang penyediaan, pemanfaatan dan peningkatan potensi sumberdaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.”
Bertitik tolak dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 38 ayat (5) perlunya
menetapkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang standar
kepala sekolah/madrasah, maka lahirlah Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar
Kepala Sekolah/Madrasah menyebutkan bahwa Kualifikasi dan
Kompetensi Kepala Sekolah sebagai berikut:
23
1. Kualifikasi Umum Kepala Sekolah: a. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma
empat (DIV) kependidikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi
b. Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun
c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA
d. Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi non-PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.
2. Kualifikasi khusus Kepala Sekolah: a. Kepala Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) adalah
sebagai berikut: 1) Berstatus sebagai guru TK/RA 2) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru TK/RA 3) Memiliki sertifikat kepala TK/RA yang diterbitkan oleh
lembaga yang ditetapkan Pemerintah. b. Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) adalah
sebagai berikut: 1) Berstatus sebagai guru SD/MI 2) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI 3) Memiliki sertifikat kepala SD/MI yang diterbitkan oleh
lembaga yang ditetapkan Pemerintah. c. Kepala Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs) adalah sebagai berikut: 1) Berstatus sebagai guru SMP/MTs 2) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs 3) Memiliki sertifikat kepala SMP/MTs yang diterbitkan
oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah. d. Kepala Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
(SMA/MA) adalah sebagai berikut: 1) Berstatus sebagai guru SMA/MA 2) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA 3) Memiliki sertifikat kepala SMA/MA yang diterbitkan
oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah. e. Kepala Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai berikut: 1) Berstatus sebagai guru SMK/MAK 2) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK;
dan
24
3) Memiliki sertifikat kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
f. Kepala Sekolah Dasar Luar Biasa/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SDLB/SMPLB/SMALB) adalah sebagai berikut: 1) Berstatus sebagai guru pada satuan pendidikan
SDLB/SMPLB/SMALB; 2) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru
SDLB/SMPLB/SMALB 3) Memiliki sertifikat kepala SLB/SDLB yang diterbitkan
oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah. g. Kepala Sekolah Indonesia Luar Negeri adalah sebagai
berikut: 1) Memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun
sebagai kepala sekolah 2) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu
satuan pendidikan 3) Memiliki sertifikat kepala sekolah yang diterbitkan oleh
lembaga yang ditetapkan Pemerintah. Kompetensi Kepala Sekolah 1. Kompetensi Kepribadian
Rincian Kompetensi tersebut adalah : 1.1 Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak
mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.
1.2 Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin. 1.3 Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri
sebagai kepala sekolah/madrasah. 1.4 Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsi. 1.5 Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam
pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah. 1.6 Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin
pendidikan. 2. Kompetensi Manajerial
2.1 Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
2.2 Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
2.3 Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.
2.4 Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajaran yang efektif.
2.5 Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
25
2.6 Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
2.7 Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
2.8 Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.
2.9. Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.
2.10 Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
2.11 Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien.
2.12 Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.
2.13 Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik disekolah/madrasah.
2.14 Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
2.15 Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.
2.16 Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
3. Kompetensi Kewirausahaan 3.1 Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan
sekolah/madrasah. 3.2 Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan
sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.
3.3 Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
3.4 Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.
3.5 Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.
4. Kompetensi Supervisi 4.1 Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru.
26
4.2 Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
4.3 Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
5. Kompetensi Sosial 5.1 Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan
sekolah/madrasah 5.2 Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. 5.3 Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok
lain. (sumber: Permendiknas No. 13 tahun 2007)
Merujuk pada lima kompetensi kepala sekolah seperti yang
disebutkan di atas, dan ditambah dengan indikator kompetensi untuk
masing-masingnya, jelas merupakan beban yang berat untuk
diimplementasikan oleh kepala sekolah. Jika kita fokuskan pada
kompetensi akademik kepala sekolah, maka subkompetensi yang perlu
dipahami oleh masing-masing kepala sekolah adalah; 1) memahami
landasan teoretik supervisi akademik, 2) memahami landasan hukum
dan kebijakan pemerintah dibidang kurikulum dan pembelajaran, 3)
menyusun rencana supervisi secara sistematis sesuai dengan landasan
teori dan peraturan yang berlaku, 4) menerapkan prinsip supervisi
kontiniu, obyektif, konstruktif, humanistik, dan kolaboratif, 5)
menerapkan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat, 6) menysun
kriteria keberhasilan supervisi akademik, 7) menyusun instrumen
supervisi akademik, 8) melaksanakan evaluasi hasil supervisi, dan 9)
menyusun program tindak lanjut supervisi.
27
4. Peran Kepala Sekolah
Dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh Kepala Sekolah
adalah: 1) dimensi kompetensi kepribadian, 2) dimensi kompetensi
manajerial, 3) dimensi kompetensi kewirausahaan, 4) dimensi
kompetensi supervisi, dan 5) dimensi kompetensi sosial. Dari rincian
kompetensi di atas jelas terlihat bahwa dimensi kompetensi supervisi
menunjukkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan
profesional guru disamping dimensi kompetensi manajerial point 2.6
yaitu “Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber
daya manusia secara optimal.” Lebih fokus lagi pada dimensi
kompetensi kepribadian point 1.4 terbuka dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsi.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Idochi Anwar dan Yayat
Hidayat Amir (2000) yang dikutip dalam web blog Akhmad Sudrajat
(2008) mengemukakan bahwa “Kepala Sekolah sebagai pengelola
memiliki tugas pengembangan kinerja personal, terutama meningkatkan
kompetensi profesional guru.” Karena untuk menjadi guru yang
profesional itu tidak mudah, dibutuhkan motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik yang dilatar belakangi oleh motif dan cita-cita guru yang
bersangkutan untuk menjadi guru yang berkompeten. Dengan demikian
kepala sekolah hendaknya mampu memberikan motivasi ekstrinsik pada
guru-guru yang berada di bawah unit kerjanya sesuai dengan pendapat
di atas dan itu merupakan salah satu tugas dari kepala sekolah.
28
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor
0296/U/1996, merupakan landasan penilaian kinerja kepala sekolah,
terdapat tujuh peranan Kepala Sekolah yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan Kompetensi Guru yaitu: 1) kepala sekolah sebagai
educator ( pendidik), 2) peran kepala sekolah sebagai manajer, 3)
kepala sekolah sebagai administrator, 4) kepala sekolah sebagai
supervisor, 5) kepala sekolah sebagai leader, 6) kepala sekolah sebagai
pencipta iklim kerja yang kondusif, dan 7) kepala sekolah sebagai tokoh
yang bisa mengembangkan kewirausahaan. Berikut akan dibicarakan
satu persatu:
1. Kepala Sekolah Sebagai Edukator
Jabatan kepala sekolah hanyalah sebagai tugas tambahan di sekolah,
sedangkan profesi sebenarnya adalah guru dan guru adalah pendidik
atau edukator. Kegiatan inti di sekolah adalah proses belajar
mengajar yang diperankan oleh guru, dalam hal ini fungsi kepala
sekolah menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan
efisien melalui guru, agar hal itu tercipta dibutuhkan guru yang
profesional, kepala sekolah berperan memotivasi dan memfasilitasi
guru untuk selalu meningkatkan kompetensinya agar lebih
profesional.
Kemampuan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dalam
menjalankan perannya sebagai pendidik diantaranya adalah
kemampuan; a) akademik dan berprestasi sebagai guru, b)
29
membimbing guru, c) membimbing tenaga kependidikan, d)
membimbing peserta didik, e) mengembangkan staf, f) mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan g) memberi
contoh mengajar yang baik.
2. Kepala Sekolah Sebagai Manajer
Dalam memenej tenaga pendidik, kepala sekolah bertindak sebagai
pengatur yang bertugas mempertahankan dan meningkatkan
profesional guru baik dilingkungan sekolah seperti memberikan
dukungan moral dan meterial kegiatan MGMP, KKG, lokakarya,
rapat dan meeting, menyelenggarakan pelatihan sendiri serta
mengikutsertakan guru dalam pelatihan, penataran, lokakarya yang
diselenggarakan oleh pihak luar, maupun memberikan kesempatan
pada guru untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi.
3. Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Manajemen kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru
mulai dari perencanaan, pendataan, dan anggaran biaya yang
dibutuhkan atau yang perlu dialokasikan untuk membiayai guru,
perlu dirancang secara tertulis yang berkoordinasi dengan Tata
Usaha, Komite Sekolah, dan kalau bisa melibatkan Pengusaha di
lingkungan sekitar, disini juga terkait dengan penyediaan sarana dan
pra sarana untuk meningkatkan kompetensi guru.
30
4. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Sebagaimana disampaikan oleh Jones dkk. dan Sudarwan Danim
(2002) yang dikutip oleh Akhmat Sudrajat (2008) “menghadapi
kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam
tujuan, isi, metode, dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya
kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala
sekolah mereka.” Untuk memberikan saran dan bimbingan tentulah
kepala sekolah harus menguasai kurikulum dan untuk
mengetahuinya tentu dengan supervisi kunjungan kelas yang perlu
dirancang secara periodik. Dengan cara ini diharapkan ada usaha
guru untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan cara mengajarnya.
5. Kepala Sekolah Sebagai Leader
Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru Leader yang
dibutuhkan atau kepemimpinan kepala sekolah sangat berperan
penting, apakah demokratis, laisesfaire, otokratis atau gaya
kepemimpinan yang berorientasi tugas atau berorientasi pada
manusiawi, hal ini sangat tergantung pada kepribadian kepala
sekolah. Menurut E. Mulyasa (2005) Kepribadian kepala sekolah
sebagai pemimpin tercermin dari sifat sebagai berikut; 1) jujur, 2)
percaya diri, 3) bertanggungjawab, 4) berani mengambil resiko
dalam keputusan, 5) berjiwa besar, 6) emosi yang stabil, dan 7)
teladan dalam bersikap dan bertindak.
31
6. Kepala Sekolah Sebagai Pencipta Iklim Kerja
Menurut pendapat Akhmat Sudrajat (2008) yang dimodifikasi dari
pendapat E. Mulyasa (2003) “dalam menciptakan budaya dan iklim
kerja kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip
sebagai berikut; 1) guru bekerja giat apabila kegiatan yang dilakukan
menarik dan menyenangkan, 2) tujuan disusun, diinformasikan dan
melibatkan guru, 3) guru selalu diberitahu tentang pekerjaannya, 4)
pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu
hukuman diperlukan, dan 5) usahakan memenuhi kebutuhan sosio-
psiko-fisik guru sehingga memperoleh kepuasan.” Dengan
menciptakan suasana sekolah seperti ini diharapkan etos kerja guru
meningkat yang berdampak pada peningkatan kompetensi.
7. Kepala Sekolah Sebagai Wirausahawan
Manajemen kepala sekolah sangat dituntut menciptakan keberanian
untuk menciptakan sekaligus memanfaatkan peluang-peluang yang
ada dan pembaharuan yang inovatif sehingga muncul keunggulan
komparatif, hal ini bisa dikaitkan dengan kurikulum muatan lokal.
Kekhasan sekolah dari segi kurikulum muatan lokal menuntut guru
sebagai pelaksana spesifik yang bermuara pada peningkatan
kompetensi guru yang bersangkutan.
32
5. Supervisi Akademik Kepala Sekolah
Dimensi kompetensi supervisi kepala sekolah berisi tentang
tugas pokok dan fungsi yang meliputi: merencanakan, melaksanakan,
dan menindaklanjuti program supervisi akademik. Glickman (1981),
Daresh (1989) dalam Direktorat Tenaga Kependidikan (2008:9)
menyebutkan bahwa “Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan
membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses
pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Berdasarkan
pengertian tersebut, esensi dari supervisi akademik menurut
Sergiovanni (1987) adalah menilai unjuk kerja guru dalam mengelola
proses pembelajaran, kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan
program dan pelaksanaan supervisi akademik oleh kepala sekolah.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981) tiga konsep pokok
(kunci) dalam pengertian supervisi akademik adalah “1)
mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola
proses pembelajaran, 2) mengembangkan kemampuannya harus
didesain secara ofisial, 3) semakin mampu memfasilitasi belajar bagi
murid-muridnya.” Sasaran ini akan lebih terarah bila kepala sekolah
membuat program supervisi akademik secara periodik dengan tujuan
yang terarah.
Supervisi akedemik oleh kepala sekolah bertujuan untuk
membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan
pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya, Direktorat
33
Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional (2008)
menyebutkan tiga tujuan supervisi seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar: 1 Tiga Tujuan Supervisi
Sumber: Direktorat Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional (2008)
Supervisi akademik diselenggarakan oleh kepala sekolah
dengan maksud membantu guru dalam mengembangkan kemampuan
profesionalnya dalam memahami akademik, kehidupan kelas,
mengembangkan keterampilan mengajarnya, dan menggunakan
kemampuannya dalam teknik-teknik tertentu. Supervisi akademik juga
dimaksudkan untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah,
serta mendorong guru untuk berkomitmen terhadap tugas dan
tanggung jawabnya dalam bentuk motivasi sehingga akan menigkatkan
etos kerja.
Kecenderungan anggapan bahwa perilaku supervisi akademik
otoriter yang menganggap bahwa supervisor sebagai atasan dan guru
sebagai bawahan perlu dihindari. Usaha untuk menghindarinya adalah
dengan menerapkan prinsip-prinsip supervisi akedemik yaitu 1)
mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis, 2)
Tiga Tujaun Supervisi
Pengembangan
profesionalisme
Pengawasan Kualitas
Penumbuhan Motivasi
34
supervisi akademik dilakukan secara berkesinambungan, 3) mampu
menciptakan suasana yang demokratis, 4) program supervisi akademik
yang terintegrasi dengan program pendidikan, 5) diselenggarakan
secara komprehensif, 6) supervisi akademik harus konstruktif, dan 7)
supervisi akademik haruslah obyektif.
Seorang kepala sekolah akan terhindar dari kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan supervisi akademik bila menerapkan
prinsip-prinsip supervisi akademik yang diutarakan di atas.
Implementasi dari prinsip supervisi akademik itu diharapkan dapat
mencapai tujuan supervisi akademik dalam memperbaiki semua
kompetensi guru yang harus dicapai yaitu kompetensi kepribadian,
paedagogik, profesional, dan sosial.
Metode supervisi akademik bisa bersifat individual atau
kelompok yang masing-masingnya mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Sedangkan teknik supervisi akademik individual adalah;
1) kunjungan kelas, 2) observasi kelas, 3) pertemuan individual, 4)
kunjungan antar kelas, dan 5) menilai diri sendiri.
Sasaran akhir supervisi akademik adalah memperbaiki empat
kompetensi guru, maka teknik supervisi kelompok juga dapat
dilakukan oleh supervisor. Menurut Gwynn dalam Metode dan Teknik
Supervisi yang diterbitkan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan
2008;26 menyebutkan ada tiga belas teknik supervisi kelompok; 1)
pembentukan kepanitiaan-kepanitian di sekolah, 2) kerja kelompok, 3)
35
laboratorium kurikulum, 4) baca terpimpin, 5) demonstrasi
pembelajaran, 6) darmawisata, 7) melanjutkan kuliah atau studi, 8)
diskusi panel, 9) perpustakaan jabatan, 10) organisasi profesional, 11)
buletin supervisi, 12) pertemuan guru, 13) lokakarya atau konferensi
kelompok.
Dalam perubahan paradikma bahwa supervisi akademik bukan
semata-mata supervisi yang dilakukan kepala sekolah dalam bentuk
masuk ke kelas, tapi supervisi akademik dapat dilakukan dengan
metode individual atau kelompok dengan bermacam teknik dalam
usaha meningkatkan empat kompetensi guru sebagaimana yang
tertuang dalam Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang kualifikasi
akademik dan kompetensi guru.
Pelaksanaan supervisi akademik diharapkan menggunakan
pendekatan supervisi klinik. Berikut akan dikutip tentang pendekatan
supervisi klinik yang Peneliti ambil dari Direktorat Tenaga
Kependidikan (2008:83) sebagai berikut:
Tahap Pertemuan Awal a. Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan guru
tentang apa saja yang akan diobservasi. 1. Tujuan instruksional umum dan khusus pengajaran 2. Hubungan tujuan pengajaran dengan keseluruhan program
pengajaran yang diimplementasikan. 3. Aktivitas yang akan diobservasi 4. Kemungkinan perubahan formal aktivitas, sistem, dan unsur-
unsur lain berdasarkan persetujuan interaktif antara supervisor dan guru.
5. Deskripsi spesifik butir-butir atau masalah-masalah yang balikannya diinginkan guru.
b. Menetapkan mekanisme atau aturan-aturan observasi meliputi : 1. Waktu (jadwal) observasi
36
2. Lamanya observasi 3. Tempat observasi
c. Menetapkan rencana spesifik untuk melaksanakan observasi meliputi: 1. Dimana supervisor akan duduk selama observasi 2. Akankah supervisor menjelaskan kepada murid-murid
mengenai tujuan observasinya jika demikian, kapan sebelum ataukah setelah pelajaran.
3. Akankah supervisor mencari satu tindakan khusus. 4. Akankah supervisor berinteraksi dengan murid-murid 5. Perlukah adanya material atau persiapan khusus 6. Bagaimanakah supervisor akan mengakhiri observasi
Tahap Observasi Pembelajaran a. Selektive verbatim. Di sini supervisor membuat semacam
rekaman tertulis, yang bisa dibuat dengan a verbatim transcript. Sudah barang tentu tidak semua kejadian verbal harus direkam dan sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada pertemuan awal, hanya kejadian-kejadian tertentu yang harus direkam secara selektif. Transkrip ini bisa ditulis langsung berdasarkan pengamatan dan bisa juga menyalin dari apa yang direkam terlebih dahulu melalui tape recorder.
b. Rekaman observasional berupa a seating chart. Di sini, supervisor mendokumentasikan perilaku-perilaku murid-murid sebagaimana mereka berinteraksi dengan seorang guru selama pengajaran berlangsung. Seluruh kompleksitas perilaku dan interaksi di deskripsikan secara bergambar. Melalui penggunaan a seating chart ini, supervisor bisa mendokumentasikan secara grafis interaksi guru dengan murid-murid dengan murid. Sehingga dengan mudah diketahui apakah guru hanya berinteraksi dengan semua murid atau hanya dengan sebagian murid, apakah semua murid atau hanya sebagian murid yang terlibat proses belajar mengajar.
c. Wide-lens techniques. Di sini supervisor membuat catatan yang lengkap mengenai kejadian-kejadian di kelas dan cerita yang panjang lebar. Teknik ini bisa juga disebut dengan anecdotal record.
d. Checkliss and timeline coding. Di sini supervisor mengobservasi dan mengumpulkan data perilaku belajar mengajar.Perilaku pembelajaran ini sebelumnya telah diklasifikasi atau dikategorikan.
