PREVALENSI IKTERUS PATOLOGIS

4
PREVALENSI IKTERUS PATOLOGIS Sampai saat ini ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan. Oleh sebab itu memeriksa ikterus pada bayi harus dilakukan pada waktu melakukan kunjungan neonatal/pada saat memeriksa bayi diklinik. (Depkes RI. 2006. hlm. 24). Ikterus(jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit(terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. (Risa,2006,1,Hiperbilirubinemia pada neonatus,http//www.pediatrik.com,diperoleh tanggal 17 oktober 2008). Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama. Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross- sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari,

description

Bidan

Transcript of PREVALENSI IKTERUS PATOLOGIS

Page 1: PREVALENSI IKTERUS PATOLOGIS

PREVALENSI IKTERUS PATOLOGIS

Sampai saat ini ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan. Oleh sebab itu memeriksa ikterus pada bayi harus dilakukan pada waktu melakukan kunjungan neonatal/pada saat memeriksa bayi diklinik. (Depkes RI. 2006. hlm. 24).

Ikterus(jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit(terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. (Risa,2006,1,Hiperbilirubinemia pada neonatus,http//www.pediatrik.com,diperoleh tanggal 17 oktober 2008).

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58%  untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.

Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian  terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.

Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya  sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi

Page 2: PREVALENSI IKTERUS PATOLOGIS

menilai ikterus berdasarkan metode visual.

Pengertian Ikterus

Ikterus ialah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir. Kejadian ikterus ternyata benar-benar untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu dan waktu tertentu. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan bayi baru lahir yang pada akhir-akhir ini mengalami kemajuan.

Ikterus fisiologis ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis. Kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

Ikterus patologis ialah ikterus yang tidak mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. (Hassan, Rusepno, 2007 : 1101).

Ikterus Patologis

Adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.(Sarwono, 2002).

Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :

1.      Produksi yang berlebihanHal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkan misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah RH, AO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-G PD, piruvat kinase, perdarahan tertupul dan sepsis.

2.      Gangguan pada proses uptake dan konjugasi heparGangguan ini dapat disebabkan oleh maturitas hepar, kurangnya subtrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Niggle-Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake

Page 3: PREVALENSI IKTERUS PATOLOGIS

bilirubin ke sel hepar.

3.      Gangguan transportasiBilirubin dalam darah terikat pada albumin, kemudian diangkut hepar, ikatan bilirubin dan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.4.      Gangguan dalam ekresiTerjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh  penyebab lain.

5.      Peningkatan sirkulasi entorohepatik misalnya pada ileus obstruksi.(Sukadi, Abdurrohman, dkk. 2002)