Makalah Ikterus

31
BAB I PENDAHULUAN Ikterus adalah suatu sindroma yang dikarakteristikan oleh adanya hiperbilirubunemia dan deposit pigmen empedu pada jaringan termasuk kulit dan membran mukosa. Ikterus biasanya dapat dideteksi pada sclera, kulit, atau urin yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 – 3 mg/dl. Bilirubin serum normal adalah 0.3 – 1.0 mg/dl. Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sclera dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi kuning pertama kali. Sekitar 80 – 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam system monosit-makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari dihancurakan sekitar 50 ml darah, dan menghasilkan 250 sampai 350 mg bilirubin. Kini diketahui bahwa sekitar 15 – 20 % pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini, tetapi berasal dari dekstruksi sel eritrosit matur dalam sumsum tulang (hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati. (2) 1

description

GEH

Transcript of Makalah Ikterus

Hematemesis dan Melena

BAB I

PENDAHULUAN

Ikterus adalah suatu sindroma yang dikarakteristikan oleh adanya hiperbilirubunemia dan deposit pigmen empedu pada jaringan termasuk kulit dan membran mukosa. Ikterus biasanya dapat dideteksi pada sclera, kulit, atau urin yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 3 mg/dl. Bilirubin serum normal adalah 0.3 1.0 mg/dl. Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sclera dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi kuning pertama kali. Sekitar 80 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam system monosit-makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari dihancurakan sekitar 50 ml darah, dan menghasilkan 250 sampai 350 mg bilirubin. Kini diketahui bahwa sekitar 15 20 % pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini, tetapi berasal dari dekstruksi sel eritrosit matur dalam sumsum tulang (hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.(2) Terima kasih Kelompok 1BAB IIPEMBAHASAN KASUS

Kasus sesi 1Seorang pasien wanita berusia 45 tahun berobat dengan keluhan mata kuning sejak 2 minggu disertai gatal gatal dikulit. Urine berwarna coca cola dan tinjanya pucat seperti dempul.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Seorang wanita yang kurus, mata tampak kuning dan kulit kekuning-kuningan, dan tampak bekas-bekas garukan di kulit perut dan lengan dan tungkainya.

Pemeriksaan laboratorium menunjukan :

Hb ( 12 g%

Leukosit ( 7600/l

Trombosit ( 250.000/l

LED ( 47

Urine :Protein (-)Bilirubin (+)

Reduksi (-)Urobilinogen (-)

Sedimen : eritrosit 1-2, leukosit 2-5, silinder (-), epitel (+), kristal (+)

Feses ( warna pucat

Kasus sesi 2Laboratorium tambahan :

Tes faal hati bilirubin total 18,4 mg%, bilirubin direk 12,4 mg%, bilirubin indirek 6 mg% fosfatase alkali 350 /ml, Gamma GT 850 /ml.

Pada pemeriksaan fisik selain mata dan kulit kuning didapatkan pada palpasi massa pada epigastrium.

Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan pelebaran saluran empedu baik ekstra maupun intra hepatik, serta duktus pankreatikus. Terdapat massa di caput pankreas.Anamnesis

Identitas :Nama

: -

Jenis kelamin

: wanita

Umur

: 45 tahun

Pekerjaan

: -

Status pernikahan : -

Keluhan utama : mata kuning sejak 2 minggu lalu disertai gatal-gatal dikulit. Urine berwarna coca cola tinja seperti dempul.

Riwayat penyakit sekarang Kurus Mata dan kulit kuning Tampak bekas garukan di kulit perut, lengan, dan tungkaiDaftar masalah1. Mata kuning sejak 2 minggu