Tahap Pertemuan Balikan Tahap ketiga dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan balikan. Pertemuan balikan dilakukan segera setelah melaksanakan observasi pengajaran, dengan terlebih dahulu dilakukan analisis
37
terhadap hasil observasi. Tujuan utama pertemuan balikan ini adalah ditindaklanjuti apa saja yang dilihat oleh supervisor, sebagai onserver, terhadap proses belajar mengajar. Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini adalah ditekankan pada identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara perilaku guru dan siswa yang direncanakan dan perilaku aktual guru dan siswa, serta membuat keputusan tentang apa dan bagaimana yang seharusnya akan dilakukan sehubungan dengan perbedaan yang ada. Manfaat pertemuan balikan bagi guru; 1) guru bisa diberi penguatan dan kepuasan, sehingga bisa termotivasi dalam kerjanya, 2) isu-isu dalam pengajaran bisa didefinisikan bersama supervisor dan guru dengan tepat, 3) supervisor bila mungkin dan perlu, bisa berupaya mengintervensi secara langsung guru untuk memberikan bantuan didaktis dan bimbingan, 4) guru bisa dilatih dengan teknik ini untuk melakukan supervisi terhadap dirinya sendiri, dan 5) guru bisa diberi pengetahuan tambahan untuk meningkatkan tingkat analisis profesional diri pada masa yang akan datang. Beberapa langkah penting dalam pertemuan balikan; a) Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesannya terhadap pengajaran yang dilakukan, kemudian supervisor berusaha memberikan penguatan, b) menganalisa pencapaian tujuan pengajaran, c) menganalisa target keterampilan dan perhatian utama guru, d) Supervisor menanyakan perasaannya setelah enganalisis target keterampilan dan perhatian utamanya, e) menyimpulkan hasil dari apa yang telah diperolehnya selama proses supervisi klinik, f) mendorong guru untuk merencanakan latihan-latihan berikut sekaligus menetapkan rencana berikutnya. (Sumber: Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008:83)
B. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan analisis hasil kunjungan perpustakaan, Peneliti
menemukan beberapa buku hasil penelitian yang relevan dengan masalah
kepemimpinan kepala sekolah di dalamnya tersirat tentang supervisi
akademik. Merujuk pada beberapa buku hasil penelitian tersebut cukup
memberikan gambaran tentang substansi peran kepala sekolah dalam usaha
meningkatkan kompetensi profesional guru yang sedang diteliti, gambaran
dari hasil penelitian sebagai berikut :
38
1. Taslim. (2007) meneliti tentang “Pelaksanaan Supervisi di SMP Negeri 30
Padang”. Temuan penelitian ini disimpulkan sebagai berikut: 1) Kepala
sekolah belum menyusun program supervisi dan belum melaksanakan
supervisi menurut semestinya, 2) kepala sekolah terkendala untuk
melakukan supervisi disebabkan oleh: (a) kendala psikologis, dan (b)
kendala keterbatasan waktu serta kesibukan, dan 3) kepala sekolah belum
menindaklanjuti hasil temuan supervisi. Dengan kata lain supervisi di
SMP Negeri 30 Padang belum terlaksana secara efektif.
2. Yunelfis (2001) meneliti tentang “Peran Pengawas dalam Upaya
Peningkatan Proses Belajar Mengajar (PBM) Guru di SMU Negeri Kota
Padang”. Fokus penelitian ini pada kualitas pelaksanaan pengawasan
dalam rangka meningkatkan proses belajar mengajar para guru yang
mengakibatkan masih rendahnya kualitas hasil belajar para siswa. Temuan
penelitian menyimpulkan bahwa supervisor memiliki kemampuan
manajerial yang cukup memadai, belum mampu memciptakan suasana
kondusif dalam proses supervisi, anggapan bahwa supervisi identik
dengan pemeriksaan sehingga guru merasa enggan, dan guru belum
merasakan peran supervisi dalam meningkatkan kompetensinya menjadi
guru yang profesional.
3. Akhiyen Nuardi (2006) meneliti tentang “Strategi Kepemimpinan Kepala
MTsN Talaok Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan.” Hasil
temuan penelitiannya menunjukkan bahwa MTsN Talaok ini memiliki
beberapa kekurangan dari segi fasilitas, sarana dan prasarana.
39
Keberhasilan kepala sekolah dalam kepemimpinannya terlihat dari strategi
yang dipakai yaitu: 1) tingkah lakunya yang dapat diteladani, 2)
kebijakannya dalam membuat keputusan, 3) sikapnya yang kooperatif,
4) sifat keramahtamahannya, 5) sikap pengembangan dirinya yang
kontiniu, dan 6) kemampuannya dalam membuat perencanaan.
4. Efendi (2006) meneliti tentang “Kepemimpinan Kepala MTsN Model I
Bukittinggi.” Penelitian ini difokuskan pada peranan kepala sekolah
sebagai EMASLIM. Pola yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang
disarankan Milles dan Huberman, sedangkan informan penelitiannya
meliputi: kepala madrasah, wakil kepala madrasah, guru, dan pegawai tata
usaha. Penelitian menyimpulkan bahwa kepemimpinan kepala MTsN I
Model Bukittinggi dalam melaksanakan perannya terlihat: 1) kepala
sekolah telah memberikan arahan dan bimbingan dalam mengajar, 2)
kepala sekolah telah berupaya mengorganisir, mengkoordinasikan,
menggerakkan bawahan dalam melaksanakan tugas, 3) kepala sekolah
telah berupaya mengelola administrasi sekolah, dan 4) kepala sekolah
telah berupaya melakukan proses membujuk dan mempengaruhi serta
menggerakkan staf dalam melaksanakan tugas.
5. Doni Efendi (2003) Meneliti tentang “Kepemimpinan Kepala SLTP
Pesantren Modern Terpadu Prof. Dr. Hamka Kabupaten Padang
Pariaman.” Fokus penelitian ini pada perilaku kepala sekolah dalam
menjalankan fungsinya sebagai pemimpin (Leader). Temuan penelitian ini
menunjukkan bahwa sekolah memiliki beberapa kelebihan dalam hal
40
fasilitas dan sarana prasarana. Keberhasilan kepala sekolah sebagai ciri
khas kepemimpinannya ditentukan oleh: 1) perilaku yang layak diteladani
bawahannya, 2) kebijakan dalam mengambil keputusan, 3) Bersikap
kooperatif terhadap bawahannya, 4) ramah dalam berkomunikasi, 5) aktif
dalam memandu perilaku dan mengatur kerja serta mengembangkan diri
secara kontinu, dan 6) Kemampuan dalam mengatur rencana,
mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengawasi proses belajar
mengajar.
41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan motode kualitatif, karena penelitian ini
ingin mengungkapkan perilaku aktor-aktor sekolah dalam pengelolaan SMA
Negeri 2 Tilatang Kamang dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Spradley (1980) bahwa penelitian kualitatif lebih
tepat digunakan pada penelitian perilaku/budaya pada situasi sosial. Demikian
pula Williams (1989) menyatakan bahwa penelitian kualitatif lebih sesuai
dipakai untuk memahami makna yang mendasari tingkah laku, untuk
mendeskripsikan latar dan interaksi yang kompleks, dan untuk mengekplorasi
guna mengidentifikasi tipe-tipe informasi baru.
Agustiar Syah Nur (2002:11) menyebutkan “Dalam penyajiannya,
data penelitian yang dikumpulkan akan lebih dominan diungkapkan dalam
bentuk kata-kata atau bersifat naratif, bukan dalam bentuk angka-angka.”
Dari pernyataan tersebut Peneliti menganggap bahwa inilah ciri khas atau
karakteristik dari pendekatan kualitatif dalam sebuah penelitian yang ingin
mengetahui makna dari fenomena menurut si pelaku sendiri. Sedangkan
Sharan B. Merriam (1998:5) mengistilahkan sebagai “umbrella concepts”
terhadap penelitian kualitatif ini dimana mencakup beberapa bentuk dari
proses inkuiri yang membantu memahami dan menjelaskan makna dari
fenomena yang terjadi.
41
42
Penelitian ini mengumpulkan berbagai data dan informasi melalui
observasi, wawancara, dan studi dokumen terhadap fenomena serta makna
yang melatarbelakanginya secara alamiah. Penelitian kualitatif bersifat
deskriptif dan tidak melakukan pengujian hipotesis. Peneliti tidak
memberikan perlakuan dalam penelitian ini dengan arti kata tidak
dikondisikan dan tidak memanipulasi data, dengan demikian sangat tepat
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Direncanakan aspek yang akan diobservasi adalah tentang iklim
sekolah secara umum, kegiatan sekolah secara umum, dan pelaksanaan
supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah. Aktor yang akan
dijadikan informan untuk diwawancarai adalah mulai dari kepala sekolah,
guru, pegawai tata usaha, siswa, komite sekolah, dan bahkan sumber lainnya
yang diharapkan dapat memberikan informasi dan data yang terkait dengan
masalah penelitian. Dokumen yang diharapkan dapat mengungkap data
tentang supervisi akademik kepala sekolah difokuskan pada arsip yang
berkaitan dengan supervisi akademik, mungkin dimiliki oleh wakil kepala
sekolah, kepala sekolah, atau tata usaha.
B. Situasi Sosial Penelitian
1. Tempat masalah itu terjadi ( Place )
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang, berlokasi di
Jorong Pulai Sungai Talang Bukit Lurah Kenagarian Gadut Kecamatan
Tilatang Kamang Kabupaten Agam.
43
2. Adanya Sekumpulan Orang ( Actors )
SMA Negeri 2 Tilatang Kamang saat ini memiliki 39 orang guru, 7 orang
pegawai tata usaha, satu orang kepala sekolah dan satu orang kepala tata
usaha.
3. Adanya Kegiatan ( Activities )
Pada tempat masalah ini terjadi ada kegiatan belajar, kegiatan mengajar,
kegiatan administrasi dan kegiatan lainnya. Dalam rangkaian kegiatan ini
terlihat saling terkait satu sama yang lainnya dan kelihatannya saling
butuh menbutuhkan untuk merealisasikan suatu aktivitas.
4. Adanya Sarana dan Prasarana ( Object )
Dalam komplek SMA Negeri 2 Tilatang Kamang terdapat sarana dan
prasarana, secara umum sarana yang ada adalah multi media, buku, alat
peraga dan lain-lain sedangkan prasarana yang ada adalah antara lain 9
ruang ruang teori, 3 ruang ruang praktek, 4 ruang kantor, 3 ruang ruang
kegiatan dan bermacam ruangan lainnya serta bermacam lapangan.
5. Adanya Bermacam Pekerjaan ( Actions )
Berbagai jenis pekerjaan atau aktifitas yang terlihat adalah mengajar di
kelas, praktek di labor IPA atau komputer, membuat surat-menyurat,
mengontrol jalannya PBM, membersihkan halaman, memeriksa
pekerjaan siswa di kantor
6. Adanya seperangkat kegiatan dengan maksud yang sama ( Event )
Dari bermacam-macam pekerjaan atau kegiatan yang ada di SMA Negeri
2 Tilatang Kamang punya maksud yang sama yaitu menjalankan Visi,
44
Misi, dan tujuan sekolah. Muara dari seluruh kegiatan itu adalah PBM
yang lancar dan prestasi terbaik.
7. Ada Waktu ( Time )
Penelitian ini dilaksakan dalam kurun waktu antara 08 Februari 2010
sampai dengan 31 Maret 2010 walaupun setelah waktu rersebut Peneliti
masih ada keperluan datang menemui informan untuk memastikan data-
data yang diragukan.
8. Adanya Sasaran ( Goal )
Sasaran yang ingin dicapai jika masalah ini diteliti adalah untuk
mengetahui pelaksanaan kegiatan supervisi akademik oleh kepala
sekolah. Juga untuk mengetahui bagaimana kepala sekolah
menindaklanjuti hasil supervisi serta sikap guru terhadap supervisi.
9. Keterlibatan Perasaan ( Feeling )
Munculnya masalah di atas sangat Peneliti rasakan baik dalam
memotivasi diri untuk meningkatkan empat macam kompetensi guru
sesuai dengan Permendiknas no. 16 tahun 2007 maupun dalam
pengembangan diri sebagai guru dan anggota masyarakat yang kualifait.
C. Informan Penelitian
Dalam penelitian ini, informan penelitian terdiri dari berbagai unsur
dimulai dari kepala sekolah sebagai informan kunci dan dimungkinkan
seluruh aktor yang ada di sekolah, mulai dari mendapatkan informasi sampai
pada jawaban pertanyaan untuk memperoleh data sama atau hampir sama
45
antara satu aktor dengan aktor yang lainnya. Menurut Lexy J. Moleong
(2005:132), dalam edisi revisi menyebutkan “informan adalah orang-orang
yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi
latar penelitian.” Teknik yang digunakan adalah “Snowball Sampling” atau
teknik sampling bola salju, informasi diperoleh dengan tujuan mendapatkan
variasi sebanyak-banyaknya dari satu informan ke informan lainya sehingga
makin lama makin lengkap informasi yang diperoleh dan pada akhirnya
jenuh.
Patton (1990:176), “Snowball Sampling” adalah sebuah pendekatan
untuk mendapatkan informasi dari informan kunci dan dilanjutkan dengan
informan-informan lain. Peneliti menetapkan Kepala Sekolah sebagai
informan kunci karena Peneliti berkeyakinan kepala sekolah orang yang
paling banyak memiliki informasi yang dibutuhkan. Berdasarkan
rekomendasi dari informan kunci, pengumpulan informasi dilanjutkan pada
informan lain yang disarankan seperti wakil kepala sekolah, atas saran wakil
kepala sekolah dilanjutkan pada guru-guru yang direkomendasikannya, begitu
seterusnya sampai staf tata usaha, pengawas, komite atau informan lain yang
dapat memberikan data secara lengkap untuk penelitian ini.
Spradley dalam Faisal (1990) menyebutkan orang yang dapat
dijadikan informan sebagai berikut: 1) informan telah cukup lama dan
menyatu dengan aktifitas yang menjadi sasaran penelitian, 2) informan masih
terlibat secara penuh atau aktif pada lingkungan yang menjadi sasaran
penelitian. 3) informan masih mempunyai cukup banyak waktu atau
46
kesempatan untuk diminta informasi. 4) informan mau memberikan data atau
informasi apa adanya.
D. Teknik dan Alat Pengumpul Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan
studi dokumen. Observasi dilakukan dengan alasan: 1) pengalaman secara
langsung, 2) mengamati sendiri, 3) mencatat kejadian, 4) menghindari bias, 5)
dapat langsung memahami situasi yang rumit, dan 6) situasi khusus yang
tidak memungkinkan komunikasi langsung. Sedangkan wawancara
merupakan percakapan yang dilakukan antara si pewawancara dengan yang
diwawancarai yang berisi pertanyaan dan jawaban. Terakhir studi dokumen
yang ada pada wakil kepala sekolah, tata usaha, perpustakaan sekolah dan
lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya masing-masing teknik pengumpulan
data tersebut akan dibicarakan satu-persatu sebagai berikut;
1. Observasi
Dalam penelitian kualitatif, observasi merupakan teknik pengumpulan
data yang utama dan merupakan kekuatan serta salah satu alat yang sangat
penting dalam mengkaji situasi sosial di lapangan. Dengan teknik observasi
akan kelihatan partisipasi seorang peneliti dalam melakukan kegiatan
penelitian. Menurut Spradley (dalam Sugiyono:310) dapat dibedakan lima
bentuk partisipasi peneliti dalam melakukan observasi : 1) tanpa partisipasi
(non participation) di mana peneliti tidak terlibat sama sekali dalam situasi
sosial yang diteliti, 2) partisipasi pasif (passive participation) yaitu peneliti
47
hadir/masuk dalam situasi sosial yang diamati tetapi tidak melakukan
interaksi dengan para aktor yang diteliti, 3) partisipasi moderat (moderate
participation) yaitu peneliti menjaga keseimbangan antara keberadaanya
sebagai orang dalam dan orang luar sebagai peneliti dari situasi sosial yang
diamati, 4) partisiapan aktif (active participation) yaitu peneliti berusaha
melakukan aktifitas yang dilakukan sebagaimana aktifitas yang dilakukan
orang-orang (aktor) yang diteliti serta mempelajari budayanya, 5) partisipasi
penuh (complete participation) yakni Peneliti melakukan aktifitas seperti apa
yang dilakukan orang-orang (aktor) yang diteliti dengan mengikuti
budayanya.
Observasi ini menurut Spradley dilakukan dalam dua tahapan: 1)
observasi grand tour yang merupakan observasi umum dan secara luas, 2)
observasi terfokus atau disebut dengan mini tour. Observasi merupakan salah
satu teknik pengumpulan data yang dianjurkan dalam penelitian kualitatif. Ini
disebabkan karena Peneliti dapat menghayati secara langsung, mencatat
semua peristiwa yang terjadi terhadap objek yang diteliti.
Tahap observasi umum dilakukan saat pertama kali mendatangi lokasi
penelitian terhadap beberapa situasi sosial yang masih bersifat umum dan
luas. Hasil observasi ditulis dalam catatan lapangan memuat apa yang dilihat,
didengar, dialami dan dipikirkan dalam pengumpulan data. Indikator umum
melalui grand tour antara lain mengenai;
48
a. Suasana belajar secara umum di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang.
b. Rutinitas kegiatan umum proses belajar di SMA Negeri 2 Tilatang
Kamang.
c. Obyek fisik yang ada di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang.
d. Kegiatan umum para aktor yang ada di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang.
Observasi umum ini Peneliti lakukan dalam usaha untuk mendapatkan
temuan-temuan secara umum sebagai gambaran untuk mendapatkan temuan
khusus yang sesuai dengan fokus penelitian. Waktu observasi tidak dibatasi
pada jam pelajaran tertentu, bisa saja pada tiap kunjungan lapangan asalkan
data yang diinginkan diperoleh yang mengarah pada tema penelitian.
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu alat pengumpulan data dalam
penelitian kualitatif. Lincoln dan Cuba (dalam Moleong 2009:186)
mengatakan maksud melaksanakan wawancara antara lain: mengkonstruksi
mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan,
kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulatan
demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-
kebulatan sebagai yang diharapkan untuk yang dialami masa yang akan
datang: memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh
dari orang lain, dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi
yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
49
Aspek-aspek wawancara diarahkan pada jawaban dari pertanyaan
penelitian serta hal-hal yang berkaitan dengan tema penelitian. Ruang lingkup
pertanyaan wawancara antara lain adalah;
a. Bagaimana langkah yang dilakukan dalam menyusun program supervisi
akademik
b. Strategi apa yang dilakukan kepala sekolah dalam implementasi kegiatan
supervisi akademik.
c. Apa langkah kepala sekolah dalam menindaklanjuti kegiatan supervisi
akademik.
d. Seperti apa sikap guru terhadap kegiatan supervisi akademik yang
dilakukan oleh kepala sekolah, dan lain-lain.
Kepala sekolah dijadikan subyek kunci dari informan-informan yang
telah direncanakan untuk diwawancarai. Alasannya adalah bahwa kepala
sekolah dianggap orang yang memiliki banyak informasi tentang supervisi
akademik di sekolah itu.
3. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan
(life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen juga bisa
berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Ada
juga dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni berupa gambar,
50
patung, film, dan lain-lain. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
Seperti yang dinyatakan Bogdan (dalam Sugiyono:329) ”in most
tradition of qualitative research, the phrase personal document is used
broadly to refer to any first person narrative produced by an individual which
describes his or her own action, experience and belief”. Hasil penelitian dari
observasi atau wawancara akan lebih kredibel/dapat dipercaya kalau
didukung oleh sejarah pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah, di tempat
kerja, di masyarakat, dan auto biografi. Selanjutnya Bogdan juga menyatakan
publish autobiographies provide a readiley available source of data for the
discerning qualitative research. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel
apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah
ada. Photograps provide strikingly descriptive data, are often used to
understand the subjective and is product are frequetly analyzed inductive.
