ASKEP PJB HCU

26
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB) 1. Pengertian Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada dua golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-m memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak dilahirkan ak proses pembentukan jantung yang tidak sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jan mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. angguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan. 2. Epidemiologi Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar !-"# bayi dari ".### kelahiran hidup dan $#% diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan. &ekitar '#% kematian akan terjadi pada bulan pertama kehidupan apabila tidak terdeteksi se ara dini dan tidak ditangani dengan baik. i negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari " bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meningg sebelum terdeteksi. Bayi baru lahir yaitu '',*% laki-laki dan ++,$% perempuan dim !% ( ," per ".###) menderitaPJB. Patent Ductus Arteriosus ( PDA) ditemukan pada " orang bayi (+ , %), diantaranya bayi prematu Ventricular Septal Defect (/& ) ditemukan pada ! bayi ( !, %), Atrial Septal Defect (A& ) pada $ bayi (" ,*%), Complete Atrio Ventricular Septal Defect (0A/& ) pada $, % bayi dan kelainan katup jantung pada bayi yang mempunyai penyakit jantung sianotik ("#,*%), satu bayi Transposition of Great Arteries(1A) dan dua lain dengan kelainan jantung kompleks sindrom sianotik. Ada satu bayi dengan sindrom Down dengan A& dengan ibu pengidap diabetes. &atu orang bayi dilahirkan dari bapak dengan PJB, 1

description

ASKEP PJB

Transcript of ASKEP PJB HCU

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB)

1. PengertianPenyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada dua golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang tidak sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan.

2. EpidemiologiAngka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8-10 bayi dari 1.000 kelahiran hidup dan 30% diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan. Sekitar 50% kematian akan terjadi pada bulan pertama kehidupan apabila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik. Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi.Bayi baru lahir yaitu 55,7% laki-laki dan 44,3% perempuan dimana 28% (9,1 per 1.000) menderita PJB. Patent Ductus Arteriosus (PDA) ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6 diantaranya bayi prematur. Ventricular Septal Defect (VSD) ditemukan pada 8 bayi (28,6%), Atrial Septal Defect (ASD) pada 3 bayi (19,7%), Complete Atrio Ventricular Septal Defect (CAVSD) pada 3,6 % bayi dan kelainan katup jantung pada bayi yang mempunyai penyakit jantung sianotik (10,7%), satu bayi Transposition of Great Arteries (TGA) dan dua lain dengan kelainan jantung kompleks sindrom sianotik. Ada satu bayi dengan sindrom Down dengan ASD dengan ibu pengidap diabetes. Satu orang bayi dilahirkan dari bapak dengan PJB, tidak ada dari 4 orang ibu dengan PJB mempunyai bayi dengan PJB. Atrial fibrillation ditemukan pada satu orang bayi. Dari 28 bayi dengan PJB, 4 meninggal (14,3%) selama 5 hari pengamatan. Data menunjukkan bahwa ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur selama kehamilan awal mempunyai 3 kali risiko bayi dengan PJB dan yang merokok secara signifikan sebagai faktor risiko bagi PJB 37,5 kali.

Risiko terjadinya PJB dalam hubungan keluarga yang dekat terjadi 79,1% untuk Heterotaxia, 11,7% untuk Conotruncal Defects, 24,3% untuk Atrioventricular Septal Defect, 12,9% untuk Left Ventricular Outflow Tract Obstruction, 7,1% untuk Isolated Atrial Septal Defect dan 3,4% untuk Isolated Ventricular Septal Defect.

3. Klasifikasia. PJB Non SianotikPenyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono, 2003).1) Ventricular Septal Defect (VSD) Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 23 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung (Roebiono, 2003).2) Patent Ductus Arteriosus (PDA)Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 23 kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 14 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolik tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003).3) Atrial Septal Defect (ASD)Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela costae 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30-40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru (Roebiono, 2003).4) Aorta Stenosis (AS) Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-minggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90-100 mmHg (Roebiono, 2003).5) Coarctatio Aorta (CoA)Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003).6) Pulmonal Stenosis (PS)Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat (Roebiono, 2003).

b. PJB SianotikSesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya > 5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin.1) Tetralogy of Fallot (ToF)Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek primer adalah deviasi anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi ventrikuler kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan peningkatan hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun pertama kehidupan.sianosis terjadi terutama di membran mukosa bibir dan mulut, di ujung-ujung jari tangan dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan.

