PJB ISI

35
PENDAHULUAN Jantung adalah organ muskular berongga yang terletak di rongga dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Secara fungsional jantung dibagi 2 sisi, jantung kanan dan jantung kiri. Jantung terdiri dari 4 rongga : atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, ventrikel kiri. Antara atrium kanan dan atrium kiri terdapat septum atrium. Antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri terdapat septum ventrikel. Antara atrium dan ventrikel terdapat katup atrioventrikuler. Katup trikuspid adalah Katup AV di kanan jantung, katup mitral adalah katup AV di kiri jantung. Antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis terdapat katup semilunaris pulmonalis, dan antara ventrikel kiri dan aorta terdapat katup semilunaris aorta. 1 1

Transcript of PJB ISI

Page 1: PJB ISI

PENDAHULUAN

Jantung adalah organ muskular berongga yang terletak di rongga dada, di bawah

perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Secara fungsional jantung dibagi 2 sisi,

jantung kanan dan jantung kiri. Jantung terdiri dari 4 rongga : atrium kanan, atrium kiri, ventrikel

kanan, ventrikel kiri. Antara atrium kanan dan atrium kiri terdapat septum atrium. Antara

ventrikel kanan dan ventrikel kiri terdapat septum ventrikel. Antara atrium dan ventrikel terdapat

katup atrioventrikuler. Katup trikuspid adalah Katup AV di kanan jantung, katup mitral adalah

katup AV di kiri jantung. Antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis terdapat katup

semilunaris pulmonalis, dan antara ventrikel kiri dan aorta terdapat katup semilunaris aorta.1

Gambar 1. Anatomis Jantung2

1

Page 2: PJB ISI

Gambar 2. Peredaran darah manusia2

Sirkulasi Fetus: Tiga fitur utama dari sirkulasi fetus adalah :

1. Sirkulasi maternal (ibu) melalui placenta membawa oksigen dan nutrisi ke fetus dan

mengeluarkan karbon dioksida dari sirkulasi fetus.

2. Foramen ovale adalah sebuh lubang yang terletak di septum (dinding) antara kedua

ruangan atas jantung (atria kanan dan kiri). Foramen mengizinkan darah mengalir melalui

jalur samping (shunt) dari atrium kanan ke atrium kiri.

3. Jalur samping yang lain, ductus arteriosus, mengizinkan darah yang miskin oksigen

mengalir dari arteri pulmonary kedalam aorta dan melalui itu ke tubuh.

2

Page 3: PJB ISI

Sirkulasi sesudah kelahiran: Placenta sudah dikeluarkan dan paru-paru harus mengambil alih

fungsi oksigenisasi darah. Perubahan-perubahan utama sirkulasi terjadi setelah kelahiran.

Perubahan-perubahan ini termasuk :

Sirkulasi maternal tidak dapat lagi membawa oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida

dari sirkulasi bayi.

Foramen ovale menutup dan tidak bertindak lagi sebagai jalur samping antara kedua atria

jantung.

Ductus arteriosus menutup dan tidak lagi menyediakan komunikasi antara arteri

pulmonary dan aorta

Sekali ini terjadi, maka sirkulasi fetus menjadi suatu barang dari masa lalu dan seluruh pengaruh

dari berbagai kerusakan jantung genital dirasakan. Kerusakan-kerusakan ini menjadi nyata,

menyebabkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang dapat didiagnosis. Perubahan-perubahan lebih

jauh terjadi di sistim kardiovaskular selama waktu bayi dan waktu anak-anak dan juga di

hubungan tekanan antara ventricle kanan dan ventricle kiri. Perubahan-perubahan ini membawa

lebih banyak kasus-kasus PJB ke permukaan.

Gambar 3. Skema Sirkulasi darah pada neonatus

3

Page 4: PJB ISI

Gambar 4. Sirkulasi darah pada neonatus

4

Page 5: PJB ISI

Sirkulasi darah pada janin dan bayi terdapat perbedaan, antara lain :

1.     Pada janin terdapat pirau intrakardiak (foramen ovale) dan pirau ekstrakardiak(duktus

arteriosus Botalli, duktus venosus Arantii) yang efektif. Arah pirau adalah dari kanan

ke kiri, yakni dari atrium kanan ke kiri melalui foramen ovale dan dari a.pulmonalis

menuju ke aorta melalui duktus arteriosus. Pada sirkulasi pascalahir pirau intra-

maupun ekstra kardiak tersebut tidak ada.