Tetapi perlu dicermati bahwa tidak semua dokumen memiliki kredibilitas
yang tinggi. Contohnya banyak foto yang tidak mencerminkan keadaan
aslinya, karena foto dibuat untuk kepentingan tertentu. Demikian juga auto
biografi yang ditulis untuk dirinya sendiri sering subjektif.
Sanapiah Faisal (1990) menyebutkan tentang obyek yang diamati
dalam situasi sosial adalah hal yang berhubungan dengan: 1) lokasi atau fisik
tempat suatu situasi berlangsung, 2) manusia-manusia pelaku atau aktor yang
menduduki status atau posisi tertentu, dan 3) kegiatan atau aktifitas para
pelaku pada lokasi atau tempat berlangsungnya situasi sosial. Kegiatan ini
51
sudah dapat dimulai pada saat Peneliti melakukan grand tour, sebab Agustiar
Syah Nur (2002:13) berpendapat bahwa ada tiga bentuk pengamatan yaitu:
“grand tour, mini tour dan selective observation yang berisikan tentang
pengamatan umum, terfokus dan pengamatan yang terseleksi”.
Suatu kelaziman bagi penelitian dengan pendekatan kualitatif
biasanya ada dua sasaran yang ingin dicapai sekaligus dalam waktu yang
bersamaan. Pertama, informasi yang rinci tentang suatu aspek budaya yang
memerlukan penelitian mendalam, dan kedua, pengambaran berbagai tema
budaya secara umum yang akan dipaparkan nanti pada Bab IV. Morris Opler
dalam Spradley (1980;140) menyatakan bahwa kita akan memahami dengan
lebih baik pola budaya dengan mengidentifikasi tema-tema yang muncul
berlulang kali, “… is a postulate or position, declared or implied, and usually
controlling behavior or stimulatingactivity, which is tacitly approved or
openly promoted in a society”(Spraley, 1980:140).
Data yang dikumpulkan dalam studi dokumentasi ini dapat berupa
program supervisi akademik kepala sekolah, jadwal kegiatan supervisi
akademik, cara menginformasikan kegiatan supervisi akademik kepada guru,
program tindak lanjut supervisi akademik, isian instrumen supervisi
akademik, dan lain sebagainya yang sesuai dengan tema atau fokus
penelitian.
52
E. Teknik Penjaminan Keabsahan Data
Hasil penelitian kualitatif dianggap sahih apabila temuan sesuai
dengan kenyataan di lapangan, untuk memberikan jaminan keabsahan data
tersebut perlu dilakukan uji keabsahan data. Miles dan Huberman (1984)
yang sependapat dengan Bryman dalam Agustiar Syah Nur (2002:18) “bahwa
konsep triangulasi berfungsi sebagai pendukung dan penguat temuan yang
ada karena temuan melalui triangulasi sejalan atau setidak-tidaknya tidak
bertentangan dengan temuan terdahulu.” Menurut Lincoln dan Guba dalam
Lexy J. Moleong edisi revisi (2005:327) ada empat kriteria yang digunakan
yaitu : 1) kepercayaan (credibility), 2) keteralihan (transferability), 3)
kebergantungan (dependability), dan 4) kepastian (confirmability). Kemudian
teknik yang digunakan dalam pemeriksaan keabsahan data menurut Moleong
ada bermacam cara yaitu : 1) perpanjangan keikut sertaan, 2) ketekunan atau
keajegan pengamatan, 3) triangulasi, 4) pemeriksaan sejawat melalui diskusi,
5) kecukupan referensi, 6) analisis kasus negatif, 7) pengecekan anggota, 8)
uraian rinci, 9) audit kebergantungan, dan 10) audit kepastian.
Denzin (1978) dalam Lexy J. Moleong edisi revisi (2005:330)
dalam hal teknik penjaminan keabsahan data yang digunakan adalah teknik
triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau
pembanding data itu dengan membedakan empat macam triangulasi sebagai
teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode,
penyidik dan teori.
53
Masing-masing teknik ini maksudnya adalah: 1) Triangulasi
menggunakan sumber adalah membandingkan dan mengecek kembali derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton 1987:331). 2) Triangulasi dengan
metode menurut Patton (1987:329) terdapat dua strategi yaitu : pertama,
pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik
pengumpulan data, kedua, pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber
data dengan metode yang sama. 3) Teknik triangulasi penyidik adalah dengan
cara memanfaatkan Peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan
pengecekan kembali derajat kepercayaan data, dan 4) Triangulasi dengan
teori Patton (1987:327) fakta dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan
satu teori yang dinamakannya penjelasan banding (rival explanation).
Dari empat teknik triangulasi untuk menjamin keabsahan data, Peneliti
cenderung menggunakan teknik triangulasi dengan sumber bahkan kalau
memungkinkan menggunakan keempat macam teknik yang dikemukakan
oleh Patton. Pendapat ini senada dengan pendapat Lexy J. Moleong edisi
revisi (2005:330) yang menyebutkan bahwa “triangulasi yang paling banyak
digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.” Hal ini Peneliti
lakukan dengan cara:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara,
mulai dari data hasil grand tour sampai pada informan akhir dilakukan
perbandingan data yang menyangkut kegiatan supervisi akademik kepala
sekolah sehingga dapat dilihat dan dibandingkan antara data observasi
54
yang dilakukan Peneliti dengan hasil wawancara dengan beberapa
informan.
2. Membandingkan apa yang dikatakan informan kunci dengan yang
dikatakan oleh informan lainnya yang sejawat.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, perbandingan
ini menyangkut tentang pendapat orang tentang situasi penelitian dengan
pernyataan informan kunci selama masa penelitian berlangsung.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif informan dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang yang bukan informan.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan, karena dalam penelitian ini dalam teknik pengumpulan data
selain pengamatan dan wawancara juga menggunakan studi dokumentasi
yang relevan dengan tema penelitian, langkah triangulasi dengan sumber
ini juga dilakukan yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian
sehingga data yang diperoleh benar-benar valid.
Jika temuan-temuan baru melalui triangulasi tidak ditemukan
pertentangan dengan temuan yang telah ada, dapat dikatakan bahwa hasil
penelitian dianggap mempunyai validitas, kredibilitas, dan derajat keabsahan
yang tinggi. Apabila terjadi sebaliknya temuan penelitian melalui triangulasi
terjadi pertentangan kiranya perlu dicari data tambahan, kemudian dianalisis
dengan harapan diperoleh kesimpulan yang baru.
55
F. Teknik Analisis Data
Lexy J. Moleong (2005:287) dalam edisi revisi menemukan tiga
model analisis data yaitu: 1) metode perbandingan tetap yang dikemukakan
oleh Glaser dan Strauss dalam bukunya yang berjudul The Discofery of
Grounded Research, 2) Metode analisis data Spradley dalam bukunya
Participant Observation, dan 3) Model analisis data yang dikemukakan oleh
Miles dan Huberman dalam bukunya yang berjudul Qualitative Data
Analysis.
Berdasarkan tiga model di atas Peneliti cenderung menggunakan
model yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992) dengan langkah-
langkah sebagai berikut: 1) data collection, pada prinsipnya analisis data
sudah dilakukan pada saat melakukan grand tour. Mengenai teknik
pengumpulan data sudah dirancang pada topik terdahulu, 2) data reduction,
langkah ini merupakan proses pemilihan, memfokuskan, mengedit,
menyederhanakan, pengabstrakan, dan merubah data dari catatan lapangan
menjadi informasi. 3) data display, data yang sudah direduksi akan jadi
sekumpulan informasi yang tersusun sehingga dimungkinkan mendapatkan
kesimpulan bahkan mengambil tindakan yang dapat ditayangkan melalui
matrik, bagan atau jaringan. 4) drawing conclusion and verification,
penarikan kesimpulan dan verifikasi ini dilakukan semenjak mulai penelitian
berupa kesimpulan sementara atau awal yang pada gilirannya menjadi
kesimpulan naratif melalui proses verifikasi yang berulang-ulang. writing
56
research report, setelah kesimpulannya final baru ditulis dalam berbentuk
laporan deskriptif yang sudah jadi informasi.
Langkah-langkah analisis data yang dikemukakan oleh Miles &
Huberman, 1992:17 ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data (data collection)
Hasil wawancara, observasi atau studi dokumen di lapangan dicatat dalam
bentuk deskriptif apa adanya, tanpa adanya komentar Peneliti dalam
bentuk catatan-catatan kecil atau field notes. Dari catatan-catatan
deskripsi ini kemudian dibuat catatan refleksi, yaitu catatan yang berisi
komentar, pendapat, atau penafsiran Peneliti atas fenomena yang terjadi
atau yang ditemui di lapangan.
2. Reduksi Data (data reduction)
Langkah ini merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan lapangan. Reduksi data dilakukan kontiniu selama penelitian
berlangsung, dan merupakan wujud analisis yang menajamkan,
mengklasifikasikan, mengarahkan, membuang data yang tidak berkaitan
dengan tujuan penelitian. Kemudian dibuat ringkasan, pengkodean,
penelusuran tema-tema serta membuat catatan kecil yang dirasakan
penting pada kejadian saat itu. Kejadian dan kesan tersebut dipilih hanya
yang berkaitan dengan tema penelitian.
3. Penyajian Data (data display)
57
Pada tahapan ini disajikan data hasil temuan di lapangan dalam bentuk
teks naratif, yaitu uraian verbal tentang tema penelitian. Setelah data
terfokus dan dispesifikasikan, dibuat penyajian data berupa laporan. Tapi
bila data yang disajikan perlu direduksi lagi, maka reduksi data perlu
dilakukan lagi guna mendapatkan data yang lebih sesuai dengan tema
penelitian. Setelah itu data disederhanakan dan disusun secara sistematik
tentang hal-hal yang dapat memberikan gambaran sesuai dengan tema
penelitian.
4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (conclusion and verification)
Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan usaha untuk mencari
makna dari komponen-komponen data yang disajikan dengan mencermati
pola-pola, keteraturan, penjelasan, konfigurasi, dan hubungan sebab
akibat yang diprediksi nantinya menjadi tema budaya dalam penelitian.
Dalam melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi selalu dilakukan
peninjauan terhadap penyajian data dan catatan di lapangan melalui
diskusi dengan teman sejawat atau orang yang memahami tentang
supervisi akademik dan bisa juga melalui arahan dari Pembimbing karya
tulis atau tesis ini.
Nana Sudjana dkk. (2002:66) menyebutkan langkah penelitian
kualitatif meliputi: 1) menetapkan fokus penelitian, 2) pertanyaan penelitian,
3) deduksi teori, 4) metodologi penelitian, 5) pelaksanaan penelitian, 6)
analisis data, dan 7) menulis laporan. James P. Spradley menyebutkan 12
58
langkah penelitiann, Lexy J. Moleong dengan tiga langkah penelitian yaitu
pendahuluan, pengumpulan data, dan analisis serta menulis laporan.
Agustiar Syah Nur (2008) dalam kumpulan materi kuliah metodologi
penelitian “Qualitative research method” menyebutkan langkah-langkah
penelitian kualitatif itu sebagai berikut: 1) menemukan masalah, 2)
merumuskan pertanyaan penelitian, 3) melakukan grand tour, 4) menemukan
informan kunci, 5) melakukan observasi, 6) menentukan fokus observasi, 7)
menetapkan pola-pola penelitian, 8) melakukan triangulasi, 9) mendapatkan
temuan penelitian, dan 10) menulis laporan penelitian.
Mempedomani pendapat di atas, Peneliti cenderung mengikuti teknik
analisis data yang dikemukakan oleh Miles and Huberman (1992) sebagai
berikut:
1. Data collection. Peneliti pengumpulkan data yang berkaitan dengan
pelaksanaan Supervisi Akademik di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang.
2. Data reduction. Ini bahagian dari analisis data. Peneliti menyeleksi
data yang perlu diberi kode dan data yang harus dibuang. Reduksi data
ini terus berlangsung selama kegiatan penelitian.
3. Data Display. Data yang terkumpul dikelompokkan menurut jenisnya
dan dijadikan dasar untul melakukan analisis. Data itu bisa berbentuk
gambar, diagram, rekaman, dan matriks.
4. Drawing Conclusion and Verification. Langkah terakhir dari analisis
adalah mengambil kesimpulan dengan jalan menverifikasi. Verifikasi
59
dilakukan dengan triangulasi data supaya hasil penelitian ini mencapai
tingkat validitas yang tinggi.
Model analisis data yang dikemukakan oleh Miles and Huberman
(1992) ini sering juga disebut komponen analisis data model interaktif. Dalam
prakteknya empat komponen ini saling terkait satu sama lainnya, untuk
jelasnya dapat dilihat seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2: Komponen analisis data (interactive model) Sumber: Miles and Huberman,1994:12
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan/Verifikasi
60
B A B IV HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian dibagi jadi tiga kelompok yaitu: 1) temuan umum
penelitian, 2) temuan khusus penelitian, dan 3) pembahasan. Temuan umum
penelitian mengungkapkan fakta-fakta kondisi sekolah secara menyeluruh tentang
profil SMA Negeri 2 Tilatang Kamang. Temuan khusus penelitian berisi tentang
paparan deskriptif tentang bentuk kegiatan supervisi akademik kepala sekolah di
SMA Negeri 2 Tilatang Kamang, cara kepala sekolah melakukan tindak lanjut
hasil supervisi akademik di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang, dan sikap guru
terhadap supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah di SMA Negeri 2
Tilatang Kamang. Pada bagian pembahasan berisi tentang analisis hasil temuan
umum dan temuan khusus bisa berbentuk deskriptif maupun dalam bentuk hasil
diskusi.
A. Temuan Umum Penelitian
1. Lokasi SMA Negeri 2 Tilatang Kamang
SMA Negeri 2 Tilatang Kamang terletak di Jalan Laiang Km 4
Bukittinggi – Medan Simpang Gadut Jorong Pulai Sungai Talang Bukit
Lurah (PSB), Kenagarian Gadut, Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten
Agam. Sekolah ini berada di jalan jorong lebih kurang 400 meter dari jalan
utama, dan diperkirakan 4 km dari Kota Bukittinggi. Jarak yang tidak
terlalu jauh dengan Kota Bukittinggi menjadi alternatif bagi siswa yang
berada di kawasan Bukittinggi terutama yang tidak diterima di sekolah
negeri dalam kota.
60
61
Akses jalan menuju sekolah ini cukup strategis, tetapi akses
transportasi langsung menuju sekolah agak sulit. Angkutan desa (angdes)
menuju sekolah ini melalui rute melingkar sehingga memakan waktu
menuju sekolah kecuali waktu pagi, alternatif yang diambil adalah dengan
menumpang angdes jurusan Beringin atau Pasar Dama, kemudian jalan
kaki lebih kurang 500 meter menuju lokasi sekolah seperti yang dapat
dilihat pada peta di bawah ini dan foto 1 dan 2 pada lampiran 1.
Gambar 3 Peta Kecamatan Tilatang Kamang.
2. Sejarah Singkat SMA Negeri 2 Tilatang Kamang
Sekolah ini pada awalnya bernama SMA Gadut. Latar belakang
berdirinya dimulai ketika kehadiran Bupati Agam Drs. Aristo Munandar
pada acara Tabligh Akbar yang diselenggarakan di Masjid Taqwa
Ranggomalai, Jorong PGRM Kenagarian Gadut, Kecamatan Tilatang
Kamang. Dalam kesempatan dialog, jamaah masjid mengharapkan adanya
Sekolah Menengah Atas di Kenagarian Gadut dengan alasan dua kali
transportasi ke SMA Negeri 1 Tilatang Kamang.
62
Alasan lain menurut salah seorang pengurus komite sekolah (HD)
dimana dulunya beliau juga sebagai sekretaris panitia pembangunan
sebelum terbentuknya komite sekolah menyebutkan bahwa; “Apabila anak
kemenakan kami tidak dapat diterima di salah satu sekolah negeri di
Bukittinggi, akhirnya mereka masuk sekolah swasta yang biaya sekolah
lebih mahal dan mutunya kami ragukan.”
Dengan bergulirnya reformasi yang melahirkan program otonomi
daerah serta mengimbas pada otonomi dalam bidang pendidikan. Salah
satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Agam
dalam bidang pendidikan adalah membangun unit sekolah baru
diantaranya adalah SMA Negeri Gadut yang merupakan gendongan dari
SMA Negeri 1 Tilatang Kamang di Pekan Kamis.
Peletakan batu pertama pembangunan SMA Gadut dilaksanakan
pada tanggal 5 September 2003 terdiri dari 5 ruang belajar, mushalla, WC
guru dan siswa serta mobiler dengan dukungan dana sepenuhnya dari
Pemerintah Kabupaten Agam sebesar Rp. 390.000.000,-. Pembangunan
tersebut selesai pada bulan Desember 2003. Tahun pelajaran 2002/2003
sekolah ini mulai menerima siswa baru sebanyak 3 rombongan belajar
(rombel) dengan jumlah siswa 124 orang, sedangkan proses pembelajaran
saat itu menumpang di lokal SLTP Negeri 3 Tilatang Kamang di Gadut.
Setelah saran pra sarana lainnya siap, maka pada tanggal 19 April 2004
mulai ditempati untuk proses pembelajaran sebanyak 4 lokal, sedangkan 1
lokal digunakan untuk kantor majlis guru dan tata usaha.
63
Pada bulan Oktober tahun 2003 dimulai pembangunan tahap II
lokal belajar dan kantor tata usaha dan ruang kepala sekolah dengan dana
yang bersumber dari Pemerintah Kabupaten Agam sebanyak Rp.
252.000.000,- dan selesai pada bulan Januari 2004. Bangunan tahap II ini
mulai ditempati pada tanggal 9 Maret 2004.
Kepala sekolah definitif dilantik pada tanggal 8 Oktober 2004,
sehingga SMA Gadut berubah nama menjadi SMA Negeri 2 Tilatang
Kamang. Lokasi sekolah ini merupakan bekas pelabuhan udara di Gadut
yang merupakan tanah ulayat dengan penggantian uang siliah jariah
senilai Rp. 80.000.000,- luas tanah 5560 M2.
SMA Negeri 2 Tilatang Kamang sampai saat ini baru
memiliki 3 orang kepala sekolah. Nama dan masa jabatan pimpinan
sekolah tersebut adalah sebagai berikut:
1) Edi Rahmana, S.Pd. tahun 2004 s.d. 2006
2) Drs. Akmal, M.Pd. tahun 2006 s.d. 2009
3) Miswar Eddy, S.Pd. tahun 2009 s.d. sekarang
3. Struktur Organisasi dan Tata Kerja SMA Negeri 2 Tilatang Kamang
Kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan bahwa struktur
organisasi dan tata kerja yang terpampang pada dinding kantor tata usaha
masih struktur tahun sebelumnya. Peneliti melakukan wawancara dengan
mengajukan beberapa pertanyaan sekaitan dengan struktur dan tata kerja
dengan Kepala Urusan Tata Usaha (YP), kemudian digambarkan seperti
yang tertera di bawah ini.
64
STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA SMA NEGERI 2 TILATANG KAMANG
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Gambar 4 : Struktur Organisasi Dan Tata Kerja SMA Negeri 2 Tilatang Kamang Tahun Pelajaran 2009/2010
Kepala Sekolah Miswar Eddy, S.Pd
Ketua Komite A. Karim, BA
Waka kurikulum Melwaldi, S.Pd.
