Pneumonia Pada Anak

13
DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN PNEUMONIA PADA ANAK Roni Naning, Arti Kusumawati, Mahbub Muhammady Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UGM/ RSUP Dr R Sardjito Yogyakarta PENDAHULUAN Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan Iinterstisiil. Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan penyebab kematian utama pada balita. Sampai saat ini pneumonia masih mendapat julukan “Pembunuh balita nomer satu” karena pada kenyataanya dari data WHO 2004 penyakit ini merupakan penyebab kematian tertinggi pada anak balita diseluruh dunia, 19% kematian pada balita adalah karena pneumonia. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan mendapatkan pneumonia sebagai penyebab kejadian dan kematian tertinggi pada balita dan dalam Program Pemberantasan ISPA Depkes (WHO) fokus utamanya adalah deteksi dan penanganan dini pneumonia. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia antara lain yaitu defek anatomi bawaan, defisit imunologi, status gizi, polusi, GER, aspirasi, dan lain- lain. Terapi pada pneumonia pada sebagian besar kasus masih belum ideal karena penggunaan antibiotik masih berdasarkan pengalaman empiris, hal ini disebabkan sulitnya mendiagnosis etiologi kuman penyebab dari pneumonia. Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotika, tetapi dalam kenyataannya pasien pneumonia viral juga diberikan antibiotika. Hal ini disebabkan oleh karena karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri, secara epidemiologis bakteri sebagai penyebab infeksi pada saluran napas bawah cukup besar dan juga kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan. ETIOLOGI

description

diagnosis dan pengelolaan pneumonia pada anak

Transcript of Pneumonia Pada Anak

Pneumonia-Salatiga

DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN PNEUMONIA PADA ANAK

Roni Naning, Arti Kusumawati, Mahbub MuhammadyBagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UGM/ RSUP Dr R SardjitoYogyakarta

PENDAHULUANPneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan Iinterstisiil. Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan penyebab kematian utama pada balita. Sampai saat ini pneumonia masih mendapat julukan Pembunuh balita nomer satu karena pada kenyataanya dari data WHO 2004 penyakit ini merupakan penyebab kematian tertinggi pada anak balita diseluruh dunia, 19% kematian pada balita adalah karena pneumonia. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan mendapatkan pneumonia sebagai penyebab kejadian dan kematian tertinggi pada balita dan dalam Program Pemberantasan ISPA Depkes (WHO) fokus utamanya adalah deteksi dan penanganan dini pneumonia. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia antara lain yaitu defek anatomi bawaan, defisit imunologi, status gizi, polusi, GER, aspirasi, dan lain-lain.

Terapi pada pneumonia pada sebagian besar kasus masih belum ideal karena penggunaan antibiotik masih berdasarkan pengalaman empiris, hal ini disebabkan sulitnya mendiagnosis etiologi kuman penyebab dari pneumonia. Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotika, tetapi dalam kenyataannya pasien pneumonia viral juga diberikan antibiotika. Hal ini disebabkan oleh karena karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri, secara epidemiologis bakteri sebagai penyebab infeksi pada saluran napas bawah cukup besar dan juga kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.

ETIOLOGIPneumonia disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikopolasma dan jamur. Penegakan penyebab pneumonia pada anak terkadang sangat sukar tetapi dengan pengelompokan penyebab pneumonia berdasarkan usia penderita akan mempermudah dan mempersempit etiologi pneumonia pada anak. Pada masa neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak penumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab utama pada pneumonia bakterial pada Balita. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartasasmita tahun 2001 diketahui etiologi dari 698 anak dengan pneumonia tidak berat di Bandung, bakteri penyebab terbanyak adalah S. Pneumoniae (Pneumococcus) yaitu sebesar 67%. Kuman penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun adalah Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae. Pola mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur

UmurPenyebab seringPenyebab yang jarang

Lahir 20 hariBakteria

Escherichia colli

Group B strepcocci

Listeria monocytogenesBakteria

An aerobic organism

Group D streptococci

Haemophillus influenzae

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticumVirus

Cytomegalovirus

Herpes simplex virus

3 minggu 3 bulanBakteria

Clamydia trachomatis

Streeptococcus pneumoniae

Virus

Respiratory syncytial virus

Influenza virus

Para influenza virus 1,2 dan 3

Adenovirus

Bakteria

Bordetella pertusis

Haemophillus influenza type B and nontypeable

Moxarella catarrhalis

Staphylococcus aureus

Ureaplasma urealyticumVirus

Cytomegalovirus

4 bulan 5 tahunBakteria

Streptococcus pneumoniae

Clamydia pneumoniae

Mycoplasma pneumonaeVirus

Respiratory syncytial virus

Influenza virus

Parainfluenza virus

Rhinovirus

Adenovirus

Measles virusBacteria

Haemophillus influenza type B

Moxarella cattarhalis

Neisseria meningitis

Staphylococcus aureusVirus

Varicella zoster virus

5 tahun-remajaBakteria

Clamydia pneumoniae

Mycoplasma pneumoniae

Streptococcus pneumoniaeBakteria

Haemophillus influenza type B

Legionella species

Staphylococcus aureusVirus

Adenovirus

Epstein barr virus

Influenza virus

Parainfluenza virus

DIAGNOSIS Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal, pleural dan ekstrapulmonal. Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia dan gelisah. Beberapa pasien dapat mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare dan sakit perut. Gejala spesifik atau pada paru biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala napas cuping hidung, takipnea, dispnea dan apnea baru timbul. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus dapat tanpa disertai batuk. Wheezing mungkin akan ditemui pada anak-anak dengan pneumonia viral atau mikoplasma, seperti yang ditemukan pada anak-anak dengan asma atau bronkiolitis.

Peradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, yang ditandai dengan nyeri dada pada daerah yang terkena. Nyeri dapat berat sehingga akan membatasi gerakan dinding dada selama inspirasi dan kadang-kadang menyebar ke leher dan perut. Gejala ekstra pulmonal mungkin ditemukan pada beberapa kasus. Abses pada kulit atau jaringan lunak seringkali didapatkan pada kasus pneumona karena Staphylococcus aureus. Otittis media, konjungtivitis, sinusitis dapat ditemukan pada kasus infeksi karena streptococcus pneumoniae atau Haemophillus influenza. Manifestasi klinis pneumonia bervariasi menurut usia penderita, derajat penyakit, dan etiologi pneumonia. Pada bayi < 1 bulan manifestasi klinis sangat berbeda dengan gejala pneumonia pada anak yang lebih besar, karena gejala paeumonia pada bayi tidak spesifik. Pada bayi gejala yang tampak adalah takipneu, retraksi, grunting, iritabel, anak tampak sakit (not doing well), sehingga sulit dibedakan dengan gejala sepsis dan meningitis. pada bayi usia 1 sampai 6 bulan gejala yang muncul demam > 38,5 C, batuk, takipneu. Manifestasi klinis dapat sangat berat yaitu distres pernapasan, sianosis. Pada pemeriksan auskultasi dada terdengar ronki, krepitasi.suara napas meningkat atau juga bisa menurun. Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit, hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana pneumonia. Pengukuran frekuensi napas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. WHO merekomendasikan untuk menghitung frekuensi napas dan melihat ada tidaknya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing), untuk deteksi dini pneumonia dan juga untuk prediksi terjadinya hipoksemia.

Sensitivitas dan spesivitas gejala klinis pneumonia pada anak

Gejala klinisSensitivitas Spesivitas

Napas cepat74(60-88) 67(56-77)

Retraksi dinding dada71(56-86) 59(49-68)

Napas cepat & retraksi68(52-83) 69(58-79)

Napas cepat & krepitasi46(29-62 83(74-91)

Krepitasi 46(29-62) 79(70-87)

Napas cepat, retraksi, & krepitasi43(26-59) 84(71-88)

Retraksi & krepitasi42(25-58) 80(71-88)