2.      Pada janin ventrikel kiri dan kanan bekerja serentak, sedang pada keadaan pasca lahir

ventrikel kiri berkontraksi sedikit lebih awal dari ventrikel kanan.

3.      Pada janin ventrikel kanan memompa darah ke tempat dengan tahanan yang lebih

tinggi, yakni tahanan sistemik, sedang ventrikel kiri melawan tahanan yang rendah

yakni plasenta. Pada keadaan pasca lahir ventrikel kanan akan melawan tahanan paru,

yang lebih rendah daripada tahanan sistemik yang dilawan ventrikel kiri.

4.      Pada janin darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian besar menuju ke aorta

melalui duktus arteriosus, dan hanya sebagian kecil yang menuju ke paru. Pada

keadaan pasca lahir darah dari ventrikel kanan seluruhnya ke paru.

5.      Pada janin paru memperoleh oksigen dari darah yang mengambilnya dari plasenta;

pasca lahir paru memberi oksigen kepada darah.

6.      Pada janin plasenta merupakan tempat yang utama untuk pertukaran gas, makanan,

dan ekskresi. Pada keadaan pascalahir organ-organ lain mengambil alih berbagai

fungsi tersebut.

7.      Pada janin terjamin berjalannya sirkuit bertahanan rendah oleh karena terdapatnya

plasenta. Pada keadaan pasca lahir hal ini tidak ada.3,4

5

Page 6: PJB ISI

Latar Belakang

Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini angka kejadian beberapa penyakit non-infeksi makin

menonjol, baik di negara maju maupun negara berkembang. Perbaikan tingkat sosial ekonomi

telah membawa perubahan pola penyakit. Penyakit infeksi serta defisiensi gizi makin lama

makin menyurut, sedangkan pelbagai penyakit non-infeksi, termasuk penyakit kongenital makin

meningkat. Peristiwa tersebut juga terjadi dalam bidang kardiologi. Di Indonesia, walaupun

belum ada data PJB yang akurat, namun masalah PJB jelas telah memerlukan perhatian yang

sungguh-sungguh baik dari dokter umum maupun spesialis. Data Poliklinik Jantung Anak di

Bagian Anak FKUI—RSCM melaporkan peningkatan jumlah pengunjung dari 241 menjadi 512

pada tahun 1970 dan 1973. Jumlah PJB (72%) lebih tinggi dari Penyakit Jantung Didapat (28%),

dan jumlah konsultasi berasal dari Dokter umum (47%) tidak jauh berbeda dari dokter spesialis

(53%).5

Oleh karena itu, pengetahuan tentang penyakit jantung bawaan sangat diperlukan bagi

mahasiswa kedokteran dalam menunjang standart kompetensi pendidikan dokter. Dalam laporan

ini, penulis tidak membahas semua PJB. Namun, penulis hanya membahas PJB yang

berhubungan dengan kasus dan yang menjadi standart kompetensi dokter umum.

6

Page 7: PJB ISI

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

(CONGENITAL HEART DESEASE)

Congenital heart disease (CHD) atau penyakit jantung kongenital adalah kelainan jantung

yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut terjadi sebelum bayi lahir. Tetapi kelainan

jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejala segera setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan

tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun.

Insidensi terjadinya adalah 6-10 (rata-rata 8) per 1000 kelahiran hidup, insidens ini tidak

banyak berbeda dengan rumah sakit di luar negeri seluruh dunia, baik di Negara maju maupun di

Negara yang sedang berkembang. Dari seluruh penyakit jantung bawaan, kira-kira sepertiga

masuk ke dalam golongan penyakit jantung bawaan sianotik, dan sisanya non-sianotik. Frekuensi

relatif masing-masing jenis penyakit jantung bawaan dapat di lihat pada table dibawah.