2) Pulmonary Atresia with Intact Ventricular SeptumSaat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak dengan Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan kematian pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik menunjukkan sianosis berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua terdengar kuatdan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus.3) Tricuspid AtresiaSianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang bergantung dengan derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan pasien mengalami murmur sistolik holosistolik di sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua terdengar tunggal. Diagnosis dicurigai pada 85% pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien yang lebih tua didapati sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan sesak nafas saat aktivitas berat kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal. Pasien dengan Tricuspid Atresia berisiko mengalami penutupan spontan VSD yang dapat terjadi secara cepat yang ditandai dengan sianosis.4) Transposition of Great Artery (TGA)Transposisi arteri besar (TAB) merupakan salah satu penyakit jantung bawaan (PJB) tipe sianotik yang bermanifestasi pada periode bayi baru lahir. Kelainan ini ditemukan sekitar 5-7% dari seluruh penyakit jantung bawaan, dan terutama pada laki-laki. Insiden TAB diperkirakan 1:3.500-5.000 kelahiran hidup. Etiologi TAB berhubungan dengan terjadinya gangguan embriologi pada saat pembentukan trunkus arterial. Faktor genetik diduga berperan pada terjadinya TAB. Tanpa terapi koreksi bedah, 30% akan meninggal pada minggu pertama kehidupan dan 90% pada usia satu tahun. Survival rate 5 tahun pascakoreksi bedah lebih dari 80%.Kelainan penyerta tersering ditemukan defek septum ventrikel (DSV), defek setum atrium (DSA), paten duktus artiousus (DAP), dan left ventricular outflow tract obstruction. Pada TAB terjadi perubahan tempat keluarnya arteri besar, yakni aorta keluar dari ventrikel kanan dan terletak di sebelah anterior arteri pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri, terletak posterior terhadap aorta. Akibatnya, aorta menerima darah vena sistemik dari vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, dan darah diteruskan ke sirkulasi sistemik serta darah dari vena pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan diteruskan ke arteri pulmonalis dan paru. TAB dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan tipe tranposisi, yaitu transposisi komplet dan parsial. Transposisi komplet aorta akan keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonal keluar dari ventrikel kiri, seakan-akan aorta dan arteri pulmonalis berpindah melewati septum ventrikel. Transposisi parsial, apabila hanya satu saja arteri besar yang berpindah melewati septum, sedangkan arteri besar yang lain tetap berada di tempat semula,dengan demikian kedua arteri besar akan keluar dari ventrikel kanan (double outlet right ventricle), atau dari ventrikel kiri (double outlet left ventricle) (Rahayuningsih, 2013).Kelainan penyerta pada TAB dibagi 2 kelompok, yaitu kelompok kelainan penyerta kompleks (selain DAP, DSV, DSA, dan stenosis pulmonal) dan tidak kompleks (DAP, DSV, DSA, dan stenosis pulmonal). Kelainan penyerta tersering ditemukan defek septum ventrikel (DSV), defek setum atrium (DSA), paten duktus artiousus (DAP), dan left ventricular outflow tract obstruction. Pada TAB terjadi perubahan tempat keluarnya arteri besar, yakni aorta keluar dari ventrikel kanan dan terletak di sebelah anterior arteri pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri, terletak posterior terhadap aorta. Akibatnya, aorta menerima darah vena sistemik dari vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, dan darah diteruskan ke sirkulasi sistemik serta darah dari vena pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan diteruskan ke arteri pulmonalis dan paru.

4. EtiologiPada sebagian besar kasus, penyebab PJB tidak diketahui. Berbagai jenis obat-obatan, penyakit pada ibu, pajanan terhadap sinar Rontgen dan penyakit rubella (German measles) yang diderita ibu pada saat kehamilan trimester I diduga merupakan penyebab eksogen yang dapat menyebabkan PJB pada bayi. Selain faktor eksogen terdapat pula faktor endogen yang berhubungan dengan kejadian PJB yaitu sindrom Down dan Turner.

5. Patofisiologi Kelainan jantung bawaan menyebabkan dua perubahan hemodinamik utama. Shunting atau percampuran darah arteri dari vena serta perubahan aliran darah pulmonal dan tekanan darah. Normalnya tekanan pada jantung kanan lebih besar daripada sirkulasi pulmonal. Shunting terjadi apabila darah mengalir melalui lubang pulmonal pada jantung sehat dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah, menyebabkan darah yang teroksigenasi mengalir ke dalam sirkulasi sistemik.Aliran darah pulmonal dan tekanan darah meningkat bila ada keterlambatan penipisan normal serabut otot lunak pada arteriola pulmonal sewaktu lahir. Penebalan vascular meningkatkan resistensi sirkulasi pulmonal, aliran darah pulmonal dapat melampaui sirkulasi sistemik dan aliran darah bergerak dari kanan ke kiri. Perubahan pada aliran darah, percampuran darah vena dan arteri, serta kenaikan tekanan pulmonal akan meningkatkan kerja jantung. Manifestasi dari penyakit jantung congenital yaitu adanya gagal jantung, perfusi tidak adekuat dan kongesti pulmonal.

6. Manifestasi KlinisGangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala yang menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya toleransi aktivitas, kekerapan infeksi saluran napas berulang, dan terdengarnya bising jantung, dapat merupakan petunjuk awal terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak.a. Gangguan pertumbuhanPada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan timbul akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat timbul akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.b. SianosisSianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut Sianosis akibat kelainan jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yang sering didapatkan pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada ujung-ujung jari.Membedakan sianosis perifer dan sentral adalah bagian penting dalam menentukan PJB pada neonatus. Sianosis perifer berasal dari daerah dengan perfusi jaringan yang kurang baik, terbatas pada daerah ini, tidak pada daerah dengan perfusi baik. Sebaliknya sianosis sentral tampak pada daerah dengan perfusi jaringan yang baik, walaupun sering lebih jelas pada tempat dengan perfusi kurang baik.Daerah untuk menentukan adanya sianosis sentral adalah pada tempat dengan perfusi jaringan yang baik seperti pada lidah, dan dinding mukosa. Sianosis sentral pada jam-jam awal setelah lahir dapat timbul saat bayi normal menangis. Sianosis pada bayi tersebut disebabkan oleh pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan atau duktus arteriosus. Kadar hemoglobin yang terlalu tinggi yang disertai dengan hiperviskositas dapat pula menyebabkan sianosis pada bayi normal. c. Toleransi aktivitasToleransi aktivitas merupakan petunjuk klinis yang baik untuk menggambarkan status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien gagal jantung selalu menunjukkan toleransi aktivitas berkurang. Gangguan toleransi aktivitas dapat ditanyakan pada orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak napas dalam keadaan istirahat. Pada bayi yang menetek, ia hanya mampu minum dalam jumlah sedikit, sering beristirahat, sesak waktu mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak yang lebih besar ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari atau naik tangga. Pada pasien tertentu seperti pada Tetralogy of Fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan.d. Infeksi saluran napas berulangGejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke paru sehingga mengganggu sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung anak karena anak sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya tidak sedikit pasien PJB yang sebelumnya sudah diobati sebagai tuberkulosis sebelum dirujuk ke ahli jantung anak.e. Bising jantungTerdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan fisik tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis.

7. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang dasar yang penting untuk penyakit jantung bawaan adalah foto rontgen dada, elektrokardiografi, dan pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan lanjutan (untuk penyakit jantung bawaan) mencakup ekokardiografi dan kateterisasi jantung. Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutan tersebut untuk visualisasi dan konfirmasi morfologi dan pato-anatomi masing-masing jenis penyakit jantung bawaan memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati seratus persen. Kemajuan teknologi di bidang diagnostik kardiovaskular dalam dekade terakhir menyebabkan pergeseran persentase angka kejadian beberapa jenis penyakit jantung bawaan tertentu. Hal ini tampak jelas pada defek septum atrium dan transposisi arteri besar yang makin sering dideteksi lebih awal.Makin canggihnya alat ekokardiografi yang dilengkapi dengan Doppler berwarna, pemeriksaan tersebut dapat mengambil alih sebagian peran pemeriksaan kateterisasi dan angiokardiografi. Hal ini sangat dirasakan manfaatnya untuk bayi dengan PJB kompleks, yang sukar ditegakkan diagnosisnya hanya berdasarkan pemeriksaan dasar rutin dan sulitnya pemeriksaan kateterisasi jantung pada bayi. Ekokardiografi dapat pula dipakai sebagai pemandu pada tindakan septostomi balon transeptal pada transposisi arteri besar. Di samping lebih murah, ekokardiografi mempunyai keunggulan lainnya yaitu mudah dikerjakan, tidak menyakitkan, akurat dan pasien terhindar dari pajanan sinar X. Bahkan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas pemeriksaan ekokardiografi, foto toraks sebagai pemeriksaan rutin pun mulai ditinggalkan. Namun demikian apabila di tangan seorang ahli tidak semua pertanyaan dapat dijawab dengan menggunakan sarana ini, pada keadaan demikian angiografi radionuklir dapat membantu. Pemeriksaan ini di samping untuk menilai secara akurat fungsi ventrikel kanan dan kiri, juga untuk menilai derasnya pirau kiri ke kanan. Pemeriksaan ini lebih murah daripada kateterisasi jantung, dan juga kurang traumatis. Tingginya akurasi pemeriksaan ekokardiografi, membuat pemeriksaan kateterisasi pada tahun 1980 menurun drastis. Sarana diagnostik lain terus berkembang, misalnya digital substraction angiocardiography, ekokardiografi transesofageal, dan ekokardiografi intravaskular. Sarana diagnostik utama yang baru adalah magnetic resonance imaging, dengan dilengkapi modus cine sarana pemeriksaan ini akan merupakan andalan di masa mendatang.

8. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit jantung bawaan antara lain:a. Sindrom EisenmengerKomplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik yang menyebabkan aliran darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lama kelamaan pembuluh kapiler di paru akan bereaksi dengan meningkatkan resistensinya sehingga tekanan di arteri pulmonal dan di ventrikel kanan meningkat. Jika tekanan di ventrikel kanan melebihi tekanan di ventrikel kiri maka terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga anak mulai sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sebelum timbul komplikasi ini. b. Serangan SianotikKomplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat serangan anak menjadi lebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak bahkan dapat timbul kejang. Kalau tidak cepat ditanggulangi dapat menimbulkan kematian. c. Abses otakAbses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya abses otak terjadi pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini diakibatkan adanya hipoksia dan melambatnya aliran darah di otak. Anak biasanya datang dengan kejang dan terdapat defisit neurologis.