2. Gatal-gatal di kulit

3. Urine berwarna coklat dan tinja berwana seperti dempulAnamnesisAnamnesis yang perlu ditanyakan dalam membantu upaya penegakkan diagnosis antara lain[7]:1. Riwayat Penyakit Sekarang :a. Karena mata pasien tampak kuning, perlu ditanyakan Apakah makin hari makin bertambah warna kuningnya?b. Adakah gejala lain seperti : Nyeri abdomen, di daerah mana? sejak kapan? dan bagaimana karakteristiknya? Hal ini digunakan untuk mencari kemungkinan kolesistitis atau batu empedu yang bisa menimbulkan kolik. Karakteristik nyeri kolik bilier adalah nyeri pada daerah perut kanan atas atau epigastrium yang berlangsung > 30 menit dan < 12 jam disertai panas badan yang dapat menjalar ke skapula / pundak kanan. Kadang hepatitis juga bisa menimbulkan nyeri perut walaupun tidak kolik. Nyeri abdomen karena penekanan juga bermakna secara klinis, seperti misalnya pada murphy sign yang khas pada kolesistitis dan pembesaran hepar, nyeri tekan disertai pembesaran hepar pada hepatitis, hepatoma, abses hepar. Demam, ada atau tidak? sejak kapan? karakteristik? Pada keadaan kolangitis (peradangan duktus Biliaris) dapat ditemukan trias charcoat (panas, nyeri perut, ikterus), kasus demam tifoid, DBD, serta malaria juga dapat menyebabkan ikterus sebagai komplikasi akibat terjadinya hepatitis atau karena hemolisis seperti pada malaria. Penurunan nafsu makan, mual, muntah, lemas? Sering pada hepatitis, SH, hepatoma, dan pembesaran hepar lainnya.c. Adakah tanda-tanda penyakit hati kronis seperti pembengkakan pada perut, kaki, atau seluruh tubuh? Bengkak-bengkak, ada atau tidak? di mana? sejak kapan? Memberat?

sering menimbulkan acites walaupun oedem tungkai juga sering menyertai, cardiac sirrosis dapat hanya timbul acites atau disertai oedem tungkai dan peningkatan JVP.d. Riwayat bepergian, pertimbangkan malaria atau infeksi hepatitis.e. Adakah tanda-tanda keganasan seperti penurunan berat badan yang tidak dapat di jelaskan sebabnya ? Penurunan berat badan, jika terjadi secara drastis dan tanpa sebab yang jelas dapat dipikirkan karena suatu keganasan.2. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Adakah riwayat mata kuning sebelumnya?b. Adakah riwayat pernah sakit kuning ( hepatitis ) sebelumnya atau kontak dengan penderita sakit kuning?Untuk menentukan ikterus karena suatu infeksi (contoh: hepatitis) atau apakah karena penyakit hati kronis non infeksi (contoh: sirosis hepatis).c. Adakah riwayat transfusi darah, mendapat suntikan, cabut gigi, di tatto dalam kurang lebih 6 bulan terakhir?Juga untuk menentukan ikterus karena suatu infeksi dan penularannya (HBV, HCV, HDV penularannya melalui darah ; HAV dan HEV penularannya dari fekal-oral / enterik).

d. Adakah riwayat batu empedu atau pernah mengalami operasi kolesistektomi?Kemungkinan ikterus disebabkan karena gangguan eksresi bilirubin karena kedua hal tersebut.e. Adakah riwayat seringnya mengkonsumsi obat-obatan medis, NAZA, atau obat alternatif seperti jamu-jamuan yang dipikirkan hepatotoksik?Kemungkinan ikterus berasal dari hepatitis drugs inducedf. Adakah riwayat sering mengkonsumsi alkohol ?Kemungkinan ikterus disebabkan oleh SH atau hepatitis alkoholik, atau dapat juga karena fatty liver alkoholik.3. Riwayat KeluargaPenting ditanyakan khususnya pada pasien dengan ikterus yang tidak dapat ditemukan penyebabnya ; yang mungkin disebabkan karena defisiensi enzim, gangguan aktivasi enzim, atau idiopatik. Keadaan ini sering ditemukan pada anak bayi dengan ikterus yang patologis (ex : sind. Gilbert, sind. Crigler-najjar, anemia hemolitik) dan wanita hamil atau sedang minum pil KB yang sebelumnya tidak pernah mengalami ikterus (sind. Dubin-Johnson).Gambaran mikroskopik lobulus hatiHati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagai lobulus, yaitu susunan hexagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral. Di tepi luar setiap lobulus terdapat 3 pembuluh yaitu, cabang arteri hepatika, cabang vena porta, dan duktus biliaris. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta tersebut mengalir dari perifer lobulus ke ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid yang dibatasi oleh sel-sel kupffer yang berfungsi sebagai fagosit antara lain menghancurkan sel darah merah yang sudah usang. Vena sentral dari semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatika, yang menyalurkan darah keluar dari hati. Terdapat saluran tipis penyalu empedu yang disebut kanalikuli biliaris, kanalikuli biliaris berjalan diantara sel-sel di setiap lempeng hati. Hepatosit secara terus menerus mengeluarkan empedu kedalam saluran tipis tersebut, yang mengangkunya ke duktus biliaris. Duktus biliaris dari setiap lobulus menyatu membentuk duktus biliaris komunis.[4]Hal-hal yang menyebabkan mata penderita menjadi kuning