Jenis kelainan Frekuensi relatif

Defek Septum ventrikel 20

Defek septum atrium 10

Duktus arteriosus persisten 10

Stenosis pulmonal 10

Tetralogi Fallot 8

Defek septum atrioventrikular 5

Stenosis aorta 5

Koartasio aorta 5

Transposisi arteri besar 5

Trunkus arteriosus 2

Atresia pulmonal 2

Anomaly total drainase vena pulmonalis 1

Atresia trikuspid 1

Anomaly ebstein 1

Ventrikel kanan jalan keluar ganda 1

Interupsi arkus aorta 1

7

Page 8: PJB ISI

Sindrom hipoplasia jantung kiri 1

Kombinasi kelainan dan lain-lain Sisanya

Tabel 1. Frekuensi relatif penyakit jantung bawaan5

Embriogenesis jantung

            Embriogenesis jantung merupakan serangkaian proses yang kompleks. Untuk keperluan

pemahaman , proses yang rumit tersebut dapat disederhanakan menjadi empat tahapan, yaitu :6

1. Tubing, yaitu tahapan ketika bakal jantung masih merupakan tabung sederhana

2. Looping, yakni suatu peristiwa kompleks berupa perputaran bagian-bagian bakal jantung

dan arteri besar (aorta dan a. Pulmonalis)

3. Septasi, yakni proses pemisahan bagian-bagian jantung serta arteri besar dengan

pembentukan berbagai ruang jantung

4. Migrasi, yakni pergeseran bagian-bagian jantung sebelum mencapai bentuk akhirnya.

Perlu diingat bahwa keempat proses tersebut benar-benar merupakan proses yang terpisah,

namun merupakan rangkaian proses yang saling tumpang tindih.6

Etiologi

Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan dengan kelainan perkembangan

embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung dan pembuluh darah besar dibentuk.

Gangguan perkembangan mungkin disebabkan oleh factor-faktor prenatal seperti infeksi ibu

selama trimester pertama. Agen penyebab lain adalah rubella, influenza atau chicken fox. Factor-

faktor prenatal seperti ibu yang menderita diabetes mellitus dengan ketergantungan pada insulin

serta factor-faktor genetic juga berpengaruh untuk terjadinya penyakit jantung congenital. Selain

factor orang tua, insiden kelainan jantung juga meningkat pada individu. Faktor-faktor

lingkungan seperti radiasi, gizi ibu yang jelek, kecanduan obat-obatan dan alcohol juga

mempengaruhi perkembangan embrio.7,4

8

Page 9: PJB ISI

Tanda dan Gejala

1. INFANTS:8

Dyspnea

Difficulty breathing

Pulse rate over 200 beats/mnt

Recurrent respiratory infections

Failure to gain weight

Heart murmur

Cyanosis

Cerebrovasculer accident

Stridor and choking spells

2. CHILDREN8

Dyspnea

Poor physical development

Decrease exercise tolerance

Recurrent respiratory infections

Heart murmur and thrill

Cyanosis

Squatting

Clubbing of fingers and toes

Elevated blood pressure

Gambar 5. Clubbing Fingers

9

Page 10: PJB ISI

Klasifikasi

Terdapat berbagai cara penggolongan penyakit jantung kongenital. Penggolongan yang

sangat sederhana adalah penggolongan yang didasarkan pada adanya sianosis serta vaskularisasi

paru.4,5,9

1. Penyakit Jantung bawaan (PJB) non sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah,

misalnya defek septum ventrikel (DSV), defek septum atrium (DSA), dan duktus

arteriousus persisten (DAP)

2. PJB non sianotik dengan vaskularisasi paru normal. Pada penggolongan ini termasuk

stenosis aorta (SA), stenosis pulmonal (SP) dan koarktasio aorta

3. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang. Pada penggolongan ini yang paling

banyak adalah tetralogi fallot (TF)

4. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya transposisi arteri besar

(TAB)

PENDEKATAN KLINIS UNTUK PENYAKIT JANTUNG BAWAAN SIANOSIS YANG

DISERTAI PENURUNAN ALIRAN DARAH KE PARU (CARDIAC CYANOSIS) PADA

NEONATUS

Sianosis adalah manifestasi klinis tersering dari PJB simptomatik pada neonatus. Sianosis

tanpa disertai gejala distres nafas yang jelas hampir selalu akibat PJB, sebab pada kelainan

parenkhim paru yang sudah sangat berat saja yang baru bisa memberikan gejala sianosis dengan

demikian selalu disertai gejala distres nafas yang berat.