Ka. Pustaka Ailen Rosananda
Ka. Lab. Fisika Irman Djabar
Waka Kesiswaan Drs. Bujang syaf
Waka Sarana/Humas Hendril, S.Pd.
Kaur TU Yusuf purnama
Staf Rosnini
Ka. Lab. Bio Dra. Herlinda
Ka. Lab. Kimia Drs. Syafrizal
Staf Fauzana amad
Pembina OSIS Hendra, S.Pd.
Staf YusrilWali Kelas
Staf Isnarti
Staf Fopy Lydia
Staf Armeli
Ka. Lab. TIK
Siswa
Guru Mata Pelajaran
Pengembang Kurikulum
65
4. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah
a. Visi Sekolah
Terwujudnya siswa yang cerdas dan kompetitif
b. Misi Sekolah
1. Meningkatkan mutu lulusan..
2. Meningkatkan mutu profesionalisme guru .
3. Meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan.
4. Menerapkan manjemen partisipasif yang bersifat kekeluargaan
dengan melibatkan seluruh warga sekolah
5. Melengkapi sarana prasarana.
c. Tujuan Sekolah
Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
66
5. Fasilitas Pendidikan
Tabel 1: Data Fasilitas Pendidikan per 11 Januari 2010
No Nama Prasarana Ukuran JumlahKondisi
Baik Rusak Sedang
Rusak Berat
1 Ruang Pelajaran / Kelas 9 x 10 m 9 √ - -
2 Ruang Kepsek dan TU 9 x 10 m 1 √ - -
3 Ruang Guru 12 x 10 m - - - -
4 Perpustakaan 12 x 10 m 1 √ - -
5 Laboratorium IPA
Biologi -
Fisika -
Kimia 15 x 10 m 1 √ - -
6 Ruang Keterampilan - - - - -
7 Aula - - - - -
8 Ruang UKS - - - - -
9 Lapangan Olah Raga 28 x 17 m 2 √ - -
10 Kamar Mandi Guru 2 x 2 m 1 √ - -
11 Kamar Mandi Siswa 2 x 3 m 4 √ - -
12 Mushalla 8 x 6 m 1 √ - - Sumber: Data Laporan Triwulan Tata Usaha SMA N 2 Tilatang Kamang
6. Ketenagaan
a. Kepala Sekolah
Kepala SMAN 2 Tilatang Kamang bernama Miswar Eddy, S.Pd.
dimana sebelumnya beliau jadi kepala sekolah di SMAN 1 Tanjung
Raya yang terletak di Kecamatan Maninjau dan ditugaskan ke SMAN
67
2 Tilatang Kamang menggantikan Drs. Akmal, M.Pd. tahun 2009
sampai sekarang.
Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari Kepala Sekolah dibantu
oleh tiga orang wakil yaitu Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum,
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, dan Wakil Kepala Sekolah
Bidang Sarana Prasarana dan Humas. Pelaksanaan ketatausahaan
dibantu oleh beberapa orang staf dibawah koordinasi seorang Kepala
Urusan Tata Usaha.
b. Wakil Kepala Sekolah
Wakil Kepala Sekolah membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan dan
program pelaksanaan kegiatan antara lain; Penyusunan rencana,
pembuatan program kegiatan dan program pelaksanaan,
Pengorganisasian, Pengarahan, Ketenagaan, Pengkoordinasian,
Pengawasan, Penilaian, Identifikasi dan pengumpulan, Penyusunan
Laporan, dan tugas lain yang ditentukan kemudian.
1) Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum bernama Melwaldi,
S.Pd. dimana sebelumnya beliau bertugas di SMAN 2 Koto XI
Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Bapak Melwaldi, S.Pd.
mengampu mata pelajaran Olah Raga.
68
2) Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan
Untuk urusan kesiswaan dijabat oleh Drs. Bujang Syaf, mata
pelajaran yang diampu adalah geografi. Dalam pelaksanaan tugas
mengajar beliau mengajarkan mata pelajaran geografi. Sebelum
bertugas di SMAN 2 Tilatang Kamang, beliau bertugas di SMAN 1
Koto Padang, Kabupaten Rejang Lebong Bengkulu.
3) Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana dan Humas
Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana Prasarana dan Humas adalah
Hendril, S.Pd. guru mata pelajaran ekonomi, sebelum bertugas di
SMAN 2 Tilatang Kamang beliau bertugas di SMAN 1 Tilatang
Kamang, dan sekaligus salah seorang pengurus komite sekolah.
4) Kepala Urusan Tata Usaha
Perpanjangan tangan kepala sekolah untuk urusan tata usaha adalah
Bapak Yusuf Purnama yang bertugas semenjak tahun 2004,
dimana sebelumnya beliau bertugas sebagai Kepala Urusan Tata
Usaha di SMAN 1 Palupuah, kemudian dipindahkan ke SMAN 2
Tilatang Kamang sampai sekarang.
Kegiatan umum Wakil Kepala Sekolah dalam membantu Kepala
Sekolah dalam kegiatan dan program pelaksanaan antara lain:
a. Penyusunan rencana, pembuatan program kegiatan dan program
pelaksanaan
b. Pengorganisasian
69
c. Pengarahan
d. Ketenagaan
e. Pengkoordinasian
f. Pengawasan
g. Penilaian
h. Identifikasi dan pengumpulan
i. Penyusunan Laporan
Wakil Kepala Sekolah di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang membantu
Kepala Sekolah dalam urusan–urusan sbb :
a) Urusan Kurikulum
1. Menyusun program Pengajaran
2. Menyusun pembagian tugas guru dan jadwal pelajaran
3. Menyusun jadwal dan pelaksanaan ulangan umum serta ujian
akhir
4. Menerapkan kreteria persyaratan naik / tidak naik dan kreteria
kelulusan
5. Mengatur jadwal penerimaan buku laporan Penilaian Hasil
Belajar dan STTB
6. Mengkoordinasikan dan mengarahkan penyusunan satuan
pelajaran
7. Menyusun laporan pelaksanaan pengajaran
8. Membina kegiatan MGMP
70
9. Membina kegiatan sanggar PKG/ MGMP/ KKG/ Media
10. Menyusun laporan pendayagunaan sanggar PKG / MGMP /
KKG / Media
11. Melaksanakan pemilihan guru teladan
12. Membina kegiatan lomba – lomba bidang akademis, seperti :
LPKIR, LKIR, IMO,IPHO / TOFI, mengarang dll.
b) Urusan Kesiswaan
1. Menyusun program pembinaan kesiswaan / OSIS
2. Melaksanakan bimbingan, pengarahan dan pengendalian
kegiatan siswa / OSIS dalam rangka menegakkan disiplin dan
tata tertib sekolah serta pemilihan pengurus OSIS
3. Membina pengurus OSIS dalam berorganisasi
4. Menyusun program dan jadwal pembinaan siswa secara
berkala dan insidental
5. Membina dan melaksanakan koordinasi keamanan, kebersihan,
ketertiban, krerindangan, keindahan dan kekeluargaan ( K6)
6. Melaksanakan pemilihan calon siswa teladan dan calon siswa
penerima beasiswa
7. Mengadakan pemilihan siswa untuk mewakili sekolah dalam
kegiatan di luar sekolah
8. Mangatur mutasi siswa
9. Menyusun program kegiatan ekstrakurikuler
71
10. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan kesiswaan secara
berkala
c) Urusan Hubungan Masyarakat ( Humas )
1. Mengatur dan menyelenggarakan hubungan sekolah dengan
orang tua / wali siswa
2. Membina hubungan antar sekolah dengan BP3
3. Membina pengembangan hubungan antar sekolash dengan
lembaga pemerintah, dunia usaha, dan lembaga sosial lainnya
4. Menyusun laporan pelaksanaan hubungan masyarakat secara
berkala
d) Urusan Sarana dan prasarana
1. Menyusun rencana kebutuhan sarana dan prasarana
2. Mengkoordinasikan pendayagunaan sarana dan prasarana
3. Mengelola pembiayaan alat – alat pengajaran
4. Menyusun laporan pelaksanaan urusan sarana dan prasarana
secara berkala
72
c. Tenaga Pendidik
Tabel 2 : Data Guru Tentang Kualifikasi Akademik per 11 Januari 2010
No Kualifikasi Pendidikan Jumlah Prosentase Ket 1 S 2 0 0 % 2 S 1 36 92,31 % 3 D 3 1 2,56 % 4 D 1 2 5,13 %
Total 39 100 % Sumber: Diolah Dari Data Laporan Triwulan Tata Usaha SMA N 2 Tilatang Kamang Tabel 3 : Data Guru Tentang Kualifikasi Akademik terhadap Status Kepegawaian per 11 Januari 2010
No Kualifikasi Akademik Satatus Kepegawaian Jumlah Ket. PNS GTT 1 S 2 0 0 0 2 S 1 27 9 36 3 D III 0 1 1 4 D II 0 0 0 5 D I 0 2 2
Total 27 12 39 Sumber: Diolah Dari Data Laporan Triwulan Tata Usaha SMA N 2 Tilatang Kamang Keterangan: PNS adalah singkatan dari Pegawai Negeri Sipil dan GTT adalah singkatan dari Guru Tidak Tetap.
Tabel 4 : Data Guru Tentang Kualifikasi Akademik terhadap Masa Kerja per 11 Januari 2010
No Kualifikasi Akademik Masa Kerja Jumlah Ket. ≤ 15 th > 15 1 S 2 0 0 0 2 S 1 27 9 36 3 D III 1 0 1 4 D II 0 0 0 5 D I 2 0 2
Total 30 9 39 Sumber: Diolah Dari Data Laporan Triwulan Tata Usaha SMA N 2 Tilatang Kamang
73
Tabel 5 : Data Guru Tentang Kualifikasi Akademik terhadap Usia per 11 Januari 2010
No Kualifikasi Akademik
U s i a Jumlah≤ 24 25 - 40 41 - 50 > 51 1 S 2 0 0 0 0 0 2 S 1 0 15 19 2 36 3 D III 0 1 0 0 1 4 D II 0 0 0 0 0 5 D I 1 1 0 0 2
Total 1 17 19 2 39 Sumber: Diolah Dari Data Laporan Triwulan Tata Usaha SMA N 2 Tilatang Kamang d. Tenaga Kependidikan
Tabel 6 : Data Tenaga Kependidikan per 11 Januari 2010
No Nama Pegawai Status Gol Jenis Tugas
1 YUSUF PURNAMA PNS III/b Kaur TU
2 ROSNINI PNS III/a Bendaharawan Rutin
3 FAUZANNA SAMAD PNS II/ aBendaharawan Komite
4 YUSRIL PNS II/ a Penjaga Sekolah
5 ARMELLI PTT - Operator Komputer
6 ISNARTI PTT - Bag. Kepegawaian
7 FOPI LYDIA DEVI SUDHARTA PTT - Bag. Kesiswaan
Sumber: Data Laporan Triwulan Tata Usaha SMA N 2 Tilatang Kamang
74
e. Rekapitulasi Ketenagaan Berdasarkan Kebutuhan Tabel 7 : Rekapitulasi Ketenagaan Berdasarkan Kebutuhan per 11 Januari 2010
No Mata Pelajaran Jml. Jumlah Guru
Jam Ada Butuh Lebih Kurang KetA Kepala Sekolah 6 1 - - - 1 PPKN 16 1 2 - - 2 Pendidikan Agama 16 1 1 - - 3 Bahasa Indonesia 32 3 2 1 - 4 Sejarah 19 2 1 1 - 5 Bahasa Inggris 32 2 2 - - 6 Pendidikan Jasmani 16 2 2 - - 7 Matematika 40 2 2 1 - 8 IPA - - -
a. Biologi 15 3 2 - - b. Fisika 19 2 2 - - c. Kimia 18 2 2 - - 9 IPS - - - a. Eko / Akuntansi 22 1 2 - 1 b. Sosio / Antro 16 0 1 - 1 c. Geografi 15 2 2 - -
10 TIK 16 0 1 - 1 11 Pendidikan Seni 38 1 2 - 1 12 Bahasa Jepang 16 0 1 - 1
13 Bimbingan Konseling ( BK ) 30 2 2 - -
14 JUMLAH 382 27 29 3 5
15 Guru Honor Sekolah 12 - - -
16 Guru Bantu - - - - 17 Jumlah Total Guru 39 - - - 18 Ka. TU 1 - - - 19 Pegawai Tetap 3 - - - 20 Pegawai Honor 3 - - - 21 Pesuruh Honor - - - - 22 JUMLAH 46 - - -
Sumber: Data Laporan Triwulan Tata Usaha SMAN 2 Tilatang Kamang
75
7. Kesiswaan
Tabel 8: Data siswa per 11 Januari 2010
No KLS Jumlah Rombel L P Jml.
Agama
Islam Protestan Katolik Budha Hindu
1 X 3 36 79 115 √ - - - -
2 XI IPA 1 6 10 16 √ - - - -
3 XI IPS 2 17 39 56 √ - - - -
4 XII IPA 1 10 13 23 √ - - - -
5 XII IPS 1 12 23 35 √ - - - -
JML. 8 81 164 245 Sumber: Data Laporan Triwulan Tata Usaha SMA N 2 Tilatang Kamang
8. Kegiatan Umum Sekolah
Aktifitas sekolah secara umum di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang
pada semester pertama tahun pelajaran 2010/2011 berdasarkan
pengamatan Peneliti dimulai masuk sekolah pukul 7.30 sampai pukul
13.50. Jumlah jam pelajaran per hari 8 jam dan masing-masing
berlangsung selama 45 menit efektif. Jadwal ini berlangsung mulai hari
Senin sampai Sabtu kecuali hari Jum’at hanya berlangsung selama 5 jam
pelajaran.
Pengamatan Peneliti dalam kelas, selama 15 menit jam pertama
kegiatan dimulai dengan tadarus Al’Quran, teknis pelaksanaannya diawali
dengan membaca do’a bersama kemudian siswa secara bergiliran menurut
urut absen membaca ayat suci Al’Quran sebanyak 3 orang, lebih kurang 3
sampai 4 ayat atau sekitar seperempat halaman untuk masing-masingnya.
Bacaan masing-masing siswa disimak oleh siswa yang lain dan guru yang
76
masuk pada jam pertama. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan
oleh WK1 ( HD ) dalam wawancara dengan Peneliti di ruang Wakasek.
Aktivitas pemantauan proses pembelajaran setiap harinya,
dilakukan oleh dua orang guru yang dutunjuk disebut Guru Piket PBM,
guru piket tersebut bertugas mulai dari membunyikan bel masuk,
mengontrol kehadiran guru, mencari solusi jika ada guru yang tidak hadir,
sampai membunyikan bel pulang sekolah. Kegiatan ini dicatat dalam
sebuah buku yang disebut buku piket PBM dan dilaporkan serta
ditandatangani oleh kepala sekolah.
B. Temuan Khusus Penelitian
Sebagaimana dijelaskan pada bahagian terdahulu bahwa tujuan
penelitian adalah untuk mendeskripsikan: 1) bentuk kegiatan supervisi
akademik kepala sekolah, 2) cara kepala sekolah melakukan tindak lajut
terhadap program supervisi akademik, dan 3) sikap guru terhadap supervisi
akademik kepala sekolah.
Dalam paparan berikut ini akan dilaporkan tentang temuan yang
terkait dengan tiga pokok permasalahan di atas sesuai dengan fakta yang ada
di lapangan.
1. Bentuk kegiatan supervisi akademik yang dilaksanakan oleh Kepala
Sekolah
Berdasarkan pengamatan Peneliti ketika datang ke lokasi
penelitian, belum terlihat kepala sekolah melakukan kunjungan kelas
77
dalam rangka pelaksanaan kegiatan supervisi akedemik. Saat itu tanggal 9
Februari 2010 Peneliti memperoleh temuah khusus yang terkait dengan
tema penelitian adalah situasi dimana guru RS bertanya kepada kepala
sekolah tentang cara memprint-out Analisis Hasil Belajar dengan
menggunakan software ANATES. Peristiwa ini tejadi di ruang Tata Usaha
SMA Negeri 2 Tilatang Kamang sekitar pukul 13.10 wib. Ketika itu Bapak
ME menunjukkan pada Guru RS cara memprint-out ANATES.
Sebenarnya kegiatan yang terlihat oleh Peneliti sudah merupakan
supervisi yang bersifat perorangan walaupun tidak direncanakan. Hal ini
sudah merupakan kegiatan yang membantu guru untuk lebih profesional.
Dalam penelitian ini fokusnya adalah supervisi kunjungan kelas yang
dilakukan oleh kepala sekolah yang menjurus pada supervisi mengenai
perencanaan, strategi pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi yang
dilakukan guru dalam kelas.
Sesuai dengan petunjuk dalam panduan supervisi; baik dalam salah
satu uraian tugas dari kepala sekolah, maupun dalam kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah, maka melaksanakan supervisi
merupakan sebuah keharusan. Banyak sekali sasaran yang akan dicapai
dengan melaksanakan supervisi. Melalui supervisi diharapkan akan
ditemukan masalah-masalah yang mungkin saja ditemukan selama proses
pembelajaran berlangsung.
78
Semua permasalahan yang ditemukan bisa bersumber pada kepala
sekolah sebagai pelaku utama, bersumber pada diri guru itu sendiri sebagai
pihak yang disupervisi, bersumber pada perangkat yang tidak tepat sasaran
atau mungkin saja bersumber pada sarana dan prasarana penunjang yang
tidak memadai.
Masalah yang bersumber dari kepala sekolah mungkin saja
diantaranya dalam hal pemahaman konsep dan hakikat tentang supervisi.
Konsep dan hakikat itu dimulai dengan pemahaman tentang tujuan
melaksanakan supervisi sampai kepada teknis pelaksanaan supervisi itu
sendiri. Oleh sebab itu pemahaman tentang panduan pelaksanan supervisi
sangat diperlukan oleh seorang kepala sekolah sebelum melaksanakan
supervisi.
Temuan-temuan masalah itu selanjutnya akan didiskusikan dengan
pihak-pihak terkait. Tingkatan pendiskusian itu bisa dilaksanakan dengan
guru yang bersangkutan atau pada tingkat internal kelompok kerja guru
bidang studi. Bahkan, bila masalah yang ditemukan cukup kompleks,
maka bisa saja dibahas melalui forum, seperti rapat majelis guru atau
melalui lokakarya sekolah dengan melibatkan seluruh komponen sekolah
dan komite sekolah.
Sehubungan dengan pentingnya peranan supervisi terhadap
kelancaran proses pembelajaran di sekolah, maka pada tanggal 9 Februari
2010 Peneliti menemui kepala sekolah. Tujuan menemui Bapak ME
79
adalah untuk menanyakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
pelaksanaan supervisi di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang dan
menyerahkan surat izin melakukan penelitian dari Progran Pascasarjana
dan Pemerintah Daerah Kabupaten Agam.
Peneliti diterima di ruang kepala sekolah, setelah berbincang
sejenak Bapak ME menanyakan maksud dan tujuan kedatangan Peneliti ke
sekolah itu. Sambil menyodorkan surat izin melakukan penelitian yang
terdiri dari dua lembar dari Program Pascasarjana dan dari Kesbanglinmas
Kabupaten Agam, Peneliti mengajukan pertanyaan sebagai berikut;
”Salamoko baa caro apak malakukan supervisi ka guru-guru di sikola wak
ko, Pak?”. Maksudnya adalah, ”Selama ini bagai mana cara Bapak
melaksananakan supervisi di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang ini, Pak?”.
