PREVALENSI MANIFESTASI PATOLOGIS BERDASARKAN USIA GESTASI PADA BAYI PRETERM DI CENTRAL MEDICAL...

download PREVALENSI MANIFESTASI PATOLOGIS   BERDASARKAN USIA GESTASI PADA BAYI PRETERM  DI CENTRAL MEDICAL UNIT  RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO  PERIODE JULI-DESEMBER TAHUN 2008

of 61

description

dr. Yohanes HandokoSkripsi S1 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2006-2011

Transcript of PREVALENSI MANIFESTASI PATOLOGIS BERDASARKAN USIA GESTASI PADA BAYI PRETERM DI CENTRAL MEDICAL...

UNIVERSITAS INDONESIA

PREVALENSI MANIFESTASI PATOLOGIS BERDASARKAN USIA GESTASI PADA BAYI PRETERMdi CENTRAL MEDICAL UNITRumah Sakit Cipto MangunkusumoPERIODE JULI-DESEMBER tahun 2008

SKRIPSI

YOHANES HANDOKO060606066411

FAKULTAS KEDOKTERANPROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUMJAKARTA JUNI 2010

UNIVERSITAS INDONESIA

PREVALENSI MANIFESTASI PATOLOGIS BERDASARKAN USIA GESTASI PADA BAYI PRETERMdi Central Medical Unit Rumah Sakit Cipto MangunkusumoPERIODE JULI-DESEMBER tahun 2008

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Kedokteran

YOHANES HANDOKO0606066411

FAKULTAS KEDOKTERANPROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUMJAKARTA

JUNI 2010ii UNIVERSITAS INDONESIA

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuktelah saya nyatakan dengan benar.

Nama: Yohanes HandokoNPM: 0606066411

Tanda Tangan:Tanggal:

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:Nama:Yohanes HandokoNPM:0606066411Program Studi:Kedokteran UmumJudul Skripsi:Prevalensi Manifestasi Patologis Berdasarkan Usia Gestasi pada Bayi Preterm di Central Medical Unit Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Periode Juli-Desember tahun 2008

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing:Dr. Ali Sungkar,Sp.OG(...........................)

Penguji:Dr. Ali Sungkar,Sp.OG(...........................)

Penguji:Dr. Tjahjani Mirawati S.,Sp.MKPh.D(...........................)

Ditetapkan di: Jakarta

Tanggal: 10 Juni 2010

KATA PENGANTARPuji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran Program Studi Kedokteran Umum pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, Sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada::(1) Dr. Ali Sungkar, Sp.OG, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;(2) Pihak Rekam Medik RSCM yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan;(3) Rekan sejawat peneliti, Robert Mars, Syahniar Mukmina, Syahminar Rahmani, dan Tammy Nurhardini yang secara besama-sama melakukan penelitian kelompok sehingga menghasilkan penelitian ini bersama empat penelitian serupa lainnya;(4) Orang tua dan saudara saya terutama yang telah memberikan bantuan berupa material, moral; dan buah pikiran penulis dalam terwujudnya penelitian ini;(5) Rekan sejawat FKUI lainnya yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penelitian ini masih jauh dari sempurna. Peneliti mengharapkan kritik dan saran agar mendapat hasil yang lebih baik. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Jakarta, 16 Juni 2010

Penulis

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama: Yohanes HandokoNPM: 0606066411Program Studi: Pendidikan Dokter UmumFakultas: KedokteranJenis karya: Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Prevalensi Manifestasi Patologis Berdasarkan Usia Gestasi pada Bayi Preterm di Central Medical Unit Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Periode Juli-Desember 2008 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelolah dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemiliki Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 8 Juni 2010Yang menyatakan,

Yohanes Handoko

ABSTRAK

Nama: Yohanes HandokoFakultas: Kedokteran UmumJudul: Prevalensi Manifestasi Patologis Berdasarkan Usia Gestasi pada Bayi Preterm di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Periode Juli-Desember 2008

Kelahiran preterm merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada bayi. Beberapa penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara usia gestasi dan manifestasi patologis yang ditimbulkan oleh kelahiran preterm. Kurangnya jumlah penelitian mengenai prevalensi bayi preterm, manifestasi patologisnya, dan hubungannya dengan usia gestasi menyebabkan perlunya dilakukan penelitian ini. Penelitian dengan desain deskriptif cross-sectional dengan sampel menggunakan data sekunder rekam medis ini akan membahas jumlah bayi preterm di Central Medical Unit Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kedokteran Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, serta manifestasi patologisnya berdasarkan usia gestasi. Selama periode Juli-Desember 2008, terdapat 166 bayi preterm yang akan diteliti manifestasi patologisnya atau sebanyak 42,9% dari keseluruhan bayi yang lahir. Terdapat lima manifestasi patologis paling banyak yang ditemukan, yaitu sepsis (98 kasus, 59,0%), respiratory distress (90 kasus, 54,2%), hiperbilirubinemia (26 kasus, 15,75), hyaline membrane disease (21 kasus, 12,6%), dan apnea of prematurity (19 kasus, 11,45). Kata kunci:Preterm, usia gestasi, manifestasi patologis, CMU RSCM, respiratory distress, sepsis, HMD, hiperbilirubinemia, apnea of prematurity.

ABSTRACT

Name: Yohanes HandokoFaculty: General MedicineTitle: Prevalence of Preterm Babies and Their Pathological Manifestations Based on Gestational Age in Central Medical Unit Cipto Mangunkusumo Hospital at the period of July-December 2008

Preterm birth is one of the main causes of morbidity and mortality among infants. Several researches have showed the relationship between gestational age and pathological manifestation caused by preterm births. The lack of researches on the preterm babies prevalence, their pathological manifestations, and the relationship of the pathological manifestations with gestational age provide the need for this research. This cross-sectional descriptive research, using secondary data from medical records, will elaborate on the amount of preterm infants in Central Medical Unit Perinatology Division Pediatric Department Cipto Mangunkusumo Hospital. During the period of July-December 2008, 166 preterm infants, whose pathological manifestations or 42.9% of all infants were born. There are five most frequent pathological manifestations that were found, which are sepsis (98 cases, 59.0%), respiratory distress (90 cases, 54,2%), hyperbilirubinemia (26 cases, 15.75%), hyaline membrane disease (21 cases, 12.6%), and apnea of prematurity (19 cases, 11.45%)

Keyword:Preterm, gestational age, pathological manifestations, Cipto Mangunkusumo Hospital, sepsis, respiratory distress, hyaline membrane disease, hyperbilirubinemia, apnea of prematurity.

DAFTAR ISIHALAMAN JUDULiHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITASiiLEMBAR PENGESAHANiiiKATA PENGANTARivLEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH vABSTRAKviiABSTRACTviiiDAFTAR ISIixDAFTAR TABELxDAFTAR GAMBARxiBAB 1 PENDAHULUAN11. 1 Latar Belakang11. 2 Rumusan Masalah21. 3 Tujuan Penelitian31.3.1 Tujuan Umum31.3.2 Tujuan Khusus31. 4 Manfaat Penelitian31. 4.1 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti31. 4.2 Manfaat Penelitian Bagi Perguruan Tinggi31. 4.3 Manfaat Penelitian Bagi Masyarakat4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA52.1Prematuritas52.1.1 Definisi dan Klasifikasi52.1.2 Epidemiologi62.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko62.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi82.1.5 Komplikasi92.1.6 Prediksi Persalinan dan Kelahiran Preterm122.1.7 Penilaian Usia Gestasi Saat Kelahiran132.2 Manifestasi Patologis152.2.1 Sepsis152.2.1.1 Definisi dan Klasifikasi152.2.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko162.2.2 Respiratory Distress/RD202.2.3 Hiperbilirubinemia202.2.3.1 Definisi dan Klasifikasi202.2.3.2 Epidemiologi202.2.3.2 Hiperbilirubinemia pada Bayi Preterm212.2.4 Hyaline membrane disease/HMD222.2.4.1 Definisi dan Etiologi222.2.4.2 Epidemiologi232.2.4.2 HMD pada Bayi Preterm232.2.5 Apnea of Prematurity252.2.5.1 Definisi252.2.5.2 Epidemiologi252.2.3.2 Apnea of Prematurity pada Bayi Preterm252.2 Kerangka Konsep26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN283.1 Desain Penelitian283.2 Tempat dan Waktu Penelitian283.3 Sumber Data283.4 Populasi Penelitian283.4.1 Populasi Target283.4.2 Populasi Terjangkau283.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi283.5.1 Kriteria inklusi283.5.2 Kriteria eksklusi293.6 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel293.7 Alur Penelitian293.7.1 Pengumpulan Data293.7.2 Pengolahan Data293.7.3 Penyajian Data293.8.5 Pelaporan Data303.8Identifikasi Variabel30 3.9Definisi Operasional303.9Etika Penelitian30

BAB 4 HASIL324.1Jumlah Bayi Preterm secara Keseluruhan dan Per Usia Gestasi324.1.1 Jumlah Bayi Preterm secara Keseluruhan324.1.2 Jumlah Bayi Preterm per Usia Gestasi334.2Prevalensi Manifestasi Patologis Keseluruhandan Per Usia Gestasi334.2.1 Prevalensi Manifestasi Patologis Keseluruhan334.2.2 Prevalensi Manifestasi Patologis per Usia Gestasi35

BAB 5 PEMBAHASAN385.1Data Umum Bayi Preterm385.2Manifestasi Patologis dan Usia Gestasi405.3Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian42

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN446.1 Simpulan446.2 Saran45

DAFTAR PUSTAKA46

LAMPIRAN51

DAFTAR TABELTabel 2.1. Penyebab Kelahiran Preterm yang Dapat Diidentifikasi7Tabel 2.2Permasalahan Neonatal pada Bayi Preterm10Tabel 2.3Penyebab Bakterial dari Infeksi Neonatal Sistemik17Tabel 2.4. Penyebab Non-Bakterial dari Infeksi Neonatal Sistemik19Tabel 4.1. Data Jumlah Pasien yang Dirawat berdasarkan Kategori Preterm, Aterm, dan Postterm di CMU RSUPN-CM pada Periode Juli-Desember 200832Tabel 4.2. Data Jumlah Bayi Preterm Berdasarkan Usia Gestasi di CMU RSUPN-CM pada Periode Juli-Desember 200833Tabel 4.3. Data Prevalensi Lima (5) Manifestasi Patologis Terbanyak Berdasarkan Usia Gestasi pada Bayi Preterm di CMU RSUPN-CM Periode Juli-Desember 200836