Penimbunan pigmen empedu dalam darah menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning dan disebut sebagai ikterus. Salah satunya terjadi pada sklera. Gangguan metabolisme bilirubin dapat mengakibatkan penimbunan pigmen empedu tersebut. Ada empat mekanisme yang dapat membuat metabolisme bilirubin terganggu yaitu pembentukan bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati, gangguan konjugasi bilirubin, penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanik.(5)Aliran empedu dari katabolisme hemeBilirubin merupakan produk akhir dari hem yang berasal dari hemoglobin dan juga mioglobin yang mengalami metabolisme di hati dan selanjutnya dieksresikan ke dalam empedu menuju usus. Sebagian bilirubin diabsorbsi oleh mukosa usus halus bagian distal dan usus besar untuk mengalami sirkulasi enterohepatik dan dieksresikan ke ginjal, sebgaian kembali dieksresikan ke usus[1]. Metabolisme bilirubin terdiri dari 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan posthepatik[2].

1. Fase Prahepatik

a. Pembentukan bilirubin. Pada tahapan katabolisme hem ini, 80 85 % berasal dari pemecahan eritrosit yang sudah matang. Sedangkan sisanya 15 20 % (early labeled bilirubin) datang dari protein hem lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang, hati, dan lien. Sebagian dari protein hem dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase[3]. Enzim lain, biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terutama terjadi di RES (retikulo endotelial sistem).

b. Transport plasma. Karena bilirubin tidak dapat larut dalam air, unconjugated bilirubin ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran glomerulus, sehingga tidak akan muncul dalam urin.

2. Fase Intrahepatik

a. Liver uptake. Unconjugated bilirubin terikat dengan albumin masuk ke dalam sel hati dan pada saat masuk terjadi disosiasi bilirubin dan albumin. Pemisahan ini terjadi dengan membran plasma sinusoidal. Tahap ini termasuk pengikatan bilirubin oleh ligandin dan meliputi pengangkutan bilirubin dari membran plasma ke retikulum endoplasmik. Ligandin ini berperan dalam pengeluaran bilirubin dari hati ke plasma[1].

b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan membentuk bilirubin glukuronid. Reaksi ini terjadi di dalam retikulum endoplasmik sel hati dengan adanya enzim glukoronil transverase sehingga membentuk bilirubin yang larut dalam air. Pada keadaan normal empedu mengandung 85 % conjugated bilirubin dan 15 % unconjugated bilirubin[1].

3. Fase Posthepatik

a. Eksresi bilirubin. Conjugated bilirubin dikeluarkan ke dalam kanalikuli biliaris bersama bahan lainnya menuju saluran empedu biliaris kemudian dieksresikan ke duodenum. Di dalam ileum distal, conjugated bilirubin sebagian dipecahkan kembali oleh enzim bakteri -glukuronidase. Di tempat ini bilirubin yang dilepaskan direduksi secara bertahap menjadi urobilinogen yang tidak berwarna dan sterkobilinogen[3]. Sterkobilinogen ini sebagian besar dioksidasi membentuk sterkobilin yang memberi warna cokelat pada feces dan sebagian direabsorbsi oleh usus dan masuk ke dalam pembuluh darah dan di ekskresi kembali melalui empedu. 90 % ke V. Porta dan sisanya ke kolateral-kolateral V. Cava inferior jantung A. Renalis ginjal lalu dioksidasi membentuk urobilin sehingga warna urin menjadi lebih tua/gelap.