Pada neonatus normal, pelepasan oksigen ke jaringan harus sesuai dengan kebutuhan

metabolismenya. Jumlah oksigen yang dilepaskan ke jaringan bergantung kepada aliran darah

sistemik, kadar hemoglobin dan saturasi oksigen arteri sistemik. Pada saat lahir, kebutuhan

oksigen meningkat sampai 3 kali lipat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme agar

menghasilkan enersi untuk bernafas dan termoregulasi. Untuk ini diperlukan peningkatan aliran

darah sistemik 2 kali lipat dan saturasi oksigen 25% sehingga pelepasan dan pengikatan oksigen

di jaringan juga meningkat sesuai kebutuhan. sianosis perifer (acrocyanosis) sering dijumpai

pada neonatus, hal ini akibat tonus vasomotor perifer yang belum stabil. Tampak warna kebiruan

10

Page 11: PJB ISI

pada ujung jari tangan dan kaki serta daerah sekitar mulut, disertai suhu yang dibawah normal

dan hiperoksia tes menunjukkan hasil yang negatif.

Pada neonatus dengan PJB sianosis, tidak mampu meningkatkan saturasi oksigen arteri

sistemik, justru sangat menurun drastis saat lahir, sehingga pelepasan dan pengikatan oksigen di

jaringan menurun. Kondisi ini bila tidak segera diatasi mengakibatkan metabolisme anaerobik

dengan akibat selanjutnya berupa asidosis metabolik, hipoglikemi, hipotermia dan kematian.

Sianosis sentral akibat penyakit jantung bawaan (Cardiac cyanosis) yang disertai

penurunan aliran darah ke paru oleh karena ada hambatan pada jantung kanan, yaitu katup

trikuspid atau arteri pulmonalis. Kondisi ini mengakibatkan kegagalan proses oksigenasi darah di

paru sehingga darah dengan kadar oksigen yang rendah (unoxygenated) akan beredar ke sirkulasi

arteri sistemik melalui foramen ovale atau VSD (pada tetralogy Fallot). Seluruh jaringan tubuh

akan mengalami hipoksia dan menimbulkan gejala klinis berupa sianosis sentral tanpa gejala

gangguan pernafasan. Kesulitan akan timbul, bila sianosis disertai tanda-tanda distres

pernafasan. Terdapatnya anemia berat mengakibatkan jumlah Hb yang tereduksi tidak cukup

menimbulkan gejala sianosis. Adanya pigmen yang gelap sering mengganggu sianosis sentral

yang berderajat ringan akibat PJB. Sianosis perifer bila disertai bising inoccent dapat

menyesatkan dugaan adanya PJB sianotik.

Beberapa kondisi klinis yang memberikan dugaan cardiac cynosis pada neonatus dan sudah

merupakan alasan yang cukup untuk merujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap, didasari

beberapa alasan tambahan sebagai berikut :

1. Hipoksemia sistemik menimbulkan gejala sianosis sentral

2. Sianosis sentral akibat PJB tidak timbul segera setelah lahir

3. Sianosis sentral tidak tampak selama saturasi oksigen arteri masih diatas 85

4. Sianosis sentral dengan frekuensi pernafasan yang cepat (hiperventilasi) tanpa disertai

pernafasan cuping hidung dan retraksi ruang iga serta kadar CO2 yang rendah.

5. Sianosis sentral dengan tes hiperoksia positif.

11

Page 12: PJB ISI

6. Harus dicari apakah aliran darah sistemik berasal dari ventrikel kanan atau kiri, adanya

duktus yang masih terbuka mengakibatkan aliran darah aorta asenden dan disenden

berasal dari ventrikel yang tidak sama. Pada kondisi ini diperlukan pemasangan pulse

oxymetri pada tangan kanan dan kaki.