DAFTAR GAMBARGambar 2.1. Kriteria Fisik untuk Maturitas13Gambar 2.2Kriteria Neuromuskular untuk Maturitas14Gambar 2.3Penilaian Tingkat Maturitas14Gambar 2.4Faktor-Faktor yang Berperan dalam HMD24Gambar 4.1Data Prevalensi Sepuluh (10) Manifestasi Patologis Terbanyak pada Bayi Preterm di CMU RSUPN-CM Periode Juli-Desember 200834Gambar 4.2 Data Prevalensi Lima (5) Manifestasi Patologis Terbanyak pada Bayi Preterm di CMU RSUPN-CM Periode Juli-Desember 200835

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKelahiran preterm adalah kelahiran hidup yang terjadi sebelum masa gestasi mencapai 37 minggu atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir/HPHT ibu. Kelahiran preterm terjadi karena kombinasi dari berbagai penyebab, baik dari janin/fetus (fetal), ibu (maternal), gangguan pada rahim/uterus (uterine) atau plasenta (plasental), maupun penyebab-penyebab lainnya.1 Kelahiran preterm dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang berhubungan dengan immaturitas jaringan dan organ, dan dapat mempengaruhi berbagai sistem organ seperti sistem respirasi, kardiovaskular, gastrointestinal, metabolik-endokrin, hematologik, sistem saraf pusat, genitourinarius, dan sistem-sistem lainnya. Bayi preterm mengalami peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas bila dibandingkan dengan bayi aterm. Kelahiran preterm merupakan salah satu penyebab utama berat badan lahir rendah/BBLR dan berat badan lahir sangat rendah/BBLSR, dan risiko gagal tumbuh (Failure to Thrive/FTT) juga lebih tinggi pada bayi preterm.1-2 Prevalensi kelahiran preterm di seluruh dunia menunjukkan trend peningkatan yang berkelanjutan. Beck et.al.menyebutkan pada tahun 2005, sebanyak 12,9 juta kelahiran (9,6%) kelahiran di seluruh dunia merupakan kelahiran preterm; sekitar 11 juta (85%) di antaranya terjadi di negara-negara Asia dan Afrika. Untuk wilayah Asia Timur (termasuk Indonesia), persentase kelahiran preterm mencakup 3,8% dari seluruh kelahiran, di mana 724 bayi dari setiap 1000 bayi di Asia Timur merupakan bayi preterm.3 Di Amerika Serikat, angka kelahiran preterm meningkat 18% sejak tahun 1990, dan satu dari delapan bayi di AS adalah bayi preterm.4 Di Indonesia sendiri, laporan dari kelompok tinjauan GAAPS menemukan angka kelahiran preterm sebesar 14,1%.5 Data di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Sanglah Denpasar didapatkan sebesar 17,1%, sementara penelitian di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2007 menunjukkan angka 21,1% kelahiran preterm.6Peningkatan angka kelahiran preterm ini juga meningkatkan angka risiko mortalitas dan morbiditas bayi, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai usaha-usaha yang dapat membantu penanganan bayi preterm. Usia gestasi merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penilaian risiko insidensi dan tingkat keparahan (severity) dari bayi preterm. Sebagian besar bayi preterm lahir pada usia gestasi akhir (late preterm) atau near-term, namun bila dihitung secara proporsional, angka morbiditas dan mortalitas lebih besar pada bayi preterm yang lahir di usia gestasi di bawah 28 bulan. Di sisi lain, penelitian-penelitian saat ini menunjukkan bahwa bayi preterm akhir memiliki risiko gangguan keseharan dan perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi aterm, dan angka mortalitas bayi (kematian di bawah usia 1 tahun) pada kelahiran preterm akhir memiliki nilai yang lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan pada kelahiran term.7 Angka prevalensi kelahiran preterm di Indonesia dan manifestasi patologis yang terkait saat ini masih belum banyak diteliti, dan terdapat kesulitan dalam penelitian-penelitian mengenai persalinan dan kelahiran preterm. Penelitian yang menyediakan data mengenai prevalensi manifestasi patologis berdasarkan usia gestasi pada bayi preterm yang dirawat di rumah sakit juga masih belum banyak tersedia. Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan suatu penelitian mengenai prevalensi bayi preterm dan manifestasi patologi yang didapat pada bayi tersebut berdasarkan usia gestasinya di Central Medical Unit Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

1.2 Rumusan MasalahUraian ringkas dalam latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:1. Bagaimana gambaran jumlah bayi preterm di Central Medical Unit Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada periode Juli-Desember tahun 2008?2. Bagaimana gambaran prevalensi manifestasi patologis yang terdapat pada bayi preterm berdasarkan usia gestasinya di Central Medical Unit Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada periode Juli-Desember tahun 2008?

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan UmumTujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai bayi preterm dan manifestasi patologisnya berdasarkan usia gestasi yang dapat digunakan sebagai data rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.3.2 Tujuan KhususTujuan khusus dari penelitian ini adalah:1. Diketahuinya jumlah bayi preterm yang dirawat di Central Medical Unit Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada periode Juli-Desember 2008.2. Diketahuinya prevalensi manifestasi patologis yang terdapat pada bayi preterm berdasarkan usia gestasinya di Central Medical Unit Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada periode Juli-Desember tahun 2008.

1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Manfaat bagi Peneliti1. Melatih kerja sama dan komunikasi yang efektif dalam suatu kelompok dalam mencari dan menerapkan ilmu dalam hal ini penelitian.2. Meningkatkan daya nalar, cara pandang, kreatifitas, dan minat dalam bidang penelitian.3. Memperoleh pengalaman dan pengetahuan dalam melaksanakan penelitian.

1.4.2 Manfaat bagi Perguruan Tinggi1. Mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi perguruan tinggi sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.2. Turut berperan serta dalam rangka mewujudkan visi FKUI 2010 sebagai universitas riset.3. Meningkatkan kerjasama yang harmonis serta komunikasi antara mahasiswa dan staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat1. Memberikan gambaran pada masyarakat tentang kelahiran preterm dan manifestasi patologis yang mungkin terjadi.2. Membantu keluarga dengan bayi preterm dan masyarakat dalam mencegah dan mengatasi manifestasi patologis pada bayi preterm yang mungkin muncul.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prematuritas2.1.1 Definisi dan KlasifikasiPrematuritas, atau kelahiran preterm, didefinisikan oleh World Health Organization/WHO sebagai kelahiran hidup yang terjadi sebelum 37 minggu dari hari pertama haid terakhir/HPHT ibu.1,3,5 Kelahiran hidup sendiri didefinisikan sebagai pengeluaran atau ekstraksi sempurna hasil konsepsi dari ibunya, di mana setelah pengeluaran tersebut, hasil konsepsi itu dapat bernapas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan lainnya, antara lain detakan jantung, denyutan tali pusat, atau pergerakan yang jelas dari otot-otot volunter, baik sebelum atau sesudah tali pusat dipotong atau masih terhubung atau tidaknya plasenta.1,3 Bayi-bayi yang lahir preterm umumnya memiliki berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu berat badan lahir sebesar 2500 g atau kurang, atau berat badan lahir sangat rendah (BBLSR), yaitu berat badan lahir sebesar 1500 g atau kurang. Pada bayi-bayi preterm, berat badan lahir rendah atau sangat rendah ini dapat sesuai dengan masa kehamilan (SMK) atau kurang untuk masa kehamilan (KMK) mereka; bayi-bayi preterm yang berat badan lahirnya kurang untuk masa kehamilan mereka merupakan bayi-bayi yang mengalami pertumbuhan janin terhambat/PJT (Intra-Uterine Growth Retardation/IUGR).1Berdasarkan usia gestasinya, bayi-bayi preterm dapat dibedakan menjadi preterm sangat awal (very early preterm; usia gestasi 28 minggu), preterm awal (early preterm; usia gestasi 32 minggu) dan preterm akhir (late preterm atau near-term; 33-36 minggu).7 Sebagian besar kelahiran preterm merupakan preterm akhir; di sisi lain, proporsi morbiditas dan mortalitas meningkat pada preterm sangat awal. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa bayi preterm akhir memiliki risiko gangguan kesehatan dan perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan bayi aterm, dan mortalitas bayi, yang didefinisikan sebagai kematian di bawah usia satu tahun meningkat secara signifikan pada kelahiran preterm akhir dibandingkan kelahiran aterm.4-5,7

2.1.2 EpidemiologiDi Amerika Serikat, kelahiran preterm terjadi pada sekitar 12% kehamilan dan merupakan penyebab mortalitas neonatal yang tertinggi; kelahiran preterm juga bertanggung jawab atas sekitar 70% dari morbiditas, mortalitas, dan pembiayaan kesehatan neonatal, sebagian besar karena sekitar 2% dari wanita Amerika melahirkan bayi yang sangat prematur (< 32 minggu).2-3 Pada lebih dari setengah kelahiran preterm, terjadi persalinan preterm, yaitu keberadaan kontraksi uterus dengan frekuensi dan intensitas yang cukup untuk menyebabkan pelepasan dan dilatasi serviks yang progresif sebelum usia gestasi yang term (antara 20 hingga 37 minggu.2 Dalam sebuah tinjauan sistematik mengenai insidensi kelahiran preterm, Beck et.al. menemukan bahwa pada tahun 2005, sebanyak 12,9 juta kelahiran (9,6%) kelahiran di seluruh dunia merupakan kelahiran preterm; sekitar 11 juta (85%) di antaranya terjadi di negara-negara Asia dan Afrika. Untuk wilayah Asia Timur (termasuk Indonesia), persentase kelahiran preterm mencakup 3,8% dari seluruh kelahiran, di mana 724 bayi dari setiap 1000 bayi di Asia Timur merupakan bayi preterm.3

2.1.3 Etiologi dan Faktor RisikoEtiologi kelahiran preterm bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi yang kompleks dari penyebab-penyebab dari fetus (fetal), plasenta (plasental), uterus (uterine), ibu (maternal), dan penyebab-penyebab lainnya,1 seperti yang dapat dilihat di Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penyebab-Penyebab Kelahiran Preterm yang Dapat Diidentifikasi

FetalFetal distress

Kehamilan ganda

Eritroblastosis

Hidrops nonimun

PlasentalDisfungsi plasenta

Plasenta previa

Abruptio plasenta

UterineUterus bikornuat

Serviks inkompeten (dilatasi prematur)

MaternalPreeklampsia

Penyakit medis yang kronis (a.l. penyakit jantung sianotik, penyakit ginjal)

Infeksi (a.l. Listeria monocytogenes, Streptococcus grup B, infeksi saluran kemih/ISK, vaginosis bakterialis, khorioamnionitis)

Penyalahgunaan obat-obatan (a.l. kokain)

Lain-lainKetuban pecah dini/KPD (premature rupture of membrane)

Polihidramnion

Iatrogenik

Trauma

Sumber: Stoll BJ, Kliegman RM. The high-risk infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. h.551.