9. PenatalaksanaanUmumnya tata laksana penyakit jantung bawaan meliputi tata laksana non-bedah dan tata laksana bedah. Tata laksana non-bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan kardiologi intervensi. a. MedikamentosaTata laksana medikamentosa umumnya bersifat sekunder sebagai akibat komplikasi dari penyakit jantung atau akibat adanya kelainan lain yang menyertai. Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk menghilangkan gejala dan tanda disamping untuk mempersiapkan operasi. Lama dan cara pemberian obat-obatan tergantung pada jenis penyakit yang dihadapi. Hipoksemia, syok kardiogenik, dan gagal jantung merupakan tiga penyulit yang sering ditemukan pada neonatus atau anak dengan kelainan jantung bawaan. Perburukan keadaan umum pada dua penyulit pertama ada hubungannya dengan progresivitas penutupan duktus arterious, dalam hal ini terdapat ketergantungan pada tetap terbukanya duktus. Keadaan ini termasuk ke dalam golongan penyakit jantung bawaan kritis. Tetap terbukanya duktus ini diperlukan untuk (1) percampuran darah pulmonal dan sistemik, misalnya pada transposisi arteri besar dengan septum ventrikel utuh, (2) penyediaan darah ke aliran pulmonal, misalnya pada Tetralogy of Fallot berat, stenosis pulmonal berat, atresia pulmonal, dan atresia trikuspid, (3) penyediaan darah untuk aliran sistemik, misalnya pada stenosis aorta berat, koarktasio aorta berat, interupsi arkus aorta dan sindrom hipoplasia jantung kiri. Penanganan terhadap penyulit ini hanya bersifat sementara dan merupakan upaya untuk menstabilkan keadaan pasien, menunggu tindakan operatif yang dapat berupa paliatif atau koreksi total terhadap kelainan struktural jantung yang mendasarinya. Pada neonatus atau anak dengan hipoksia berat, tindakan yang harus dilakukan adalah:1. Mempertahankan suhu lingkungan yang netral misalnya pasien ditempatkan dalam inkubator pada neonatus, untuk mengurangi kebutuhan oksigen2. Kadar hemoglobin dipertahankan dalam jumlah yang cukup, pada neonatus dipertahankan di atas 15 g/dl3. Memberikan cairan parenteral dan mengatasi gangguan asam basa4. Memberikan oksigen menurunkan resistensi paru sehingga dapat menambah aliran darah ke paru5. Pemberian prostaglandin E1 supaya duktus arteriosus tetap terbuka dengan dosis permulaan 0,1 mg/kg/menit dan bila sudah terjadi perbaikan maka dosis dapat diturunkan menjadi 0,05mg/kg/menit.Obat ini akan bekerja dalam waktu 10-30 menit sejak pemberian dan efek terapi ditandai dengan kenaikan PaO2 15-20 mmHg dan perbaikan pH. Pada PJB dengan sirkulasi pulmonal tergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka lebar dapat memperbaiki sirkulasi paru sehingga sianosis akan berkurang. Pada PJB dengan sirkulasi sistemik yang tergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka akan menjamin sirkulasi sistemik lebih baik. Pada transposisi arteri besar, meskipun bukan merupakan lesi yang bergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka akan memperbaiki percampuran darah.Pada pasien yang mengalami syok kardiogenik harus segera diberikan pengobatan yang agresif dan pemantauan invasif. Oksigen harus segera diberikan dengan memakai sungkup atau kanula hidung. Bila ventilasi kurang adekuat harus dilakukan intubasi endotrakeal dan bila perlu dibantu dengan ventilasi mekanis. Prostaglandin E1 0,1 mg/kg/menit dapat diberikan untuk melebarkan kembali dan menjaga duktus arteriosus tetap terbuka. Obat-obatan lain seperti inotropik, vasodilator dan furosemid diberikan dengan dosis dan cara yang sama dengan tata laksana gagal jantung. Pada pasien PJB dengan gagal jantung, tata laksana yang ideal adalah memperbaiki kelainan struktural jantung yang mendasarinya. Pemberian obat-obatan bertujuan untuk memperbaiki perubahan hemodinamik, dan harus dipandang sebagai terapi sementara sebelum tindakan definitif dilaksanakan. Pengobatan gagal jantung meliputi penatalaksanaan umum yaitu istirahat, posisi setengah duduk, pemberian oksigen, pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi terhadap gangguan asam basa dan gangguan elektrolit yang ada. Bila pasien menunjukkan gagal napas, perlu dilakukan ventilasi mekanis (2) pengobatan medikamentosa dengan menggunakan obat-obatan. Obat-obat yang digunakan pada gagal jantung antara lain:1. Obat inotropik Obat inotropik seperti digoksin atau obat inotropik lain seperti dobutamin atau dopamin. Digoksin untuk neonatus misalnya, dipakai dosis 30 mg/kg. Dosis pertama diberikan setengah dosis digitalisasi, yang kedua diberikan 8 jam kemudian sebesar seperempat dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8 jam berikutnya sebesar seperempat dosis. Dosis rumat diberikan setelah 8-12 jam pemberian dosis terakhir dengan dosis seperempat dari dosis digitalisasi. Obat inotropik isoproterenol dengan dosis 0,05-1 mg/kg/ menit diberikan bila terdapat bradikardia, sedangkan bila terdapat takikardia diberikan dobutamin 5-10 mg/ kg/menit atau dopamin bila laju jantung tidak begitu tinggi dengan dosis 2-5 mg/kg/menit. Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan perfusi sistemik yang buruk dan jika ada penurunan fungsi ginjal, karena akan memperbesar kemungkinan intoksikasi digitalis. 2. VasodilatorObat vasodilator yang biasa dipakai adalah kaptopril dengan dosis 0,1-0,5 mg/kg/hari terbagi 2-3 kali per oral.3. DiuretikObat diuretik yang sering digunakan adalah furosemid dengan dosis 1-2 mg/kg/hari per oral atau intravena.