PENDEKATAN KLINIS UNTUK PENYAKIT JANTUNG BAWAAN YANG DISERTAI

PENINGKATAN ALIRAN DARAH KE PARU (NON SIANOSIS) PADA NEONATUS

Pada neonatus - neonatus normal, saat lahir masih disertai tahanan arteri pulmonalis yang

tinggi. Setelah 4-12 minggu terjadi penurunan tahanan arteri pulmonalis sampai menuju nilai

normal. Pada neonatus dengan PJB non sianotik, selama tahanan arteri pulmonalis masih tinggi,

defek jantung yang ada belum menimbulkan perubahan aliran darah dari sistemik ke paru.

Setelah 4-12 minggu postnatal, pada saat terjadi penurunan tahanan arteri pulmonalis sampai

menuju nilai normal, defek jantung yang dan akan menimbulkan perubahan aliran darah yaitu

yang seharusnya ke sistemik berubah menuju ke paru. Pada saat inilah baru terjadi pirau kiri ke

kanan disertai gejala klinis berupa mulai terdengarnya bising sampai gagal jantung dengan gejala

utama takipnea.

Harus dibedakan takipnea akibat PJB dan akibat kelainan parenkhim paru. Takipnea

akibat PJB non sianosis pada neonatus baru timbul bila peningkatan aliran darah ke paru sampai

lebih dari 2,5 kali aliran normal. Takipnea akibat penyakit paru pada neonatus sudah timbul

walaupun peningkatan aliran darah ke paru masih ringan-ringan saja. Adanya penyakit pada paru

akan memperjelas gejala takipnea pada PJB usia neonatus.

Peningkatan aliran darah ke paru mengakibatkan peningkatan tekanan prekapiler di paru

dan aliran limfatik sehingga terjadi peningkatan cairan intersisial di parenkhim paru dan terutama

di peribronkhial. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi bronkhioli dan terjadi penurunan

aliran udara serta peningkatan tekanan udara, kondisi ini meningkatkan work of breathing dan

terdengarnya wheezing expiratoir.

12

Page 13: PJB ISI

PENDEKATAN KLINIS UNTUK PENYAKIT JANTUNG BAWAAN YANG DISERTAI

PENURUNAN ALIRAN DARAH KE SISTEMIK PADA NEONATUS

Penurunan aliran darah ke sistemik akibat PJB pada neonatus berupa

hambatan aliran darah dari paru atau atrium kiri ke ventrikel kiri

ventrikel kiri tidak adekuat memompa darah ke aorta. Kedua kondisi ini mengakibatkan

peningkatan tekanan vena paru dan edema paru serta penurunan perfusi organ-organ

vital.

Gejala klinis tampak segera setelah lahir dan berat, berupa penurunan suhu kulit dan

perubahan warna kulit yang pucat, penurunan tekanan darah sampai tidak terukur, sulit atau tidak

terabanya denyut nadi perifer, hiperaktif RV, dan penurunan capillary refile, metabolik asidosis

berat serta distres nafas sedang sampai berat.

Denyut nadi dan tekanan darah harus diukur pada ektremitas atas dan bawah, normal tekanan

darah ekstremitas bawah lebih tinggi. Bila ada perbedaan denyut nadi tanpa disertai perbedaan

tekanan darah, harus diraba pulsasi arteri karotis. Perbedaan pulsasi arteri karotis dengan pulsasi

ekstremitas bawah dan ekstremitas bawah menunjukkan kemungkinan koartasio aorta,

interrupted aorta atau arteri subklavia berasal dari aorta. Ada keadaan pada neonatus yang baru

lahir dengan penurunan perfusi perifer disertai gejala distres nafas derajat sedang sampai berat

yang disertai retraksi ruang iga, subkosta, nafas cuping hidung dan grunting, yaitu persistent

pulmonary hypertension dan total anomalous pulmonary venous return. Kedua kondisi ini sulit

dibedakan!, pada persistent pulmonary hypertension sering disertai riwayat prenatal berupa

ketuban pecah dini, sindroma aspirasi mekonium atau asfiksia berat.