Siklus Enterohepatik

Garam-garam empedu yang di sekresikan dari hati akan di reabsorbsi ke hati melalui transport aktif di ileum terminal. siklus reabsorbs ini dinamakan siklus enterohepatik.(4)Klasifikasi Ikterus Menurut jenis bilirubinnya(8)Bilirubin 1Bilirubin 2

IndirekDirek

UnconjugatedConjugated

Non polarPolar

HidrofobikHidrofilik

Menurut Etiologinya(8)1. Ikterus PrehepatikIkterus yang penyebabnya berasal dari luar hati. Fungsi hati masih normal namun peningkatan pembentukan bilirubin indirek meningkat melebihi normal sehingga menimbulkan ikterus.

Contoh pada : Anemia hemolitik.2. Ikterus Hepatik

Ikterus yang penyebabnya karena kerusakan hepatoseluler. Terjadi gangguan fungsi hati, sehingga terjadi gangguan konjugasi. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar bilirubin indirek maupun direk dan menyebabkan ikterus.

Contoh pada : Hepatitis, cirosis hepatis.

3. Ikterus Posthepatik

Ikterus yang penyebabnya adalah terjadinya obstruksi di saluran empedu. Fungsi hati tetap normal, tetapi terjadi obstruksi di saluran empedu dan terjadi peningkatan kadar bilirubin direk dan terjadi reflux, sehingga bilirubin ada dalam darah.

Contoh pada : Kolestasis, Carsinoma Caput Pankreas, dll.

Menurut gejala klinisnya(8)IkterusSerum bilirubinUrine UrobilinogenUrin bilirubinUrobilinogen feses

PrehepatikIndirek Meningkat(-)Meningkat

HepatikDirek dan IndirekMenurun(+)Menurun

PosthepatikDirek(-)(+)(-)

Hal-hal yang menyebabkan feses penderita menjadi seperti dempulPada kasus ini feses seperti dempul dapat disebabkan oleh urobilin yang tidak ada di feses. Urobilin berfungsi sebagai zat yang memberi warna di feses. Urobilin tidak terdapat di feses karena adanya obstruksi di saluran empedu yang menghalangi jalannya bilirubin menuju usus halus, sehingga tidak ada bilirubin yang diubah menjadi urobilinogen, yang selanjutnya mengalami autooksidasi menjadi urobilin, yang akan dikeluarkan bersama feses.(8)Mekanisme terjadinya gatal-gatal

Terjadinya gatal-gatal pada kulit yang diderita pasien umumnya disebabkan oleh penumpukan bilirubin II di kulit dan adanya garam empedu di dalam darah. Garam empedu di dalam darah dapat terjadi karena adanya obstruksi di saluran empedu yang menyebabkan saluran empedu masuk ke dalam aliran darah darah dan menyebabkan gatal.(8)Hal-hal yang menyebabkan bilirubin direk meningkat

Dalam keadaan normal, bilirubin indirek lebih kadarnya lebih besar daripada bilirubin. Pada kasus ini, obstruksi saluran empedu menyebabkan terhambatnya ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam usus. Akibat stasis ini maka bilirubin terkonjugasi akan menumpuk di saluran-saluran empedu baik di sinus-sinus hati maupun di duktus-duktus biliaris ekstra hepatik. Keadaan ini menyebabkan bilirubin yang terkonjugasi akan kembali ke dalam sirkulasi darah dan menyebabkan terjadinya gejala-gejala kolestasis dengan peningkatan bilirubin terkonjugasi.[6]Diagnosis pasien

Ikterus Obstruktif et causa Tumor Caput PankreasDiagnosis banding Kolestasis Cirosis hepatis HepatitisPemeriksaan yang diperlukan CT scan Untuk melihat adanya massa

USG

Untuk melihat duktus biliaris ekstra hepatik yang berdilatasi

Tumor marker

Untuk mengetahui adanya keganasan, khususnya pada pankreas

Biopsi hati

Dilakukan bila dugaan penyakit adalah gangguan hepatoseluler

Endoskopi Uji faal pankreas menggunakan serum amilase dan lipasePemeriksaan RadiologiPencitraan lainnya yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah ERCP dan MRCP[2].