b. Bedah JantungKemajuan dalam bidang perinatologi memungkinkan bayi dengan keadaan umum yang buruk dapat bertahan hidup. Sementara itu perkembangan teknologi diagnostik telah mampu mendeteksi kelainan jantung secara dini pada bayi baru lahir, bahkan sejak dalam kandungan dengan ekokardiografi janin. Di dalam bidang bedah jantung, kemampuan untuk melakukan operasi ditunjang oleh (1) teknologi pintas jantung-paru yang sudah semakin aman untuk bayi dengan berat badan yang rendah, (2) tersedianya instrumen yang diperlukan, (3) perbaikan kemampuan unit perawatan intensif pasca bedah, dan (4) pengalaman tim dalam mengerjakan kasus yang rumit. Pada prinsipnya penanganan penyakit jantung bawaan harus dilakukan sedini mungkin. Koreksi definitif yang dilakukan pada usia muda akan mencegah terjadinya distorsi pertumbuhan jantung, juga mencegah terjadinya hipertensi pulmonal. Operasi paliatif saat ini masih banyak dilakukan dengan tujuan memperbaiki keadaan umum, sambil menunggu saat operasi korektif dapat dilakukan. Namun tindakan paliatif ini seringkali menimbulkan distorsi pertumbuhan jantung, di samping pasien menghadapi risiko operasi dua kali dengan biaya yang lebih besar pula. Oleh karena itu terus dilakukan upaya serta penelitian agar operasi jantung dapat dilakukan pada neonatus dengan lebih aman. Kecenderungan di masa mendatang adalah koreksi definitif dilakukan pada neonatus. Bentuk operasi paliatif yang sering dikerjakan pada penyakit jantung bawaan antara lain (1) Banding arteri pulmonalis. Prosedur ini dilakukan dengan memasang jerat pita dakron untuk memperkecil diameter arteri pulmonalis. Banding arteri pulmonalis dilakukan pada kasus dengan aliran pulmonal yang berlebihan akibat pirau dari kiri ke kanan di dalam jantung seperti pada defek septum ventrikel besar, ventrikel kanan jalan keluar ganda tanpa stenosis pulmonal, defek septum atrioventrikular, transposisi arteri besar, dan lain-lain. (2) Pirau antara sirkulasi sistemik dengan pulmonal. Prosedur ini dilakukan pada kelainan dengan aliran darah paru yang sangat berkurang sehingga saturasi oksigen rendah, anak menjadi biru dan sering disertai asidosis. Jenis-jenis operasi pirau antara lain: (a) Blalock-Taussig shunt, yaitu membebaskan arteri subklavia dan menyambungkannya ke arteri pulmonalis kiri atau kanan, (b) Modifikasi Blalock-Taussig, memasang pipa Gore-Tex antara arteri subklavia dengan arteri pulmonalis kanan atau kiri, (c) Pirau sentral, membuat hubungan antara aorta dengan arteri pulmonalis (Waterson, Potts, dengan Gore-Tex) dan (d) Pirau antara vena kava superior dengan arteri pulmonalis (Glenn shunt atau bidirectional cavo-pulmonary shunt). (3) Septostomi atrium. Prosedur ini dilakukan pada bayi sampai usia3 bulan, yakni dengan kateter balon melalui venafemoralis. Tindakan ini dapat dilakukan di ruang perawatan intensif dengan bimbingan ekokardiografi,atau dapat juga dikerjakan di ruangan kateterisasi jantung.Pada anak yang lebih besar, tindakan ini dilakukan menurut metode Blalock-Hanlon. Septostomi atrium dilakukan pada transposisi arteri besar untuk menambah percampuran darah, pada anomali parsial drainase v. pulmonalis untuk mengurangi bendungan v. pulmonalis, dan pada atresia trikuspid untuk mengurangi bendungan vena sistemik. Kemajuan yang pesat dalam pembedahan memungkinkan dilakukannya tindakan korektif pada penyakit jantung bawaan. Tindakan pembedahan korektif ini terutama dilakukan setelah ditemukan rancang-bangu oksigenator yang aman, khususnya pada bayi kecil. Metode yang banyak dipakai adalah henti sirkulasi, sehingga lapangan operasi menjadi bersih dari genangan darah dan tidak terganggu oleh kanula vena. Ada beberapa kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan korektif pada usia neonatus misalnya anomali total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi, transposisi tanpa defek septum ventrikel, trunkus arteriosus dengan gagal jantung. Sebagian lagi pembedahan dapat ditunda sampai usia lebih besar, atau memerlukan operasi paliatif untuk menunggu saat yang tepat untuk koreksi.c. Kardiologi IntervensiSalah satu prosedur pilihan yang sangat diharapkan di bidang kardiologi anak adalah kardiologi intervensi nonbedah melalui kateterisasi pada pasien penyakit jantung bawaan. Tindakan ini selain tidak traumatis dan tidak menimbulkan jaringan parut, juga diharapkan biayanya lebih murah. Meskipun kardiologi intervensi telah dikembangkan sejak tahun 1950, namun hingga pertengahan tahun 1980 belum semua jenis intervensi trans-kateter dapat dikerjakan pada anak, termasuk balloon atrial septostomy. Di Indonesia kardiologi intervensi pada anak dimulai pada tahun 1989, diawali dengan kemajuan di bidang balloon mitral valvotomy yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta pada kasus stenosis katup mitral. Kemudian disusul prosedur balloon atrial septostomy pada tahun 1989. Pada tahun yang sama balloon pulmonal valvotomy mulai dikerjakan. Selanjutnya prosedur intervensi yang dilakukan adalah oklusi duktus arteriosus persisten dengan coil Gianturco yang baru dimulai 3 tahun terakhir. Di Indonesia sejauh ini baru 3 pusat pelayanan kardiologi anak yang melakukan intervensi kardiologi, yaitu RS Jantung Harapan Kita dan RSUP Cipto Mangunkusumo di Jakarta dan RSUP Dr. Soetomo Surabaya. Berbagai jenis kardiologi intervensi antara lain adalah:a. Balloon atrial septostomy (BAS) Balloon atrial septostomy (BAS) adalah prosedur rutin yang dilakukan pada pasien yang memerlukan percampuran darah lebih baik, misalnya TAB (transposisi arteri besar) dengan septum ventrikel yang utuh. Prosedur ini dilakukan dengan membuat lubang di septum interatrium, dan biasanya dilakukan di ruang rawat intensif dengan bimbingan ekokardiografi. Di RSJHK telah dilakukan 64 prosedur BAS dan umumnya prosedur ini berhasil menciptakan lubang di septum interatrium dan memperbaiki kondisi pasien. Namun sebanyak 3 pasien mengalami kegagalan karena sulitnya kateter balon memasuki foramen ovale paten pada pasien dengan septum atrium yang melengkung atau atrium kiri yang kecil. Satu pasien meninggal karena perforasi di daerah vena pulmonalis.b. Balloon pulmonal valvuloplasty (BPV) Balloon pulmonal valvuloplasty (BPV) merupakan prosedur standar untuk melebarkan katup pulmonal yang menyempit, dan ternyata hasilnya cukup baik, dan biayanya juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan operasi. Di RSJHK, prosedur ini sejak tahun 1985 telah dilakukan pada 48 kasus stenosis katup pulmonal yang seringkali disertai stenosis infundibulum. Umumnya pasca BVP kondisi fisik pasien bertambah baik. Penyulit terjadi pada 1 kasus karena muskulus papilaris katup trikuspid putus saat tindakan dikerjakan sehingga memerlukan pembedahan emergensi.c. Balloon mitral valvotomy (BMV) umumnya dikerjakan pada kasus stenosis katup mitral akibat demam reumatik.d. Balloon aortic valvuloplasty (BAV) Penyumbatan duktus arteriosus menggunakan coil Gianturco juga dikerjakan pada beberapa kasus, namun belum dianggap rutin karena harga coil dan peralatan untuk memasukkan coil tersebut cukup mahal. Tindakan ini telah dilakukan pada 12 kasus dengan duktus arteriosus persisten, kesemuanya memakai coil Gianturco.Di Sub bagian Kardiologi FKUI/RSCM tindakan intervensi kardiologi yang pernah dilakukan adalah dilatasi balon dan pemasangan stent pada arteri renalis pada pasien arteritis Takayasu. Pasca tindakan kondisi pasien baik dan tekanan darah turun. Tindakan lainnya seperti penutupan DSA (defek septum atrium), DSV (defek septum ventrikel), fistula koroner, MAPCA (major aortico-pulmonary collateral arteries) belum pernah dilakukan. Di Institut Jantung Negara Kuala Lumpur Malaysia dan RSUD Dr. Soetomo Surabaya penutupan duktus arteriosus persisten dilakukan dengan menggunakan umbrella, coil dan ADO (amplatzer ductal occluder); sedangkan untuk defek septum atrium ditutup dengan menggunakan ASO (amplatzer septal occluder). Di Royal Children,s Hospital Melbourne, Australia telah dilakukan penutupan defek septum ventrikel tipe muskular yang sulit dioperasi dengan amplatzer devic.ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS PJB ASIANOTIK DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Nama Mahasiswa : EKAWATI Tempat Praktik: HCU Anak Tanggal Praktik: 16-22 November 2014