Dengan spontan, Bapak ME menjawab, “Nan ambo lakukan salamoko
baru tahap administrasi. Masih tahap partamu baru. Sudah tu ambo
kamasuak tahap kaduo. Rencana bulan muko, ambo ka masuak kelas lai.”
Maksudnya adalah,
”Yang saya lakukan selama ini baru tahap administrasi. Itu masih tahap pertama. Kemudian akan memasuki tahap kedua. Rencana bulan depan saya akan masuk kelas untuk melaksanakan supervisi lanjutan.” (W1, tanggal 9 Februari 2010)
”Kalau bitu... banyak lo karajonyo masupervisi guru ko yo Pak. Baa sabananyo proses karajonyo tu, Pak?” Maksud pertanyaan peneliti adalah sebagai berikut: ”Kalau begitu, banyak juga prosedurnya kalau kita melaksanakan supervisi ini Pak. Bagai mana sebenarnya proses kerja supevisi ini, Pak?”
80
Selanjutnya Bapak ME menjelaskan:
”Sabananyo ado tigo langkah yaitu: persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut. Persiapan yaitu mamareso seluruh kelengkapan perangkat pembelajaran guru, mulai silabus, analisis materi, program-program sarupo nan ado dalam panduan, sampai ke program evaluasi, jo program remedial bagai. Itu nan harus disiapkan guru dan ambo tekan di awal tahun pembelajaran. Kaduo, baru pelaksanaan. Kapalo sikola masuak ka kelas, mancocokkan salah satu program yang dibuek guru dengan pelaksanaannyo di lapangan. Nan ke tigo, baru evaluasi dan tindak lanjut. Itu sabananyo nan idealnyo.” Maksud penjelasan dari kepala sekolah itu adalah sebagai berikut:
”Sebenarnya ada tiga langkah yang harus dilaksanakan, yaitu: persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut. Tahap persiapan yaitu memeriksa kelengkapan perangkat pembelajaran guru; mulai dari silabus, analisis materi, program-program seperti yang ada dalam panduan, sampai kepada program evaluasi dan program remedial. Itu sebenarnya yang harus disiapkan oleh guru dan saya legalisasi dengan menandatanganinya di awal tahun. Kedua, baru masuk kepada tahap pelaksanaan. Kepala sekolah masuk ke dalam kelas, mencocokkan program yang dibuat dengan realisasinya di kelas. Yang ke tiga, baru masuk kepada tahap tindak lanjut. Itu sebenarnya pelaksanaan supervisi yang ideal.”
(W2, tanggal 9 Februari 2010)
Pertemuan pertama dengan kepala sekolah tersebut membuat
kesan positif bagi Peneliti untuk dapat memperoleh data lebih lengkap
tentang supervisi akademik. Informasi yang disampaikan oleh kepala
sekolah melalui wawancara di atas memberikan keyakinan pada
Peneliti bahwa kepala sekolah memahami proses kegiatan supervisi
akademik. Sebaliknya kesan dari wawancara tersebut seperti dalam
situasi monitoring kepala sekolah. Untuk dipahami sebelumnya
memang Peneliti belum kenal akrab dengan Bapak ME ini.
81
Setelah berbincang agak lama, yang membicarakan kasus siswa
dan kaitannya dengan status Peneliti sebagai anggota komite sekolah.
Peneliti menganggap bahwa pembicaraan tersebut tidak menjurus pada
tema penelitian, maka tidak dituliskan dalam temuan ini. Kepala
sekolah menyampaikan bahwa ia akan masuk kelas untuk mengajar
matematika. Secara bersamaan Peneliti keluar ruang kepala sekolah
dan diperkenalkan dengan Staf tata usaha dan wakil kepala sekolah.
Setelah terjalin keakraban dengan wakil kepala sekolah,
Peneliti mengajukan pertanyaan tetang progran supervisi akademik.
“Pak MW... lai program supervisi akademik, ambo ka mampalajari
tentang hal itu di sikola wak ko ?”. Maksud pertanyaan Peneliti adalah;
“Pak MW... apakah ada program supervisi akademik, saya mau
mempelajari tentang pelaksanaan program supervisi akademik di
sekolah kita ini ?”. Jawaban dari informan adalah; “Program supervisi
akademik untuak tahun ko, alun ado lai pak Wen. Ambo baru
barencana kamanyampaian masalah ko ka Pak ME”. Maksudnya
adalah; Program supervisi akademik untuk tahun ini belum ada pak
Wen. Saya sudah merencanakan untuk membicarakan hal ini dengan
Bapak ME”. (W3, tanggal 9 Februari 2010).
Pembicaraan di atas masih ada lagi, tapi Peneliti dengan
memperhatikan etik dan emik, maka hal tersebut tidak dituliskan
dalam temuan khusus ini. Untuk lebih meyakinkan Peneliti dalam hal
ini, kemudian Peneliti menemui kapala urusan tata usaha, lalu
82
menanyakan “ Pak YP... lai program supervisi akademik dalam
komputer apak. Ambo ingin memahami tantang pelaksanaan supervisi
akademik di sikola awak ko ?” Maksud pertanyaan Peneliti adalah;
“Pak YP... apakah ada program supervisi akademik dalam bentuk
software dalam komputer Bapak. Saya ingin mempelajari dan
memahami tentang pelaksanaan supervisi akademik di sekolah kita
ini?”. Jawaban dari Bapak YP adalah; ndak ado do ambo tentang hal
itu doh, biasonyo masalah yang berkaitan jo program supervisi tu ado
di wakia”. Maksud jawaban dari Bapak YP adalah “Program supervisi
akademik tidak ada dalam komputer saya, biasanya masalah program
supervisi akademik wakil kepala sekolah yang mengurusnya”. (W4,
tanggal 9 Februari 2010).
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah, wakil
kepala sekolah, dan kapala urusan tata usaha pada hari itu, terjadi
informasi yang kontradiktif antara informasi yang disampaikan oleh
kepala sekolah dengan informasi yang disampaikan oleh wakil kepala
sekolah dan kepala urusan tata usaha. Dibalik informasi yang
disampaikan oleh kepala sekolah tergambar bahwa program supervisi
akademik sudah ada tinggal lagi melaksanakannya. Sementara
informasi dari wakil kepala sekolah dan kepala urusan tata usaha,
menyampaikan bahwa program supervisi akademik belum lagi dalam
bentuk tertulis.
83
Menjelang penghujung jam pelajaran terakhir, Peneliti
melakukan pengakraban dengan guru-guru di ruang majelis guru,
sampai bel pulang sekolah. Dalam suasana yang demikian sebahagian
besar dari majelis guru menanyakan tentang apa kegiatan Peneliti di
sekolah tersebut. Peneliti menjawab secara ringkas bahwa ingin
mempelajari tertang pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah.
Kemudian menyampaikan bahwa nanti bila ada kesempatan bapak/ibu
Peneliti akan menanyakan masalah supervisi akademik di sekolah kita
ini. Sekitar pukul 14.15 wib para guru sudah pulang, Penelitipun
meninggalkan lokasi penelitian.
Untuk mengumpul data tentang bentuk kegiatan supervisi
akademik yang dilakukan kepala sekolah, Peneliti mengadakan
wawancara langsung lagi dengan informan kunci (kepala sekolah
sendiri) pada hari Rabu, tanggal 10 Februari 2010 di kantor kepala
sekolah seperti terlihat dalam foto 3 lampiran 1. Setelah Peneliti
menanyakan seperti apa model program kepengawasan akademik di
SMAN 2 Tilatang Kamang, kepala sekolah langsung berdiri dan
menunjuk ke pajangan di dinding, sambil berkata, “Ko kan program
supervisi akademik, mmmhh… tapi ko untuak semester lampau.
Untuak semester kini alun di-print out lae”. Maksud dari jawaban
kepala sekolah itu adalah; “Ini adalah program supervisi akademik,
tapi ini untuk semester yang lalu, untuk semester yang sekarang ini
belum di print lagi” (w5, tanggal 10 Februari 2010).
84
Setelah peneliti melihatnya ternyata yang dimaksud oleh kepala
sekolah tersebut hanyalah jadwal supervisi, “siapa mensupervisi siapa
dan kapan”. Kemudian Peneliti melanjutkan pertanyaan, bukankah itu
hanya jadwal supervisi akademik. Dalam sebuah program biasanya ada
kegiatan yang dilakukan, sasaran, tujuan, indikator keberhasilan dan
lain-lain. Kepala sekolah dengan nada agak tinggi menjawab, “Io,
kalau sabana program supervisi yo memang harus lengkap, ado
dananyo bagai, penanggung jawab kegiatan dan banyak lai nan lain.
Taruih tarang sajo di pak Wen, nan kami kapalo sakolah ko ndak
pernah lo ditatar baa caro mambuek program supervisi nan batua,
petunjuk teknisnyo ndak lo ado doh…”. Maksud dari jawaban kepala
sekolah adalah;
“Ya, kalau program supervisi yang idealnya ya harus lengkap, ada anggaran dana, ada penanggung jawab kegiatan, dan lain sebagainya. Terus terang saja Pak Wen (wen adalah nama panggilan Peneliti), kami Kepala Sekolah ini belum pernah ditatar bagaimana cara membuat program supervisi akademik yang idealnya, petunjuk teknis kegiatan supervisi akademik Kepala Sekolah ini juga belum memiliki atau belum pernah melihatnya”. (W6, tanggal 10 Februari 2010) Pertanyaan Peneliti berikutnya ditujukan pada bentuk
pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah yang pernah dilakukan,
dan hasil rekaman tersebut skripnya adalah sebagai berikut:
“Program supervisi dibuek bana indak bisa dijalankan, ...bilo guru kurang mikro teaching, MGMP ndak jalan mikro teaching, guru akan takuik, tapi kalau guru alah tabiaso mikro teaching, jo kawan sebaya, alah pernah dicaliak kawan sebayo, mako guru akan berani disupervisi. Penilaian yang
85
dilakukan oleh kepala sekolah hasilnyo nol. ...Kalau penilaian terkait jo kepentingan guru, sagalonyo siap tu, perangkat dan lainnyo, pembinaan yang diberikan kepala sekolah terhadap guru kurang, ...penyebab utama supervisi tu ndak terlaksana adolah sosialisasi dan pemahaman konsep supervisi akademik oleh kepala sekolah, tamasuak oleh guru atau penerimaan guru, sabab supervisi tu bukan mancari kesalahan. Paralu usao mampaeloki mainset lamo bahaso supervisi tu bukan mancari kesalahan, pola pikir tu alah tatanam, alah membudaya, jikok ado kadisupervisi oleh kawan se takuik awak no, ...kawan se kamancaliak awak maaja takuik wak dino, grogi wak”. (W6, tanggal 10 Februari 2010).
Maksud dari skrips wawancara di atas adalah; ”Saya buat betul
program supervisi akhirnya tidak akan terlaksana, dan tidak bisa
direalisasikan. ...bila guru kurang mikro teaching, MGMP ndak jalan,
( MGMP maksudnya adalah singkatan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran). Guru akan takut disupervisi, tapi kalau guru sudah terbiasa
mikro teaching dengan teman sebaya dan pernah melihat teman
sedang mengajar, maka guru akan berani untuk disupervisi. Penilaian
yang dilakukan hasilnya nol, ...kalau penilaian terkait dengan
kepentingan guru, biasanya segalanya siap termasuk perangkat
mengajar dan lainnya. Jadi pembinaan yang diberikan kepala sekolah
kepada guru sangat kurang. Penyebab utama supervisi itu kurang
terlaksana dengan baik adalah sosialisasi dan pemahaman konsep
supervisi akademik oleh kepala sekolah, termasuk oleh guru, dan
penerimaan supervisi itu oleh guru, sebab supervisi itu bukan mencari
kesalahan. Perlu usaha untuk memperbaiki maindset lama bahwa
supervisi itu bukan mencari kesalahan, pola pikir seperti itu sudah
86
tertanam dan sudah membudaya. Jika ada supervisi oleh teman saja
sudah takut, teman saja mau melihat kita mengajar sudah takut, grogi
kita”.
Berdasarkan hasil wawancara ini, hal yang terjadi dibalik itu
adalah bahwa kepala sekolah sebenarnya tidak mempunyai program
supervisi akademik yang lengkap, sehingga penjelasan terhadap
pertanyaan Peneliti, cenderung diarahkan pada yang lain, sebab untuk
mengakui informan ini tidak punya program supervisi saja dialihkan
pada cerita yang lainnya.
Pada hari yang sama Peneliti menghubungi wakil kepala sekolah
urusan kurikulum untuk melihat dokumen apa saja yang ada menyangkut
supervisi akademik. Dalam koleksi dokumentasi wakil kepala sekolah
tidak ditemukan satupun dokumen tentang supervisi akademik kecuali
jadwal supervisi akademik, tetapi jadwal itu judulnya Program Supervisi
Kelas tahun yang lampau. Ternyata kepala sekolah tidak memiliki program
supervisi akademik karena alasan tidak ada petunjuk teknis dan tidak
pernah ditatar di bidang itu.
Kepala sekolah mengaku, walaupun program supervisi itu tidak
ada, supervisi akademik oleh kepala sekolah tetap berjalan menurut
jadwal. Peneliti mencoba mengkofirmasi keterangan kepala sekolah
tersebut dengan beberapa orang guru, antara lain G.1 (pada hari Sabtu,
tanggal 06 Maret 2010 seperti pada foto 5 lampiran 1) di ruang majelis
guru SMAN 2 Tilatang Kamang. Informan tersebut memaparkan “Satau
87
ambo kapalo sakolah ndak pernah masuak lokal mansupervisi guru doh.
Kalau pengawas lai, tapi jarang”. Maksud dari informan ini adalah;
“Sepengetahuan saya, kepala sekolah tidak pernah masuk lokal untuk
melakukan sepervisi akademik. Kalau pengawas ada, tapi jarang”. (W7,
tanggal 6 Maret 2010)
Peneliti mencoba menggali informasi dari informan yang lain pada
hari Senin, tanggal 15 Maret 2010 dengan guru G2 dan G3, jawabannya
senada dengan informan sebelumnya. Kemudian seusai sholat Dzuhur di
musholla sekolah pada hari itu juga (15 Maret 2010) Peneliti bersama
sekelompok guru menyampaikan informasi bahwa di sekolah ini tidak
pernah ada supervisi akademik dilakukan oleh kepala sekolah. Peneliti
cukup terkejut mendengar ada guru Matematika Kelas XI.1 (G3) dimana
sebelumnya pernah ditanya, mengatakan bahwa kepala sekolah pernah
masuk ke kelasnya waktu ia sedang mengajar. Kata informan (G3)
tersebut, “Apak tu pernah mancaliak awak maaja. Tapi memang ndak
sampai sudah doh …”. Maksud dari informan G3 itu adalah; “Kepala
sekolah pernah melihat dia sedang mengajar di kelas, tapi tidak sampai
habis jam pelajaran” (W10, tanggal 15 Maret 2010). Karena guru tersebut
tidak ingat tanggal berapa dan hari apa, Peneliti berusaha melakukan cross
check dengan melakukan wawancara dengan siswa kelas XI IS.1(S1)
seperti pada foto 6 lampiran 1. Pengakuannya ,
“Kepala sekolah masuk kelas kami waktu kami belajar matematika. Bapak itu, katanya, juga guru Matematika dan ia ingin melihat cara kami belajar. Bapak itu duduk di bangku guru dan guru matematika melanjutkan pelajaran”.
88
Siswa tersebut melanjutkan “…Nampaknya ibuk grogi kalau ada bapak kepala sekolah di dalam. Sebelum tukar jam pelajaran Bapak itu keluar kelas”. (W11, tanggal 15 Maret 2010) Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci bapak kepala
sekolah, begitu juga dengan hasil wawancara dengan siswa, menyebutkan
bahwa jika kepala sekolah ada dalam ruangan kelas saat guru sedang
mengajar dalam rangka supervisi akademik, diperoleh data bahwa guru
grogi dalam mengajar saat kepala sekolah ada dalam ruang kelas. Jika hal
ini dihubungkan dengan informasi kepala sekolah yang menyebutkan
bahwa guru-guru belum memahami tentang konsep supervisi akademik
benar adanya. Tentang hal ini perlu didalami apakah informasi terkait
supervisi akademik sampai pada guru atau tidak.
Pada hari Minggu tanggal 21 Maret 2010, Peneliti sengaja datang
ke rumah informan G3 setelah ada perjanjian untuk menggali informasi
lebih jauh, apakah ada kepala sekolah menginformasikan bahwa ia akan
mensupervisi guru dan apakah kepala sekolah menggunakan instrument
supervisi. Informan G3 menjelaskan,
“...Apak tu nyelonong se masuaknyo, ndak ado diagiah tahunyo do. Takajuik wak dinyo, kebetulan RPP wak indak lo tabao hari tu. Tapi apak tu ndak ado batanyo RPP do model gaya pengawas. Apak tu ndak ado mambao apo-apo do, dudak se di bangku balakang nyo mancaliak awak maaja”.
Maksudnya adalah; “...Kepala sekolah langsung masuk ke kelas
guru G3 untuk mensupervisi tanpa memberi tahu terlebih dahulu bahwa
beliau akan melakukan supervisi. Guru G3 merasa heran dan agak terkejut
89
atas kedatangan kepala sekolah itu, sebab secara kebetulan perangkat
mengajar guru G3 termasuk RPP tidak terbawa kedalam kelas. Tapi kepala
sekolah tidak ada bertanya tentang RPP seperti gaya pengawas melakukan
supervisi. Bapak kepala sekolah tidak ada membawa apa-apa seperti
instrumen dan lain-lain, kemudian kepala sekolah duduk di bangku
belakang melihat guru G3 mengajar” (W12, tanggal 21 Maret 2010).
Menurut informan tersebut, temannya sesama guru Matematika
yang mengajar di kelas XII juga pernah disupervisi oleh kepala sekolah.
Berdasarkan informasi ini, Peneliti mencoba menggali informasi dari guru
tersebut (Informan G4). Setelah membuat perjanjian, kami bertemu di
perpustakaan sekolah pada jam ke-5 sesudah istirahat (hari Rabu, 24 Maret
2010). Informan G4 mengatakan; “Memang pernah Apak tu masuak ka
lokal awak, tapi semester lampau”, pengakuannya “ sabalun duduak di
balakang, Apak tu batanyo sia anak nan indak hadir”. Maksud pengakuan
informan G4 adalah “Kepala sekolah memang pernah masuk ke lokal
tempat guru G4 sedang mengajar, tapi sudah semester lalu, sebelum kepala
sekolah duduk di belakang beliau bertanya siapa siswa yang tidak hadir”
(W13 tanggal 24 Maret 2010).
Peneliti mengajukan pertanyaan yang sama, apakah ada kepala
sekolah menginformasikan bahwa ia akan mensupervisi guru tersebut ?.
“Bapak tu masuk tanpa pemeberitahuan,ndak ado bawa apo-apo doh.
Sabalun ka lua Apak tu batanyo baa nilai ujian harian anak-anak ?”, kata
informan G4. Maksud dari pernyataan guru ini adalah; Kepala sekolah
90
masuk ke kelas untuk mensupervisi tanpa memberi tahu terlebih dahulu,
sebelum keluar kelas kepala sekolah menanyakan keadaan nilai harian
siswa, (W14 tanggal 24 Maret 2010).