1. ERCP (Endoscopic Retrogade Cholangio-pancreaticography)

Manfaat dari teknik pencitraan ini dalam mendiagnosis kanker pancreas adalah dapat mengetahui atau menyingkirkan adanya kelainan gastroduodenum dan ampula Vateri, pencitraan saluran empedu dan pancreas, dapat dilakukan biopsy dan sikatan untuk pemeriksaan histopatologi dan sitologi. Di samping itu dapat dilakukan pemasangan stent untuk membebaskan sumbatan saluran empedu pada kanker pancreas yang tidak dapat dioperasi arau dreseksi.2. MRCP (Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography)

MRCP adalah teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrument, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metodeini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.

Nilai diagnostic MRCP yang tinggi membuat teknik ini makin sering dikerjakan untuk diagnbosis atau eksekusi batu saluran empedu khususnya bagi pasien yang kemungkinan kecil mengandung batu.

MRCP mempunyai beberapa kelebihan disbanding ERCP. Salah satu manfaat yang besar adalah pencitraan saluran empedu tanpa risiko yangt berhubungan dengan instrumensi, zat kontras, dan radiasi.

Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitu bukan merupakan modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung pada operator, sedangkan ERCP dapat berfungsi sebagai sarana diagnostic dan terapi pada saat yang sama.

Gambar bagan menurut Hoitsma dan Otter, cara memeriksa penderita dengan ikterus[1].

Penatalaksanaan a. Non medikamentosa istirahat

pola hidup

hindari makan makanan yang bersifat karsinogenik juga hindari kebiasaan hidup yang buruk seperti, alkohol dan merokokb. MedikamentosaTujuan dari medika mentosa pada kasus ini hanya untuk mengatasi simtomatik seperti gatal-gatal pada kulit penderitaPrognosis

Ad vitam

:

Ad Sanationam :

Ad Fuctionam

:

BAB III

IkterusA. DefinisiPenimbunan pigmen empedu dalam darah menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning dan disebut sebagai ikterus. Biasanya terjadi pada sklera, kulit atau urine yang menjadi gelap.(patofis)B. EtiologiEmpat mekanisme umum yang menyebabkan terjadinya ikterus : Pembentukan bilirubin yang berlebihan

Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati

Gangguan konjugasi bilirubin

Gangguan sekresi bilirubinC. PatofisiologiPatofisiologi dari ikterus antara lain:(5) Pembentukan bilirubin berlebihanPeningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap).

Gangguan ambilan bilirubinPengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini. Gangguan konjugasi bilirubinTerjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II.

Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasiGangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : reaksi obat, hepatitis alkoholik serta perlemakan hati oleh alkohol. ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, Ikterus pasca bedah. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.

D. Diagnosis1. Anamnesis2. Pemeriksaan fisikPeriksa keadaan umumnya yaitu derajat kesadaran tekanan darah nadi pernapasan, suhu badan.3. Pemeriksaan penunjang diagnosis Pemeriksaan laboratorik Disarankan pemeriksaan-pemeriksaan seperti berikut: Hb, leukosit, trombosit, LED, sedimen urin dan feses. Pemeriksaan tes faal hati bilirubin, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, gama GTkolinesterase. Pemeriksaan radiologikDisarankan untuk melakukan pemeriksaan CT scan, dan foto polos abdomen Pemeriksaan endoskopikKeuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukanpengambilan foto slide, film atau video untuk dokumentasi, juga dapat dilakukan aspirasi serta biopsi untuk pemeriksaan sitologi. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hatiPemeriksaan ultrasonografi dapat menunjang diagnosePemeriksaan USG pada ikterus ditemukan pelebaran pada saluran empedu baik ekstra maupun intrahepatik, serta duktus pankreatikus. Dan terdapat massa pada caput pankreas.E. Penanganan Tindakan umum1. Resusitasi2. simtomatik Tindakan bedah Radikal Surgical ReseksiF. Komplikasi Carcinoma caput pankreas Sirosis biliaris Kholesistitis akut dan kronik Carcinoma kandung empeduTUMOR KAPUT PANKREASA. Definisi Pertumbuhan sel abnormal yang terjadi pada sel pankreas terutama di bagian caput pankreas. Dimana tumor pankreas salah satunya adalah Adenocarcinoma yang 2/3 terdapat pada caput pankreas.B. Etiologi

Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tumor caput pankreas antara lain: faktor kongenital, pola hidup yang tidak sehat, pajanan zat karsinogenik, dll.C. Manifestasi klinis

Adanya massa pada caput pankreas pada pemeriksaan USG dan ikterus karena adanya peningkatan bilirubin serum.D. Diagnosis Faktor risiko : umur Pemeriksaan USG terdapat massa di caput pankreasE. Diagnosis banding Carcinoma pankreasF. Pemeriksaan penunjang CT scan ERCP MRCP USGG. Terapi

1. Tanpa komplikasi Suportif : nutrisi dan memperbaiki / menghmdari faktor risiko Pemberian obat-obatan : antasida, antagonis reseplor M2. proton pump inhibitor, pemberian obat-obatan uniuk mengikat asam empedu. prokinetik. pemberian obat untuk eradikasi kuman Helicobacter pylori, pemberian obat-obatan untuk meningkatakan faktor defensif.2. Dengan komplikasi

Pada tukak peptik yang bcrdarah dilakukan penatalaksanaan umum atau suportif sesuai dengan penatalaksanaan hematemesis melena secara umum3. Pcnatalaksanaan / tindakan khusus: Tindakan / terapi hemostatik perendoskopik dengan adrenalin dan etoksisklerol atau obat fibrinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan heat probe atau terapi laser atau terapi koagulasi tistrik atau bipolar probe. Pemberian obat somaiostatin jangka pendek. Terapi embolisasi arteri melalui arteriografi. Terapi bedah alau operasi, bila setelah semua pengobatan tersebut dilaksanakan letap masuk dalam keadaan gawat I s.d. 1! maka pasicn masuk dalam indikasi operasiG. Komplikasi Carcinoma kaput PankreasBAB IV

PENUTUPPemeriksaan pendahuluan secara anamnesis, fisis dan pemeriksaan penunjang laboratorium tetap penting untuk mengetahui sumber kelainan. Pertanyaan yang tidak bisa terjawab dengan pemeriksaan tersebut, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan endoskopi. Dengan indikasi, waktu, ketrampilan yang sesuai, maka presisi diagnosis penyakit gastrointestinal dapat ditingkatkan. Dan dengan penanganan yang tepat dan cepat, morbiditas dan mortalitas dalam penyakit gastrointestinal dapat diturunkan.DAFTAR PUSTAKA1. Hadi S. Gastroenterologi. Ed VII. Penerbit P.T. Alumni: Bandung; 2002.

2. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K.M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta; 2006.

3. Koolman J, Rhm K.H. Atlas Berwarna & Teks Biokimia. Penerbit Hipokrates: Jakarta; 2001.

4. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke sistem. Ed II. Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta; 2001.

5. Silbernagl S, Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2007.6. Elsoin Y. Kolestatis Karena Hipotiroid. April 5, 2009. Available: http://adamelsoin.blogspot.com/2009/04/kolestasis-karena-hipotiroid.html7. Hasan F. Pendekatan Pasien Ikterus. January 25, 2009. Available: http://drhasan.wordpress.com/2009/01/25/pendekatan-pasien-ikterus/ 8. Wilson, Martin, Fauci, dkk. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Ed 13. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 1999 Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta : PT Sagung Seto, 2000

Sudoyo A.W.,Setiyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S.,Ilmu Penyakit Dalam,Edisi 4.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Jakarta 2007. Sylvia AP, Lorraine MW. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses penyakit. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta : EGC, 2003. Sjamsuhidajat,R.;Dahlan,Murnizat;Jusi, Djang. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat,R dan De Jong,Wim. Jakarta: EGC,2003.

21