PENGKAJIANA. IDENTITAS KLIEN

15

Nama: An. S No.RM: 1411160033Usia: 6 Bulan 18 hariJenis Kelamin: Laki-laki Alamat: Kebonsawah BangilTgl MRS: 9 Oktober 2014Tgl Pengkajian : 17 November 2014Diagnosa Medis: PJB AsianotikSumber Informasi: Orang tua dan Rekam Medik

B. STATUS KESEHATAN SAAT INIa. Keluhan Utama Saat MRS: Sesak napasb. Keluhan Utama Saat Pengkajian : Sesak napasc. Riwayat Penyakit Sekarang :Sejak 2 bulan yang lalu anak mengalami sesak napas mendadak disertai batuk tanpa dahak (anak tidak bisa mengeluarkan dahak), dada terlihat sampai tertarik, hidung kembang kempis, anak rewel dan menangis terus-menerus. Anak kemudian dibawa ke rumah sakit Pasuruan dan sempat opname selama 7 hari, sejak usia 2 bulan anak memiliki riwayat setiap kali minum ASI sering tersendat-sendat karena diselingi sesak napas. Setelah pulang dan berada di rumah selama 11 hari, sesak kambuh lagi. Pada tanggal 9 Oktober anak dibawa ke RSSA dan diperiksa di poli jantung, oleh poli jantung disarankan MRS dan anak masuk di ruang 7B selama 1 bulan 6 hari, di 7B pasien dipasang plug, diberikan terapi injeksi cefotaxim 3x250 mg, furosemide 3x4,5 mg serta nebulizer dengan ventolin tiap 2 jam. Karena sesak semakin parah kemudian pasien dipindahkan ke HCU pada tanggal 16 November 2014. Mulai tanggal 16 November hingga saat pengkajian anak mendapatkan perawatan dengan keluhan masih sesak tanpa disertai batuk. Diruang HCU pasien mendapatkan terapi ekstra dari dokter.