Pertanyaan dilanjutkan; “Apo ado apak tu mambao instrumen
supervisi ka dalam klas wakatu liau mansupervisi tu ?”. Maksudnya
adalah; Apakah ada kepala sekolah ketika masuk kelas melakukan
supervisi itu ada membawa instrumen ?. Informan G4 menjawab; “ndak
ado doh, liau sabanta se nyo di dalam kelas, tu kalua lih”. Maksud
informan adalah; Tidak ada, beliau cuma sebentar di dalam kelas,
kemudian keluar meninggalkan kelas, (W14 tanggal 24 Maret 2010).
Jika dianalisis data yang ada di atas, bahwa kepala sekolah dalam
melakukan kunjungan kelas tidak memberi tahu guru yang bersangkutan.
Secara teoretis proses supervisi kunjungan kelas boleh memberi tahu atau
boleh juga tidak memberi tahu guru, sedangkan persiapan supervisi
minimal ada instrumen supervisi. Dalam kejadian supervisi akademik di
atas ternyata kepala sekolah tidak memberi tahu guru yang akan
disupervisi dan tidak membawa instrumen supervisi kedalam kelas yang
dukunjunginya.
2. Tindak lanjut Supervisi Akademik oleh Kepala Sekolah
Supervisi akademik terhadap guru-guru tidak ditindaklanjuti oleh
kepala sekolah. Tindak lanjut supervisi seharusnya dilaksanakan langsung
setelah pengamatan. Dari hasil wawancara dengan informan G3 (tanggal
91
15 Maret 2010) terlihat jelas tidak ada kegiatan tindak lanjut. “. . .Sudah tu
Apak kapalo sikola ndak ado lo mamanggia awak ka kantua doh, tantu
wak aniang-aniang lo”, demikian tutur informan G3. Maksud pernyataan
itu adalah; “Setelah kepala sekolah masuk kelas mensupervisi, ternyata
beliau tidak ada memanggil atau mengkonfirmasi hasil kehadiran beliau di
dalam kelas pada informan G3, hingga guru yang bersangkutan hanya
diam saja”. Informan G4 juga menjelaskan (Rabu, 24 Maret 2010) bahwa
sehabis supervisi sama sekali tidak ada tindak lanjutnya, “Awak ndak
dibari tahu apo kelemahan dan kekurangan awak dalam maaja”. Kepala
sekolah tidak memberikan feed back atas perilaku guru dalam
pembelajaran walaupun sebenarnya guru membutuhkan itu untuk
meningkatkan kualitas pembelajarannya.
Berdasarkan pernyataan informan G3 dan G4, Peneliti
melakukan triangulasi data pada informan kunci yaitu kepala sekolah
untuk mengetahui apakah ada kepala sekolah melakukan tindak lanjut
setelah melakukan kunjungan kelas, berikut hasil wawancara yang
disampaikan beliau;
“...Jadi kalau dulu tu kapalo sekolah ndak ado masuak lokal doh, memang yo fokusnyo ba a manajemen sekolah, kini ko ado lo jam wajib kapalo sikola masuak kelas, ... dilimpahan bana supervisi akademik ko kadang-kadang ndak manganai sasaran, ndak sadang wakatu di kapalo sikola tu, kadang lah lembur sampai sore ndak bisa jo doh. Untuak mambarikan pembinaan seluruh guru jarang kapalo sikola nan bisa, ndak sadang wakatu...untuak supervisi buliah dianggarkan di RAPBS, kadang banyak lo komentar komite sikola. Ndak bisa lo awak manyalahan satu pihak, guru tu diawasi kapalo sikola, nan kapalo sikola tu sia nan maawasi. Urang nan maawasi kapalo sikola tu nak no pengawas nan mantan
92
kapalo sikolah baa di nyo caro maawasi, ndak tantu dinyo a nan kadiawasi... cukuik maawasi dua tau tiga sekolah...Kalaulah awak baliak ka pelaksanaan supervisi akademik tadi, misalnya dilimpahkan ka guru senior.. kata informan; kadang guru senior ko bana nan baulah...rancaknyo jam wajib kapalo sikola alah tamasuak mansupervisi guru, ndak masuak kelasnyo lai doh...penyebab utama supervisi akademik ko ndak terlaksana apo tu pak ? pertama tidak memahami, kedua tidak ada perencanaan, nan ado jadwal supervisi, program supervisi ndak ado...jadi masalah ko harus dipahami di seluruh kapalo sikola, baa lo ka mambimbiang guru, contoh se mambuek PTK, kapalo sikola se ndak ado mambuak PTK, baa lo manyaruah guru mambuak PTK ?... (W7. Hari Sabtu, tanggal 13 Februari 2010). Maksud dari pembicaraan tersebut adalah “Jadi waktu dulu kepala
sekolah tidak ada masuk lokal untuk melakukan proses belajar mengajar,
sehingga kepala sekolah itu fokus untuk mengelola manajemen sekolah,
kalau sekarang ada jam wajib kepala sekolah untuk mengajar mata
pelajaran yang diampunya. Dilimpahkan wewenang supervisi akademik ini
misalnya pada wakil kepala sekolah bidang kurikulum atau guru senior
kadang tidak terlaksana dan tidak mengenai sasaran, rasanya tidak cukup
waktu bagi kepala sekolah untuk melakukan hal yang demikian, bahkan
sudah lembur sampai sore tidak bisa juga efektif untuk melakukan tindak
lanjut supervisi akademik itu. Untuk memberikan pembinaan pada seluruh
guru yang ada, jarang kepala sekolah yang bisa malakukannya.. rasanya
tidak cukup waktu untuk melakukan hal demikian. ... Untuk mensupervisi
boleh dianggarkan di RAPBS ( maksudnya adalah Rencana Anggaran,
Pendapatan, dan Belanja Sekolah ), kadang banyak pula komentar dari
komite sekolah. Kita tidak bisa menyalahkan satu pihak, guru diawasi oleh
93
kepala sekolah, dan kepala sekolah itu siapa yang mengawasi?. Pengawas
yang mengawasi kepala sekolah hendaknya berasal dari kepala sekolah,
sehingga dia tau apa yang harus diawasi, kalau tidak berasal dari kepala
sekolah dia tidak tau apa yang harus diawasi. Bagusnya pengawas itu
hanya mengawasi tiga sekolah saja. “
Peneliti mengarahkan kembali pertanyaan pada tema dimana
ditanyakan bagaimana kalau dilimpahkan ke guru senior ?. Informan
menjawab “...kadang guru senior itu pula yang membuat masalah,
bagusnya jam wajib kepala sekolah itu sudah termasuk mensupervisi guru-
guru, hingga kepala sekolah tidak lagi mengajar di kelas...Peneliti
menimpali pertanyaan, apa penyebab utama supervisi akademik ini tidak
jalan pak ?. Informan menjawab pertama tidak memahami, kedua tidak ada
perencanaan, yang ada cuma jadwal supervisi, program supervisi tidak
ada. Jadi masalah ini harus dipahami oleh seluruh kepala sekolah,
bagaimana pula kepala sekolah itu akan membimbing guru, contoh saja
membuat PTK (maksudnya adalah singkatan dari Penelitian Tindakan
Kelas), kepala sekolah saja tidak ada membuat PTK, bagaimana pula
caranya kepala sekolah itu menyuruh guru untuk membuat PTK...”. (W7.
Hari Sabtu, tanggal 13 Februari 2010).
Tersirat dibalik hasil wawancara ini bahwa Informan tidak ada
melakukan tindak lanjut supervisi, sehingga pembicaraan dialihkan pada
tema-tema yang kurang berhubungan dengan fokus masalah penelitian
yaitu tentang tindaklanjut kepala sekolah dalam supervisi akademik.
94
Ketika pertanyaan diarahkan untuk mendelegasikan kegiatan supervisi
akademik kepada wakil kepala sekolah atau guru senior agar bisa
dilaksanakan dan ditindaklanjuti, Informan juga berdalih bahwa itu tidak
akan mungkin terlaksana. Disini jelas bahwa kepala sekolah walaupun ada
melakukan kunjungan kelas, tapi tidak melakukan kegiatan tindak lanjut
dengan berbagai alasan seperti dalam kutipan wawancara di atas. Kondisi
ideal yang diharapkan adalah kepala sekolah melakukan supervisi klinis
dengan tahapan dan langkah yang sudah di atur seperti yang digambarkan
pada bab sebelumnya.
3. Sikap guru terhadap supervisi akademik oleh kepala sekolah.
Untuk mengetahui sikap guru terhadap supervisi akademik kepala
sekolah, Peneliti tidak menggunakan skala sikap sebagaimana yang lazim
digunakan dalam penelitian bentuk lainnya, pengungkapan data
dititikberatkan pada teknik observasi dan wawancara.
Peneliti berhasil melakukan pengamatan langsung sewaktu
supervisi akademik kepala sekolah berlangsung pada hari Senin tanggal 29
Maret 2010 di Lokal XI.1 walaupun kepala sekolah hampir tidak pernah
melakukan supervisi akademik selama Peneliti mengumpulkan data.
Peneliti bertemu secara kebetulan dengan kepala sekolah pada hari
Minggu, 28 Maret 2010, selesai sholat zohor di halaman masjid Nurul
Huda Bukit Lurah, Informan kunci menanyakan, “Iyo ka mancaliak ambo
mansupervisi guru juo? Datanglah bisuak. Sudah jam istirahatlah”.
95
Maksud Bapak ME ini adalah; Apakah saudara mau melihat saya
mensupervisi guru, datanglah ke sekolah besok setelah jam istirahat”.
Guru yang disupervisi (G5) lebih duluan masuk ke dalam kelas
dan tidak tahu bahwa kepala sekolah akan mensupervisinya. Menurut
kepala sekolah, “sebaiknya supervisi itu tidak diberi tahu supaya kita dapat
melihat keaslian guru tersebut”. Pendapat ini ada benarnya juga, sebab
dalam melakukan supervisi kunjungan kelas boleh tidak diinformasikan
terlebih dulu, tapi menurut teori supervisi klinis agar tidak terkesan
supervisi akademik ini seolah dirasakan guru memberikan penilaian
terhadap dirinya, sebelum supervisi dilakukan ada kesepakatan terlebih
dahulu antara guru yang akan disupervisi dengan supervisor.
Suasana yang terlihat guru tersebut merasa tidak nyaman dan
terkesan agak tegang. Ia sering mondar mandir ke tempat duduknya seperti
mencari sesuatu. Dan kemudian guru mengajukan pertanyaan pada siswa
yang sebenarnya pertanyaan tersebut sudah diajukannya sebelumnya. Hal
ini menunjukkan bahwa memang betul guru yang disupervisi oleh kepala
sekolah ini merasa grogi, tegang, dan merasa tidak nyaman dalam
penyajian materi pelajaran. Aspek lain yang terlihat menyangkut dengan
supervisor adalah tentang instrumen, yang dibawa ke dalam kelas hanya
satu buah buku lembar seratus dan isinya tidak Peneliti ketahui karena
merasa tidak etis untuk menanyakan pada yang bersangkutan.
Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa orang guru
yang pernah disupervisi pada semester sebelumnya (semester I) dan juga
96
memanfaatkan hasil pengamatan siswa yang menyaksikan langsung guru
yang sedang disupervisi oleh kepala sekolah. Dalam hasil wawancara
dengan beberapa orang siswa kelas XI.1 “...Nampaknya ibuk grogi kalau
ada bapak kepala sekolah di dalam…”. Menurut mereka, “guru tersebut
terlihat agak grogi kalau ada bapak kepala sekolah di dalam”. Data
pengamatan langsung siswa-siswa ini menunjukkan bahwa si guru merasa
tidak nyaman sewaktu disupervisi oleh kepala sekolah. Ketidaknyamanan
ini diperkuat dengan bukti pernyataan guru itu sendiri (Informan G3)
“Apak tu nyelonong se masuaknyo, ndak ado diagiah tahu do. Takajuik
wak dinyo, . . .”. maksudnya; “Bapak itu menyelonong saja masuk, tidak
memberi tau, kaget saya jadinya” Juga ada pernyataan dari Informan G4,
“Bapak tu masuk tanpa pemeberitahuan, tidak bawa apa-apa . . .”.
Maksudnya “Bapak itu masuk tanpa pemberitahuan, tidak membawa apa-
apa”. Sudah pasti guru merasa kaget kalau tiba-tiba disupervisi sedang
mengajar, kepala sekolah masuk ke dalam kelasnya tanpa pemberitahuan
sebelumnya.
Untuk lebih meyakinkan, Peneliti melakukan wancara langsung
(Sabtu 27 Maret 2010) dengan guru-guru yang pernah mengalami
supervisi akademik oleh kepala sekolah. Kepada mereka Peneliti
mengajukan pertanyaan yang sama, “Mana yang lebih Bpk/Ibu senangi;
disupervisi oleh kepala sekolah atau tidak disupervisi?” dan pertanyaan
berikutnya “Kenapa/Kenapa tidak?”. Semua guru yang diwawancarai
memberikan respon yang sama, mereka lebih senang tidak disupervisi oleh
97
kepala sekolah tetapi alasan yang mereka kemukakan berbeda antara satu
dan yang lainnya.
Ada guru yang memberi alasan karena tidak siap, terutama
kesiapan perencanaan pembelajaran, alat dan media serta buku nilai. Ia
bersedia dikunjungi kalau diberi tahu terlebih dahulu. Dengan demikian
guru bisa bersiap-siap sebelum diobservasi. Sangat normal apabila guru
ingin memperlihatkan penampilan terbaiknya di hadapan kepala sekolah.
Pembelajaran di kelas masih belum merupakan implementasi dari RPP
yang dimilikinya. Dalam studi dokumen di ruang wakil kepala sekolah
pada hari Selasa, 09 Maret 2010, Peneliti menemukan dalam buku
pengukuhan perangkat guru, hanya 8 dari 39 orang guru yang memiliki
perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran tersebut belum bisa pula
dipastikan apakah bikinan guru sendiri atau bisa saja hasil copy-paste.
Sementara informan yang lainnya merasa supervisi oleh kepala
sekolah itu tidak bermafaat. Seperti kata informan G4 (Sabtu 27 Maret
2010), “. . .Sudah tu Apak tu ndak ado lo mamanggia awak ka kantua doh,
tantu wak aniang-aniang sen”. Maksud pernyataan ini adalah “Setelah
supervisi, bapak kepala sekolah tidak ada memanggil kekantornya, tentu
saya diam-diam saja”. Ternyata setelah observasi kelas tidak ada
pertemuan balikan untuk mendiskusikan perilaku guru dalam
pembelajaran yang perlu disempurnakan. Guru tidak mendapatkan feed
back dari supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah.
98
Pada hari itu juga Peneliti mewawancarai kepala sekolah sekaitan
dengan sikap guru terhadap supervisi akademik yang dilakukan kepala
sekolah, pertanyaan Peneliti adalah; “Baa sikap guru taadok pelaksanaan
supervisi akademik pak ?. Maksudnya adalah “Bagaimana sikap guru
terhadap pelaksanaan supervisi akademik ini pak ?”. bagian dari
wawancara itu adalah sebagai berikut;
“Nan paralu di ketahui format-format supervisi...inti masalahnyo penilaian...baa nan standarnyo format supervisi ko. Guru itu harus tau jo anak masalah penilaiaan ko, kalau ndak tau wak jo anak nan ambo ndak bisa manilai anak doh, biasonyo guru sajikan, baa bana sikapnyo, misal nyo rajin alah baraja nyo tapi nilai sakitu jo dapek. Kalau di hubungkan ka usaho maningkekkan kompetensi guru dari kapalo sikolah. Jawab informan; guru tu talalu banyak diagiah petunjuk, sahinggo ragu nama nan harus dikarajoan...permasalahan dipulangkan ka guru jo kapalo sikola... (W15 tanggal, 27 Maret 2010).
Petikan wawancara di atas maksudnya adalah; “...yang perlu diketahui
adalah format-format supervisi, sedangkan inti masalahnya
penilaian...Peneliti menimpali pertanyaan, bagaimana yang standarnya format
supervisi ini pak ?“. guru itu harus tahu dengan anak tentang masalah
penilaian ini, kalau kita tidak tahu dengan anak yang saya sendiri tidak bisa
memberikan penilaian terhadap anak... Bagaimana kalau dihubungkan usaha
meningkatkan kompetensi guru dari kepala sekolah pak ?. Informan
menjawab; guru itu terlalu banyak diberi petunjuk, sehingga ragu mana yang
harus dikerjakan, permasalahannya dipulangkan saja pada guru dan kepala
sekolah...”. (W15 tanggal, 27 Maret 2010).
99
Dari beberapa pertanyaan Peneliti dalam wawancara itu, seakan
informan menjawabnya secara diplomatis, sehingga topik pertanyaan yang
jadi sasaran Peneliti agak mengambang. Walaupun demikian dapat dipetik
hasil wawancara itu bahwa permasalahan tanggapan dan sikap guru terhadap
pelaksanaan supervisi akademik ini dipulangkan pada guru itu sendiri.
Tersirat hal yang sebenarnya terjadi adalah informan kurang memahami
tentang masalah sikap guru terhadap supervisi akademik ini, karena
pelaksanaannya bisa dikatakan tidak ada sama sekali, jelas dalam hal ini
tentang sikap guru ini lebih pas didalami pada guru-guru sebagaimana yang
telah dipaparkan di atas.
C. Pembahasan
Setelah mencermati temuan-temuan penelitian di atas, ada beberapa
hal yang perlu dibahas:
1. Bentuk supervisi akademik yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah
Supervisi akademik yang dilaksanakan oleh kepala sekolah
ternyata tidak sesuai standar supervisi akademik. Dalam melaksanakan
supervisi akademik, kepala sekolah sama sekali tidak berpedoman kepada
prinsip-prinsip dan langkah-langkah supervisi. Dalam Permendiknas
Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Kepala
Sekolah/Madrasah dinyatakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki
kepala sekolah adalah kompetensi supervisi. Dimensi Kompetensi
Supervisi itu meliputi: 1) Merencanakan program supervisi akademik
100
dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, 2) Melaksanakan
supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan
teknik supervisi yang tepat, dan 3) Menindaklanjuti hasil supervisi
akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Tidak adanya program supervisi akademik, kepala sekolah berdalih
tidak ada petunjuk teknis dan/atau penataran tentang masalah supervisi.
Alasan tersebut sangat tidak proporsional karena seharusnya sebelum
menjadi seorang kepala sekolah, ia sudah memenuhi standar kompetensi
yang ditetapkan di samping standar kualifikasi. Standar tersebut terdiri dari
: Standar Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, supervisi dan Sosial.
(Permendiknas N0. 13/2007).
Merencanakan program supervisi akademik artinya seorang kepala
sekolah harus menyiapkan program supervisi akademik yang operasional.
Tidak hanya sekedar jadwal pelaksanaan supervisi. Dengan adanya
program, jelas apa yang akan dilakukan kepala sekolah dan apa saja ruang
lingkup yang akan disupervisi. Permendiknas nomor 41 tahun 2006
tentang standar proses dengan jelas menyatakan aspek-aspek yang akan
disupervisi: Perencanaan, Pelaksanaan dan Penilaian pembelajaran.