Pemeriksaan Penunjang

Foto toraks Pemeriksaan penunjang yang penting untuk di lakukan terutama jika pada pemeriksaan gejala klinis yang ditemukan tidak khas atau gejala yang ditemukan sangat berat dengan dugaan terdapat komplikasi dari pneumonia. Foto torak berguna untuk menentukan berat dan luas penyakit, lokasi pneumonia, komplikasi pneumonia seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, pneumatokel, abses paru dan efusi pleura serta dapat memprediksi penyebab pneumonia. Hasil foto torak kadang tidak sesuai dengan pemeriksaan fisik yang ditemukan terutama pada bayi dan balita, karena kadang ditemukan gambaran pneumonia dari foto torak sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak di temukan tanda yang spesifik. Walaupun demikian perlu diingat bahwa diagnosis pneumonia tidak dapat ditegakkan melalui pemeriksaan foto torak saja, foto toraks hanya merupakan penunjang dalam penegakan diagnosis. Dari foto toraks tidak dapat dibedakan antara pneumonia bakteri dengan virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu : 1.Konsolidasi lobar atau segmental, disertai adanya air bronchogram. Biasanya infeksi akibat pneumococcus dan bakteri lain. 2.Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa corakan bronhovaskular bertambah, peribronchial cuffing, dan overaeriation; bila berat menjjadi pachy consolidation karena atelectasis. 3.Gambaran pneumonia biasanya karena S aureus dan bakteri lain, gambaran bilateral yang difus, corakan peribronhial bertambah, tampak infiltrat halus sampai ke perifir. Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan pneumatocelle dan efusi pleural (empiema). Sedangkan Mycoplasma akan memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto torak masih dipertanyakan. Laboratorium

Hasil pemeriksaan lekosit > 15.000/mm3 dengan dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumobnia bakteri, namun tidak selalu dapat pula karena non-bakteria. Begitu pula laju endap darah (LED) dan C reaktif protein tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema.

Pemeriksaan sputum kurang berguna. Kultur darah jarang positif hanya positif pada 3 11% saja, tetapi untu pneumococcus dan H influenzae kemungkinan positif 25 95%. Rapi test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai spesifisitas dan sensitifitas rendah. Pemeriksaan serologis juga kurang bermanfaat.Analisis Gas Darah

Bila fasilitas memungkinkan, pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respitaroik, asidosis metabolic dan gagal napas. Pemeriksaan sarturasi oksigen dengan pulse oksimetri sangat dianjurkan.PENGELOLAANTindakan suportif

Pemberian oksigen, secara kanula nasal (nasal prong), kateter nasal,atau nasofaringeal untuk mempertahankan saturasi oksigen >90%. jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal untuk memperbaiki transport mukosiliar. Hindari tindakan invasif yang tidak diperlukan (minimal handling), yang dapat menyebabkan pasien bertambah gelisah, sehingga menambah kebutuhan penggunaan oksigen. Fisioterapi tidak terbukti ada manfaatnya pada anak dengan pneumonia.Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan rumatan yang diberikan mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Pemberian asupan oral diberikan bertahap melalui NGT (selang nasogastrik) drip susu atau makanan cair. Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Harmonie).

Medikamentosa

Pengelolaan pneumonia pada anak didasarkan pada usia anak, manifestasi klinis, dan faktor epidemiologis mikroorganisme penyebab pneumonia. Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk dilakukan, sehingga pemberian antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur. Untuk bayi di bawah 3 bulan diberikan golongan penisilin dan aminoglikosida. Untuk usia >3 bulan, ampisilin dipadu dengan kloramfenikol merupakan obat pilihan pertama. Bila keadaan pasien berat atau ada empiema, antibiotik pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai 48 72 jam panas turun, dilanjutkan dengan oral 7 10 hari. Bila diduga penyebabnya S aureus dapat segera diberikan kloksasilin. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Pengobatan untuk stafilokokus lamanya 34 minggu. Secara umum pengobatan antibiotik untuk pneumonia diberikan selama 10-14 hari.