Kelahiran preterm dari bayi dengan BBLR yang berat badannya sesuai dengan masa kehamilannya umumnya berhubungan dengan kondisi-kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan uterus untuk mempertahankan fetus, gangguan selama perjalanan kehamilan, ruptur membran amnion secara prematur atau terpisahnya plasenta secara prematur, atau stimulus-stimulus yang masih belum dapat ditentukan yang menyebabkan kontraksi uterus yang efektif sebelum masa kelahiran/term.1 Faktor-faktor risiko untuk kelahiran preterm mencakup karakteristik demografik, faktor-faktor perilaku, dan aspek-aspek dari riwayat obstetrik, seperti kelahiran preterm sebelumnya. Faktor-faktor demografik untuk persalinan preterm mencakup ras non-Kaukasia, usia maternal yang terlalu muda (< 17 tahun) atau terlalu tua (> 35 tahun), status sosioekonomik lemah, dan berat sebelum kehamilan yang rendah. Persalinan dan kelahiran preterm dapat dihubungkan dengan situasi kehidupan yang memicu stres, baik secara tidak langsung melalui perilaku-perilaku berisiko yang berhubungan atau secara langsung melalui mekanisme yang masih belum diketahui. Kebanyakan faktor-faktor risiko dapat ditemukan pada kehamilan yang sama.2 2.1.4 Patogenesis dan PatofisiologiMekanisme pasti kelahiran preterm masih belum sepenuhnya diketahui, namun diduga berkaitan dengan perdarahan desidual (contoh: abrupsi, faktor mekanik seperti distensi berlebih dari uterus akibat kehamilan multipel atau polihidramnion), inkompetensi servikal (contoh: trauma, cone biopsy), distorsi uterus (contoh: abnormalitas duktus Mullerian, fibroid uterus), inflamasi servikal (disebabkan oleh vaginosis bakterial, trikomonas), inflamasi maternal (contoh; infeksi saluran kemih), perubahan hormon (dipengaruhi oleh stress maternal atau janin), dan insufisiensi uteroplasenta (contoh: hipertensi, diabetes tipe I, penggunaan narkotika merokok, konsumsi alkohol).2Infeksi bakteri, baik asimtomatik atau dengan gejala, dari cairan amnion dan membran (khorioamnionitis) dapat menginisiasi terjadinya kelahiran preterm; infeksi bakteri tersebut umumnya disebabkan oleh Streptococcus grup B, Listeria monocytogenes, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Chlamydia, Trichomonas vaginalis, Gardnerella vaginalis, atau Bacteroides spp. Produk-produk bakteri-bakteri tersebut dapat menstimulasi produksi mediator inflamasi lokal (interleukin 6, prostaglandin), yang dapat menginduksi kontraksi prematur dari uterus atau respon inflamasi lokal dengan ruptur membran fokal.1,8Sekitar dua pertiga dari semua kelahiran preterm terjadi setelah awitan persalinan spontan, sepertiga sisanya merupakan hasil dari kelahiran yang diindikasikan. Pernyataan diindikasikan berarti persalinan dan/atau kelahiran dilakukan lewat induksi dan/atau persalinan lewat abdomen atas indikasi maternal atau fetal. Indikasi maternal yang paling umum adalah pre-eklampsia, dan indikasi fetal yang paling umum adalah fetus yang kecil untuk usia gestasi (small-for-gestational age/SGA). Penyebab-penyebab lain dari kelahiran preterm yang diindikasikan termasuk anomali kongenital atau penyakit maternal yang membutuhkan kelahiran segera (misalnya acute fatty liver of pregnancy atau kelainan-kelainan lain, yang membaik setelah kelahiran.5,8 Selain kelahiran preterm spontan dan yang diindikasikan, kelahiran preterm juga dapat diinisiasi oleh pecahnya ketuban secara dini (premature rupture of membrane/PROM.1-2,8

2.1.5 KomplikasiBayi preterm umumnya mengalami masalah belum maturnya jaringan-jaringan dan organ-organ tubuhnya. Imaturitas cenderung meningkatkan tingkat keparahan namun menutupi manifestasi klinis dari sebagian besar penyakit neonatal. Fungsi-fungsi organ yang imatur, komplikasi dari terapi, dan gangguan-gangguan spesifik yang menyebabkan awitan prematur dari persalinan berpengaruh terhadap mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan bayi-bayi prematur dan BBLR.1,3 Permasalahan neonatal pada bayi preterm dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Permasalahan Neonatal pada Bayi Preterm

RespiratorikRespiratory Distress Syndrome/RDS (Hyaline Membrane Disease/HMD)

Bronchopulmonary Dysplasia/BPD

Pneumotoraks, pneumomediastinum; emfisema interstitial

Pneumonia kongenital

Hipoplasia pulmoner

Perdarahan pulmoner

Apnea*

KardiovaskulerPatent Ductus Arteriosus/PDA*

Hipotensi

Hipertensi

Bradikardia (dengan apnea)*

Malformasi kongenital

HematologikAnemia (awitan dini atau akhir)

Hiperbilirubinemia indirek*

Perdarahan subkutan atau organ (liver, adrenal)*

Defisiensi vitamin K

Hidrops imun atau nonimun

GastrointestinalFungsi gastrointestinal buruk motilitas buruk*

Enterokolitis nekrotikans (Necrotizing enterocolitis/NEC)

Hiperbilirubinemia direk dan indirek

Tabel 2.2 (Sambungan)Anomali kongenital yang menyebabkan polihidramnion

Spontaneous gastrointestinal isolated perforation

Metabolik-endokrinHipokalsemia*

Hipoglikemia*

Hiperglikemia*

Asidosis metabolik awitan akhir

Hipotermia*

Eutiroid namun dengan status tiroksin rendah

Sistem saraf pusatPerdarahan intraventrikuler (Intraventricular hemorrhage/IVH)*

Leukomalasia periventrikuler

Ensefalopati hipoksik-iskemik

Kejang

Retinopathy of prematurity/ROP

Ketulian

Hipotonia*

Malformasi kongenital

Kernikterus (ensefalopati bilirubin)

Gejala putus obat (narkotik)

RenalHiponatremia*

Hipernatremia*

Hiperkalemia*

Renal tubular acidosis

Tabel 2.2 (Sambungan)Renal glycosuria

Edema

Lain-lainInfeksi (kongenital, perinatal, nosokomial: bakterial, viral, fungal, protozoal)

*: sering terjadi

Sumber: Stoll BJ, Kliegman RM. The high-risk infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. h.553.

2.1.6 Prediksi Persalinan dan Kelahiran PretermMetode-metode yang dapat digunakan untuk memprediksi kelahiran preterm antara lain adalah penilaian aktivitas uterine di rumah (home uterine activity monitoring/HUAM), penilaian estriol di saliva, fetal fibronectin (FFN), ada atau tidaknya vaginosis bakterial/VB, dan penilaian panjang serviks. Saat ini, HUAM tidak direkomendasikan sebagai metode prediksi kelahiran preterm karena tidak terbukti efektif dalam memonitor kontraksi uterus. Pengukuran estriol di saliva didasarkan atas teori bahwa sekresi dehidroepiandrosterone (DHEA) dari kelenjar adrenal meningkat sebelum awitan kelahiran, yang mengakibatkan peningkatan estriol maternal; di sisi lain, kadar estriol maternal dapat mengalami variasi diurnal dan meningkat di malam hari, serta dapat disupresi pada penggunaan betamethasone, oleh sebab itu, nilai prediktif dari estriol saliva untuk mendeteksi risiko kelahiran preterm tidak terlalu tinggi. FFN adalah protein basal membran yang membantu mengikat membran plasenta ke desidua. Nilai FFN yang negatif dapat digunakan untuk memprediksi apakah seorang wanita tidak akan melahirkan preterm; nilai positif terbatas kegunaannya dalam penilaian apakah seorang wanita akan melahirkan preterm. Akan tetapi, FFN memiliki nilai prediktif dalam mengidentifikasi pasien-pasien yang akan atau tidak akan melahirkan dalam 1-2 minggu setelah penilaian. Untuk vaginosis bakterial/VB, walaupun keberadaan VB telah ditunjukkan berhubungan dengan risiko kelahiran preterm, studi-studi prospektif mengenai penanganan-penanganan VB asimtomatik gagal dalam menurunkan risiko kelahiran preterm, oleh sebab itu nilai prediktifnya tidak terlalu tinggi. Prediksi jangka panjang risiko kelahiran preterm dapat dicapai dengan pengukuran panjang serviks. Panjang serviks yang rendah pada trimester awal atau akhir trimester kedua telah dihubungkan dengan peningkatan risiko persalinan dan kelahiran preterm yang signifikan. Secara umum, prediksi kelahiran preterm kemungkinan dapat diperbaiki dengan kombinasi tes FFN dan pengukuran panjang serviks.2

2.1.7 Penilaian Usia Gestasi Saat KelahiranTerdapat berbagai cara penilaian usia gestasi untuk menentukan maturitas bayi saat dilahirkan; metode yang digunakan saat ini adalah metode Ballard, yang menentukan maturitas berdasarkan kriteria fisik dan neuromuskular. Nilai dari kedua kriteria dijumlahkan untuk dinilai estimasi usia gestasinya.1 Kriteria fisik dan neuromuskular, serta penilaian tingkat maturitas dapat dilihat di Gambar 2.1, 2.2, dan 2.3.

Gambar 2.1 Kriteria Fisik untuk Maturitas.