Dalam pelaksanaan supervisi seharusnya kepala sekolah
melaksanakan supervisi klinis, yang terdiri dari: 1) tahap pertemuan awal,
2) tahap observasi mengajar, dan 3) tahap pertemuan balikan. Pertemuan
awal yang bertujuan membangun hubungan yang harmonis dengan guru
yang akan disupervisi dan menghilangkan rasa takut, grogi dan lain
101
sebagainya. Dengan demikian guru yang akan disupervisi tidak ada beban
sewaktu supervisor masuk ke kelasnya.
Tahap observasi, supervisor harusnya menyepakati aspek apa yang
akan diamati selama proses pembelajaran berlangsung. Tahapan ini
dimanfaatkan untuk mengumpul data. Tujuan utama pengumpulan data
adalah untuk memperoleh informasi yang nantinya akan digunakan untuk
mengadakan tukar pikiran dengan guru setelah observasi aktivitas yang
telah dilakukan di kelas. Di sinilah letak pentingnya instrumen oberservasi
yang bisa digunakan untuk mengobservasi guru mengelola proses
pembelajaran.
Setelah dilakukan trianggulasi teori, Peneliti juga melakukan
pemeriksaan sejawat melalui diskusi agar keabsahan data yang diperoleh
lebih terjamin dengan cara wawancara dengan sumber lain yang sejawat.
Transkrip wawancara tersebut adalah sebagai berikut;
”Penyebab utamo supervisi akademik tu ndak jalan apo pak ?. Ambo kan kapalo sikolah, dilimpahkan wewenang ka wakil, wakil tu ndak jalan jo doh, apo penyebabnyo ndak picayo diri atau ba pak ? ...Ndak duduk konsep supervisi akademik ko ah... guru menganggap bahaso supervisi akademik ko masih mancari kasalahan, kalau seandainyo konsepko matang, bahaso supervisi akademik ko adolah mambantu guru dalam proses belajar mengajar, mungkin guru ko amuah se nyo..Marubah mainset lamo koah payah...Ditanyakan apa kira-kiranya solusi yang dapat dilakukan ? Satiok pertemuan sosialisasikan tantang supervisi akademik ko, kapalo sikolah harus terjun, dan masuk bana ka kelas, duduak di lokal, cari wakatu nan pas mamanggia guru ko, marilah diskusi awak, dima maraso nan kurang atau lamah, diskusi elok-elok... artinyo guru tu terbiasa disupervisi, itulah di pak wen ...mancari guru nan amuh
102
disupervisi dan mancari kapalo sikola nan amuah mansupervisi nan susah”. (Diskusi dengan Bapak J, seorang kepala sekolah di Agam). Pembicaraan tersebut maksudnya adalah; “Apa penyebab utama
supervisi akademik kepala sekolah itu tidak jalan Pak?. Saya ini adalah
kepala sekolah, supervisi akademik ini setelah saya limpahkan ke wakil
kepala sekolah nyatanya tidak jalan sebagaimana mestinya. Peneliti
menimpali dengan pertanyaan; Apa penyebab wakil kepala sekolah tidak
percaya diri untuk melakukan supervisi pada temannya atau bagaimana
Pak?. Penyebabnya adalah konsep supervisi akademik ini yang tidak
dipahami..., guru menganggap bahwa supervisi akademik ini adalah
mencari kesalahan, kalau seandainya konsep ini matang bahwa
sebenarnya supervisi akademik ini adalah membantu guru dalam
perbaikan proses pembelajaran, mungkin semua guru bersedia untuk
disupervisi, susahnya adalah merubah maindset lama ini. Peneliti
menanyakan apa kira-kira solusi yang dapat dilakukan?. Setiap
pertemuan disosialisasikan tentang supervisi akademik, kepala sekolah
harus terjun ke lapangan dan benar-benar masuk kelas, duduk di lokal
dan cari waktu yang pas untuk memanggil guru, diajak berdiskusi dimana
kurang dan lemahnya guru tersebut dalam pembelajaran, diskusi dengan
santai dan akhirnya guru itu terbiasa disupervisi... itulah pak Wen...
mencari guru yang mau disepervisi dan mencari kepala sekolah yang
mau mensupervisi yang sulit”. (Diskusi dengan Bapak J, seorang kepala
sekolah di Agam).
103
Jika dibandingkan diskusi ini dengan temuan khusus, tersirat
bahwa kepala sekolah lalai dalam membuat program supervisi akademik,
dan apabila dilimpahkan wewenang pada yang lain katakanlah itu wakil
kepala sekolah atau guru senior juga terbukti pelaksanaan supervisi ini
tersendat bahkan menurut Bapak J tidak terlaksana sebagaimana
mestinya.
2. Tindak lanjut supervisi akademik
Sehabis melakukan kunjungan kelas, kepala sekolah tidak pernah
melakukan pertemuan balikan (Post-Conference). Pertemuan balikan
adalah fase yang sangat penting dalam supervisi akademik karena tujuan
utama supervisi akademik adalah peningkatan profesionalisme guru.
Pertemuan balikan dilakukan segera setelah melaksanakan observasi
pengajaran, dengan terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap hasil
observasi. Tujuan utama pertemuan balikan ini adalah menindaklanjuti
apa saja yang dilihat oleh supervisor, sebagai observer, terhadap proses
pembelajaran. Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini ditekankan pada
identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara perilaku guru
dan siswa yang direncanakan dan perilaku aktual guru dan siswa serta
membuat keputusan tentang apa dan bagaimana yang seharusnya akan
dilakukan sehubungan dengan perbedaan yang ada. Umpan balik ini harus
deskriptif, spesifik, konkrit, bersifat memotivasi, aktual, dan akurat
104
sehingga betul-betul bermanfaat bagi guru. Pada tahap inilah guru
mendapatkan quality improvement.
Peneliti melakukan diskusi dengan seorang kepala sekolah dan
mantan wakil kepala sekolah dalam usaha untuk memahami cara kepala
sekolah menindaklanjuti kegiatan supervisi akademik, berikut petikan
wawancara tersebut;
“Kata pak J supervisi akademik itu hendaklah menganggarkan dana untuk kegiatannya sebagai motivasi, sakali mansupervisi kawan agiah insentif saratuih ribu misal nyo, salamoko anggaran supervisi kapalo sikolah se nan mamakan, apo salahnyo dibagi ka wakia nan sato mansupervisi. Kato Pak E sarancaknyo dianggarkan dalam RAPBS. Kalau lai supervisi managerial dari pengawas, datang sakali-sakali lo nyo, rancaknyo teman sebaya yang dikaryakan, guru senior yang dikaryakan, atau guru nan dipandang layak, rancaknyo diberdayakan kawan nan ado di dalam. Ditambah penekanan dari kapalo sikola bahaso supervisi ko bukan mancari kasalahan, kalau kapalo sikola ko batahan ampek tahun lalu iko dilaksanakan, mungkin bisa dalam tahun katigo berhasil. Urang nan berwenang naknyo mambuak kontrak karajo, apo target salamo ampek tahun, biasonyo anam bulan kawan baruh alah pindah, maacah perencanaan baru alah dipindahan lo, akhirnyo co kuciang tangah sawah se kecek pak E, rintang kabaragak se baruh ari alah patang. Tibo kapalo sikola nan baru program tu ndak balanjuik tantang supervisi, tapi kalau bangunan a...yo nampak sakali. Pembinaan ka guru tu ah, tu nan baban barek, penyisihan dana untuk supervisi, makonyo disarankan maso wakatu kapalo sikola tu dipertahankan agak sekian tahun, buliah tampak a nan dikarajoannyo, bisa dicaliak a nan dikarajoannyo, manilai a nan dilakukan, dan nan ka ampek tindak lanjut nyo. Di tanyo nan kini ko lai program supervisi di pak J ?, alun ado satu orang guru pun nan barani maminta kapalo sikola untuk mansupervisinyo. (Verstehen; bahwa kepala sekolah tidak ada program supervisi akademik). Masuk sabanta, mancaliak alah ambo lari kalua lih, amuah lo manggigia guru tu, padahal dalam rapek alah ambo sampaian bahaso ambo ndak mancari kasalahan doh. Pak E Menimpali. ...memang tu payah jo marubahnyo tu pak, sabab kalau diawasi itu kan identik jo pekerjaan nan salah, guru tu maraso
105
diawasi maraso salah nyo karajo eh...Pak J melanjutkan...sabalun jadi guru tu awak tantu alah siap tu, nan kadiaja iko...nan kamancaliak ko... setelah awak melaksanakan timbul se mental grogi. Ambo inginnyo, tamat baraja di UNP ko latihan militer dulu, atau Wamil untuak malatiah mental. Rancaknyo LPJ model Wamil bana, kalau ndak ...ndak kasalasai jo doh...” (Diskusi/Trianggulasi dengan Pak J seorang kepala sekolah dan Pak E mantan wakil kepala sekolah di Agam).
Maksud dari pembicaraan tersebut adalah:
“Kata pak J supervisi akademik itu hendaklah menganggarkan
dana untuk kegiatannya sebagai motivasi, wakil kepala sekolah atau
penyelia satu kali melakukan supervisi pada teman sejawat diberi insentif
seratus ribu misalnya. Selama ini anggaran untuk kegiatan supervisi
akademik dinikmati sendiri oleh kepala sekolah, tidak ada salahnya
anggaran supervisi akademik itu dibagi pada wakil atau penyelia yang
ikut melaksanakan supervisi akademik. Bapak E menimpali, sebaiknya
biaya dalam pelaksanaan supervisi ini dianggarkan dalam RAPBS.
(RAPBS adalah singkatan dari rencana anggaran, pendapatan dan belanja
sekolah). Kalau ada supervisi manajerial dari pengawas sekolah
kehadirannya pun jarang, sebaiknya teman sebaya yang dikaryakan, guru
senior atau guru yang dipandang layak untuk membantu kepala sekolah
dalam penyelenggaraan supervisi akademik. Ditambah penekanan dari
kepala sekolah bahwa supervisi akademik bukan mencari kesalahan. Jika
kepala sekolah bertugas di sekolah itu selama empat tahun yang sudah
merencanakan supervisi akademik, kemungkinan dalam tahun ketiga,
pelaksanaan supervisi sudah berhasil. Pihak berwenang hendaknya
106
membuat kontrak kerja tentang target selama empat tahun, ini baru enam
bulan jadi kepala sekolah sudah dipindahkan lagi, kepala sekolah tersebut
baru merancang perencanaan sudah dipindahkan pula. Akhirnya bagaikan
kucing ditengah sawah, baru berencana dan duduk termenung mau
mencari tikus hari pun sudah petang. Kemudian tiba kepala sekolah baru,
rencana atau program kepala sekolah yang lama biasanya tidak
dilanjutkan kecuali berupa pembangunan gedung atau kegiatan fisik
bangunan langsung dilanjutkan. Kata pak J pembinaan pada guru itu
merupakan beban berat bagi kepala sekolah, menyisihkan dana untuk
kegiatan supervisi, makanya disarankan masa tugas seorang kepala
sekolah itu dipertahankan agak sekian tahun, boleh terlihat apa yang bisa
dikerjakannya, bisa dinilai apa yang dikerjakan, dan nanti akan terlihat
tindak lanjut yang dilakukannya. Peneliti menanyakan sekarang apakah
ada program supervisi di sekolah bapak?, Selama ini belum seorang guru
pun yang meminta agar kepala sekolah mensupervisinya, (verstehen dari
jawaban ini bahwa yang bersangkutan tidak memiliki program supervisi
akademik) Saya masuk ke dalam kelas untuk mensupervisi sebentar
kemudian saya keluar, guru yang saya amati itupun menggigil, pada hal
dalam rapat sudah saya sampaikan bahwa supervisi akademik bukan
mencari kesalahan. Bapak E menimpali; memang susah juga merubah
pandangan guru itu pak, sebab kalau diawasi identik dengan melakukan
pekerjaan yang salah, guru bila diawasi merasa salah pekerjaannya dalam
mengajar. Bapak J melanjutkan; sebelum jadi guru seseorang calon guru
107
itu harusnya sudah siap, apa yang mau diajarkan, siapa saja yang akan
melihat, setelah dilakukan muncul saja mental grogi. Saya inginnya
tamatan UNP ini terlebih dahulu masuk wajib militer untuk melatih
mental, dan bagusnya LPJ model wajib militer betul, (LPJ adalah
singkatan dari latihan pra jabatan). (Diskusi/Trianggulasi dengan Pak J
seorang kepala sekolah dan Pak E mantan wakil kepala sekolah di Agam).
Ada beberapa kriteria kunjungan kelas yang baik, yaitu: 1)
memiliki tujuan-tujuan tertentu; 2) mengungkapkan aspek-aspek yang
dapat memperbaiki kemampuan guru; 3) menggunakan instrumen
observasi tertentu untuk mendapatkan daya yang obyektif; 4) terjadi
interaksi antara pembina dan yang dibina sehingga menimbulkan sikap
saling pengertian; 5) pelaksanaan kunjungan kelas tidak menganggu
proses belajar mengajar; 6) pelaksanaannya diikuti dengan program
tindak lanjut.
3. Sikap guru terhadap supervisi akademik kepala sekolah
Dari data yang terkumpul, terlihat guru merasa lebih senang tidak
disupervisi oleh kepala sekolah karena: a) tidak ada pemberitahuan bahwa
ia akan diobservasi sehingga tidak bisa bersiap-siap. Sangat wajar apabila
guru ingin memperlihatkan penampilan terbaiknya di hadapan kepala
sekolah. Seandainya ada pemberitahuan sebelumnya tentu si guru akan
mempersiapkan segalanya agar penampilannya prima. Kalau supervisi
akademik itu dilaksanakan secara mendadak, tanpa aba-aba, tentu guru
tampil apa adanya, akan terlihatlah kelemahan-kelemahan guru. Misalnya,
108
guru tidak memiliki RPP, media/alat pembelajaran, instrumen evaluasi
dan lain-lain, b) tidak ada tindak lanjut setelah supervisi dilakukan.
Dengan demikian guru tidak mendapatkan apa-apa dari supervisi
tersebut. Seandainya ada pertemuan balikan, guru bisa bertanya atau
mendapat informasi apa kelemahan-kelemahannya dalam pembelajaran
yang perlu mendapat perbaikan sehingga di masa yang akan datang
pembelajarannya semakin berkualitas, dan hal ini dikhawatirkan akan
menjadi budaya di sekolah yang bisa saja menjadikan guru apatis
terhadap kegiatan supervisi.
Sasaran yang ingin dicapai sekaligus dalam waktu yang
bersamaan. Pertama, informasi yang rinci tentang suatu aspek budaya
yang memerlukan penelitian mendalam yaitu pelaksanaan supervisi
akademik oleh kepala sekolah, dan kedua, penggambaran berbagai tema
budaya secara umum. Tema budaya secara umum sebenarnya sudah
tergambar sepanjang penulisan tesis ini. Pada bahagian ini Peneliti akan
mengemukakan tema budaya yang memiliki karakteristik yang berbeda
dengan kondisi ideal, namun bentuk budaya itu sudah menjadi kebiasaan
yang terjadi berulang-ulang dalam kehidupan sekolah.
a. Kepala sekolah dapat masuk ke dalam kelas waktu guru sedang
melaksanakan pembelajaran tanpa ada transaksi sebelumnya dan itu
disebutnya dengan supervisi akademik. Dengan hanya satu kali
kunjungan saja, kepala sekolah sudah memberikan nilai permanen
bagi perfoma guru. Guru yang disupervisi secara dadakan merasa
109
kurang nyaman sehingga, apa yang dilihat pada saat itu bukanlah
kinerja guru yang sesungguhnya.
b. Guru merasa kurang nyaman disupervisi karena mereka beranggapan
bahwa supervisi akademik itu hanyalah mencari-cari kelemahan dan
kesalahan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini sangat
beralasan karena setiap selesai supervisi, guru tidak mendapatkan
pembinaan dari kepala sekolah sebagai umpan balik dari supervisi.
Yang ada hanya kepala sekolah membacakan daftar “kekeliruan”
guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Ini sering disampaikan kepala
sekolah pada waktu rapat dewan guru.
Supervisi di kelas oleh kepala sekolah merupakan jembatan
komunikasi antara guru dan pimpinannya. Oleh karena itu, sudah
seharusnya frekuensi pelaksanaan supervisi ini untuk selalu
ditingkatkan atau bahkan dimaksimalkan, (Mukhtar dkk. Dalam buku
Orientasi Baru Supervisi Pendidikan:2009:89). Berdasarkan pendapat
ini, Peneliti berpikir bahwa selama ini sudah membudaya di sekolah
ini bahwa supervisi akademik merupakan faktor yang kurang penting
dalam manajemen pendidikan. Padahal mutu pendidikan akan
dihasilkan oleh guru yang ahli dalam pembelajaran, dan guru yang
ahli dalam pembelajaran akan dihasilkan oleh kepala sekolah yang
piawai dalam membina guru-gurunya, sedangkan kepala sekolah yang
piawai memiliki kualifikasi, kompetensi, serta memahami tugas pokok
dan fungsi sebagai supervisor.
110
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. SIMPULAN
Mengingat pentingnya kegiatan supervisi akademik di SMA Negeri
2 Tilatang Kamang dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, baik
kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional dalam salah satu usaha untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Dibutuhkan pula kemampuan kepala sekolah dalam
merealisasikan program supervisi akademik yang terencana sesuai dengan
standar supervisi yang ditetapkan.
Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang kegiatan
supervisi akademik ini sudah banyak diterbitkan, baik dari Direktorat
Tenaga Kependidikan, Dirjen PMPTK Kementrian Pendidikan Nasional,
maupun dari Lembaga Penerbitan Buku yang ada di pasaran. Informan
menyatakan bahwa ia tidak mempunyai juklak dan juknis atau tidak
pernah penataran tentang supervisi akademik.
Berdasarkan hasil analisis pengolahan data, baik yang bersumber
dari hasil observasi, hasil wawancara, maupun hasil studi dokumen, tidak
ditemukan program supervisi akademik di SMA Negeri 2 Tilatang
Kamang. Dalam situasi insidentil dalam hal ini adanya kegiatan penelitian,
Kepala Sekolah memaksakan diri untuk melakukan supervisi akademik
walaupun tanpa pedoman, program, atau instrumen supervisi akademik
ideal.
110
111
Dari temuan penelitian baik temuan umum maupun temuan khusus
setelah dianalisis bisa disimpulkan bahwa:
1. Pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah di SMAN 2 Tilatang
Kamang belum terlaksana sesuai dengan standar supervisi.
Bentuk pelaksanaan supervisi akademik yang dilakukan oleh
kepala sekolah hanyalah supervisi kunjungan kelas, dan itu dilakukan
hanya satu kali. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil studi dokumen,
wawancara, dan observasi Peneliti yang dilakukan di sekolah itu
cukup lama serta didukung dengan pernyataan informan yang diyakini
kebenarannya. Sedangkan teknik supervisi akademik ini ada
bermacam cara yang dapat dilakukan kepala sekolah, bukan hanya
kunjungan kelas saja.
Metode supervisi akademik bisa bersifat individual atau
kelompok yang masing-masingnya mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Sedangkan teknik supervisi akademik individual adalah;
1) kunjungan kelas, 2) observasi kelas, 3) pertemuan individual, 4)
kunjungan antar kelas, dan 5) menilai diri sendiri.