13

Page 14: PJB ISI

VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)

VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai, yaitu 33% dari

seluruh kelainan jantung bawaan.8 Tergantung pada umur anak yang diperiksa dan jenis

pemeriksaan, angka berkisar 1 sampai 7 per 1000 kelahiran hidup diketahui sebagai insidens

defek sekat ventrikel. Perlu direncanakan pelayanan diagnostik dan terapeutik pada bayi atau

anak dengan kelainan tersebut.10

VSD terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna. Istilah defek septum

ventrikel menggambarkan suatu lubang pada sekat ventrikel. Defek tersebut dapat terletak di

manapun pada sekat ventrikel, dapat tunggal atau banyak, dan ukuran serta bentuknya dapat

bervariasi. Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada saat systole.10

Embriologi Terjadinya VSD

Antara minggu ke empat hingga ke delapan kehamilan, rongga ventrikel yang semula

tunggal terbagi menjadi dua. Hal tersebut terlaksana akibat fusi pars membranasea septum,

bantalan endokardium, dan bulbus kordis. Pars muskularis septum tumbuh kearah cranial

bersama dengan pembesaran ruang ventrikel, sampai akhirnya bertemu dengan rigi (ridge)

bulbus kordis kanan dan kiri. Rigi sebelah kanan bersatu dengan katup tricuspid dan bantalan

endokardium, sehingga akan memisahkan katup pulmonal dari katup tricuspid. Rigi yang

disebelah kiri bersatu dengan rigi pada septum ventrikel, sehingga akhirnya cincin aorta

merupakan suatu kontinuitas dengan cincin mitral. Bantalan endokardium secara bersamaan

tumbuh dan kemudian bersatu dengan rigi bulbus dan pars muskularis septum. Penutupan akhir

dan separasi kedua ventrikel terjadi dengan jaringan fibrosa pada pars membranasea septum.5

14

Page 15: PJB ISI

Defek septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan penutupan sekat interventrikuler

sesudah kehidupan interauterin 7 minggu pertama, alasan penutupan terlambat atau tidak

sempurna belum diketahui. Kemungkinan faktor keturunan berperan dalam hal ini. Defek septum

ventrikel adalah jelas lebih sering pada bayi prematur dan pada mereka yang berat badan lahir

rendah, dengan laporan insidensi setinggi 7,06 per 1000 kelahiran prematur hidup.7,10

Gambar 6. Jantung normal dan jantung dengan VSD1

15

Page 16: PJB ISI

Gambar 7. VSD2

Klasifikasi

Berdasarkan lokasi lubang, dibagi 3: 11,12

1. Perimembranous (tipe paling sering, 60%) bila lubang terletak di daerah pars membranaceae

septum interventricularis

2. Subarterial doubly commited, bila lubang terletak di daerah septum infundibuler dan sebagian dari

batas defek dibentuk oleh terusan jaringan ikat katup aorta dan katup pulmonal

3. Muskuler, bila lubang terletak di daerah septum muskularis interventrikularis

16

Page 17: PJB ISI

Patofisiologi

Adanya lubang pada septum interventrikularis memungkinkan terjadinya aliran darah dari

ventrikel kiri ke ventrikel kanan oleh karena gradien tekanan sehingga aliran darah ke paru bertambah.

Gambaran klinis tergantung dari besarnya defek dan aliran darah (shunt) serta besarnya tahanan

pembuluh darah paru. 3

Apabila defek kecil atau restriktif tidak tampak adanya gejala (asimptomatik). Pada defek kecil

gradien tekanan ventrikel kiri dan kanan sebesar > 64 mmHg, tekanan sistolik ventrikel kanan dan

resistensi pulmonal normal. Pada defek moderat dengan restriksi gradien tekanan ventrikel kiri dan kanan

berkisar 36 mmHg, resistensi pulmonal dan tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat namun tidak

melebihi tekanan sistemik. Pada keadaan ini, ukuran ventrikel kiri dan atrium kiri dapat membesar akibat

bertambahnya beban volume.6

Pada defek septum ventrikel sedang dan besar tanpa penyakit vaskular paru terjadi pirau

kiri ke kanan yang bermakna, sehingga terjadilah perubahan yang tercermin pada foto dada.