Sumber: Stoll BJ, Kliegman RM. The high-risk infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. h.552

Gambar 2.2 Kriteria Neuromuskular untuk Maturitas

Sumber: Stoll BJ, Kliegman RM. The high-risk infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. h.552

Gambar 2.3 Penilaian Tingkat Maturitas

Sumber: Stoll BJ, Kliegman RM. The high-risk infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. h.552

2.2 Manifestasi Patologis2.2.1 Sepsis 2.2.1.1 Definisi dan KlasifikasiSepsis adalah sindrom respon inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome/SIRS) yang disebabkan oleh proses infeksi. SIRS sendiri merupakan respon inflamasi sistemik terhadap berbagai jejas-jejas klinis, yang dimanifestasikan dengan dua (2) atau lebih kondisi-kondisi seperti: (A) instabilitas temperatur < 35oC atau > 38oC, (B) disfungsi respiratorik, yang ditunjukkan dengan takipnea > 2 SD di atas rerata usia atau hipoksemia (PaO2 < 70 mmHg pada udara ruangan), (C) disfungsi jantung, yang ditunjukkan dengan takikardia > 2 SD di atas rerata usia, terlambatnya pengisian kapiler (CRT > 3 s), atau hipotensi < 2 SD di bawah rerata usia, dan/atau (D) kelainan perfusi, yang ditunjukkan dengan oliguria (keluaran urin < 0,5 mL/kg/jam), lactic acidosis (peningkatan kadar laktat plasma dan/atau pH arteri < 7,25), atau perubahan status mental.1,9Berdasarkan waktu awitannya, sepsis dapat dibedakan menjadi sepsis awitan dini (early-onset sepsis) dan sepsis awitan akhir (late-onset sepsis). Sepsis awitan dini adalah sepsis yang terjadi segera setelah kelahiran;1,9 85% neonatus dengan infeksi awitan dini datang dalam waktu 24 jam, 5% dalam 24-48 jam, dan sisanya dalam waktu 48-72 jam.9 Sepsis awitan dini umumnya berhubungan dengan infeksi mikroorganisme dari ibu (maternal), berupa infeksi transplasental atau infeksi yang naik dari serviks; umumnya infeksi disebabkan mikroba yang mengkolonisasi saluran kemih (traktus genitourinarius) ibu, dan infeksi terjadi kerika bayu melewati jalur kelahiran (birth canal) yang dikolonisasi. Bakteri yang paling sering menyebabkan terjadinya infeksi awitan dini antara lain Streptococcus grup B (Group B Streptococcus/GBS), Escherichia coli, Staphylococcus koagulase-negatif, Haemophilus influenzae, and Listeria monocytogenes. Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan penyebab utama sepsis awitan dini saat ini adalah Streptococcus grup B/GBS.1,3,9-10Sepsis awitan akhir terjadi pada periode 4-90 hari setelah kelahiran dan diperoleh dari lingkungan. Organisme yang umumnya menyebabkan sepsis ini antara lain Staphylococcus koagulase-negatif, Staphylococcus aureus, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter, Candida, GBS, Serratia, Acinetobacter, dan bakteri-bakteri anaerob. Saat ini, penelitian mengenai penyebab utama sepsis awitan akhir cenderung mengarah ke Staphylococcus koagulase-negatif, di mana sebagian besar bakteri tersebut suseptibel terhadap sefalosporin gen.I Kulit, traktus respiratorius, konjungtiva, traktus gastrointestinal, dan umbilikus dapat dikolonisasi dari lingkungan, sehingga memungkinkan terjadinya sepsis awitan akhir dari mikroorganisme invasif. Vektor-vektor dari kolonisasi seperi di atas antara lain adalah kateter vaskular atau urin, saluran-saluran yang masuk ke pembuluh darah atau bagian tubuh lainnya, atau kontak dengan perawat yang terkena kolonisasi bakteri.1,9-11

2.2.1.2 Etiologi dan Faktor RisikoBerbagai jenis agen etiologi sepsis dapat menginfeksi neonatus in utero, intrapartum, atau postpartum Infeksi intrauterine transplasental yang sering menginfeksi fetus dan/atau neonatus antara lain sifilis, rubella, CMV, toksoplasmosis, dan lain-lain. Bakteri yang sering menginfeksi melalui jalan lahir antara lain adalah Streptococcus grup B (GBS), enterobacter, gonococci, dan chlamydia. Agen-agen yang sering menyebabkan infeksi nosokomial antara lain Staphylococci koagulase-negatif, bakteri Gram negatif, enterococci, S.aureus, dan Candida. Virus yang sering menyebabkan infeksi neonatal nosokomial antara lain adalah enterovirus, CMV, hepatitis A, adenovirus, influenza, respiratory syncitial virus, rhinovirus, parainfluenza, HSV, dan rotavirus.1,9-11 Agen-agen mikroba yang sering menyebabkan sepsis dapat dilihat di Tabel 2.3 dan 2.4

Tabel 2.3 Penyebab Bakterial dari Infeksi Neonatal Sistemik

BakteriAwitan diniAwitan akhir, sumber maternalAwitan akhir, nosokomialAwitan akhir, komunitas

Gram positif

Clostridia++*

Enterococci+++

Streptococcus grup B++++++

Listeria monocytogenes++

Streptococcus lainnya+++

Staphylococcus aureus++++

Staphylococcus, koagulase negatif++++

Streptococcus pneumoniae+++

Streptococcus viridans+++

Gram negatif

Bacteroides++

Tabel 2.3 (Sambungan)Campylobacter+

Citrobacter++

Enterobacter+

Eschereschia coli++++++

Haemophilus influenzae++

Klebsiella+

Neisseria gonorrheae+

Neisseria meningitidis++

Proteus+

Pseudomonas+

Salmonella++

Serratia+

Lain-lain

Tabel 2.3 (Sambungan)Treponema pallidum++

Mycobacterium tuberculosis+

* : Clostridium tetani pada beberapa negara-negara berkembang+ : frekuensi relatif

Sumber: Stoll BJ. Infections of the neonatal infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. h.627

Tabel 2.4 Penyebab Non-Bakterial dari Infeksi Neonatal Sistemik

VirusMycoplasma

AdenovirusM.hominis

CytomegalovirusUreaplasma urealyticum

Enterovirus

Herpes simplex virusFungi

HIVCandida sp.

ParvovirusMalassezia sp.

Rubella virus

Varicella-zoster virusProtozoa

Plasmodia

Tozoplasma gondii

Trypanosoma cruzii

Sumber: Stoll BJ. Infections of the neonatal infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. h.627

2.2.2 Respiratory Distress/RD Penyakit paru menjadi penyebab terbanyak respiratory distress, walaupun penyakit nonparu pun dapat bermanifestasi menjadi respiratory distress. Hal ini meliputi jantung (contoh: penyakit jantung kongenital, disfungsi miokardium), neurologik (contoh: asfiksia, perdarahan intrakranial), dan metabolik (contoh: hipoglikemia, asidosis).1,12-15Respiratory distress dapat disebabkan oleh kondisi medis (medical) atau bedah (surgical), di mana kondisi medis umum yang menyebabkan penyakit ini antara lain adalah: respiratory distress syndrome (RDS), meconium aspiration syndrome (MAS), transient tachypnea of newborn (TTN), pneumonia, aspirasi, hipertensi pulmonal, gangguan adaptasi, asfiksia, dan asidosis. Kondisi bedah yang dapat menyebabkan respiratory distress meliputi pneumotoraks, hernia diafragmatika, fistel trakeoesofageal (aspirasi), Pierre Robin syndrome (obstruksi jalan napas atas akibat glossoptosis), atresia koana, dan emfisema lobar.1,12-15

2.2.3 Hiperbilirubinemia2.2.3.1 Definisi dan KlasifikasiHiperbilirubinemia merupakan kondisi yang umum ditemukan dan membutuhkan perhatian medis. Warna kuning pada kulit dan sklera pada neonatus disebabkan oleh akumulasi dari bilirubin indirek (unconjugated bilirubin). Pada sebagian besar bayi, hiperbilirubinemia indirek menunjukkan fenomena transisi yang normal. Namun, pada beberapa bayi, kadar bilirubin serum dapat meningkat terlalu banyak, sehingga membutuhkan perhatian khusus karena bilirubin indirek bersifat neurotoksik dan dapat menyebabkan kematian pada neonatus serta kernikterus.1,16-17,20-21

2.2.3.2 EpidemiologiHiperbilirubinemia pada neonatus sangat sering terjadi karena hampir setiap neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek lebih dari 1,8 mg/dL selama minggu pertama kehidupan.1,16,20Di Indonesia, didapatkan data hiperbilirubinemia dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi aterm mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3, dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia. Di RS Dr. Kariadi Semarang, insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.1,16-23Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL, RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5, dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode visual.1,16-23

2.2.3.3 Hiperbilirubinemia pada Bayi PretermHiperbilirubinemia terjadi pada lebih dari 60% neonatus preterm dan aterm. Hiperbilirubinemia mencapai puncaknya pada 3-5 hari setelah lahir dan biasanya sembuh setelah usia 2 minggu. Temuan klinis yang umum ini adalah akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan eliminasi bilirubin, sebuah produk uraian dari hemoglobin. Pembentukan bilirubin pada bayi baru lahir adalah 2 sampai 3 kali lebih besar dibanding pada dewasa karena masa aktif hemoglobin janin yang relatif singkat dibandingkan dengan hemoglobin dewasa. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) menyebabkan penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi. Belum sempurnanya fungsi saluran-saluran gastrointestinal neonatus juga turut menyebabkan ekskresi bilirubin yang tidak secepat produksinya. Apabila bilirubin terakumulasi dalam darah dan jaringan tubuh, kulit dan mata menunjukkan karakteristik warna kuning dari penyakit kuning.1,16-23Pada bayi baru lahir, hiperbilirubinemia yang terjadi pada umumnya bersifat fisiologis, kecuali jika:(a) timbul dalam 24 jam pertama kehidupan,(b) bilirubin total/indirek untuk bayi aterm >13 mg/dL atau bayi preterm >10 mg/dL,(c) peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam,(d) kadar bilirubin direk > 2 mg/dL,(e) ikterus menetap pada usia >2 minggu, dan(f) terdapat faktor risiko.16-23Hiperbilirubinemia nonfisiologis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kelahiran preterm, hemolisis akibat inkompatibilitas ABO/Rh, defisiensi G6PD, sferositosis herediter, pengaruh obat, infeksi (septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin), polisitemia, ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir, ibu diabetes, asidosis, hipoksia, dan sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.1, 20-23

2.2.4 Hyaline membrane disease/HMD2.2.4.1 Definisi dan EtiologiHyaline membrane disease/HMD atau biasa disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak pada bayi preterm. HMD disebabkan oleh defisiensi surfaktan paru. Surfaktan merupakan campuran kompleks dari fosfolipid dan protein yang berfungsi untuk mengurangi tekanan permukaan alveolus dan menjaga stabilitas alveolus. Karena sebagian besar surfaktan alveolus diproduksi setelah usia gestasi mencapai 30-32 minggu, bayi preterm yang lahir sebelum waktu tersebut sangat mungkin menderita HMD.1, 12-15