Pada keadaan imunokompramais (misalnya pada keadaan gizi buruk, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik yaitu golongan sefalosporin generasi 3, misalnya seftriakson. Dapat dipertimbangkan juga pemberian kotrimoksasol pada pneumonia pneumokistik karinii; anti viral (asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena sitomegalovirus; anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumona karena jamur dan Pemberian immunoglobulinDalam program pemberantasan penyakit ISPA, untuk terapi pneumonia tidak berat, tidak didaerah risiko HIV tinggi dan umur lebih dari 2 bulan, WHO merekomendasikan pemberian antibiotika kotrimoksazol 2 kali sehari selama 3 hari atau amoksisilin 2 kali sehari dengan dosis 25 mg/kg/kali selama 3 hari. Sedangkan untuk penumonia berat adalah kombinasi ampisilin dan gentamisin. Pada batyi dan anak umur muda adanya sianosis, hepatomegali, tidak bisa minum, malnutrisi dan lamanya sakit berhubungan dengan meningkatnya angka kemataian pada pneumonia.PencegahanPencegahan Pemberian imunisasi memberikan arti yang cukup penting dalam pencegahan pneumonia. Pneumonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari penyakit campak, pertusis dan varisela sehingga imunisasi dengan vaksin yang berhubungan dengan penyakit tersebut akan membantu menurunkan insiden pneumonia. Terhadap dua bakteri penyebab terbanyak pada pneumonia yaitu Haemophyilus influenza dan streptococcus pneumonia, sekarang ini sudah ada vaksinnya.Pemberian asi eksklusif dapat mencegah infeksi pada bayi dan mencegah keparahan penyakit. Karena pada ASI terdapat kandungan nutrisi, antioksidan, hormon, antibodi yang dibutuhkan bayi untuk tumbuh dan tetap sehat dan terutama untuk menjadikan sistem imun pada anak bekerja secara baik. Bayi usia kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI mepunyai risiko menderita pneumonia 5 kali lebih besar.Defisiensi mikrontrien pada anak terutama Zinc atau Seng akan meningkatkan risiko pneumonia dan memburuknya gejala pneumonia jika telah menderita pneumonia. Hasil penelitian acak terkendali pemberian Zinc pada pneumonia didapatkan hasil bahwa kelompok pasien pneumonia yang mendapatkan Zinc durasi pneumonia lebih singkat dan derajat keparahan lebih ringan.Daftar Pustaka

1. Anonim, Pneumonia The Forgotten Killer In Children. WHO, 2006.

2. Anonim. Management of The Sick Child with A Serious Infection or Severe Malnutrition. Guidelines for Care at the Firsth Referal level in Developing Countries. WHO .2000.

3. Narayanan M, Falade AG. Clinical risk factors for detah in children with pneumonia. International Child Heath Review Collaboration, 2007.4. Dowell A F, Kupronis B, Zell E R, David K,. Mortality From Pneumonia in United States 1939 Through 1996. NEJM. Vol 342 No: 19, 1339-1407.

5. Ayeiko P, English M, Muholland K. What are the common causes of childhood pneumonia in developing countries? International Child Heath Review Collaboration, 2007.6. Giebink S. the Prevention of Pneumococcal Disease in Children. N Engl J Med, Vol. 345, No. 16 October 18, 2001

7. Gasron B. Pneumonia. Pediatrics in review. Vol 23 No: 4, 2003.

8. Kendig E L,. Disorder of the Respiratory Tract in children.6th ed. Philadelphia. 1998.

9. Ayieko P, Graham S. In children aged 2-59 months with pneumonia which clinical signs best predict hypoxemia? International Child Heath Review Collaboration, 2007.10. Klugman K P, dkk. A Trial of (-Valent Pneumococcal Conjugate Vacine in Children with and Those Without HIV Infection. N Engl J Med 2003;349:1341-8.

11. Michelow I C, dkk. Epidemiology and Clinical Characteristics of Community-Acquired Pneumonia in Hospitalized Children. Pediatrics 2004;113;701-707.