Adanya pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri, konus pulmonalis menonjol, dangan aorta

normal. Ventrikel kanan dan atrium kanan normal. Pada elektrokardiogram akan tampak

hipertrofi ventrikel kiri dan kadang disertai dengan pembesaran atrium kiri.5

Bila sudah terjadi penyakit vaskular paru atau hipertensi pulmonal/ sindrom eisenmenger,

maka akan terjadi pirau terbalik (kanan ke kiri) sehingga pada foto dada akan tampak atrium

kanan dan ventrikel kanan membesar, konus pulmonalis sangat menonjol, serta terdapat

gambaran ’pruning’ yakni vaskularisasi paru di hilus amat meningkat, sedangkan vaskularisasi di

perifer berkurang. Jantung kanan normal. Pada elektro kardiogram tampak hipertrofi ventrikel

kanan, dan pembesaran atrium kanan.14 Pada keadaan ini memberikan keluhan seperti sesak napas dan

cepat capek serta sering mengalami batuk dan infeksi saluran napas berulang. Hal ini mengakibatkan 

gangguan pertumbuhan.3

Dalam perjalanannya, beberapa VSD dapat menutup secara spontan (tipe perimembranous dan

muskuler), terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi infundibuler, atau prolaps katup aorta yang dapat

disertai regurgitasi (tipe subarterial dan perimembranous). 4,8

17

Page 18: PJB ISI

Gambar 8. Patofisologi VSD2

18

Page 19: PJB ISI

A B

19

Page 20: PJB ISI

C

Gambar 9. VSD ringan – VSD sedang – VSD berat

Gambar 10. VSD besar dg tahanan vaskular paru tinggi

20

Page 21: PJB ISI

Gambaran Klinis

Defek kecil asimtomatik, defek sedang hingga besar menimbulkan keluhan seperti

kesulitan waktu minum atau makan karena cepat lelah atau sesak dan sering mengalami batuk

serta infeksi saluran napas berulang. Ini menyebabkan pertumbuhan yang lambat.8

Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat, anak terlihat pucat, banyak

keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah, sering terlihat

pembonjolan dada kiri. Tanda yang menojol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, seia

intrakostal dan region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang

hiperdinamik.5,9

Pada pemeriksaan fisik biasanya terlihat takipneu, aktivitas ventrikel kiri meningkat,

dapat teraba thrill sistolik, bunyi jantung II mengeras bila telah terjadi hipertensi pulmonal,

terdengar bising pansistolik di SIC 3-4 parasternal kiri yang menyebar sepanjang parasternal dan

apeks. Pada pirau yang besar dapat terdengar bising middiastolik di apeks akibat aliran

berlebihan, dapat ditemukan gagal jantung kongestif. Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru

dan sindrom eisenmenger, penderita tampak sianosis dengan jari tabuh, bahkan mungkin disertai

tanda gagal jantung kanan. 8,12

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan bising holosistolik (pansistolik) yang terdengar selama

fase sistolik, keras, kasar di atas tricuspid di sela iga 3-4 parasternal kiri menyebar sepanjang parasternal

dan apex cordis. Bising ini sudah dapat terdengar selama defek VSD kecil. Bising  mid-diastolik dapat

didengar di apex cordis akibat aliran berlebihan. Pada VSD sering bersifat non-sianotik kecuali apabila

terjadi eisenmengerisasi (terjadi aliran shunt kanan ke kiri). pada penderita VSD dengan aliran shunt yang

besar biasany terlihat takipneu, aktivitas ventrikel kiri meningkat dan dapat teraba thrill sistolik. Apabila

terjadi aliran shunt dari kanan ke kiri dengan defek besar akan tampak stenosis dengan jari-jari tabuh

(clubbing of finger). Pada defek cukup besar dapat terjadi komplikasi berupa stenosis infundibuler,

prolaps katup aorta, insufiensi aorta, hipertensi pulmonal dan gagal jantung. 8

21

Page 22: PJB ISI

Pemeriksaan

1. Foto thorax : dapat ditemukan kardiomegali dengan LVH, vaskularisasi paru

meningkat, bila terjadi penyakit vaskuler tampak pruned tree disertai penonjolan a.

pulmonal.