2.2.4.2 EpidemiologiDi Amerika Serikat, HMD diperkirakan terjadi pada 20.000-30.000 neonatus setiap tahunnya dan merupakan komplikasi sekitar 1% kehamilan. Insidensi dan berat ringannya HMD berbanding terbalik dengan usia gestasi neonatus. Kurang lebih 50% neonatus yang lahir pada usia gestasi 26-28 minggu menderita HMD, sedangkan kurang dari 30% bayi preterm lahir pada usia gestasi 30-31 minggu yang menderita HMD. Dalam suatu studi disebutkan bahwa insidensi HMD sebesar 42% pada bayi dengan berat lahir 501-1500 gram, dengan 71% dilaporkan pada bayi dengan berat lahir 501-750 gram, 54% pada bayi dengan berat lahir 751-1000 gram, 36% pada bayi dengan berat lahir 1001-1250 gram, dan 22% pada bayi dengan berat lahir 1251-1500 gram.1,12-15HMD ditemukan lebih sedikit di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya bayi preterm dengan usia gestasi yang pendek mengalami stres sejak di dalam uterus akibat malnutrisi atau hipertensi pada masa kehamilan. Selain itu, pada negara berkembang masih terdapat beberapa proses persalinan yang berlangsung di rumah, sehingga data yang akurat sulit untuk didapatkan.1,12-15

2.2.4.3 HMD pada Bayi PretermPada bayi preterm, HMD dapat timbul akibat kurangnya sintesis dan sekresi surfaktan yang dapat berujung kepada atelektasis, ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi, dan hipoventilasi, yang kemudian mengakibatkan hipoksemia dan hiperkarbia. Hasil analisa gas darah akan menunjukkan adanya asidosis respiratorik dan asidosis metabolik yang dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, berakibat pada terganggunya integritas epitel dan endotel dengan kebocoran eksudat protein dan pembentukan membran hialin. Hipoksia, asidosis, hipotermia, dan hipotensi dapat menyebabkan gangguan produksi dan/atau sekresi surfaktan. Hal ini mengakibatkan terjadinya vicious cycle pada patogenesis penyakit membran hialin.1,12-15

Gambar 2.4 Faktor-Faktor yang Berperan dalam HMD

Sumber: Stoll BJ, Kliegman RM. The high-risk infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. h.628.

Pada bayi preterm dengan HMD cepat atau lambat setelah lahir akan mengalami gangguan pernapasa yang semakin lama dapat semakin memburuk. Gejala yang dapat terlihat meliputi takipnea (frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit), retraksi otot-otot interkostal, subkostal, dan sternal, expiratory grunting (mendengkur saat ekspirasi), sianosis, sampai hilangnya suara napas.1,12-15Jika tidak diobati, bayi dapat menjadi kelelahan, apnea, dan hipoksia. Hal ini dapat berlanjut menjadi gagal napas dan diperlukan penggunaan alat bantu ventilasi. Tekanan udara yang tinggi mungkin diperlukan untuk memberikan ventilasi pada paru-paru yang keras dan sulit mengkompensasi. Dengan demikian, peningkatan risiko terjadinya komplikasi respirasi akut dapat terjadi, seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, dan pulmonary interstitial emphysema.1,12-15

2.2.5 Apnea of Prematurity2.2.5.1 DefinisiApnea of prematurity (AOP) dapat didefinisikan sebagai henti napas yang berlangsung selama lebih dari 20 detik atau adanya gangguan jalan napas dan henti napas selama kurang dari 20 detik yang disertai dengan bradikardia (frekuensi nadi kurang dari 80 kali per menit), sianosis sentral, atau saturasi oksigen kurang dari 85% pada bayi preterm dan tanpa disertai penyakit lain yang dapat menyebabkan apnea.1,24-27

2.2.5.2 EpidemiologiWalaupun tidak selalu muncul, AOP menjadi masalah yang biasa terjadi pada neonatus preterm. Sekitar 70% bayi yang lahir sebelum usia gestasi mencapai 34 minggu menderita apnea, bradikardia, atau desaturasi oksigen selama perawatan di rumah sakit. Semakin rendah usia gestasi seorang janin, semakin tinggi risikonya menderita AOP. Apnea dapat terjadi selama periode postnatal pada 25% neonatus dengan berat lahir kurang dari 2500 gram dan pada 84% neonatus yang memiliki berat lahir kurang dari 1000 gram.1,24-27Sekitar 50% atau lebih bayi lahir hidup dengan berat lahir kurang dari 1500 gram mengalami episode apnea yang harus ditangani dengan intervensi farmakologi atau dukungan ventilator. Apnea campuran didapati sebanyak kurang lebih 50% dari seluruh kasus apnea pada neonatus preterm; sekitar 40% mengalami apnea sentral, dan 10% mengalami apnea obstruktif.1,24-27Carlo et.al. menunjukkan bahwa apnea dapat muncul pada hari pertama kehidupan neonatus tanpa adanya respiratory distress syndrome. Akan tetapi, AOP harus selalu menjadi diagnosis eksklusi. Banyak penyakit lain yang bermanifestasi menjadi apnea pada hari pertama kelahiran, seperti pajanan magnesium intrapartum, infeksi sistemik, pneumonia, hipoglikemia, dan gangguan metabolik lainnya.24-27

2.2.5.3 Apnea of Prematurity pada Bayi PretermAOP dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu sentral, obstruktif, dan campuran. Apnea sentral disebabkan oleh immaturitas dari pusat pengaturan respirasi di medulla. Impuls neural yang tidak adekuat dari pusat pernapasan di medulla mencapai otot-otot pernapasan sehingga bayi berhenti bernapas. Hipoksemia dan hiperkarbia menstimulasi timbulnya usaha napas. Apnea obstruktif disebabkan oleh adanya obstruksi jalan napas, fleksi leher yang menyebabkan oposisi jaringan lunak hipofaringeal, oklusi nasal, atau refleks laringospasme. Kedua jenis apnea dapat menyebabkan hipoksemia, sianosis, dan Universitas Indonesiabradikardia jika apnea dibiarkan terlalu lama.1,24-27

2.3 Kerangka Konsep

PretermImmaturitasSistem Saraf PusatSistem KardiovaskularSistem MuskuloskeletalSistem HematologikSistem RespirasiManifestasi Patologis

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain PenelitianPenelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang bersifat cross sectional (studi potong lintang).

3.2 Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Central Medical Unit (CMU) Bagian Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) FKUI/RSUPN-CM dan mulai dilaksanakan pada bulan Mei 2010 hingga bulan Juni 2010.

3.3 Sumber DataSumber data pada penelitian ini adalah data primer berupa data rekam medik bayi yang dirawat di CMU Bagian Perinatologi Departemen IKA FKUI/RSUPN-CM dalam periode Juli-Desember 2008. Lama perawatan dilihat dari tanggal keluar perawatan, di mana pasien yang keluar selama bulan Juli-Desember dimasukkan dalam populasi penelitian.

3.4 Populasi Penelitian3.4.1 Populasi TargetPopulasi target dari penelitian ini adalah bayi dengan kelahiran preterm.

3.4.2 Populasi TerjangkauPopulasi terjangkau dari penelitian ini adalah bayi dengan kelahiran preterm yang dirawat di CMU Bagian Perinatologi Departemen IKA FKUI/RSUPN-CM pada periode Juli-Desember 2008.

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi3.5.1 Kriteria InklusiKarakteristik umum yang harus dipenuhi oleh data primer dalam penelitian ini adalah: 1. Semua data rekam medik bayi dalam periode Juli 2008 hingga Desember 20082. Rekam medik yang digunakan adalah data dari bayi dengan kelahiran preterm dalam periode Juli 2008 hingga Desember 2008, yang dilihat berdasarkan tanggal keluar perawatan.

3.5.2 Kriteria EksklusiData rekam medik dalam periode Juli 2008 hingga Desember 2008 yang tidak lengkap sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini.

3.6 Sampel dan Cara Pemilihan SampelSampel penelitian ini adalah bayi dengan kelahiran preterm yang dirawat CMU Bagian Perinatologi Departemen IKA FKUI/RSUPN-CM dalam periode Juli 2008 hingga Desember 2008. Cara pemilihan sampel adalah dengan total sampling, di mana seluruh data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian.

3.7 Alur Penelitian3.7.1 Pengumpulan DataData diperoleh dari data sekunder berupa data rekam medik bayi yang dirawat di CMU divisi Perinatologi-Anak RSCM dalam periode Juli 2008 hingga Desember 2008. Cara pemilihan sampel adalah dengan total sampling.

3.7.2 Pengolahan DataSetelah dikumpulkan, data diverifikasi dan diedit. Data kemudian dimasukkan dan diolah dengan menggunakan SPSS for Windows versi 12.

3.7.3 Penyajian DataData disajikan dalam bentuk naratif dan tabular.

3.7.4 Pelaporan DataHasil penelitian dilaporkan dalam bentuk makalah yang dipresentasikan di depan pembimbing dan staf pengajar Modul Riset Program Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai tugas akhir dan akan diserahkan kepada tim modul riset.

3.8 Identifikasi VariabelPenelitian ini bersifat deskriptif, dengan tidak menetapkan variabel bebas (independent variable) atau variabel tergantung (dependent variable). Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah usia gestasi persalinan preterm dan manifestasi patologis. Variabel usia gestasi tergolong variabel berskala numerik tipe rasio, sedangkan variabel manifestasi patologis tergolong variabel berskala kategorik tipe nominal.

3.9Definisi Operasional1. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia gestasi antara 23 sampai 36 minggu2. Manifestasi patologis adalah kelainan atau penyakit yang terdapat pada bayi preterm.3. Usia gestasi adalah waktu yang diukur dari hari pertama siklus menstruasi terakhir ibu sampai waktu persalinan dalam satuan minggu.4. Data rekam medik adalah data catatan pasien yang dibuat oleh tenaga pelayanan kesehatan yang diperoleh dari tempat pasien memeriksakan dirinya.

3.10 Etika PenelitianUntuk menghindari penelitian ini dari masalah etika, peneliti berusaha agar penelitian ini dapat dilaksanakan sesuai dengan etika yang berlaku. Usaha yang telah peneliti lakukan adalah mengajukan proposal penelitian kepada tim modul riset FKUI untuk mendapatkan izin menggunakan data rekam medik pasien yang dirawat di CMU Bagian Perinatologi Departemen IKA FKUI/RSUPN-CM dan mendapatkan persetujuan kajian etik dari pembimbing.