Sasaran akhir supervisi akademik adalah memperbaiki empat
kompetensi guru, maka teknik supervisi kelompok juga dapat
dilakukan oleh supervisor. Menurut Gwynn dalam Metode dan Teknik
Supervisi yang diterbitkan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan
2008;26 menyebutkan ada tiga belas teknik supervisi kelompok; 1)
pembentukan kepanitiaan-kepanitian di sekolah, 2) kerja kelompok, 3)
112
laboratorium kurikulum, 4) baca terpimpin, 5) demonstrasi
pembelajaran, 6) darmawisata, 7) melanjutkan kuliah atau studi, 8)
diskusi panel, 9) perpustakaan jabatan, 10) organisasi profesional, 11)
buletin supervisi, 12) pertemuan guru, 13) lokakarya atau konferensi
kelompok.
Kepala sekolah belum memiliki jadwal supervisi akademik
serta kelengkapan instrumen supervisi sebagai alat untuk
membandingkan apa yang sudah dan belum dilakukan guru dalam
penyajian materi pelajaran di dalam kelas. Dibalik semua ini pada
prinsipnya menurut Peneliti adalah kepala sekolah tidak mau, tidak
tahu, dan tidak ada waktu untuk supervisi akademik di SMA Negeri 2
Tilatang Kamang.
2. Kepala sekolah belum menindaklanjuti hasil supervisi kunjungan kelas
berupa pertemuan balikan (post-conference) sehingga tidak ada
pembinaan/peningkatan keprofesinalan guru secara berkelanjutan.
Secara teoretis supervisi akademik dengan menggunakan
teknik kunjungan kelas membutuhkan tahapan persiapan. Pada tahap
ini, supervisor merencanakan waktu, sasaran, dan cara mengobservasi
selama kunjungan kelas. kemudian tahap pengamatan selama
kunjungan. Pada tahap ini, supervisor mengamati jalannya proses
pembelajaran berlangsung. dan tahap akhir kunjungan. Pada tahap ini,
supervisor bersama guru mengadakan perjanjian untuk membicarakan
113
hasil-hasil observasi, sedangkan tahap terakhir adalah tahap tindak
lanjut.
Berdasarkan hasil analisis, kepala sekolah hanyalah melakukan
observasi guru sedang mengajar, tapi tidak pula memenuhi syarat
dalam pelaksanaan observasi kelas, sebab teknik observasi kelas
membutuhkan minimal daftar evaluative check-list atau activity check-
list dalam pelaksanaannya. Jadi walaupun ada supervisi akademik
berupa kunjungan kelas, tapi tidak ada balikan terhadap guru dapat
dikatakan kegiatan itu hanya sia-sia belaka. Dibalik semua ini pada
prinsipnya menurut Peneliti juga sama dengan hal di atas adalah kepala
sekolah tidak mau, tidak tahu, dan tidak ada waktu untuk supervisi
akademik di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang.
3. Guru merasa grogi disupervisi oleh kepala sekolah, karena tujuan dan
fungsi supervisi akademik belum dipahami guru .
Temuan khusus penelitian berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa informan, ternyata guru merasa grogi disupervisi oleh
kepala sekolah, sebab penyelenggaraan supervisi akademik tidak
diberitahukan terlebih dahulu sehingga dampak dari kegiatan supervisi
itu tidak dirasakan oleh guru dalam meningkatkan teknik
pembelajarannya di kelas. Hal ini tentu disebabkan selama ada
kegiatan supervisi oleh kepala sekolah, balikan terhadap guru yang
disupervisi tidak ada. Disini terindikasi bahwa pemahaman guru dan
114
kepala sekolah terhadap konsep dan teknik supervisi masih rendah
hingga penerapannya sulit dilakukan oleh kedua belah pihak.
Dalam teknik supervisi modern diharapkan adanya
kesepakatan bersama antara supervisor dengan yang akan disupervisi
tentang aspek-aspek yang akan diperbaiki. Supervisor bukan hanya
menyelonong masuk kelas, dan memperlihatkan situasi antara atasan
dan bawahan, sehingga tujuan bersama dari supervisi akan jadi salah
pengertian bahkan mungkin bisa jadi salah arah atau juga dapat
menimbulkan presenden negatif antara kepala sekolah dengan guru.
B. IMPLIKASI
Tidak terlaksananya supervisi akademik dengan baik di SMAN 2
Tilatang Kamang karena lemahnya kemampuan kepala sekolah pada
Kompetensi Supervisi. Oleh sebab itu, guru kehilangan kesempatan untuk
mendapatkan pembinaan dan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
Sulit kita mengharapkan peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas
guru-guru apabila kegiatan supervisi akademik tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
Sebagai tindak lanjut dari beberapa hal yang terkandung dalam
temuan penelitian di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang, dibutuhkan
peninjauan ulang terhadap program-program sekolah termasuk program
supervisi akademik dengan cara melakukan evaluasi diri sekolah secara
menyeluruh. Diharapkan para pemangku kepentingan termasuk komite
115
sekolah yang membidangi masalah pendidikan dapat memberikan
masukan, saran dan lain sebagainya secara umum, khususnya masalah
peningkatan mutu pendidikan.
Pada pihak terkait lainnya hendaknya dapat mengambil kebijakan
sekaitan dengan peningkatan kompetensi guru melalui jalur supervisi
akademik. Peneliti dalam hal ini juga sebagai anggota komite sekolah,
dapat mencarikan materi yang berkaitan dengan supervisi akademik agar
kepala sekolah bisa membaca, memahami, dan mengimplementasikan
program supervisi di sekolah yang dipimpinnya. Wacana lain adalah pihak
berwenang melakukan peninjauan ulang terhadap kompetensi yang
dimiliki kepala sekolah, kemudian memberikan pembinaan secara intensif
agar pemenuhan kompetensi supervisi dimiliki oleh kepala sekolah.
C. SARAN
Berdasarkan temuan, analisis, dan implikasi penelitian ini dapat
bermanfaat, Peneliti menyarankan kepada :
1. Kepala SMAN 2 Tilatang Kamang
a. Pelaksanaan Supervisi Akademik
Pada awal tahun pelajaran menyusun dokumen program supervisi
akademik dengan mempedomani petunjuk pelaksanaan yang
terbaru. Supervisi akademik kepala sekolah pada prinsipnya adalah
membina guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran,
maka isi program supervisi akademik itu memuat tentang; 1) latar
116
belakang, 2) tujuan, 3) ruang lingkup supervisi, 4) instrumen, 5)
jadwal masing-masing guru, dan 6) petugas supervisi. Setelah
dokumen supervisi akademik tersusun, lalu disosialisasikan pada
seluruh warga sekolah terutama para guru. Pendekatan yang
digunakan dalam pelaksanaan supervisi akademik ini adalah model
klinis yang dilakukan dalam bentuk kunjungan kelas.
b. Tindak Lanjut Hasil Supervisi Akademik
Setelah perencanaan dan pelaksanaan supervisi akademik, hal yang
harus dilakukan adalah menganalisis hasil supervisi tersebut.
Tindak lanjut hasil supervisi ini kegiatannya berupa; 1) Pemberian
penguatan dan penghargaan pada guru yang telah memenuhi
standar, 2) teguran yang bersifat mendidik pada guru yang belum
memenuhi standar, 3) memberi kesempatan pada guru untuk
mengikuti pelatihan, dan atau 4) menyelenggarakan sendiri
pelatihan dalam pemenuhan kompetensi guru.
c. Memahami Kepribadian Guru
Agar tercipta suasana yang kondusif dalam kegiatan supervisi
akademik, kepala sekolah hendaklah memahami beberapa faktor
tentang kepribadian guru. Faktor kepribadian guru yang perlu
diperhatikan adalah; 1) kebutuhan, 2) minat, 3) bakat, 4)
temperamen, 5) sikap, dan 6) sifat-sifat somatik guru.
117
2. Guru-guru di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang.
Mempelajari dan memahami konsep, tujuan, fungsi, dan ruang lingkup
supervisi akademik. Maksudnya adalah agar para guru tidak keliru
dalam mamaknai pelaksanaan supervisi akademik yang dilakukan oleh
kepala sekolah. Maka para guru hendaklah berani membuka diri bahwa
perlu dan dibutuhkan serta menerima pembaruan atau perubahan
dalam peningkatan proses pembelajaran di kelas secara berkelanjutan.
Jika guru sudah memahami tujuan dan fungsi supervisi akademik
kepala sekolah ini, rasa grogi, takut disupervisi, rasa tidak
membutuhkan supervisi akademik, atau perasaan dinilai oleh kepala
sekolah bisa dihilangkan sehingga berubah supervisi akademik kepala
sekolah menjadi kebutuhan.
3. Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Agama/Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Agam dalam melakukan
rekruitmen kepala sekolah agar mempertimbangkan kompetensi kepala
sekolah sebagai salah satu persyaratan penting.
4. Kepada Dinas Pendidikan/Pengawas Sekolah Kabupaten Agam
diharapkan melakukan penilaian kinerja kepala sekolah dan melakukan
pembinaan bagi kepala sekolah yang kinerjanya dibawah rata-rata.
118
DAFTAR RUJUKAN
Agustiar Syah Nur. 2002. Kredibilitas Penghulu dalam Kepemimpinan Adat Minangkabau. Bandung: Lubuk Agung.
_______________. 2008. Qualitative Research Method. (kumpulan materi kuliah tidak dipublikasikan). Padang: PPs UNP.
_______________. 2007. Pemahaman Awal Metode Penelitian. (makalah STIKes Ceria Buana, tidak dipublikasikan). Lubuk Basung: STIKes Ceria Buana.
Akhmad Sudrajat,. 2008. Peran Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru. (Blog akhmadsudrajat’s: diakses tanggal 04 Nopember 2008 pukul 01:01:51).
Bogdan, R.C dan Biklen, SK 1982. Qualitative Research For Education. An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon.
Bogdan, R.C dan Taylor Steven J, 1975. Kualitatif : Dasar-dasar Penelitian. Terjemahan A. Khozin Afandi. Surabaya: Usaha Nasional.
Daresh, John C. 1989. Supervision as a proactive process, New York: Longman
Dedi Supriadi. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Departemen Pendidikan Nasioanl. 2003. Kebijakan Nasional Tentang Akreditasi Sekolah. Jakarta: Badan Akreditasi Sekolah Nasional.
_________. 2003. Undang Undang Sistim Pendidikan Nasional. Jakarta: Dicetak oleh Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depdiknas.
_________. 2005. Undang Undang Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
_________. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 tahun 2009.
Direktorat Tenaga Kependidikan. 2008. Metode dan Teknik Supervisi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
E. Mulyasa. 2005. Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2007. Kamus. Ed. 3, cet. 4. Jakarta: Balai Pustaka.
119
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0296/U/1996, tentang landasan penilaian kinerja kepala sekolah
Khalid Efendi. 2008. “Pelayanan Pendidikan Anak Autis di Kota Bukittinggi; Studi Kasus Pelayanan Pendidikan Anak Autis Pada Sekolah Dasar Inklusi”. Tesis tidak diterbitkan. Padang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
Kisbiyanto. 2008. Bunga Rampai Penelitian Manajemen Pendidikan. Semarang: RaSAIL Media Group.
Lexi J. Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Maximo is the Best of Learning. 2008. Standarisasi Kompetensi Guru. (Blog Archive: Diakses tanggal 04 Nopember 2008 pukul 01:11:04).
Merriam, Sharan B. 1998. Qualitative Research and Case Study Application in Education. San Francisco: Joosey-Bass Publisher.
Miles, Methew B. and Huberman, A. Michel. 1992. Qualitative Data Analysis. Beverly Hills: Sage Publications.
Mukhtar, dkk.2009. Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.
Nana Sudjana dan Awal Kusumah. 2002. Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Patton, Michael Quinn. 1990. Qualitative Evaluation and Research Methods. USA: Sage Publication, Inc.
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional. Nomor 13 tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
___________. Nomor 16 tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Peraturan Pemerintah RI. Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Program Pascasarjana. 2009. Buku Panduan Penulisan Tesis dan Disertasi Program Pascasarjana. Padang: PPs UNP.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. 1978. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta: PN. Balai Pustaka.
120
Sanapiah Faisal. 1990. Penelitian Kualitatif : Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh.
Spradley, James. P. 1980. Participant Observation. New York: Holt Rinehart and Winston, Inc.
Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta: Adi Cita.
Siyakwazi, B.J & Siyakwazi. P.D. 1999. Strategies in Teaching And Learning.
Harare: SAPES Books
Wahyudi. 2009. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar (Learning Organization). Bandung: Alfabeta.
William, David. 1989. Naturalistic Inquiry. (alih bahasa Lexy J. Moleong).
Surakarta: PPs. IKIP Surakarta. Zamroni. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta;
Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah
121
Lampiran : 1
FOTO-FOTO
Foto 1: Lokasi Penelitiandi SMA Negeri 2 Tilatang Kamang
Foto 2: Lokasi Penelitian di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang
122
Foto 3: Wawancara dengan Kepala SMAN 2 Tilatang Kamang
Foto 4: Wawancara dengan guru SMAN 2 Tilatang Kamang
123
Foto 5: Wawancara dengan guru-guru SMAN 2 Tilatang Kamang
Foto 6: Wawancara dengan Wakil Kepala SMAN 2 Tilatang Kamang
124
Foto 7: Wawancara dengan Siswa SMAN 2 Tilatang Kamang
Foto 8: Studi Dokumen di Kantor Wakil Kepala SMAN 2 Tilatang Kamang
125
Foto 9: Guru Matematika sedang disupervisi oleh Kepala Sekolah
Foto 10: Penulis sedang mereduksi data penelitian
126
Lampiran : 2
DAFTAR PEDOMAN CATATAN LAPANGAN
A. Kegiatan “grand tour” yang dimulai pada bulan Mai dan Juni
2009 dalam usaha menetapkan situasi sosial penelitian
1. Menetapkan lokasi atau tempat masalah terjadi
2. Mengobservasi aktor-aktor yang ada di lokasi penelitian
3. Mengamati aktifitas aktor-aktor yang ada dalam lokasi
penelitian
4. Mengamati objek yang ada di lokasi penelitian
5. Melihat bermacam aktifitas yang dilakukan oleh masing-
masing aktor yang mungkin nantinya dijadikan informan dalam
penelitian
6. Melihat tema budaya sebagai ivent yang berulangkali dilakukan
oleh aktor yang ada untuk tujuan yang sama
7. Adanya rentang waktu yang direncanakan dalam penelitian
nantinya, dalam hal ini sesuai dengan surat izin melakukan
penelitian.
127
B. Observasi
1. Observasi lokasi sekolah tempat penelitian
2. Observasi kegiatan sekolah secara umum
3. Observasi kelas tentang kegiatan supervisi akademik kepala
sekolah.
C. Wawancara
1. Wawancara tentang struktur organisasi dan tata kerja SMA
Negeri 2 Tilatang Kamang (YP)
2. Wawancara tentang data kepala sekolah (WK2)
3. Wawancara tentang data wakil kepala sekolah (WK2)
4. Reduksi hasil observasi tentang kegiatan sekolah secara umum
di kelas (WK1) atau HD
5. Wawancara 1, tanggal 9 Februari 2010 tentang pelaksanaan
supervisi di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang dengan kepala
sekolah (ME)
6. Wawancara 2, tanggal 9 Februari 2010 tentang proses kerja
supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah (ME)
128
7. Wawancara 3, tanggal 9 Februari 2010 tentang program tertulis
supervisi akademik dengan WK2 (MW)
8. Wawancara 4, tanggal 9 Februari 2010 tentang program
supervisi di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang dengan KTU (YP)
9. Wawancara 5, tanggal 10 Februari 2010 tentang program
supervisi akademik kepala sekolah (ME)
10. Wawancara 6, tanggal 10 Februari 2010 tentang konfrontasi
program supervisi akademik yang tidak lengkap (ME)
11. Wawancara 7, tanggal 06 Maret 2010 tentang pernyataan
kepala sekolah bahwa program supervisi akademik yang tidak
ada, tapi program supervisi masih tetap berjalan dalah hal ini
pernyataan informan adalah “Sepengetahuan saya kepala
sekolah tidak pernah masuk lokal untuk mensupervisi” (G1)
12. Wawancara 8, tanggal 12 Maret 2010 tentang trianggulasi
pernyataan G1 yang menyebutkan kepala sekolah tidak pernah
masuk kelas untuk mensupervisi (G2)
13. Wawancara 9, tanggal 15 Maret 2010 tentang penjaminan
keabsahan data sekaitan dengan pernyataan informan G1 dan
129
G2 bahwa kepala sekolah tidak pernah masuk kelas untuk
mensupervisi (G3)
14. Wawancara 10, tanggal 15 Maret 2010 tentang pernyataan
kembali, bahwa kepala sekolah pernah mensupervisi (G3)
15. Wawancara 11, tanggal 15 Maret 2010 tentang pernyataan
siswa, bahwa kepala sekolah pernah masuk kelas waktu sedang
belajar matematika (S1)
16. Wawancara 12, tanggal 21 Maret 2010 tentang pernyataan guru
matematika bahwa kepala sekolah ada masuk kelas
mensupervisi tanpa membawa instrumen apapun (G3)
17. Wawancara 13, tanggal 24 Maret 2010 tentang pernyataan
informan bahwa kepala sekolah pernah masuk kelas
mensupervisi tapi semester lampau (G4)
18. Wawancara 14, tanggal 24 Maret 2010 tentang konfirmasi
kepala sekolah untuk melakukan supervisi dan tentang apakah
ada kepala sekolah membawa instrumen supervisi (G5)
D. Telaah Dokumen
1. Telaah dokumen tentang sejarah singkat sekolah
130
2. Telaah dokumen tentang visi, misi, dan tujuan sekolah
3. Telaah dokumen tentang fasilitas pendidikan
4. Telaah dokumen tentang uraian tugas wakil kepala sekolah
5. Telaah dokumen tentang tenaga pendidik dan kependidikan
6. Telaah dokumen tentang data kesiswaan
7. Telaah dokumen tentang data penyerahan perangkat
pembelajaran
8. Telaah dokumen tentang program supervisi akademik kepala
sekolah.
PEMERINTAH KABUPATEN AGAM DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 2 TILATANG KAMANG
Alamat : Jln. Raya Bukittinggi – Medan KM.4 Telp : ( 0752 ) 7000754
SURAT KETERANGAN No. 249.108.21.4/SMA.02/KP.2010
Yang bertandatangan di bawah ini Kepala SMA Negeri 2 Tilatang Kamang : Nama : Miswar Eddy, S.Pd. NIP : 19580303 198602 1 002 Pangkat Gol./Ruang : Pembina / IV/a Jabatan : Kepala SMA Negeri 2 Tilatang Kamang Dengan ini menerangkan bahwa : Nama : Maizirwan Angkatan / NIM : 2008 / 10644 Pekerjaan : Mahasiswa PPs. UNP Padang Program Studi : Administrasi Pendidikan Alamat : Lapau Kunsi, Gadut Kec. Tilatang Kamang. Telah selesai melaksanakan penelitian dengan judul ”Peningkatan Kompetensi Profesional Guru Melalui Kegiatan Supervisi Akademik Kepala Sekolah di SMA Negeri 2 Tilatang Kamang Kabupaten Agam” dari tanggal 08 Februari 2010 s.d 31 Maret 2010. Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Gadut, 01 April 2010 Kepala, Miswar Eddy, S.Pd. NIP. 19580303 198602 1 002