2. Elektrokardiografi : LVH, LAH. Deviasi sumbu QRS ke kiri dengan hipertrofi

biventrikular. Interval P-R biasanya memanjang. Bila terdapat hipertrofi kedua ventrikel dan

deviasi sumbu QRS ke kanan maka perlu dipikirkan adanya hipertensi pulmonal atau hipertrofi

infundibulum ventrikel kanan

3. Ekokardiografi : dengan M-mode dapat diukur dimensi atrium kiri dan ventrikel

kiri, dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi

defek septum ventrikel, dengan defek doppler dan warna dapat dipastikan arah dan

besarnya aliran yang melewati defek tersebut.

4. Kateterisasi jantung : dilakukan pada penderita dengan hipertensi pulmonal, dapat

mengukur rasio aliran ke paru dan sistemik serta mengukur tahanan paru; angigrafi

ventrikel kiri dilakukan untuk melihat jumlah dan lokasi VSD. 1,7,13

Gambar 11. Rontgent VSD : kardiomegali

22

Page 23: PJB ISI

Gambar 12. Ekokardiografi VSD

Penatalaksanaan

Pasien dengan VSD besar perlu ditolong dengan obat-obatan untuk mengatasi gagal

jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretic, misalnya lasix. Bila obat dapat memperbaiki

keadaan, yang dilihat dengan membaiknya pernafasan dan bertambahnya berat badan, rnaka

operasi dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun. Tindakan bedah sangat menolong karena tanpa

tindakan tersebut harapan hidup berkurang.7,13

Pada usia 2 tahun, minimal sebanyak 50% VSD yang berukuran kecil atau sedang akan

menutup secara spontan baik sebagian atau seluruhnya sehingga tidak diperlukan tatalaksana

23

Page 24: PJB ISI

bedah. Operasi penutupan sekat pada bayi usia 12-18 bulan direkomendasikan apabila terdapat

VSD dengan gagal jantung kongestif atau penyakit pembuluh darah pulmonal. Gangguan atau

lubang yang berukuran sedang namun tanpa disertai dengan peningkatan tekanan pembuluh

darah pulmonal, penanganannya dapat ditunda. Terapi pengobatan untuk profilaksis atau

pencegahan endokarditis (peradangan pada endokardium atau selaput jantung bagian dalam)

diberikan untuk semua pasien dengan VSD.9,12

Operasi merupakan tindakan definitif berdasarkan rasio aliran ke paru terhadapa sistemik

dan rasio tahanannya. Indikasi bila ratio > 2 (highflow). Kontraindikasi bila ratio < 1

(lowflow).9,13

Medikamentosa

Penatalaksanaan CHF dengan digitalis dan diuretik.

Tidak diperlukan pembatasan aktivitas kecuali bila telah terjadi hipertensi pulmonal.

Perlu diperhatikan higiene gigi dan profilaksis terhadap SBE.

24

Page 25: PJB ISI

DAFTAR PUSTAKA

1. Rakhman, Otte. 2003. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Penyakit Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

2. Afandi, Maemunah. 1983. Penyakit Jantung Bawaan : Apa yang harus dilakukan. www.kalbe.co.id.

3. Kusumawidjaja. Patologi. Jakarta: FKUI 1996. pp: 110 – 16.

4. Masud, Ibnu. 1992. Dasar-Dsar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta : EGC.

5. S. Silbernagl, F. Lang. 2007. Patofisiologi. Jakarta : EGC. pp:  176-249

6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta : Binarupa Aksara. pp: 1- 404.

7. Joto, Santa. 2001. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya Medika.

8. Rilantono LI. 2003. “Defek Septum Ventrikel” in Rilantono LI (ed) et al. 2003. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

9. Sastroasmoro, sudigdo. 1998. Dasar Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Jantung Bawaan. FKUI

10. Fyler, Donald. 1996. Kardiologi Anak Nadas. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

11. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.

12. Purwaningtyas, Niniek. 2008. Klasifikasi Klinis Penyakit Jantung Anak Kongenital. Dalam : Cardiology After Mid. Surakarta : Filamen 05.

13. Kertohoesodo, Soeharto. 1987. Pengantar Kardiologi. Jakarta : Penerbit UI.

25