BAB 4HASIL PENELITIAN

4.1 Jumlah Bayi Preterm secara Keseluruhan dan Per Usia Gestasi4.1.1 Jumlah Bayi Preterm secara KeseluruhanPada periode Juli hingga Desember 2008, terdapat 387 orang pasien bayi yang dirawat di Central Medical Unit (CMU) Bagian Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) FKUI/RSUPN-CM. Dari 387 orang pasien tersebut, 166 orang di antaranya merupakan bayi preterm. Perincian umum terdapat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Data Jumlah Pasien yang Dirawat berdasarkan Kategori Preterm, Aterm, dan Postterm di CMU RSUPN-CM pada Periode Juli-Desember 2008

No.Kategori Usia GestasiJumlahPersentase (%)

1.Bayi preterm (hingga 36 mg)16642,9

2.Bayi aterm (37-42 mg)21555,5

3.Bayi postterm (43 mg ke atas)61,5

Jumlah387100,0

Dari 387 orang pasien yang dirawat di CMU RSUPN-CM pada periode Juli-Desember 2008, didapatkan sejumlah 166 orang pasien (42,9 %) merupakan bayi preterm, 215 orang pasien (55,5%) merupakan bayi aterm, dan 6 orang pasien (1,5%) merupakan bayi postterm. Dari seluruh populasi di atas, sebanyak 166 orang pasien bayi preterm diambil sebagai sampel penelitian dengan dilakukan pengambilan seluruh populasi terjangkau sebagai sampel (total sampling).

4.1.2 Jumlah Bayi Preterm Per Usia GestasiDari populasi pasien bayi preterm yang diperoleh di atas, dapat diperoleh jumlah pasien bayi preterm untuk setiap usia gestasi dan prevalensi manifestasi patologis pada populasi bayi preterm berdasarkan usia gestasi. Perincian mengenai populasi bayi preterm tersebut terdapat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Data Jumlah Bayi Preterm Berdasarkan Usia Gestasi di CMU RSUPN-CM pada Periode Juli-Desember 2008

Usia GestasiJumlah PasienPersentase

2510.6

2621.2

2721.2

2842.4

2995.4

3084.8

31137.8

32137.8

334024.1

34148.4

353822.9

362213.3

Total166100.0

Berdasarkan tabel 4.2, didapatkan data jumlah bayi preterm terbanyak terdapat pada kelompok usia gestasi 33 minggu, 35 minggu, dan 36 minggu, masing-masing berurutan sebanyak 40 orang (24,1%), 38 orang (22,9%), dan 22 orang (13,3 %). Jumlah bayi preterm paling sedikit adalah pasien dengan usia gestasi 25 minggu, yaitu sebanyak 1 orang dengan persentase 0,6% dari seluruh sampel.

4.2 Prevalensi Manifestasi Patologis Keseluruhan dan Per Usia Gestasi4.2.2 Prevalensi Manifestasi Patologis KeseluruhanBerdasarkan rekam medis periode Juli-Desember 2008, didapatkan data mengenai prevalensi manifestasi patologis dari setiap pasien bayi preterm. Oleh karena jumlah manifestasi patologis yang beragam, pada laporan ini akan dilaporkan prevalensi dari lima (5) buah manifestasi patologis terbanyak yang ditemukan. Dari hasil temuan penelitian, dapat ditelaah sepuluh (10) manifestasi patologis teratas yang sering ditemukan. Perincian mengenai data prevalensi tersebut dapat dilihat di Gambar 4.1

Gambar 4.1 Data Prevalensi Sepuluh (10) Manifestasi Patologis Terbanyak pada Bayi Preterm di CMU RSUPN-CM Periode Juli-Desember 2008

Data prevalensi sepuluh manifestasi patologis di atas menunjukkan urutan dari yang paling sering ditemukan hingga yang paling jarang, yaitu sepsis (98 orang), respiratory distress (90 orang), hiperbilirubinemia (26 orang), hyaline membrane disease (21 orang), apnea of prematurity (16 orang), patent ductus arteriosus (16 orang), perdarahan saluran cerna karena berbagai sebab (14 orang), ikterus neonatorum (14 orang), pneumonia (13 orang), dan kolestasis intra- dan ekstrahepatik (13 orang). Dari 10 manifestasi patologis terbanyak di atas, didapatkan 5 manifestasi patologis teratas yang akan dibahas dalam pembahasan selanjutnya. Perincian mengenai data prevalensi tersebut dapat dilihat di Gambar 4.2

Gambar 4.2 Data Prevalensi Lima (5) Manifestasi Patologis Terbanyak pada Bayi Preterm di CMU RSUPN-CM Periode Juli-Desember 2008

Dari 166 orang pasien bayi preterm yang dirawat, didapatkan lima (5) buah manifestasi patologis terbanyak, yaitu berturut-turut dari yang paling banyak ke yang paling sedikit adalah sepsis (98 kasus), Respiratory Distress/RD (90 kasus), hiperbilirubinemia (26 kasus), Hyaline Membrane Disease/HMD (21 kasus), dan Apnea of Prematurity/AOP (19 kasus).

4.2.2 Prevalensi Manifestasi Patologis Per Usia GestasiBerdasarkan data di atas, didapatkan data mengenai prevalensi manifestasi patologis pada masing-masing usia gestasi pasien. Perincian mengenai data ini dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Data Prevalensi Lima (5) Manifestasi Patologis Terbanyak Berdasarkan Usia Gestasi pada Bayi Preterm di CMU RSUPN-CM Periode Juli-Desember 2008

Usia Gestasi (mg)JSManifestasi Patologis

SepsisRDHiperbilirubinemiaHMDApneaOfPrematurity

F%F%F%F%F%

25100110000110000

2622100150,00015000

272150,0150,000210000

284250,0250,000125125,0

299555,5522,200222,2111,1

308337,5675,0225,0225,000

3113753,8323,1215,4215,4861,5

32131184,6861,5323,100215,4

33402357,52255,0512,5338,5615,0

3414964,31071,4321,4214,300

35382463,22155,3615,8410,500

36221150,01045,4522,714,514,5

1669859,09054,22615,72112,61911,4

89

32UNIVERSITAS INDONESIAUNIVERSITAS INDONESIAKeterangan:

JS: Jumlah sampelF: Frekuensi kasus%: Persentase (dibandingkan dengan jumlah sampel pada kelompok usia gestasinya)

Pada Tabel 4.3 diperoleh data mengenai prevalensi lima (5) manifestasi patologis terbanyak berdasarkan usai gestasi (dalam jumlah kasus dan persentase) pada bayi preterm yang dirawat di CMU RSUPN-CM periode Juli-Desember 2008. Manifestasi patologis dengan frekuensi terbanyak pada sampel penelitian adalah sepsis (98 kasus; 59,0% dari seluruh sampel), dengan jumlah kasus paling banyak terdapat pada kelompok usia gestasi 35 minggu sebanyak 24 orang (63,2%) dan paling sedikit pada kelompok usia gestasi 25 minggu, di mana tidak ditemukan kasus sepsis. Respiratory Distress/RD (90 kasus; 54,2% dari seluruh sampel) memiliki jumlah kasus paling banyak pada kelompok usia gestasi 33 minggu sebanyak 22 orang (55,0%) dan paling sedikit pada kelompok usia gestasi 25, 26, dan 27 minggu, di mana pada masing-masing usia gestasi terdapat 1 kasus (100% untuk kelompok usia gestasi 25 minggu, 50% untuk kelompok usia gestasi 26 dan 27 minggu). Hiperbilirubinemia (26 kasus, 15,7% dari seluruh sampel) memiliki jumlah kasus paling banyak pada kelompok usia gestasi 35 minggu dengan 6 kasus (15,8%), sementara pada kelompok usia gestasi 25, 26, 27, 28, dan 29 minggu tidak ditemukan kasus hiperbilirubinemia. Hyaline Membrane Disease/HMD (21 kasus, 12,6% dari seluruh sampel) memiliki jumlah kasus paling banyak pada kelompok usia gestasi 35 minggu dengan 4 kasus (10,5%), sementara pada kelompok usia gestasi 32 minggu tidak ditemukan adanya kasus. Apnea of Prematurity/AOP (19 kasus, 11,4% dari seluruh sampel) memiliki jumlah kasus paling banyak pada kelompok usia gestasi 31 minggu dengan 8 kasus (61,5%), sedangkan pada kelompok usia gestasi 25, 26, 27, 30, 34, dan 35 minggu tidak ditemukan kasus.

BAB 5PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada populasi target bayi preterm dan populasi terjangkau bayi preterm yang dirawat di Central Medical Unit Bagian Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN-CM pada periode Juli-Desember 2008. Sampel diperoleh dari seluruh populasi terjangkau dengan teknik pemilihan sampel secara total sampling.