C. RIWAYAT KESEHATAN TERDAHULU 1. Penyakit yang pernah dialami : Sejak usia 2 bulan pasien sudah mengalami sesak napas 2. Kecelakaan (Bayi/anak: termasuk Kecelakaan Lahir/ Persalinan, Bila pernah: Jenis dan Waktu, siapa Penolong kelahirannya.): -3. Operasi (Jenis dan Waktu): -4. Penyakit kronis/akut : -5. Terakhir kali MRS : Tanggal 27 September 2014 dengan diagnosa PJB6. Imunisasi :a. b. BCG: +c. DPT: -d. Polio: - e. Campak : -f. Hepatitis: +

7. Riwayat Kehamilan dan Keluarga :a. Prenatal: DM (-), HT (-), perdarahan (-), demam (-), ANC 2 kali selama hamil saat usia kehamilan 3 bulan dan 6 bulan, kontrol ke bidan, keputihan (-), trauma (-), Ibu An. S sering mual dan muntah-muntah saat kehamilan trimester I dan memiliki kebiasaan mengkonsumsi jamu kunir asam saat hamil anaknya untuk menyegarkan badan.b. Natal : Lahir di bidan pervaginam, lahir tidak langsung menangis, megap-megapc. Postnatal : Lahir 3.000 gram, PB 50 cm, sesak

D. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA1. Penyakit yang pernah diderita keluarga: Kakek mempunyai riwayat hernia2. Lingkungan rumah dan komunitas: Rumah dibersihkan 1x sehari, di sekitar rumah banyak yang berjualan ikan laut memiliki binatang peliharaan yaitu ayam dan burung3. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan : Tidak ada4. Persepsi keluarga terhadap penyakit anak : Ibu mempersepsikan bahwa anaknya hanya sesak saja dan dapat disembuhkan

E. POLA NUTRISI-METABOLIKItemDeskripsi

Sebelum sakitdi Rumah Sakit

Jenis diet/makanan/ Komposisi menuASI + PASI (Lactogen dan bubur)ASI + F 75

Frekuensi/pola10 x/hari12 x 30 cc

Porsi/jumlah30 cc30 cc/ 2 jam

Nafsu MakanOralNGT

Peningkatan/Penurunan BB 6 bulan terakhir-Peningkatan BB 1.600 gram, BB saat ini 4.600 gram

F. POLA ELIMINASIItemDeskripsi

Sebelum sakitdi Rumah Sakit

BAB Frekuensi/pola1 x/hari (pampers)1 x/hari (pampers)

KonsistensiLembekLembek

Warna/bauKuning/khasKuning/khas

BAK Frekuensi/pola50 gr 20 gr = 30 gr1hari=4x ganti pampersJadi, 30 x 4 = 120 cc/hari55 gr 20 gr = 35 gr1hari=5x ganti pampersJadi, 35 x 5 = 175 cc/hari

Konsistensi (mis; encer, pekat,dll)encerencer

Warna/bauKuningKuning

Kesulitan--

Upaya mengatasi--

Balance CairanInput : 1000 cc / 24 jamInput: Cairan 420 cc/24 jam Infus 60 cc/24 jamTotal : 480 cc

Output: urine 150 cc /24jam IWL= 15XBB 24 jam15x324 jam45 cc/24 jamTotal : 195

Balance : input-output=480 - 195 = +285 cc

G. GENOGRAM

H. PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaaan Umum: CukupKesadaran: Compos mentis GCS : 456BB: 4.600 gramPB: 50 cmTekanan Darah:- mmhgSuhu: 370 C RR: 45 x/ menitNadi: 162 x/ menit 2. Kepala dan Lehera. Kepala : bentuk normochepal, lesi (-), benjolan (-), rambut hitam, tipis, dan tidak rontok, ubun-ubun cekung (-), b. Mata: mata simetris, mata cowong (-), anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, rangsangan terhadap cahaya (+)c. Hidung: simetris (+), pendarahan (-), pernafasan cuping hidung (+), terpasang O2 non rebreathing mask 6 lpmd. Mulut dan Tenggorokan : mukosa bibir kering, warna pink, stomatitis (-), sianosis (-)e. Telinga: simetris, bersih, lesi (-)f. Leher : nadi carotis teraba, posisi trachea simetris 3. DadaInspeksiBentuk thorak : pigeon chest, retraksi dinding dada (+), penggunaan otot bantu nafas (+), pola nafas takipnea, cianosis (-)

PalpasiTidak ada benjolan

PerkusiSonor

Auskultasi

Suara NafasDeskripsi

Bronkialronchi lobus kiri atas

Bronkovesikuler_

Vesikuler

Suara UcapanDextraSinistra

Bronkoponi/Pectoryloquy/Egophoni

Suara TambahanDextraSinistra

Rales/Rhonchi/Wheezing/PleuralFrictionRonchi (-)Ronchi (+)

Batuk dengan sputum/tidakSputum (+)

Pemeriksaaan Jantung

Inspeksi dan Palpasi Prekordium

Area Aorta-PulmonumDekstra

Area tricuspid-Ventrikel kananDekstra

Letak Ictus CordisBergeser ke midklavikula sinistra

Perkusi

Batas jantungICS IV

SuaraResonan/dullness/timpani/hiperresonan

Auskultasi

Bunyi Jantung ILub

Bunyi Jantung IIDub

Bunyi Jantung IIIMurmur

Bunyi Jantung IVMurmur

KeluhanTidak terkaji

4. Punggung: Lesi (-), Kelainan tulang belakang (-)5. Mamae dan Axila: Benjolan/massa: (-) Nyeri: (-)6. Abdomen InspeksiLesi (-), Scar (-), Massa(-), Distensi(+), Asites(+)