12. Mc Intosh K. Community Acquired Pneumonia in Children. N Engl J Med, Vol. 346, No. 6 February 7, 2002.13. Kartasasmita CB, Rosmayudi O, Suardi AU, Sulandari S. Community trial on case management of acute respiratory infection in rural village. Pediatr Indones 2002 : 41:260-63.14. Gavranich J, Qazi SA. What is the most appropriate emphirical therapy for very sever pneumonia in children older than 2 months? International Child Heath Review Collaboration, 2007.15. Ostapchuk M, Donna M, Robets, Haddy R. Comnity Acquired Pneumonia in Infants and Children. Am Fam Physician. 2004;70:899-908.

16. Sutanto A, Bradford D, Gessner, Djlantik I, Steinhoff M, Murphy H, Nelson C, Arjoso S. Acute Respiratory Illness Incidence and Death Among Children Under

17. Tina Q, dkk. Clinical Characteristics and Outcome of Children With Pneumonia Attributable to Penicillin-susceptible and Penicillin-nonsusceptible Streptococcus pneumoniae. Pediatrics 1998;102;1369-1375

18. Natafji N, Qazi S. Is 3 days of amoxicillin as effective as 5 days or more in the treatment of non severe pneumonia in children. International Child Heath Review Collaboration, 2007.19. Two Years on Lombok Island Indonesia. Am. J. Trop. Med. Hyg., 66(2), 2002, pp. 175179

20. Victoria C G, Kirk W R, Ashworth A, Black R E, Rogers S, Sazai S, Campbell H, Gove S, Potential Interventions for the prevention of Childhood Pneumonia in Developing Countries. Am J Clin Nutr 1999;70:30920.

21. Vouori E, Holopainen. Pneumonia and Other Common Childhood Infections Warranting Hospitalization. Ethesis.Helsinski.fi. 2001; 2-88.22. BTS guidelines for the management of Community acquired pneumonia in childhood, British Thoracic Society of Standards of Care Committee. Thorax 2002 ; 57 (suppl I):Ii-24i).

23. Hazir t, Qazi SA, Nizar Y, Maqbool S, Ashgar R,Iqbal et al. Comparison of standar versus double dose of amoxicillin in the treatment of non severe pneumonia in children aged 2-50 moths: a multi centre, double blind randomized controlled trial in Pakistan. Arch Dis Child 2007 ; 92:291-297.24. Three days versus five day treatment with amoxicillin for non severe pneumonia in young children: a multi centre randomized controlled trial. International Child Heath Review Collaboration, 2007.25. Ayeiko P, English M, Brooks WA. Should zinc be used in the prevention and management of acute respiratory infections? International Child Heath Review Collaboration, 2007.RIWAYAT HIDUPNama

: Roni Naning, dr, SpAK, Mkes.

Tempat/TglLahir: Lubuk Linggau/ 5 Juli

Status

:

Isteri Kismardhani, dr, SpPK.

Anak 1. Aditya Wicaksana

2. Annisaa Indrarini

3. Anindita Kurniasari

Riwayat Pendidikan :

S1, Dokter, FK UNSRI Palembang, 1981

Spesialis Anak, PPDS IKA FK UGM Yogyakarta,1991

Spesialis Anak Konsultan (Respirologi), Kolegium

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2002

Magister Kesehatan Epidemiologi Klinik. Ilmu Kedokteran Klinik,Sekolah Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta 2004

Pendidikan Respirologi Anak FKUI/RSCM, Jakarta 1995

Pediatric Respirology Course, Beatrix Children Hospital, Groningen-Netherland, 1996Pekerjaan dan jabatan Sekarang: Dokter Spesialis Anak Konsultan Respirologi, RS Dr

Sardjito Yogyakarta

Kepala Sub Bagian Respirologi, Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK UGM/ Instalasi Kesehatan

Anak RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta Koordinator Pendidikan Profesi IKA FK UGM

Koordinator Tim Rotasi Klinik FK UGM

Pengurus UKK-Respirologi IDAI (2005-2008)

Ketua IDAI Cabang Yogyakarta (2005-2008)Organisasi

:

IDI : Angota

IDAI : Anggota