5.1 Data Umum Bayi PretermBerdasarkan data yang diperoleh, terdapat 387 orang pasien bayi yang dirawat di Central Medical Unit RSUPN-CM, dengan 166 orang di antaranya merupakan bayi preterm. Penanganan bayi preterm di RSUPN Cipto Mangunkusumo dilakukan di beberapa lokasi. Sampel diambil dari lokasi perawatan utama, yaitu Central Medical Unit, yang mencakup unit perawatan neonatal intensif (Neonatal Intensive Care Unit/NICU) dan ruang perawatan neonatal standar (Standard Neonatal Care/SCN), yang terdiri dari SCN-1, SCN-2, SCN-3, dan SCN-4; masing-masing ruangan disusun berdasarkan kriteria tingkat perawatan yang dibutuhkan pasien. Selain CMU, pasien bayi preterm juga dapat dirawat di Instalasi Rawat Inap/IRNA bersama-sama dengan departemen-departemen lain (Rawat Gabung) atau di Instalasi Gawat Darurat/IGD. Berdasarkan lokasi perawatan antenatalnya (Ante-Natal Care/ANC) dan kelahirannya, pasien dapat merupakan pasien asli RSUPN-CM atau rujukan dari luar, baik dari bidan atau dari RS-RS lain. Pasien yang lahir di RSUPN-CM umumnya berasal dari Bagian Fetomaternal Departemen Obstetri dan Ginekologi (Obs-Gin) FKUI/RSUPN-CM, sehingga berdasarkan jumlah kelahiran preterm yang ada, secara kasar dapat dibandingkan antara jumlah bayi yang dirawat dengan jumlah kelahiran pada periode yang sama. Data jumlah kelahiran preterm dan persentase dari keseluruhan kelahiran untuk periode Juli-Desember 2008 tidak berhasil ditemukan. Laporan Bagian Fetomaternal Departemen Obs-Gyn FKUI/RSUPN-CM tahun 2007 menyebutkan jumlah kelahiran preterm sepanjang tahun 2007 adalah sebanyak 648 orang, atau sebesar 19,52% dari seluruh kelahiran sepanjang tahun 2007. Untuk periode Juli-Desember tahun 2007, jumlah kelahiran preterm mencapai 318 orang, atau sebesar 18,83% dari seluruh kelahiran pada periode Juli-Desember 2007.6 Perbedaan jumlah kelahiran preterm dan bayi preterm yang dirawat di CMU disebabkan karena tidak semua bayi preterm yang dilahirkan perlu dirawat inap atau dirawat oleh bagian Perinatologi-IKA saja, sehingga terdapat bayi-bayi yang segera pulang setelah dilahirkan atau dirawat bersama departemen-departemen lain di Rawat Gabung. Beberapa penelitian menunjukkan adanya suatu kumpulan gejala yang menyerupai sindrom yang menyertai terjadinya kelahiran preterm, sehingga peristiwa kelahiran preterm spontan sering disebut sebagai preterm parturition syndrome.7, 28-31 Terdapat beberapa faktor yang menentukan terjadinya persalinan preterm, antara lain usia ibu,28-29 jenis kelamin,37 infeksi intrauterine,28-29 dan lain-lain.Dari antara 166 orang sampel, terdapat rentang waktu usia gestasi antara 25 minggu hingga 36 minggu Berdasarkan definisi The 10th International Classification of Diseases/ICD-X,,28-29 prematuritas atau kelahiran preterm adalah kelahiran dengan usia gestasi di bawah 37 minggu atau 259 hari. Dari definisi tersebut, kelahiran preterm dapat terjadi pada berbagai usia gestasi; di sisi lain, jumlah morbiditas dan mortalitas pada bayi preterm umumnya meningkat seiring dengan menurunnya usia gestasi, sehingga bayi preterm dengan usia gestasi di bawah 22 minggu umumnya lahir mati, sesuai dengan definisi lahir mati/stillbirth pada laporan Bagian Fetomaternal Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM tahun 2006.32Jumlah sampel cenderung meningkat seiring dengan peningkatan usia gestasi, dengan jumlah sampel terbanyak terdapat pada sampel dengan usia gestasi mendekati aterm (40 orang pasien dengan usia gestasi 33 minggu, 38 orang pasien dengan usia gestasi 35 minggu, dan 22 orang pasien dengan usia gestasi 36 minggu). Hal ini kemungkinan karena angka kesintasan (survival) lebih baik untuk bayi preterm akhir/near-term dibanding early preterm atau very early/extremely preterm. Temuan ini sesuai dengan systematic review dari berbagai penelitian mengenai prematuritas oleh Beck et.al3 yang menunjukkan bahwa prevalensi kesintasan bayi-bayi preterm meningkat seiring dengan peningkatan usia gestasi, dengan angka kesintasan untuk bayi preterm di atas 32 minggu serupa dengan kesintasan bayi aterm; di lain pihak, angka tersebut ditemukan pada penelitian-penelitian yang dilakukan pada sampel bayi-bayi preterm di negara-negara maju, sementara untuk bayi-bayi preterm di negara-negara berkembang tidak diperoleh data yang memadai. Pada beberapa penelitian lain (Shapiro-Mendoza et.al, Ahmed et.al.) ditemukan untuk bayi-bayi preterm di negara berkembang, kelompok bayi dengan usia gestasi di bawah 32 minggu di negara-negara berkembang memiliki angka kematian yang cukup tinggi.29,31 Di negara-negara maju seperti Perancis dan Belanda, Morret et.al dan de Klein et.al. menemukan angka kesintasan yang meningkat sebesar 5 kali lipat untuk preterm yang sangat dini maupun akhir.32-33

5.2 Manifestasi Patologis dan Usia GestasiManifestasi patologis yang terbanyak ditemukan pada sampel adalah sepsis. Sepsis pada bayi dapat digolongkan menjadi sepsis awitan dini (early-onset sepsis) atau awitan akhir (late-onset sepsis). Pada penelitian ini tidak dilakukan pembedaan antara kedua jenis sepsis di atas. Sepsis merupakan manifestasi patologis dengan prevalensi tertinggi pada sampel, yakni mencapai 98 buah kasus, dengan prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok usia gestasi 35 minggu sebanyak 24 orang dan terendah pada kelompok usia gestasi 25 minggu, di mana tidak ditemukan kasus sepsis. Hal ini menunjukkan insidensi sepsis lebih tinggi pada bayi near-term. Hal ini dapat disebabkan proporsi jumlah sampel preterm akhir yang lebih besar, namun dari persentase yang diperoleh, proporsi insidensi sepsis terbesar terdapat pada kelompok usia gestasi ke-32 (84,6%). Secara umum, tingkat insidensi sepsis untuk bayi near-term lebih tinggi dibandingkan untuk bayi preterm awal, baik dari jumlah maupun persentase. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shapiro-Mendoza et.al.,28-29 Morret et.al,34 dan de Klein et.al.35 di negara-negara maju, yang menunjukkan insidensi sepsis yang lebih tinggi pada bayi preterm awal. Manifestasi patologis kedua terbanyak pada sampel penelitian adalah gangguan pernapasan (respiratory distress/RD). Prevalensi RD terbanyak ditemukan pada kelompok usia gestasi 33 minggu sebanyak 22 orang dan paling sedikit pada kelompok usia gestasi 25, 26, dan 27 minggu, di mana pada masing-masing usia gestasi terdapat 1 kasus. Hal ini sesuai dengan insidensi sepsis, dan dipikirkan kemungkinan disebabkan jumlah sampel usia gestasi akhir yang lebih tinggi, sehingga jumlah manifestasi patologis yang ada juga lebih tinggi. Persentase tertinggi terdapat pada kelompok usia gestasi ke-30 (75,0%). Manifestasi patologis ketiga terbanyak adalah hyaline membrane disease/HMD, dengan jumlah kasus paling banyak pada kelompok usia gestasi 35 minggu dengan 4 kasus, sementara pada kelompok usia gestasi 32 minggu tidak ditemukan. Persentase HMD lebih banyak terjadi pada kelompok bayi preterm sangat awal (> 28 minggu) dan awal (28-32 minggu). Hal ini sesuai dengan patofisiologi HMD yang disebabkan oleh defisiensi surfaktan, dan terdiri dari proses akut dan kronis. Pada bayi yang preterm awal atau sangat awal, proses kronis terjadi lebih sering, dan perkembangan alveolus tertahan pada stadium sakuler. Pada proses kronis berkelanjutan, jejas yang terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan timbulnya displasia bronkopulmoner (BPD), yang sekarang dikenal sebagai penyakit paru kronis (chronic lung disease).(11,13-14) Stoll et.al. menyebutkan insidensi HMD sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu usia gestasi, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu usia gestasi, dan 5% pada bayi lebih dari 37 minggu.1,30 Pada sampel, kelompok usai gestasi dengan insidensi HMD terbesar adalah 35 minggu dengan 4 kasus; ini kemungkinan disebabkan jumlah sampel kelompok usia preterm awal dan sangat awal sangat sedikit (> 28 minggu: 5 orang dan 28-32 minggu: 34 orang), sehingga insidensi HMD tidak ditemukan. Di sisi lain, persentase angka insidensi HMD yang ditemukan sebesar adalah 38,5% pada kelompok usia gestasi ke-33, sehingga cocok dengan data epidemiologi sebelumnya.6,32Manifestasi patologis keempat terbanyak adalah hiperbilirubinemia neonatal (26 kasus, 15,7% dari seluruh sampel), yang jumlah kasus paling banyak pada kelompok usia gestasi 35 minggu dengan 6 kasus (15,8%), sementara pada kelompok usia gestasi 25, 26, 27, 28, dan 29 minggu tidak ditemukan kasus hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia pada neonatus umumnya terjadi karena ikterus neonatal, dan dapat dibedakan menjadi hiperbilirubinemia tipe terkonjugasi (conjugated) dan tak terkonjugasi (unconjugated). Pada penelitian ini tidak dilakukan pembedaan antara kedua jenis di atas. Pada suatu penelitian kohort, Shapiro-Mendoza et.al. menemukan bahwa hiperbilirubinemia dan infeksi neonatal merupakan dua etiologi utama dari re-hospitalisasi atau rawat inap dari bayi preterm yang sehat.28-29 Hal ini sesuai dengan temuan peneliti yang menemukan hiperbilirubinemia dan sepsis dalam lima penyakit terbanyak yang membuat bayi preterm harus dirawat. Pengaruh infeksi intrauterine juga berdampak terhadap timbulnya hiperbilirubinemia, seperti yang ditunjukkan oleh Romero et.al dan Mattar et.al 39-41 Manifestasi patologis kelima terbanyak adalah apnea karena prematuritas (Apnea of Prematurity/AOP), memiliki (19 kasus, 11,4% dari seluruh sampel) memiliki jumlah kasus paling banyak pada kelompok usia gestasi 31 minggu dengan 8 kasus (61,5%), sedangkan pada kelompok usia gestasi 25, 26, 27, 30, 34, dan 35 minggu tidak ditemukan kasus didefinisikan sebagai keadaan henti nafas lebih dari 20 detik atau lebih. Imaturitas pada bayi preterm menyebabkan fungsi mengontrol nafas pada bayi masih inadekuat sehingga bayi preterm sering terjadi gagal nafas dan bradikardi. Apnea of prematurity masih tergolong penyakit idiopatik, namun terdapat beberapa hipotesis mengenai penyebabnya, antara lain imaturitas pusat medular respirasi (the medullary respiratory centers), imaturitas kemoreseptor pusat dan perifer dan reflex pernafasan (pulmonary reflexes) pada bayi preterm.36,38

5.3 Kelebihan dan Keterbatasan PenelitianDari hasil pencarian literatur penulis bersama rekan-rekan, penelitian untuk mencari data prevalensi bayi preterm dan manifestasi patologisnya berdasarkan usia gestasi di RSCM belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini bisa dikatakan penelitian rintisan. Diharapkan lewat penelitian ini, data-data mengenai prevalensi bayi preterm, manifestasi patologis pada bayi preterm, dan prevalensi manifestasi patologis per usia gestasi bayi preterm dapat digunakan sebagai data sekunder untuk penelitian-penelitian analitik selanjutnya. Kelemahan penelitian ini adalah data kelahiran tahun 2008, baik secara keseluruhan maupun untuk periode yang sama, belum tersedia, sehingga belum dapat dibandingkan antara jumlah kelahiran dan jumlah bayi preterm yang dirawat di CMU dan pengambilan sampel dengan cara total sampling, yang walaupun di satu sisi dapat menggambarkan seluruh populasi terjangkau yang diharapkan, di sisi lain memakan banyak waktu dalam proses pengambilan, verifikasi, dan pengolahan data.