AuskultasiBising Usus 5 x/menit

Palpasi Massa (-), Pembesaran Hati dan Limpa(-)

PerkusiDullnes(-)

Lain-lain-

7. Genetalia PengkajianData/GejalaDeskripsi

Inspeksi Lesi (-) Scar (-) Massa (-) Distensi (+)

Palpasi Nyeri tekan(-)

Keluhan Tidak terkaji

Lain-lain

8. Ekstremitas AtasKanan : Lesi (-), Scar (-), Kontraktur (-), Deformitas (-), Edema (-), Nyeri (-), Clubbing finger (-) Terpasang infus

Kiri : Lesi (-), Scar (-), Kontraktur (-), Deformitas (-), Edema (-), Nyeri (-), Clubbing finger (-)

BawahKanan : Lesi (-), Scar (-), Kontraktur (-), Deformitas (-), Edema (-), Nyeri (-), Clubbing finger (-)

Lesi Lesi (-), Scar (-), Kontraktur (-), Deformitas (-), Edema (-), Nyeri (-), Clubbing finger (-)

Kekuatan Otot 5 5 5 5

9. Metabolisme/IntegumenWarna: Pucat (+) Sianotik (-) Ikterik (-)Suhu: Akral hangatTurgor kulit: cukupCRT: < 2 detikEdema: (-)Memar: (-) Kemerahan: (-) Pruritus: (-) 10. Neurosensoria. Pupil : Isokorb. Reaktif terhadap cahaya :(+)c. Reflek-reflek (sesuaikan dengan usia)

Menghisap (+)Menoleh (+) Menggenggam (+)Kejang : Tidak Ada Babinsky (+)Morro(+)Patella(-)Rooting (+)Lain-lain ...

Data tumbuh kembang BB lahir: 3.000 gram LK: - PB: 50 cm LD: - LLA: 24 cm BB sebelum sakit: 3.000 gram BB saat ini: 4.600 gram BB ideal:Menurut WHO: gram Pengkajian Perkembangan DDST: Pada usia 3 bulan sudah bisa mengangkat kepala, pada usia 4-6 bulan hanya tengkurap karena sakit Tahap Perkembangan psikososial: - Tahap Perkembangan Psikoseksual: - Deteksi Dini pertumbuhan ::BB/U= 3.300 gram (WHO)3.000 (-3 SD s/d -2 SD)Gizi KurangPB/U= 44 cm (-3 SD s/d -2 SD)BB/PB (% BBI) = x 100% = 68 %

I. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. Laboratorium pada tanggal 16 November 2014JENIS PEMERIKSAANHASILSATUANNILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hemoglobin (HGB)11,30g/dL13,4-17,7

Eritrosit (RBC)4,08106/L4,0-5,5

Leukosit (WBC)19,40103/L4,3-10,3

Hematokrit 35,10%40-47

Trombosit (PLT)255103/L142-424

MCV86,00fL80-93

MCH27,70Pg27-31

MCHC32,20g/dL32-36

RDW17,20%11,5-14,5

PDW8,6fL9-13

MPV8,7fL7,2-11,1

P-LCR 15,5%15,0-25,0

PCT0,22%0,150-0,400

Hitung jenis

Eusinofil0,0%0-4

Basofil0,2%0-1

Neutrofil77,2%51-67

Limfosit15,7%25-33

Monosit6,9%2-5

Lain-lain-

B. Laboratorium pada tanggal 14 November 2014JENIS PEMERIKSAANHASILSATUANNILAI NORMAL

KIMIA KLINIK

Analisa Gas Darah

pH7,187,35-7,45

pCO282,1mmHg35-45

pO235,3mmHg80-100

Bikarbonat (HCO3)30,9mmol/L21-28

Kelebihan Basa (BE)2,3mmol/L(-3)-(+3)

Saturasi O252,6%>95

Hb11,6g/dL

Asam Laktat3,5mmol/LDarah vena: 0,5-2,2

Darah arteri: 0,5-1,6

Suhu37oC

J. PROGRAM TERAPITanggal 17-11-2014Hari/ TanggalNama ObatJenis ObatCara PemberianDosis

Senin/ 10-11-2014Ventolin 2,5 mg + PZ 1 cc >< adrenalin 3 mgInhalationSetiap jam

1. Cefotaxime2. Gentamicin3. Digoxin4. Furosemide5. Captropil6. KSR7. Vit A8. Vit BC9. Vit C10. Vit A11. Asam Folat12. Zink13. D5 NS

14. O2 NRBM 1. Antibiotik2. Antibiotik3. Digitalis 4. Diuretik5. Antihipertensi6. Suplemen Kalium7. Vitamin8. Vitamin9. Vitamin10. Vitamin11. Vitamin B12. Suplemen

1. IV2. IV3. IV4. IV5. P.O6. P.O7. P.O8. P.O9. P.O10. P.O11. P.O12. P.O13. IVFD/infus pump1. 3 x 300 mg2. 1 x 24 mg3. 2 x 0,02 mg4. 2 x 4,5 mg5. 2 x 2,3 mg6. 2 x 45 mg7. 1 x 2500 mg8. 1 x 1/2 tablet9. 1 x 50 mg10. 1 x 50 mg11. 1 x 1 mg12. 1 x 20 mg13. 0 cc/24 jam

14. 6 lpm