BAB 6KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:1. Jumlah bayi preterm yang dirawat di CMU RSUPN-CM pada periode Juli-Desember 2008 adalah sebesar 166 orang dari 385 orang pasien. Proporsi sampel dibandingkan seluruh jumlah pasien yang dirawat di CMU RSUPN-CM adalah sebesar 42,9%.2. Sepuluh (10) manifestasi patologis terbanyak yang ditemukan pada sampel adalah sepsis, respiratory distress/RD, hiperbilirubinemia, hyaline membrane disease/HMD, apnea of prematurity, patent ductus arteriosus/PDA, perdarahan saluran cerna, ikterus neonatorum, pneumonia, dan kolestasis. 3. Lima (5) manifestasi patologis terbanyak yang ditemukan pada sampel adalah sepsis (98 kasus; 59,0%), respiratory distress/RD (90 kasus, 54,2%), hiperbilirubinemia (26 kasus, 15,7%), hyaline membrane disease/HMD (21 kasus,12,6%), dan apnea of prematurity (19 kasus, 11,4%). Jumlah kasus terbanyak sepsis pada kelompok usia gestasi 35 minggu (24 kasus), paling sedikit pada kelompok usia gestasi 25 minggu (0). Jumlah kasus terbanyak RD pada kelompok usia gestasi 33 minggu (22 kasus), paling sedikit pada kelompok usia gestasi 25, 26, dan 27 minggu (1 kasus). Jumlah kasus terbanyak hiperbilirubinemia (26 kasus) pada kelompok usia gestasi 35 minggu (6 kasus), paling sedikit pada kelompok usia gestasi 25, 26, 27, 28, dan 29 minggu (0). Jumlah kasus terbanyak HMD pada kelompok usia gestasi 35 minggu (4 kasus), paling sedikit pada kelompok usia gestasi 32 minggu (0). Jumlah kasus terbanyak Apnea of Prematurity pada kelompok usia gestasi 31 minggu (8 kasus), paling sedikit pada kelompok usia gestasi 25, 26, 27, 30, 34, dan 35 minggu (0).

6.2 SaranBerdasarkan pengalaman penulis dalam melakukan penelitian, untuk penelitian-penelitian selanjutnya dengan topik yang serupa terdapat beberapa saran, antara lain:1. Rekam medis yang digunakan perlu dievaluasi tata laksana pencatatannya, mengingat terdapat data-data yang kurang lengkap.2. Deskripsi diagnosis agar diseragamkan dengan mengikuti tata laksana penamaan penyakit yang baku, karena sering kali dalam pencatatan diagnosis berbeda-beda antara satu pasien dengan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA1. Stoll BJ, Kliegman RM. The high-risk infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. h.550-82. Ross MG, Eden RD. Preterm labor. [Online]. 2 Mar 2010 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL:http://emedicine.medscape.com/article/260998-overview3. Beck S, Wojdyla D, Say L, Betran AP, Merialdi M, Requejo J et.al. The worldwide incidence of preterm birth: a systematic review of maternal mortality and morbidity. Bull World Health Organ [serial online] 2010 [diunduh 2010 Jun 8]; 88:3138. Tersedia dari: URL: http://www.who.int/reproductivehealth/publications/monitoring/who_bulletin_88.pdf4. Stokowski LA. Preterm birth: emerging evidence. [Online]. 2006 Jun 18 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://www.medscape.com/viewarticle/5413685. Lawn JE, Gravett MG, Nunes TM, Rubens CE, Stanton C et.al. Global report on preterm birth and stillbirth (1 of 7): definitions, description of the burden and opportunities to improve data. BMC Pregnancy and Childbirth [serial online] 2010 [diunduh 2010 Jun 8]; 10(Suppl 10):51. Tersedia dari: URL:http://www.biomedcentral.com/1471-2393/10/51/516. Bagian Fetomaternal Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM. Laporan fetomaternal 2007. [USB Flashdisk] [diunduh 2010 Jun 8]. Jakarta: Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM; 2007. 7. Gotsch F, Romero R, Erez O, Vaisbuch E, Kusanovic JP, Mazaki-Tovi S, et.al. The preterm parturition syndrome and its implications for understanding the biology, risk assessment, diagnosis, treatment and prevention of preterm birth. J Matern Fetal Neonatal Med [serial online] Mei 2009 [diunduh 2010 Jun 8]; 22(S2): 523. Tersedia dari: URL: http://informahealthcare.com/doi/pdf/10.1080/147670509028606908. Stoll BJ. Infections of the neonatal infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. h.6279. Anderson-Berry AL, Bellig LL, Ohning BL. Neonatal sepsis. [Online]. 23 Feb 2010 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/978352-overview10. Anderson-Berry AL, Bellig LL, Ohning BL. Neonatal sepsis: differential diagnosis & workup. [Online]. 23 Feb 2010 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/978352-differential diagnosis&workup11. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gillstrap III LC, Wenstrom KD, editor. Williams obstetrics, 22nd ed. [buku dalam CD-ROM]. McGraw-Hill: Philadelphia; 2005.12. Pramanik AK. Respiratory distress syndrome. [Online]. 2006 Jun 18 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview13. Pramanik AK. Respiratory distress syndrome: differential diagnosis & workup. [Online]. 2006 Jun 18 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/976034-differential_diagnosis&workup14. Pramanik AK. Respiratory distress syndrome: treatment & medication. [Online]. 2006 Jun 18 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/976034-treatment&medication15. Pramanik AK. Respiratory distress syndrome: follow up. [Online]. 2006 Jun 18 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/976034-followup

16. Mukherjee S, Ozden M. Hyperbilirubinemia, unconjugated. [Online]. 2009 Nov 19 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/178841-overview 17. Mukherjee S, Ozden M. Hyperbilirubinemia, unconjugated: differential diagnosis & workup. [Online]. 2009 Nov 19 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/178841-differential_diagnosis&workup 18. Mukherjee S, Ozden M. Hyperbilirubinemia, unconjugated: treatment & medication. [Online]. 2009 Nov 19 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/178841-treatment&medication 19. Mukherjee S, Ozden M. Hyperbilirubinemia, unconjugated: follow up. [Online]. 2009 Nov 19 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/178841-followup 20. Weisiger RA. Hyperbilirubinemia, conjugated. [Online]. 2009 Feb 16 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/178757-overview21. Weisiger RA. Hyperbilirubinemia, conjugated: differential diagnosis & workup. [Online]. 2009 Feb 16 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/178757-differential_diagnosis&workup 22. Weisiger RA. Hyperbilirubinemia, conjugated: treatment & medication. [Online]. 2009 Feb 16 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/178757-treatment&medication 23. Weisiger RA. Hyperbilirubinemia, conjugated: follow up. [Online]. 2009 Feb 16 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/178757-followup 24. Nimavat DJ, Sherman MP, Santin RL, Porat R. Apnea of prematurity. [Online]. 2009 Okt 26 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/974971-overview25. Nimavat DJ, Sherman MP, Santin RL, Porat R. Apnea of prematurity: differential diagnosis & workup. [Online]. 2009 Okt 26 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/974971-differential_diagnosis&workup26. Nimavat DJ, Sherman MP, Santin RL, Porat R. Apnea of prematurity: treatment & medication. [Online]. 2009 Okt 26 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/974971-treatment&medication27. Nimavat DJ, Sherman MP, Santin RL, Porat R. Apnea of prematurity: follow up. [Online]. 2009 Okt 26 [diunduh 2010 Jun 8]. Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/974971-followup 28. Shapiro-Mendoza CK. Infants born late preterm: epidemiology, trends, and morbidity risk NeoReviews [serial online] Mei 2009 [diunduh 2010 Jun 8]; 2009 [diunduh 2010 Jun 8]; 10: e287-e294. Tersedia dari: URL: http://neoreviews.aappublications.org/cgi/reprint/neoreviews;10/6/e287 29. Shapiro-Mendoza CK, Tomashek KM, Kotelchuck M, Barfield W, Weiss J, Evans S. Risk factors for neonatal morbidity and mortality among healthy, late preterm newborns. Semin Perinatol. 2006; 30:5460. 30. Smith R. Parturition. N Engl J Med 2007;356:271283.31. Romero R, Espinoza J, Kusanovic JP, Gotsch F, Hassan S, Erez O, Chaiworapongsa T, Mazor M. The preterm parturition syndrome. BJOG 2006;113(Suppl 3):1742.32. Bagian Fetomaternal Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM. Laporan fetomaternal 2006. [USB Flashdisk] [diunduh 2010 Jun 8]. Jakarta: Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM; 200633. Ahmed A, Rob M, Rahman F, Rahman R, Huda N. Preterm very low-birth weight babies: outcome of admitted newborns at a community-level medical college hospital in Bangladesh. J Bangladesh Coll Phys Surg 2008; 26(3): 128-34.34. Morret S, Ancel PY, Marpeau L, Marchand L, Pierrat V, Larroque B et.al. Neonatal and 5-year outcomes after birth at 30-34 week of gestation. Obstet Gynecol 2007; 110:72-80.35. de Kleine MJK, den Ouden AL, Kolle LAA, Ilsen A, van Wassenaer AG, Brand R et.al. Lower mortality but higher neonatal morbidity over a decade in very preterm infants. Paediatric and Perinatal Epidemiology 2007: 21: 15-25.36. Abu Shaweesh JM, Martin RJ. Apnea of prematurity: past, present, and future. J Arab Neonatal Forum 2005; 2:63-73.37. Brettel R, Yeh PS, Impey LWM. Examination of the association between male gender and preterm delivery. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 141 (2008) 123126. Tersedia dari: URL:http://download.journals.elsevierhealth.com/pdfs/journals/0301-2115/PIIS0301211508003072.pdf38. Tyson JE, Parikh NA, Langer J, Green C, Higgins RD. Intensive care for extreme prematurity moving beyond gestational age. N Engl J Med 2008; 358:1672-81. 39. Romero R, Espinoza J, Goncalves LF, Kusanovic JP, Friel L, Hassan S. The role of inflammation and infection in preterm birth. Semin Reprod Med 2007;25:2139.40. Romero R, Espinoza J, Goncalves LF, Kusanovic JP, Friel LA, Nien JK. Inflammation in preterm and term labour and delivery. Semin Fetal Neonatal Med 2006;11:317326.41. Mattar R, de Souza E, Daher S. Preterm delivery and cytokine gene polymorphisms. J Reprod Med 2006;51(4):317320.